You are on page 1of 11

DELTA

disarikan dari JP Battacharya dan RG Walker. 1992. Deltas. Dalam: RG Walker dan NP James (ed.) Facies Models: Response to Sea Level Change. Geological Association of Canada. Hlm 157-177.

PENDAHULUAN Delta adalah suatu bagian pesisir yang menonjol ke arah laut atau danau dan terbentuk pada tempat dimana sungai bermuara. Delta dipengaruhi oleh proses-proses fluvial dan proses-proses bahari. Pada lingkungan delta terdapat sejumlah sublingkungan pengendapan. Hal ini pada gilirannya menyebabkan timbulnya kesukaran, bahkan ketidakmungkinan, untuk menafsirkan endapan delta berdasarkan satu penampang singkapan atau satu alur core. Untuk menafsirkan endapan delta diperlukan suatu gambar terpulihkan yang mencakup suatu bagian dari sistem ini. Delta purba memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena biasanya berasosiasi dengan sumberdaya migas dan batubara. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila delta banyak dipelajari orang dan model-model fasies delta dapat dipandang telah mapan. Informasi-informasi umum mengenai delta dapat diperoleh dari sejumlah tulisan yang terbit dalam dua dasawarsa terakhir ini seperti karya Colella dan Prior (1990), Whateley dan Pickering (1989), Elliott (1986), Miall (1984), Coleman dan Prior (1982), serta Broussard (1975). LATAR BELAKANG SEJARAH Konsep delta telah muncul sejak Herodotus (kira-kira 400 SM) melihat bahwa dataran aluvial yang ada di muara Sungai Nil memiliki bentuk seperti huruf delta (D) dari abjad Yunani (gambar 1). Pemelajaran delta purba pertama kali dilakukan oleh Gilbert (1885), yaitu terhadap delta Plistosen yang ditemukan di Danau Bonneville, Utah. Barrell (1912) memperluas gagasan Gilbert berdasarkan hasil penelitiannya terhadap Delta Catskill (Appalachia) yang berumur Devon. Dia juga merupakan orang yang pertama-tama mengajukan definisi delta sbb: "Delta adalah sebuah endapan yang sebagain terletak di permukaan bumi dan dibentuk oleh sungai sewaktu memasuki massa air yang permanen. Bagian luar dan bagian bawah dari delta terbentuk di bawah muka air, sedangkan bagian atas dan dalamnya terletak di atas muka air. Dengan demikian, delta tersusun oleh kombinasi dari sedimen darat dan sedimen bahari atau ... sedimen danau. Modus sedimentasi inilah yang membedakan delta dari endapan-endapan yang lain" (Barrell, 1912, hlm. 381). Dari kutipan di atas terlihat bagaimana Barrell menganggap bahwa adanya asosiasi dengan fasies non-bahari merupakan salah satu aspek penting dalam mengenal endapan delta purba. Pemahaman kita mengenai delta masa kini berkembang dengan pesat selama empat dasawarsa terakhir. Pemelajaran terhadap delta masa kini dimulai pada tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an (Shepard dkk, 1960). Scruton (1960) menyatakan bahwa khuluk delta pada dasarnya bersifat mendaur serta terdiri dari fasa konstruktif (berupa progradasi) yang biasanya kemudian disusul oleh fasa destruktif (berupa retrogradasi). Dia melukiskan suatu lintap endapan delta yang menunjukkan gejala pengkasaran dan peningkatan kadar pasir ke bagian atas. Gejala seperti itu terbentuk akibat migrasi lingkungan-lingkungan pengendapan delta ke arah laut. Meskipun Gulf Coast , mulai dari Florida hingga Texas, terus berperan sebagai daerah utama untuk penelitian delta masa kini dan delta purba, namun pemelajaran terhadap endapan delta telah meluas hingga dilakukan pada hampir setiap belahan dunia. Coleman dan Wright (1975) mencoba mengkompilasikan data-data penelitian terhadap 34 buah delta yang ada di dunia, kemudian mengajukan penggolongan delta berdasarkan pola penyebaran pasir yang ada didalamnya (gambar 2). Walau demikian, skema penggolongan delta yang banyak digunakan para ahli hingga sekarang adalah skema penggolongan karya

