You are on page 1of 47

RESUME HASIL PEMERIKSAAN

PT PERMODALAN NASIONAL MADANI


DI
JAKARTA, MEDAN, BANDUNG DAN DENPASAR

Berdasarkan surat tugas BPK RI Nomor. 37/ST/VII-XV.3/6/2006 tanggal 21 Juni 2006, BPK RI
telah memeriksa pendapatan usaha, penyaluran kredit program, penyaluran pembiayaan Lembaga
Keuangan Mikro dan Syariah serta tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK-RI pada PT Permodalan
Nasional Madani yang selanjutnya disebut PT PNM tahun buku 2005 dan 2006 (semester I).
Pemeriksaan dilakukan untuk menilai apakah entitas yang diaudit telah mematuhi persyaratan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, khususnya dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang
menjadi sasaran pemeriksaan, sistem pengendalian intern telah dirancang dan dilaksanakan secara
memadai untuk mencapai tujuan pengendalian.
Kondisi dan perkembangan perusahaan adalah sebagai berikut:
1. Laporan keuangan PT PNM untuk tahun 2004 dan 2005 telah diperiksa KAP Aryanto Amir Jusuf &
Mawar dengan opini “Wajar dengan paragraf penjelasan”.
2. Aset yang dikelola oleh PT PNM per 31 Desember 2004 dan 2005 adalah sebesar Rp2.016.738,50
juta dan Rp2.005.593,01 juta.
3. Laba (rugi) setelah pajak PT PNM tahun 2004 dan 2005 adalah sebesar Rp58.694,37 juta dan
Rp40.573,23 juta.
4. Pendapatan PT PNM tahun 2004 dan 2005 adalah sebesar Rp178.967,57 juta dan Rp.176.906 juta.
5. Tingkat kinerja perusahaan yang dihitung berdasarkan SK Menteri BUMN No.KEP-100/MBU/2002
tanggal 4 Juni 2002 adalah di tahun 2004 sebesar 105,11 dengan klasifikasi “Sehat” dan tahun 2005
sebesar 103,95 dengan klasifikasi “Sehat”.
Pokok-pokok hasil pemeriksaan adalah sebagai berikut:
1. Pendapatan usaha
Realisasi pendapatan usaha tahun 2005 dan 2006 (semester I) masing-masing sebesar
Rp176.906,76 juta dan Rp86.000,00 juta atau 94,42% dan 82,30% dari anggaran masing-masing
sebesar Rp187.364,00 juta dan Rp104.500,00 juta.
Pemeriksaan atas pendapatan usaha dilakukan secara uji petik yaitu tahun 2005 dan 2006
(semester I) sebesar masing-masing sebesar Rp21.103,68 juta dan Rp10.569,06 juta atau 11,93% dan
12,29% dari realisasi masing-masing sebesar Rp176.906,76 juta dan Rp86.000,00 juta.
Pemeriksaan atas pendapatan usaha menghasilkan temuan pemeriksaan mengenai ketidaktaatan
pada peraturan yang berlaku yaitu pemberian pinjaman Sub Ordinate Loan (SOL) sebesar Rp
95.000,00 juta Kepada PT PNM Venture Capital berpotensi merugikan PT PNM sebesar
Rp18.378,38 juta.
2. Penyaluran Kredit Program
Realisasi penyaluran kredit program tahun 2005 dan 2006 (semester I) masing-masing sebesar
Rp208.753,02 juta dan Rp87.639,94 juta atau 112,84% dan 100,16% dari anggaran masing-masing
sebesar Rp185.000,00 juta dan Rp87.500,00 juta.
Pemeriksaan atas penyaluran kredit program dilakukan secara uji petik yaitu tahun 2005 dan
2006 (semester I) masing-masing sebesar Rp100.510,00 juta dan Rp11.590,00 juta atau 48,14%
dan 13,22% dari realisasi masing-masing sebesar Rp208.753,02 juta dan Rp87.639,94 juta.
Pemeriksaan atas penyaluran kredit program menghasilkan temuan pemeriksaan mengenai
ketidaktaatan pada peraturan yang berlaku sebagai berikut:
a. Pembiayaan kepada PT Bank Unibank Tbk tidak sesuai dengan ketentuan dan merugikan PT
PNM sebesar Rp4.853,19 juta
b. Terdapat dana menganggur (idle) dalam pembiayaan Kredit Program pada BPD NTB yang tidak
ditarik oleh PT PNM.
3. Penyaluran pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro dan Syariah
Realisasi penyaluran pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro dan Syariah tahun 2005 dan 2006
(semester I) masing-masing sebesar Rp227.929,50 juta dan Rp107.899,00 juta atau 111,19% dan
84,96% dari anggaran masing-masing sebesar Rp205.000,00 juta dan Rp127.000,00 juta.
Pemeriksaan atas penyaluran pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro dan Syariah dilakukan
secara uji petik yaitu tahun 2005 dan 2006 (semester I) masing-masing sebesar Rp59.000,00 juta dan
Rp8.400,00 juta atau 25,88% dan 7,78% dari realisasi masing-masing sebesar Rp227.929,50 juta dan
Rp107.899,00 juta.
Pemeriksaan atas penyaluran kredit program menghasilkan temuan pemeriksaan mengenai
ketidaktaatan pada peraturan yang berlaku sebagai berikut:
a. Pembiayaan dana Surat Utang Pemerintah (SUP) kepada Koperasi Pegawai Kantor Pusat PT Pos
Indonesia (Koppos) sebesar Rp10.000.,00 juta tidak memperhatikan prinsip kehati-hatian.
b. Restrukturisasi Pembiayaan kepada Koppos sebesar Rp7.972,86 juta tidak sesuai ketentuan
c. Pemberian fasilitas tambahan pembiayaan dana Surat Utang Pemerintah kepada Koperasi
Pengangkutan Umum Binjai (KPUB) sebesar Rp4.785,00 juta tidak sesuai ketentuan dan
berpotensi menimbulkan kerugian.
d. Penyelesaian pembiayaan bermasalah (macet) sebesar Rp4.232,67 juta kepada KPUB tidak
sesuai ketentuan dan berlarut-larut.
e. Pembiayaan kepada Koperasi Serba Usaha Tri Anugrah Citra di PT PNM Cabang Menado macet
dan berpotensi rugi minimal sebesar Rp1.174,56 juta.
f. Pembiayaan SUP Madani kepada Kopegtel Kandatel Bandung sebesar Rp10.000,00 juta belum
sepenuhnya sesuai ketentuan.
g. Pemberian pembiayaan kepada Usaha Simpan Pinjam Koperasi Pengangkutan Umum Medan
(KPUM) sebesar Rp6.600.,00 juta tidak sesuai ketentuan.
h. Pemberian fasilitas pembiayaan Pengusaha Kecil Mikro (PMK) Madani sebesar Rp5.000.,00 juta
kepada Koperasi Karyawan Biofarma tidak sesuai ketentuan.
i. PT PNM Medan berpotensi menderita kerugian Rp191,55 juta dan tidak menerima penghasilan
bunga sebesar Rp51,27 juta atas piutang macet Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi.
j. Terdapat pembiayaan kepada Koperasi Seba Usaha (KSU) Permai Perdana – Induk Koperasi
Simpan Pinjam (IKSP) sebesar Rp400,00 juta yang berpotensi macet.
k. Penetapan tingkat suku bunga SUP dalam perjanjian Pemerintah RI dengan PT PNM merugikan
untuk pembiayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK).
l. Terdapat penyaluran pinjaman kepada usaha kecil dan mikro (end user) yang tidak sesuai dengan
ketentuan proporsi penyalurannya.
m. Terdapat Pembiayaan kepada beberapa debitur (end user) melalui lembaga keuangan pelaksana
tidak sesuai dengan ketentuan.
n. Cessie piutang yang dijadikan jaminan oleh lembaga keuangan pelaksana kepada PT PNM tidak
sesuai ketentuan.
o. Pembiayaan kepada PNM BMT tidak sesuai ketentuan.
p. Pemberian fasilitas pembiayaan SUP syariah dari PT PNM kepada koperasi dan BPRS belum
memenuhi ketentuan pembiayaan syariah. .
2
q. Pemberian fasilitas pembiayaan PMK Madani kepada Kopkar Manunggal Karsa dan PD BPR
Blubur Limbangan tidak memiliki jaminan yang cukup.
r. Terdapat tunggakan pokok sebesar Rp8.824,68 juta dan tunggakan margin sebesar Rp5.298,91
juta atas fasilitas pembiayaan kepada Koperasi Pasar Muka Amanah.

4. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK-RI.


Untuk lebih jelasnya temuan dan saran BPK RI dapat dibaca dalam hasil pemeriksaan

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN


Penanggung Jawab,

Drs Aloysius Nugroho


NIP. 140058218

3
HASIL PEMERIKSAAN
PADA
PT PERMODALANAN NASIONAL MADANI
DI
JAKARTA, MEDAN, BANDUNG DAN DENPASAR

I. Gambaran Umum
A. Tujuan Pemeriksaan
Untuk menilai kewajaran-kewajaran nilai besaran dari pendapatan dan investasi serta kepatuhan
terhadap peraturan perundangan dalam rangka klarifikasi kebenaran informasi-informasi adanya
berbagai penyimpangan.
B. Sasaran Pemeriksaan
Sasaran Pemeriksaan terhadap PT Permodalan Nasional Madani (PT PNM) adalah :
1. Pendapatan usaha;
2. Penyaluran Kredit Program;
3. Penyaluran pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro dan Syariah;
4. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK-RI.
C. Metode Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan analisa serta menguji sejumlah transaksi tertentu dan
menguji kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta pengendalian
intern dari entitas yang diperiksa.
D. Jangka Waktu Pemeriksaan
Pemeriksaan dilaksanakan terhadap PT PNM Kantor Pusat di Jakarta dan Kantor Cabang di
Jakarta, Denpasar, Medan dan Bandung, sejak tanggal 3 Juli sampai dengan tanggal
5 September 2006.
E. Uraian Singkat mengenai Entitas yang diperiksa
1. Pendirian Perusahaan
PT Permodalan Nasional Madani (PT PNM) didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 38 tahun 1999 tanggal 25 Mei 1999 tentang Penyertaan Modal Negara Republik
Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) dalam rangka pengembangan
usaha kecil, menengah dan koperasi. Selanjutnya PT PNM didirikan berdasarkan Akte
Notaris Ida Sofia, SH Nomor 1 tanggal 1 Juni 1999 yang telah diubah dengan Ake Notaris
Nanda Fauz Iwan, SH Nomor 37 tanggal 27 Agustus 2004.
2. Tujuan Perusahaan
Berdasarkan Akte Pendiriannya maksud dan tujuan perusahaan adalah turut melaksanakan
dan menunjang kebijaksanaan dan program Pemerintah di bidang ekonomi dan
pembangunan nasional pada umumnya, khususnya di bidang pemberdayaan dan
pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah dengan menerapkan prinsip-prinsip
perseroan terbatas.
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, PT PNM menyelenggarakan kegiatan-kegiatan usaha
yaitu jasa pembiayaan termasuk kredit program dan jasa manajemen untuk pengembangan
koperasi, usaha kecil dan menengah serta kegiatan usaha lainnya guna menunjang kegiatan
pelaksanaan tersebut di atas.
3. Organisasi
a. Manajemen
Susunan direksi PT PNM berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan
BUMN No. KEP-176/M-PBUMN/1999 adalah sebagai berikut :
4
1) Direktur Utama : Ir. B. S. Kusmuljono, MBA
2) Direktur Bisnis I : Erwin Mardjuni, SE
3) Direktur Bisnis II : Abdul Salam, SE, MM
4) Direktur Bisnis III : Aries Muftie SE, SH, MH
5) Direktur Keuangan & SDM : Ir. Adil Tobing SE, MM
6) Direktur Operasi : Drs. Wiwin P. Soedjito, MBA
Sesuai dengan keputusan Menteri tersebut, periode jabatan dari masing-masing direksi
PT PNM telah habis masa waktunya yaitu pada tahun 2004. Sampai dengan Mei 2006
belum ada keputusan Menteri BUMN untuk memperpanjang masa jabatan direksi PT
PNM. Disamping itu Direktur Utama dan Direktur Bisnis III sudah tidak aktif lagi di PT
PNM.
Sedangkan susunan manajemen terdiri dari :
1) Kepala Urusan Sekretaris Perusahaan dan Perencanaan
2) Kepala Urusan SPI dan Manajemen Mutu (MMT)
3) Kepala Grup Pembiayaan, Jasa Manajemen Regional I
4) Kepala Grup Pembiayaan, Jasa Manajemen Regional II
5) Kepala Grup Kredit Program, Pengembangan Usaha & Unit Usaha Syariah
6) Kepala Urusan Sumber Daya Manusia
7) Kepala Urusan Keuangan
8) Kepala Urusan Manajemen Resiko & Remedial
9) Kepala Urusan Manajemen Pendukung Teknologi & Operasi
10) Kepala Urusan Manajemen Pendukung Infrastuktur
b. Organisasi
Struktur Organisasi PT Permodalan Nasional Madani ditetapkan berdasarkan Surat
Keputusan Direksi No No. SK-016/DIR-PNM/IV/2005 tanggal 19 April 2005, terdiri
dari :
1) Kantor Pusat berkedudukan di Jakarta;
2) Kantor Cabang dan Perwakilan, berkedudukan di daerah-daerah terdiri dari 13
Kantor Cabang.
Struktur organisasi Kantor Pusat antara lain :
1) Dewan Komisaris;
2) Dewan Direksi;
3) Urusan/Grup;
4) Deputi
Struktur organisasi Kantor Cabang yaitu :
1) Kepala Cabang;
2) Kasie Supporting
3) Kasie Pembiayaan
4) Kasie Jasa Manajemen
4. Kondisi dan Perkembangan Perusahaan selama tiga tahun terakhir
a. Opini Auditor Independen
Tahun KAP Opini
2003 Amir Abadi Jusuf dan Aryanto WTPDPP*)
2004 Aryanto Amir Jusuf dan Mawar WTPDPP
2005 Aryanto Amir Jusuf dan Mawar WTPDPP
*) Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan

5
b. Perkembangan Aktiva, Ekuitas dan Laba/Rugi untuk tahun 2004, 2005 dan 2006
(Semester I) sebagai berikut :
(dalam juta rupiah)
No Uraian 2004 2005 2006 Perkembangan (%)
(Semester I) 2004-2005 2005-2006
1 2 3 4 5 6=(4-3)/3 7=(5-4)/4
1. Total Aktiva 2.016.738,49 2.005.593,02 2.109.549,61 (0,55) 5,18
2. Total Ekuitas 421.943,35 429.318,28 456.296,56 1,75 6,28
3. Laba Sbl.Pajak 80.903,54 54.511,90 25.300,00 (32,62) (53,59)
4. ROE 19,17% 12,70% 11,09% (33,75) (12,68)
5. ROA 4,01% 2,72% 2,40% (32,17) (11,76)

Dari daftar di atas diketahui bahwa :


Aktiva dari tahun 2004 s.d. 2005 relatif stabil, penurunan yang terjadi tidak signifikan.
Aktiva per 2006 (semester I) meningkat cukup signifikan. Ekuitas juga meningkat dari
tahun ke tahun, sedangkan laba sebelum pajak tahun 2005 turun signifikan sebesar
32,62% dari tahun sebelumnya. ROE dan ROA cenderung turun dari tahun 2004 s.d.
2006 (semester I).
c. Perkembangan pendapatan usaha dari penyaluran dana
Anggaran dan realisasi pendapatan usaha terlihat pada tabel berikut :
(dalam juta rupiah)
Pendapatan Tahun 2005 Tahun 2006 (s.d semester I)
Usaha Anggaran Real (%) Anggaran Real (%)
Kredit Program 86.952,72 89.836,59 103,32 37.700,00 44.200,00 117,24
Dana SUP 78.353,20 28.491,45 36,36 21.000,00 16.800,00 80,00
Dana Equity 70.372,79 17.288,48 24,57 12.400,00 12.100,00 97,58
Jasa Manajemen 23.976,00 18.448,63 76,95 8.700,00 2.400,00 27,59
Jumlah 259.654,71 154.065,15 59,33 79.800,00 75.500,00 94,61

Anggaran dan realisasi penyaluran kegiatan usaha sebagai berikut :


(dalam juta rupiah)
Penyaluran Tahun 2005 Tahun 2006 (s.d semester I)
Anggaran Real (%) Anggaran Real (%)
Kredit Program 185.000,00 208.753,02 112,84 87.500,00 87.639,94 100,16
Dana SUP 108.000,00 115.817,00 107,24 93.000,00 61.269,00 65,88
Dana Equity 97.000,00 112.112,50 115,58 27.000,00 46.630,00 172,70
Jumlah 390.000,00 436.682,52 111,97 207.500,00 195.538,94 94,24

