Professional Documents
Culture Documents
LATAR BELAKANG 1.1. Otonomi Daerah Pembangunan Bangsa Indonesia selama ini diarahkan untuk
kesejahteraan pembangunan
rakyat yang
Indonesia sekaligus
dengan secara
fisik
yang
dilakukan
dapat membawa perubahan pada tingkat kesejahteraan masyarakat secara merata. Pembangunan fisik berupa gedung-gedung
perkantoran dan pemukiman penduduk, sarana transportasi, tempat ibadah, maupun tempat untuk kegiatan sosial masyarakat yang diarahkan berbagai sesuai Untuk untuk bidang memenuhi terus kebutuhan kegiatan masyarakat yang di
mengalami
perkembangan daerah
dinamis
dengan
gerak
roda
perekonomian
mendukung telah
keberhasilan menempuh
pembangunan kebijakan
nasional
pemerintah
Otonomi
Daerah
ditujukan agar hasil-hasil pembangunan dapat dirasakan secara merata dan adil. Selama lima tahun terakhir ini telah terjadi perubahan mendasar pada penyelenggaraan pemerintahan baik di Pusat maupun Daerah. Perubahan tersebut mencakup antara lain : system
pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik (Undang-Undang No. 22 tahun 1999), struktur organisasi pemerintahan di pusat
maupun di daerah (Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2001), perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah (Undang-Undang No. 25 tahun 1999), beserta perubahan instrument dalam dan kebijakan Peraturan Peraturan
pemerintah Pemerintah
yang (PP),
menyertainya Keputusan
(dituangkan
Presiden
(Kepres)
daerah (Perda) untuk mengatur tata cara pelimpahan kewenangan pemerintah daerah dan pusat ke pemerintah daerah dalam keuangan Semuanya rangka dan itu otonomi anggaran membawa
pendapatan
perubahan nyata dan cepat (baca progresif) pada system hukum, kelembagaan, penyelengaraan pemerintahan daerah, dan manajemen keuangan dan pelayanan masyarakat yang menjadi tugas dan fungsi utama pemerintah daerah yang berlaku selama ini. Transformasi pusat ke kekuasaan daerah, dan kewenangan yang dari pemerintah oleh
pemerintah
seperti
diamanatkan
undang-undang dalam rangka pemberdayaan dan kemandirian daerah untuk melayani ini kebutuhan masyarakatnya, sasaran yang selama dua tahun karena
terakhir
belum
mencapai
diinginkan
belum siapnya infrastruktur, kelembagaan dan sumber daya daerah serta masih belum mantapnya konsep dan menyatunya persepsi
pada tataran pelaksanaan. Landasan hukum dan perangkat aturan yang ada dalam membagi hak dan kewajiban masing-masing pihak seolah-olah tingkat tumpul menghadapi Perbedaan berbagai persepsi macam dan aspirasi sudut dan
kepentingan.
pandang
2
antara perencanaan di pemerintah pusat dan aparat daerah, dan antara legislatif dan executif baik di tingkat pusat maupun daerah masih lebar dan menjadi kendala utama belum lancarnya program/upaya transformasi tersebut. Otonomi daerah yang dilaksanakan sejak 1 Januari 2001
memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan dan
pembangunan di daerahnya masing-masing dalam melayani kebutuhan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat. Untuk mendukung
pelaksanaan Otonomi Daerah tersebut, kepada Pemerintahan Daerah diberikan kewenangan untuk mendayagunakan potensi keuangan
daerah sendiri serta sumber keuangan lain seperti perimbangan keuangan Pusat dan daerah yang berupa Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Selama pendapatan (fiskal beberapa utama tahun terakhir, Daerah. DAU merupakan kesenjangan DAU sumber fiskal
Pemerintah
Azas
gap)
yang
mendasari
penghitungan
memerlukan
dukungan data yang valid, akurat dan terkini sehingga pembagian DAU ke daerah menjadi adil, proporsional dan merata. Selain dari pada itu, kebutuhan dukungan data dan informasi statistik yang lengkap juga tidak hanya diperlukan oleh Lembaga untuk Eksekutif mengukur
tetapi
Legeslatif
khususnya
diperlukan
kinerja Eksekutif. Sehubungan dengan keperluan itu, maka pada saat ini sangat diperlukan tersedianya data jumlah penduduk, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK), dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tingkat
informasi yang dibutuhkan pemerintah daerah adalah informasi yang memuat berbagai harga barang dan jasa khususnya di bidang konstruksi. Selain sebagai salah satu komponen/variabel dasar dalam menghitungan Dana Alokasi Umum (DAU), Indeks Kemahalan Konstruksi juga berguna dalam mendapatkan standarisasi harga barang dan jasa yang digunakan dalam kegiatan pembangunan.
Selain itu perkembangan harga barang dan jasa yang diikuti dari waktu ke waktu dapat dijadikan sebagai indikator pembangunan, baik sebagai indikator input, indukator proses ataupun
indikator output.