Galloway (1975) yang didasarkan pada tiga jenis faktor dominan yang mempengaruhi morfologi delta yaitu sungai, pasut, dan gelombang (gambar 3). Kemajuan-kemajuan teknologi pada dekade 70-an dan awal dekade 80-an, khususnya teknologi citra sonar, meningkatkan pemahaman kita terhadap keberadaan dan kebenaan deformasi barengendap (synsedimentary deformation) yang terjadi pada bagian-bagian delta yang ada di bawah muka air (Coleman dkk, 1983; Winker dan Edwards, 1983). Bukti-bukti terjadinya proses deformasi itu juga banyak ditemukan dalam endapan delta purba (Martinsen, 1989; Pulham, 1989; Nemec dkk, 1988). Penelitian-penelitian terakhir dilakukan untuk mengetahui pengaruh perubahan muka air laut terhadap perkembangan delta (Dominguez dkk, 1987; Boyd dkk, 1989; Williams dan Roberts, 1989; Carbonel dan Moyes, 1987) serta penerapan konsep sekuen stratigrafi terhadap endapan delta purba (Galloway, 1989; Battacharya dan Walker, 1991). DEFINISI-DEFINISI Delta adalah tonjolan diskrit dari garis pantai yang terbentuk pada tempat dimana sungai mulai memasuki wilayah samudra, laut agak tertutup, danau, atau laguna serta pada tempat dimana suplai sedimen lebih tinggi dibanding apa yang dapat ditebarkan oleh proses-proses cekungan (Eliott, 1986). Dari definisi ini jelas bahwa faktor dominan yang bekerja terhadap delta adalah proses-proses fluvial. Sedimen yang ada di delta biasanya langsung berasal dari sungai yang menjadi pemasoknya. Hal ini berbeda dengan estuarium, atau dengan apa yang sering disebut sebagai "delta" yang didominasi oleh proses pasut (tide-dominated "delta"), karena dalam kedua sistem yang disebut terakhir itu sedimennya berasal dari laut. Sistemsitem yang didominasi oleh pasut dibahas oleh Dalrymple (1992), sedangkan delta yang dipengaruhi oleh pasut (tide-influenced delta) akan dibahas disini. Jika proses-proses bahari dapat menebarkan sedimen yang dikirimkan oleh sungai, maka sistem delta kemungkinan tidak terbentuk. Sebagai gantinya, akan terbentuk sistem-sistem paya, strandplain atau dataran pantai. Istilah delta kadang-kadang digunakan untuk menamakan lintap fasies yang merupakan transisi dari endapan bahari menjadi endapan non-bahari atau yang mengandung bidang pembatas antara laut-fluvial atau danau-fluvial (Alexander, 1989). Sebenarnya, pengidentifikasian endapan delta memerlukan gambar-gambar yang melukiskan penyebaran fasies secara tiga dimensi, termasuk peta-peta penyebaran litofasies yang memperlihatkan gejala penebalan atau penipisan lintap klastik ke arah muara sungai dan gejala penonjolan garis pantai ke arah laut (gambar 2). Ukuran delta sangat bervariasi, mulai dari delta raksasa yang membentuk satu sistem pengendapan tersendiri (misalnya Delta Mississippi yang luasnya sekitar 28.500 km2), hingga delta-delta kecil yang menjadi bagian dari sistem pengendapan lain (misal-nya flood-tidal delta yang ada dalam sistem pengendapan barrier-lagoon atau bayhead delta yang ada dalam sistem pengendapan estuarium). Pembahasan disini terutama ditujukan pada delta-delta berukuran besar. PROSES-PROSES PEMBENTUKAN DELTA Delta terbentuk pada tempat dimana air tawar yang bermuatan sedimen mulai memasuki wilayah perairan yang relatif tenang, di tempat mana massa air itu kehilangan kompetensinya sedemikian rupa sehingga sedimen-sedimen yang ada didalamnya kemudian diendapkan di tempat tersebut. Bentuk umum endapan delta tergantung pada: Apakah kadar air sungai yang memasuki wilayah delta lebih tinggi (hyperpycnal), sama (homopycnal), atau lebih rendah (hypopycnal) dibanding massa air yang dimasukinya. Berapa banyak muatan sedimen yang masuk ke wilayah itu dapat ditebarkan oleh agen-agen bahari (gelombang dan pasut). Jika aliran sungai hyperpycnal dan beban sedimennya relatif kasar, maka kemungkinan besar akan terbentuk delta berukuran kecil, curam, dengan bentuk memanjang. Material yang lebih halus akan diangkut menuju laut, kemudian diendapkan sebagai density underflows. Tipe pengendapan seperti itu sering terjadi pada tempat-tempat dimana air sungai yang mengandung banyak sedimen mulai memasuki

massa air tawar berukuran besar. Mulut sungai seperti itu disebut inertia dominated (Bates, 1953). Dalam tatanan homopycnal, kemungkinan besar terjadi proses pencampuran yang lebih aktif antara air sungai dengan air laut. Situasi seperti ini juga dapat terjadi pada delta danau, terutama jika beban suspensi yang ada dalam air sungai cukup tinggi. Di daerah perairan dangkal, pergesekan dengan dasar dapat menyebabkan terjadinya penurunan yang cepat dalam kecepatan aliran serta terbentuknya middle-ground bar yang pada gilirannya cenderung menyebabkan terjadinya pemisahan aliran (Wright, 1977). Apa yang disebut dengan friction-dominated mouth bars juga cenderung untuk berbentuk kipas dan banyak mengandung struktur arus traksi seperti gelembur dan perlapisan silang-siur. Tipe delta yang disebut terakhir umumnya memiliki perenggan yang curam. Ciri seperti itu biasanya terbentuk pada delta air tawar bermuatan berangkal halus seperti yang diperikan oleh Gilbert (1885) atau yang kini sering disebut "delta tipe Gilbert" ("Gibert-type delta"). Tatanan hypopycnal kemungkinan terbentuk pada kebanyakan muara sungai di tepi laut karena densitas air sungai (beserta muatannya) umumnya lebih rendah dibanding densitas air laut. Pada muara sungai seperti ini, muatan air sungai umumnya berukuran halus dan cenderung untuk terus terangkut menuju cekungan akibat efek apungan. Kondisi ini pada gilirannya menyebabkan terbentuknya endapan yang miring landai, namun tersebar luas. Endapan seperti ini kadang-kadang disebut gosong muara sungai. Dalam lingkungan muara sungai atau delta seperti ini, gaya inersia, gaya gesekan, dan gaya apungan bekerja bersama-sama, meskipun dalam proporsi yang berbeda-beda. Banyak penelitian akhir-akhir ini (a.l. Martinsen, 1990; Pulham, 1989; Harris, 1989) dilakukan oleh untuk mengetahui tingkat pengaruh setiap gaya tersebut dalam rangka menggolongkan sedimen muara sungai purba. Delta terdiri dari tiga sublingkungan utama yakni: Dataran delta (delta plain), di tempat mana proses-proses fluvial dominan. Perenggan delta (delta front), di tempat mana proses-proses fluvial dan proses-proses bahari sama-sama memegang peranan penting. Prodelta, di tempat mana proses-proses bahari dominan. Beberapa contoh dari delta masa kini diperlihatkan pada gambar 4. Dataran delta biasanya mengandung alur-alur penebar dan berbagai lingkungan nonbahari hingga paya-paya, termasuk didalamnya rawa, paya-paya, dataran pasut, dan teluk antar alur penebar. Perenggan delta merupakan tempat dimana proses pengendapan berlangsung aktif. Proses-proses tersebut terutama terjadi pada muara alur penebar, di tempat mana sedimen berbutir kasar diendapkan membentuk gosong. Gosong muara alur penebar (distributary mouth bar), atau kadang-kadang disebut juga gosong muara sungai (stream mouth bar) atau middle-ground bar, merupakan corak alam berukuran kecil yang ada pada lingkungan delta. Pembentukan gosong ini dipengaruhi oleh prosesproses bahari dan besar butir sedimen. Pada delta yang kaya akan lumpur dan terletak di perairan yang cukup dalam, di tempat mana delta tersebut tumbuh ke arah cekungan bahari yang relatif tenang, posisi alur-alur penebarnya tetap untuk suatu selang waktu yang cukup panjang. Pada delta seperti itu gosong muara sungai yang bersifat pasiran akan berprogradasi membentuk gosong memanjang yang secara keseluruhan berbentuk seperti jari-jari tangan. Contoh dari gosong-gosong seperti itu adalah gosong-gosong yang ditemukan di Delta Mississippi masa kini (gambar 4). Di lain pihak, pada sistem delta yang kaya akan material berukuran lanau atau pasir dan terletak di perairan yang lebih dangkal, alur-alur penebarnya lebih cepat mengalami perubahan arah sedemikian rupa sehingga cenderung membentuk delta lobate. Contoh dari delta seperti itu adalah Delta Lafourche (gambar 4) dan Delta Atchafalaya (gambar 5). Prodelta merupakan tempat dimana material halus mengendap secara perlahanlahan dari suspensi. Bagian delta tersebut biasanya sangat kaya akan struktur bioturbasi dan berbatasan ke arah laut dengan sedimen berbutir halus pengisi dasar cekungan. Adanya laminasi lanauan sering digunakan sebagai bukti yang membedakan endapan prodelta dengan endapan dasar cekungan yang hampir seluruhnya ditutupi oleh struktur bioturbasi. Jika sedimennya memperlihatkan gejala laminasi berirama (ritmis), kemungkinan sedimen itu dipengaruhi oleh pasut (Smith dkk, 1990).

