You are on page 1of 35

1.

LATAR BELAKANG 1.1. Otonomi Daerah Pembangunan Bangsa Indonesia selama ini diarahkan untuk

membangun melakukan bertahap fisik

tingkat berbagai berupaya

kesejahteraan pembangunan

rakyat yang

Indonesia sekaligus

dengan secara

fisik

mengurangi tingkat kemiskinan. Pembangunan tersebar di seluruh daerah diharapkan

yang

dilakukan

dapat membawa perubahan pada tingkat kesejahteraan masyarakat secara merata. Pembangunan fisik berupa gedung-gedung

perkantoran dan pemukiman penduduk, sarana transportasi, tempat ibadah, maupun tempat untuk kegiatan sosial masyarakat yang diarahkan berbagai sesuai Untuk untuk bidang memenuhi terus kebutuhan kegiatan masyarakat yang di

mengalami

perkembangan daerah

dinamis

dengan

gerak

roda

perekonomian

masing-masing. tersebut, yang

mendukung telah

keberhasilan menempuh

pembangunan kebijakan

nasional

pemerintah

Otonomi

Daerah

ditujukan agar hasil-hasil pembangunan dapat dirasakan secara merata dan adil. Selama lima tahun terakhir ini telah terjadi perubahan mendasar pada penyelenggaraan pemerintahan baik di Pusat maupun Daerah. Perubahan tersebut mencakup antara lain : system

pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik (Undang-Undang No. 22 tahun 1999), struktur organisasi pemerintahan di pusat

maupun di daerah (Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2001), perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah (Undang-Undang No. 25 tahun 1999), beserta perubahan instrument dalam dan kebijakan Peraturan Peraturan

pemerintah Pemerintah

yang (PP),

menyertainya Keputusan

(dituangkan

Presiden

(Kepres)

daerah (Perda) untuk mengatur tata cara pelimpahan kewenangan pemerintah daerah dan pusat ke pemerintah daerah dalam keuangan Semuanya rangka dan itu otonomi anggaran membawa

transformasi dan belanja

pengelolaan daerah (APBD).

pendapatan

perubahan nyata dan cepat (baca progresif) pada system hukum, kelembagaan, penyelengaraan pemerintahan daerah, dan manajemen keuangan dan pelayanan masyarakat yang menjadi tugas dan fungsi utama pemerintah daerah yang berlaku selama ini. Transformasi pusat ke kekuasaan daerah, dan kewenangan yang dari pemerintah oleh

pemerintah

seperti

diamanatkan

undang-undang dalam rangka pemberdayaan dan kemandirian daerah untuk melayani ini kebutuhan masyarakatnya, sasaran yang selama dua tahun karena

terakhir

belum

mencapai

diinginkan

belum siapnya infrastruktur, kelembagaan dan sumber daya daerah serta masih belum mantapnya konsep dan menyatunya persepsi

pada tataran pelaksanaan. Landasan hukum dan perangkat aturan yang ada dalam membagi hak dan kewajiban masing-masing pihak seolah-olah tingkat tumpul menghadapi Perbedaan berbagai persepsi macam dan aspirasi sudut dan

kepentingan.

pandang
2

antara perencanaan di pemerintah pusat dan aparat daerah, dan antara legislatif dan executif baik di tingkat pusat maupun daerah masih lebar dan menjadi kendala utama belum lancarnya program/upaya transformasi tersebut. Otonomi daerah yang dilaksanakan sejak 1 Januari 2001

memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan dan

pembangunan di daerahnya masing-masing dalam melayani kebutuhan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat. Untuk mendukung

pelaksanaan Otonomi Daerah tersebut, kepada Pemerintahan Daerah diberikan kewenangan untuk mendayagunakan potensi keuangan

daerah sendiri serta sumber keuangan lain seperti perimbangan keuangan Pusat dan daerah yang berupa Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Selama pendapatan (fiskal beberapa utama tahun terakhir, Daerah. DAU merupakan kesenjangan DAU sumber fiskal

Pemerintah

Azas

gap)

yang

mendasari

penghitungan

memerlukan

dukungan data yang valid, akurat dan terkini sehingga pembagian DAU ke daerah menjadi adil, proporsional dan merata. Selain dari pada itu, kebutuhan dukungan data dan informasi statistik yang lengkap juga tidak hanya diperlukan oleh Lembaga untuk Eksekutif mengukur

tetapi

Legeslatif

khususnya

diperlukan

kinerja Eksekutif. Sehubungan dengan keperluan itu, maka pada saat ini sangat diperlukan tersedianya data jumlah penduduk, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK), dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tingkat

Kabupaten. Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) sebagai salah satu

informasi yang dibutuhkan pemerintah daerah adalah informasi yang memuat berbagai harga barang dan jasa khususnya di bidang konstruksi. Selain sebagai salah satu komponen/variabel dasar dalam menghitungan Dana Alokasi Umum (DAU), Indeks Kemahalan Konstruksi juga berguna dalam mendapatkan standarisasi harga barang dan jasa yang digunakan dalam kegiatan pembangunan.

Selain itu perkembangan harga barang dan jasa yang diikuti dari waktu ke waktu dapat dijadikan sebagai indikator pembangunan, baik sebagai indikator input, indukator proses ataupun

indikator output.