1.2. Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Umum (DAU) sebagai instrument kebijakan
fiscal pemerintah mempunyai peran yang sangat strategis dalam proses otonomi daerah. DAU diharapkan dapat menjembatani tidak hanya fiscal kesenjangan gap), fiscal juga antara pusat alat dan daerah (vertical kemampuan Lebih dari
4
tetapi
sebagai
pemerataan
itu
DAU
merupakan
instrument
kebijakan
pemerintah
dengan
persetujuan legeslatif yang dipakai untuk menstabilkan keamanan dari pergolakan daerah yang dipicu oleh rasa ketidakadilan
ekonomi dan social (economic and social injustice) masyarakat daerah. Kesenjangan fiscal antara pusat dan daerah yang selama ini menjadi isu sensitive sehubungan dengan ketidakseimbangan pembagian hasil sumber daya alam akan diperbaiki dengan system pembagian Sedangkan bagi hasil sumber daya alam yang antara lebih daerah adil. yang
kesenjangan
kemampuan
fiscal
surplus dan daerah yang defisit akan ditutup dengan DAU. Otonomi daerah yang dimulai 1 Januari 2001, untuk pertama kalinya menggunakan konsep DAU sesuai dengan UU No. 25 tahun 1999 dimana DAU merupakan bagian dari dana perimbangan sebagai sumber pembiayaan daerah untuk mendukung penyelenggaraan
otonomi daerah. Formula DAU atas dasar PP No.104 tahun 2000 direalisasikan untuk pertama kalinya dengan Keppres No. 181 tahun 2000. Jumlah (80 DAU %) yang dialokasikan atas ke daerah-daerah penyeimbang
sebagian
besar
didasarkan
factor
(balancing factor) yakni jumlah subsidi daerah otonom (SDO) yang selama ini merupakan sumber anggaran rutin daerah dan dana pembangunan daerah (Inpres) yang merupakan anggaran pembangunan daerah. Peranan formula sesuai dengan PP No. 104 dalam
Sejak
tahun
DAU
terus ditingkatkan dan peranan dana perimbangan dikurangi untuk meningkatkan penerimaan kapasitas asli fiskal daerah (PAD) dalam mengoptimalkan mengurangi
daerah
sekaligus
Konsep DAU UU No. 25 Tahun 1999 yang dijadikan dasar dalam merumuskan dana perimbangan dan menyatakan antar bahwa pembagian diberikan dan dan keuangan secara antara merata, dengan Oleh harus
daerah adil
demokratis, potensi,
kondisi
kebutuhan Umum
dalam
perumusan
Dana
Alokasi
memenuhi kaidah-kaidah tersebut. Dana perimbangan akan diberikan oleh pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah untuk menutupi seluruh atau sebagian kekurangan pembiayaan kebutuhan daerah. Jadi pemerintah daerah terlebih dahulu membiayai kebutuhan daerahnya dengan
menggunakan pendapatan asli daerah (PAD), sedangkan pemerintah pusat hanya membantu meringankan beban tersebut. Apabila masih terdapat kekurangan sebaiknya daerah terlebih dahulu merevisi APBD nya dengan cara menyusun kembali daftar skala prioritas sasaran yang akan dicapai pada tahun anggaran yang akan
berjalan agar supaya dana tersebut dapat mencukupi kebutuhan daerah. Kemampuan fiscal (fiscal capacity) daerah untuk menghimpun pendapatan, pada kenyataannya, sangat bervariasi tergantung
kepada kondisi daerah masing-masing. Ada daerah yang mempunyai sumber daya alam sebagai sumber pendapatan langsung, ada daerah yang pajak intensitas daerah, ekonominya tetapi ada tinggi juga sebagai sumber pendapatan memiliki
daerah
yang
tidak
keduanya dan bergantung kepada transfer dana dari pemerintah pusat. Dilain pihak kebutuhan berjalan (fiscal need) daerah
juga berbeda ditinjau dari pelayanan public, kondisi penduduk, kondisi wilayah. Kebutuhan anggaran daerah ini diperbesar lagi dengan adanya perasaan tertinggal, ketidak adilan, dan
keinginan untuk memanfaatkan peluang yang terbuka dengan adanya program otonomi daerah. Berdasarkan hal tersebut maka dipilihlah variable-variabel yang mencerminkan dan besaran potensi fiscal (fiscal capacity) daerah. yang dalam hasil
daerah Selisih
besaran kedua
kebutuhan besaran
fiscal (fiscal
need)
dari
nantinya
akan
sebagai umum.