Selain pengaruh sungai (sebagai pemasok sedimen) serta pengaruh pasut dan gelombang (sebagai agen-agen perombak), masih ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi sedimen delta. Coleman dan Wright (1975) menekankan arti penting dari khuluk dan geometri cekungan, khuluk cekungan penyaliran, tatanan tektonik, gradien paparan, dan iklim. Selain itu, perubahan muka air laut relatif (sebagai produk interaksi guntara dengan subsidensi) akan mempengaruhi pertumbuhan delta. Reading dan Orton (1991) juga menekankan pengaruh ukuran dan komposisi sedimen terhadap khuluk dan penyebaran fasies delta. Faktor-faktor tersebut di atas tidak semuanya bersifat independen. Tipe dan laju pemasokan sedimen, sebagai contoh, merupakan fungsi dari ukuran, relief, dan iklim cekungan penyaliran. Relief sendiri mungkin dipengaruhi oleh tektonika cekungan penyaliran. Energi gelombang atau pasut mungkin merupakan fungsi dari guntara, kelerengan paparan, ukuran dan bentuk cekungan serta iklim. Untuk delta pra-Devon, jenis dan laju pemasokan sedimen juga dipengaruhi oleh ketidakhadiran tumbuhan darat sedemikian rupa sehingga pada waktu itu laju sedimentasi dan proporsi delta kipas akan lebih tinggi dibanding delta pasca-Devon (Miall, 1984; Stow, 1986). Delta kipas terbentuk apabila sistem kipas aluvial, yang terdiri dari banyak sungai, langsung berbatasan dengan massa air tenang, tanpa adanya wilayah pantai atau dataran delta diantaranya. Delta ini biasanya disusun oleh sedimen berbutir kasar. Pembahasan yang lebih mendalam mengenai delta kipas dipaparkan oleh Colella dan Prior (1990). MORFOLOGI DASAR Istilah delta mencakup endapan dataran delta, perenggan delta, dan prodelta dari sebuah sungai. Sebuah delta mungkin terdiri dari sejumlah lobus yang berbeda yang satu sama lain bertumpuk secara tidak beraturan atau saling berderet (shingled) seirama dengan perubahan aliran sungai dari waktu ke waktu. Dengan demikian, satu lobus dapat terbentuk pada saat lobus yang lebih tua sedang amblas atau bertransgresi. Delta pada dasarnya terdiri dari endapan pasiran yang disana-sini diselingi oleh endapan berbutir halus. Pada delta-sungai, misalnya Delta Mississippi, penyebaran tubuh pasirnya mencerminkan posisi dari alur-alur penebar serta secara umum terletak tegak lurus terhadap garis pantai. Pada delta ini, sedimen berbutir halus diendapkan sebagai endapan limpah banjir pada dataran banjir, teluk, rawa, paya-paya, atau wilayah bobolan (gambar 6). Dengan makin bertambahnya pengaruh gelombang, fraksi pasir pada delta cenderung terombakkan, sedangkan fraksi yang lebih halus cenderung tersapu menuju bagian cekungan yang lebih dalam. Tubuh pasir itu terletak lebih kurang sejajar dengan garis pantai, sedangkan material yang halus akan terjebak dalam laguna yang terletak di belakang gisik atau beach ridges. Spektrum morfologi delta seperti itu diperlihatkan melalui gambar 1, 2, dan 4. Perbedaan proses-proses pembentuk dan morfologi delta telah digunakan oleh para ahli sebagai dasar penggolongan delta. PENGGOLONGAN DELTA Skema penggolongan delta yang biasa dirujuk, yaitu pembagian ke dalam tiga tipe dasar (Galloway, 1975), didasarkan pada pengaruh relatif dari proses-proses sungai dan proses-proses bahari (pasut dan gelombang). Delta-sungai secara keseluruhan cenderung memperlihatkan morfologi yang mirip dengan jari-jari tangan. Fisher (1969) memberi nama lain untuk delta ini, yaitu "delta kontruktif-tinggi" ("high-constructive delta"). Sebaliknya, delta-gelombang cenderung memiliki bentuk yang lebih membundar. Fisher (1969) memberi nama lain untuk delta-gelombang, yaitu "delta destruktif-tinggi" ("high-destructive delta"). Nama yang disebut terakhir ini dapat menyesatkan karena pada dasarnya semua delta bersifat kontruktif. Pasut akan menyebabkan terbentuknya tubuh-tubuh pasir yang terletak sejajar dengan arah arus pasut: lebih kurang tegak lurus terhadap arah garis pantai, namun mungkin sejajar dengan tepi estuarium dan garis-garis lekukan pantai. Coleman dan Wright (1975) menyatakan bahwa geometri tubuh pasir dari sebuah delta mencerminkan pengaruh relatif dari sungai dan gelombang. Menurut mereka,

