You are on page 1of 55

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Apendisitis adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira kira 10cm (4inci), melekat pada sekum tepet di bawah katup ileosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektik, dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (apendisitis) (Smeltzer, 2002). Setiap bagian dari saluran gastrointestinal bawah rentan terhadap inflamasi akut yang disebabkan oleh infeksi akibat bakteri, virus atau jamur. Salah satu

inflamasi yang terjadi adalah apendiksitis. Apendiksitis adalah suatu peradangan pada apendiks yang berlokasi dekat katup ileocecal. (Long, Barbara.C., Alih bahasa YIAPKB, 1996: 228). Apendiksitis merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat dan kausa laparatomi tersering pada anak juga dewasa dan bersifat jarang mereda spontan, tidak dapat diramalkan, cenderung progresif dan mengalami perforasi. Apendiksitis perforasi terjadi bila terjadi kerapuhan dinding apendiks yang telah menjadi gangren (Mansjoer, Arif., 2001:307) dan dapat menyebabkan terjadinya peritonitis umum atau pembentukan abses. Menurut Syaifoelah (1999) apendiksitis perforasi rata-rata terjadi pada usia yang sangat muda sekali atau terlalu tua dengan angka morbiditas pada kasus 17-60 % dan angka mortalitas 1-15 %. Oleh karena itu tim penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system pencernaan yang disusun dalam makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Tn. M Dengan Gangguan Sistem Pencernaan : Post. Laparotomy Eksplorasi + Appendictomy A.I Peritonitis Difusi E.C Appendicitis Perforasi Di Ruang Kemuning IV Rumah Sakit Hasan Sadikin . Tim penulis mengambil Tn. M di Ruang Kemuning IV Rumah Sakit Hasan Sadikin sebagai

responden karena berdasarkan hasil pengkajian Tn. M mengalami gangguan sistem pencernaan.

1.2 TUJUAN PENULISAN a. Tujuan Umum Penulisan karya tulis ini bertujuan untuk melaksanakan asuhan keperawatan secara komperhensif kepada klien dengan Gangguan Sistem Pencernaan: Post Operasi Laparatomi Eksplorasi + Apendiktomi a.i Peritonitis Lokal e.c Apendiksitis Perforasi melalui pendekatan proses keperawatan dan mendokumentasikannya dengan pendekatan ilmiah. b. Tujuan Khusus 1. Melakukan pengkajian yang meliputi pengumpulan data dan menetapkan masalah keperawatan 2. Menyusun diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas 3. Menyusun perencanaan berdasarkan diagnosa yang timbul dan

menetapkan tujuan 4. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan 5. Mengevaluasi keberhasilan asuhan keperawatan yang telah diberikan

1.3 METODE PENULISAN Dalam penyusunan karya tulis ini penulis menggunakan metode analitik deskriptif, dengan bentuk studi kasus, dimana disusun berupa laporan penerapan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan. Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah : 1. Wawancara Merupakan pengumpulan data dengan menanyakan secara langsung dan terarah kepada klien, keluarga dan tim kesehatan. 2. Observasi

Merupakan pengumpulan data dengan melihat secara langsung melalui pengamatan perilaku dan keadaan klien. 3. Partisipasi aktif Merupakan data dengan melakukan pemeriksaan fisik untuk menemukan data dari masalah kesehatan klien, meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. 4. Studi Dokumenter Merupakan pengumpulan data dengan melihat status, catatan

keperawatan serta catatan kesehatan lainnya untuk dijadikan salah satu dasar dalam melakukan asuhan keperawatan. 5. Studi kepustakaan Merupakan metoda pengumpulan data dengan cara mengumpulkan materi yang berhubungan dengan apendiksitis perforasi melalui membaca dan menganalisa beberapa literatur seperti yang tercantum dalam daftar pustaka.

1.4 SISTEMATIKA PENULISAN Dalam penyusunan karya tulis ini penulis membaginya kedalam 4 bab yaitu BAB I : PENDAHULUAN Terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penulisan, metoda penulisan dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN TEORITIS Berisi konsep dasar teori apendiksitis pengertian, anatomi dan fisiologi, perforasi meliputi patofisiologi,

etiologi,

penatalakasanaan medis, dampak terhadap sistem tubuh dan

komplikasi,. Konsep asuhan keperawatan post laparatomi + apendiktomi a.i peritonitis lokal e.c apendiksitis perforasi meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

BAB III : TINJAUAN KASUS Berisi proses keperawatan pada klien Tn.B dengan dengan gangguan sistem pencernaan: post operasi laparatomi eksplorasi + apendiktomi a.i peritonitis diffuse e.c apendiksitis perforasi mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan catatan perkembangan.

BAB IV : PEMBAHASAN Berisi kesenjangan antara teori dengan kasus Tn.M gangguan sistem pencernaan: post operasi laparatomi eksplorasi + apendiktomi a.i peritonitis diffuse e.c apendiksitis perforasi. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Berisi kesimpulan dan rekomendasi dari seluruh kegiatan asuhan keperawatan.

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP DASAR 2.1.1 Definisi Penyakit a. Laparatomi Eksplorasi Menurut Donna D. Ignatavicus (1995:1615) dan Dr.Med.Ahmad Ramali (2000:194), laparatomi eksplorasi adalah pembedahan untuk membuka rongga perut dengan memeriksa abnormalitas rongga perut. b. Apendiktomi Menurut Donna D. Ignatavicus (1995: 1615) dan Smeltzer and Bare (Alih bahasa Agung Waluyo, 2001: 1097), apendiktomi adalah tindakan membuang apendiks yang terinflamasi. c. Peritonitis Peritonitis adalah inflamasi pertonium - lapisan membran serosa rongga abdomen dan meliputi visera. (Smeltzer and Bare. Alih bahasa Agung Waluyo. 1996:1097) Peritonitis adalah komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-ogan abdomen (misalnya apendiksitis, salpingitis), ruptura saluran cerna atau dari luka tembus abdomen. (Sylvia Anderson Price.Alih bahasa Peter Anugrah. 1995: 401) Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa peritonitis adalah inflamasi pertonium - lapisan membran serosa rongga abdomen dan meliputi visera yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organogan abdomen (misalnya apendiksitis, salpingitis), ruptura saluran cerna atau dari luka tembus abdomen.

2.1.2

Etiologi Menurut Syamsu hidayat dan Wim De Jong (2004: 640), penyebab

apendiksitis adalah a. Infeksi bakteria b. Sumbatan lumen apendiks c. Hiperplasia jaringan limfe d. Fekalit e. Tumor apendiks f. Cacing askaris g. Erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.hystolitica h. Diet rendah serat Sedangkan etiologi peritonitis menurut Smeltzer and Bare (Alih bahasa Agung Waluyo, 2001: 1103) dan Sudarth and Smith (1995: 441) adalah a. Penyebab Primer 1) Bakteria patogen (streptococci, pneumococci, gonococi) 2) Pasien dengan sirosis atau nephrosis b. Penyebab Sekunder 1) Pada pasien infeksi gastrointestinal seperti apendiksitis perforasi, hernia incarcerata,typhoid perforasi, ileus obstruktif dll. 2) Proses bedah abdominal dan dialisis peritoneal.