memproporsikan
rumusan tersebut memungkinkan adanya daerah yang tidak menerima DAU dikarenakan daerah tersebut memiliki selisih sama dengan
nol atau negative. Namun untuk sementara waktu hal tersebut dihindari dengan memakai factor penyeimbang (balancing factor) yang merupakan alokasi minimal berupa lumpsum dan belanja
pegawai. Jumlah DAU yang disediakan oleh pemerintah pusat adalah sebesar 25 % dari penerimaan dalam negeri di APBN pada tahun bersangkutan dengan rincian 10 % untuk pemerintah propinsi dan 90 % untuk pemerintah kabupaten/kota. Skema kerangka piker DAU adalah sebagai berikut : Diagram 1 : Kerangka Pikir DAU
VARIABEL POTENSI PDRB Industri dan Jasa Bagi Hasil SDA, PBB, BPHTB Pph orang pribadi
MODEL DAU
KEBUTUHAN FISKAL Jumlah Penduduk Luas Wilayah Keadaan Geografi Penduduk Miskin
VARIABEL KEBUTUHAN Jumlah Penduduk Luas Wilayah Kepadatan Penduduk Indeks Harga Bangunan Proverty Gap atau Jarak Kemidskinan Penduduk Miskin
1. Variabel Kebutuhan Fiskal Variabel kebutuhan fiscal suatu daerah hendaknya dapat mengakomodir pembiayaan kebutuhan suatu daerah dan yang digunakan untuk
program-program
daerah
pembangunan
fasilitas
daerah seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan kebutuhan pokok lainnya. Variabel-variabel yang digunakan disini juga diharapkan mampu untuk mengakomodir kebutuhan-
kebutuhan tersebut secara umum, sehingga dapat terbentuk suatu rumusan yang sederhana dan mudah dihitung oleh daerah dengan data yang mudah didapatkan. Tidak ada seorangpun yang dapat menjamin bahwa variable-variabel yang digunakan sudah 100 % benar. Hanya saja perlu dilakukan uji variable (specification test) lebih lanjut apakah variable-variabel tersebut signifikan mewakili besaran kebutuhan fiscal daerah. 2. Jumlah Penduduk Jumlah penduduk suatu daerah mencerminkan kebutuhan
pelayanan yang diperlukan. Pelayanan tersebut dapat meliputi beberapa aspek, seperti pendidikan, kesehatan, transportasi dan lainnya. Untuk membedakan kebutuhan satu daerah dengan daerah lain berdasarkan jumlah penduduk, maka dibuatlah indeks
P IPi = i p IPi Pi P n = = = =
dimana
P=
P
i =1
Indeks Penduduk daerah i Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota ke-i Jumlah Penduduk Rata-rata Jumlah Kabupaten/Kota
3.
Luas Wilayah Daerah dengan yang cakupan wilayah maka yang luas membutuhkan suatu indeks
pembiayaan
lebih
besar,
dibentuklah
untuk membedakan besaran luas wilayah tersebut. Hal tersebut yang dijadikan alasan oleh penyusun untuk digunakannya variable luas wilayah. Padahal disisi lain luas wilayah tersebut juga merupakan potensi yang besar dalam sisi penerimaan, seperti hutan, perkebunan, dan pertanian. Data luas wilayah menggunakan dua sumber yaitu yang bersumber dari Badan Pusat Statistik
serta Depdagri dan Otda. Apabila terdapat perbedaan luas daerah yang cukup besar, maka digunakan luas daerah yang memiliki yang memenuhi kewajaran. Indeks Wilayah
tingkat
densitas
tersebut adalah :
Indeks Wilayah I =
10
4.
Kepadatan Penduduk (Densitas) Tingkat menggunakan kepadatan juga penduduk (densitas) dengan dapat luas dihitung wilayah
jumlah
dibagi
kabupaten/kota. Sedangkan rata-rata densitas Indonesia didapat dari jumlah penduduk Indonesia dibagi dengan Luas wilayah
Indeks Density I =
Wilayah yang luas dengan penduduk yang sedikit memiliki masalah yang lebih ringan dibanding dengan wilayah yang lebih padat. Hal tersebutlah yang mendasari digunakannya variabel
dasar untuk membentuk density telah digunakan dan diharapkan tidak menjadikan variabel yang tumpang tindih. 5. Indikator Kemiskinan Pembangunan daerah dilaksanakan bertujuan untuk
mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur secara merata. Maka makin banyak jumlah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan dibutuhkan dana yang lebih besar dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Untuk melihat perbedaan tingkat
kemiskinan antar daerah digunakan poverty gap sebagai ukuran. Poverty gap memberikan gambaran sebaran pendapatan penduduk
11
miskin dari garis kemiskinan. Makin besar poverty gap-nya, maka tingkat kemiskinannya semakin tinggi begitu juga sebaliknya
apabila poverty gap-nya makin kecil maka tingkat kemiskinannya makin rendah bahkan apabila proverty gap tidak dapat dihitung karena q = 0 maka suatu daerah dapat dinyatakan tidak memiliki penduduk miskin. Rumusan poverty gap adalah sebagai berikut : PGi = 1 q Z Yj n j =1 Z
dimana : PGi = Poverty Gap daerah ke i yj = Pendapatan penduduk ke j Z = Poverty line (batas kemiskinan) n = Jumlah penduduk suatu daerah ke i q = Jumlah penduduk miskin suatu daerah ke i
Untuk
mendapatkan
Indeks
Poverty
Gap,
terlebih
dahulu Setelah
kita harus mencari Head Cout Index, dan Income Gap. itu barulah dapat dihitung Indeksnya.
Head Count Index Daerah i = Penduduk Miskin Daerah Ke i Jumlah Penduduk daerah ke i
X 100%
12
6.