Dari tabel di atas diketahui bahwa secara keseluruhan tingkat pendapatan baik dari kredit
program, SUP, equity maupun jasa manajemen meningkat signifikan baik dilihat dari
segi nominalnya maupun pencapaian anggarannya. Sedangkan untuk penyalurannya juga
meningkat kecuali dana SUP yang baru menyerap anggaran sebesar 65,88%.
II. Temuan Pemeriksaan
BPK-RI telah memeriksa terhadap pendapatan usaha, penyaluran kredit program, penyaluran
pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro dan Syariah dan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK-RI
dengan hasil pemeriksaan sebagai berikut :
A. Pendapatan Usaha
Realisasi pendapatan usaha tahun 2005 dan 2006 (semester I) masing-masing sebesar
Rp176.906,76 juta dan Rp86.000,00 juta atau 94,42% dan 82,30% dari anggaran masing-masing
sebesar Rp187.364,00 juta dan Rp104.500,00 juta.
6
Pemeriksaan atas pendapatan usaha dilakukan secara uji petik yaitu tahun 2005 dan 2006
(semester I) masing-masing sebesar Rp21.103,68 juta dan Rp10.569,06 juta atau 11,93% dan
12,29% dari realisasi masing-masing sebesar Rp176.906,76 juta dan Rp86.000,00 juta.
Pemeriksaan atas pendapatan usaha menghasilkan temuan pemeriksaan mengenai
ketidaktaatan pada peraturan yang berlaku, sebagai berikut:
Pemberian pinjaman SOL kepada PT PNM Venture Capital berpotensi merugikan PT
PNM sebesar Rp18.378.366.667,00.
PT PNM memberikan pinjaman kepada anak perusahaan PT PNM Venture Capital (PT
PNM VC) dalam bentuk Sub Ordinate Loan (SOL) atau Pinjaman Sub Ordinasi sebesar
Rp95.000.000.000,00 berdasarkan persetujuan dari Pemegang Saham (Menteri Keuangan) dan
surat No.S-357/MK.05/2001, tanggal 20 Juni 2001. Selanjutnya pada tanggal 19 Juli 2001 PT
PNM dan PT PNM VC menandatangani Perjanjian Pinjaman, tetapi perjanjian tersebut tidak
notaril.
Pencairan dana pinjaman oleh PT PNM VC dilakukan tidak sekaligus tetapi secara
bertahap, yaitu sebagai berikut :
a. Pinjaman tahap I sebesar Rp35.000.000.000,00 pada tanggal 24 Juli 2001.
b. Pinjaman tahap II sebesar Rp30.000.000.000,00 pada tanggal 4 Juni 2002.
c. Pinjaman tahap III sebesar Rp30.000.000.000,00 dilakukan 2 (dua) tahap yaitu sebesar
Rp14.000.000.000,00 pada tanggal 2 Desember 2002 dan Rp16.000.000.000,00 pada tanggal
11 Desember 2002.
Dari laporan keuangan PT PNM VC diketahui bahwa PT PNM telah menerima bunga
pinjaman dari tahun 2001 sampai 2005 sebesar Rp17.279.829.855,00. Berdasarkan hasil
pemeriksaan terhadap dokumen pinjaman kepada PT PNM VC diketahui hal-hal sebagai berikut:
a. Pinjaman Sub Ordinasi kepada PT PNM VC tidak melalui analisa.
Sampai pemeriksaan berakhir (18 September 2006) tidak ditemukan surat permohonan
pinjaman dan analisa pemberian pinjaman untuk pinjaman kepada PT PNM VC.
b. Penurunan tingkat bunga SOL dari tingkat bunga deposito menjadi 6% belum mendapat
persetujuan pemegang saham.
Berdasarkan surat No.414/LGL-DIR/PNMVC/XII/02 tanggal 27 Desember 2002 diketahui
bahwa PT PNMVC mengajukan usulan perubahan tingkat bunga dari rata-rata deposito
berjangka 6 (enam) Bank BUMN sebesar 13,69% menjadi 6% per tahun. PT PNM menyetujui
permohonan tersebut dengan surat No.S-009/PNM-DIRUT/TRS/I/03 tanggal 14 Januari 2003.
Dekom telah menyetujui penurunan tersebut, sedangkan Pemegang Saham (Menteri BUMN)
belum menyetujui.
c. Penurunan tingkat bunga pinjaman SOL dari 6% menjadi 3% belum mendapat persetujuan
pemegang saham.
Dengan Surat No.022/DIRUT/PNMVC/II/04 tanggal 16 Pebruari 2004, PT PNMVC
mengajukan permohonan penurunan tingkat bunga pinjaman subordinasi dari 6% menjadi 3%
pertahun kepada PT PNM. Penurunan tingkat bunga tersebut disetujui oleh Direksi PT PNM
dengan surat No.S-119/PNM-DirKDS/SPR/III/04 tanggal 29 Maret 2004, yang mulai berlaku
sejak tanggal 1 Januari 2004. Walaupun demikian PT PNM tidak meminta persetujuan
dari Dewan Komisaris PT PNM dan Menteri BUMN (Pemegang Saham). Berdasarkan
perhitungan tim audit BPK RI, penurunan suku bunga tersebut dari bulan 24 Juli 2001 sampai
dengan 30 Juni 2006 sebesar Rp18.378.366.667,00 (perhitungan terlampir).
d. PT PNM belum memberi keputusan terhadap permohonan perpanjangan jangka waktu
pinjaman oleh PT PNM VC yang telah jatuh tempo.
Pinjaman SOL PT PNM VC tahap I sebesar Rp35.000.000.000,00 telah jatuh tempo pada
tanggal 23 Juli 2005 dan tahap II sebesar Rp30.000.000.000,00 telah jatuh tempo pada tanggal
7
4 Juni 2006. PT PNMVC belum bisa melunasi pinjamannya dan mengajukan permohonan
perpanjangan pinjaman dengan surat No.179/Dirut/PNMVC/VII/2005 tanggal 21 Juli 2005 dan
surat No.124/PNMVC/DIRUT/VIII/06 tanggal 7 agustus 2006. Sampai dengan akhir
pemeriksaan tanggal 3 September 2006, permohonan perpanjangan tersebut belum mendapat
keputusan dari PT PNM.
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
a. Tingkat bunga yang dipakai untuk pinjaman tidak sesuai dengan tingkat bunga yang wajar yaitu
bunga deposito atau tingkat bunga SBI yaitu sekitar 12,6250% s/d 13,7500%, penurunan bunga
ke tingkat kurang wajar tentunya harus dengan persetujuan RUPS.
b. Anggaran Dasar PT PNM Pasal 11 point 11.10 menyebutkan “Perbuatan-perbuatan di bawah
ini hanya dapat dilakukan oleh Direksi setelah mendapat rekomendasi dari Komisaris dan
persetujuan dari RUPS dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku, yaitu (c.) Menerima
dan/atau memberikan pinjaman jangka menengah/panjang serta memberikan pinjaman jangka
pendek yang tidak bersifat operasional/melebihi jumlah tertentu yang ditetapkan oleh RUPS
dengan memperhatikan ketentuan ayat 7 huruf b pasal ini.
c. Perjanjian Pinjaman antara PT PNM dan PT PNMVC tanggal 19 Juli 2001 pasal 1 tentang
Pengertian menyatakan “Tanggal Pembayaran Kembali berarti tanggal (tanggal) 4 tahun setelah
tanggal penarikan pinjaman yang dapat dilakukan secara bertahap sesuai kebutuhan PT
PNMVC, dimana pada tanggal tersebut PT PNMVC berkewajiban untuk membayar kembali
kepada PT PNM jumlah pinjaman sesuai dengan jumlah nominal yang ditarik pada masing-
masing tanggal tersebut”.
Hal tersebut mengakibatkan:
a. PT PNM mengalami kerugian atas penurunan suku bunga sebesar Rp18.378.366.667,00
b. PT PNM tidak dapat menyalurkan dana yang sudah jatuh tempo sebesar Rp65.000.000.000,00
Kondisi tersebut terjadi disebabkan
a. Direksi PT PNM tidak tegas membuat keputusan atas pinjaman SOL yang sudah jatuh tempo.
b. Direksi PT PNM lalai untuk meminta persetujuan Pemegang Saham atas perubahan tingkat
bunga pinjaman dari 6% menjadi 3% setahun.
Direksi PT PNM menjelaskan bahwa
a. Penurunan bunga menjadi 6% setahun mulai berlaku sejak Januari 2003, tetapi diperhitungkan
oleh urusan keuangan sejak Januari 2002.
1) Penurunan bunga ditetapkan sesuai surat Komisaris PT PNM Persero no. 032/PNM-
Kom/VIII/02 tanggal 27 Agustus 2002 tentang permohonan Rekomendasi atas Penurunan
Tingkat Suku Bunga Pinjaman Subordinasi sebesar Rp95.000.000.000,00 kepada PT PNM
VC. Melalui surat tersebut Komisaris menyetujui penetapan bunga menjadi 6% pa sejak
Januari 2002.
2) Atas rekomendasi Komisaris tersebut, PT PNM Persero mengajukan surat kepada Pemegang
Saham melalui surat No. S-551/PNM-Dirut/CSR/IX/02 tanggal 9 September 2002.
3) Pada tanggal 3 September 2002 PT PNM Persero menyampaikan surat kepada Deputi
Menteri Negara BUMN dibidang usaha Perbankan, Jasa Keuangan, Konstruksi dan Jasa
Keuangan Lainnya No. S-551/PNM-Dir-Kom-V/02 sebagai laporan atas perubahan suku
bunga menjadi 6%.
4) Laporan perubahan suku bunga kembali disampaikan pada RUPS RKAP 2003 tanggal 31
Januari 2003.
5) Atas laporan tersebut Pemegang Saham tidak menanggapi secara tertulis, namun dari
hasil arahan dalam RUPS RKAP 2003 tanggal 21 Januari 2003, disampaikan bahwa
perubahan tingkat suku bunga SOL merupakan kewenangan operasional Direksi.
6) Mengenai penurunan tingkat suku bunga yang menurut addendum perjanjian ditetapkan
8
Januari 2003 tetapi dalam pelaksanaannya diberlakukan sejak Januari 2002, disebabkan
adanya kesalahan dalam penulisaan tahun mulai berlaku pada addendum perjanjian
dimaksud yang seharusnya tertulis tahun 2002. PT PNM Persero telah menyetujui
perubahan perjanjian pinjaman SOL melalui surat No S-009/PNM-Dirut/TRS/I/2003 tanggal
14 Januari 2003.
b. Penurunan tingkat bunga pinjaman SOL dari 6% menjadi 3% tidak dimintakan persetujuan
Komisaris dan Pemegang Saham karena merupakan kewenangan operasional Direksi, sesuai
dengan informasi yang diperoleh Direksi PT PNM dari Kementerian BUMN.
c. PT PNM VC tidak bisa melunasi pinjamannya pada saat jatuh tempo dan belum ada
tindaklanjut dari PT PNM Persero.
1) Pinjaman SOL tersebut masih diperlukan oleh PT PNM VC.
2) PT PNM Persero belum memberikan keputusan menyetujui atau menolak perpanjangan
SOL kepada PT PNM VC, mengingat PT PNM masih mengupayakan alternative pendanaan
lainnya sebagaimana tercantum dalam RKAP 2005.
3) Tahun 2006 PT PNM telah meminta kepada PT PNM VC untuk membuat business plan
terkait dengan rencana npengembalian SOL dan pengembangan bisnis ke depan dan PT
PNM VC telah menunjuk Lembaga Manajemen UI untuk menyusun business plan.
BPK RI menyarankan agar Direksi PT PNM mempertanggungjawabkan keputusan
penurunan suku bunga dari tingkat bunga rata-rata deposito dengan jangka waktu enam bulan pada
Bank BUMN menjadi hanya 3% dalam Rapat Umum Pemegang Saham.
B. Penyaluran Kredit Program
Realisasi penyaluran kredit program tahun 2005 dan 2006 (semester I) masing-masing
sebesar Rp208.753,02 juta dan Rp87.639,94 juta atau 112,84% dan 100,16% dari anggaran
masing-masing sebesar Rp185.000,00 juta dan Rp87.500,00 juta.
Pemeriksaan atas penyaluran kredit program dilakukan secara uji petik untuk tahun 2005
dan 2006 (semester I) masing-masing sebesar Rp100.510,00 juta dan Rp11.590,00 atau 48,14%
dan 13,22% dari realisasi masing-masing sebesar Rp208.753,02 juta dan Rp87.639,94 juta.
Pemeriksaan atas penyaluran Kredit Program menghasilkan temuan pemeriksaan
mengenai ketidaktaatan pada peraturan yang berlaku sebagai berikut:
1. Pembiayaan kepada PT Bank Unibank Tbk tidak sesuai dengan ketentuan dan
merugikan PT PNM sebesar Rp4.853.191.504,60.
PT PNM menyetujui pembiayaan kepada PT Bank Unibank sebesar Rp5.000.000.000
yang dituangkan dalam 2 (dua) Perjanjian Kredit (PK) tanggal 25 Agustus 2000 yaitu Nomor
254 dan 255 yang diikat secara notariil oleh Notaris Arry Supratno, SH. PK No. 254 mengatur
mengenai pembiayaan sebesar Rp3.500.000.000,00 dengan suku bunga 9% pertahun serta
jangka waktu 6 tahun (s.d 25 Agustus 2006) bertujuan untuk kredit investasi, sedangkan PK
No. 255 mengatur mengenai pembiayaan sebesar Rp1.500.000.000,00 dengan suku bunga 9%
pertahun serta jangka waktu 2 tahun (s.d 25 Agustus 2002) bertujuan untuk kredit modal kerja.
Di pihak lain, Keputusan Gubernur Bank Indonesia (BI) No. 3/9/KEP.GBI/2001 tanggal 29
Oktober 2001 menyatakan bahwa BI menyerahkan Unibank kepada Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) dan membekukan kegiatan usahanya sebagai Bank Umum.
Kemudian Keputusan Gubernur BI No. 6/57/KEP.GBI/2004 tanggal 23 April 2004
memutuskan bahwa izin usaha Unibank sebagai bank umum dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku lagi dan memerintahkan BPPN untuk bertindak atas nama RUPS membubarkan badan
hukum Unibank serta mengumumkannya dalam Berita Negara RI.
Sehubungan dengan tata cara pengurusan piutang macet BUMN, PT PNM dengan surat
No. S-025/PNM-DirKSR/MRR/I/05 tanggal 14 Januari 2005, memohon kepada Kantor
Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) Jakarta V untuk dapat melaksanakan
9
pengurusan piutang bermasalah Unibank dengan tunggakan pokok sebesar
Rp4.426.954.711,00. Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Cabang DKI Jakarta menanggapi
dengan surat No. SP3N-258/PUPNC.10.5/2005 tanggal 24 Pebruari 2005 dengan menyatakan
bahwa Panitia PUPN dapat menerima penyerahan pengurusan piutang negara Unibank tersebut.
Sehubungan dengan hal tersebut maka pengurusan piutang negara beralih kepada PUPN
Cabang yang penyelenggaraannya dilakukan oleh KP2LN Jakarta V. Akan tetapi KP2LN
dengan Surat KP2LN No. PSBDT-2721/PUPNC.10.05/2005 tanggal 17 Oktober 2005
menyatakan bahwa mengingat barang jaminan milik Penanggung Hutang dan atau Penjamin
Hutang tidak mempunyai kemampuan untuk menutup sisa hutangnya kepada Negara, maka
pengurusan piutang negara atas nama Unibank sebesar Rp4.869.650.182,10 yang terdiri dari
hutang pokok sebesar Rp4.426.954.711,00 dan biaya administrasi pengurusan piutang negara
10% sebesar Rp442.695.471,10 oleh KP2LN dimasukkan ke dalam Daftar Piutang Negara yang
Untuk Sementara Belum Dapat Ditagih.
Akhirnya Menteri Negara BUMN dengan suratnya kepada PT PNM No. S-
60/MBU/2006 tanggal 3 Pebruari 2006 menyatakan bahwa Menteri Negara BUMN menyetujui
untuk menghapusbukukan (write off) Kredit Pengusaha Kecil Mikro (KPKM) Unibank sebesar
Rp4.426.954.711,00 diluar biaya administrasi dan tetap mengadministrasikan kredit yang
dihapusbukukan dengan baik dan tetap melakukan upaya-upaya penagihan/recovery atas
piutang yang dihapusbukukan tersebut.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang berkaitan dengan
pembiayaan Kredit Pengusaha Kecil Mikro Bank Umum (KPKM-BU) kepada Unibank
diketahui hal-hal sebagai berikut :
a. Analisa laporan keuangan tidak dilakukan secara menyeluruh/komprehensif serta tidak
memperhatikan prinsip kehati-hatian (prudent). Seksi III Bagian KP II PT PNM dalam
mengajukan proposal KPKM melalui Bank Umum kepada Komite Kredit PT PNM hanya
melakukan analisa financial highlights selama 2 (dua) tahun terakhir saja yaitu per tanggal
31 Desember 1998 dan 1999, dan hanya mendasarkan pada laporan Tingkat Kesehatan Bank
(TKS) yang dikeluarkan oleh BI.
b. Seksi III Bagian KP II PT PNM tidak melaksanakan Mitigasi yang telah dinyatakan dalam
pengajuan proposal kepada Komite Kredit pada tanggal 3 Agustus 2000 seperti :
1) Pengamatan terhadap operasional Unibank serta rumor yang berkembang.
2) Likuidasi biasanya didahului oleh proses antara lain penurunan tingkat kesehatan
sehingga PT PNM dapat menentukan langkah penyelamatan lebih lanjut.
3) Review secara berkala baik terhadap Unibank maupun terhadap Kredit Likuiditas yang
disalurkan.
4) Pemeriksaan terhadap penyaluran KPKM.
c. Seksi III Bagian KP II PT PNM lalai melakukan verifikasi terhadap syarat-syarat pencairan.:
1) Unibank tidak melampirkan daftar debitur Unibank calon penerima fasilitas kredit pada
memohon pencairan.
2) Pencairan fasilitas kredit tahap II dan tahap III dilakukan sebelum Laporan Daftar
Realisasi Pencairan Kredit yang dibuat oleh Unibank disampaikan kepada PT PNM
dimana :
a) Pencairan tahap II melalui BGBI No. CA 805419 tanggal 29 September 2000 sebesar
Rp1.000.000.000,00 akan tetapi Laporan Daftar Realisasi Pencairan Kredit Tahap I
baru disampaikan kepada PT PNM melalui surat No. 168/DIROP/BKR/X/2000
tanggal 19 Oktober 2000.
b) Pencairan tahap III melalui BGBI No. CA 809681 tanggal 31 Oktober 2000 sebesar
Rp1.500.000.000,00 akan tetapi Laporan Daftar Realisasi Pencairan Kredit Tahap II
10
baru disampaikan kepada PT PNM melalui surat No. 182/DIROP/BKR/XI/2000
tanggal 10 Nopember 2000.
3) PT PNM tidak mengenakan sanksi kepada Unibank atas kredit yang tidak dapat
disalurkan sebesar Rp95.000.000.
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
a. Analisa atas laporan keuangan menggunakan data keuangan yang memadai dan dilakukan
secara menyeluruh/komprehensif serta mendalam dengan menggunakan prinsip kehati-
hatiannya (prudent).
b. Perjanjian Kredit No. 254 Pasal 3.2.c. dan No. 255 Pasal 3.2.1.c. tanggal 25 Agustus 2000
dan Surat Keputusan No. 002/DIR/KP/VII/2000 tanggal 31 Juli 2000 Pasal 20 ayat (3) yang
menyatakan bahwa apabila penarikan dilakukan secara bertahap maka bank wajib
menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban pelimpahan sebelumnya.
c. Perjanjian Kredit No. 254 dan 255 :
1) Pasal 3.6 yang menyatakan bahwa Unibank wajib menggunakan fasilitas kredit yang
terhutang sesuai dengan maksud dan atau tujuan yang dicantumkan dalam Surat
Persetujuan Kredit dan Perjanjian.
2) Pasal 10.4 yang menyatakan bahwa Apabila Bank tidak dapat menyalurkan kredit debitur
maka atas fasilitas kredit yang terhutang yang tidak direalisasikan tersebut Unibank
wajib membayar denda sebesar suku bunga deposito tertinggi yang berlaku pada
Unibank kepada PT PNM sampai dengan fasilitas kredit yang terhutang tersebut
disalurkan kepada debitur Unibank atau sampai dengan fasilitas kredit yang terhutang
tersebut dikembalikan kepada PT PNM.
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. PT PNM mengalami kerugian atas penyaluran KLBI yang macet sebesar
Rp4.865.223.227,40 yaitu terdiri dari pokok sebesar Rp4.426.954.711,00 dan bunga sebesar
Rp438.268.514,40.
b. PT PNM kehilangan kesempatan untuk menyalurkan kembali KLBI yang telah jatuh tempo
dibulan Agustus tahun 2006 ini.
Hal tersebut disebabkan:
a. Komite kredit tidak hati-hati dalam menyetujui pembiayaan kepada PT Bank Unibank.
b. Seksi III Bagian KP II PT PNM tidak melaksanakan Mitigasi atas pembiayaan kepada PT
Bank Unibank.
Direksi PT PNM menjelaskan:
a. Kondisi perbankan nasional tahun 1998 dan 1999 secara keseluruhan sedang menurun
karena krisis moneter dan situasi politik
b. Penyaluran KPKM kepada Unibank mengacu pada SK Dir Bank Indonesia no.
31/156/KEP/DIR tanggal 23 November 1998 tentang Persyaratan Bank Pelaksana Kredit
Program. PT PNM memberikan pembiayaan kepada Unibank mengacu pada hasil TKS yang
dikeluarkan BI dimana Unibank dinyatakan “sehat”
c. Sesuai dengan PP No. 25 tahun 1999 tanggal 3 Mei 1999 tentang pencabutan izin usaha,
pembubaran dan likuidasi bank dinyatakan dalam pasal 16 bahwa likuidasi bank dilakukan
dengan cara:
1) Pencairan harta atau penagihan piutang kepada para debitur, diikuti dengan
pembayaran kewajiban bank kepada para krediturnya dari hasil pencairan dan /
atau penagihan tersebut atau
2) Pengalihan seluruh harta dan kewajiban bank kepada pihak lain yang disetujui Bank
Indonesia.

11
Akan tetapi pembayaran kewajiban kepada para kreditur tersebut selanjutnya diatur dalam
pasal 17 yang menyatakan bahwa:
1) Pembayaran kewajiban kepada kreditur setelah dikurangi gaji pegawai yang terutang,
biaya perkara di pengadilan, pajak terutang dan biaya kantor;
2) Sisa dana hasil pencairan harta atau penagihan piutang kepada debitur setelah dikurangi
dengan pembayaran tersebut diatas dibayarkan secara berurutan kepada kreditur:
a) Nasabah penyimpan dana
b) Kreditur lainnya (termasuk PT PNM)
BPK RI menyarankan agar Direksi PT PNM
a. Memberikan sanksi kepada Komite kredit dan Seksi III Bagian KP II PT PNM yang lalai
untuk melakukan mitigasi.
b. Mengupayakan penagihan / recovery yang lebih intensif.
2. Terdapat dana menganggur (idle) dalam pembiayaan Kredit Program pada Bank
Pembangunan Daerah NTB yang tidak ditarik oleh PT PNM
Sesuai dengan Addendum perjanjian pengalihan pengelolaan KLBI nomor 8 tanggal 29
Januari 2004, PT PNM bertanggungjawab untuk mengawasi dan menyalurkan KLBI di masing-
masing Bank Pelaksana sehingga penyaluran KLBI mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI terhadap salah satu Bank Pelaksana yaitu Bank
Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Barat (BPD NTB) yang menerima fasilitas pembiayaan
KPKM BU Relending sebesar Rp33.000.000.000 diketahui hal-hal sebagai berikut:
Bank Nasabah Jenis Th Plafond Status
Skim PK
Sudah ditarik
BPD NTB BPD NTB KPKM BU 2000 3.000.000.000,00
keseluruhannya
Sudah ditarik
BPD NTB KPKM BU 2001 5.000.000.000,00
keseluruhannya
Sudah ditarik
BPD NTB KPKM BU 2003 15.000.000.000,00
keseluruhannya
Sudah ditarik
BPD NTB KPKM BU 2004 10.000.000.000,00
keseluruhannya
33.000.000.000,00
Dari perbandingan antara laporan penyaluran KPKM BPD NTB dengan pencatatan pada
Manajemen Pendukung Operasi (MPO), diketahui hal-hal sebagai berikut :
Terdapat selisih lebih antara posisi baki debet bank pelaksana di PNM dengan posisi baki debet
end user di bank pelaksana (dana menganggur / idle) sebesar Rp1.533.217.670,76 dengan
rincian:
Uraian Fasilitas O/S di PNM O/S di Bank Selisih
BPD NTB (TA-2000) KPKM/KI 70.000.000,00 - 70.000.000,00
BPD NTB (TA-2001) KPKM/KI 541.651.647,00 45.500.482,00 496.151.165,00
BPD NTB (TA-2003) KPKM/KI - - -
BPD NTB (TA-2004) 1 KMK-KI 3.333.333.333,40 2.064.171.328,00 1.269.162.005,00
BPD NTB (TA-2004) 2 KMK-KI 2.571.428.571,36 2.873.524.070,00 (302.095.499,64)
Total Dana Menganggur 1.533.217.670,76
Hal tersebut tidak sesuai dengan :
a. SK Dir. BI nomor 31/185/KEP/DIR tentang kredit kepada pengusaha kecil dan pengusaha
mikro melalui bank umum,
1) Bab VIII Pasal 21 ayat (1) : “atas pembayaran angsuran bunga dan atau pelunasan
KPKM yang diterima dari debitur, kantor bank wajib mengembalikan KLBI tersebut
kepada Kantor Bank Indonesia selambat-lambatnya pada setiap akhir bulan yang
bersangkutan.