2.1.3 Manifestasi Klinis Menurut R. Syamsu hidayat dan Wim De Jong (2004:644) manifestasi klinis pada klien dengan peritonitis akibat apendiksitis perforasi adalah: a. Demam tinggi b. Nyeri yang makin hebat yang meliputi seluruh perut c. Perut menjadi tegang dan kembung d. Nyeri tekan e. Defans muskuler

f. Peristaltik menurun sampai hilang g. Malaise h. Leukositosis

2.1.4 Patofisiologi Apendiksitis biasanya disebabkan oleh obstruksi lumen apendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan

peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendiksitis akut fokal yang ditandai nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum sehingga menimbulkan nyeri di daerah kuadran bawah. Keadaan ini disebut dengan apendiksitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendiksitis gangrenosa. Bila inding telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendiksitis perforasi. Infeksi yang terjadi dapat masuk ke peritoneal lewat sistem vaskular. Sehingga peritonium mengalami infeksi. Adanya proliferasi bakterial, terjadi edema jaringan dan dalam waktu singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan

dalam rongga peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler dan darah.

PATHWAY Obstuksi lumen ( fekalit, tumor, dan lain- lain)

Mukus yang diproduksi mukosa akan mengalami bendungan

Peningkatan tekanan intra lumen/ dinding apendiks

Aliran darah berkurang

Edema dan ulserasi mukosa

Apendiksitis akut fokal

Terputusnya aliran darah

Nyeri epigastrium

Obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri menembus dinding

Peradangan peritonium

Apendiksitis Supuratif akut

Aliran arteri terganggu

Nyeri di daerah kanan bawah

Infark dinding apendiks

Ganggren

Apendiksitis ganggrenosa

Dinding apendiks rapuh

Infiltrat

perforasi

Infiltrat apendikularis

apendiksitis perforasi

2.1.5

Penatalaksanaan Medis

a) Pembedahan 1) Post Pembedahan Perlu dilakukan observasi tanda- tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam syok, hipertermi atau gangguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan untuk tindakan lain sebagai penunjang: tirah baring dalam posisi semi fowler medium, pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian penenang, pemberian antibiotik spektrum luas dilanjutkan dengan antibiotik sesuai kultur, transfusi untuk mengatasi anemia, dan penanganan syok septik secara intensif bila ada.

Bila terbentuk abses apendiks akan teraba masa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin, gentamisin, metronidazol atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakukan 6-12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fluktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 2.2.1 Pengkajian a. Pengumpulan Data 1) Data Demografi a) Identitas Klien Kaji usia dan jenis kelamin klien. Usia perlu dikaji karena apendiksitis perforasi paling sering terjadi pada usia muda sekali atau terlalu tua. Perforasi timbul 93 % pada anak- anak dibawah usia 2 tahun dan antara 40-75 % kasus terjadi diatas usia 60 tahun.(FKUI, 1999: 181). Sedangkan jenis kelamin perlu dikaji karena apendiksitis terjadi 1,3-1,6 kali lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding wanita. (FKUI, 1999: 177).

b) Identitas Penanggung Jawab Identitas penanggung jawab meliputi: nama, umur, pekerjaan, agama, alamat dan hubungan dengan klien. 2) Riwayat Kesehatan a) Riwayat Kesehatan Sekarang

10

(1) Alasan Masuk RS Klien umumnya datang dengan keluhan nyeri, spasme

dinding otot perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam dan malaise. (FKUI, 2001:309) Umumnya nyeri yang dirasakan bertambah bila bergerak, terutama bila batuk dan ekstensi ekstrimitas bagian bawah dan berkurang bila berbaring dan mengangkat kaki mendekati perut untuk menahan tekanan pada otot abdomen. Nyeri dirasakan hebat pada area epigastrium atau periumbilikal dan menyebar ke abdomen kuadran bagian kanan bawah. Nyeri dirasakan terus menerus daripada hilang timbul. Nyeri dirasakan berat. (2) Keluhan Saat Dikaji Klien dengan post operasi laparatomi + apendiktomi umumnya mengeluh nyeri, keluhan nyeri akan bertambah bila klien bergerak dan menurun jika diistirahatkan dengan kaki ditekuk, nyeri bersifat tajam yang dirasakan terus menerus/ hilang timbul, nyeri dirasakan pada area operasi dan cenderung dirasakan dari sedang sampai berat. b) Riwayat Penyakit Dahulu Kaji kebiasaan menahan BAB, kebiasaan makan makanan pedas, rendah serat dan makanan biji-bijian. Kaji adanya penyakit Diabetes Melitus dan TB paru yang dapat menghambat proses penyembuhan luka, riwayat pembedahan perut, riwayat penyakit kanker dan jantung, riwayat menderita cacingan dan riwayat alergi obat dan protein. Riwayat merokok yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka. c) Riwayat kesehatan keluarga

11

Kaji adanya anggota keluarga / lingkungan yang mempunyai penyakit menular infeksi seperti TB dan hepatitis. Kaji adanya riwayat penyakit hipertensi, jantung dan diabetes melitus di keluarga. 2.2.2. Pemeriksaan Fisik a) Sistem Pernafasan Pada klien dengan post operasi kaji adanya penumpukan sekret dan pernafasan yang cepat dan dangkal, suara nafas ronchi dan rales dan peningkatan respirasi akibat nyeri.

b) Sistem Kardiovaskular Klien luka post operasi kaji peningkatan nadi dan tekanan darah, konjungtiva pucat, penurunan Hb, adanya hipotensi orthostatik, kaji CRT, akral klien untuk mengetahui fungsi perfusi jaringan dan homan sign. c) Sistem Pencernaan Pada klien dengan post operasi ditemukan mulut kering dan distensi abdomen. Terdapat mual, muntah dan anoreksia, distensi abdomen dan nyeri. Terdapat luka operasi dan drain sehingga perlu dikaji keadaannya, adanya tanda- tanda infeksi seperti kemerahan, bengkak, panas, nyeri dan fungsio laesa. Terjadi penurunan peristaltik akibat efek anestesi selama 24 jam dan berangsurangsur peristaltik normal kembali. Kaji adanya konstipasi (teraba masa akibat pengerasan feses di kuadran kanan bawah) dan setelah efek anestesi hilang mungkin masih terdapat mual dan tidak nafsu makan.

d) Sistem Muskuloskeletal

12

Pada saat post operasi mungkin ditemukan kelemahan, keterbatasan moblisasi dan ketakutan untuk bergerak. Kaji keadaan tempat pemasangan infus apakah ada bengkak, kemerahan dan panas. e) Sistem Persyarafan Setelah operasi kaji adanya rasa pusing dan kepala terasa berat akibat efek anestesi. Kaji tingkat kesadaran dan fungsi cerebral. Kaji tingkat kesadaran adanya lethargy, kegelisahan dan iritabilitas dan kaji kohensi dan orinetasi klien. Kaji kemampuan motorik yang dusadari dan kemampuan mengontrol prilaku dan adanya nyeri dan nilai refleks pupil,kornea dan refleks fisiologis. f) Sistem Perkemihan Pada klien post operasi mungkin ditemukan adanya pemasangan kateter sesuai indikasi dan penurunan jumlah urine output akibat adanya kekurangan volume cairan. Kaji adanya kateterisasi dan keadaan kebersihan kateter dan kulit sekitar kateter seperti adanya kemerahan, nyeri atau perasaan ketidaknyamanan. g) Sistem Integumen Setelah operasi terdapat luka operasi laparatomi eksplorasi dan drain. Suhu tubuh akan meningkat bila terjadi infeksi. Kaji adanya kulit kepala dan rambut kotor, kulit kotor dan teraba lengket, kaji adanya penurunan turgor kulit akibat adanya kekurangan volume cairan. 2) Data Penunjang Data penunjang yang diperlukan pada klien dengan apendiksitis perforasi menurut Doengoes (2001: 509) dan FKUI (2001: 308), yaitu : (a) Pemeriksaan Laboratorium - Leukosit : Diatas 12.000 mm3