Indeks Kemahalan Konstruksi Untuk meningkatkan pelayanan pemerintah sangat dibutuhkan sarana dan prasarana berupa bangunan gedung, jalan, jembatan, irigasi dan lain sebagainya. Pembangunan ini semua merupakan tanggung Indonesia jawab pemerintah daerah. Kondisi geografis untuk negara
menyebabkan
perbedaan
pembiayaan
membangun
fasilitas-fasilitas tersebut. Hal inilah yang mendasari untuk digunakannya Indeks Harga Bangunan sebagai pembeda kebutuhan suatu daerah dilihat dari sektor konstruksi. Formula indeks yang digunakan adalah indeks Laspeyres yaitu indeks harga yang ditimbang dengan kuantitas pada tahun dasar. Sedangkan indeks kemahalan perbandingan konstruksi tingkat kabupaten/kota kemahalan didapatkan dari
konstruksi
kabupaten/kota
1.3. Variabel Potensi Daerah Yang menjadi komponen dari potensi daerah adalah
Pendapatan Asli daerah (PAD), Pajak Bumi Bangunan (PBB), Bagian Perolehan Sumber Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Bagi Hasil PAD
Daya
Alam
estimasi merupakan hasil kali dari pendapatan asli daerah ratarata dengan indeks industri dan jasa, sedangkan untuk data
13
lainnya tersedia di Departemen Keuangan. Variabel PAD belum mencerminkan kapasitas fiskal daerah yang sebenarnya karena
besarannya sangat tergantung dari kemampuan daerah mengumpulkan pajak dan retribusi. Apabila data PAD ini lebih kecil dari
seharusnya, maka perkiraan penerimaan daerah akan underestimate dan mengakibatkan ketergantungan daerah akan PAD semakin besar. Untuk menghindarinya, maka digunakan variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor Industri dan Jasa. Untuk perumusan PAD-nya dapat dituliskan sebagai berikut : PAD rata-rata = PAD Seluruh Indonesia Jumlah daerah
(PDRB Industri dan Jasa)i Rata-rata PDRB Industri Jasa Nasional
PD = PAD rata-rata X Indeks Industri dan Jasa ke i = 0 + 1 PDRB Jasa Sehingga Potensi Penerimaan = PD + PBB + BPHTB + BHSDA + Pph 2. Permasalahan Mengingat daerah dalam begitu rangka yang strategisnya memperbaiki ini peranan system program otonomi
pemerintahan dianggap
selama hak
terpusat dan
(sentralistik) daerah
mengabaikan
aspirasi
14
sendiri,
maka
keberhasilan formulasi
tergantung
kemampuan
sebagai
solusi
instrument
kebijakan
pemerintah,
mengakomodir berbagai kepentingan dan aspirasi daerah. Beberapa masalah dan kendala yang DAU merupakan sebagai potensi pengemban penyebab amanat
ketidakberhasilan
formula
kemandirian dan pemerataan seperti dikehendaki oleh UU Otonomi Daerah dan UU Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah dapat bersumber pada : konsep, formula, variabel yang dipakai, data/informasi yang tersedia, dan teknis pelaksanaannya. 2.1. Masalah Konseptual (Conseptual Problems) Masalah konseptual (conceptual problem) dalam menyusun DAU terletak pada bagaimana yang : menterjemahkan diamanatkan demokrasi, oleh visi UU otonomi yang dan
kemandirian normative
fiscal (seperti
bersifat
kemandirian,
partisipasi
masyarakat, pemerataan dan keadilan) ke dalam variable-variable operasional kebijakan. 2.2. Kecanggihan Formula Misi utama DAU adalah pemerataan kemampuan fiscal antar daerah dan keseimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Tolak ukur keberhasilan rumus perhitungan DAU ditentukan oleh sejauh mana tingkat pemeratan itu tercapai (koefesien variasi yang bersifat kuantitatif sebagai instrument
15
dan indeks Williamson yang kecil). Lebih dari itu, kempuhan rumus DAU tersebut juga diukur dengan kemampuannya menjamin terwujudnya prinsip keadilan antar daerah. 2.3. Ketetapan Variabel Tingkat keragaman antar daerah dan pusat dengan daerah di Indonesia geografis sangat dan tinggi baik dari aspek ekonomi, sosial, sulit
sumber
daya
manusia
menyebabkan
sangat
untuk memilih variabel yang tepat memenuhi aspek tersebut dalam formula DAU. Variabel yang terpilih seharusnya tidak hanya
didasarkan kepada aspek teknis kepraktisan semata, tetapi juga mencerminkan konsep dan sasaran strategis otonomi yang akan dicapai. 2.4. Ketersediaan Data Formulasi DAU memerlukan berbagai jenis data yang terkini dan lengkap pada yang tingkat belum wilayah semuanya yang tersedia. lebih Survei kecil dan
(kabupaten/kota)
sistem pengumpulan data statistik yang selama ini berorientasi pada skala makro dan agregatif harus diubah orientasinya
menjadi skala kecil dengan jangkauan meluas dan rinci. Selain itu perlu ditingkatkan sistem pengumpulan data sektoral yang berasal dari instansi atau lembaga teknis.