12
2) Bab X Pasal 23 ayat (4) : “dalam hal kantor bank tidak menyetorkan angsuran bunga dan
atau pelunasan KPKM yang telah diterima dari debitur dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada pasal 21 ayat (1), maka atas jumlah KLBI yang terlambat disetorkan,
Bank dikenakan suku bunga deposito tertinggi yang berlaku pada kantor bank yang
bersangkutan, yang dihitung sejak tanggal diterima angsuran bunga dan atau pelunasan
KPKM oleh kantor bank sampai dengan tanggal dikembalikannya KLBI kepada Bank
Indonesia
b. Perjanjian kredit antara PT PNM dan Bank Pelaksana mengatur dalam hal sisa jangka waktu
kredit dari PT PNM kepada bank lebih besar daripada jangka waktu KPKM dari bank ke
debitur bank dan bank tidak mengembalikan dana KPKM ke PT PNM pada saat jatuh tempo
di debitur bank, maka bank dikenakan denda sebesar 1,5%.
Kondisi tersebut mengakibatkan PT PNM tidak dapat memanfaatkan dana mengganggur
sebesar Rp1.873.524.070,00 dan memberikan peluang kepada BPD NTB menggunakan dana
tersebut untuk tujuan yang lain.
Hal tersebut disebabkan PT PNM kurang cermat dalam membuat klausul Perjanjian
Kredit (PK) yang tidak mengatur sanksi terhadap pengembalian dana idle.
Direksi PT PNM menjelaskan
a. Perjanjian Kredit (PK) antara PT PNM dengan BPD NTB dilakukan tahun 2000 s.d 2004
sehingga PK mengacu pada SK Dir PNM No. 002/DIR/KP/VII/2000 dan SK Dir PNM No.
SK-001/PNM-DIR/I/04. Sehubungan perbedaan baki debet (O/S) antara PT PNM dengan
BPD NTB adalah akibat adanya pelunasan dini oleh debitur bank maka tidak ada kewajiban
dari bank untuk mengembalikan dana idle tersebut dan bank tidak dikenakan sanksi.
b. Opini legal dari MPO yang disampaikan melalui memo No. M-223/PNM/MTO-
OPS/VIII/05 tanggal 31 Agustus 2005 menyatakan bahwa tidak ada kewajiban bagi BPD
NTB untuk mengembalikan dana idle KPKM akibat pelunasan dini dari debiturnya.
BPK RI menyarankan agar Direksi PT PNM segera mengatur tata cara pengembalian
dana menganggur (idle) agar dana tersebut dapat disalurkan (digulirkan) kepada Lembaga
Keuangan Pelaksana (LKP) lain.
C. Penyaluran pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro dan Syariah
Realisasi penyaluran pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro dan Syariah tahun 2005 dan
2006 (semester I) masing-masing sebesar Rp227.929,50 juta dan Rp107.899,00 juta atau 111,19%
dan 84,96% dari anggaran masing-masing sebesar Rp205.000,00 juta dan Rp127.000,00 juta.
Pemeriksaan atas penyaluran pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro dan Syariah
dilakukan secara uji petik yaitu tahun 2005 dan 2006 (semester I) masing-masing sebesar
Rp59.000,00 juta dan Rp8.400,00 juta atau 25,88% dan 7,78% dari realisasi masing-masing
sebesar Rp227.929,50 juta dan Rp107.899,00 juta.
Pemeriksaan atas penyaluran pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro dan Syariah
menghasilkan temuan pemeriksaan mengenai ketidaktaatan pada peraturan yang berlaku sebagai
berikut:
1. Pembiayaan dana Surat Utang Pemerintah (SUP) kepada Koperasi Pegawai Kantor
Pusat PT Pos Indonesia sebesar Rp10.000.000.000,00 tidak memperhatikan prinsip
kehati-hatian.
PT PNM cabang Bandung pada tahun 2005 memberikan pembiayaan SUP kepada
Koperasi Pegawai Kantor Pusat PT Pos Indonesia (Koppos) sebesar Rp10.000.000.000 sebagai
modal kerja.
Pada awalnya, dalam proposal pengajuan pembiayaan dan memorandum Komite
pembiayaan tanggal 8 Oktober 2004 diketahui bahwa rencana pembiayaan digunakan untuk
pengambilalihan (take over) fasilitas kredit dari Bank Danamon sebesar Rp7.500.000.000 dan
13
sisanya untuk pembiayaan baru. Namun kemudian Koppos mengajukan perubahan tujuan
pembiayaan menjadi pembiayaan take over pinjaman anggota Koppos ke BPR Daya Lumbung
Asia dan disetujui oleh Komite Pembiayaan dalam SP3.
Pembiayaan tersebut dituangkan dalam Akta Perjanjian Pembiayaan No. 9 tanggal 25
Januari 2005 dengan jangka waktu selama 36 bulan dengan suku bunga SBI 3 bulan ditambah
4% p.a efektif.
Dari hasil pemeriksaan terhadap dokumen pembiayaan kepada Koppos, ditemukan hal-
hal sebagai berikut :
a. PT PNM cabang Bandung tidak melakukan pengawasan silang (cross cheking) kepada end
user (anggota koperasi) sesuai dengan ketentuan yang berlaku..
Laporan Kunjungan Usaha (LKU) tidak menjelaskan apakah calon end user (anggota
koperasi) memang mempunyai usaha produktif atau tidak, apakah calon end user (anggota
koperasi) sedang dibiayai oleh fasilitas pembiayaan dari bank lain atau tidak.
Sumber pengembalian pembayaran angsuran adalah dengan mekanisme potong gaji.
Menurut penjelasan Kepala Cabang PT PNM Cabang Bandung, persetujuan diberikan tanpa
pemeriksaan secara sampling terhadap daftar gaji calon debitur yang akan dibiayai.
b. Usulan pembiayaan sebesar Rp10.000.000.000,00 kepada Koppos diragukan kewajarannya.
Hal tersebut terlihat dari:
1) Koppos merupakan nasabah baru bagi PNM. Untuk pembiayaan baru, sewajarnya PT
PNM memberikan pembiayaan dengan jumlah yang lebih kecil terlebih dahulu.
2) Laporan tingkat kesehatan koperasi yang dikeluarkan Departemen Koperasi tidak ada.
3) Debt to Equity Ratio (DER) Koppos per 30 Juni 2004 sebesar 18,4X melebihi standar PT
PNM sebesar 5X.
4) Jaminan yang diberikan oleh Koppos berupa Cessie Piutang dengan pembiayaan dari PT
PNM sebesar Rp10.000.000.000,00. Dengan demikian pembiayaan tersebut dapat
dikatakan tanpa jaminan.
c. Pencairan tahap II dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan, yaitu:
1) Account Officer (AO) tidak memverifikasi Daftar Nominatif.
Pada tanggal 21 Maret 2005, Koppos menyampaikan surat Permohonan Pencairan tahap
II sebesar Rp2.500.000.000,00, dengan menyertakan daftar nominatif pencairan
pinjaman baru kepada anggota. Dari daftar nominatif tersebut, terdapat 2 nama yang
sudah mendapat pinjaman pada pencairan tahap I dan terdapat pinjaman anggota dan
pengurus telah melebihi batas kemampuan pembayaran gaji.
2) Laporan pertanggungjawaban penyaluran pembiayaan tahap I tidak ada.
d. Pencairan pinjaman tidak disertai supervisi (pengawasan) yang memadai.
Supervisi dilakukan setelah terjadi tunggakan pembayaran angsuran pokok dan bunga.
Sampai dengan 30 Juni 2006 saldo baki debet Koppos sebesar Rp7.972.857.147,00 dan
telah menunggak pembayaran angsuran bunga sebesar Rp884.921.831,68 serta denda sebesar
Rp218.203.740,50
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan
a. Instruksi Kerja Kunjungan Usaha tentang Pelaksanaan tanggal 24 Maret 2003 menyatakan:
1) Kunjungi lokasi biaya yang akan dibiayai dan lakukan wawancara untuk mencari
informasi lebih banyak dan lebih jelas.
2) Cari informasi lain (cross checking) tentang usaha sejenis yang telah dibiayai, dan
alasan-alasan kenapa memilih usaha tersebut.
b. Akta Perjanjian Pembiayaan No. 9 tanggal 25 Januari 2006, mengatur antara lain:
Pasal 4 ayat 4.3.d. bahwa apabila penarikan tidak dilakukan secara sekaligus oleh LKP,
maka LKP wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelimpahan (LPJ)
14
sebelumnya maksimal penarikan 2 kali..
c. Ketentuan jaminan cessie dalam pembiayaan SUP mengharuskan cessie piutang masuk
kategori kolektibilitas lancar, tidak sedang dijaminkan kepada lembaga keuangan lain dan
dananya bukan berasal dari pendanaan PT PNM
d. Manual produk pembiayaan SUP LKM non bank menyebutkan bahwa monitoring internal
wajib dilakukan selama jangka waktu pembiayaan, sedangkan monitoring eksternal (dengan
kunjungan lapangan) dilakukan minimal 6 bulan sekali.
Hal tersebut mengakibatkan
a. Pembiayaan kepada Koppos tidak sesuai peruntukannya.
b. PT PNM mengalami potensi kerugian sebesar Rp1.103.125.572,18 (bunga dan denda).
Kondisi tersebut terjadi karena dalam proses pembiayaan PT PNM cabang Bandung
tidak hati-hati dan kurang memperhatikan ketentuan yang berlaku.
Direksi PT PNM menjelaskan
a. Kunjungan usaha ke end user Koppos tidak dilakukan oleh PT PNM cabang Bandung
karena tidak ada dalam prosedur pembiayaan, hanya ada dalam format Laporan kunjungan
Usaha (LKU). Disamping itu pola pembiayaan adalah executing yaitu pola pembiayaan
dengan Lembaga Keuangan Pelaksana bertanggungjawab penuh terhadap seleksi,
penyaluran dan angsuran dari enduser atau UKM ( Usaha Kecil Mikro).
b. Pembiayaan SUP sebesar Rp10.000.000.000 ditetapkan berdasarkan pada segi bisnis PT Pos
sebagai BUMN dan Koppos sebagai LKP dibawahnya yang memiliki unit bisnis waserda,
transportasi, USP dan jasa lainnya serta jumlah kebutuhan pembiayaan yang besar serta
keyakinan akan potensi anggota Kopos yang besar dengan sistem potong gaji.
c. Mengakui tidak melakukan verifikasi terhadap daftar nominatif pencairan dan LPJ (Laporan
Pertanggungjawaban).
d. Skala prioritas ditetapkan untuk pembiayaan yang lebih awal dan adanya keterbatasan SDM
sehingga supervisi tidak dilakukan secara memadai.
BPK RI menyarankan agar Direksi PT PNM
a. Memberikan sanksi kepada Account Officer dan meminta pertanggungjawaban komite
kredit atas persetujuan pembiayaan SUP kepada Koppos.
b. Menegosiasikan dengan Koppos untuk meningkatkan jumlah angsuran yang telah
disepakati.
2. Restrukturisasi pembiayaan kepada Koppos sebesar Rp7.972.857.147,00 tidak sesuai
ketentuan
PT PNM Cabang Bandung memberikan pembiayaan kepada Koppos sesuai Akta
Perjanjian Pembiayaan No. 9 tanggal 25 Januari 2005 sebesar Rp10.000.000.000,00. Dari hasil
pemeriksaan diketahui Koppos tidak dapat melunasi pinjamannya dan meminta penjadwalan
ulang (reschedulling). Permohonan awal untuk recshedulling yaitu pada tanggal 5 Agustus
2005.
Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan antara PT PNM dan PT Pos, pada tanggal 4
April 2006, PT PNM mengirim Surat Persetujuan Rescheduling Pembiayaan (SPRP) kepada
Koppos Banda, dengan ketentuan sebagai berikut :
Plafond : Rp7.713.000.000,00
Tujuan : Penyelesaian kewajiban
Jangka waktu : 120 bulan (10 tahun)
Angsuran : minimal Rp130.000.000,00
Pengikatan : Addendum Perjanjian
Surat Persetujuan tersebut tidak memuat ketentuan suku bunga yang akan dibayar oleh
Koppos. Dari laporan rekap tunggakan pokok dan bunga per 30 Juni 2006 yang
15
dikeluarkan bagian MPO, diketahui sejak bulan Agustus 2005, Koppos telah
menunggak pembayaran angsuran pokok sebesar Rp1.358.960.403,00 dan bunga
sebesar Rp884.921.831,68.
Berdasarkan pemeriksaan terhadap dokumen rescheduling pembiayaan kepada Koppos
diketahui hal-hal sebagai berikut :
a. Total eksposur (jumlah pembiayaan yang telah ada) yang diberikan kepada Koppos
setelah restrukturisasi sebesar Rp7.972.857.147 melebihi credit line sebesar
Rp6.622.000.000,00.
Dari Memorandum Komite Pembiayaan tanggal 20 Februari 2006 diketahui bahwa Koppos
masuk dalam Tier III dengan nilai 73 dan credit line sebesar Rp6.622.000.000,00. Total
eksposur pinjaman kepada Koppos sesuai MKP adalah sebesar Rp7.972.857.147,00. Dengan
demikian total eksposur pinjaman melebihi credit line yang disyaratkan.
b. Jangka waktu restrukturisasi pembiayaan kepada Koppos selama 10 tahun melebihi
jangka waktu pinjaman SUP dari Pemerintah.
Berdasarkan Surat Persetujuan Rescheduling Pembiayaan (SPRP) No.001/PNM/BDG/SP3-
SUP/IV/06 tanggal 4 April 2006, disetujui penjadwalan ulang pembiayaan dengan jangka
waktu 10 tahun atau sampai tahun 2016. Padahal jangka waktu pinjaman SUP jatuh tempo
dan harus dikembalikan kepada pemerintah pada tanggal 10 Desember 2009.
c. Jaminan yang disyaratkan kepada Koppos tidak sesuai ketentuan.
Sesuai ketentuan di PNM untuk kategori III, agunan yang harus diserahkan oleh Koperasi
diantaranya agunan dengan SCR minimum 80%, dimana agunan tersebut harus ada berupa
fixed asset, namun Koppos hanya menyampaikan agunan berupa cessie piutang.
d. Cessie piutang yang dijaminkan diragukan kewajarannya.
Sesuai MKP tanggal 20 Februari 2006, diketahui pembiayaan dari PNM setelah
restrukturisasi sebesar Rp7.973.857.147,00. Pembiayaan tersebut dijamin dengan cessie
piutang anggota yang dibiayai PNM sebesar Rp16.000.000.000,00.
1) Dari jumlah cessie sebesar Rp16.000.000.000,00, tersebut sebesar
Rp8.000.000.000,00 berasal dari pembiayaan PT PNM. Seharusnya cessie berasal dari
pembiayaan di luar PT PNM .
2) Setelah di telusuri ke daftar cessie piutang yang dijaminkan Koppos per Maret 2006
sebesar Rp16.000.000.000,00, diketahui sebesar Rp2.310.419.589,00 sudah menunggak
pembayaran (bukan kolektibilitas I).
e. Perubahan atau Addendum Perjanjian Pembiayaan No. 4 tanggal 17 April 2006 belum
mengatur klausul pembayaran pokok dan bunga.
f. Pengembalian pinjaman kepada Koppos setelah restrukturisasi berpotensi macet.
Dari data pinjaman pegawai PT Pos Indonesia kepada PNM melalui Koppos diketahui
sebanyak 138 debitur dengan total plafond pinjaman sebesar Rp5.377.000.000,00 membayar
dengan sistem angsuran tunai. Hal tersebut sangat beresiko dan berpotensi macet, karena
sumber pembayaran yang tidak pasti dan jangka waktu pengembalian yang lama.
Hal tersebut tidak sesuai dengan
a. Perjanjian Pinjaman antara Pemerintah RI dan PT PNM dalam rangka pendanaan kredit
usaha mikro dan kecil No. KP-018/DP3/2004 tanggal 14 Mei 2004 yang menyebutkan
bahwa jangka waktu pinjaman adalah sejak Perjanjian ini ditandatangani sampai dengan
tanggal 10 Desember 2009.
b. Surat Keputusan Direksi Nomor SK-009/PNM-DIR/III/05 tanggal 4 Maret 2005 tentang
penerapan rating dan credit line dan ketentuan jaminan yang terkait dengan rating, Pasal 18
ayat 3.c yang menyatakan agunan untuk Kategori III antara lain yaitu

16
1) Agunan dengan SCR minimum 80%, dimana agunan tersebut harus ada yang berupa
jaminan fixed asset.
2) Ketentuan Agunan KSP/BMT menyatakan bahwa piutang yang dijadikan jaminan
haruslah memenuhi ketentuan antara lain piutang harus dalam kondisi lancar
(kolektibilitas 1).
Hal tersebut mengakibatkan PT PNM berpotensi rugi minimal sebesar
Rp5.377.000.000,00 karena proses reschedulling pembayaran pembiayaan yang dilakukan
dengan angsuran tunai.
Kondisi tersebut disebabkan Komite Kredit PT PNM tidak tegas dalam penanganan
pembiayaan bermasalah dari awal pembiayaan.
Direksi PT PNM menjelaskan
a. Pelampauan Kredit line pada usulan restrukturisasi Koppos dikarenakan kondisi debitur
yang telah bermasalah (abnormal) dimana diperlukan tindakan rescue secara cepat untuk
menghindari kerugian yang lebih besar.
b. PT PNM cabang Bandung berusaha agar terjadi percepatan pelunasan melalui upaya-upaya
strategis.
c. PT PNM cabang Bandung mengusahakan memperoleh hak preferen atas jaminan aset milik
end user.
d. PT PNM memprioritaskan pembayaran angsuran untuk pelunasan pokok terlebih dahulu,
mengingat saat ini account pembiayaan Koppos sedang dalam kondisi menunggak dan
dalam upaya penyelamatan.
e. PT PNM melakukan upaya penagihan dan penarikan jaminan ke anggota secara intensif
(bagi anggota Koppos yang tidak mampu lagi membayar dari potong gaji) bersama-sama
atau berkoordinasi dengan pengurus Koppos dan bantuan pihak-pihak yang berkompeten
dengan tujuan agar pelunasan bisa dipercepat dari penjualan asset anggota.
BPK RI menyarankan agar Direksi PT PNM
a. Meminta pertanggungjawaban komite kredit atas pola restrukturisasi pembiayaan kepada
Koppos.
b. Membuat Standar Operasional Perusahaan (SOP) mengenai restrukturisasi atas pembiayaan
yang bermasalah.
c. Mengintensifkan upaya penagihan dan penarikan jaminan kepada anggota koperasi dengan
berkoordinasi dengan pengurus Koppos dan pihak-pihak yang berkompeten.
d. Mengusahakan hak preferen atas jaminan aset milik anggota koperasi (enduser)
3. Pemberian fasilitas tambahan pembiayaan dana Surat Utang Pemerintah (SUP) kepada
Koperasi Pengangkutan Umum Binjai (KPUB) sebesar Rp4.785.000.000,00 tidak sesuai
ketentuan dan berpotensi menimbulkan kerugian
PT PNM memberikan tambahan pembiayaan SUP kepada KPU sebesar
Rp4.785.000.000,00. Pembiayaan tersebut tertuang dalam perjanjian pembiayaan no. 86
tanggal 22 Oktober 2004 yang diaddendum pada tanggal 23 Juni 2005 dengan perjanjian nomor
001/SUP/ADD/VI/05 yang merubah pasal 10.5 menjadi jangka waktu pembiayaan debitur
untuk pembiayaan investasi maksimum 42 bulan untuk kendaraan jenis bus AKDP dan 48
bulan untuk kendaraan jenis mikrolet, termasuk masa tenggang pembayaraan angsuran
maksimum 1 tahun dan dapat diperpanjang maksimum 2 kali.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas pemberian fasilitas pembiayaan tambahan tersebut
diketahui hal-hal sebagai berikut:
a. Laporan keuangan KPUB yang digunakan sebagai dasar analisis proposal pembiayaan tidak
layak. Dari hasil analisa awal proposal pembiayaan terhadap laporan keuangan KPUB tahun

17
2003 diketahui KPUB memiliki asset lebih dari Rp10.000.000.000. Sesuai ketentuan, maka
laporan keuangan KPUB harus diaudit Kantor Akuntan Publik.
b. Hasil rating menyebutkan KPUB tidak layak mendapat pembiayaan. Group PJM I Bagian
Jasa Manajemen dengan Memo M-441/PNM/PJM-I/VII/04 tanggal 20 Juli 2004
menyampaikan hasil rating KPUB per 30 Juni 2004 kepada PT PNM cabang Medan dengan
hasil “NC” (Not Comply) atau KPUB ‘tidak layak’ mendapat pembiayaan.
c. Penilaian terhadap jaminan diragukan kewajarannya:
1) Penilaian jaminan cessie piutang tidak didasarkan data piutang yang terverifikasi.
Berdasarkan review laporan keuangan diketahui bahwa KPUB juga mendapatkan
pembiayaan dari Bank Bukopin sebesar Rp2.975.252.000 dan PT PNM sebesar
Rp500.000.000 dengan jaminan berupa cessie piutang. Dari total cessie piutang yang
dijadikan jaminan senilai Rp4.942.000.000 tersebut, hanya sebesar Rp1.466.748.000
yang dapat dijadikan jaminan.
2) Terdapat cessie piutang atas 21 orang senilai Rp393.762.600 memiliki jangka waktu
jatuh tempo 18 bulan.
3) Penilaian jaminan kendaraan angkutan umum disamakan dengan kendaraan pribadi.
Padahal resiko penurunan nilai ekonomis, teknis, dan fungsional antara angkutan umum
lebih tinggi daripada kendaraan pribadi.
d. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap tingkat risiko, mitigasi, penyusunan term perjanjian
dan pelaksanaan tugas profesional, dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut :
1) Tingkat risiko pembiayaan KPUB terlalu tinggi.
2) Mitigasi risiko tidak dilaksanakan seperti yang seharusnya, dimana pencairan dana
dilakukan tanpa adanya bukti bahwa :
a) D/P telah dipenuhi oleh debitur dan telah dibayarkan pada dealer
b) Izin operasional kendaraan telah lengkap
c) Pembentukan rekening escrow
d) Bukti pemeriksaan fisik kendaraan dari dealer yang siap beroperasi
e) Pencairan kedua tidak didasarkan pada laporan pertanggungjawaban penyaluran dana
tahap pertama kepada nasabah
3) Perjanjian pembiayaan kurang mengakomodasi syarat-syarat pembiayaan dan pencairan
yang pernah dirumuskan dalam evaluasi proposal, MKP, MRP, SP3.
4) Cabang Medan tidak melaksanakan prosedur mutu dengan sepenuhnya (due professional
care).
e. Cabang Medan tidak melakukan eksekusi ketika KPUB lalai dalam menjalankan
kewajibannya.
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
a. Manual produk pembiayaan SUP LKM Non Bank mengenai syarat laporan keuangan dalam
permohonan pembiayaan yaitu khusus LKM Non Bank yang memiliki asset diatas 1 (satu)
milyar harus diaudit oleh akuntan publik.
b. Ketentuan jaminan cessie dalam pembiayaan SUP mengharuskan cessie piutang masuk
kategori kolektibilitas lancar, tidak sedang dijaminkan kepada lembaga keuangan lain dan
dananya bukan berasal dari pendanaan PT PNM.
c. Prinsip kehati-hatian dalam pemberian pembiayaan untuk meminimalisasi risiko
sebagaimana mitigasi risiko yang telah disusun PT PNM cabang Medan dalam proposal
antara lain pembentukan rekening escrow, dan pemeriksaan fisik kendaraan sebelum
pembiayaan dilakukan.
d. Pasal 4 dan pasal 11 perjanjian pembiayaan no 86 tanggal 22 Oktober 2004 antara PT PNM
dengan KPUB tentang tata cara pelimpahan pembiayaan yaitu pasal 4, pelimpahan
18
dilakukan segera setelah PNM menerima semua dokumen yang dipersyaratkan, pasal 11,
dalam hal cidera janji oleh LKP atau PNM beranggapan telah terjadi perubahan keadaan
atau adanya suatu hal yang baru diketahui oleh PNM mengenai LKP, yang mengakibatkan
suatu penarikan fasilitas pembiayaan oleh LKP akan merugikan kepentingan PNM maka
PNM berhak menolak permohonan penarikan pembiayaan yang sudah disetujui.sebelumnya.
Kondisi tersebut mengakibatkan PT PNM berpotensi menanggung kerugian atas
pembiayaan yang macet per 30 Juni 2006 sebesar Rp4.562.459.048,79 (pokok + bunga +
denda).
Kondisi tersebut terjadi karena PT PNM cabang Medan lalai melaksanakan ketentuan
pembiayaan SUP dan kurang memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam proses pembiayaan.
Direksi PT PNM menjelaskan
a. PT PNM mengakui telah terjadi kesalahan pengambilan data keuangan sebagai dasar
penyusunan analisis keuangan didalam proposal pembiayaan kepada KPUB.
b. Penilaian jaminan:
1) Jaminan cessie piutang berasal dari Bank Bukopin dan leasing serta pembiayaan USP
(dana sendiri). PT PNM mengakui hal tersebut sebagai kekeliruan.
2) PT PNM akan mereview cessie piutang setiap tahun, untuk memastikan pemenuhan
jaminan yang dipersyaratkan.
3) Penilaian jaminan kendaraan dilakukan sesuai SK Direksi No. 11/PNM-DIR/III/04
tanggal 17 Maret 2004, dimana tidak dibedakan antara kendaraan pribadi dan kendaraan
umum. Selanjutnya akan dilakukan penyempurnaan dalam prosedur penilaian jaminan.
c. Pemenuhan ketentuan mitigasi dilakukan sebagai berikut:
1) D/P anggota sebagian ditalangi KPUB
2) Saat pencairan izin operasional per kendaraan belum ada.
3) Escrow baru dibuka tanggal 1 Januari 2006.
4) LPJ I telah disampaikan tanggal 4 Pebruari 2005 dan tanggal 22 Maret 2005.
d. PT PNM belum bisa melakukan eksekusi sesuai perjanjian, namun PT PNM berusaha
melakukan perbaikan dan pembinaan kepada KPUB agar dimasa datang KPUB dapat
memenuhi kewajiban.
BPK RI menyarankan agar Direksi PT PNM
a. Memberikan sanksi kepada Account Officer dan meminta pertanggungjawaban komite
kredit atas persetujuan pemberian pembiayaan.
b. Segera mengganti cessie piutang yang tidak sesuai ketentuan dan mereview secara periodik
cessie piutang tersebut.
c. Membuat program pembinaan dan perbaikan KPUB
4. Penyelesaian pembiayaan bermasalah (macet) kepada KPUB sebesar Rp4.232.662.955,00
tidak sesuai ketentuan dan berlarut-larut.
PT PNM memberikan fasilitas pembiayaan equity dan SUP kepada KPUB terdiri dari:
(dalam ribu)
Fasilitas Plafond O/S Tunggakan Tunggakan Tunggakan Sumber
Per Juni 06 pokok bunga denda dana
1. Pembiayaan 500.000 194.611 27.778 5.632 - Equity
Modal Kerja
2. Pembiayaan 4.785.000 4.232.663. 1.353.924 123.453 206.342 SUP
Investasi Dana
SUP 42 bln & 48
bln