13

- Neutrofil : meningkat sampai 75 % - Urinalisis: normal, tetapi mungkin ditemukan eritrosit/ leukosit (b) Radiologi Foto abdomen: Dapat menyatakan adanya pergerakan material dari apendiks (fekalit), ileus terlokalisir. (c) USG USG dilakukan bila terjadi infiltrat apendikularis

2.2.3

Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa yang muncul pada klien dengan gangguan sistem pencernaan :post operasi laparatomi eksplorasi + apendiktomi a.i peritonitis e.c apendiksitis menurut Doengoes (Alih bahasa I Made Kariasa, 2001), Carpenito (Alih bahasa Ester Monica, Setiawan, 1999) dan Engram (Alih bahasa Surhayati Samba, 1998), antara lain: a. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, insisi bedah b. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi (contoh puasa), status hipermetabolik (contoh demam, proses penyembuhan), cairan abnormal c. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah d. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan protein dan vitamin untuk penyembuhan luaa dan penurunan masukan sekunder terhadap nyeri, mual, muntah dan pembatasan diet. e. Gangguan pemenuhan istirahat tidur berhubungan dengan medikasi dan hospitalisasi f. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan mobilitas fisik sekunder terhadap pembedahan penurunan intake oral dan kehilangan

14

2.2.4

Perencanaan

a. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, insisi bedah Tujuan : Infeksi tidak terjadi Kriteria hasil : - Meningkatnya penyembuhan luka dengan benar - Bebas tanda infeksi, eritema - Bebas dari demam

Intervensi 1. Awasi terutama tanda-tanda suhu. vital 1. Untuk

Rasional mengidentifikasi kemajuan

Perhatikan

atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan, suhu tubuh yang

demam, berkeringat, perubahan mental, abdomen meningkatnya nyeri

meningkat adalah salah satu tanda dari terjadinya infeksi jika suhu tubuh meningkat akan mempengaruhi tanda vital lainnya. Dugaan abses infeksi/ dan

terjadinya peritonitis

sepsis,

2. Ganti verband sesuai aturan 2. Verband yang lembab merupakan dengan teknk aseptik media kultur untuk pertumbuhan bakteri. Dengan mengikuti teknik aseptik akan mengurangi risiko

kontaminasi bakteri. 3. Pantau terhadap tanda dan 3. Respon jaringan terhadap infiltrasi patogen dengan peningkatan darah dan aliran limfe (dimanifestasikan

gejala infeksi

15

dengan

edema,

kemerahan, drainase)

dan dan

pengingkatan penurunan

epitelisasi

(ditandai

dengan pemisahan luka). 4. Ajarkan pada klien tentang 4. faktor-faktor memperlambat luka: a. Jaringan luka dehidrasi a. Penelitian melaporkanbahwa yang dapat

penyembuhan

migrasi epitel dihambat di bawah krusta kering; gerakan tiga kali lebih cepat di atas jaringan basah. b. Infeksi luka b. Eksudat pada luka terinfeksi

merusak epitelisasi dan penutupan luka c. Nutrisi dan hidrasi tidak adekuat c. Untuk memperbaiki harus

meningkatkan masukan protein dan karbohidrat dan hidrasi yang

adekuat untuk transpor vaskular dari oksigen dan zat sampah d. Gangguan suplai darah d. Suplai darah pada jaringan cedera harus adekuat untuk mentranspor leukosit sampah e. Peningkatan stres atau e. Peningkatan stress dan aktivitas mengakibatkan peningkatan kadar kalon, suatu penghambat miotik yang epidermal menekan regenerasi dan membuang zat

aktivita berlebihan

16

5. Berikan indikasi

antibiotik

sesuai 5. Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang ada sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya abdomen. pada rongga

6. Berikan paling sedikit 2 liter 6. Cairan membnatu menyebarkan obat cairan setiap hari ketika ke jaringan tubuh

melaksanakan terapi antibiotic

b. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi (contoh puasa), status hipermetabolik (contoh demam, proses penyembuhan), penurunan intake oral dan kehilangan cairan abnormal Tujuan : Volume cairan adekuat Kriteria hasil : - Mempertahankan kesimbangan cairan - Membran mukosa lembab - Turgor kulit baik - Tanda-tanda vital stabil - Haluaran urine adekuat Intervensi 1. Awasi TD dan nadi 1. Tanda Rasional yang membnatu

mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskular 2. Lihat membran mukosa; kaji 2. Indikator turgor kapiler 3. Awasi masukan dan haluaran; 3. Penurunan haluaran urine pekat kulit dan pengisian keadekuatan sirkulasi

perifer dan hidrasi seluler

17

catat warna urine / konsentrasi, berat jenis

dengan diduga

peningkatan dehidrasi/

berat

jenis

kebutuhan

peningkatan cairan 4. Auskultasi bising usus 4. Indikator kembalinya peristaltik,

kesiapan untuk masukan peroral 5. Berikan minuman sejumlah jernih kecil 5. Menurunkan iritasi gaster/ muntah bila untuk cairan menimbulkan kehilangan

permasukan oral di mulai, dan dilanjutkan dengan diet sesuai toleransi Mandiri

6. Berikan perawatanmulut sering 6. Dehidrasi mengakibatkan bibir dan dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir Kolaborasi 7. Pertahankan gaster/ usus penghisapan 7. Selang NG biasanya dimasukan pada praoperasi dan dipertahankan pada fase segera dekompresi pasca operasi untuk usus, meningkatkan mulut kering dan pecah-pecah

istirahat usus, mencegah muntah. 8. Berikan cairan IV dan elektrolit 8. Peritonium bereaksi terhadap iritasi/ infeksi dengan menghasilkan

sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan mengakibatkan Dehidrasi dan volume sirkulasi, hipovolemia. dapat terjadi

ketidakseimbangan.

18

c. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah Tujuan : Mendemonstrasikan berkurangnya rasa tidak nyaman Kriteria hasil : - Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol - Postur tubuh rileks - Klien mampu istirahat/ tidur dengan tepat Intervensi 1. Kaji nyeri, catat lokasi, 1. Berguna keefektifan pnyembuhan. Rasional dalam obat, pengawasan kemajuan pada

karakteristik (skala 0-10). Selidiki dan laporkan perubahan nyeri

Perubahan

dengan cepat.

karakteristik nyeri menunjukan terjadinya memerlukan abses/ upaya peritonitis, evaluasi

medik dan intervensi. 2. Pertahankan semifowler istirahat dengan 2. Gravitasi melokalisasi eksudat

inflamasi dalam abdimen bawah atau pelvis, menghilangkan abdomen dengan yang posisi

tegangan bertambah 3. Dorong ambulasi dini terlentang.