16
2.5. Teknis Pelaksanaan DAU melibatkan berbagai pihak dari mulai perencanaan,
hukum, peraturan, serta pelaksanaan baik di pusat maupun daerah sehingga keberhasilannya sangat ditentukan oleh sejauh mana
persamaan persepsi dari pihak yang terkait tentang arti, fungsi dan tujuan DAU. 3. Tingkat Kemahalan Konstruksi (TKK) 3.1. Pengertian dan Definisi Tingkat Kemahalan Konstruksi Tingkat Kemahalan Konstruksi (TKK) merupakan cerminan dari suatu nilai bangunan/konstruksi, yaitu biaya yang dibutuhkan untuk membangun 1 (satu) unit bangunan per satuan ukuran luas di suatu kabupaten/kota atau propinsi. Tingkat Kemahalan
Konstruksi (TKK) diperoleh melalui pendekatan terhadap harga sejumlah jenis barang/bahan bangunan dan harga sewa alat berat yang mempunyai nilai atau andil cukup besar dalam bangunan
tersebut. Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) adalah angka indeks yang menggambarkan perbandingan Tingkat Kemahalan Konstruksi (TKK) suatu kabupaten/kota atau propinsi terhadap Tingkat Kemahalan Konstruksi (TKK) kabupaten/kota atau propinsi lain. Sesuai
dengan pengertiannya, Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) dapat dikategorikan sebagai indes spasial, yaitu indeks yang
17
periode waktu tertentu. Kondisi geografis negara Indonesia yang sangat beragam menyebabkan perbedaan pembiayaan untuk membangun fasilitas-fasilitas tersebut. Hal inilah yang mendasari untuk digunakannya Indeks Kemahalan Konstruksi sebagai pembeda
kebutuhan suatu daerah dilihat dari sektor konstruksi. IKK berbeda dengan pengertian indeks periodikal, seperti Indeks Konsumen Harga Perdagangan dimana Besar kedua (IHPB) indeks atau Indeks Harga
(IHK),
harga
tersebut
menggambarkan perkembangan harga di suatu lokasi pada periode tertentu terhadap harga tahun dasar. 3.2. Maksud dan Tujuan
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data-data yang akan digunakan untuk penghitungan Indeks Kemahalan Konstruksi yang merupakan salah satu komponen/variabel dalam penghitungan Dana Alokasi Umum. Publikasi ini juga berguna sebagai
standarisasi harga khususnya barang dan jasa yang digunakan dalam kegiatan suatu konstruksi, sehingga dapat ditentukan/dinilai anggaran itu, proyek oleh tim pembahas anggaran yang
kewajaran proyek.
Selain
Indeks
Kemahalan
Konstruksi
(IKK)
dihasilkan dapat membantu pihak-pihak swasta, dalam hal ini pengusaha untuk menilai kemampuan perusahaannya pada saat ini dibanding pada waktu pada perusahaan ini berdiri. Tingkat kemampuan proses
18
perusahaannya
saat
dapat
dipakai
dalam
pelelangan bangunan.
suatu
proyek
khususnya
proyek-proyek
konstruksi
3.3. Ruang Lingkup dan Sumber Data IKK yang akan dihitung adalah IKK Kota Tanjungpinang pada tahun 2006, sehingga data yang dihasilkan hanya sampai level Kota Tanjungpinang saja. Sumber data yang digunakan dalam
penghitungan IKK adalah data yang berasal dari Survei Harga Perdagangan Besar Bahan Bangunan/Konstruksi dan harga sewa alat berat dengan menggunakan daftar HPB-K yang dilakukan di Kota Tanjungpinang pada tahun 2006. Secara garis besar jenis data yang dikumpulkan meliputi: a. Harga bahan bangunan/konstruksi yang terdiri dari bahan-bahan bangunan dari kayu
gergajian/lapis, seperti: kayu meranti dengan berbagai ukuran; barang-barang hasil pertambangan/penggalian,
seperti: pasir dan batu kali; serta barang-barang hasil industri keramik, dengan seng berbagi kualitas, seperti: dari semen, plastik,
gelombang,
barang-barang
barang- barang dari kaca, b. Harga sewa alat-alat berat Misalkan harga sewa satu
unit
dump
truck,
dan
lain
Misalnya
upah
seorang
mandor
konstruksi
dalam
orang
hari, dan lain sebaginya. Data lain yang digunakan adalah Diagram Timbang (DT) yang terdiri dari DT kelompok jenis bangunan dan DT umum. Diagram Timbang biaya kelompok yang jenis bangunan dari disusun studi dari data analisis kemahalan
diperoleh
hasil
tingkat
konstruksi serta tabel input output. Sedangkan Diagram Timbang umum diperoleh dari data realisasi APBD Kota Tanjungpinang.
3.4. Kegiatan Pengumpulan Data Data harga bahan bangunan/konstruksi, sewa alat-alat berat dan upah jasa konstruksi yang dikumpulkan adalah harga-harga pada berbagai jual kategori, pedagang yaitu perdagangan pedagang besar/distributor produsen,
(harga
besar),
campuran,
pedagang eceran, dan kategori lainnya, seperti: kontraktor dan instansi terkait lainnya (khususnya untuk mengumpulkan data
harga sewa alat-alat berat dan upah pekerja/jasa konstruksi). Kegiatan pengumpulan yaitu data ini dilakukan pertama dalam empat tahap Bulan
triwulanan,
triwulan
(dilaksanakan
Februari), triwulan kedua (dilaksanakan Bulan Mei), triwulan ketiga (dilaksanakan Bulan Agustus) dan triwulan keempat
(dilaksanakan Bulan November). Data harga ini dikumpulkan melalui Survei Harga
daftar
HPB-K.
Sementara
itu,
data
yang
untuk 2007
penghitungan
Indeks
kemahalan
Konstruksi
adalah hasil survei HPB-K triwulan II dengan periode pencacahan bulan Mei 2006. Data Harga yang dikumpulkan terdiri dari 60 jenis barang yang mencakup sekitar 145 kualitas serta harga sewa 4 macam alat berat dan 9 upak tukang dan mandor. Data Lain yang dikumpulkan adalah perkiraan persentase
pengeluaran masing-masing
kegiatan kelompok
pembangunan jenis
fisik
bangunan
terhadap
pengeluaran kegiatan pembangunan tersebut. Data ini diperoleh dari pemerintah Kota Tanjungpinang berdasarkan realisasi APBD.