19
Berdasarkan laporan bulanan kolektibilitas debitur cabang Medan per Juni 2006, KPUB
dalam kolektibiltas 1 (lancar) untuk pembiayaan equity sebesar Rp500.000.000 namun untuk
pembiayaan SUP sebesar Rp4.785.000.000 masuk dalam kolektibilitas 4 (diragukan).
Permasalahan pembiayaan SUP ini lebih banyak disebabkan kelalaian pengurus KPUB dalam
menjalankan kesepakatan yang telah dibuat dengan PT PNM.
Tunggakan pembiayaan terjadi dari bulan April 2005 dan pembayaran angsuran
dilakukan KPUB dengan jumlah yang tidak signifikan dan waktu yang tidak pasti. Dengan
surat nomor 35/KPU-B/II/2006 tanggal 6 Februari 2006, KPUB mengajukan permohonan agar
tunggakan kredit dapat direstrukturisasi (reschedulling) dengan suku bunga minimum, dengan
pembayaran sebesar Rp100.000.000,- sesuai dengan kondisi dan kemampuan pembayaran dari
anggota KPUB.
PT PNM cabang Medan memberikan Memo nomor M-174/PNM-MES/IV/2006 tanggal
28 April 2006 kepada Komite Pembiayaan perihal jangka waktu reschedulling KPUB
menjelaskan bahwa rescheduling hanya bisa sampai tahun 2009 karena SUP hanya sampai
tahun 2009. Oleh karenanya pada bulan Januari 2010, pembiayaan akan dikonversi
menggunakan dana equity dengan konsekuensi bahwa suku bunga disesuaikan dengan
ketentuan suku bunga equity. Komite Pembiayaan menyetujui rescheduling dengan tenor
(jangka waktu pembiayaan) tetap 72 bulan. Selanjutnya KPP memberikan persetujuan pada
MKP tanggal 12 Mei 2006.
PT PNM mengirimkan persetujuan permohonan rescheduling yang tertuang dalam Surat
Persetujuan Prinsip Pembiayaan (SP3) reschedulling nomor S-266/PNM-MES/VI/06 tanggal 6
Juni 2006 , namun KPUB tidak menanggapi SP3 tersebut tersebut. KPUB pada tanggal 29 Juni
2006 menyampaikan notulen rapat pleno pengurus KPUB tentang pembahasan rescheduling
pembiayaan investasi pengadaan kendaraan angkot dan bus AKDP KPU Binjai. PT PNM
belum memberikan tanggapan terhadap notulen tersebut.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas proses reschedulling pembiayaan terhadap KPUB
yang macet tersebut, dapat disampaikan hal-hal :
a. Analisa kelayakan keuangan tidak didasarkan pada laporan keuangan KPUB yang
sebenarnya.
Analisa kinerja keuangan dilakukan dengan menggunakan laporan keuangan Unit Simpan
Pinjam (USP) KPUB tahun 2002, 2003 dan 2004. Hal ini berbeda dengan analisis kinerja
keuangan dalam proposal pembiayaan investasi awal tahun 2004 dimana pada saat itu
digunakan laporan keuangan KPUB tahun 2002, 2003 dan 2004.
b. Total exposure pinjaman KPUB telah melebihi credit line yang ditetapkan.
Berdasarkan MKP nomor M-063/PNM-MES/II/2006 tanggal 6 Pebruari 2006 disebutkan
credit line Rp1.072.829.000, sedangkan total eksposur sebesar Rp4.356.000.000.
c. Jaminan tidak memenuhi syarat SCR 120% untuk tier 4 kategori V
KPUB termasuk dalam tier IV dengan kategori V dengan SCR 120% dimana agunan
tersebut harus ada fixed asset. Total jaminan yang diberikan sebesar Rp4.856.500.000 atau
111% dari total pembiayaan dengan rincian sebagai berikut:
Nilai Pasar Nilai Likuidasi
Kendaraan Minibus sebanyak 15 unit Rp 942.000.000,- Rp659.400.000,-
Kendaraan bus AKDP sebanyak 25 unit Rp 3.000.000.000,- Rp2.660.000.000,-
Tanah seluas 424 m2 berdasarkan SHM no.388 terletak Rp53.000.000,- Rp37.100.000,-
di Jl. MT Haryono a.n. Azan Sudirman Ginting
Cessie atas piutang Rp3.000.000.000,- Rp1.500.000.000,-
Personal Guarantee
d. Penilaian jaminan kendaraan diragukan kewajarannya.
Jaminan Nilai Pasar dikurang penyusutan Nilai Likuidasi (70%)

20
(20%)
Angkutan kota (Rp78,5 juta – 20%) = Rp62,8 juta (Rp62,8 juta x 70%) = Rp43.960.000,-
AKDP (Rp190 juta – 20%) = Rp152 juta (Rp152 juta x 70%) = Rp106,4 juta,-

Penilaian ini hanya berdasarkan judgement petugas penilai, dengan umur kendaraan sebesar
5 tahun. Pada saat penilaian dilakukan kembali terhadap kendaraan yang dijaminkan,
petugas penilai hanya melakukan penyusutan 1 tahun (20%) dari nilai pasar kendaraan awal
dengan asumsi operasional berjalan mulus.
e. Pemberian jangka waktu reschedulling sebanyak 72 bulan (sejak realisasi recshedulling
pembiayaan) tidak sesuai ketentuan.
Pemberian rescheduling pebiayaan SUP selama 72 bulan akan berakhir Januari 2010. hal ini
bertentangan dengan memo nomor M-174/PNM-MES/IV/2006 tanggal 28 April 2006 dari
cabang Medan kepada Komite Pembiayaan perihal jangka waktu rescheduling KPUB
menjelaskan bahwa rescheduling hanya bisa sampai tahun 2009. PT PNM lalu mengkoversi
pembiayaan tersebut menjadi dana equity dan disetujui Komite Pembiayaan.
f. Tindak lanjut atas diterbitkannya SP3 tanggal 6 Juni 2006 berlarut-larut
Sampai dengan akhir pemeriksaan (3 September 2006) KPUB belum menandatangani SP3
yang berdampak terhadap belum adanya kepastian Restrukturisasi.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan ketentuan:
a. Manual produk pembiayaan SUP
b. SK-009/PNM-DIR/III/05 tanggal 4 Maret 2005 tentang penerapan rating dan credit line
dalam proses pengajuan kredit pembiayaan dan ketentuan jaminan yang terkait dengan
rating untuk koperasi simpan pinjam, bahwa total exposure tidak boleh melebihi credit line.
c. SK-011/PNM-DIR/III/04 tanggal 30 Maret 2004 tentang ketentuan agunan KSP/BMT.
d. SK-024/PNM/VIII/02 tanggal 23 Agustus 2002 tentang kebijakan penanganan pembiayaan
bermasalah divisi LKMS yang menjelaskan bahwa reschedulling adalah perubahan
persyaratan pembiayaan yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan/atau jangka waktu
pembiayaan.
e. Perjanjian pinjaman antara PT PNM dengan Pemerintah RI tentang maksimal jangka waktu
pemberian kredit investasi yaitu maksimal 5 tahun
f. Prosedur mutu pembiayaan tentang jangka waktu maksimal pengembalian SP3 oleh debitur
yaitu 3 bulan.
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Penyelesaian pembiayaan bermasalah pada KPUB berlarut-larut.
b. PT PNM tidak dapat menyalurkan dana tersebut untuk pembiayaan Lembaga Keuangan
Pelaksana (LKP) yang lain.
Hal-hal tersebut terjadi karena:
a. Komite Kredit PT PNM tidak tegas dalam proses penyelesaian pembiayaan bermasalah.
b. PT PNM belum membuat petunjuk teknis penilaian jaminan dalam Standar Operasional
Perusahaan.
c. Komite Kredit PT PNM kurang hati-hati dalam menyusun rencana reshedulling
Atas masalah ini Direksi PT PNM akan menganalisa ulang proses rescheduling
pembiayaan KPUB sebagai langkah korektif dan atas dasar jaminan yang ada akan dilakukan
taksasi ulang sesuai kondisi sebenarnya. Berlarut-larutnya proses rescheduling disebabkan
adanya proses banding dari KPUB terkait penetapan tingkat suku bunga. PT PNM akan
berusaha menyelesaikan proses reschedulling selambat-lambatnya akhir bulan Maret 2007.
BPK RI menyarankan agar Direksi PT PNM
a. Menegur komite kredit agar lebih tegas dalam penyelesaian proses restrukturisasi
pembiayaan KPUB
21
b. Segera menyelesaikan proses restrukturisasi tersebut dan menyempurnakan Standar
Operasional Perusahaan (SOP) tentang penilaian jaminan.
c. Menganalisa kembali proses rescheduling pembiayaan KPUB dan melakukan taksasi ulang
jaminan sesuai dengan keadaan sebenarnya.
5. Pembiayaan pada koperasi Serba Usaha Tri Anugrah Citra Di PT PNM Cabang
Manado macet dan berpotensi rugi minimal sebesar Rp1.174.555.472.
PT PNM cabang Manado memberikan pembiayaan kepada Koperasi Serba Usaha Tri
Anugrah Citra (KSU TAC) sebesar Rp2.500.000.000. Pembiayaan tersebut dituangkan dalam
Akta Perjanjian Kerjasama Penerusan nomor 61 tanggal 30 Juni 2004 dengan jangka waktu
pinjaman 36 bulan serta tingkat bunga 18% pertahun. Tujuan pembiayaan untuk pemilikan
sepeda motor merk Kymco.
Dari hasil pemeriksaan atas pembiayaan pada KSU TAC tersebut diketahui hal sebagai
berikut:
a. Pencairan pembiayaan tidak sesuai dengan ketentuan dalam Perjanjian Kredit.
1) PT PNM cabang Manado tidak meminta dan memotong Cash Collacteral
Berdasarkan surat No. 045/KSU-TAC/6/04 tanggal 30 Juni 2004 KSU TAC meminta
agar PT PNM memotong Cash Collacteral dari pencairan dana tersebut sebesar 10%.
Namun hal tersebut tidak dilakukan oleh PT PNM.
2) PT PNM cabang Manado tidak menahan Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB)
Dalam Memorandum tersebut, dilampirkan juga Daftar Nasabah Yang Telah Dibiayai
dengan rincian sebagai berikut:
Pembelian motor pada tahun 2003 dan sampai dengan Maret 2004 pada umumnya BPKB
sudah ada karena proses penyelesaian BPKB paling lama 3 bulan. Dengan demikian
seharusnya PT PNM cabang Manado meminta dan menahan BPKB kendaraan tersebut
dari Dealer sebelum KSU TAC memohon pencairan pada bulan Juni 2004. Namun hal
tersebut tidak dilakukan oleh PT PNM cabang Manado.
b. Jumlah pencairan pembiayaan tahap I melebihi ketentuan dalam Memorandum Komite
Pembiayaan (MKP).
Dalam MKP disebutkan bahwa penarikan per termin dengan jumlah Rp500.000.000, tetapi
pada kenyataannya jumlah pencairan sebesar Rp995.000.000
KSU TAC telah menunggak pembayaran angsuran baik pokok maupun bunga.
Berdasarkan Kartu Tata Usaha KSU TAC terlihat bahwa KSU TAC baru 1 (satu) kali
membayar angsuran pokok sebesar Rp55.277.778 pada tanggal 22 September 2004 dan untuk
pembayaran margin sebesar sebesar Rp133.316.750. Sampai dengan Agustus 2006 jumlah baki
debet KSU TAC sebesar Rp939.722.222 dan pendapatan bunga sebesar Rp234.833.250 belum
dibayar oleh KSU TAC.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Memorandum Komite Pembiayaan (MKP) dengan nomor 001A/PNM-MDO/IV/04 yang
salah satu isinya menyatakan penarikan per termin adalah sebesar Rp500.000.000
b. Akta Perjanjian Kerjasama Penerusan antara PT PNM dengan KSU TAC nomor 61 tanggal
30 Juni 2004 pasal 11 tentang Jaminan.
Kondisi tersebut mengakibatkan PT PNM cabang Manado berpotensi mengalami
kerugian sebesar Rp1.174.555.472 (Rp939.722.222 + Rp234.833.250) berupa jumlah
pembiayaan yang macet dan bunga yang tidak dibayar.
Hal tersebut disebabkan Account Officer dan Kepala Cabang PT PNM cabang Manado
lalai memverifikasi jaminan.
Direksi PT PNM menjelaskan

22
a. Mengakui adanya kondisi tersebut dan telah memberikan sanksi kepada kepala cabang
Manado dan pejabat terkait.
b. Mengakui adanya perbedaan antara MKP dan SP3
c. Mengakui tidak adanya jaminan BPKB
BPK RI menyarankan Direksi PT PNM
a. Mengupayakan penagihan atas pembiayaan kepada KSU TAC dan selanjutnya
meningkatkan pengawasan dalam memverifikasi jaminan dalam setiap pembiayaan.
b. Menegosiasikan kepada KSU TAC agar memberikan jaminan untuk mengganti Cash
Collateral dan BPKB.
6. Pemberian pembiayaan sarana usaha produktif Madani kepada Kopegtel Kandatel
Bandung sebesar Rp10.000.000.000,00 belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan
PT PNM cabang Bandung memberikan pembiayaan sarana usaha produktif kepada
Kopegtel Kandatel Bandung sebesar Rp10.000.000.000 untuk tujuan modal kerja. Pembiayaan
tersebut dituangkan dalam Perjanjian Kredit No. 10 tanggal 12 Oktober 2004 dengan jangka
waktu 48 bulan serta suku bunga SBI 3 bulan ditambah 4% per tahun yang diaddendum
dengan perjanjian No. 07/SUP/Add-PP/2005 tanggal 4 Pebruari 2005 untuk seluruh
pembiayaan penarikan selambat-lambatnya sampai tanggal 31 Januari 2005. Apabila lebih dari
tanggal yang ditentukan maka fasilitas pembiayaan yang belum ditarik (LCU) dinyatakan tidak
berlaku.
Sampai dengan bulan Juni 2006, pembayaran angsuran Kopegtel Kandatel Bandung baik
pokok maupun bunga termasuk dalam kategori lancar, dengan posisi baki debet per 30 Juni
2006 sebesar Rp6.534.040.898.
Dari hasil pemeriksaan dokumen kredit sarana usaha produktif Madani atas Kopegtel
Kandatel Bandung ditemukan beberapa hal yaitu :
a. Persetujuan pemberian tenor (jangka waktu pembiayaan) kepada Kopegtel selama 48 bulan
tidak sesuai ketentuan. Permohonan perpanjangan tenor menjadi 48 bulan dari Kopegtel
disetujui oleh Komite Pembiayaan. Hal tersebut bertentangan dengan dengan manual produk
SUP 2004 dimana tenor maksimal 36 bulan.
b. Pencairan tidak sesuai ketentuan. Syarat setiap pencairan adalah LKP harus menyampaikan
LPJ pencairan sebelumnya. Pencairan pembiayaan tahap II sebesar Rp5.000.000.000
dilakukan tanggal 18 April 2005 sedangkan LPJ I diterima tanggal 15 Juni 2005.
Berdasarkan laporan bulan Agustus 2005 jumlah penyaluran pembiayaan sebesar
Rp9.962.250.000 atau hampir sebesar total pencairan.
c. Pengenaan suku bunga ke anggota tidak sesuai ketentuan . Baik dalam SP3 maupun dalam
perjanjian pembiayaan yaitu pasal 10 mengenai penyaluran pembiayaan ayat 10.4 yang
menyebutkan bahwa “Suku bunga atas pembiayaan debitur setinggi-tingginya sebesar 9%
diatas suku bunga yang dikenakan PNM kepada LKP”. Dalam laporan supervisi tanggal 25
April 2005 ditemukan pengenaan suku bunga pinjaman dari Kopegtel ke anggota sebesar
12% flat pa. Sedangkan menurut PK, Kopegtel mengenakan suku bunga ke anggota
maksimum 10,37% flat p.a (setara dengan 20,31% sliding).
Hal tersebut bertentangan dengan:
a. Perjanjian pinjaman antara Pemerintah RI dengan PT PNM tanggal 14 Mei 2004 tentang
pendanaan kredit usaha mikro dan kecil.
b. Manual produk sarana usaha produktif Madani 2004 tentang jangka waktu pembiayaan
yaitu maksimum 36 bulan (3 tahun).
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. PT PNM tidak dapat memanfaatkan dan menyalurkan baki debet akhir tahun ketiga sebesar
Rp2.500.000.000 kepada UKM.
23
b. PT PNM dapat dikenakan pasal 10 tentang pelanggaran dan sanksi perjanjian antara
Pemerintah RI dengan PT PNM, karena membiarkan pelanggaran atas pembiayaan sarana
usaha produktif pada Kopegtel.
Hal tersebut terjadi karena Kepala cabang PT PNM cabang Bandung kurang teliti
memberikan pembiayaan karena bertujuan untuk mencapai target penyaluran sesuai RKAP
tanpa memperhatikan ketentuan yang ada.
Direksi PT PNM menjelaskan
a. PT PNM mengakui adanya ketidaksesuaian jangka waktu pembiayaan dengan manual
produk sarana usaha produktif dengan alasan pada kepentingan bisnis dan terhadap hal
tersebut telah disetujui oleh Komite Kredit Kantor Pusat.
b. PT PNM akan melakukan renvoi atas PK untuk poin tenor dari LKP ke enduser menjadi 4
tahun.
c. Adanya keterlambatan pencairan dana sarana usaha produktif di Departemen Keuangan,
sehingga pembiayaan ditalangi lebih dahulu dengan dana dari Kopegtel sendiri.
d. PT PNM mengakui belum ditetapkan standar pelaporan per debitur per sektor usaha, asset
dan omzetnya. Saat ini kantor cabang dan kantor pusat sedang berupaya membuat format
laporan standard untuk mengklasifikasi enduser SUP dengan berdasarkan kategori asset dan
omzet.
e. Pembiayaan dari LKP ke enduser belum mengakomodir perjanjian kredit yang memuat
ketentuan bunga sesuai SUP. PT PNM akan melakukan pembinaan kepada Kopegtel.
BPK RI menyarankan agar Direksi PT PNM
a. Memberi sanksi kepada Kepala Cabang PT PNM cabang Bandung dan selanjutnya lebih
memperhatikan ketentuan yang ada.
b. Membuat standard pelaporan per debitur, per sektor usaha untuk dapat mengklasifikasikan
anggota koperasi berdasarkan kategori omzet dan hasil penjualan.
c. Melakukan renvoi (koreksi) atas PK untuk poin tenor dari LKP ke enduser menjadi 4 tahun.
7. Pemberian pembiayaan kepada Usaha Simpan Pinjam Koperasi Pengangkutan Umum
Medan (KPUM) sebesar Rp6.600.000.000,00 tidak sesuai ketentuan
PT PNM telah menyalurkan pembiayan kepada Unit Usaha Simpan Pinjam Koperasi
Pengangkutan Umum Medan (USP-KPUM) dengan rincian sebagai berikut: :
(dalam juta rupiah)
Jenis No. & Tgl Plafond Jangka Tahap Pencairan Tgl Cair Tgl Jth Baki Debet
Fasilitas Perjanjian (Rp) Waktu Pencairan (Rp) Tempo Per 30 Jun
2006
EQU No. 64 3.000,00 36 Tahap I 750,00 28 Jul 04 28 juli 07 312,50
20 Juli 04 Bulan Tahap II 1.250,00 23 Agt 04 28 juli 07 520,83
Tahap III 1.000,00 10 Sep 04 28 juli 07 416,67

SUP 1 No. 19 6.600,00 48 Tahap I 2.112,00 5 Nop 04 5 Nop 08 1.276,00


8 Okt 04 Bulan Tahap II 4.488,00 10 Des 04 5 Nop 08 2.769,19

SUP 2 No. 73 1.500,00 36 Tahap I 1.500,00 28 Okt 05 28 Okt 08 1.250,00


24 Okt 05 Bulan
Total 11.100,00 11.100,00 6.545,19
Adapun jaminan-jaminan yang diberikan pada masing-masing fasilitas adalah sebagai
berikut :
Jenis No. & Tgl Jaminan
Fasilitas Perjanjian
EQU No. 64 1. Tanah beserta bangunan
20 Juli 04 ƒ HGB No. 9/Sitirejo I, luas 1.552 m2 a.n. KPUM lama hak 20 thn s.d. th 2010
ƒ HGB No. 10/Sitirejo I, luas 242 m2 a.n. KPUM lama hak 20 thn s.d. th 2010