3. Meningkatkan normalisasi fungsi organ , contoh merangsang

peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan abdomen. 4. Berikan aktivitas liburan 4. Fokus perhatian kembali, ketidaknyamanan

meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan koping. kemampuan

19

Kolaborasi: 5. Pertahankan puasa/ penghisapan NG awal Kolaborasi 6. Berikan analgesik sesuai indikasi

5. Menurunkan

ketidaknyamanan

pada peristaltik usus dini dan iritasi gaster/ muntah

6. Menghilangkan

nyeri,

mempermudah kerja sama dengan intervensi terapi lain. Contoh: ambulasi, batuk. 7. Menghilangkan dan mengurangi 7. Berikan kantong es pada abdomen nyeri melalui penghilangan ujung syaraf. Catatan: Jangan lakukan kompres panas karena dapat

menyebabkan kongesti jarinngan.

d. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan protein dan vitamin untuk penyembuhan luaa dan penurunan masukan sekunder terhadap nyeri, mual, muntah dan pembatasan diet. Tujuan : Nutrisi adekuat Kriteria hasil : - BB klien tetap atau meningkat - Porsi makan klien habis - Klien memahami pentingnya nutrisi terhadap penyembuhan luka Intervensi 1. Jelaskan pentingnya Rasional masukan 1. Penyembuhan luka memerlukan masukan cukup protein,

nutrisi harian yang optimal

karbohidrat, vitamin dan mineral untuk pembentukan firoblas dan jaringan granulasi serta produksi

20

kolagen 2. Anjurkan klien untuk makan 2. Dengan makanan sedikit demi porsi sedikit tapi sering sedikit diharapkan kebutuhan

nutrisi terpenuhi 3. Anjurkan klien untuk makan 3. Makanan makanan yang hangat yang hangat dapat

mengurangi rasa mual sehingga menambah selera makan klien

4. Lakukan oral hygene

4. Mulut bersih dapat membuat klien nyaman dan meningkatkan nafsu makan

5. Berikan indikasi

antiemetik

sesuai 5. Anti emetik dapat menetralkan atau menurunkan pembentukan asam untuk mencegah erosi

mukosa dan kemungkinan ulserasi 6. Memperbaiki 6. Pertahankan cairan IV cairan dan elektrolit keseimbangan

e. Gangguan pemenuhan istirahat tidur berhubungan dengan medikasi dan hospitalisasi Tujuan : Istirahat tidur klien terpenuhi Kriteria hasil : - Klien tidak mengeluh susah tidur - Klien dapat tidur 7-8 jam sehari - Klien tampak segar Intervensi Rasional

1. Berikan penjelasan pada klien 1. Transfer informasi sehingga klien tentang pentingnya istirahat tidur mengetahui pentingnya pemenuhan kebutuhan istirahat tidur agar tubuh

21

menjadi relaks dan segar, daya tahan tubuh tetap stabil dan

mengembalikan stamina/ tenaga. 2. Ciptakan lingkungan yang 2. Dengan lingkungan yang nyaman dan tenang akan mendukung untuk klien memenuhi kebutuhan tidur klien.

nyaman dengan cara : Tanyakan pada

kebiasaan sebelum tidur Lingkungan yang tenang Merapihkan tempat tidur Mengatur posisi tidur klien sesuai kenyamanan 3. Anjurkan klien untuk minum susu 3. Didalam susu mengandung zat hangat sebelum tidur lactoferin yang dapat merangsang kantuk. 4. Anjurkan klien untuk membatasi 4. Kafein dapat memperlambat pasien makanan/ minuman yang untuk tidur tahap REM,

mengandung kafein

mengakibatkan pasien tidak merasa segar.

5. Kolaborasi dengan dokter untuk 5. Obat hipnotik dapat menurunkan pemberian obat hipnotik perangsangan RAS sehingga

membantu klien untuk memenuhi kebutuhan istirahat tidur.

f. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan mobilitas fisik sekunder terhadap pembedahan Tujuan : ADL terpenuhi Kriteria hasil : - Klien dapat mengidentifikasi area kebutuhan

22

- Klien mengungkapkan ADLnya terpenuhi Intervensi Rasional

1. Tentukan tingkat bantuan yang 1. Untuk mendorong kemandirian diperlukan. Berikan bantuan

dengan ADL sesuai keperluan. Membiarkan klien melakukan

sebanyak mungkin untuk dirinya. 2. Berikan waktu yang cukup bagi 2. Membebani klien dengan aktivitas klien untuk melaksankan aktivitas 3. Instruksikan yangdiperlukan melaksankan dengan tugas AKS. yang klien menyebabkan frustasi mendorong kemandirian.

adaptasi 3. Untuk untuk Dimulai mudah

Pujian memotivasi untuk terus belajar

dilakukan dan berlanjut sampai tugas yangsulit. Berikan pujian untuk keberhasilan tersebut 4. Menaruh bel di tempat yang 4. Untuk membebani rasa aman mudah dijangkau

23

BAB III TINJAUAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : PERITONITIS e.c APPENDIKCITIS PERFORASI POST LAPAROTOMY EKSPLORASI + APPENDICTOMY DI RUANG KEMUNING IV DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN

A. PENGKAJIAN 1. Pengumpulan Data a. Identitas Klien Nama Jenis Kelamin Umur Pendidikan Pekerjaan Agama Suku Bangsa Status Marital Golongan Darah Alamat Tanggal Masuk RS Tanggal Pengkajian No Medrec Diagnosa Medis : Tn. M : Laki-laki : 51 Tahun : SMP : Pedagang : Islam : Sunda : Kawin :: Komplek Tanjung Sari Sumedang : 30 Desember 2012 : 3 Januari 2013 : 00001296291 : Post. Op LE + appendictomy a.i peritonitis e.c appendiksitis perforasi POD III

b. Identitas Penanggung Jawab Nama Umur : Ny. A : 48 Tahun

24

Pekerjaan Pendidikan Alamat Hubungan dengan klien

: Ibu Rumah Tangga : SD : Komplek Tanjung Sari Sumedang : Istri

c. Riwayat Kesehatan 1) Riwayat Kesehatan Sekarang a. Keluhan utama masuk rumah sakit Sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit klien mengeluh nyeri yang hilang timbul pada bagian perut kanan bawah dan terasa menyebar. Kemudian 8 jam sebelum masuk rumah sakit klien mengeluh nyeri perut kanan bawah yang dirasa terus menerus. Keluhan disertai panas badan dan mual. Tidak ada keluhan BAB, klien dirujuk ke RSHS setelah klien berobat ke RS Cililin dengan diagnosa appendiksitis dan dipindahkan ke RS Cibabat. Diketahui klien mendapat diagnosa Peritonitis e.c Appeendiksitis lalu klien dirujuk ke RSHS. Di RSHS klien dilakukan tindakan operasi. Klien mengatakan menjalani operasi laparatomy eksplorasi pada tanggal 31 Desember 2012 pada pukul 09.30 WIB. b. Keluhan utama saat pengkajian Saat dikaji tanggal 3 januari 2013, klien dalam keadaan post op hari ketiga dan mengeluh nyeri pada bagian luka post op. Nyeri dirasakan saat klien banyak bergerak dan berkurang saat klien istirahat. Nyeri dirasakan tidak menyebar dengan skala nyeri 2 (0-5). timbul. Nyeri dirasakan hilang