1.2. Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Umum (DAU) sebagai instrument kebijakan

fiscal pemerintah mempunyai peran yang sangat strategis dalam proses otonomi daerah. DAU diharapkan dapat menjembatani tidak hanya fiscal kesenjangan gap), fiscal juga antara pusat alat dan daerah (vertical kemampuan Lebih dari
4

tetapi

sebagai

pemerataan

fiscal antar daerah (horizontal fiscal equization).

itu

DAU

merupakan

instrument

kebijakan

pemerintah

dengan

persetujuan legeslatif yang dipakai untuk menstabilkan keamanan dari pergolakan daerah yang dipicu oleh rasa ketidakadilan

ekonomi dan social (economic and social injustice) masyarakat daerah. Kesenjangan fiscal antara pusat dan daerah yang selama ini menjadi isu sensitive sehubungan dengan ketidakseimbangan pembagian hasil sumber daya alam akan diperbaiki dengan system pembagian Sedangkan bagi hasil sumber daya alam yang antara lebih daerah adil. yang

kesenjangan

kemampuan

fiscal

surplus dan daerah yang defisit akan ditutup dengan DAU. Otonomi daerah yang dimulai 1 Januari 2001, untuk pertama kalinya menggunakan konsep DAU sesuai dengan UU No. 25 tahun 1999 dimana DAU merupakan bagian dari dana perimbangan sebagai sumber pembiayaan daerah untuk mendukung penyelenggaraan

otonomi daerah. Formula DAU atas dasar PP No.104 tahun 2000 direalisasikan untuk pertama kalinya dengan Keppres No. 181 tahun 2000. Jumlah (80 DAU %) yang dialokasikan atas ke daerah-daerah penyeimbang

sebagian

besar

didasarkan

factor

(balancing factor) yakni jumlah subsidi daerah otonom (SDO) yang selama ini merupakan sumber anggaran rutin daerah dan dana pembangunan daerah (Inpres) yang merupakan anggaran pembangunan daerah. Peranan formula sesuai dengan PP No. 104 dalam

mengalokasikan DAU dengan sendirinya hanya 20 %.

Sejak

tahun

2002 hingga saat ini, peranan formula

DAU

terus ditingkatkan dan peranan dana perimbangan dikurangi untuk meningkatkan penerimaan kapasitas asli fiskal daerah (PAD) dalam mengoptimalkan mengurangi

daerah

sekaligus

ketergantungan daerah akan DAU. 1.2.1. a. Konsep dan Variabel DAU

Konsep DAU UU No. 25 Tahun 1999 yang dijadikan dasar dalam merumuskan dana perimbangan dan menyatakan antar bahwa pembagian diberikan dan dan keuangan secara antara merata, dengan Oleh harus

Pusat-daerah proporsional memperhatikan karena itu

daerah adil

demokratis, potensi,

transparan daerah. (DAU)

kondisi

kebutuhan Umum

dalam

perumusan

Dana

Alokasi

memenuhi kaidah-kaidah tersebut. Dana perimbangan akan diberikan oleh pemerintah pusat

kepada pemerintah daerah untuk menutupi seluruh atau sebagian kekurangan pembiayaan kebutuhan daerah. Jadi pemerintah daerah terlebih dahulu membiayai kebutuhan daerahnya dengan

menggunakan pendapatan asli daerah (PAD), sedangkan pemerintah pusat hanya membantu meringankan beban tersebut. Apabila masih terdapat kekurangan sebaiknya daerah terlebih dahulu merevisi APBD nya dengan cara menyusun kembali daftar skala prioritas sasaran yang akan dicapai pada tahun anggaran yang akan

berjalan agar supaya dana tersebut dapat mencukupi kebutuhan daerah. Kemampuan fiscal (fiscal capacity) daerah untuk menghimpun pendapatan, pada kenyataannya, sangat bervariasi tergantung

kepada kondisi daerah masing-masing. Ada daerah yang mempunyai sumber daya alam sebagai sumber pendapatan langsung, ada daerah yang pajak intensitas daerah, ekonominya tetapi ada tinggi juga sebagai sumber pendapatan memiliki

daerah

yang

tidak

keduanya dan bergantung kepada transfer dana dari pemerintah pusat. Dilain pihak kebutuhan berjalan (fiscal need) daerah

juga berbeda ditinjau dari pelayanan public, kondisi penduduk, kondisi wilayah. Kebutuhan anggaran daerah ini diperbesar lagi dengan adanya perasaan tertinggal, ketidak adilan, dan

keinginan untuk memanfaatkan peluang yang terbuka dengan adanya program otonomi daerah. Berdasarkan hal tersebut maka dipilihlah variable-variabel yang mencerminkan dan besaran potensi fiscal (fiscal capacity) daerah. yang dalam hasil

daerah Selisih

besaran kedua

kebutuhan besaran

fiscal (fiscal

(fiscal gap) bobot Secara

need)

dari

tersebutlah daerah matematis

nantinya

akan

digunakan dana alokasi

sebagai umum.

memproporsikan

rumusan tersebut memungkinkan adanya daerah yang tidak menerima DAU dikarenakan daerah tersebut memiliki selisih sama dengan

nol atau negative. Namun untuk sementara waktu hal tersebut dihindari dengan memakai factor penyeimbang (balancing factor) yang merupakan alokasi minimal berupa lumpsum dan belanja

pegawai. Jumlah DAU yang disediakan oleh pemerintah pusat adalah sebesar 25 % dari penerimaan dalam negeri di APBN pada tahun bersangkutan dengan rincian 10 % untuk pemerintah propinsi dan 90 % untuk pemerintah kabupaten/kota. Skema kerangka piker DAU adalah sebagai berikut : Diagram 1 : Kerangka Pikir DAU

POTENSI PENERIMAAN Potensi Industri Potensi SDA Potensi SDM PDRB

VARIABEL POTENSI PDRB Industri dan Jasa Bagi Hasil SDA, PBB, BPHTB Pph orang pribadi