24
ƒ HGB No. 26/Sitirejo I, luas 952 m2 a.n. KPUM lama hak 20 thn s.d. th 2017
Jaminan tersebut telah dikuatkan dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan
untuk pemasangan Hak Tanggungan Peringkat II.
2. Personal Guarantee dari Pengurus Inti KPUM
SUP 1 No. 19 1. Cessie piutang sebesar Rp6.600.000.000,00.
8 Okt 04 2. 100 unit mobil angkutan umum tercatat atas nama KPUM. Jaminan ini
dikuatkan dengan Akta Jaminan Fidusia
SUP 2 No. 73 Jaminan dari Jaminan pembiayaan sebelumnya (Cross Collateral)
1. Tanah beserta bangunan
24 Okt 05 ƒ HGB No. 9/Sitirejo I, luas 1.552 m2 a.n. KPUM lama hak 20 thn s.d. th 2010
ƒ HGB No. 10/Sitirejo I, luas 242 m2 a.n. KPUM lama hak 20 thn s.d. th 2010
ƒ HGB No. 26/Sitirejo I, luas 952 m2 a.n. KPUM lama hak 20 thn s.d. th 2017
Jaminan tersebut telah dikuatkan dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan
untuk pemasangan Hak Tanggungan Peringkat II.
Sedangkan nilai jaminan yang diberikan oleh KPUM kepada PT PNM sampai dengan
tanggal 30 Juni 2006 adalah sebesar nilai pasar dengan rincian sebagai berikut :
No. Jaminan Jumlah Nilai Pasar (Rp) Nilai Likuidasi (Rp)
1. Tanah 2.746 M2 4.393.600.000,00 70% atau 3.075.520.000,00
2. Bangunan 483 M2 144.900.000,00 70% atau 101.430.000,00
3. Cessie Piutang 1.129 Debitur 6.600.000.000,00 50% atau 3.300.000.000,00
4. Mobil Angkot 100 Unit 7.755.000.000,00 70% atau 5.428.500.000,00
TOTAL 18.893.500.000,00 11.905.450.000,00

Berdasarkan pemeriksaan atas dokumen-dokumen pembiayaan kepada USP KPUM


diketahui hal-hal sebagai berikut :
a. Terdapat dana pembiayaan sebesar Rp89.000.000 (Rp23.000.000 +[Rp132.000.000:2])
diragukan penyalurannya dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan sampling
surat perjanjian antara KPUM dengan debitur yang menerima dana dari PT PNM, terdapat
29 debitur dalam Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) tidak sesuai dengan Surat Perjanjian
Pinjaman antara KPUM dengan debitur, sehingga penyaluran atas dana pembiayaan
fasilitas produk equity tersebut diragukan.
b. Penilaian terhadap jaminan diragukan kewajarannya. Berdasarkan pemeriksaan atas 2 (dua)
Laporan Penilaian Jaminan yang berbeda waktu lebih dari 1(satu) tahun atas tanah dan
bangunan yang sama diketahui bahwa nilai pasar yang diberikan tetap dan tidak berubah
serta dasar penilaian atas besarnya nilai pasar tersebut tidak didokumentasikan dengan baik
sebagai bukti penilaian jaminan.
c. Pengenaan biaya administrasi tidak sesuai ketentuan. PT PNM mengenakan biaya
administrasi sebanyak 2 (dua) kali yaitu tanggal 5 Nopember 2004 sebesar Rp66.000.000,00
atau 1% dari plafon pembiayaan dan tanggal 20 Maret 2006 sebesar Rp51.611.064,00 atau
1% dari baki debet pencairan tahap I bulan Nopember 2006 dan pencairan tahap II bulan
Desember 2006. Hal tersebut tidak sesuai dengan Manual Produk Pembiayaan SUP yaitu
biaya administrasi dikenakan satu kali dimuka.
d. Jangka waktu pembayaran angsuran tidak sesuai dengan ketentuan. Berdasarkan hasil
pemeriksaan dokumen secara sampling atas Perjanjian Sewa Beli antara KPUM dengan
debitur diketahui bahwa pembayaran angsuran atas angsuran sewa beli kendaraan angkutan
untuk jangka waktu selama 48 bulan.
Hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan jangka waktu pembiayaan SUP yaitu
maksimum 3 tahun termasuk masa tenggang pembayaran angsuran 1 tahun.
a. Penilaian jaminan untuk SUP I dan II tidak sesuai ketentuan. Berdasarkan Perjanjian
Pembiayaan No. 19 tanggal 18 Oktober 2004 Pasal 10 mengenai jaminan KPUM saat
memperoleh pembiayaan produk SUP I dan II sebesar Rp6.600.000.000,00 dan
Rp1.500.000.000,00 yang dijaminkan kepada PT PNM yaitu :

25
1) BPKB 100 unit kendaraan angkutan kota (angkot) baru dengan total harga pasar sebesar
Rp7.755.000.000,00 dan nilai likuidasi 70% dari total harga pasar yaitu sebesar
Rp5.428.500.000,00 tanpa mengatur jenis kendaraan apakah untuk angkutan kota atau
mobil pribadi.
2) Piutang KPUM sebanyak 1.242 Debitur dengan nilai piutang sebesar
Rp6.628.770.150,00 dan jangka waktu angsuran dibawah 12 bulan dijadikan jaminan
sebagai Cessie Piutang kepada PT PNM. Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa
jumlah piutang yang seharusnya tidak dapat dijadikan jaminan ke PT PNM minimal
sebesar Rp4.017.598.000,00 karena telah macet sehingga cessie piutang yang sebenarnya
dijaminkan kepada PT PNM hanya sebesar Rp2.611.172.150,00 (Rp6.600.000.000,00 –
Rp4.017.598.000,00).
b. Cessie piutang yang dijaminkan KPUM kepada PT PNM per 30 Juni 2006 sebesar
Rp6.628.770.150,00 mulai dari pembiayaan SUP I 8 Oktober 2004 atau selama 20 bulan.
KPUM baru sekali mengevaluasi cessie piutang tersebut yaitu pada tanggal 31 Mei 2006
dengan nilai cessie piutang menjadi Rp6.645.292.050,00. Akan tetapi cessie piutang
sebagian besar masih merupakan piutang macet dan jangka waktu angsuran dibawah 12
bulan diantaranya yang material adalah sebagai berikut :
No. Nama Debitur Jangka waktu Jatuh Tempo Baki Debet
1. KPUM/Oli Graha 12 bulan 4 April 2002 50.000.000,00
2. Unit Taksi-KPUM 12 bulan 15 Juli 2003 700.000.000,00
3. Unit Perumahan – KPUM 12 bulan - 1.410.104.000,00
4. Unit Perumahan –
Proyek Perum Marelan 12 bulan - 1.707.494.000,00
5. Tepu Kaban 24 bulan 1 Sept 2005 69.433.000,00
6. Drs. T.M.A Naibaho 36 bulan 4 Juli 2005 22.000.000,00
7. Ferdinand Simangunsong 24 bulan 11 Agust 2005 92.000.000,00
Total 4.051.031.000,00
Berdasarkan tabel diatas jumlah piutang yang seharusnya tidak dapat dijaminkan ke PT
PNM sedikitnya sebesar Rp4.051.031.000,00 sehingga cessie piutang yang sebenarnya
dijaminkan kepada PT PNM hanya sebesar Rp2.548.969.000,00 (Rp6.600.000.000,00 –
Rp4.051.031.000,00).
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
a. Manual Produk Pembiayaan SUP kepada LKM Non Bank yang menyatakan bahwa biaya
administrasi 1% dari plafon pembiayaan dikenakan satu kali dibayar dimuka.
b. Dalam menilai jaminan atas aktiva tetap seharusnya didokumentasikan dengan baik sebagai
bukti dasar penilaian jaminan dengan memperhatikan kondisi dan masa manfaat aktiva tetap
tersebut pada saat dilakukan penilaian.
c. Surat Keputusan Direksi PT PNM No. 009/PNM-DIR/III/05 tanggal 4 Maret 2005 yang
menyatakan diantaranya bahwa piutang yang dapat dijadikan jaminan kepada PT PNM
adalah piutang yang jumlahnya sama dengan jumlah pembiayaan dengan status lancar
(Kolektibilitas 1) dan jangka waktu piutang tidak boleh kurang dari jangka waktu pinjaman
yang diberikan PT PNM.
Kondisi tersebut mengakibatkan pembiayaan kepada KPUM beresiko tinggi karena tidak
memiliki jaminan yang memadai.
Hal tersebut terjadi karena:
a. PT PNM cabang Medan pada saat melakukan penilaian jaminan tidak mendokumentasikan
secara baik dokumen atau data pendukung sebagai bukti dasar penilaian.
b. PT PNM cabang Medan tidak melakukan review/analisa atas piutang KPUM yang dijadikan
sebagai jaminan.
Direksi PT PNM menjelaskan
26
a. Ketidaksesuaian jumlah pinjaman yang diberikan kepada 29 debitur KPUM yang terdapat
dalam LPJ dibandingkan Surat Perjanjian Pinjaman merupakan kelalaian PT PNM cabang
Medan yang tidak evaluasi atau review atas LPJ yang diterima dari KPUM.
b. PT PNM tidak melakukan pendokumentasi sumber informasi dalam melakukan appraisal
atas tanah dan bangunan sebagai bukti dasar penilaian jaminan dikarenakan
pendokumentasian sumber informasi tersebut belum diatur dalam Form Mutu.
c. Pengenaan biaya adminsitrasi sebesar 1% setiap tahunnya dari jumlah pembiayaan atau baki
debet telah difasilitasi SE Internal No. SE-008/PNM-SPR/VII/04 tanggal 26 Juli 2004.
d. PT PNM akan melakukan renvoi (koreksi) terhadap Perjanjian Pembiayaan SUP I No. 19
tanggal 8 Oktober 2004 pasal 10.5 menjadi 4 tahun.
e. Masukan tentang penilaian jaminan kendaraan dengan nilai likuidasi sebesar 70% dari harga
pasar tidak dapat digunakan untuk semua kendaraan merupakan masukan untuk unit terkait
pembuat ketetntuan/kebijakan. Sedangkan cessie piutang KPUM dari debitur bermasalah,
PT PNM akan melakukan koreksi dan selanjutnya akan dilakukan monitoring dan evaluasi
atau review setiap up date cessie.
BPK RI menyarankan Direksi PT PNM
a. Meminta pertanggungjawaban Kepala cabang dan komite pembiayaan PT PNM cabang
Medan atas persetujuan pembiayaan KPUM tersebut dan mereview dan mengendalikan
jaminan atas setiap pembiayaan.
b. Melakukan koreksi cessie piutang yang bermasalah dan memonitor serta mengevaluasi atau
mereview setiap up date cessie.
c. Merenvoy Perjanjian Pembiayaan SUP I No. 19 tanggal 8 Oktober 2004 pasal 10.5.
8. Pemberian fasilitas pembiayaan Pengusaha Mikro dan Kecil (PMK) Madani sebesar
Rp5.000.000.000,- kepada Koperasi Kesejahteraan Karyawan Biofarma (K2BF) tidak
sesuai ketentuan
PT PNM cabang Bandung memberikan pembiayaan kepada Koperasi Karyawan Bio
Farma (K2BF) sebesar Rp5.000.000.000,00 untuk modal kerja dengan jangka waktu
pembiayaan 48 bulan serta suku bunga 15,5% p.a efektif.
Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap dokumen pembiayaan kepada K2BF diketahui
permasalahan sebagai berikut :
a. Account Officer (AO) tidak melakukan business checking dan crosscheking kepada nasabah
K2BF dalam proses kunjungan usaha ke K2BF.
b. Pembiayaan PNM digunakan untuk tujuan konsumtif oleh anggota K2BF .
Sebagai salah satu syarat pencairan dana di dalam SP3, K2BF diharuskan membuat surat
permohonan pencairan dana dengan melampirkan daftar nominatif anggota koperasi yang
akan menerima pembiayaan. Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa tujuan pembiayaan
dalam permohonan pencairan berubah-ubah dari tujuan untuk komsumtif hingga menjadi
modal usaha.
c. Pembiayaan kepada K2BF tidak dicover dengan jaminan (collateral).
Sesuai manual produk ketentuan agunan KSP/BMT dari Divisi MRR, diketahui bahwa
terdapat pengecualian terhadap persyaratan agunan untuk USP dari Koperasi Pegawai yang
berada dibawah naungan BUMN yang melayani public sector. Untuk itu PT PNM cabang
Bandung mengecualikan K2BF dalam hal jaminan pembiayaan. Namun pada kenyataannya
PT Bio Farma tidak memiliki asset sama atau lebih dari Rp 3 trilyun dan tidak berbentuk
layanan publik.
d. Pencairan dana tidak sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian.

27
Sebagai salah satu syarat pencairan yang juga dicantumkan dalam perjanjian adalah polis
asuransi atau bukti pembayaran asuransi jiwa atas nama anggota peminjam dengan Banker’s
Clause PT PNM harus sudah diterima sebelum pencairan. Hingga pembiayaan kepada K2BF
ini efektif berjalan, polis asuransi asli dimaksud belum diterima PT PNM.
e. PT PNM cabang Bandung tidak mengenakan sanksi kepada K2BF atas pelanggaran
perjanjian pembiayaan.
K2BF tidak menyampaikan laporan realisasi pembiayaan (LPJ) dalam jangka waktu 45 hari
setelah pencairan, laporan triwulanan penyaluran pembiayaan yang berasal dari PT PNM
beserta laporan kolektibilitasnya dan laporan keuangan.
Hal tersebut bertentangan dengan:
a. Instruksi Kerja untuk Kunjungan Usaha
b. Manual produk PMK Madani, bahwa obyek kredit/pembiayaan yang dapat dibiayai dengan
fasilitas ini adalah usaha produktif.
c. SK-009/PNM-DIR/III/05 tentang penerapan rating dan crelit line dalam proses
pengajuan persetujuan kredit (pembiayaan) untuk koperasi simpan pinjam & baitul maal wat
tamwil dan ketentuan jaminan yang terkait dengan rating
Pasal 18 ayat 2 dan 3 : KSP/BMT dengan rating tier 3 dan kategori III maka agunan
minimum SCR 80%, dimana agunan tersebut harus ada yang berupa jaminan fixed asset
Pasal 20 : pengecualian terhadap persyaratan agunan untuk unit simpan pinjam dari koperasi
pegawai dapt diberlakukan kepada USP yang memenuhi salah satu dari kondisi berikut :
USP dari koperasi pegawai yang berada di bawah naungan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
d. Perjanjian pembiayaan pasal 8 mengenai syarat pencairan
e. Perjanjian pembiayaan pasal 8 ayat 9, 10, 12 mengenai syarat pembiayaan dan pasal 13 ayat
1 tentang penghentian perjanjian karena kelalaian pihak debitur
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Pembiayaan PT PNM kepada K2BF tidak sesuai peruntukannya.
b. Risiko pembiayaan PT PNM kepada K2BF tinggi karena tidak memiliki jaminan yang
memadai.
Hal tersebut disebabkan:
a. PT PNM cabang Bandung kurang hati-hati dalam pemberian pembiayaan kepada K2BF.
b. PT PNM cabang Bandung kurang cermat dalam memahami ketentuan jaminan dan lalai
dalam menerapkan syarat pencairan sesuai perjanjian pembiayaan.
Direksi PT PNM menjelaskan
a. Kunjungan usaha ke end user K2BF tidak dilakukan oleh PT PNM cabang Bandung karena
tidak ada dalam prosedur pembiayaan (hanya ada di format LKU).
b. PT PNM cabang Bandung akan melakukan verifikasi atas pengaruh versi-versi daftar
nominatif.
c. Pengecualian terhadap K2BF tentang syarat jaminan telah mendapat persetujuan one up
approval dari Komite.
d. PT PNM cabang Bandung akan meminta polis asuransi yang dimaksud.
e. PT PNM cabang Bandung akan melakukan verifikasi hitungan bunga dan akan melakukan
perbaikan konsep perjanjian.
BPK RI menyarankan Direksi PT PNM
a. Menegur Kepala Cabang dan komite pembiayaan PT PNM cabang Bandung atas
permasalahan tersebut.
b. Melakukan verifikasi atas pengaruh versi daftar nominatif, hitungan bunga serta
memperbaiki konsep perjanjian.
28
c. Meminta polis asuransi yang asli sebagai bukti pembayaran asuransi jiwa.
9. PT PNM Cabang Medan berpotensi menderita kerugian Rp191.550.000 dan tidak
menerima penghasilan bunga sebesar Rp51.270.311 atas piutang macet Koperasi Serba
Usaha Jaya Abadi.
PT PNM cabang Medan memberikan pembiayaan kepada Koperasi Serba Usaha Jaya
Abadi (KSU JA) dengan rincian sebagai berikut:
a. Pembiayaan I sebesar Rp150.000.000 yang dituangkan dalam akta perjanjian kredit No. 13
tanggal 7 Juli 2004 dengan jaminan sebagai berikut:
No Jenis Jaminan N. Pasar Coverage (%) Nilai Likuidasi
1. Tanah dan Bangunan 71.500.000 70 50.050.000
2. Cessie piutang 87.500.000 50 43.750.000
3. Lembaga Penjaminan PT PKPI 60.000.000
4. Personal Guarantee
Jumlah 153.800.000
b. Permohonan II sebesar Rp350.000.000 yang dituangkan dalam dalam akta perjanjian kredit
No.41 tanggal 16 Pebruari 2005 dengan jaminan sebagai berikut:
No Jenis Jaminan N. Pasar Coverage (%) Nilai Likuidasi
1. Tanah & Bangunan 250.600.000 50 125.300.000
2. Tanah & Bangunan 171.200.000 50 85.600.000
3. Cessie Piutang 300.000.000 50 150.000.000
4. Personal Guarantee
Jumlah 360.900.000

Sampai dengan akhir pemeriksaan (9 Agustus 2006), dapat diketahui bahwa baki debet
per 30 Juni 2006 sebesar Rp452.500.000 dengan rincian pembiayaan I sebesar Rp102.500.000
dan pembiayaan II sebesar Rp350.000.000. Sedangkan jaminan total nilai likuidasi jaminan
yang dapat dieksekusi sebesar Rp260.950.000 (Rp50.500.000 + Rp125.300.000 +
Rp85.600.000). Ditambah dengan penghasilan bunga yang belum dibayar oleh KSU JA
minimal sebesar Rp51.270.311.
Dari hasil pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa PT PNM cabang Medan kurang hati-
hati dalam pemberian pembiayaan pada KSU JA terlihat hal-hal sebagai berikut:
a. PT PNM cabang Medan tidak mereview jaminan berupa cessie piutang dalam pembiayaan I
dan pembiayaan II dan tidak memperpanjang jangka waktu jaminan yang dilakukan oleh
Lembaga Penjamin PKPI.
b. PT PNM cabang Medan tidak memverifikasi perjanjian kredit antara KSU JA dengan
nasabahnya dan apakah jaminan yang diberikan nasabah tersebut sudah memadai, baik
untuk pembiayaan I maupun II.
c. PT PNM cabang Medan tidak mengenakan sanksi kepada KSU JA terhadap pelanggaran
yang dilakukan KSU JA yaitu tidak menyampaikan laporan pembiayaan setiap 1 bulan
sekali dan laporan keuangan (neraca dan rugi laba) setiap 1 bulan sekali.
d. Akta Perjanjian no. 41 tanggal 16 Pebruari 2006 tidak memuat klausula Pengalihan Hak
Piutang (subrograsi) seperti yang tertuang dalam SP3 No. S-037/PNM-MES/II/2005 tanggal
2 Pebruari 2005.
e. PT PNM tidak melakukan supervisi baik untuk pembiayaan I maupun II
Hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan atau peraturan:
a. Akta perjanjian kredit antara PT PNM dengan KSU JA nomor 13 tanggal 7 Juli 2004 dan
nomor 41 tanggal 16 Pebruari 2005 pasal 6 ayat b yang berbunyi “peminjam wajib membuat
dan menandatangani perjanjian pembiayaan tertulis antara peminjam dengan nasabahnya
dan dicover dengan jaminan yang memadai”.

29
b. Surat Persetujuan Prinsip Pembiayaan (SP3) no. S-037/PNM-MES/II/2005 tanggal 2 Pebruari
2005 untuk pembiayaan II.
c. Piutang yang dijadikan jaminan harus mempunyai jangka waktu atau belum jatuh tempo.
d. PT PNM cabang Medan harus menerapkan sikap hati-hati (prudent) dalam proses
pembiayaan.
Kondisi tersebut mengakibatkan PT PNM cabang Medan berpotensi mengalami kerugian
sebesar Rp242.820.311 (Rp191.550.000 + Rp51.270.311).
Hal tersebut terjadi karena:
a. Kepala Cabang PT PNM Medan tidak melakukan supervisi dan tidak tegas terhadap KSU JA
yang tidak menyampaikan laporan.
b. Bagian Legal tidak melakukan reviuw cessie piutang KSU JA yang telah jatuh tempo untuk
pembiayaan I dan tidak memasukan Hak Pengalihan Piutang (Hak Subrograsi) pada
perjanjian pembiayaan ke II.
c. Account Officer (AO) PT PNM cabang Medan tidak melakukan verifikasi terhadap
perjanjian kredit antara KSU JA dengan nasabahnya dan memeriksa jaminan.
Direksi PT PNM menjelaskan
a. PT PNM telah berusaha mencari informasi melalui telepon mengenai perpanjangan
penjaminan atas pembiayaan KSU JAYA ABADI kepada PKPI. Dengan kondisi pembiayaan
KSU JA macet maka PKPI tidak bisa memperpanjang masa penjaminan pembiayaan.
Dimasa datang seluruh kegiatan-kegiatan akan didokumentasi dengan lebih baik.
b. PT PNM memang tidak melakukan review terhadap cessie piutang karena pada tahun 2004
belum ketentuan yang disahkan PT PNM kantor pusat yang mengatur kegiatan tersebut.
c. PT PNM mengakui bahwa dalam Perjanjian Kredit (PK) tahun 2005 tidak mencantumkan
klausul hak subrograsi yang dalam SP3 hak tersebut tercantum. Kedepannya PT PNM akan
mengajak bersama sama dengan Jaya Abadi akan melakukan penagihan ke end user dan PT
PNM akan lebih cermat untuk membuat PK.
d. PT PNM tidak memverifikasi perjanjian kredit antara Lembaga Keuangan Pelaksana (LKP)
dengan end user yang disertai jaminan yang memadai.
e. Keterbatasan jumlah karyawan di PT PNM cabang Medan sehingga tidak dapat melakukan
Supervisi.
f. PT PNM melakukan penagihan bulan Maret – April 2005 yang merupakan penagihan rutin
setiap minggunya tetapi tidak membuat laporan kunjungan tersebut.
BPK RI menyarankan Direksi PT PNM
a. Menegur Kepala cabang, bagian legal dan Account Officer PT PNM cabang Medan atas
pelanggaran ketentuan dalam pembiayaan kepada KSU Jaya Abadi tersebut.
b. Melakukan penagihan kepada end user dengan berkoordinasi dengan KSU Jaya Abadi.
c. Mereview secara periodik cessie piutang.
d. Memverifikasi perjanjian kredit antara LKP dengan end user .
10. Terdapat pembiayaan kepada KSU Permai Perdana – IKSP sebesar Rp400.000.000,00
yang berpotensi macet.
PT PNM mempunyai penyertaan kepada Induk Koperasi Simpan Pinjam (IKSP). Selain
itu, PT PNM juga memberikan pembiayaan kepada IKSP yang akan disalurkan kepada
beberapa Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam (KSP dan USP) sebagai anggota
IKSP diantaranya pembiayaan kepada KSU Permai Perdana. Usaha KSU Permai Perdana
antara lain Unit Simpan Pinjam (USP), unit waserda, unit pelayanan rekening PLN, dan unit
pelayanan Kredit Program Pemerintah.