2) Riwayat Kesehatan Masa Lalu Menurut pengakuan klien dan keluarga untuk mengatasi rasa sakit yang dialami, klien mengkonsumsi jamu atau obat obat herbal baik

buatan sendiri atau membeli dari apotek. Klien mengatakan tidak

25

mempunyai penyakit keturunan atau pun menular. Klien suka sekali menkonsumsi makan makanan pedas dan mie instan jika malas memasak dan klien mengatakan suka makan terburu-buru sehingga makanan tidak terkunyah dengan halus. Klien mempunyai riwayat merokok secara rutin setiap hari namun tidak sampai 1 bungkus.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga - Riwayat Penyakit Menular Tidak ada riwayat penyakit TBC, Hepatitis, dan HIV pada keluarganya - Riwayat Penyakit Keturunan Tidak ada riwayat penyakit Asma, dan Diabetes Mellitus pada keluarganya

d. Pola Aktivitas Sehari-hari Jenis Aktivitas 1. Nutrisi Makan : Jenis Frekuensi Jumlah Keluhan Minum : Jenis Frekuensi Jumlah Keluhan Kopi, Jarang minum air putih 3-4 kali sehari 1 Gelas Tidak Ada Susu, Air putih 3 kali sehari 300 cc/ 24 jam Tidak Ada Makanan pedas, mie instan, jarang makan buah 2-3 kali sehari 1 porsi Tidak ada 3 kali sehari 450 cc / 24 jam Terpasang NGT Susu (entrasol nutrient) Sebelum Sakit Setelah Sakit

26

2. Eliminasi BAB : Frekuensi Warna Konsistensi Keluhan BAK : Jumlah Frekuensi Warna Keluhan Banyak 4-5x sehari Kuning jernih Tidak ada 400 cc/8 jam 3-4x sehari Kuning pekat Terpasang folley kateter 1 kali sehari Kuning kecoklatan Lunak Tidak ada Selama dirawat pasien belum BAB

3. Personal Hygiene Mandi Frekuensi 2 kali sehari Diseka pada pagi hari saja Cara Pemenuhan Mandiri Dibantu keluarga atau perawat

Cuci Rambut Frekuensi 2 hari sekali Belum keramas selama dirawat di rumah sakit Cara Pemenuhan Gunting Kuku Frekuensi 1 Minggu sekali Belum pernah menggunting kuku selama dirawat di rumah Cara Pemenuhan Mandiri sakit Mandiri

27

Gosok Gigi Frekuensi 2 kali sehari Belum pernah gosok gigi selama dirawat di rumah sakit Cara Pemenuhan Mandiri

4. Istirahat/Tidur Jumlah Jam Tidur Pola Keluhan 6,5 jam ( 22.00-04.30) pola teratur Tidak pernah Polanya tidak teratur Tidak ada

5. Latihan/Olah Raga Jenis Frekwensi Tidak ada Tidak pernah

Tidak ada Tidak ada

e.

Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum : Klien dapat duduk namun aktifitas kadang dibantu keluarga dan perawat Kesadaran Tanda-tanda Vital Suhu Tekanan Darah Respirasi Nadi Berat Badan : 37 : 120/80 : 18 : 70 C mmHg kali / menit kali / menit : 60 kg : 54 kg : Compos mentis

: Sebelum Sakit Setelah Sakit

Tinggi Badan IMT BB Ideal

: 157 cm : 22 (Normal) : 51,3 Kg

28

a. Sistem Pernafasan Bentuk hidung simetris, tidak ada perrnapasan cuping hidung, tidak ada sianosis, terpasang selang NGT, tidak ada lesi pada hidung, tidak ada nyeri pada sinus, dada simetris, pengembangan ekspansi paru masimal, vokal fermitus seimbang di kedua paru, bunyi paru resonan, tidak terdengar suara paru tambahan, irama paru regular, RR 18 x / menit.

b. Sistem Perkemihan Tidak ada edema periorbital, kulit tidak ikterik, sklera bening, kulit tidak bersisik, turgor kulit baik, tidak terdengar bunyi bruit pada aorta abdominalis, palpasi ginjal dan hati tidak dilakukan karena terpasang drain, kandung kemih terisi penuh. terpasang kateter, urine keluar 400 cc/ 8jam berwarna kuning pekat

c. Sistem Kardiovaskuler Konjungtiva anemis, tidak ada peningkatan JVP, kuku tidak sianosis, tidak terjadi kardiomegali, bunyi jantung bunyi S1 dan S2 reguler. Homan sign (-) CRT < 3 detik, akral teraba hangat TD = 120/80 mmHg, nadi 70 x/ menit

d. Sistem Pencernaan BB pasien 54 kg, Tinggi badan 157 cm, IMT 22 tergolong dalam kategori normal. Bentuk bibir simetris, warna bibir merah muda, bibir lembab, lidah bersih, tidak ada stomatitis, tonsil merah muda, jumlah gigi 32, refleks menelan baik, abdomen datar, lingkar perut 79 cm terdapat balutan pada bagian umbilikal klien dan terpasang drain di kuadran kanan bawah, terdapat luka post operasi laparatomi ekplorasi sepanjang 13 cm kearah vertikal, luka operasi terlihat kering dibalut kasa steril kering, bising usus 14 x/ menit. Palpasi dan perkusi tidak dikaji karena terpasang drain dan ada luka operasi.

29

e. Sistem Muskuloskeletal Tingkat aktivitas klien terbatas, aktivitas dibantu sebagian oleh keluarga dan perawat. Postur tubuh klien tidak ada kelainan. Kepala simetris, bentuk proporsional, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan, pembengkakan (-). Fleksi leher bebas, klien sulit bergerak untuk miring kiri-kanan dan duduk karena merasa nyeri oleh luka. TB = 160 cm Tangan kanan dan kiri klien tampak simetris, pada tangan kanan terpasang infus RL 20 gtt/menit, pada tempat pemasangan infus tidak ada bengkak ataupun kemerahan, kekuatan otot tangan 4/4 otot kaki 4/4 , tonus otot lemah, ROM kedua ekstremitas atas dapat digerakan dengan bebas, deformitas (-)

f. Sistem Integumen Kulit klien tampak kotor dan teraba lengket, rambut dan kulit kepala tampak kotor dan lengket, suhu 37C, kuku klien tampak kotor, pada abdomen terdapat luka post operasi LE dengan panjang 13 cm dengan arah vertikal, luka tampak lembab, tidak terdapat kemerahan dan bengkak pada luka, terdapat drain di abdomen kuadran kanan bawah dengan tertutup verband, tidak ada edema pada ekstrimitas.

g. Sistem Endokrin Tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada tremor pada ekstremitas atas maupun bawah. Penampilan klien sesuai dengan jenis kelaminnya. 6. Data psikologis a. Status emosi b. Kecemasan : Saat dikaji klien tidak tampak tenang dan emosi stabil : Klien tidak tampak tegang maupun gelisah. Klien mengatakan cemas akan dirinya karena sejak dulu klien tidak suka makan makanan yang sehat c. Pola Koping : Bila klien mengalami masalah klien selalu

30

menceritakannya pada istri dan anak anak d. Gaya Komunikasi : Klien dapat menjawab pertanyaan dan menyampaikan informasi secara verbal dan jelas. Klien ramah dan terbuka e. Konsep Diri 1. Body image : klien menerima keadaannya walaupun terdapat perubahan pada penampilan 2. Harga diri : klien tidak merasa rendah diri dengan keadaannya saat ini. klien merasa berharga karena keluarganya mau menemaninya di RS 3. Ideal diri 4. Peran : klien berharap ingin cepat pulang : klien seorang ayah dan kakek dan tidak merasa perannya terganggu karena sakitnya 5. Identitas diri 6. Data Spiritual a. Keyakinan terhadap sakit dan penyembuhan Tidak bisa dikaji karena klien dalam keadaan afasia b. Pelaksanaan ritual keagamaan Klien rutin beribadah ke masjid setiap subuh dan rajin melaksanakan solat saat sehat. Saat sakit tidak melakukan solat karena kondisinya bedrest dan tingkat kesadaran menurun. : klien seorang laki laki yang

