You are on page 1of 15

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Masalah Diare sampai saat ini masih menjadi masalah utama di masyarakat yang sulit untuk ditanggulangi. Dari tahun ke tahun diare tetap menjadi salah satu penyakit yang menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada anak. Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2009, diare adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun (WHO, 2009). Secara global setiap tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1.5 juta pertahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun rata-rata mengalami 3 episode diare pertahun. Setiap episodenya diare akan menyebabkan kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak untuk tumbuh, sehingga diare merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak (WHO, 2009). Untuk skala nasional berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, penderita diare pada tahun tersebut adalah 8.443 orang dengan angka kematian akibat diare adalah 2.5%. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu 1.7% dengan jumlah penderita diare adalah 3.661 orang. Untuk tahun 2006, penderita diare di Indonesia adalah 10.280 orang dengan angka kematian 2.5%. Diare merupakan salah satu dari penyakit menular yang selalu masuk dalam sepuluh besar penyakit (puskesmas) selama beberapa tahun terakhir dan menempat urutan kedua setelah ISPA. Angka kesakitan diare pada tahun 2011 mengalami peningkatan dibanding tahun 2010 dari sebesar 14,4%o menjadi 21,99%o dan dilaporkan bahwa 100% balita yang menderita diare sudah ditangani. Insiden Rate Diare tertinggi ada di wilayah Kecamatan Banguntapan dengan 196 kasus, Imogiri dengan 129 kasus, Pandak 126 kasus, Jetis 120 kasus, Kasihan 117 kasus. Salah satu langkah dalam pencapaian target Millenium Development Goals/ MDGs (Goal ke-4) adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan.

Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat (Kemenkes, 2011). Berbagai faktor mempengaruhi terjadinya kematian, malnutrisi, ataupun kesembuhan pada pasien penderita diare. Pada balita, kejadian diare lebih berbahaya dibanding pada orang dewasa dikarenakan komposisi tubuh balita yang lebih banyak mengandung air dibanding dewasa. Jika terjadi diare, balita lebih rentan mengalami dehidrasi dan komplikasi lainnya yang dapat merujuk pada malnutrisi ataupun kematian. Faktor ibu berperan sangat penting dalam kejadian diare pada balita. Ibu adalah sosok yang paling dekat dengan balita. Jika balita terserang diare maka tindakan-tindakan yang ibu ambil akan menentukan perjalanan penyakitnya. Tindakan tersebut dipengaruhi berbagai hal, salah satunya adalah pengetahuan. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan ibu mengenai diare meliputi pengertian, penyebab, gejala klinis, pencegahan, dan cara penanganan yang tepat dari penyakit diare pada balita berperan penting dalam penurunan angka kematian dan pencegahan kejadian diare serta malnutrisi pada anak. Pada penelitian sebelumnya oleh Endah Purbasari (2009) di Ciputat didapati adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan sikap ibu, dan juga antara pengetahuan ibu dengan tindakan ibu terhadap pencegahan diare pada balita. Dengan keadaan ini penulis tertarik untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan tindakan ibu terhadap kejadian diare pada balita di Kelurahan Tanjung Sari tahun 2011. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat masalah atau pertanyaan yaitu ; Apakah terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu terhadap kejadian diare pada balita di lingkup kerja puskesmas Kasihan I?

C. Tujuan Pengamatan Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dengan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu terhadap kejadian diare pada balita di lingkup kerja puskesmas Kasihan I

D. Manfaat Pengamatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat yaitu : a. Sebagai pengalaman yang sangat berharga sekaligus tambahan pengetahuan bagi penulis. b. Dapat menjadi masukan bagi puskesmas Kasihan I untuk evaluasi dalam promosi kesehatan mengenai diare pada masyarakat. c. Dapat memacu masyarakat khususnya para ibu untuk lebih meningkatkan pengetahuan mengenai diare agar dapat melakukan tindakan yang benar jika terjadi diare. d. Sebagai informasi tambahan untuk instansi dan mahasiswa yang akan melakukan penelitian lainnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Diare Penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja melembek sampai mencair dan bertambahnya frekwensi gerak lebih dari biasanya, lazimnya tiga kali atau lebih dalam sehari (Depkes RI, 1993). B. Penyebab Kejadian Diare Penyebab penyakit diare bisa bermacam-macam yaitu antara lain infeksi, intoxikasi, malabsorbsi, alergi dan keracunan. 1. Penyebab Diare Infeksius Bakteri, virus dan parasit adalah merupakan penyebab utama diare infeksius. Penyebab diare karena infeksi dapat disebabkan oleh organisme yang berbedabeda serta gejalanya sulit dibedakan antara satu dengan yang lainnya. Bakteri Ada beberapa jenis bakteri yang merupakan penyebab paling penting penyakit diare terutama yang menyerang bayi, antara lain: a. Vibrio cholera Vibrio cholera mempunyai 2 biotope yaitu tipe El Tor dan Mask selain itu ada 2 serotipe yaitu Ogawa dan Inaba. Pada tauhn 1961 biotipe El Tor pernah menyebabkan pandemi ketujuh. b. Shigella: Genus Shigella dibagi menjadi 4 kelompok serologik yaitu : Shigella flexneri, adalah kelompok yang paling sering terdapat di negara berkembang. Shigella sonei adalah kelompok yang terdapat di negara maju. Shigella dysentriae tipe 1 adalah penyebab epidemi dengan angka kematian tinggi. Shigella biydii, kelompok ini jarang ditemui Pada umumnya Shigella hanya ditemukan pada manusia dan beberapa jenis binatang primata. Penyebarannya melalui kontak langsung antara orang yang satu dengan orang yang lainnya. Dengan dosis infeksius yang rendah (10 s.d 100 organisma) sudah dapat menyebabkan sakit. Penularan penyakit terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Depkes RI, 1990). c. Salmonella Terdapat lebih dari 2.000 serotipe Salmonella, dimana sekitar 6 s.d 10