AMANAT UU 25/1999 Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah

MODEL DAU

KEBUTUHAN FISKAL Jumlah Penduduk Luas Wilayah Keadaan Geografi Penduduk Miskin

VARIABEL KEBUTUHAN Jumlah Penduduk Luas Wilayah Kepadatan Penduduk Indeks Harga Bangunan Proverty Gap atau Jarak Kemidskinan Penduduk Miskin

b. Variabel Yang Digunakan

1. Variabel Kebutuhan Fiskal Variabel kebutuhan fiscal suatu daerah hendaknya dapat mengakomodir pembiayaan kebutuhan suatu daerah dan yang digunakan untuk

program-program

daerah

pembangunan

fasilitas

daerah seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan kebutuhan pokok lainnya. Variabel-variabel yang digunakan disini juga diharapkan mampu untuk mengakomodir kebutuhan-

kebutuhan tersebut secara umum, sehingga dapat terbentuk suatu rumusan yang sederhana dan mudah dihitung oleh daerah dengan data yang mudah didapatkan. Tidak ada seorangpun yang dapat menjamin bahwa variable-variabel yang digunakan sudah 100 % benar. Hanya saja perlu dilakukan uji variable (specification test) lebih lanjut apakah variable-variabel tersebut signifikan mewakili besaran kebutuhan fiscal daerah. 2. Jumlah Penduduk Jumlah penduduk suatu daerah mencerminkan kebutuhan

pelayanan yang diperlukan. Pelayanan tersebut dapat meliputi beberapa aspek, seperti pendidikan, kesehatan, transportasi dan lainnya. Untuk membedakan kebutuhan satu daerah dengan daerah lain berdasarkan jumlah penduduk, maka dibuatlah indeks

penduduk. Indeks penduduk dihitung dengan cara :

P IPi = i p IPi Pi P n = = = =

dimana

P=

P
i =1

Indeks Penduduk daerah i Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota ke-i Jumlah Penduduk Rata-rata Jumlah Kabupaten/Kota

3.

Luas Wilayah Daerah dengan yang cakupan wilayah maka yang luas membutuhkan suatu indeks

pembiayaan

lebih

besar,

dibentuklah

untuk membedakan besaran luas wilayah tersebut. Hal tersebut yang dijadikan alasan oleh penyusun untuk digunakannya variable luas wilayah. Padahal disisi lain luas wilayah tersebut juga merupakan potensi yang besar dalam sisi penerimaan, seperti hutan, perkebunan, dan pertanian. Data luas wilayah menggunakan dua sumber yaitu yang bersumber dari Badan Pusat Statistik

serta Depdagri dan Otda. Apabila terdapat perbedaan luas daerah yang cukup besar, maka digunakan luas daerah yang memiliki yang memenuhi kewajaran. Indeks Wilayah

tingkat

densitas

tersebut adalah :

Indeks Wilayah I =

Luas Daerah i Rata-rata Luas Daerah Secara Nasional

10

4.

Kepadatan Penduduk (Densitas) Tingkat menggunakan kepadatan juga penduduk (densitas) dengan dapat luas dihitung wilayah

jumlah

dibagi

kabupaten/kota. Sedangkan rata-rata densitas Indonesia didapat dari jumlah penduduk Indonesia dibagi dengan Luas wilayah

Indonesia, sehingga indeksnya adalah :

Indeks Density I =

Density Daerah i Rata-rata Density Nasional

Wilayah yang luas dengan penduduk yang sedikit memiliki masalah yang lebih ringan dibanding dengan wilayah yang lebih padat. Hal tersebutlah yang mendasari digunakannya variabel

dasar untuk membentuk density telah digunakan dan diharapkan tidak menjadikan variabel yang tumpang tindih. 5. Indikator Kemiskinan Pembangunan daerah dilaksanakan bertujuan untuk

mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur secara merata. Maka makin banyak jumlah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan dibutuhkan dana yang lebih besar dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Untuk melihat perbedaan tingkat

kemiskinan antar daerah digunakan poverty gap sebagai ukuran. Poverty gap memberikan gambaran sebaran pendapatan penduduk

11

miskin dari garis kemiskinan. Makin besar poverty gap-nya, maka tingkat kemiskinannya semakin tinggi begitu juga sebaliknya

apabila poverty gap-nya makin kecil maka tingkat kemiskinannya makin rendah bahkan apabila proverty gap tidak dapat dihitung karena q = 0 maka suatu daerah dapat dinyatakan tidak memiliki penduduk miskin. Rumusan poverty gap adalah sebagai berikut : PGi = 1 q Z Yj n j =1 Z

dimana : PGi = Poverty Gap daerah ke i yj = Pendapatan penduduk ke j Z = Poverty line (batas kemiskinan) n = Jumlah penduduk suatu daerah ke i q = Jumlah penduduk miskin suatu daerah ke i

Untuk

mendapatkan

Indeks

Poverty

Gap,

terlebih

dahulu Setelah

kita harus mencari Head Cout Index, dan Income Gap. itu barulah dapat dihitung Indeksnya.
Head Count Index Daerah i = Penduduk Miskin Daerah Ke i Jumlah Penduduk daerah ke i

X 100%

Income Gap Daerah i =

Proverty Gap daerah Ke i Head Count Index Daerah Ke i

Indeks Proverty Gap =

Income Gap daerah Ke i Rata-rata Income Gap Seluruh Indonesia

12

6.

Indeks Kemahalan Konstruksi Untuk meningkatkan pelayanan pemerintah sangat dibutuhkan sarana dan prasarana berupa bangunan gedung, jalan, jembatan, irigasi dan lain sebagainya. Pembangunan ini semua merupakan tanggung Indonesia jawab pemerintah daerah. Kondisi geografis untuk negara

menyebabkan

perbedaan

pembiayaan

membangun

fasilitas-fasilitas tersebut. Hal inilah yang mendasari untuk digunakannya Indeks Harga Bangunan sebagai pembeda kebutuhan suatu daerah dilihat dari sektor konstruksi. Formula indeks yang digunakan adalah indeks Laspeyres yaitu indeks harga yang ditimbang dengan kuantitas pada tahun dasar. Sedangkan indeks kemahalan perbandingan konstruksi tingkat kabupaten/kota kemahalan didapatkan dari

konstruksi

kabupaten/kota

terhadap kemahalan rata-rata nasional. IKK Daerah i =


Indeks kemahalan konstruksi daerah Ke-i Rata-rata Indeks Kemahalan Konstruksi Daerah