7. Data Penunjang Pemeriksaan Radiologi tanggal 30 Desember 2012 Kesan : koleksi cairan disekitar abdomen kanan bawah, hepetorenal dan posterior vesika urinaria. Appendiks tidak terdeteksi, letak retrocecal perlu dipertimbangkan USG kedua ginjal dan vesika urianria saat ini tidak tampak kelainan

31

Pemeriksaan Hematologi tanggal 31 Desember 2012 Pemeriksaan Darah Rutin Hemoglobin Hematokrit Leukosit Eritrosit Trombosit Indeks Eritrosit MCV MCH MCHC Kimia Klinik Natrium Kalium Klorida Kalsium Magnesium 141 4,8 109 4,53 1,88 135 145 3,6 5,5 98 108 4,7 5H,2 1,70 2,55 86,0 26,6 31,1 80 100 26 34 32 36 9,4 30 13.600 3,51 354.000 L : 13,5 17,5 L : 40 52 4400 11300 L : 4,5 6,5 150.000 450.000 Hasil Nilai Rujukan

8. Program dan Rencana Pengobatan Tanggal 3 Januari 2013 a. Dilakukan puasa sampai dengan POD II b. Infus RL 20gtt/menit c. Ceftriaxon 1x2 gr IV pukul 09.00 d. Metronidazol 3x500 mg IV pukul 09.00, 16.00, 00.00 e. Ranitidin 2x1 mg IV pukul 09.00, 20.00 f. Keforolac 2x1 mg drip pukul 09.00, 20.00

32

Tanggal 4 Januari 21013 a. Dilakukan puasa sampai dengan POD III b. Infus RL 20gtt/menit c. Ceftriaxon 1x2 gr IV pukul 09.00 d. Metronidazol 3x500 mg IV pukul 09.00, 16.00, 00.00 e. Ranitidin 2x1 mg IV pukul 09.00, 20.00 f. Keforolac 2x1 mg drip pukul 09.00, 20.00

2. Analisa Data No 1 DS: - Klien mengatakan nyeri pada luka post op. - Klien mengatakan nyeri bertambah jika klien bergerak dan berkurang jika diistirahatkan. DO: - Terdapat luka post op dengan panjang 13 cm - Luka tampak lembab - Skala nyeri 2 (0-5) - N: 70 X/ menit Data Kemungkinan Penyebab Dan Dampak Luka post operasi Inkontuinitas jaringan Proses inflamasi Merangasang pengeluaran serotonin, prostaglandin, histamine dan bradikinin Serabut syaraf Delta A dan Delta C Dorsal horn dan dorsal root Substansia gelatinosa Masalah Gangguan rasa nyaman nyeri

33

- TD : 120/ 80 mmHg - RR : 18 X/ menit

Tractus spinothalamicus Thalamus Cortex cerebri Nyeri dipersepsikan

DS:DO: - Terdapat luka post op sepanjang 13 cm - Luka tampak lembab - Luka tidak tampak kemerahan, bengkak, panas - Terdapat abdomen kanan bawah - Terpasang infus RL 20 gtt/ menit - Terpasang kateter - Terpasang bawah - Suhu 37 o C - Leukosit 13600 mm3 - Eritrosit 3.51
34

Risiko infeksi

Luka Post operasi

Terpasang drain, kateter dan infus

Luka masih basah drain di kuadran Port de entry kuman Media yang baik bagi kuman untuk berkembang biak Risiko infeksi

drain

pada kuadran kanan

DS : Klien mengatakan suka mual dan ingin muntah setelah obat masuk melalui infusan Klien mengatakan masih puasa dan ingin segera makan

Prosedur pembedahan e/c peritonitis difuse hari ke-3 Manipulasi dan kondisi usus yang kurang baik Belum siapnya organ cerna bagian dalam menyebabkan pembatasan nutrisi

Risiko gangguan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan

DO : Klien lemah Terpasang RL dan infus NaCl tampak

Eksresi sisa metabolisme menurun Sisa metabolisme meningkat Peningkatan ureum Mengiritasi mukosa lambung Refleks vasovagal meningkat Asam lambung meningkat

0,9% 20 gtt/ menit Mata tidak cekung Turgor kembali dengan cepat (< 3 detik) Klien sedang dilakukan test feeding 1 sendok/ jam Hb : 9,4 gr/dl

35

Mual Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan 4 DS: - Klien mengatakan sejak masuk RS baru di waslap 1x, gosok gigi hanya 1x sehari. - Klien mengatakan badan terasa pegalpegal. DO: - Kulit terlihat kotor - Kekuatan otot 4 4 4 4 Menurunnya proses metabolisme di otot Perubahan ATP menjadi ADP Perubahan ATP menjadi ADP Energi berkurang Penurunan hemoglobin Menurunkan suplai O2 kejaringan Pergerakan terbatas Klien imobilisasi Nyeri Pemasangn Gangguan drain, pemenuhan

kateter dan ADL infus

- Hb : 9,4 gr/dL

Kelemahan

36

Gangguan pemenuhan ADL 5 DS : DO: - Sering bertanya tentang penyakitnya - Klien binggung dengan alat alat yang dipasang Apendisitis Perubahan status kesehatan Kurang informasi Kurang pengetahuan Kurang pengetahuan

3. No

DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan Tanggal Ditemukan 3 Januari 2013 Nama Dan Paraf Kelompok 1 Tanggal Dipecahkan 4 Januari 2013 Nama Dan Paraf Kelompok 1

Resiko berhubungan luka yang

infeksi dengan lembab, drain,

pemasangan infus, dan kateter

Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan inkontinuitas akibat post

3 Januari 2013

Kelompok 1

4 Januari 2013

Kelompok 1

dengan jaringan operasi

Resiko pemenuhan

gangguan kebutuan

3 Januari 2013

Kelompok 1

4 Januari 2013

Kelompok 1

nutrisi : kurang dari kebutuhan

37

berhubungan

dengan

mual dan tidak nafsu makan

Gangguan pemenuhan ADL berhubungan

3 Januari 2013

Kelompok 1

4 Januari 2013

Kelompok 1

dengan kelemahan

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

3 Januari 2013

Kelompok 1

4 Januari 2013

Kelompok 1

38

4. INTERVENSI KEPERAWATAN No. 1. Diagnosa Keperawatan 1 Tujuan Infeksi tidak terjadi selama perawatan selama 2 hari keadaan luka menampakan kemajuan penyembuhan dengan kriteria : - Luka bersih - Tidak ada tanda-tanda infeksi - Balutan bersih Intervensi Tindakan 1. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik dan antiseptik dengan mengganti balutan setiap hari 2. Bersihkan drain, sekitar luka drain dan balutan infus 3. Jaga lingkungan agar tetap bersih dan ganti linen jika kotor 4. Observasi TTV terutama suhu setiap 24 jam 5. Rasional 1. Balutan luka yang kotor menjadi media untuk pertumbuhan mikroorganisme 2. Luka dapat menjadi jalan masuk bagi mikroorganisme 3. Mengurangi resiko kerusakan kulit dan masuknya mikroorganisme 4. Suhu yang meningkat indikasi terjadinya proses infeksi Metronidazole adalah antibiotik anti protozoa dan 5. Lanjutkan pemberian antibiotik : a. Metrodinazole 3 x 500 mg pukul 08.00, 16.00, 20.00 anti bakteri. Obat ini melawan infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan amoeba di dalam tubuh. Ceftriaxone adalah kelompok obat yang disebut cephalosporin antibiotics. Ceftriaxone bekerja dengan
39

cara mematikan bakteri dalam b. Ceftriaxone 1 x 2 gr pukul 08.00 tubuh.