30
Sesuai dengan SP3 No.190/PNM/LMS/SP3/XII/03 tanggal 1 Desember 2003, PT PNM
memberikan fasilitas pembiayaan kepada KSU Permai Perdana Usaha melalui PNM-IKSP
dengan rincian sebagai berikut :
Jumlah : Rp400.000.000,00 (Empat Ratus Juta Rupiah)
Kegunaan : Modal Kerja
Jangka Waktu : 36 bulan
Suku Bunga : 19% pa.
Biaya Adm. PNM : 0,5% dari nilai plafond (dibayar sekali dimuka)
Cadangan Resiko PNM : 1,75% dari nilai plafond (dibayar sekali dimuka)
Cara Pengembalian : Angsuran bulanan (pokok&bunga) sesuai jadwal angsuran
Pengikatan : Notariil

Jaminan
a. Sebidang tanah dan bangunan SHM No.45/GA atas nama Modo Suhito di Ds. Ganjar
Agung, Kec. Metro, Kab. Lampung Tengah, Prop. Lampung setempat dikenal dengan
alamat Jl. Jenderal Sudirman No.142 dengan nilai sebesar Rp346.780.000,00.
b. Cessie piutang atas pinjaman koperasi kepada anggota sebesar Rp200.000.000,00.
Pembiayaan tersebut dituangkan dalam akta perjanjian kredit antara PNM IKSP dengan
KSU Permai Perdana No.23 tanggal 8 Desember 2003 dan pencairan dilakukan pada tanggal
18 Desember 2003.
Sejak Desember 2004 KSU Permai Perdana – IKSP telah menunggak angsuran. Jumlah
tunggakan per 30 Juni 2006 untuk angsuran pokok dan angsuran bunga masing-masing sebesar
Rp171.475.767,00 dan Rp37.725.356,33. Baki debet per 30 Juni 2006 sebesar
Rp240.047.208,00.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen kredit pembiayaan atas KSU Permai Perdana
ditemukan hal-hal sebagai berikut :
a. Total modal dalam Laporan Keuangan diragukan kewajarannya karena adanya pengalihan
simpanan berjangka anggota yang dialihkan menjadi modal penyertaan sebagai modal
sendiri. Total modal menurut Laporan keuangan KSU Permai Perdana per Oktober 2003
sebesar Rp1.094.967.625,00 atau mengalami kenaikan sebesar Rp794.927.717,00 atau
264,90%, sedangkan tahun 2002 sebesar Rp300.039.908,00.
b. PT PNM tidak melaksanakan kewajibannya yang tertuang dalam Surat Persetujuan Prinsip
Pembiayaan (SP3) No. 190/PNM/LMS/SP3/XII/03 tanggal 1 Desember 2003, yaitu
membimbing dan memonitor kegiatan usaha KSU Permai Perdana, menagih angsuran pokok
dan bunga sampai dengan pembiayaan tersebut lunas, termasuk proses litigasi, membayar
angsuran pokok dan bunga ke PT PNM paling lambat tanggal 20 tiap bulannya dan
membantu menyelesaikan permasalahan yang mungkin timbul di koperasi sampai dengan
pembiayaan tersebut lunas.
c. PT PNM tidak mereview cessie piutang.
d. PT PNM belum mengenakan denda keterlambatan pembayaran hutang pokok dan bunga
kepada KSU Permai Perdana sebesar Rp41.634.086.
Sesuai dengan ketentuan atau peraturan:
a. Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1998 tentang modal penyertaan pada koperasi
b. Keputusan tertinggi Koperasi adalah Rapat Anggota Koperasi. Pengalihan simpanan
berjangka anggota yang dialihkan menjadi modal penyertaan sebagai modal sendiri
seharusnya mendapatkan persetujuan yang didukung dengan Berita Acara dari Pemilik
Simpanan Berjangka dan perjanjian antara koperasi dengan pemodal.

31
c. Pembuatan proposal pembiayaan seharusnya dilakukan analisa secara menyeluruh
(komprehensif).
d. Surat Persetujuan Prinsip Pembiayaan (SP3) No. 190/PNM/LMS/SP3/XII/03 tanggal 1
Desember 2003
e. Perjanjian Cessie piutang No. 24 tanggal 8 Desember 2003.
f. Kebijakan akuntansi PT PNM mengenai piutang usaha dan penyisihan piutang tak tertagih.
g. Perjanjian Kredit No. 23 tanggal 8 Desember 2003 Pasal 3 tentang pengenaan denda apabila
peminjam terlambat membayara angsuran , baik pokok maupun bunga.
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Meningkatnya potensi pembiayaan macet sebesar hutang pokok dan bunga per 30 Juni 2006
masing-masing sebesar Rp171.475.767,00 dan Rp37.725.356,33.
b. Kehilangan pendapatan denda minimal sebesar Rp41.634.086.
Hal tersebut terjadi disebabkan:
a. PT PNM dalam membuat proposal pembiayaan tidak melakukan analisa secara menyeluruh
(komprehensif).
b. PT PNM tidak memonitor kewajiban PNM-IKSP.
c. PT PNM tidak mereview cessie piutang.
Direksi PT PNM menjelaskan
a. Berita acara pengalihan bentuk simpanan berjangka menjadi modal penyertaan koperasi
memang tidak didukung dengan persetujuan sebagian besar anggota.
b. Beberapa tugas dan tanggung jawab IKS memang atau belum sepenuhnya dilaksanakan
karena SDM dan manajemen masih minim.
c. Kegiatan monitoring usaha nasabah maupun review cessie piutang yang seharusnya
dilakukan setiap 3 bulan tetapi tidak berjalan karena peran IKSP belum berjalan dengan
baik.
d. Sampai saat ini pengenaan denda secara manual dan dapat diperhitungkan pada saat akhir
fasilitas.
BPK RI menyarankan agar Direksi PT PNM agar :
a. Menegur komite pembiayaan PT PNM kantor pusat atas persetujuan proses pembiayaan
tersebut dan segera menagih denda yang belum dibayar.
b. Memonitor kegiatan usaha nasabah KSU Permai Perdana – IKSP
c. Mereview cessie piutangnya secara periodik.
11. Penetapan tingkat suku bunga SUP dalam perjanjian antara Pemerintah RI dengan PT
PNM tidak kompetitif serta merugikan PT PNM serta Usaha Mikro dan Kecil (UMK).
Kegiatan usaha PT PNM adalah penyelenggara jasa pembiayaan dan jasa manajemen
dalam memberikan kontribusi terhadap sektor riil untuk menciptakan pengusaha baru. Kegiatan
PT PNM yang telah berjalan yaitu sebagai salah satu koordinator pelaksana 12 (Skim) Kredit
Program eks KLBI, memberikan pembiayaan dan penyertaan kepada Lembaga Keuangan
Mikro dan Syariah (LKMS) yang selanjutnya disalurkan untuk UMK dan jasa manajemen.
Untuk mendukung tujuan tersebut diatas Pemerintah memberikan modal awal kepada
PT PNM sebesar Rp300.000.000.000. Untuk mengatasi kekurangan dana tersebut PT PNM
mengusahakan sumber dana antara lain dari Surat Utang Pemerintah (SUP) yang sudah
terealisasikan sebesar Rp280.000.000.000 dan merencanakan untuk menambah relokasi SUP
sebesar Rp60.000.000.000 dan merencanakan menerbitkan obligasi senilai Rp300.000.000.000.
Selain itu, PT PNM merencanakan tambahan modal disetor yang bersumber antara lain dari
penyertaan BUMN (Bank Mandiri, Jamsostek, Askes, Taspen dll) dan penempatan alokasi

32
dana kemitraan 50% dari 5 besar BUMN (Pertamina, Jasa Marga, Telkom, PT Pos Indonesia
dan PT Taspen).
Menteri Keuangan menyetujui permohonan PT PNM sesuai surat No. S-
121/MK.6/2004 tanggal 21 April 2004 tentang persetujuan permohonan PT PNM sebagai
BUMN Pengelola dalam rangka penyaluran KUMK. Persetujuan Menteri Keuangan tersebut
direalisasi dalam perjanjian pinjaman antara Pemerintah RI dengan PT PNM dalam rangka
pendanaan kredit UMK No. KP-018/DP3/2004 tanggal 14 Mei 2004 dan Persetujuan
Perubahannya No. AMA-18/KP-018/DP3/2005 tanggal 5 Desember 2005.
Realisasi penyaluran pembiayaan SUP Madani selama tahun 2004, 2005 dan 2006
(semester I) masing-masing sebesar Rp261.863.000.000, Rp115.817.000.000 dan
Rp61.269.000.000. Sedangkan realisasi pendapatan dan biaya bunga SUP adalah sbb :
(dalam rupiah)
Uraian 2004 2005 2006 (sem I)
Pendapatan SUP 7.798.726.299 28.491.452.007 6.846.598.540
Biaya Bunga 5.857.452.258 20.897.477.338 15.497.627.083
Denda penyaluran - 58.885.575 671.977.783
Trend suku bunga SBI dari tahun 2004 sampai dengan 2006 cenderung meningkat,
kenaikan terbesar suku bunga SBI terjadi pada bulan Desember 2005 menjadi sebesar 12,83%
dan sampai dengan bulan Juni 2006 suku bunga SBI masih berada dalam kisaran 16%.
Peningkatan suku bunga SBI tersebut berpengaruh terhadap pembiayaan SUP Madani ke LKP
dan cenderung merugikan bagi LKP.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen dan lapangan atas pembiayaan SUP Madani
ditemukan hal-hal sebagai berikut :
a. Terjadi pelunasan dini atas pembiayaan SUP Madani sebesar Rp35.700.000.000 atau
masing-masing sebesar Rp9.000.000.000 dan Rp26.700.000.000 untuk tahun 2005 dan 2006
(per Agustus). Pelunasan dini tersebut dilakukan oleh 14 (empat belas) LKP dengan total
plafon sebesar Rp36.450.000.000 yang ternyata pelunasannya baru dilakukan rata-rata di
tahun kedua dari tahun ketiga. Pelunasan dini dilakukan rata-rata baru menginjak tahun ke
dua dari tiga tahun yang diperjanjikan.
b. Dari 14 (empat belas) LKP yang melunasi dini, 11 (sebelas) LKP diantaranya mendapatkan
plafon pembiayaan ≥ Rp1.000.000.000, artinya BPR atau Koperasi tersebut memiliki asset
yang cukup besar. Bahkan untuk BPR Eka Bumi Artha assetnya sudah melebihi
Rp600.000.000.000.
c. Berdasarkan grafik perbandingan suku bunga SUP tahun I, suku bunga SUP pelunasan dan
suku bunga SUP yang berlaku pada saat pelunasan sebagian besar LKP cenderung melunasi
dini apabila suku bunga SUP yang berlaku diatas suku bunga SUP yang dikenakan, kecuali
pada saat pelunasan dini oleh BPR BP Kulon Progo yang suku bunga SUPnya masih relatif
belum mengalami kenaikan yang signifikan yaitu sebesar 11,31%.
d. Berdasarkan hasil kunjungan ke salah satu LKP yang melunasi dini yaitu BPR Tapa
diketahui alasan dari pelunasan dini tersebut adalah untuk mengurangi biaya bunga dan
dikenakannya denda karena tidak dapat menyalurkan dana SUP dan adanya kenaikan suku
bunga SBI.
e. Pengenaan denda kepada PT PNM sebesar 4% diatas tingkat suku bunga pinjaman atas
selisih pinjaman yang telah ditarik dengan pinjaman yang disalurkan ke LKP. PT PNM
dikenakan denda untuk periode penyaluran 1 Januari 2005 s.d. 31 Maret 2005, 1 Januari
2006 s.d. 31 Maret 2006 dan 1 April s.d. 30 Juni 2006 masing-masing sebesar
Rp58.885.575, Rp378.579.806 dan Rp293.397.977 atau seluruhnya sebesar Rp730.863.358.
Apabila target penyaluran tidak sesuai dengan dana SUP yang diterima maka kemungkinan
33
PT PNM dikenakan denda akan semakin besar. Saldo SUP tahun 2006 (s.d. Agustus)
berkisar Rp30.000.000.000 s.d Rp40.000.000.000, yang berarti masih terdapat dana SUP
sebesar saldo tersebut di PT PNM belum tersalur ke LKP.
f. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.6/26/PBI/2004 tanggal 25 Oktober 2004 tentang
penetapan suku bunga dan nisbah atas pembiayaan dengan Prinsip Bagi Hasil Kredit
Program sebesar 7% s/d 13% mulai 25 Oktober 2004 bertentangan dengan suku bunga
dana SUP yang mulai Juni 2005 mengalami kenaikan hingga 16%.
Hal tersebut tidak sesuai dengan
a. Perjanjian pinjaman antara Pemerintah RI dengan PT PNM dalam rangka pendanaan kredit
UMK No. KP-018/DP3/2004 tanggal 14 Mei 2004.
b. Persetujuan Addendum No. AMA-18/KP-018/DP3/2005 tanggal 5 Desember 2005.
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. PT PNM berpotensi dikenakan denda atas dana SUP yang tidak tersalurkan.
b. PT PNM tidak dapat mencapai target penyaluran SUP sesuai RKAP.
Hal tersebut terjadi disebabkan penetapan suku bunga SUP dalam perjanjian antara
Pemerintah RI dengan PT PNM terlalu tinggi dan tidak kompetitif.
Direksi PT PNM menjelaskan:
a. Ketentuan pembiayaan SUP, termasuk tingkat suku bunganya yang mengambang (mengacu
pada SBI) beserta spread yang dikenakan baik di level PT PNM (kepada LKP) maupun di
level LKP (kepda UMK), ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia dan tertuang dalam
perjanjian Pembiayaan antara pemerintah RI dengan PT PNM dalam rangka pendanaan
KUMK No. KP 018/DP3/2004 tanggal 14 Mei 2004 beserta persetujuan perubahannya No.
AME-018/KP-01/DP3/2005 tanggal 5 Desember 2005. Demikian juga ketentuan agar PT
PNM menyalurkan 100% dari pinjaman yang sudah dicairkan serta denda yang dikenakan
jika hal tersebut tidak tercapai.
b. Pinjaman SUP dari Pemerintah diterima oleh PT PNM dalam rangka mendukung
pengembangan bisnis pembiayaan LKM/S sebagai upaya untuk mengantisipasi portofolio
KP (eks KLBI), demi menjaga sustainabilitas usaha PT PNM.
c. Dalam mencari sumber-sumber pendanaan baru, PT PNM senantiasa berpegang pada
prinsip-prinsip kelayakan demi tercapainya sustainabilitas usaha PT PNM, dimana semua
biaya yang timbul akibat pembiayaan tersebut harus dapat ditutupi dari pendapatan
bunga/marjin atas pembiayaan kepada debitur PT PNM dan harus sesuai dengan visi, misi
dan latar belakang pembentukan PT PNM
BPK RI menyarankan Menteri Keuangan meninjau kembali kebijakan penetapan bunga
kredit dana SUP
12. Terdapat penyaluran pinjaman kepada end user / Usaha Kecil Mikro (UKM) yang tidak
sesuai ketentuan proporsi pengelompokkan penyaluran kepada usaha kecil dan mikro.
Berdasarkan hasil pemeriksaan uji petik pembiayaan SUP pada Kantor Cabang
Denpasar, Kantor Cabang Bandung, Kantor Cabang Medan dan Kantor Cabang Jakarta
diketahui bahwa :
a. Format Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) tidak standar.
Manual produk pembiayaan SUP 2004 yang merupakan revisi atas produk “SUPER Madani
– KSP/USP, dan SUPER Madani Syariah tahun 2003”, mengatur contoh formulir untuk
Laporan pertanggungjawaban penyaluran pinjaman kepada usaha mikro dan kecil
(dicontohkan untuk LKM BMT) sesuai dalam lampiran yang memuat informasi yaitu nama
nasabah, no. perjanjian, tanggal PK, plafon pengajuan, tanggal pencairan, sektor, sub
sektor, dan keterangan.

34
Realisasi laporan pertanggungjawaban penyaluran pinjaman kepada usaha kecil mikro dan
kecil untuk pembiayaan SUP berisi informasi antara lain Nama, No. PK, Tanggal PK,
Tanggal Realisasi, Plafon/realisasi pencairan, Suku bunga/margin, Sektor dan Sub Sektor,
sedangkan informasi mengenai pengelompokkan pembiayaan/kredit kepada usaha mikro
dengan usaha kecil tidak ada dalam LPJ/laporan realisasi pembiayaan, sehingga pemenuhan
atas kewajiban PNM sesuai pasal 6 ayat 4 tersebut tidak didukung dengan data yang valid.
b. Terdapat penyaluran SUP yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Pada pemeriksaan di lapangan pada BPR Dewata Candradana, LKP PNM Cabang Denpasar,
diketahui bahwa penyaluran SUP kepada end user (nasabah akhir) tidak berdasarkan
proporsi penyaluran atas skala usaha kecil dan mikro yaitu 50% : 50%.
c. Terdapat format atas laporan penyaluran dan pengembalian penerusan pinjaman yang dibuat
LKP tidak memenuhi ketentuan.
Hal tersebut bertentangan dengan Perjanjian Pendanaan antara Pemerintah RI dan PT
PNM dalam Rangka Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil No. KP-018/DP3/2004 tanggal
14 Mei 2004
a. Pasal 6 yaitu “Pihak Kedua (PNM) wajib meneruskan seluruh pinjaman yang telah ditarik,
termasuk penerimaan pengembalian pokok penerusan pinjaman dari LKP, kepada LKP yang
ditunjuk oleh Pihak Kedua untuk dipinjamkan kembali kepada usaha mikro dan kecil pada
semua sektor ekonomi yang dinilai layak untuk dibiayai dan tidak sedang dibiayai dengan
fasilitas kredit dari sumber lain, dengan tetap memperhatikan faktor kehati-hatian sesuai
dengan asas-asas perkreditan yang sehat, dengan ketentuan sekurangnya 50% dari total
realisasi penyaluran oleh Pihak Kedua diperuntukkan bagi usaha mikro”.
b. Pasal 10 mengenai pelanggaran dan sanksi ayat 1 disebutkan bahwa “Pelanggaran dianggap
terjadi :
1) Apabila terjadi penyalahgunaan pinjaman dari maksud dan tujuan pinjaman sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 dan 2 oleh pihak kedua dan atau
2) Apabila pinjaman yang ditarik, termasuk penerimaan pengembalian pokok penerusan
pinjaman dari LKP, tidak disalurkan seluruhnya sebagimana dimaksud dalam pasal 6
ayat 4 dan atau
3) dst”.
Pasal 10 ayat 2 “Dalam hal pihak kedua melakukan pelanggaran, maka :
1) Seluruh pokok dan bunga pinjaman menjadi jatuh tempo terhitung sejak terjadi
penyalagunaan pinjaman dari maksud dan tujuan pinjaman
2) Terhadap dana pinjaman yang tidak disalurkan kepada LKP sebagaimana dimaksud
dalam pasal 6 ayat 4, yang dihitung atas dasar selisih pinjaman yang telah ditarik oleh
Pihak Kedua dengan pinjaman yang dicairkan ke Rekening Pokok Penerusan Pinjaman
Pendanaan KUMK masing-masing LKP, dikenakan denda sebesar 4% diatas tingkat
bunga pinjaman.
Kondisi tersebut mengakibatkan PT PNM dapat dikenakan sanksi denda.
Hal tersebut terjadi karena PT PNM menghadapi kesulitan untuk mengharuskan LKP
menyalurkan pembiayaan dengan proporsi usaha kecil dan mikro sebesar 50% : 50% sesuai
dengan Perjanjian Pendanaan antara Pemerintah RI dan PT PNM. KP-018/DP3/2004 tanggal
14 Mei 2004.
Direksi PT PNM menjelaskan
a. Dalam hal ini yang diwajibkan untuk memenuhi ketentuan ini adalah level PT PNM selaku
pihak Kedua, dan bukan di level individu Lembaga Keuangan Pelaksana (LKP) selakuk
penerima penerusan pinjaman pendanaan KUMK PT PNM.

35
b. Melalui laporan rutin bulanan LPJ masing-masing LKP, PT PNM memonitor dan menjaga
agar porsi pembiayaan LKPnya PT PNM kepada usaha mikro secara keseluruhan adalah
sekurangnya 50% dari total penyaluran KUMK PT PNM.
BPK RI menyarankan Menteri Keuangan mengaddendum perjanjian khususnya tentang
pasal 6 ayat 4 perihal komposisi pembiayaan mikro dan kecil.
13. Terdapat pembiayaan kepada beberapa debitur (end user) melalui lembaga keuangan
pelaksana tidak sesuai dengan ketentuan
Salah satu misi PT PNM adalah meningkatkan kelayakan usaha dan kemampuan
wirausaha UMKMK. Untuk mewujudkan misi tersebut maka PT PNM melaksanakan usaha
jasa pembiayaan kepada Lembaga Keuangan Pelaksana (LKP) yang selanjutnya disalurkan
kepada usaha mikro dan kecil untuk pembiayaan usaha produktif dalam bentuk investasi dan
atau modal kerja.
Usaha produktif adalah usaha pada semua sektor ekonomi yang dimaksudkan untuk
dapat memberikan nilai tambah dan meningkatkan pendapatan usaha mikro dan kecil. Kriteria
usaha mikro dan usaha kecil adalah sebagai berikut :
a. Usaha Mikro :
1) Usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia (WNI)
2) Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp100.000.000,00 pertahun.
b. Usaha Kecil :
1) Usaha produktif milik WNI yang berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang
tidak berbadan hukum, atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi.
2) Bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau
berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung, dengan Usaha Menengah atau Usaha
Besar.
3) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp200.000.000,00 tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 per tahun.
Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap beberapa LKP di beberapa kantor cabang PT
PNM dan dan kunjungan lapangan ke beberapa debitur (end user), diketahui hal-hal sebagai
berikut:
a. Terdapat pemberian pembiayaan tidak sesuai ketentuan
1) Berdasarkan dokumen kredit, pemberian pembiayaan kepada 15 debitur (enduser) pada
PT PNM kantor cabang Bandung dan Denpasar sebesar Rp599.500.000 tidak digunakan
untuk usaha produktif.
2) Berdasarkan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) BPRS Al’Masoem pada PT PNM
Cabang Bandung , terdapat pembiayaan sebesar Rp1.212.294.000,00 atau 48,43% dari
total pembiayaan yang disalurkan tidak untuk usaha produktif (tidak sesuai
peruntukkannya).
3) Berdasarkan Perjanjian Kredit, PT PNM menyalurkan pembiayaan dana SUP sebesar
Rp10.000.000.000 kepada Koppos yang digunakan untuk investasi uang (money game)
pada PT Cipta Hidayat Komunika Putra di Bandung.
4) Berdasarkan hasil wawancara (Interview) dari hasil kunjungan lapangan ke beberapa
debitur (end user) pada PT PNM Cabang Denpasar menyalurkan pembiayaan dengan
total sebesar Rp79.500.000,00 kepada 4 debitur yang bukan merupakan usaha mikro dan
kecil dan tujuan penggunaan tidak untuk usaha produktif.
b. PT PNM cabang Bandung memberikan pembiayaan kepada 100 debitur (enduser)
tanpa diketahui tujuan penggunaannya.