1.3. Variabel Potensi Daerah Yang menjadi komponen dari potensi daerah adalah

Pendapatan Asli daerah (PAD), Pajak Bumi Bangunan (PBB), Bagian Perolehan Sumber Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Bagi Hasil PAD

Daya

Alam

(BHSDA), dan Pajak Penghasilan (Pph).

estimasi merupakan hasil kali dari pendapatan asli daerah ratarata dengan indeks industri dan jasa, sedangkan untuk data

13

lainnya tersedia di Departemen Keuangan. Variabel PAD belum mencerminkan kapasitas fiskal daerah yang sebenarnya karena

besarannya sangat tergantung dari kemampuan daerah mengumpulkan pajak dan retribusi. Apabila data PAD ini lebih kecil dari

seharusnya, maka perkiraan penerimaan daerah akan underestimate dan mengakibatkan ketergantungan daerah akan PAD semakin besar. Untuk menghindarinya, maka digunakan variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor Industri dan Jasa. Untuk perumusan PAD-nya dapat dituliskan sebagai berikut : PAD rata-rata = PAD Seluruh Indonesia Jumlah daerah
(PDRB Industri dan Jasa)i Rata-rata PDRB Industri Jasa Nasional

Indeks Industri dan Jasa Ke I =

PD = PAD rata-rata X Indeks Industri dan Jasa ke i = 0 + 1 PDRB Jasa Sehingga Potensi Penerimaan = PD + PBB + BPHTB + BHSDA + Pph 2. Permasalahan Mengingat daerah dalam begitu rangka yang strategisnya memperbaiki ini peranan system program otonomi

penyelenggaraan dan untuk

pemerintahan dianggap

selama hak

terpusat dan

(sentralistik) daerah

mengabaikan

aspirasi

14

menyelenggarakan program DAU, otonomi

rumahtangganya daerah sagat dan

sendiri,

maka

keberhasilan formulasi

tergantung

kemampuan

sebagai

solusi

instrument

kebijakan

pemerintah,

mengakomodir berbagai kepentingan dan aspirasi daerah. Beberapa masalah dan kendala yang DAU merupakan sebagai potensi pengemban penyebab amanat

ketidakberhasilan

formula

kemandirian dan pemerataan seperti dikehendaki oleh UU Otonomi Daerah dan UU Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah dapat bersumber pada : konsep, formula, variabel yang dipakai, data/informasi yang tersedia, dan teknis pelaksanaannya. 2.1. Masalah Konseptual (Conseptual Problems) Masalah konseptual (conceptual problem) dalam menyusun DAU terletak pada bagaimana yang : menterjemahkan diamanatkan demokrasi, oleh visi UU otonomi yang dan

kemandirian normative

fiscal (seperti

bersifat

kemandirian,

partisipasi

masyarakat, pemerataan dan keadilan) ke dalam variable-variable operasional kebijakan. 2.2. Kecanggihan Formula Misi utama DAU adalah pemerataan kemampuan fiscal antar daerah dan keseimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Tolak ukur keberhasilan rumus perhitungan DAU ditentukan oleh sejauh mana tingkat pemeratan itu tercapai (koefesien variasi yang bersifat kuantitatif sebagai instrument

15

dan indeks Williamson yang kecil). Lebih dari itu, kempuhan rumus DAU tersebut juga diukur dengan kemampuannya menjamin terwujudnya prinsip keadilan antar daerah. 2.3. Ketetapan Variabel Tingkat keragaman antar daerah dan pusat dengan daerah di Indonesia geografis sangat dan tinggi baik dari aspek ekonomi, sosial, sulit

sumber

daya

manusia

menyebabkan

sangat

untuk memilih variabel yang tepat memenuhi aspek tersebut dalam formula DAU. Variabel yang terpilih seharusnya tidak hanya

didasarkan kepada aspek teknis kepraktisan semata, tetapi juga mencerminkan konsep dan sasaran strategis otonomi yang akan dicapai. 2.4. Ketersediaan Data Formulasi DAU memerlukan berbagai jenis data yang terkini dan lengkap pada yang tingkat belum wilayah semuanya yang tersedia. lebih Survei kecil dan

(kabupaten/kota)

sistem pengumpulan data statistik yang selama ini berorientasi pada skala makro dan agregatif harus diubah orientasinya

menjadi skala kecil dengan jangkauan meluas dan rinci. Selain itu perlu ditingkatkan sistem pengumpulan data sektoral yang berasal dari instansi atau lembaga teknis.

16

2.5. Teknis Pelaksanaan DAU melibatkan berbagai pihak dari mulai perencanaan,

hukum, peraturan, serta pelaksanaan baik di pusat maupun daerah sehingga keberhasilannya sangat ditentukan oleh sejauh mana

persamaan persepsi dari pihak yang terkait tentang arti, fungsi dan tujuan DAU. 3. Tingkat Kemahalan Konstruksi (TKK) 3.1. Pengertian dan Definisi Tingkat Kemahalan Konstruksi Tingkat Kemahalan Konstruksi (TKK) merupakan cerminan dari suatu nilai bangunan/konstruksi, yaitu biaya yang dibutuhkan untuk membangun 1 (satu) unit bangunan per satuan ukuran luas di suatu kabupaten/kota atau propinsi. Tingkat Kemahalan