3.5. Metode Penghitungan Pada Kemahalan bangunan, Klasifikasi tahun 2004 dan (IKK) 5 tahun-tahun dihitung (lima) Usaha sebelumnya, kelompok mengacu (KBLI). Indeks jenis pada Indeks
menurut kelompok,
dari
Lapangan
Indonesia
Kemahalan Konstruksi (IKK) yang digunakan dalam penghitungan DAU adalah IKK umum, yaitu angka tertimbang dari kelima IKK kelompok jenis bangunan. Kelima kelompok jenis bangunan
tersebut adalah: 1. Bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal; 2. Pekerjaan umum untuk jalan, jembatan, dan pelabuhan;
21
3. Bangunan
pekerjaan
umum
untuk
pertanian
(prasarana
komunikasi; 5. Bangunan lainnya. Sebagai gambaran lebih jelas, berikut dijabarkan klasifikasi masing-masing jenis bangunan tersebut, yang dipakai pada tahun 2004 dan tahun-tahun sebelumnya: 1. Bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal: a. Konstruksi gedung tempat tinggal, meliputi rumah yang dibangun sendiri, real estate, rumah susun, dan
konstruksi gedung perkantoran, industri, kesehatan, pendidikan, tempat hiburan, tempat ibadah,
terminal/stasiun, dan bangunan monumental lainnya. 2. Bangunan pelabuhan: a. Bangunan, jembatan dan landasan meliputi: pembangunan jalan, jembatan, landasan pekerjaan umum untuk jalan, jembatan, dan
pesawat terbang, pagar/tembok, drainase jalan, marka jalan dan rambu-rambu lalu lintas. b. Bangunan jalan dan jembatan kereta meliputi: pembangunan jalan dan jembatan kereta.
22
3. Bangunan
pekerjaan
umum
untuk
pertanian
(prasarana
(weir), embung, jaringan irigasi, pintu air, sipon dan drainase, irigasi, talang, check dam, tanggul
pengendalian banjir, tanggur laut, krib, dan viaduk. b. Bangunan tempat proses hasil pertanian meliputi: pengeringan. 4. Bangunan untuk instalasi listrik, gas, air minum, dan bangunan penggilingan dan bangunan
transmisi tegangan tinggi. b. Konstruksi telekomunikasi udara meliputi konstruksi bangunan telekomunikasi dan
navigasi udara, bangunan pemancar/penerima radar, dan bangunan antena. c. Konstruksi sinyal dan telekomunikasi kereta api meliputi: pembangunan Konstruksi sinyal dan
23
meliputi konstruksi
bangunan menara
bangunan stasiun bumi kecil/stasiun satelit. e. Instalasi air meliputi: instalasi air bersih dan air limbah serta saluran drainase pada gedung. f. Instalasi listrik meliputi: pemasangan instalasi jaringan listrik
tegangan lemah dan pemasangan instalasi listrik pada gedung bukan tempat tinggal. g. Instalasi gas meliputi: pemasangan gas pada gedung tempat tinggal dan pemasangan instalasi gas pada gedung bukan tempat tinggal. h. Instalasi listrik jalan meliputi: listrik instalasi jalan listrik api, jalan dan raya, instalasi listrik
kereta
instalasi
lapangan udara. i. Instalasi jaringan pipa meliputi: jaringan pipa, jaringan air, dan jaringan minyak. 5. Bangunan lainnya meliputi: bangunan sipil, pembangunan lapangan olahraga, lapangan parkir, dan sarana lingkungan pemukiman.
24
Untuk
keseragaman
dalam
penghitungan
Indeks
Kemahalan
Konstruksi (IKK) yang dipakai pada tahun 2004 dan tahun-tahun sebelumnya, setiap kelompok jenis bangunan kontruksi diwakili oleh satu unit bangunan/konstruksi yang mempunyai nilai
termahal atau andil yang paling besar di masing-masing daerah, yaitu: 1. Bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, diwaliki oleh bangunan tempat tinggal 2. Pekerjaan umum untuk jalan, jembatan, dan pelabuhan, diwaliki oleh pembangunan jalan 3. Bangunan pekerjaan umum untuk pertanian (prasarana pertanian), diwaliki oleh bangunan jaringan irigasi 4. Bangunan untuk instalasi listrik, gas, air minum dan komunikasi, diwaliki oleh instalasi listrik jalan raya 5. Bangunan lainnya, diwaliki oleh pembangunan lapangan parkir. Berbeda dari Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) tahun 2004 dan tahun-tahun sebelumnya, mulai tahun 2005 Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) dihitung hanya menurut 3 (tiga) kelompok jenis bangunan. Kelompok jenis bangunan yang tidak diikutsertakan
adalah bangunan untuk instalasi listrik, gas, air minum dan komunikasi, sedangkan kelompok jenis bangunan pekerjaan umum
25
untuk pertanian (prasarana pertanian) digabung dengan kelompok jenis bangunan lainnya. Perubahan pengelompokan jenis bangunan ini dilakukan agar Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) antar kabupaten/kota yang
dihasilkan lebih mempunyai keterbandingan/comparable. Kelompok jenis listrik, gas, air minum dan komunikasi tidak dalam antar