geometri delta semuanya memperlihatkan gejala penyempitan pada satu titik (yakni titik sumber pada sungai), sedangkan morfologi ke arah laut berbeda-beda. Hasil penelitian terakhir terhadap delta-delta yang ada di tepian benua menunjukkan adanya satu tipe delta yang lain yang kemudian disebut delta tepi paparan (shelf margin delta atau shelf edge delta) (Edwards, 1981; gambar 7). Tubuh-tubuh pasir pada delta ini sering sejajar dengan jurus perlapisan, namun sebagian besar dikontrol oleh subsidensi berskala besar dan cepat yang terjadi di sepanjang sesar tumbuh. LINTAP FASIES DALAM SISTEM PENGENDAPAN DELTA Selain menampilkan geometri tubuh-tubuh pasir, Coleman dan Wright (1975) juga menyajikan sejumlah lintap fasies "ideal" untuk wilayah prodelta, perenggan delta, dan dataran delta dari berbagai tipe delta. Paket-paket "ideal" seperti itu merupakan "norma" yang dapat digunakan sebagai rujukan dalam mempelajari singkapan ketika kontrol tiga dimensinya sangat terbatas. Namun, sebagaimana setiap "norma", paketpaket itu hendaknya digunakan dengan bijaksana. Berikut akan disajikan tipe urut-urutan fasies pada endapan-endapan prodelta dan perenggan delta-sungai dan delta-gelombang. Lintap Fasies Prodelta dan Perenggan Delta Berprogradasinya suatu lobus delta cenderung menghasilkan satu urutan fasies tunggal yang tebal dan mengkasar ke atas (gambar 8). Paket endapan itu memperlihatkan transisi dari fasies prodelta yang kaya akan lumpur menuju fasies perenggan delta dan muara sungai yang lebih banyak mengandung pasir (Elliot, 1986; Coleman dan Wright, 1975). Ketebalan paket itu berkisar mulai dari beberapa meter hingga beberapa ratus meter, tergantung pada ukuran delta dan kedalaman. Berlanjutnya proses progradasi dapat menyebabkan terletakkannya fasies dataran delta di atas paket tadi dan secara keseluruhan membentuk satu urut-urutan yang menerus. Walau demikian, pasir endapan perenggan delta di beberapa tempat dapat tererosi akibat berprogradasinya alur penebar sedemikian rupa sehingga seluruh paket endapan prodelta-perenggan delta tidak menerus dengan paket endapan dataran delta. Paket endapan delta yang berprogradasi umumnya disisipi oleh fasies alahan yang tipis (gambar 9). Pada delta tepi paparan, endapan perenggan delta yang tebal dan mengkasar ke atas umumnya dapat terawetkan secara lengkap di bagian bawah sesar tumbuh. Namun, di bagian delta yang lebih dekat ke darat, paket endapan tersebut umumnya terombak-kan oleh proses-proses laut dangkal dan tidak jarang menghasilkan uruturutan fasies yang kompleks (Winker dan Edwards, 1983). Khuluk khas dari lintap fasies prodelta dan perenggan delta tergantung pada prosesproses yang mempengaruhi pengangkutan, pengendapan, dan perombakkan sedimennya. Selain itu, lintap fasies mengkasar ke atas dapat juga terbentuk akibat progradasi yang berlangsung pada sistem pengendapan lain. Lintap pada Delta-sungai Pada delta-sungai, batulumpur dan batulanau endapan prodelta biasanya masif hingga berlapis baik dan mungkin memperlihatkan gejala perlapisan bersusun (gambar 8 dan 9A). Perlapisan bersusun yang ada pada endapan itu dapat terbentuk karena pengendapan material-material suspensi, khususnya sebagai produk bouyant plume atau karena bekerjanya aliran-bawah pekat (density underflow) yang terbentuk di muara sungai pada waktu luah tinggi (Wright dkk, 1988). Jumlah bioturbasi dalam endapan tersebut bervariasi, tergantung pada laju sedimentasi dan besar butir sedimen yang dipasok ke tempat tersebut. Struktur bentukan gelombang jarang terbentuk di daerah tersebut. Gejala-gejala deformasi pada sedimen lunak, sebagai akibat tingginya laju sedimentasi, sering ditemukan pada delta-sungai. Sebagaimana yang tampak pada Delta Mississippi, struktur-struktur tersebut terbentuk pada sebagian besar sedimen prodelta (Coleman dkk, 1983). Fasies perenggan delta yang bersifat pasiran memperlihatkan bukti adanya dominasi proses-proses sungai terhadap gosong muara sungai. Bukti-bukti yang dimaksud antara lain gelembur arus serta perlapisan silang-siur atau perlapisan bersusun, tergantung pada pengaruh relatif dari gaya friksi atau gaya inersia yang bekerja (Martinsen, 1990).