6. Berikan penkes pentingnya nutrisi terutama protein dan vitamin C untuk penyembuhan luka

6. Protein diperlukan untuk pembentukan kolagen. Vitamin C menambah daya tahan tubuh dan mempertahankan dinding kapiler

2.

Resiko rasa nyaman terpenuhi selama perawatan 2 hari nyeri berkurang bahkan hilang dengan kriteria : 7. Skala nyeri menjadi 1-0 8. Wajah tenang 9. RR = 15-20x/menit 10. Nadi = 60-100x/menit

1. Beri posisi nyaman : semi fowler

1. Relaksasi otot abdomen dapat mengurangi peregangan luka sehingga mengurangi stimulus nyeri

2. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan distraksi

2. Dapat mengalihkan persepsi dari nyeri serta menurunkan ketegangan

3. Observasi skala nyeri tiap hari 3. Mengetahui kemajuan intervensi 4. Lanjutkan pemberian obat analgetik : Ceftriaxon 1x2 gr
40

4. Meningkatkan ambang nyeri di otak dan membangkitkan rasa

pukul 09.00 melalui IV

nyeri sehingga tidak sampai ke susunan syaraf

3.

Nutrisi adekuat dan terpenuhi setelah dilakukan perawatan selama 2 hari intake nutrisi klien meningkat dengan kriteria : Porsi makan klien habis Klien mengatakan nafsu makannya meningkat

1. Beri makan sesuai progam diit 1. Memenuhi kebutuhan nutrisi cair 1500 ml per hari sesuai kemampuan mencerna klien 2. Melepas selang NGT bila diinstruksikan oleh dokter 3. Lanjutkan pemberian Ranitidin 2x 1 mg pukul 08.00 20.00 4.. Anjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering 2. Dapat mengurangi rasa mual klien 3. Menurunkan pembentukan asam untuk mencegah erosi mukosa lambung 4. Fungsi usus akan bekerja secara bertahap

4.

ADL klien terpenuhi setelah 1. Bantu klien dan fasilitasi dilakukan perawatan selama 2 hari klien dapat beraktivitas mandiri dengan kriteria : Klien dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan kebutuhan personal hygiene 2. Ajarkan klien untuk bergerak di atas tempat tidur 3. Ajarkan keluarga untuk membantu ADL klien 4. Beri penghargaan/reinforcment positif tiap klien mau ikut
41

1. Meningkatkan kenyamanan harga diri klien 2. Agar otot klien tidak kaku

3. Agar ikut berpartisipasi dalam mememnuhi ADL 4. Meningkatkan harga diri klien

beraktivitas

6.

Tujuan: Klien dapat memahami dan kooperatif dalam pemberian tindakan pengobatan dengan kriteria:

1. Kaji tingkat pemahaman klien dan keluarga tentang penyakitnya

1. Mengidentifikasi sejauhmana tingkat pengetahuan keluarga atau klien tentang penyakit yang dideritanya

- Klien tidak bertanya-tanya 2. Diskusikan perawatan insisi - Ikut serta dalam program pengobatan termasuk ganti balutan

2. Pemahaman meningkatkan kerjasama dengan program terapi meningkatkan penyembuhan dan mengurangi komplikasi

3. Identifikasi gejala yang menentukan evaluasi medik contoh meringankan nyeri: edema/eritema luka, adanya drainase demam

3. Upaya intervensi menurunkan risiko komplikasi serius

4. Tekankan pentingnya terapi antibiotik sesuai kebutuhan

4. Penggunaan pencegahan terhadap infeksi

42

5. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Tanggal dan Jam 3-1-2013 07.45 1 1. Menjaga lingkungan sekitar klien agar tetap bersih dengan mengganti linen Hasil : Linen bersih dan rapi No. Diagnosa Tindakan Keperawatan Paraf

2. Memposisikan klien dengan posisi semi fowler senyaman mungkin Hasil : Posisi klien semi fowler, klien mengatakan posisinya lebih nyaman Kelompok 1

08.00

3. Mengobservasi TTV klien. Hasil: TD: 120/80mmHg N: 72 x/menit T: 370 C RR: 20 x/menit

1,3

4. Melanjutkan pemberian obat: Cetriaxon 1 gr IV


43

Metronidazol 500 gram IV Rantidin 1 ampul IV

Hasil : Obat masuk sesuai progam, tidak ada toksilitis atau alergi

08.15

5. Memberikan makanan sesuai program diet RS: cair dan memotivasi klien untuk makan makanan sesuai diet RS: cair Hasil : klien mengatakan ingin makan nasi, diit cair masuk 300 ml

09.00

6. Mengkaji tingkat pemahaman klien dan keluarga tentang penyakitnya Hasil : Klien mengatakan tidak tahu apa penyebab penyakitnya

10.15

7.

Mendiskusikan perawatan insisi termasuk ganti balutan Hasil: Verban tampak kering

11.00

8. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Hasil: Klien melakukan nafas dalam dan dapat mengulang sendiri.

9. Mengajarkan ROM kepada klien. Hasil: Klien dapat mengikuti semua gerakan ROM sederhana

12.00

10. Memberikan makanan sesuai program diet RS: cair dan

44

memotivasi klien untuk makan makanan sesuai diet RS: cair Hasil : diit cair masuk sebanyak 300 ml

15.00

11. Memberi posisi nyaman klien: semi fowler. Hasil: Klien duduk semi fowler dan mengatakan lebih nyaman.

15.05

12. Mengobservasi TTV klien. Hasil: TD: 120/80mmHg N: 70x/menit T: 36.5O C RR: 18x/menit

16.00

13. Melanjutkan pemberian antibiotik Metrodinazol 500mg Hasil: Klien tidak alergi.

17.00

14. Mengajarkan ROM kepada klien. Hasil: Klien dapat mengikuti semua gerakan ROM, klien masih berbaring di tempat tidur dan mulai duduk sendiri

20.00

15. Melanjutkan pemberian obat Ranitidin 2x1mg Hasil: Ranitidin masuk sesuai program.

20.10

16. Menganjurkan klien untuk makan dengan porsi sedikit tapi sering. Hasil: Klien mengikuti instruksi dan menghabiskan 1 gelas susu.

45

4-1-2013 08.00 1 17. Mengobservasi TTV klien. Hasil: TD: 120/70mmHg N: 74x/menit T: 36.2O C

RR: 18x/menit

09.00

18. Melanjutkan pemberian antibiotik Metrodinazol 500 mg dan Ceftriaxon 2 g. Hasil: Obat masuk sesuai program.

12.00

19. Mengganti balutan pada luka post op dan mengganti balutan infus dan menginstruksikan untuk melakukan teknik nafas dalam apabila terasa nyeri Hasil: Luka tampak kering, balutan kering, balutan infus bersih dan tidak basah, klien tidak mengeluh nyeri

Kelompok 1

12.30

20. Mengajarkan ROM kepada klien. Hasil: Klien dapat mengikuti semua gerakan dan sudah dapat duduk sendiri.

13.30

21. Memberi makan sesuai program. Hasil: Klien menghabiskan 2 gelas susu.
46

14.00

22. Mengobservasi skala nyeri klien. Hasil: Klien mengatakan nyerinya berkurang bahkan kadangkadang tidak terasa ketika beraktivitas, skala nyeri 1 (0-5).