kualitas tersebut
kelompok
jenis
bangunan
pekerjaan tidak
pertanian
(prasarana
pertanian),
dinilai
relevan lagi digunakan untuk daerah perkotaan. Berikut ini, 3 (tiga) kelompok jenis bangunan yang
digunakan dalam penghitungan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) tahun 2005 yang juga digunakan pada saat penghitungan IKK tahun 2006: a. Bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, b. Pekerjaan umum untuk jalan, jembatan dan pelabuhan, c. Bangunan lainnya
3.6. Paket Komoditas Paket komoditas yang digunakan dalam penghitungan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) tahun 2006 terdiri dari 18 jenis barang/bahan bangunan dan 4 sewa alat-alat berat. Jenis
dari sekitar 60 jenis barang/bahan bangunan dan 4 sewa alatalat berat yang terdapat dalam daftar HPB-K, jenis barang yang tidak termasuk dalam paket komoditas IKK 2006 adalah barangbarang yang digunakan pada kelompok jenis bangunan listrik, gas, air minum ini dan komunikasi sedikit bila Jumlah jenis barang/bahan dengan paket
bangunan
lebih
dibandingkan
komoditas Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) tahun 2004 yang terdiri dari 23 jenis barang/bahan bangunan dan 3 sewa alatalat berat. Delapan belas jenis barang/bahan bangunan dan empat sewa alat-alat berat yang menjadi paket komoditas penghitungan
Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) tahun 2005 tersebut, yaitu: pasir pasang, batu kali, sirtu, kayu papan, kayu balok, kayu lapis, cat tembok, cat kayu/besi, aspal, pipa PVC, kaca, batu bata, semen, batu split, lantai keramik, besi beton, seng plat, seng gelombang, sewa alat berat hidrolik excavator, bulldozer dan three wheel roller (mesin gilas) dan Dump Truck. Ke 18 jenis barang/bahan bangunan dan 4 sewa alat-alat berat tersebut dipilih karena mempunyai nilai atau andil cukup besar dan data harga barang-barang tersebut comparable atau mempunyai
27
3.7. Penimbang atau Bobot Diagram Timbang (DT) atau bobot terdiri dari Diagram
Timbang (DT) kelompok jenis bangunan dan Diagram Timbang (DT) umum. Diagram Timbang (DT) kelompok jenis bangunan disusun
berdasarkan besarnya volume masing-masing jenis bahan bangunan untuk membangun satu unit bangunan per satuan ukuran luas.
Sedangkan Diagram Timbang (DT) umum disusun berdasarkan data realisasi APBD dan pengeluaran belanja pembangunan dan rutin yang diperoleh dari Pemerintah Kabupaten/Kota setempat, yang dalam hal ini berarti pihak Pemerintah Kota Tanjungpinang atau DT disusun berdasarkan perkiraan persentase pengeluaran
pembangunan fisik yang ada di masing-masing kabupaten/kota dan dirinci menurut 3(tiga) kelompok jenis bangunan/konstruksi.
3.8. Tingkat Kemahalan Harga Bangunan/Konstruksi (TKK) a. Tingkat Kemahalan Harga Bangunan/Konstruksi Kelompok
TKK kj = H i.Qij
i =1
Qij
= jenis barang/bahan bangunan = kelompok jenis bangunan = kabupaten/kota = jumlah jenis barang/bahan bangunan dan sewa alat berat (m=22)
b.
Tingkat
Kemahalan
Harga
Bangunan/Konstruksi
Kelompok
TKK nj =
TKK
k =1
kj
Keterangan: TKKnj = tingkat kemahalan harga bangunan/konstruksi rata-rata nasional kelompok jenis bangunan j n = jumlah kabupaten/kota di seluruh Indonesia (n=434 ) 3.9. Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) a. Indeks Kemahalan Harga Bangunan/Konstruksi kelompok Jenis Bangunan Kabupaten/Kota:
29
IKK kj =
TKK kj TKK nj
x100
Keterangan: IKKkj = indeks kemahalan harga bangunan/konstruksi kabupaten/kota k kelompok jenis bangunan j
b. Indeks
Kemahalan
Harga
Bangunan/Konstruksi
Umum
Keterangan: IKKuk = indeks kemahalan harga bangunan/konstruksi umum kabupaten/kota k Qj p u I = Diagram timbang IKK umum kabupaten/kota = jumlah kelompok jenis bangunan (p=3) = umum = Suatu Konstanta harga yang menggambarkan yang
perkembangan
barang-barang
30
b. Indeks
Kemahalan
Konstruksi dengan
(IKK) cara
tahun
2007 data
penyesuaian
diperoleh
mengalikan
IKK tahun 2006 dengan perkembangan IHPB konstruksi bulan Februari tahun 2004 ke bulan Mei tahun 2006. 4.
No 1 2
No 1 2 3
5.
NO.
1
JADWAL WAKTU
3
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Persiapan Kegiatan Pengumpulan Data Pengolahan dan Tabulasi Analisa Data Penyusunan Draf Publikasi Perbaikan Draf Penggandaan Publikasi
1 september -10 September 2008 20 September 27 Sepember 2008 28 31 September 2008 1-7 Oktober 2008 8 22 oktober 2008 23 25 ktober 2008 26 Oktober 14 November 2008
6.