Tingginya laju pengendapan dapat menyebabkan proses penguburan (burial) menjadi cepat sedemikian rupa sehingga struktur-struktur bentukan sungai dapat terawetkan. Bervariasinya luah dalam sistem fluvial dapat menghasilkan paket endapan mengkasar ke atas yang agak tidak beraturan dan disisipi oleh sejumlah lapisan batulumpur berstruktur lubang galian (gambar 9A). Pada perenggan delta-sungai, material organik umumnya banyak terawetkan. Pengaruh air tawar dan air payau dicerminkan dengan hadirnya kumpulan fauna dan jejak fauna air payau (Moslow dan Pamberton, 1988; Battacharya dan Walker, 1991), lekang kerut (syneresis cracks) (Plummer dan Gostin, 1981), serta siderit yang terbentuk pada tahap awal diagenesa (Coleman dan Prior, 1982; Battacharya dan Walker, 1991). Lintap pada Delta-gelombang Delta-gelombang terdiri dari sejumlah kompleks gisik dan beach-ridge yang berprogradasi, dimana sedimennya berasal dari sungai yang ada didekatnya. Perenggan delta ini biasanya dicirikan oleh lintap fasies mengkasar ke atas yang relatif menerus dan mirip dengan lintap shoreface-gelombang (gambar 8 dan 9) (lihat juga karya Walker dan Plint, 1992). Proporsi struktur bentukan gelombang (misalnya gelembur gelombang dan hummocky cross stratification) cenderung tinggi, sedangkan indikator laju sedimentasi yang tinggi dan indikator adanya pengaruh air tawar (misalnya struktur sedimen deformasi pada sedimen lunak, climbing current ripple, fauna air payau, dan lekang kerut) cenderung rendah. Batulumpur prodelta lebih banyak mengandung struktur bioturbasi, lebih tipis, dan lebih banyak mengandung pasir dibanding batulumpur yang ada pada delta-sungai. Dalam rekaman geologi, satu lintap fasies vertikal dari tipe delta ini mungkin hanya mengindikasikan suatu wave- or storm-dominated shoreface yang berprogradasi. Suatu kontrol tiga dimensi yang baik perlu dimiliki sebelum kita dapat memutuskan apakah shoreface tersebut berasosiasi dengan suatu delta atau tidak. Lintap pada Delta-pasut Perenggan dari delta-pasut, misalnya Delta Fraser (Kanada), Delta Mahakam (Indonesia), dan Delta Niger (Afrika), juga memperlihatkan lintap fasies mengkasar ke atas yang mencerminkan pengaruh pasut. Smith dkk (1990) memerikan sejumlah endapan pasut berirama (tidal rhythmites) dalam sedimen glacio-marine yang ada di Alaska serta menyatakan bahwa proses-proses yang membentuk endapan tersebut dapat muncul pada delta makro- dan mikro-tidal non glasial. Leithold dkk (1989) serta Kreisa dkk (1989) melaporkan adanya endapan berirama dalam sedimen delta purba. Indikator adanya pengaruh pasut antara lain adalah struktur lapisan silang-siur tulang ikan (herringbone cross bedding), tidal bundles, dan bidang reaktivasi. Walau demikian, perlu dicamkan bahwa gejala-gejala seperti itu juga dapat ditemukan dalam sistem pengendapan lain yang dipengaruhi oleh pasut. Beberapa endapan yang ditafsirkan sebagai endapan delta-pasut ternyata sangat mirip dengan endapan-endapan lain yang ditafsirkan sebagai endapan pada sistem pengendapan yang lain, misalnya dengan endapan offshore tidal sand ridge di Klang-Langat (Malaysia) atau dengan endapan estuarium di Sungai Ord (Australia). Oleh karena itu, kami menekankan kembali bahwa peristilahan delta hanya dapat diterapkan apabila kita memiliki kontrol tiga dimensi dan apabila sistemnya dengan jelas memperlihatkan adanya gejala progradasi. Lintap Fasies Dataran Delta Lintap Alur Penebar Lintap fasies alur penebar dialasi oleh bidang erosi. Proses pengisian alur biasanya terjadi setelah berpindahnya alur atau lobus delta. Pada waktu itu, alur penebar dapat membentuk tatanan estuarium dan material pengisinya memperlihatkan gejala transgresi. Lintap fasies itu cenderung menghalus ke atas, dengan sejumlah fasies fluvial di bagian dasar, sedangkan bagian atas dan sebagian besar lainnya berupa endapan bahari. Proporsi fasies bahari dalam alur ini dipengaruhi oleh tingkat pengaruh proses-proses sungai. Salah satu contoh endapan alur penebar diperikan oleh Battacharya dan Walker (1991) (gambar 10).

