You are on page 1of 6

TUGAS MANDIRI IMPLEMENTASI PANCASILA DI ERA SETELAH REFORMASI

Mata Kuliah : Pendidikan Pancasilan dan Kewarganegaraan

Disusun oleh : ANGGRA SATRIA SITINDAON NPM : 120710047

PROGRAM ILMU HUKUM UNIVERSITAS PUTERA BATAM 2012

Pancasila kini sudah jarang disebut dalam wacana politik, begitu keluhan berbagai kalangan. Meski Pembukaan UUD 1945 dimana rumusan Pancasila tetap dipertahankan, realitas politik dan ekonomi Indonesia kini sudah menyimpang dari Pancasila atau UUD 1945. Sistem politik kita, sistem demokrasi kita, sistem ekonomi kita, sudah tidak lagi berdasar cita-cita buat apa negara ini didirikan. Benarkah sinyalemen ini? Sistem berbangsa dan bernegara kita telah mengalami perubahan mendasar. Secara filosofis, memang mengesankan ada pergeseran. Hal ini tampak dari realitas kehidupan sistem politik, demokrasi, dan ekonomi yang berjalan kenyataan, semua itu masih dalam tahapan transisi. Transisi demokrasi ke arah bentuknya yang mantap. Pertanyaannya, dalam rangka apakah perubahan Pancasila itu masih mengacu Di pada era Pancasila? Bahwa transisi demokrasi yang sedang kita jalani adalah memantapkan atau sebaliknya? globalisasi, masih relevankah pancasila bagi masa depan bangsa? Tidak berlebih, sekaranglah saat yang tepat untuk mengangkat. Setidaknya ada pergeseran ke arah sistem demokrasi langsung, ekonomi pasar dengan falsafah individualismenya. Hal ini terlepas dari wacana itu ketika kita sedang berada di masa transisi. Pancasila adalah sebuah falsafah atau konstitusi yang sarat dengan kebersamaan atau kegotongroyongan. Jika kita sepakat bahwa Pancasila atau UUD 1945 mendekati prinsip-prinsip yang dirumuskan sebagai The European Dream, alangkah jauhnya pandangan the founding fathers kita merumuskan falsafah dan dasar negara itu sehingga (sebenarnya) masih amat relevan di era globalisasi. Sudah tentu, kemiripan itu hanya sebagai komplemen "duniawi" terhadap cita-cita buat apa negara ini didirikan. Sebab, di dalam Pancasila, ada aspek uchrowi yang hendak dicapai, sebagaimana terkandung dalam Sila Pertama Pancasila. Karena itu, ada yang menamakan, ideologi Pancasila itu adalah "sosialisme religius". Kekeliruan kita selama ini, kita belum mampu mengimplementasikan kaidah-kaidah kebersamaan, khususnya dalam bidang kesejahteraan dan perekonomian, sebagaimana termaktub dalam Pasal 33 dan 34 UUD 1

1945. Bahkan, yang tampak adalah kaidah-kaidah individualisme. Di sinilah perlunya kita melakukan "revitalisasi" dan menerjemahkan Pancasila sesuai kebersamaan, termasuk Pasal 33 dan 34 UUD 1945, dalam mewujudkan kesejahteraan dan perekonomian rakyat dan melaksanakannya dengan konsisten. Pancasila adalah kesepakatan para pendiri bangsa Indonesia dari segala suku agama dan golongan dari sabang sampai merauke. Pancasila juga alat untuk keamanan dan kemakmuran bersama untuk masyarakat Indonesia hanya saja implementainya belum bisa dilaksanakan sebaik baiknya karena keadilan dan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia belum juga terwujud sampai saat ini. Pancasila juiga merupakan kepribadian seluruh rakyat Indonesia hanya saja nilainilai luhur itu sudah sangat pudar terkikis oleh perilaku yang hanya mementingkan aspek ekonomi dan gaya hidup yang buruk. Pancasila jarang terdengar Setelah di era lalu selalu diucapkan oleh siapa pun seakan mantra sakti, kini cenderung melupakan Pancasila dalam pidato-pidato resmi. Mereka seolah ingin melepaskan diri dari stigma masa lalu. Hal ini ditenggarai sebagai peringatan dini, bahwa pancasila mulai tererosi dari jiwa bangsa. Kita telah salah kaprah dalam menerapkan ajaran dan justru menyerang di medan damai. Kemana nilai bangsa kita sebagai bangsa yang toleran dan bangsa yang ramah? Semua hilang ditelan bumi, yang tersisa adalah penderitaan. Parameter perubahan menjadi sangat banyak dan sensitif pada perubahan yang lain, sementara lingkupan luas dan masing-masing perubahan sulit diperkirakan. Para pakar ekonomi dunia meramal Indonesia bakal menjadi lima besar ekonomi dunia, dengan catatan menggunakan energi nuklir. Sementara itu, banyak masalah yang mendera bangsa ini, dimana keterpurukan ekonomi akibat melonjaknya minyak dunia. Namun bangsa yang besar adalah bangsa yang tahan uji, kuat dalam cobaan dan selalu melakukan terobosan guna terbebas dari penderitaan. Kita harus menembus segala rintangan sebagaimana dahulu