Konstruksi (TKK) diperoleh melalui pendekatan terhadap harga sejumlah jenis barang/bahan bangunan dan harga sewa alat berat yang mempunyai nilai atau andil cukup besar dalam bangunan

tersebut. Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) adalah angka indeks yang menggambarkan perbandingan Tingkat Kemahalan Konstruksi (TKK) suatu kabupaten/kota atau propinsi terhadap Tingkat Kemahalan Konstruksi (TKK) kabupaten/kota atau propinsi lain. Sesuai

dengan pengertiannya, Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) dapat dikategorikan sebagai indes spasial, yaitu indeks yang

menggambarkan perbandingan harga untuk lokasi yang berbeda pada

17

periode waktu tertentu. Kondisi geografis negara Indonesia yang sangat beragam menyebabkan perbedaan pembiayaan untuk membangun fasilitas-fasilitas tersebut. Hal inilah yang mendasari untuk digunakannya Indeks Kemahalan Konstruksi sebagai pembeda

kebutuhan suatu daerah dilihat dari sektor konstruksi. IKK berbeda dengan pengertian indeks periodikal, seperti Indeks Konsumen Harga Perdagangan dimana Besar kedua (IHPB) indeks atau Indeks Harga

(IHK),

harga

tersebut

menggambarkan perkembangan harga di suatu lokasi pada periode tertentu terhadap harga tahun dasar. 3.2. Maksud dan Tujuan

Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data-data yang akan digunakan untuk penghitungan Indeks Kemahalan Konstruksi yang merupakan salah satu komponen/variabel dalam penghitungan Dana Alokasi Umum. Publikasi ini juga berguna sebagai

standarisasi harga khususnya barang dan jasa yang digunakan dalam kegiatan suatu konstruksi, sehingga dapat ditentukan/dinilai anggaran itu, proyek oleh tim pembahas anggaran yang

kewajaran proyek.

Selain

Indeks

Kemahalan

Konstruksi

(IKK)

dihasilkan dapat membantu pihak-pihak swasta, dalam hal ini pengusaha untuk menilai kemampuan perusahaannya pada saat ini dibanding pada waktu pada perusahaan ini berdiri. Tingkat kemampuan proses
18

perusahaannya

saat

dapat

dipakai

dalam

pelelangan bangunan.

suatu

proyek

khususnya

proyek-proyek

konstruksi

3.3. Ruang Lingkup dan Sumber Data IKK yang akan dihitung adalah IKK Kota Tanjungpinang pada tahun 2006, sehingga data yang dihasilkan hanya sampai level Kota Tanjungpinang saja. Sumber data yang digunakan dalam

penghitungan IKK adalah data yang berasal dari Survei Harga Perdagangan Besar Bahan Bangunan/Konstruksi dan harga sewa alat berat dengan menggunakan daftar HPB-K yang dilakukan di Kota Tanjungpinang pada tahun 2006. Secara garis besar jenis data yang dikumpulkan meliputi: a. Harga bahan bangunan/konstruksi yang terdiri dari bahan-bahan bangunan dari kayu

gergajian/lapis, seperti: kayu meranti dengan berbagai ukuran; barang-barang hasil pertambangan/penggalian,

seperti: pasir dan batu kali; serta barang-barang hasil industri keramik, dengan seng berbagi kualitas, seperti: dari semen, plastik,

gelombang,

barang-barang

barang- barang dari kaca, b. Harga sewa alat-alat berat Misalkan harga sewa satu

dan lain sebagainya.

unit

dump

truck,

dan

lain

sebagainya. c. Harga upah jasa konstruksi


19

Misalnya

upah

seorang

mandor

konstruksi

dalam

orang

hari, dan lain sebaginya. Data lain yang digunakan adalah Diagram Timbang (DT) yang terdiri dari DT kelompok jenis bangunan dan DT umum. Diagram Timbang biaya kelompok yang jenis bangunan dari disusun studi dari data analisis kemahalan

diperoleh

hasil

tingkat

konstruksi serta tabel input output. Sedangkan Diagram Timbang umum diperoleh dari data realisasi APBD Kota Tanjungpinang.

3.4. Kegiatan Pengumpulan Data Data harga bahan bangunan/konstruksi, sewa alat-alat berat dan upah jasa konstruksi yang dikumpulkan adalah harga-harga pada berbagai jual kategori, pedagang yaitu perdagangan pedagang besar/distributor produsen,

(harga

besar),

campuran,

pedagang eceran, dan kategori lainnya, seperti: kontraktor dan instansi terkait lainnya (khususnya untuk mengumpulkan data

harga sewa alat-alat berat dan upah pekerja/jasa konstruksi). Kegiatan pengumpulan yaitu data ini dilakukan pertama dalam empat tahap Bulan

triwulanan,

triwulan

(dilaksanakan

Februari), triwulan kedua (dilaksanakan Bulan Mei), triwulan ketiga (dilaksanakan Bulan Agustus) dan triwulan keempat

(dilaksanakan Bulan November). Data harga ini dikumpulkan melalui Survei Harga

Perdagangan Besar Barang-barang konstruksi dengan menggunakan


20

daftar

HPB-K.

Sementara

itu,

data

yang

digunakan (IKK) tahun

untuk 2007

penghitungan

Indeks

kemahalan

Konstruksi

adalah hasil survei HPB-K triwulan II dengan periode pencacahan bulan Mei 2006. Data Harga yang dikumpulkan terdiri dari 60 jenis barang yang mencakup sekitar 145 kualitas serta harga sewa 4 macam alat berat dan 9 upak tukang dan mandor. Data Lain yang dikumpulkan adalah perkiraan persentase

pengeluaran masing-masing

kegiatan kelompok

pembangunan jenis

fisik

gedung/konstruksi total nilai

bangunan

terhadap

pengeluaran kegiatan pembangunan tersebut. Data ini diperoleh dari pemerintah Kota Tanjungpinang berdasarkan realisasi APBD.