36
1) Berdasarkan dokumen kredit yang terdapat pada LKP seperti surat formulir permohonan
kredit/gadai dan Perjanjian Kredit diketahui terdapat sebanyak 5 debitur dari 2 LKP pada
PT PNM Cabang Bandung menerima pemberian pinjaman kredit tidak diketahui tujuan
penggunaannya dengan jumlah sebesar Rp385.664.000,00.
2) Berdasarkan LPJ BPRS Al’Masoem pada PT PNM Cabang Bandung No. 168/BPRS-
PNM-AM/MKT/VIII/05 tanggal 10 Agustus 2005 diketahui terdapat 95 debitur
menerima pemberian pinjaman kredit tidak diketahui tujuan penggunaannya dengan
jumlah sebesar Rp578.235.000,00 atau 23,09% dari total pembiayaan.
c. PT PNM menyalurkan pembiayaan kepada beberapa debitur (end user) tanpa LPJ
yang jelas sehingga diragukan kewajarannya.
1) Berdasarkan LPJ BPRS Al Ma’soem pada PT PNM Cabang Bandung No. 181/BPRS-
PNM-AM/MKT/XI/05 tanggal 14 Nopember 2005 dinyatakan bahwa telah disalurkan
pinjaman kepada UKM sebanyak 209 debitur sebesar Rp1.968.700.000,00. Akan tetapi
nama-nama debitur yang menerima pemberian pinjaman kredit tersebut adalah nama-
nama debitur yang sudah dilaporkan dalam LPJ sebelumnya yaitu LPJ No. 201/BPRS-
PNM-AM/MKT/IX/05 tanggal 13 September 2005 sehingga pembiayaan ke debitur
BPRS Al Ma’soem sebesar Rp1.968.700.000,00 diragukan kewajarannya.
2) PT PNM cabang Medan menyalurkan pembiayaan dana equity kepada 29 debitur KPUM
tanpa disertai kesesuaian antara LPJ pencairan tahap III dengan Surat Perjanjian
Pinjaman antara KPUM dengan debitur sebesar Rp89.000.000.
d. PT PNM cabang Denpasar menyalurkan pembiayaan kepada 5 debitur (end user)
yang bukan usaha kecil.
Berdasarkan hasil wawancara (Interview) dari hasil kunjungan lapangan ke beberapa debitur
(end user) pada PT PNM Cabang Denpasar diketahui bahwa terdapat 5 (lima) debitur yang
memiliki omzet penjualan lebih dari Rp1.000.000.000 sehingga kelima debitur tersebut tidak
sesuai dengan salah satu kriteria Usaha Kecil.
e. PT PNM cabang Bandung memberikan pembiayaan untuk tujuan membiayai
pembiayaan sebelumnya (Take over/refinancing), antara lain:
1) Pembiayaan pada Koperasi Pegawai Telkom (Kopegtel) sebesar Rp3.339.750.000,000
kepada 72 debitur.
2) Pembiayaan pada Koperasi Karyawan (Kopkar) Biofarma sebesar Rp3.626.000.000,00
kepada 138 debitur untuk tujuan konsumtif.
3) Pembiayaan kepada Koppos sebesar Rp10.000.000.000,00 untuk pembiayaan take over
pinjaman anggota Koppos ke BPR Daya Lumbung Asia (DLA) sebesar
Rp7.647.983.744,00 yang akhirnya ternyata digunakan untuk money game.
Dari beberapa permasalahan tersebut diatas maka diketahui bahwa dalam penyaluran
pembiayaan kepada debitur (end user) tidak sesuai dengan maksud dan tujuan perusahaan
sebagaimana tercantum dalam Akte Pendirian PT PNM.
Hal tersebut bertentangan dengan:
a. Akte Pendirian PT PNM tentang maksud dan tujuan perusahaan.
b. Kriteria Usaha Kecil yaitu memiliki hasil penjualan paling banyak Rp1.000.000.000,00 per
tahun.
Kondisi tersebut mengakibatkan pembiayaan PT PNM sebesar Rp22.308.643.000,00
tidak dapat memberikan nilai tambah dan meningkatkan pendapatan usaha mikro dan kecil.
Hal tersebut terjadi disebabkan:
a. PT PNM tidak tegas kepada LKP bahwa pembiayaan tersebut hanya digunakan untuk
Debitur LKP (end user) sebagai pengusaha kecil dan mikro untuk tujuan usaha produktif.
b. PT PNM tidak mengatur pembiayaan untuk takeover/refinancing.
37
Direksi PT PNM mengakui kondisi-kondisi tersebut dan dimasa yang akan datang akan
ditetapkan secara tegas peruntukkannya dan akan dilakukan monitoring.
BPK RI menyarankan agar Direksi PT PNM menegur Lembaga Keuangan Pelaksana
(LKP) yang melanggar ketentuan dan mengatur ketentuan tentang pembiayaan refinancing.
14. Cessie piutang yang dijadikan jaminan oleh lembaga keuangan pelaksana kepada PT
PNM tidak sesuai dengan ketentuan
Untuk memperkecil risiko atas penyaluran dana kepada debitur dan menjamin segenap
pembayaran kembali sampai lunas, maka PT PNM mensyaratkan kepada LKP penerima dana
pembiayaan dalam Perjanjian Kredit untuk menyerahkan jaminan yang diantaranya jaminan
berupa cessie piutang.
Dalam rangka melindungi pembiayaan yang disalurkannya dengan tetap berpedoman
pada prinsip kehati-hatian, PT PNM membuat 2 (dua) Surat Keputusan yaitu
a. SK Direksi No. SK-009/PNM-DIR/III/05 tanggal 4 Maret 2005 tentang Penerapan Rating
dan Credit Line dalam Proses Pengajuan Persetujuan Kredit (Pembiayaan) untuk KSP dan
BMT dan Ketentuan Jaminan yang Terkait dengan Rating.
b. SK Direksi No. 011/PNM-DIR/III/04 tanggal 30 Maret 2004 tentang Kebijakan Jaminan
dalam Proses Pemberian Kredit (Pembiayaan) untuk BPR/S.
Di dalam kedua SK tersebut mengatur ketentuan jaminan yang berbentuk piutang
sebagai berikut :
a. Piutang yang dijadikan sebagai jaminan adalah tagihan kepada nasabah KSP/S, USP/S,
BMT, BPR/S yang belum dijaminkan kepada kreditur lain.
b. Piutang harus dalam kondisi lancar (kolektibilitas 1)
c. Jangka waktu piutang tidak kurang dari jangka waktu pinjaman PT PNM ke KSP/S, USP/S,
BMT, BPR/S.
d. Cessie piutang sebagai jaminan diusahakan untuk didaftarkan (fiducia secara notarial) agar
memperoleh hak preferen dalam mengeksekusinya.
e. Direview secara periodik dan apabila sudah dilunasi harus digantikan dengan piutang lain
yang minimal nilainya sama.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas dokumen piutang LKP yang dijadikan sebagai
jaminan cessie piutang kepada PT PNM secara uji petik diketahui hal-hal sebagai berikut :
a. Terdapat piutang yang dijadikan jaminan sebagai cessie piutang sebagian merupakan
piutang tertunggak dan piutang macet.
1) Jaminan cessie piutang dari KPUM atas pembiayaannya SUP I sebesar Rp6.600.000.000
merupakan piutang macet sebesar Rp4.172.743.350 atau 62,94% dari total piutang yang
dijaminkan.
2) Dalam proses restrukturisasi atas pembiayaan PT PNM kepada Koppos, terdapat
penyerahan jaminan cessie piutang sebesar Rp2.310.419.589 atau 14,19% dari total
piutang atas 168 debitur yang merupakan piutang tertunggak (macet).
b. Jangka waktu cessie piutang yang menjadi jaminan LKP kurang dari jangka waktu
pembiayaan dari PNM ke LKP.
Terdapat piutang LKP yang dijadikan jaminan cessie piutang yang jangka waktunya ( 0 s.d
24 bulan) sebagian besar lebih pendek dibandingkan jangka waktu pembiayaan PT PNM
kepada LKP(36 s.d 48 bulan) pada beberapa pembiayaan di kantor cabang PT PNM.
c. Terdapat piutang yang dijadikan sebagai jaminan cessie piutang berasal dari
pembiayaan PT PNM sebelumnya
Dalam restrukturisasi pembiayaan PT PNM kepada Koperasi PT Pos Indonesia (Koppos),
jaminan yang disyaratkan diantaranya berupa cessie piutang sebesar Rp16.000.000.000,00.

38
Atas dasar tersebut Koppos memberikan cessie piutang sebesar Rp16.279.796.719,00. Akan
tetapi dari jumlah tersebut sebesar Rp9.615.132.578,00 atau 59,07% dari total piutang yang
dijaminkan merupakan piutang yang pembiayaannya berasal dari PT PNM dan sebagian
besar menunggak.
d. PT PNM tidak menganalisa dan mereview cessie piutang secara periodik.
1) PT KPUM pada saat memperoleh pembiayaan SUP I sebesar Rp6.600.000.000,00
berdasarkan Perjanjian Kredit No. 19 tanggal 8 Oktober 2004 memberikan jaminan
berupa cessie piutang kepada PT PNM sebesar Rp6.628.770.150,00. Sampai dengan
akhir pemeriksaan pada PT PNM Cabang Medan tanggal 12 Agustus 2006 atau kurang
lebih 20 bulan, KPUM baru sekali mengevaluasi cessie piutang tersebut yaitu pada
tanggal 31 Mei 2006 dengan nilai cessie piutang menjadi Rp6.645.292.050,00. Akan
tetapi cessie piutang yang dievaluasi tersebut sebagian besar masih merupakan piutang
macet dan jangka waktu angsuran dibawah 12 bulan dengan jumlah sebesar
Rp4.051.031.000,00. Piutang tersebut seharusnya tidak dapat dijaminkan ke PT PNM
sehingga cessie piutang yang sebenarnya dijaminkan kepada PT PNM hanya sebesar
Rp2.548.969.000,00 (Rp6.600.000.000,00 – Rp4.051.031.000,00).
2) Cessie piutang belum direview secara periodik oleh LKP dan dianalisa oleh PT PNM
Cabang Denpasar. Dalam daftar tersebut diketahui tidak ada laporan cessie yang
direview, kecuali BPR Satya Adhi Perdana namun tidak secara periodik.
Hal tersebut bertentangan dengan:
a. SK Direksi No. SK-009/PNM-DIR/III/05 tanggal 4 Maret 2005 tentang Penerapan Rating
dan Credit Line dalam proses pengajuan persetujuan kredit (Pembiayaan) untuk Koperasi
Simpan Pinjam dan Baitul Maal wat Tamwil dan ketentuan jaminan yang terkait dengan
rating.
b. SK No. 011/PNM-DIR/III/04 tanggal 30 Maret 2005 tentang Kebijakan jaminan dalam
proses pemberian kredit (pembiayaan) untuk BPR/S.
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Meningkatnya resiko pembiayaan dengan nilai cessie piutang yang lebih kecil dari pada
pembiayaannya.
b. PT PNM tidak dapat menagih atas jaminan cessie piutang yang macet.
Hal tersebut terjadi disebabkan:
a. PT PNM tidak cermat dalam membuat klausul penyerahan cessie piutang.
b. PT PNM belum memiliki petunjuk teknis untuk menilai jaminan dalam Standar Operasional
Perusahaan (SOP).
Direksi PT PNM mengakui kondisi-kondisi diatas dan selanjutnya akan
memperbaikinya.
BPK RI menyarankan Direksi PT PNM mengatur klausul penyerahan cessie piutang
dan menyempurnakan Sistem Operasi dan Prosedur (SOP) untuk menilai jaminan terutama
tentang pelaksanaan review dan membuat analisa secara periodik atas jaminan cessie piutang.
15. Pembiayaan kepada PNM Baitul Maal Tawmil (BMT) tidak sesuai ketentuan
Selain pembiayaan kepada LKP, PT PNM juga membiayai lembaga keuangan afiliasi
berupa penyertaan modal antara lain yaitu Inkopsyah BMT atau disebut juga dengan PNM
BMT.
Dari pemeriksaan dokumen pembiayaan kepada PNM BMT ditemukan hal-hal sebagai
berikut :
a. Penyertaan PT PNM kepada PNM BMT tidak sesuai ketentuan.

39
Sesuai dengan Surat Persetujuan Prinsip Penyertaan No. 021/PNM/LMS/SP3/III/2002
tanggal 12 Maret 2002 dinyatakan kondisi dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh
Inkopsyah BMT antara lain BMT-BMT anggota Inkopsyah BMT harus menyertakan modal
di PNM BMT minimal sebesar Rp500.000.000. Namun berdasarkan laporan keuangan
tahun 2002, 2003 dan 2004 (audited) diketahui bahwa simpanan pokok anggota masing-
masing sebesar Rp250.000.000, Rp248.000.000 dan Rp284.000.000. Terhadap kondisi
tersebut, PT PNM tidak memberikan surat teguran dan keberatan.
b. Usulan pembiayaan kepada PNM BMT sebesar Rp8.000.000.000,00 tidak berdasarkan
analisa rating, sehingga tidak diketahui credit line dan plafon maksimal yang
diperkenankan.
PT PNM mengeluarkan ketentuan rating berlaku sejak tanggal 4 Maret 2005 dengan SK
Direksi No.SK-009/PNM-DIR/III/05. Usulan proposal pengajuan pembiayaan ketiga
kepada PNM BMT diajukan pada tanggal 18 April 2005 dan tidak mengacu pada ketentuan
yang berlaku.
c. Tingkat NPL PNM BMT tahun 2004 melebihi standar PT PNM, tetapi PT PNM masih
memberikan pembiayaan kepada PNM BMT sebesar Rp8.000.000.000,00.
Dalam Proposal Pengajuan Pembiayaan pada tanggal 18 April 2005 diketahui bahwa jumlah
pembiayaan bermasalah selama tiga tahun terakhir meningkat. Hal tersebut terlihat dari rasio
NPL berturut-turut tahun 2002, 2003 dan 2004 adalah 1,19%, 2,61% dan 20,29%. NPL
PNM BMT tersebut termasuk pembiayaan bermasalah dari pembiayaan PT PNM kepada
anggota PNM BMT, yaitu per Juli 2005 sebesar Rp949.647.584,00 yang sudah menunggak
sejak tahun 2003. Tetapi hal tersebut tidak menjadi catatan oleh Komite Pembiayaan dan
tidak ada langkah penyelamatan terhadap pembiayaan yang bermasalah tersebut.
d. PNM BMT tidak bersedia melakukan take over terhadap pembiayaan bermasalah kepada
anggotanya.
e. Cessie piutang untuk pembiayaan PNM BMT sebesar Rp8.000.000.000,00 memiliki tingkat
SCR 50% atau sebesar Rp4.000.000.000,00.
PT PNM menyetujui fasilitas pembiayaan sebesar Rp8.000.000.000,00 kepada PNM BMT.
Jaminan yang diminta terhadap pembiayaan tersebut berupa cessie piutang Inkopsyah BMT
kepada anggotanya sebesar Rp8.000.000.000,00. Sesuai ketentuan PNM untuk cessie
piutang nilai jaminan maksimum sebesar 50% dari nilai tagihan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pembiayaan kepada PNM BMT sebesar Rp8.000.000.000,00 tidak
dilindungi dengan jaminan yang cukup.
f. Pembayaran angsuran pokok dan bagi hasil tidak sesuai jadwal dan terdapat tunggakan pokok
sebesar Rp1.412.470.632,01 dan tunggakan bagi hasil sebesar Rp72.012.670 per 30 Juni
2006.
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
a. Surat Keputusan Direksi No.SK-009/PNM-DIR/III/05 tanggal 4 Maret 2005 tentang
penerapan rating dan credit line . Penerapan rating terhadap suatuKSP/BMT dapat
dilakukan proses penyaluran dana dan/atau investasi lainnya seperti penyertaan, pemberian
fasilitas channelling, dan kegiatan perusahaan lain yang memerlukan penilaian atas kondisi
KSP/BMT yang akan mendapat fasilitas dana atau dalam rangka kerjsama tertentu.
b, Surat Persetujuan Prinsip Penyertaan No.021/PNM/LMS/SP3/III/2002 tanggal 12 Maret
2002 atas penyertaan sebesar Rp2.000.000.000,00 dengan ketentuan: Koperasi-koperasi
syariah anggota Inkopsyah BMT harus menyertakan modal di PNM BMT minimal sebesar
Rp500.000.000,00.
c. Ketentuan PNM menetapkan bahwa persyaratan nilai NPL untuk Non Bank maksimum
sebesar 12%.
40
d. Ketentuan agunan KSP/BMT menetapkan Nilai jaminan atas jenis agunan yang diserahkan
debitur berupa piutang nilai jaminan maksimum adalah sebesar 50% dari harga tagihan.
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Pembiayaan dari BMT anggota PNM BMT per 30 Juni 2006 macet/bermasalah sebesar
Rp949.647.584,00.
b. PNM BMT menunggak pembayaran per 30 Juni 2006 untuk cicilan pokok sebesar
Rp1.412.470.632,01 dan bagi hasil sebesar Rp72.012.670,00.
Hal tersebut terjadi karena:
a. PT PNM belum membuat SOP yang khusus mengatur pembiayaan kepada afiliasi.
b. AO kantor pusat tidak mematuhi ketentuan jaminan yang terkait dengan rating. .
c. Komite Pembiayaan tidak cermat dan teliti sebelum memberikan persetujuan kredit.
Direksi PT PNM menjelaskan
a. Dasar pertimbangan dilakukannya pengalihan pembiayaan PNM kepada Inkopsyah PNM
BMT adalah efisiensi, efektifitas dan aspek kehati-hatian di awal kerjasama antara PNM
dengan Inkopsyah PNM BMT, maka alokasi dana penyertaan modal diusulkan tidak dalam
bentuk dana baru (fresh money), namun dalam bentuk pengalihan dana dari beberapa
pembiayaan PNM kepada anggota Inkopsyah PNM BMT yang lancar. Hal ini dikarenakan
Inkopsyah PNM BMT, pasca perjanjian penyertaan modal tersebut, masih perlu
mendapatkan bantuan teknis, penataan/pembenahan sumber daya manusia dan
pendampingan intensif dari PNM.
b. Anggota Inkopsyah PNM BMT tidak bisa menyertakan modal di PNM BMT minimal
sebesar Rp500.000.000,00, karena kondisi usaha dan keuangan serta kelayakan anggota
Inkopsyah PNM BMT yang relatif belum semuanya memiliki performance yang sama.
c. Sesuai dengan pedoman rating yang berlaku di intern PNM, bahwa penilaian rating beserta
instrumen di dalamnya yang saat ini tersedia, diperuntukan terlebih dahulu dalam
menganalisa Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang bersifat/berstatus Primer dan
belum tersedia perangkat Rating untuk menganalisis LKMS Sekunder dan atau Afiliasi-
PNM. Pelaksanaan rating tetap dilaksanakan oleh Inkopsyah PNM BMT terhadap Debitur
atau Anggota Inkopsyah PNM BMT yang akan mendapatkan pembiayaan.
d. Kondisi NPL yang tinggi di Inkopsyah PNM BMT lebih disebabkan belum optimalnya
Capacity Building dari PNM kepada Inkopsyah PNM BMT. Dalam rangka meningkatkan
performance dan perbaikan kualitas NPL di Inkopsyah PNM BMT, maka PT PNM
membenahi performance usaha dan keuangan Inkopsyah PNM BMT, selaku bagian dari
jaringan PNM, melalui penambahan pembiayaan dan jasa manajemen serta penugasan Tim
Manajemen PNM di Inkopsyah PNM BMT.
e. Status beberapa account BMT Anggota Inkopsyah PNM BMT yang bermasalah, pada
dasarnya berasal dari penggunaan sumber dana PNM yang berstatus channeling di
Inkopsyah PNM BMT, sehingga PNM tetap memiliki kewajiban dan tanggung jawab atas
account tersebut. Dengan ditanganinya account bermasalah tersebut di PNM, diharapkan
dapat membantu mempercepat perbaikan kinerja Inkopsyah PNM BMT. Namun PNM tetap
mensyaratkan dan mewajibkan kepada pihak Inkopsyah PNM BMT untuk tetap membantu
PNM di dalam penyelesaian account BMT-BMT bermasalah tersebut.
f. Inkopsyah PNM BMT selaku afiliasi PNM, didukung penuh dengan adanya Tim
Manajemen yang full membantu dan memonitor langsung pengelolaan Inkopsyah PNM
BMT. Hal ini merupakan metode pengendalian yang memadai untuk menjaga asset dana PT
PNM yang dikelola oleh Inkopsyah PNM BMT.
g. Terjadinya kesalahan pembayaran kewajiban dari Inkopsyah PNM BMT kepada PNM, lebih
disebabkan keterlambatan penagihan kewajiban kepada Inkopsyah PNM BMT, karena
41
adanya pembenahan organisasi di intern PNM yang mengakibatkan belum definitifnya
pengelola account Inkopsyah PNM BMT di PNM.
h. Khusus yang berkaitan dengan adanya tunggakan angsuran pokok dan bagi hasil dari
Inkopsyah PNM BMT kepada PNM, dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Pada bulan-bulan tertentu yaitu Juli-Agustus-September 2006 merupakan masa-masa
sangat dibutuhkannya dana likuiditas oleh BMT-BMT. Atas kondisi tersebut maka PNM
telah menerima surat permohonan dari Inkopsyah PNM BMT terkait kemungkinan
diterapkannya pola revolving fund atas dana Rp8.000.000.000,00 tersebut, mengingat hal
ini akan sangat berkaitan dengan kemampuan Inkosyah PNM BMT selaku afiliasi PNM
untuk tetap dapat melayani dan memberikan kepercayaan permodalan kepada BMT-
BMT dibulan ktiris tersebut.
2) Adanya kebijakan baru di Unit Usaha Syariah (UUS)-PNM yang memerlukan
penyesuaian di dalam pola perhitungan pembayaran kewajiban bagi hasil dari Inkopsyah
PNM BMT, ditambah adanya implementasi IT system dari PNM di Inkopsyah PNM
BMT yang masih dalam tahap uji coba. Hal ini menimbulkan perbedaan perhitungan
pokok dan bagi hasil antara UUS-PNM dengan Inkopsyah PNM BMT.
3) PNM telah menerima surat dari Inkopsyah PNM BMT tentang action plan yang
committed untuk memenuhi kekurangan pembayaran kewajiban kepada PNM, sesuai
hasil final rekonsiliasi administrasi nantinya.
BPK RI menyarankan Direksi PT PNM
a. Menegur komite pembiayaan dan meminta pertanggungjawaban atas pembiayaan Inkopsyah
PNM BMT tersebut.
b. Menyempurnakan Standar Operasional Perusahaan (SOP) tentang pembiayaan kepada
afiliasi.
c. Meminta pengurus Inkopsyah PNM BMT untuk mengangsur tunggakan pokok dan bagi
hasil.
d. Segera menetapkan pengelola account Inkopsyah PNM BMT dalam organisasi intern PT
PNM.
16. Pemberian fasilitas pembiayaan SUP Syariah dari PT PNM kepada koperasi dan BPRS
belum memenuhi ketentuan pembiayaan syariah
Selama tahun 2004 sampai dengan semester I 2006, PT PNM telah memberikan
pembiayaan syariah dari dana yang bersumber dari SUP sebesar Rp12.650.000.000 kepada 13
LKP baik yang berbentuk BPRS, Koperasi syariah maupun BMT. Berdasarkan hasil
pemeriksaan dokumen diketahui
a. Fasilitas SUP Madani ke BPRS/LKM Non Bank dalam perjanjian pembiayaannya tidak
menyebutkan akad syariah yang digunakan. Hal ini tidak sesuai dengan Juklak operasional
bidang syariah. Tidak jelasnya akad pembiayaan yang diberikan kepada BPRS/LKMS dapat
menimbulkan bercampurnya antara yang syariah dengan konvensional.
b. Pengenaan margin atas pembiayaan SUP kepada BPRS/LKMS belum sesuai dengan
ketentuan. Dalam manual produk dinyatakan bahwa untuk LKM Non Bank Syariah dan
BPR Syariah nisbah/margin dihitung berdasarkan proyeksi cashflow, dengan yield mengacu
kepada tingkat suku bunga LKM Non Bank/BPR konvensional. Nisbah tidak berubah
selama masa pembiayaan. (dengan memperhitungkan fluktuasi tingkat SBI). Namun dalam
pelaksanaannya margin ditentukan berdasarkan margin SBI 3 bulan + 4% p.a efektif tahun
pertama dan selanjutnya ditinjau setiap tahun.
Dalam perjanjian pembiayaan terdapat persyaratan ‘tingkat margin dari BPRS/LKMS
kepada UMK setinggi-tingginya sebesar margin PNM kepada BPR ditambah margin setara