14.45

23. Memfasilitasi klien dan membantu untuk membersihkan diri. Hasil: Kulit klien bersih dan mampu melakukan aktivitas secara mandiri.

16.00

24. Melanjutkan pemberian antibiotik Metrodinazol 500mg Hasil: Klien tidak alergi dan toksilitis.

17.00

25. Melepas selang NGT Hasil : NGT sudah tidak terpasang

18.00

26. Mulai memberikan makan peroral dengan bubur cair Hasil : Klien menghahbiskan 3 sendok makan

20.00

27. Melanjutkan pemberian obat Ranitidin 2x1mg Hasil: Ranitidin masuk sesuai program.

20.45

28. Memonitoring intake dan Output

47

Hasil : I = 300 cc O = 150 cc B= + 300

6. EVALUASI Tanggal dan Jam 4 Januari 2013 No. Diagnosa 1 S:O: Luka klien bersih dan kering, balutan bersih. A: Masalah teratasi sebagian P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5 I: Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik dan antiseptik dengan mengganti balutan setiap hari Bersihkan drain, sekitar luka drain dan balutan infus Jaga lingkungan agar tetap bersih dan ganti linen jika kotor Observasi TTV terutama suhu setiap 24 jam Lanjutkan pemberian antibiotik sesuai program : a. Metrodinazole 3 x 500 mg pukul 08.00, 16.00, 20.00 E : Klien pulang Catatan Perkembangan Paraf

48

S : Klien mengatakan tidak ada rasa nyeri lagi. O: Klien tampak tenang dan rileks, skala nyeri 1 (0-5) A: Masalah teratasi. P : Klien pulang. Hentikan intervensi

S : Klien mengatakan tidak mual lagi dan nafsu makan meningkat. O: Makanan klien habis. A: Masalah teratasi. P : Klien pulang. Hentikan intervensi.

S : Klien mengatakan badan tidak pegal lagi. O: Klien terlihat dapat berjalan dan BAB sendiri. A: Masalah teratasi. P : Klien pulang. Hentikan intervensi.

49

BAB IV PENUTUP

4.1 KESIMPULAN Asuhan Keperawatan dilakukan pada klien Tn. M dengan gangguan sistem pencernaan: Post Operasi Laparatomi Eksplorasi + Apendiktomi a.i Peritonitis Lokal e.c Apendiksitis Perforasi selama 2 hari (3-4 Januari 2013). Pada proses pelaksanaannya didukung oleh teori yang penulis dapatkan dari berbagai sumber dan diterapkan menggunakan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Setelah dilakukan proses asuhan keperawatan penulis mengambil kesimpulan yaitu :

1.Pengkajian Hasil pengkajian yaitu perawat menemukan adanya ketidaksesuaian dengan teori yaitu appendiksitis biasa terjadi pada usia tua sedangkan Tn. M berumur 51 tahun yang termasuk kategori dewasa akhir. Namun, appendiksitis lebih sering terjadi 1,3-1,6 kali lebih sering terjadi pada lakilaki disbanding wanita.

50

2.Diagnosa Keperawatan Penulis menemukan empat diagnosa keperawatan, tiga diagnosa sesuai dengan teori yaitu : resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive/insisi bedah, nyeri berhubungan dengan insisi bedah, dan gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan keterbatan mobilitas fisik akibat pembedahan. Diagnosa keperawatan secara teori yang penulis tidak angkat yaitu: resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan post op, gangguan pemenuhan istirahat tidur berhubungan dengan medikasi dan hospitalisasi, resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi. 3. Perencanaan Tahap perencanaan pada Tn.M terdapat beberapa perbedaan dengan teori dikarenakan adanya perencanaan yang diintegrasikan dalam diagnosa lain dan perencanaan disesuaikan dengan sarana dan prasarana yang ada diruangan.

4. Pelaksanaan Pelaksanaan tindakan keperawatan tidak semua yang direncanakan dapat dilaksanakan, seperti kolaborasi pemantauan hemoglobin dan leukosit pada diagnosa risiko infeksi.

51

Keberhasilan pelaksanaan ditunjang oleh kerjasama yang baik antara klien, keluarga, perawat dan tim kesehatan, sarana dan prasarana yang menunjang dan adanya bimbingan dari pembimbing. Adapun hambatan yang ditemui oleh penulis selama melaksankan asuhan keperawatan adalah adanya kekurangan sarana dan prasarana dan ketidakjelasan dokumentasi perawat pada dinas pagi dan sore hari. 5. Evaluasi Evaluasi dilakukan secara formatif dan sumatif. Evaluasi formatif dilakukan segera setelah tindakan dan evaluasi sumatif dilakukan sesuai dengan tujuan pendek dari perencanaan. keperawatan, empat diagnosa teratasi . Dari empat diagnosa

4.2 SARAN Menanggapi kesulitan-kesulitan yang penulis hadapi pada saat pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan: Post Operasi Laparatomi Eksplorasi + Apendiktomi a.i Peritonitis Lokal e.c Apendiksitis Perforasi, maka penulis menyarankan beberapa hal dibawah ini:

52

Bagi Perawat Ruangan Untuk tercapainya asuhan keperawatan yang profesional diharapkan perawat dapat melaksanakan pengkajian secara holistik (bio-psiko-sosiospiritual) mengingat operasi adalah suatu stressor yang cukup berat secara fisik dan psikis. Perawat hendaknya menyusun perencanaan secara jelas, terukur dan rasional dengan disesuaikan sarana prasarana dan kemampuan perawat. Pada pelaksanaan, walaupun penggantian linen tidak adapat dilakukan setiap hari, hendaknya perawat pelaksana tetap melakukan upaya untuk menghindari adanya infeksi nosokomial dari lingkungan, dengan cara merapikan dan membersihkannya. Adapun keterbatasan alat ganti balutan yang tidak semua pasien mendapatkan set balutan tersendiri, perawat dapat meminimalkan dengan cara merendam pada cairan desinfektan. Evaluasi hendaknya dilakukan secara fokus sesuai dengan tujuan jangka pendek dengan mengacu pada kriteria evaluasi sehingga dapat diketahui tercapai atau tidaknya tujuan yang telah ditetapkan. Perawat hendaknya mendokumentasikan asuhan keperawatan secara jelas dan komunikatif sehingga dapat dibaca dan dilakukan oleh perawat lain yang akan melaksanakan perencanaan yang telah disusun.

53

Institusi Rumah Sakit Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan hendaknya lebih meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan dengan cara menyediakan sarana dan prasarana yang memadai. Adanya keterbatasan dalam sarana dan prasarana dikarenakan perbedaan kelas ruangan (kelas 3) sebaiknya diikuti oleh adanya kebijakan yang dapat memodifikasi keterbatasan tersebut, seperti manajemen cara penyediaan obat dan alat medis yang harus dimiliki oleh klien, adanya kebijakan pengaturan jumlah pengunjung dan penunggu untuk mengurangi transmisi infeksi nosokomial, pengaturan penyediaan linen sesuai dengan BOR ruangan dan penyediaan cairan desinfektan yang memadai untuk mengurangi risiko infeksi karena adanya keterbatasan set balutan.

54

DAFTAR PUSTAKA

Engram. B. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Vol I. Alih bahasa Suharyati Samba dkk. Jakarta : EGC Long Barbara, 1996. Perawatan Medikal Bedah Suatu Pendekatan Proses Keperawatan . Pajajaran, Bandung. Marylin E. Doengoes.1993. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC Pearce. Evelyn. C, 1993. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. PT. Gramedia Jakarta Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta

55

You might also like