3.5. Metode Penghitungan Pada Kemahalan bangunan, Klasifikasi tahun 2004 dan (IKK) 5 tahun-tahun dihitung (lima) Usaha sebelumnya, kelompok mengacu (KBLI). Indeks jenis pada Indeks

Konstruksi terdiri Baku

menurut kelompok,

dari

Lapangan

Indonesia

Kemahalan Konstruksi (IKK) yang digunakan dalam penghitungan DAU adalah IKK umum, yaitu angka tertimbang dari kelima IKK kelompok jenis bangunan. Kelima kelompok jenis bangunan

tersebut adalah: 1. Bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal; 2. Pekerjaan umum untuk jalan, jembatan, dan pelabuhan;

21

3. Bangunan

pekerjaan

umum

untuk

pertanian

(prasarana

pertanian); 4. Bangunan untuk instalasi listrik, gas, air minum dan

komunikasi; 5. Bangunan lainnya. Sebagai gambaran lebih jelas, berikut dijabarkan klasifikasi masing-masing jenis bangunan tersebut, yang dipakai pada tahun 2004 dan tahun-tahun sebelumnya: 1. Bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal: a. Konstruksi gedung tempat tinggal, meliputi rumah yang dibangun sendiri, real estate, rumah susun, dan

perumahan dinas. b. Konstruksi gedung bukan tempat tinggal, meliputi

konstruksi gedung perkantoran, industri, kesehatan, pendidikan, tempat hiburan, tempat ibadah,

terminal/stasiun, dan bangunan monumental lainnya. 2. Bangunan pelabuhan: a. Bangunan, jembatan dan landasan meliputi: pembangunan jalan, jembatan, landasan pekerjaan umum untuk jalan, jembatan, dan

pesawat terbang, pagar/tembok, drainase jalan, marka jalan dan rambu-rambu lalu lintas. b. Bangunan jalan dan jembatan kereta meliputi: pembangunan jalan dan jembatan kereta.
22

3. Bangunan

pekerjaan

umum

untuk

pertanian

(prasarana

pertanian): a. Bangunan pengairan meliputi: pembangunan waduk (reservoir), bendungan

(weir), embung, jaringan irigasi, pintu air, sipon dan drainase, irigasi, talang, check dam, tanggul

pengendalian banjir, tanggur laut, krib, dan viaduk. b. Bangunan tempat proses hasil pertanian meliputi: pengeringan. 4. Bangunan untuk instalasi listrik, gas, air minum, dan bangunan penggilingan dan bangunan

komunikasi: a. Bangunan elektrikal meliputi: pembangkit tenaga listrik, transmisi dan

transmisi tegangan tinggi. b. Konstruksi telekomunikasi udara meliputi konstruksi bangunan telekomunikasi dan

navigasi udara, bangunan pemancar/penerima radar, dan bangunan antena. c. Konstruksi sinyal dan telekomunikasi kereta api meliputi: pembangunan Konstruksi sinyal dan

telekomunikasi kereta api. d. Konstruksi sentral telekomunikasi

23

meliputi konstruksi

bangunan menara

sentral pemancar radar

telepon/telegraf, microwave, dan

bangunan stasiun bumi kecil/stasiun satelit. e. Instalasi air meliputi: instalasi air bersih dan air limbah serta saluran drainase pada gedung. f. Instalasi listrik meliputi: pemasangan instalasi jaringan listrik

tegangan lemah dan pemasangan instalasi listrik pada gedung bukan tempat tinggal. g. Instalasi gas meliputi: pemasangan gas pada gedung tempat tinggal dan pemasangan instalasi gas pada gedung bukan tempat tinggal. h. Instalasi listrik jalan meliputi: listrik instalasi jalan listrik api, jalan dan raya, instalasi listrik

kereta

instalasi

lapangan udara. i. Instalasi jaringan pipa meliputi: jaringan pipa, jaringan air, dan jaringan minyak. 5. Bangunan lainnya meliputi: bangunan sipil, pembangunan lapangan olahraga, lapangan parkir, dan sarana lingkungan pemukiman.

24

Untuk

keseragaman

dalam

penghitungan

Indeks

Kemahalan

Konstruksi (IKK) yang dipakai pada tahun 2004 dan tahun-tahun sebelumnya, setiap kelompok jenis bangunan kontruksi diwakili oleh satu unit bangunan/konstruksi yang mempunyai nilai

termahal atau andil yang paling besar di masing-masing daerah, yaitu: 1. Bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, diwaliki oleh bangunan tempat tinggal 2. Pekerjaan umum untuk jalan, jembatan, dan pelabuhan, diwaliki oleh pembangunan jalan 3. Bangunan pekerjaan umum untuk pertanian (prasarana pertanian), diwaliki oleh bangunan jaringan irigasi 4. Bangunan untuk instalasi listrik, gas, air minum dan komunikasi, diwaliki oleh instalasi listrik jalan raya 5. Bangunan lainnya, diwaliki oleh pembangunan lapangan parkir. Berbeda dari Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) tahun 2004 dan tahun-tahun sebelumnya, mulai tahun 2005 Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) dihitung hanya menurut 3 (tiga) kelompok jenis bangunan. Kelompok jenis bangunan yang tidak diikutsertakan

adalah bangunan untuk instalasi listrik, gas, air minum dan komunikasi, sedangkan kelompok jenis bangunan pekerjaan umum

25

untuk pertanian (prasarana pertanian) digabung dengan kelompok jenis bangunan lainnya. Perubahan pengelompokan jenis bangunan ini dilakukan agar Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) antar kabupaten/kota yang

dihasilkan lebih mempunyai keterbandingan/comparable. Kelompok jenis listrik, gas, air minum dan komunikasi tidak dalam antar

diikutsertakan, kelompok jenis

dikarenakan bangunan Sedangkan

kualitas tersebut

barang-barang sangat beragam

kabupaten/kota. umum untuk

kelompok

jenis

bangunan

pekerjaan tidak

pertanian

(prasarana

pertanian),

dinilai

relevan lagi digunakan untuk daerah perkotaan. Berikut ini, 3 (tiga) kelompok jenis bangunan yang

digunakan dalam penghitungan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) tahun 2005 yang juga digunakan pada saat penghitungan IKK tahun 2006: a. Bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, b. Pekerjaan umum untuk jalan, jembatan dan pelabuhan, c. Bangunan lainnya