Proporsi keseluruhan dari fasies alur penebar merupakan fungsi dari tipe delta. Secara umum dapat disimpulkan bahwa makin banyak sebuah delta dipengaruhi oleh gelombang, makin tinggi proporsi sedimen lobus serta makin rendah proporsi endapan antar lobus dan endapan alur penebarnya. Lintap Daerah Antar Alur Penebar Daerah-daerah yang terletak diantara alur penebar dan daerah diantara lobus delta cenderung ditutupi oleh sedimen yang berkadar pasir rendah serta umumnya mengandung lintap fasies mengkasar dan menghalus ke atas yang tipis (gambar 11). Lintap tersebut biasanya kurang dari 10 meter dan jauh lebih tidak beraturan dibanding lintap yang ditemukan pada lobus delta yang berprogradasi (bandingkan gambar 9 dan 11; lihat juga Elliot, 1974). Proporsi endapan lobus terhadap endapan antar lobus tergantung pada khuluk dan tipe delta. Endapan antar lobus cenderung lebih banyak ditemukan pada delta- sungai dan delta-pasut dibanding apa yang ditemukan pada delta-gelombang. Lintap Antar Alur Penebar pada Delta-sungai Teluk antar alur penebar diisi oleh material berbutir halus yang terangkut sungai sewaktu banjir. Di daerah tersebut biasanya terbentuk lintap fasies mendangkal ke atas (shallowing-upward facies succession), yang biasanya juga berupa lintap fasies bahari fasies non-bahari, namun tidak memiliki lapisan batupasir yang tebal (gambar 11). Lintap seperti itu mencerminkan kondisi transisi dari prodelta yang ada di lepas pantai menjadi puncak delta, tanpa diselingi oleh material pasiran yang merupakan endapan pesisir (Walker dan Harms, 1971; Battacharya dan Walker, 1991). Lintap fasies teluk antar alur penebar mungkin disisipi oleh material pasiran yang merupakan endapan bobolan atau endapan alur sedemikian rupa sehingga scara keseluruhan menghasilkan daur tipis yang mengkasar atau menghalus ke atas (Coleman dan Prior, 1982; Elliot, 1974). Lintap fasies antar alur penebar dapat berubah secara berangsur menuju batulumpur batubaraan yang mengandung jejak-jejak akar atau menuju batubara yang kesemuanya mencirikan lingkungan rawa, paya-paya, dan danau. Selain itu, pasir gisik yang berasosiasi dengan pembentukan barrier strandplain, spit, atau chennier juga dapat hadir di bagian atas dari lintap ini, meskipun mungkin relatif tipis. Daerah antar lobus delta mungkin juga dapat berperan sebagai lokasi dimana lobus berikutnya berprogradasi serta mungkin terpancung secara erosional oleh alur-alur penebar yang lebih muda. Lintap Antar Alur Penebar pada Delta-gelombang Pada delta-gelombang, misalnya Delta Nil (Mesir) dan Delta Sao Fransisco (Brasil), teluk antar alur penebar sering tertutup seluruhnya oleh kompleks beach-barrier sedemikian rupa sehingga menyebabkan terbentuknya laguna belakang gosong. Laguna belakang gosong dapat terisi sedimen asal daratan (akibat berprogradasinya delta pada ujung teluk) atau sedimen asal laut (akibat adanya badai). Endapan laguna itu umumnya kaya akan material organik serta tidak jarang ditutupi oleh vegetasi paya-paya atau bakau. Lintap Antar Alur Penebar pada Delta-pasut Pasut mungkin dapat menjadi faktor penting dalam sedimentasi pada teluk antar alur penebar, sekalipun pada delta-sungai. Hal ini akan menyebabkan terbentuknya fasies yang dipengaruhi oleh pasut di daerah tersebut, misalnya fasies dataran pasut atau alur pasut (Allen dkk, 1979; Ramos dan Galloway, 1990). Gejala seperti tersebut di atas biasa terbentuk pada delta-pasut seperti Delta Niger, Delta Fraser, dan Delta Mahakam. Contoh dari delta-delta purba seperti ini telah dibahas oleh Ramos dan Galloway (1990), Eriksson (1979), dan Rahmani (1988).

ARSITEKTUR DAN KERAGAMAN FASIES KE ARAH LATERAL Endapan delta dicirikan oleh adanya geometri klinoform yang berprogradasi (gambar 12; Berg, 1982; Barrell, 1912; Scruton, 1960). Geometri seperti itu dapat terlihat pada penampang seismik atau penampang korelasi log dan core pada arah yang memotong jurus perlapisan batuannya. Kadang-kadang gejala tersebut juga dapat terlihat pada singkapan yang istimewa. Berg (1982) membahas tipe-tipe fasies seismik pada sistem pengendapan delta dan berpendapat bahwa sistem delta-gelombang yang kaya akan material pasiran cenderung dicirikan oleh pola rekaman seismik shingled, sedangkan delta-sungai yang lebih kaya akan lumpur cenderung memiliki pola rekaman seismik yang obligue-sigmoidal (gambar 12A). Bagian dari pola sigmoid yang lebih curam mungkin merupakan fasies prodelta yang umumnya berupa lumpur, sedangkan pola yang lebih landai mungkin merupakan fasies perenggan delta atau dataran delta yang lebih banyak disusun oleh material berukuran pasir (gambar 12A). Frazier (1974) memperlihatkan bahwa geometri yang mirip dengan itu dia temukan pada dataran delta Mississippi (gambar 12B). Geometri klinoform yang bersifat sayupan (offlapping) juga ditemukan di Paparan Rhone (Tesson dkk, 1990) dan beberapa tempat lain (Suter dan Berryhill, 1985; Brown dan Fisher, 1977). Besarnya gradien klinoform pengendapan berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lain. Gradien klinoform pada delta tepian paparan yang ada di Teluk Meksiko rata-rata berharga 4o-8o (Suter dan Berryhill, 1985); pada delta tepian paparan Rhone rata-rata berharga 1o; sedangkan pada delta Kapur Akhir yang ada di Cekungan Alberta rata-rata berharga 0.5o. Besarnya nilai gradien klinoform di Teluk Meksiko dan Rhone terjadi karena sedimen tepi paparan di daerah itu sangat tidak stabil sebagaimana yang diindikasikan oleh banyaknya struktur sedimen deformasi. Pada delta di Cekungan Alberta, di lain pihak, struktur-struktur deformasi yang ada umumnya bukan berupa nendatan berskala besar, gelinciran, atau sesar tumbuh, melainkan hanya berupa struktur-struktur pembebanan. Model klinoform memberikan suatu "norma" yang memungkinkan kita untuk menafsirkan fasies delta. Pada arah yang relatif sejajar dengan arah kemiringan, makin ke arah laut kita akan menemukan endapan yang makin halus. Pada arah yang relatif sejajar dengan arah jurus, hubungan antar fasies-fasies delta lebih sukar ditentukan. Hal ini terutama terjadi pada delta-sungai karena pada tatanan tersebut perubahan fasies yang tiba-tiba dapat terjadi pada sublingkungan alur penebar atau daerah antar alur penebar (Battacharya, 1991), Bertumpang-tindihnya lobus-lobus delta menyebabkan terbentuk-nya sejumlah satuan endapan delta berbentuk lensa. Pada rekaman seismik, satuan-satuan tersebut akan memperlihatkan geometri onggokan (mound) (gambar 12A). SYSTEMS TRACTS DELTA Konsep systems tract (kumpulan sistem pengendapan seumur) merupakan kerangka konseptual untuk memahami hubungan antar sistem pengendapan pada skala yang cukup besar. Konsep tersebut juga banyak membantu kita dalam menafsirkan perubahan muka air laut relatif serta mempelajari batuan sedimen dalam konteks sekuen stratigrafi (Brown dan Fisher, 1977; Van Wagoner dkk, 1990). Delta yang terbentuk pada saat muka air laut tinggi (highstand systems tract) biasanya terletak pada bagian paparan yang relatif dangkal. Delta itu biasanya dicirikan oleh gejala perpindahan posisi lobus dalam waktu relatif singkat. Jika deltanya banyak dipengaruhi oleh proses-proses fluvial, maka akan berbentuk seperti Delta Lefourche. Pada waktu muka air laut turun, akan terbentuk delta memanjang akibat berprogradasinya sedimen delta menuju perairan yang lebih dalam (paparan tengah atau paparan bawah), terutama apabila sedimen penyusun delta itu berbutir cukup halus. Delta yang memanjang seperti itu telah dibahas oleh Suter dan Berryhill (1985) serta Galloway (1975).Jika laju sedimentasi lebih kurang sama dengan laju penurunan muka air laut, proses perpindahan alur dan lobus agar terhambat. Delta yang terbentuk setelah terjadinya penurunan muka air laut relatif (lowstand atau shelf margin systems tracts) umumnya menutupi lembah-lembah torehan yang terbentuk waktu terjadi penurunan muka air laut. Lowstand delta umumnya berprogradasi menuju perairan yang lebih dalam dan morfologinya lebih banyak dikontrol