31
Persiapan
kegiatan
meliputi
kegiatan
pengumpulan
bahan
penyusunan publikasi, pengumpulan bahan dilakukan dengan cara pengumpulan bahan referensi penyusunan dari internet, pengumpulan publikasi yang menunjang seperti publikasi
dari Bapekko Kota Tanjungpinang, BPS Pusat Jakarta, BPS Propinsi Kepulauan Riau, BPS Kota Tanjungpinang, dinas
Kimpraswil Kota Tanjungpinang dsb. 6.2. Pengumpulan Data a. Pengumpulan Data Primer Data Primer yaitu data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh suatu organisasi atau perorangan
langsung dari objeknya. Data Primer yang dikumpulkan adalah data Harga Bahan Kontruksi dari 18 Pedagang bahan kontruksi hal yang ini ada untuk di seluruh Kota
Tanjungpinang,
mendapatkan
gambaran
mengenai perbedaan harga bahan kontruksi di masingmasing kelurahan sebagai akibat biaya transportasi
yang berbeda di masing-masing Kelurahan. Asal Bahanbahan Kontruksi dan tempat bongkar muat bahan
kontruksi. b. Pengumpulan Data Sekunder Data Sekunder ialah data yang diperoleh dalam bentuk jadi dan telah diolah oleh pihak lain, yang biasanya dalam bentuk publikasi. Kegiatan ini dilakukan dengan
32
mengumpulkan penyusunan
publikasi publikasi
yang IKK
ada
hbungannya
dengan
kota
Tanjungpinang
diantaranya yaitu Publikasi Tanjungpinang Dalam Angka dari Bapekko Kota Tanjungpinang, Publikasi IKK yang dikeluarkan BPS Propinsi Kepulauan Riau, Publikasi
Kegiatan Percepatan Penyediaan Data Statistik Dalam Rangka Kebijakan Dana Perimbangan Tahun 2008
dikeluarkan Oleh BPS Jakarta, dan sebagainya. 6.3. Pengolahan Dan Tabulasi Data primer atau sekunder yang sudah dikumpulkan kemudian dilakukan pengolahan dan di tabulasikan, hal ini dilakukan agar memudahkan dalam proses analisis data. setelah di olah kemudian data disajikan kedalam bentuk tabel ataupun grafik. 6.4. Analisis Data Analisis yang digunakan adalah analisis deskriftip, yaitu analisis yang sifatnya memberikan gambaran terhadap
persoalan tentang konstruksi yang ada dan analisis SWOT untuk penentuan kebijakan yang mungkin diambil dalam hal kontruksi di Kota Tanjungpinang. 6.5. Penyusunan Draft Publikasi Setelah datanya diolah dan dianalisis, hasilnya kemudian disusun menjadi suatu publikasi.
33
6.6. Perbaikan Draft Hal ini dilakukan untuk memperbaiki dan menambah hal-hal yang dianggap penting dalam penyusunan draft akhir
publikasi ikk 6.7. Penggandaan publikasi 7. Rancangan Untuk tahap pengembangan Untuk tahap pengembangan, akan dilakukan analisis
deskriftip sesuai dengan data yang sebenarnya dan akan dilakukan analisis mengenai kebijakan dalam bidang
kontruksi untk menjawab semua permasalahan yang ada yang berkaitan dengan bidang konstruksi,
DAFTAR ISI 1.LATAR BELAKANG..............................................................................................................1 1.1.Otonomi Daerah.........................................................................................................1 1.2.Dana Alokasi Umum (DAU).....................................................................................4 1.2.1. Konsep dan Variabel DAU .......................................................................................6 1.3.Variabel Potensi Daerah..........................................................................................13
34
2.Permasalahan..........................................................................................................................14 2.1.Masalah Konseptual (Conseptual Problems)...........................................................15 2.2.Kecanggihan Formula..............................................................................................15 2.3.Ketetapan Variabel..................................................................................................16 2.4.Ketersediaan Data....................................................................................................16 2.5.Teknis Pelaksanaan..................................................................................................17 3.Tingkat Kemahalan Konstruksi (TKK)..................................................................................17 3.1.Pengertian dan Definisi Tingkat Kemahalan Konstruksi .......................................17 3.2.Maksud dan Tujuan.................................................................................................18 3.3.Ruang Lingkup dan Sumber Data ...........................................................................19 3.4.Kegiatan Pengumpulan Data ..................................................................................20 3.5.Metode Penghitungan..............................................................................................21 3.6.Paket Komoditas......................................................................................................26 3.7.Penimbang atau Bobot.............................................................................................28 3.8.Tingkat Kemahalan Harga Bangunan/Konstruksi (TKK).......................................28 3.9.Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK)......................................................................29 4.TENAGA AHLI DAN TENAGA PENDUKUNG YANG DI BUTUHKAN.......................31 5.Rencana dan Jadwal pekerjaan...............................................................................................31 6.Rencana Kerja Lengkap..........................................................................................................31 6.1.Persiapan Kegiatan..................................................................................................31 6.2.Pengumpulan Data...................................................................................................32 6.3.Pengolahan Dan Tabulasi .......................................................................................33 6.4.Analisis Data............................................................................................................33 6.5.Penyusunan Draft Publikasi.....................................................................................33 6.6.Perbaikan Draft........................................................................................................34 6.7.Penggandaan publikasi............................................................................................34 7.Rancangan Untuk tahap pengembangan.................................................................................34
35