3.6. Paket Komoditas Paket komoditas yang digunakan dalam penghitungan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) tahun 2006 terdiri dari 18 jenis barang/bahan bangunan dan 4 sewa alat-alat berat. Jenis

barang/bahan bangunan dan sewa alat-alat berat tersebut dipilih


26

dari sekitar 60 jenis barang/bahan bangunan dan 4 sewa alatalat berat yang terdapat dalam daftar HPB-K, jenis barang yang tidak termasuk dalam paket komoditas IKK 2006 adalah barangbarang yang digunakan pada kelompok jenis bangunan listrik, gas, air minum ini dan komunikasi sedikit bila Jumlah jenis barang/bahan dengan paket

bangunan

lebih

dibandingkan

komoditas Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) tahun 2004 yang terdiri dari 23 jenis barang/bahan bangunan dan 3 sewa alatalat berat. Delapan belas jenis barang/bahan bangunan dan empat sewa alat-alat berat yang menjadi paket komoditas penghitungan

Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) tahun 2005 tersebut, yaitu: pasir pasang, batu kali, sirtu, kayu papan, kayu balok, kayu lapis, cat tembok, cat kayu/besi, aspal, pipa PVC, kaca, batu bata, semen, batu split, lantai keramik, besi beton, seng plat, seng gelombang, sewa alat berat hidrolik excavator, bulldozer dan three wheel roller (mesin gilas) dan Dump Truck. Ke 18 jenis barang/bahan bangunan dan 4 sewa alat-alat berat tersebut dipilih karena mempunyai nilai atau andil cukup besar dan data harga barang-barang tersebut comparable atau mempunyai

keterbandingan antar kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

27

3.7. Penimbang atau Bobot Diagram Timbang (DT) atau bobot terdiri dari Diagram

Timbang (DT) kelompok jenis bangunan dan Diagram Timbang (DT) umum. Diagram Timbang (DT) kelompok jenis bangunan disusun

berdasarkan besarnya volume masing-masing jenis bahan bangunan untuk membangun satu unit bangunan per satuan ukuran luas.

Sedangkan Diagram Timbang (DT) umum disusun berdasarkan data realisasi APBD dan pengeluaran belanja pembangunan dan rutin yang diperoleh dari Pemerintah Kabupaten/Kota setempat, yang dalam hal ini berarti pihak Pemerintah Kota Tanjungpinang atau DT disusun berdasarkan perkiraan persentase pengeluaran

pembangunan fisik yang ada di masing-masing kabupaten/kota dan dirinci menurut 3(tiga) kelompok jenis bangunan/konstruksi.

3.8. Tingkat Kemahalan Harga Bangunan/Konstruksi (TKK) a. Tingkat Kemahalan Harga Bangunan/Konstruksi Kelompok

Jenis Bangunan Kabupaten/Kota:

TKK kj = H i.Qij
i =1

Keterangan: TKKkj = tingkat kemahalan harga bangunan/konstruksi

kabupaten/kota k kelompok jenis bangunan j Hi = harga bahan bangunan i


28

Qij

kuantitas/volume bahan bangunan i kelompok

jenis bangunan j = i j k m diagram timbang kelompok jenis bangunan j

= jenis barang/bahan bangunan = kelompok jenis bangunan = kabupaten/kota = jumlah jenis barang/bahan bangunan dan sewa alat berat (m=22)

b.

Tingkat

Kemahalan

Harga

Bangunan/Konstruksi

Kelompok

Jenis Bangunan Rata-rata Nasional:

TKK nj =

TKK
k =1

kj

Keterangan: TKKnj = tingkat kemahalan harga bangunan/konstruksi rata-rata nasional kelompok jenis bangunan j n = jumlah kabupaten/kota di seluruh Indonesia (n=434 ) 3.9. Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) a. Indeks Kemahalan Harga Bangunan/Konstruksi kelompok Jenis Bangunan Kabupaten/Kota:

29

IKK kj =

TKK kj TKK nj

x100

Keterangan: IKKkj = indeks kemahalan harga bangunan/konstruksi kabupaten/kota k kelompok jenis bangunan j

b. Indeks

Kemahalan

Harga

Bangunan/Konstruksi

Umum

Kab./Kota: IKK uk = IKK kj * Q j


j =1 p

Keterangan: IKKuk = indeks kemahalan harga bangunan/konstruksi umum kabupaten/kota k Qj p u I = Diagram timbang IKK umum kabupaten/kota = jumlah kelompok jenis bangunan (p=3) = umum = Suatu Konstanta harga yang menggambarkan yang

perkembangan

barang-barang

digunakan di sektor konstruksi di Indonesia (IHPB sektor konstruksi) februari 2004

Mei 2006 yaitu sebesar 1,5092.

30

b. Indeks

Kemahalan

Konstruksi dengan

(IKK) cara

tahun

2007 data

penyesuaian

diperoleh

mengalikan

IKK tahun 2006 dengan perkembangan IHPB konstruksi bulan Februari tahun 2004 ke bulan Mei tahun 2006. 4.
No 1 2

TENAGA AHLI DAN TENAGA PENDUKUNG YANG DI BUTUHKAN


Tenaga Ahli Team Leader (Ahli Perencanaan Kota) Ahli Ekonomi Pendidikan S1/S2 Teknik Sipil S1 Ekonomi Jumlah Personil 1 Orang 1 Orang Pengalaman Minimum 3 Tahun Minimum 3 Tahun Pengalaman Minimum 3 Tahun Minimum 3 Tahun Minimum 3 Tahun

No 1 2 3

Tenaga Pendukung Estimator Administrasi Kantor Surveyor

Pendidikan D3 SMA SMEA

Jumlah Personil 1 Orang 1 Orang 1 Orang

5.
NO.
1

Rencana dan Jadwal pekerjaan


KEGIATAN
2

JADWAL WAKTU
3

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Persiapan Kegiatan Pengumpulan Data Pengolahan dan Tabulasi Analisa Data Penyusunan Draf Publikasi Perbaikan Draf Penggandaan Publikasi

1 september -10 September 2008 20 September 27 Sepember 2008 28 31 September 2008 1-7 Oktober 2008 8 22 oktober 2008 23 25 ktober 2008 26 Oktober 14 November 2008

6.