42
dengan 9% pa. efektif. Manual produk SUP Madani baik untuk BPR/S maupun LKM Non
Bank tiadak mengatur pengenaan margin ke end user untuk pembiayaan syariah. Persyaratan
yang ada akhirnya dipakai juga untuk pembiayaan syariah, yaitu maksimal 9% dari margin
PNM ke BPRS/LKMS.
Dari hasil pemeriksaan terhadap LPJ di dokumen kredit, penyaluran kepada enduser
usaha mikro dan kecil diketahui dari 33 (tiga puluh tiga) nasabah yang dibiayai, 4 (empat)
nasabah dikenakan margin lebih tinggi dari ketentuan, yaitu antara 13,2% - 14,4% p.a flat atau
setara 25% - 28% p.a sliding seharusnya maksimal 10,69% pa flat atau setara 20,26% p.a.
sliding.
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
a. Perjanjian pinjaman antara Pemerintah RI dengan PT PNM dalam rangka pendanaan kredit
usaha mikro dan kecil No.KP-018/DP3/2004 tanggal 14 Mei 2004.
b. Fatwa DSN MUI tentang akad syariah tahun 2000 dan 2001.
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Tujuan PT PNM dalam pembiayaan syariah tidak tercapai.
b. Batalnya perjanjian pembiayaan SUP kepada BPRS/LKMS karena tidak memenuhi
ketentuan pembiayaan syariah.
c. Tidak memberikan pemahaman/pendidikan pembiayaaan syariah yang benar
Hal tersebut terjadi karena:
a. Direksi PT PNM tidak meminta persetujuan kepada DPS PT PNM atas manual produk SUP
2004.
b, Direksi PT PNM belum menyiapkan perangkat lunak untuk pembiayaan syariah di PT PNM.
Direksi PT PNM menjelaskan
a. Pembiayaan SUP dengan pola syariah akan dimintakan persetujuannya kepada Dewan
Pengawas Syariah PNM. Apabila tidak disetujui Dewan Pengawas Syariah akan dilakukan
refinancing..
b. Berdasarkan konfirmasi PT PNM cabang Bandung, manajemen BPRS akan melakukan
mukasah atau diskon pada akhir periode, mengingat dalam akad syariah murobahah
menyatakan margin tidak berubah selama jangka waktu pembiayaan
BPK RI menyarankan agar Direksi PT PNM
a. Meminta persetujuan Dewan Pengawas Syariah atas manual produk SUP 2004 dengan pola
syariah dan menyempurnakan SOP atas pembiayaan syariah.
b. Memonitor BPRS yang akan melakukan mukasah atau diskon pada akhir periode.
17. Pembiayaan kepada Kopkar Manunggal Karsa dan BPR Blubur Limbangan tidak
memiliki jaminan yang cukup
Untuk dapat memberikan keyakinan atas kemampuan debitur dalam mengembalikan
hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan diperlukan jaminan yang memadai. Jaminan
tersebut terbagi atas dua macam yaitu jaminan utama dan jaminan tambahan. Yang bisa
dijadikan sebagai jaminan utama adalah usaha dari nasabah yang bersangkutan. Sedangkan
jaminan tambahan berupa agunan dalam bentuk material, surat berharga, garansi resiko yang
disediakan debitur untuk menanggung pembayaran kembali atas pembiayaan yang telah
diterimanya.
Dari hasil pemeriksaan terhadap jaminan atas fasilitas pembiayaan diketahui hal-hal
sebagai berikut:
a. Pembiayaan PMK I dan II masing-masing sebesar Rp1.000.000.000 kepada Koperasi
Karyawan Manunggal Karsa memberikan jaminan hanya berupa surat pernyataan, surat
kuasa dengan nilai likuiadsi Rp0. Sesuai dengan ketentuan di PT PNM , Kopkar Manunggal
Karsa harus menyerahkan agunan yang salah satunya berupa fixed asset. Fasilitas
43
pembiayaan PMK kepada Koperasi Karyawan Manunggal Karsa. Dengan demikian jaminan
yang diberikan oleh Kopkar Manunggal Karsa tidak sesuai dengan kebijakan jaminan yang
berlaku di PT PNM.
b. Fasilitas pembiayaan PMK kepada BPR Balubur Limbangan
Dari Memorandum Komite Pembiayaan Induk a.n. kelompok BPR/LPK/PK sekabupaten
Garut tanggal 30 Juni 2004 kepada 16 LKP dengan total pembiayaan Rp4.000.000.000.
Jaminan yang diberikan berupa cessie piutang sebesar Rp6.600.000.000. Aksep jaminan
kelancaran pengembalian pembiayaan kepada PNM sampai dengan fasilitas pembiayaan
berakhir dari Bupati Garut selaku pemilik PD BPR & PD PK Kabupaten Garut. Dari
pemeriksaan secara uji petik, BPR Balububangan termasuk dalamkategori V dengan tier 4
dan NPL>5%. Untuk BPR yang tier 5 minimal juga termasuk kategori V, untuk itu terhadap
pembiayaan induk tersebut seharusnya ditambahkan jaminan sesuai dengan ketentuan yaitu
SCR minimum 100%, dimana agunan tersebut harus dalam bentuk fixed asset.
Hal tersebut bertentangan dengan:
a. Surat Keputusan Direksi No.SK-009/PNM-DIR/III/05 tanggal 4 Maret 2005 tentang
penerapan rating dan credit line dan ketentuan jaminan yang terkait dengan rating, yang
menyatakan bahwa untuk Kategori III, Agunan yang harus diserahkan oleh KSP/BMT pada
kategori ini adalah :
1) Personal Guarantee dari Pengurus;
2) Corporate Guarantee, apabila LKM merupakan USP dari Koperasi Pegawai;
3) Agunan dengan SCR minimum 80%, dimana agunan tersebut harus ada yang berupa
jaminan fixed asset.
b. SK Direksi No. SK-011/PNM-DIR/III/04 tanggal 30 Maret 2004 tentang kebijakan jaminan
dalam proses pemberian kredit (pembiayaan) untuk BPR/S dalam Bab III pasal 7 tentang
Kategori Jaminan. Untuk tier 4 dan tier 5 meliputi kategori IV, V dan VI.
1) Untuk Kategori IV, jaminan berupa :
a) Personal Garansi dari pengurus dan pemegang saham
b) Agunan dengan SCR minimum 60%, diperbolehkan dalam bentuk cessie
2) Untuk Kategori V, jaminan berupa :
a) Personal Garansi dari pengurus dan pemegang saham
b) Agunan dengan SCR minimum 80%, dimana agunan tersebut dikombinasikan dengan
jaminan fixed asset.
3) Untuk Kategori VI, jaminan berupa :
a) Personal Garansi dari pengurus dan pemegang saham
b) Agunan dengan SCR minimum 100%, dimana agunan tersebut harus dalam bentuk
fixed asset.
Kondisi tersebut mengakibatkan PT PNM menanggung potensi kerugian apabila kedua
pembiayaan tersebut macet.
Hal tersebut terjadi karena:
a. PT PNM Cabang Bandung mengabaikan catatan dari Reviewer dan Komite Pembiayaan
untuk memintakan jaminan berupa cessie.
b. PT PNM Cabang Bandung tidak tegas memintakan jaminan tambahan berupa fixed asset.
Direksi PT PNM menjelaskan
a. Memorandum Review Pembiayaan (MRP) merupakan referensi, bukan merupakan keputusan
Komite.
b. Agunan berupa fixed asset pada PD BPR Garut sesuai UU Pemerintahan Daerah bahwa asset
milik Pemda tidak dapt dijaminkan. Terhadap penyimpangan tersebut sudah melalui
persetujuan seluruh Komite Pembiayaan.
44
BPK RI menyarankan untuk masa yang akan datang Direksi PT PNM lebih tegas
untuk meminta jaminan dalam proses pembiayaan khususnya untuk Perusahaan Daerah (PD),
dan segera meminta jaminan tambahan fixed asset kepada Kopkar Manunggal Karsa.
18. Terdapat tunggakan pokok sebesar Rp8.824.681.967 dan tunggakan margin sebesar
Rp5.298.910.291 atas fasilitas pembiayaan kepada Koperasi Pasar Muka Amanah
Salah satu kegiatan PT PNM adalah memberikan pembiayaan kepada UMK melalui
lembaga keuangan seperti BPR/S, BMT maupun koperasi. Salah satu pembiayaan yang
diberikan melalui divisi Lembaga Keuangan Mikro dan Syariah (LKMS) PT PNM (sekarang
PJM) adalah pembiayaan kepada Koperasi Pasar Muka Amanah (KPMA) Cianjur.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen pembiayaan pada KPMA diketahui hal-hal
sebagai berikut :
a. PT PNM memberikan pembiayaan equity dengan pola executing kepada KPMA sebesar
Rp10.000.000.000,00 yang dituangkan dalam Akta no. 78 tanggal 15 Desember 2000
tentang Akad Mudharabah Muqayyadah antara PT PNM dengan KPMA dengan jangka
waktu 12 bulan. Pemberian fasilitas pembiayaan kepada KPMA hanya bersifat sementara
(bridging) karena PT PNM optimis pembiayaan tersebut akan diambil alih oleh pembiayaan
Kredit Program (KP), sedangkan kepastian beralihnya pembiayaan ke KP hanya sebatas
pencadangan dana pada KP.
b. PT PNM tidak menganalisa kemampuan membayar KPMA atas pinjaman tersebut apabila
anggota KPMA menunggak karena asset KPMA per 31 Desember 1999 hanya sebesar
Rp184.050.136,00.
c. Pencairan pembiayaan dilakukan sebelum dipenuhinya syarat-syarat pencairan, yaitu antara
lain:
1) Belum ditandatangani surat kuasa dari pedagang yang menerima pembiayaan untuk
pembelian kios Pasar Muka Amanah sebanyak 140.
2) Tidak melampirkan hasil audit independen terhadap keuangan proyek Pasar Muka
Amanah.
d. Pembiayaan tersebut telah macet sejak pembiayaan jatuh tempo yaitu tanggal 18 Desember
2001. Kemudian PT PNM merestrukturisasi pembiayaan macet tersebut. Hasil
restrukturisasi tidak sesuai rencana dan pembiayaan tetap macet. PT PNM mengeksekusi
jaminan berupa kios-kios pasar untuk melunasi pembiayaan KPMA.
e. Sampai dengan 31 Agustus 2006 jumlah piutang pokok dan margin masing-masing sebesar
Rp8.824.681.967,00 dan Rp5.298.910.291,00 atau seluruhnya sebesar Rp14.123.592.258.
Dalam Retaksasi No.01/Taks/MPO/IV/06 tanggal 5 April 2006 untuk menilai jaminan atas
pembiayaan kepada KPMA diketahui bahwa nilai pasar jaminan sebanyak 916 unit sebesar
Rp19.033.650.000,00 sedangkan nilai likuidasinya sebesar Rp13.323.555.000,00. Apabila
dibandingkan dengan total piutang per Agustus 2006 sebesar Rp14.123.592.258,00 dengan
nilai likuidasi jaminan sebesar Rp13.323.555.000,00 maka PT PNM berpotensi menderita
kerugian Rp800.037.258,00.
Hal tersebut tidak sesuai ketentuan atau peraturan:
a. Pemberian pembiayaan harus memperhatikan prinsip kehati-hatian
b. Pembiayaan equity diberikan untuk jangka pendek, sehingga banyak UMK yang menerima
pembiayaan.
Kondisi tersebut mengakibatkan PT PNM berpotensi mengalami kerugian
Rp800.037.258,00.
Hal tersebut terjadi karena PT PNM tidak memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam
pembiayaan kepada KPMA.
Direksi PT PNM menjelaskan
45
a. Bridging diberikan pada saat itu karena PT PNM melihat adanya peluang yang baik dan
menguntungkan untuk LKMS dalam jangka pendek. Selain itu bridging dilakukan karena
adanya asumsi pembiayaan ini akan diambil alih oleh Bank pelaksana dengan skim KKPA
yang ada di Divisi Kredit Program.
b. Proses bridging ini untuk sementara dilakukan dengan pola executing, dimana KPMA
didudukkan sebagai executif agent. Apabila Bank Pelaksana telah ada, maka fungsi
executing agent ini beralih ke Bank Pelaksana.
c. Kronologis kejadian pembelian dan kondisi kios KPMA memang demikian, dimana pada
awalnya pedagang membeli kios untuk dijual kembali (tidak ditempati sendiri) dan banyak
sekali bermunculan pedagang kaki lima yang menutupi jalan lahan parkir sehingga pembeli
malas untuk masuk ke area pasar. Oleh karena itu kondisi pasar menjadi sepi dan akhirnya
banyak pedagang yang menutup kiosnya.
d. Konflik intern tersebut yang menghambat terjadinya pengalihan pembiayaan menjadi skim
KKPA kepada Bank Pelaksana, sehingga PT PNM yang menanggung resikonya.
e. Surat kuasa dari pedagang yang ada memang tidak sesuai dengan jumlah pemohon seperti
pada daftar nominatif.
f. Diakui SP3 perpanjangan jangka waktu yang ketiga tidak ditandatangani oleh pengurus
KPMA. Hal ini dikarenakan pendapat dari pengurus saat ini (pengurus baru) bahwa masalah
KPMA merupakan tanggung jawab pengurus lama. Akan tetapi bagi PT PNM bahwa
dengan tidak ditandatanganinya SP3 tersebut, tidak berarti hutang KPMA menjadi berakhir.
Selain itu PT PNM tetap melakukan upaya-upaya antara lain penempatan personil PT PNM
sebagai kolektor di lokasi untuk menagih langsung kepada pedagang, melakukan
eksekusi/penjualan jaminan kios, menyewakan kios yang kosong dan bekerjasama dengan
Pemda dan PT GWR dalam rangka menghidupkan kembali pasar.
g. Saat ini sedang diupayakan untuk dilakukan pengikatan secara langsung kepada para
pedagang, dalam rangka restrukturisasi dengan jangka waktu yang disesuaikan dengan
kemampuan membayar masing-masing debitur, termasuk tentang tenor kredit.
h. Keterlambatan pembayaran yang dilakukan oleh pedagang bukan suatu kesengajaan, namun
dikarenakan suatu keadaan usaha yang sepi/tidak ada. Menurut sistem bagi hasil, terhadap
kondisi tersebut, maka denda diperbolehkan untuk tidak dipungut.
i. Memang telah dilakukan pengalihan account dari bagian regional I kepada bagian
Manajemen Resiko dan Remidial (MRR) berdasarkan memorandum No. M-207/PNM/Reg-
I/IV/06 tanggal 24 April 2006 dengan baki debet per 31 Maret 2006 sebesar
Rp8.989.575.867 MRR telah melanjutkan program-program yang telah diinisiasi oleh
regional I dan ditambah dengan beberapa alternatif program lainnya, misalnya penjualan
dengan discount secara bertahap, menyewakan kios yang kosong, bekerja sama dengan
Pemda setempat membersihkan wilayah pasar dari pedagang di tepi pasar, dan telah
dilakukan pendekatan secara persuasif kepada para pedagang yang selama ini tidak
membayar kewajibannya. Hasil tersebut dapat dilihat dari posisi baki debet per 30
September 2006 menjadi sebesar Rp8.824.681.967.
j. Proses penyelamatan atas pembiayaan bermasalah ini masih sedang berjalan dan terus
diupayakan secara maksimal. Oleh karena itu belum dapat dikatakan bahwa PT PNM telah
mengalami kerugian selisih nilai likuidasi dengan total piutang sebesar Rp800.037.258.
Selain itu, proses penyelamatan ini antara lain diupayakan dengan menjual kios dengan
harga 135% di atas harga jual perdana tahun 1999, berarti saat ini belum dapat dikatakan
pembiayaan ini mengalami kerugian.
BPK RI menyarankan :

46
a. Direksi PT PNM menegur dan meminta pertanggungjawaban dari komite pembiayaan atas
pemberian pembiayaan kepada Koppas Muka Amanah
b. Direksi PT PNM terus mengupayakan eksekusi jaminan yang ada berupa kios-kios pasar
dengan cara menjualnya.
D. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK-RI
Pemeriksaan atas tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK-RI pada PT PNM semester I Tahun
Anggaran 2001 dimaksudkan untuk mengetahui apakah perusahaan telah melakukan tindak lanjut
secara nyata atas saran-saran BPK-RI.
Berdasarkan Hasil Pemeriksaan BPK-RI atas temuan yang perlu ditindaklanjuti pada
PT PNM terdapat 2 temuan. Perkembangan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK-RI tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Penyaluran dana kepada 6 debitur belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan dan pembayaran
angsuran tertunggak sehingga diragukan pengembaliannya.
BPK-RI menyarankan agar Direksi PT PNM menyusun pedoman penyaluran kredit, saat ini PT
PNM telah memiliki pedoman tersebut dan telah mendapat sertifikat ISO 9002 dan 2000.
Terhadap temuan tersebut, Direksi PT PNM telah menyerahkan kelima debitur ke Kantor
Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN). Sedangkan satu debitur yaitu Koperasi Mitra
Cai Hegar Manah dalam proses eksekusi jaminan
2. Pengambilan saham PT Syarikat Takaful Indonesia dari Yanatera Bulog tidak efektif.
Sesuai saran BPK-RI Direksi PT PNM telah mengambil usaha-usaha sebagai berikut:
a. PT PNM sudah melakukan evaluasi atas penyertaan pada STI melalui jasa independen, yaitu
SEBI Consulting, dengan opini “Terdapat potensi yang menguntungkan untuk membangun
hubungan strategis dan sinergis yang dapat dilakukan antara PNM dan STI, khususnya
dalam pengembangan probuk dan investasi.”
b. Telah ditandatangani Nota Kesepahaman Bersama antara PNM dan STI tentang
Pemanfaatan Usaha, no. 016/MOU/PNM/VI/03 tanggal 17 Juni 2003. Inti dari MOU ini
adalah sinergi usaha antara PNM dan STI dalam berbagai produk pengembangan UMKMK.
c. STI sudah memperoleh persetujuan dari Departemen Keuangan RI Direktorat Jendral
Lembaga Keuangan , untuk memasarkan produk Takaful Kredit, sesuai dengan surat no.
S.1007/LK/2005 tanggal 24 Maret 2005. Produk tersebut merupakan produk penjaminan
kredit UMKMK.
d. PNM telah menerapkan asuransi kredit tersebut kepada BPRS Afiliasi, yaitu BPRS Al
Ma’soem sesuai dengan surat no. 237/BS-PNM-AM/Legal/VIII/06 tanggal 30 Agustus
2006, dimana seluruh debitur BPRS Al Ma’some sudah disertakan asuransi jiwa STI. Selain
itu PT PNM juga menerapkan asuransi kredit pada BPRS PNM Mentari sesuai surat No.
190/SRT-PNM/SM/VIII/06 tanggal 30 Agustus 2006.
e. PT PNM telah menandatangani kerjasama dengan STI untuk penempatan dana STI pada
BPRS Afiliasi PNM yang ditandatangani pada tanggal 12 Juni 2006.
Berdasarkan pemeriksaan atas temuan BPK RI yang perlu ditindaklanjuti, temuan no 1
dan 2 masih perlu dipantau.
BPK-RI menyarankan agar Direksi PT PNM terus meningkatkan upaya penyelesaian
tindak lanjut atas hasil temuan tersebut.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN


REPUBLIK INDONSEIA

47

You might also like