oleh topografi batuan yang mengalasinya. Topografi itu sendiri mungkin dikontrol oleh sesar tumbuh yang miring ke arah laut, hal mana terutama kemungkinan terjadi pada tepian pasif. Keadaan tersebut akan mendorong terbentuknya tubuh-tubuh pasir yang terletak sejajar dengan jurus pengendapan (gambar 7). Energi gelombang umumnya dilepaskan pada tepi paparan sedemikian rupa sehingga di daerah tersebut dapat terbentuk delta-gelombang dan delta-badai. Pada waktu muka air laut naik dengan aktif (transgressive systems tract), pengendapan delta umumnya agak terhambat karena sedimen yang dipasok oleh sungai cenderung diendapkan pada dataran banjir. Ketika terjadi pengendapan di daerah delta, pengaruh sungai sangat minim sedemikian rupa sehingga yang terbentuk adalah delta-gelombang atau delta-pasut. Satu hal penting yang perlu diingat adalah bahwa penutupan lembah-lembah sungai oleh massa air sewaktu terjadi penaikan muka air laut dapat mendorong terbentuknya estuarium. Pada estuarium itu dapat terbentuk tubuh-tubuh pasir yang terletak sejajar dengan estuarium. Sebagian dari tubuh pasir itu disebut "delta-pasut" (Coleman dan Wright, 1975). Transgresi yang menerus juga dapat menyebabkan ter-bentuknya tubuhtubuh pasir di daerah paparan yang pembentukannya juga dipengaruhi oleh pasut. Sebagian dari tubuh-tubuh pasir itu juga disebut delta (Coleman dan Wright, 1975). Delta-delta pasut seperti itu telah dibahas oleh Dalrymple (1992). Proses transgresi dan posisi muka air laut yang tinggi seperti sekarang ini telah menyebabkan sebagian besar wilayah pesisir dan paparan masa kini memiliki estuarium dan tubuh pasir yang proses pembentukannya dipengaruhi oleh pasut. Di masa lalu, pada waktu posisi muka air laut relatif tetap atau menurun, tubuh-tubuh pasir yang pembentukannya dipengaruhi oleh pasut tidak banyak jumlahnya. Konsep systems tract juga dapat digunakan sebagai konsep yang memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai pembentukan berbagai sistem pengendapan. Hal ini sangat berarti karena pada kenyataannya semua sistem pengendapan itu memiliki kaitan satu terhadap yang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai contoh, pembentukan kipas bawah laut secara aktif di perairan yang dalam berkaitan dengan pembentukan delta tepi paparan. Pembentukan kipas juga berkorelasi dengan penorehan oleh sistem sungai di daratan. Pembentukan kipas bawah laut akan terhenti dengan naiknya muka air laut relatif. Pada waktu itu, di daerah paparan akan berlangsung proses pembentukan delta laut dangkal (shoal water delta). Jadi, konsep systems tract akan membantu kita dalam memperoleh gambaran model fasies pada skala yang jauh lebih besar, sekaligus membantu kita untuk dapat memprakirakan khuluk dan sifat-sifat fasies dalam suatu rentang waktu pada berbagai tempat. KONTROL FAKTOR-FAKTOR INTERNAL (AUTOSIKLIS) DAN EKSTERNAL (ALLOSIKLIS) TERHADAP PERKEMBANGAN DELTA Delta merupakan sistem pengendapan yang sangat sensitif terhadap perubahan muka air laut. Oleh karena itu, endapan-endapan delta dapat dijadikan indikator yang sangat baik untuk menafsirkan perubahan muka air laut di masa lalu. Pembentukan lintap fasies yang sama secara berulang-ulang (siklis) banyak ditemukan dalam rekaman delta purba, hal mana terjadi antara lain sebagai akibat perpindahan lobus delta. Adapun faktor dasar yang menjadi penyebab terbentuknya lintap fasies siklis tersebut telah lama menjadi bahan perdebakan di kalangan ahli geologi. Pada dasarnya para ahli terbagi ke dalam dua kelompok: kelompok yang beranggapan bahwa gejala tersebut merupakan produk proses-proses autosiklis dan kelompok yang beranggapan bahwa gejala tersebut merupakan produk proses-proses allosiklis. Apa yang dimaksud dengan proses-proses autosiklis adalah proses-proses yang berasal dari lingkup cekungan sendiri serta berkaitan dengan karakter sedimentologi dari sistem pengendapan. Dalam kaitannya dengan sistem delta, proses-proses yang termasuk ke dalam kategori proses autosiklis adalah perpindahan lobus delta dan penyumbatan sungai (river avulsion). Sebaliknya, yang dimaksud dengan proses-proses allosiklis adalah proses-proses yang berasal dari luar lingkup cekungan seperti guntara, tektonik, dan iklim. Proses-proses allosiklis cenderung memberikan pengaruh yang lebih luas. Pada sistem delta, perpindahan lobus delta umumnya terjadi akibat penyumbatan sungai. Ketika lobus delta tua mengalami subsidensi, lintap fasies mengkasar ke atas