Rencana Kerja Lengkap 6.1. Persiapan Kegiatan

31

Persiapan

kegiatan

meliputi

kegiatan

pengumpulan

bahan

penyusunan publikasi, pengumpulan bahan dilakukan dengan cara pengumpulan bahan referensi penyusunan dari internet, pengumpulan publikasi yang menunjang seperti publikasi

dari Bapekko Kota Tanjungpinang, BPS Pusat Jakarta, BPS Propinsi Kepulauan Riau, BPS Kota Tanjungpinang, dinas

Kimpraswil Kota Tanjungpinang dsb. 6.2. Pengumpulan Data a. Pengumpulan Data Primer Data Primer yaitu data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh suatu organisasi atau perorangan

langsung dari objeknya. Data Primer yang dikumpulkan adalah data Harga Bahan Kontruksi dari 18 Pedagang bahan kontruksi hal yang ini ada untuk di seluruh Kota

Tanjungpinang,

mendapatkan

gambaran

mengenai perbedaan harga bahan kontruksi di masingmasing kelurahan sebagai akibat biaya transportasi

yang berbeda di masing-masing Kelurahan. Asal Bahanbahan Kontruksi dan tempat bongkar muat bahan

kontruksi. b. Pengumpulan Data Sekunder Data Sekunder ialah data yang diperoleh dalam bentuk jadi dan telah diolah oleh pihak lain, yang biasanya dalam bentuk publikasi. Kegiatan ini dilakukan dengan
32

mengumpulkan penyusunan

publikasi publikasi

yang IKK

ada

hbungannya

dengan

kota

Tanjungpinang

diantaranya yaitu Publikasi Tanjungpinang Dalam Angka dari Bapekko Kota Tanjungpinang, Publikasi IKK yang dikeluarkan BPS Propinsi Kepulauan Riau, Publikasi

Kegiatan Percepatan Penyediaan Data Statistik Dalam Rangka Kebijakan Dana Perimbangan Tahun 2008

dikeluarkan Oleh BPS Jakarta, dan sebagainya. 6.3. Pengolahan Dan Tabulasi Data primer atau sekunder yang sudah dikumpulkan kemudian dilakukan pengolahan dan di tabulasikan, hal ini dilakukan agar memudahkan dalam proses analisis data. setelah di olah kemudian data disajikan kedalam bentuk tabel ataupun grafik. 6.4. Analisis Data Analisis yang digunakan adalah analisis deskriftip, yaitu analisis yang sifatnya memberikan gambaran terhadap

persoalan tentang konstruksi yang ada dan analisis SWOT untuk penentuan kebijakan yang mungkin diambil dalam hal kontruksi di Kota Tanjungpinang. 6.5. Penyusunan Draft Publikasi Setelah datanya diolah dan dianalisis, hasilnya kemudian disusun menjadi suatu publikasi.

33

6.6. Perbaikan Draft Hal ini dilakukan untuk memperbaiki dan menambah hal-hal yang dianggap penting dalam penyusunan draft akhir

publikasi ikk 6.7. Penggandaan publikasi 7. Rancangan Untuk tahap pengembangan Untuk tahap pengembangan, akan dilakukan analisis

deskriftip sesuai dengan data yang sebenarnya dan akan dilakukan analisis mengenai kebijakan dalam bidang

kontruksi untk menjawab semua permasalahan yang ada yang berkaitan dengan bidang konstruksi,

DAFTAR ISI 1.LATAR BELAKANG..............................................................................................................1 1.1.Otonomi Daerah.........................................................................................................1 1.2.Dana Alokasi Umum (DAU).....................................................................................4 1.2.1. Konsep dan Variabel DAU .......................................................................................6 1.3.Variabel Potensi Daerah..........................................................................................13

34

2.Permasalahan..........................................................................................................................14 2.1.Masalah Konseptual (Conseptual Problems)...........................................................15 2.2.Kecanggihan Formula..............................................................................................15 2.3.Ketetapan Variabel..................................................................................................16 2.4.Ketersediaan Data....................................................................................................16 2.5.Teknis Pelaksanaan..................................................................................................17 3.Tingkat Kemahalan Konstruksi (TKK)..................................................................................17 3.1.Pengertian dan Definisi Tingkat Kemahalan Konstruksi .......................................17 3.2.Maksud dan Tujuan.................................................................................................18 3.3.Ruang Lingkup dan Sumber Data ...........................................................................19 3.4.Kegiatan Pengumpulan Data ..................................................................................20 3.5.Metode Penghitungan..............................................................................................21 3.6.Paket Komoditas......................................................................................................26 3.7.Penimbang atau Bobot.............................................................................................28 3.8.Tingkat Kemahalan Harga Bangunan/Konstruksi (TKK).......................................28 3.9.Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK)......................................................................29 4.TENAGA AHLI DAN TENAGA PENDUKUNG YANG DI BUTUHKAN.......................31 5.Rencana dan Jadwal pekerjaan...............................................................................................31 6.Rencana Kerja Lengkap..........................................................................................................31 6.1.Persiapan Kegiatan..................................................................................................31 6.2.Pengumpulan Data...................................................................................................32 6.3.Pengolahan Dan Tabulasi .......................................................................................33 6.4.Analisis Data............................................................................................................33 6.5.Penyusunan Draft Publikasi.....................................................................................33 6.6.Perbaikan Draft........................................................................................................34 6.7.Penggandaan publikasi............................................................................................34 7.Rancangan Untuk tahap pengembangan.................................................................................34

35

You might also like