kita dapat merebut kemerdekaan dari penjajah. Tak ada yang sulit jika ada kemauan, katanya. Salah satu masalah krusial, lanjutnya, bagaimana agar sektor riil dapat berputar cepat. Perlu disadari bahwa ketakutan pemerintah daerah di era otonomi sekarang adalah banyaknya kasus korupsi APBD. Pemda sekarang lebih senang menyimpan anggarannya di Serfitikat Bank Indonesia (SBI), sehingga sektor riil tidak bergerak. Ketakutan ini sebagai ekses dari setiap penyalahgunaan anggaran yang selalu dikenai sanksi pidana. Lantas kemana Hukum Administrasi? Jika memang mereka melanggar administrasi maka sanksinya adalah sanksi administrasi, bukan selalu dipidana atau dipenjarakan. setiap warga negara berhak ikut proses revitalisasi Pancasila, karena negara yang kokoh terintegrasi adalah yang tidak ada benturan ideologi, tidak ada separatisme yang mengancam, kuat kohesi sosialnya, friksifriksi sosial diselesaikan dengan damai dan santun kemudian dinamika konvergensi sentripetalterus berkembang. Keberhasilan Pancasila sebagai ideologi, diukur dari terwujudnya kemajuan yang pesat, kesejahteraan yang tinggi dan persatuan yang mantap dari seluruhrakyat Indonesia. Satu lagi contoh Implementasi Pancasila mengalami degrasi dengan semakin maraknya tindak korupsi yang dilakukan. Inilah yang membuat masyarakat jenuh dengan doktrin Pancasila sehingga pasca-Reformasi, popularitas Pancasila semakin memudar. Saat ini, terjadi degradasi yang sangat signifikan terhadap Pancasila karena masyarakat tidak bisa menemukan dan bahkan kembali mempertanyakan manfaat dasar dari nilai tersebut. Kondisi Bangsa Indonesia saat ini ialah lemahnya nasionalisme; lemahnya SDM (sumber daya manusia); lunturnya disiplin; Pancasila teralineasi atau terasingkan; demokrasi cenderung menjadi tujuan; ambiguitas atau kedwiartian dalam pengaturan ekonomi yang menyimpang dari kepentingan nasional, moral dan budaya bangsa yang sedang sakit; postur kekuatan hankam yang memprihatinkan; hujatan 3

terhadap

TNI

sebagai

bagian

dari

Orde

Baru,

dll.

Sebuah kenyataan yang memilukan ketika terdapat pemboman dan gerakan separatis di negeri ini. Pancasila sebagai falsafah negara ternyata tidak mampu menjadi sebuah jawaban dari penyelesaian permasalahan yang dibutuhkan. Pancasila tidak lagi berada di dada burung garuda yang gagah, melainkan burung merpati yang lemah. Pancasila kini menjadi bagian sejarah pelengkap hadirnya bangsa Indonesia, tidak lebih. Masyarakat dan negara tidak leagi mencoba untuk mengangkat Pancasila sebagai sebuah landasan negara dalam menyelesaikan persoalan bangsa. Mereka disibukkan pada permasalahan kontemporer dan mencoba mencari jawaban atas permasalahan namun tidak mencari dasar permasalahan. Sangat disayangkan bila Pancasila yang menjadi akar berdirinya bangsa Indonesia hanya menjadi penghias dalam buku dan legal formal dalam kurikulum pendidikan. Benar kiranya bahwa sejarah selalu diukir dan ditafsirkan oleh pemenang. Sejarah bukan milik mereka yang kalah. Dan sejak era reformasi, Pancasila menjadi bagian dari sejarah mereka yang kalah. Berbicara Pancasila seakan berbicara tirani orde baru yang menghantarkan bangsa ini pada keterpurukan yang berkepanjangan. Seluruh persoalan bangsa ini sekan diawali oleh Pancasila yang diimplementasikan dan ditanamkan melalui P4 serta kurikulum pendidikan ala orde baru. Berbicara Pancasila menjadi semakin tabu di era pasca reformasi. Karena itu, bangsa Indonesia harus berani melakukan reideologisasi terhadap Pancasila. Artinya, kalau rezim Orde Baru telah mendegradasi nilai-nilai fundamental Pancasila melalui idealisasi sekaligus memperlakukannya sebagai agama politik, kiranya saat ini Pancasila harus diposisikan kembali pada fungsinya sebagai ideologi perekat bangsa. Menjadi sebuah ideologi modus vivendi bagi keberagaman primordialisme masyarakat dan kemajemukan sistem pemikiran anak bangsa.

jika era ini diabstraksikan sebagai era ilmu pengetahuan dan teknologi, yang berarti secara substantif dan ekspansif iptek mampu mengubah gaya hidup manusia, maka sejalan dengan perkembangan masyarakat ia akan mengalami proses transformasi budaya dari tradisional ke modern. Dari mitos ke logos, dari nasional ke trannasional, lalu ke global mondial. Pada titik tertentu, manusia Indonesia dapat terombang-ambing, bahkan kehilangan jati diri, jika tidak memiliki pedoman hidup bernegara. Sehubungan dengan itu, dibutuhkan Pancasila sebagai ideologi yang telah mengaktualisasikan diri dengan cara mengintegrasikan normanorma dasar, teori ilmiah, dan fakta objektif (Kuntowibisono, 1993), sehingga memungkinkan berlangsung proses interpretasi dan reintepretasi secara kritis dan jujur. Tingkat akhir akan menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang dinamis, akomodatif, dan antisipatif terhadap kecenderungan zaman.

You might also like