dari delta itu akan ditutupi oleh bidang ketaksinambungan atau bidang banjir maksimum yang terbentuk akibat transgresi lokal. Sekelompok lobus delta, yang diwakili oleh sekelompok lintap fasies yang saling tindih secara miring (shingled) dan/atau lintap fasies yang bertindihan secara vertikal, mungkin terpisahkan dari kelompok lintap fasies yang lain oleh bidang ketaksinambungan yang terbentuk akibat penaikan muka air laut. Transgresi regional dapat menyebabkan terbentuknya transgressive systems tract yang ditutupi oleh bidang banjir maksimum dan kemudian ditutupi oleh endapan sistem delta dari highstand systems tract berikutnya. KESIMPULAN Tulisan ini mencoba memadukan model-model fasies delta tradisional dengan gagasan-gagasan modern mengenai perubahan muka air laut. Delta merupakan sistem pengendapan progradasi tiga dimensional. Sistem ini, akibat pengaruh berbagai faktor yang mengontrolnya, dapat berubah menjadi sistem pengendapan lain. Demikian sebaliknya. Peningkatan laju sedimentasi atau penyumbatan alur sungai dapat menyebabkan terubahnya strandplain progradasi menjadi delta. Penaikan muka air laut yang terus menerus dapat menyebabkan alur sungai atau alur penebar melebar sedemikian rupa sehingga membentuk estuarium, di tempat mana akan diendapkan tubuh-tubuh pasir yang dipengaruhi oleh pasut. Apabila proses tersebut terus berlanjut, estuarium tadi akan terutup sedemikian rupa sehingga akhirnya berubah menjadi tidal sand ridge laut dangkal. Gelombang yang bekerja pada waktu transgresi juga merupakan faktor penting dalam mengubah khuluk sedimen delta. Sebagai contoh, pada Delta Mississippi, gelombang menyebabkan sedimen delta berubah menjadi tubuh-tubuh pasir yang pada mulanya berupa beach ridge, namun kemudian berubah status lagi menjadi shoal. Tubuh-tubuh pasir seperti itu dapat dipandang sebagai bagian dari sistem delta atau sebagai suatu sistem pengendapan tersendiri, tergantung konteks stratigrafinya. Pembatasan dan pemahaman terhadap sistem pengendapan sebagian tergantung pada skala pengamatan dan tujuan dari studi yang dilakukan. Salah satu hal yang perlu selalu dicamkan adalah bahwa yang penting kita dapat memahami bagaimana suatu lingkungan berubah akibat adanya perubahan faktor-faktor pengontrolnya. Dewasa ini, paling tidak untuk sistem delta, perubahan-perubahan seperti itu sudah mulai dipahami dengan baik. Delta dapat digunakan sebagai tempat untuk menguji konsep-konsep stratigrafi serta untuk memprakirakan tatanan dari bagian-bagian cekungan yang lain. Hal inilah mungkin yang menjadi penyebab mengapa sejumlah ahli menekankan kebenaan delta dan pesisir dalam model-model sekuen stratigrafi (Van Wagoner dkk, 1990; Boyd dkk, 1989: Battacharya dan Walker, 1991). ____________________________ Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar 1 = Gambar 1 2 = Gambar 2 3 = Gambar 7; Bab 1 4 = Gambar 3 5 = Gambar 4 6 = Gambar 5 7 = Gambar 6 8 = Gambar 7 9 = Gambar 8 10 = Gambar 9 11 = Gambar 10 12 = Gambar 25

Gambar 1. Lingkungan dan fasies pada Delta Nil masa kini. Alur yang aktif pada saat ini hanya Rosetta dan Damietta. Sejak dibuatnya Bendungan Aswan, pasokan sedimen ke daerah delta ini mengalami penurunan dan delta ini mengalami transgresi. Gambar 2. Geometri tubuh-tubuh pasir pada enam delta raksasa yang ada sekarang. Gambar 3. Penggolongan delta menurut Galloway (1975).

Gambar 4. Contoh-contoh delta masa kini yang dapat dianggap mewakili tipe-tipe delta-sungai, deltagelombang, dan delta-pasut. Gambar 5. Pertumbuhan delta laut dangkal di Teluk Atchafalaya, Delta Mississippi. Gambar 6. Pengisian teluk antar alur penebar melalui bobolan di Delta Mississippi. Gambar 7. Diagram balok yang memperlihatkan delta laut dangkal (paparan) dan delta tepi paparan. Perhatikan adanya penebaran fasies di sepanjang sesar tumbuh pada delta tepi paparan. Gambar 8. Model lintap fasies mengkasar ke atas yang terbentuk akibat ber-progradasinya lobus delta dan gosong muara sungai. Gambar 9. Perbandingan lintap perenggan delta pada delta-sungai, delta-pasut, dan delta-gelombang. Gambar 10. Perbandingan lintap endapan alur antar penebar pada delta-sungai dan delta-bahari. Tanda panah menunjukkan transgresi. Gambar 11. Lintap fasies alur antar penebar dalam Formasi Dunvegan (Alberta). Gambar 12. Geometri endapan sistem delta yang memperlihatkan gejala klinoform.

You might also like