diantaranya menyebabkan gastroenteritis pada manusia. Dalam hal ini binatang seperti misalnya unggas adalah reservoir utama. Oleh karena itu penularan penyakit oleh Salmonella dapat terjadi apabila mengkonsumsi makanan yang berasal dari hewan unggas, daging, telur dan susu. Gastroenteritis yang diakibatkan Salmonella yang menyerang anak kecil relatif jarang terjadi di negara berkembang dibanding dengan daerah industri. Hal ini dimungkinkan karena di negara berkembang pada umumnya anak kecil jarang diberi makanan dalam kaleng yang merupakan media bagi salmonella. Gastroenteritis yang diakibatkan Salmonella biasanya berbentuk diare cair akut dengan diikuti rasa mual, nyeri perut dan demam (Depkes RI, 1990). d. Escherichia coli (E. Coli) Sampai saat ini sudah ditemukan lima kelampok Ecoli yaitu enterotoxigenic (ETEC), enterohaemorrhagic (EPEC), enteroadherent (EAEC), enteroinvasive (EIEC), dan enterohaemorrhagic (EHEC). Infeksi Virus Virus menyebabkan 50 % semua diare pada anak yang datang berobat kesarana kesehatan. Rotavirus dapat menyerang sel-sel usus, mengubah fungsi dan regenerasinya. Keadaan ini menyebabkan diare dan gejala umum misalnya malaise dan demam. Penyembuhan terjadi bila permukaan mukosa telah regenerasi (Depkes RI, 1990). Infeksi Parasit Menurut Sunoto (1990) ada beberapa golongan protozoa yang dapat menyebabkan diare yaitu : a. Entamoeba histolytica Insiden penyakit ini bertambah sesuai dengan pertambahan usia. Infeksi ini sering salah diagnosiskan sebab menentukan ptotozoa ini tidak mudah dan parasit ini sering dikira leukosit polimorfonuklear. Penyebaran terjadi melalui makanan dan minuman. Kista E.histolytica sangat kebal terhadap desinfektan kimia, termasuk klorinasai. (Depkes RI, 1990). b. Cyptosporidium Cyptosporidium adalah parasit bentuk kokus yang ada pada awalnya dikenal sebagai penyebab diare pada binatang. Mula-mula ditemukan sebagai penyebab diare cair pada yang menurun kekebalan tubuhnya, khususnya penderita AIDS. Di negara berkembang parasit ini menyebabkan 4-11 % kasus diare pada anak Cryptosporidiasis ditularkan

melalui jalur fekal-oral. (Depkes RI, 1990). c. Giardia lamblia Giardia lamblia tersebar luas di seluruh dunia, dengan angka prevalensi infeksi sampai 100 % pada beberapa penduduk. Anak berumur 1-5 tahun paling sering dijangkiti. Infeksi Giardia lamblia biasanya melalui makanan, minuman atau manular dari orang ke orang. Penularan dari orang ke orang terjadi terutama pada anak yang tinggal di keluarga yang terlalu padat atau tempat penitipan anak (Sunoto, 1990).

C. Penyebab Lain Selain beberapa penyebab di atas, diare juga bisa disebabkan oleh faktor faktor lain misalnya obat, keadaan karena pembedahan, penyakit lain dan infeksi sistematik serta intoleransi makanan. lntoleransi makanan karena kekurangan laktase atau alergi terhadap makanan dapat menyebabkan diare. Tuberkulosis saluran pencernaan. penyakit granulomatosis kronik usus misalnya penyakit crohn dan beberapa jenis tumor dapat juga menimbulkan diare. (Depkes RI, 1990). D. Cara Penularan Agen infeksius yang menyebabkan penyakit diare biasanya ditularkan melalui jalur fecal-oral, terutama karena (Depkes RI, 1990): 1. Menelan makanan yang terkontaminasi (terutama makanan sapihan) atau air. 2. Kontak dengan tangan yang terkontaminasi. 3. Tidak memadainya penyediaan air bersih (jumlah tidak cukup). 4. Air tercemar oleh tinja. 5. Kekurangan sarana kebersihan (pembuangan tinja yang tidak higienis). 6. Kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek. 7. Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya. 8. Tindakan penyapihan yang jelek (penghentian ASI yang terlaiu dini, susu botol, pemberian ASI yang diselang-seling dengan susu botol pada 4-6 bulan pertama). E. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Diare Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare antara lain faktor gizi. kepadatan penduduk, sosial ekonomi, perilaku, dan kesehatan lingkungan (Sutoto.1992 ). 1. Faktor Gizi

2.

Beratnya dan lamanya diare sangat dipengaruhi oleh status gizi penderita. Pada penelitian yang cermat insiden diare pada anak bergizi kurang ternyata saran dengan anak yang gizinya baik. Namun anak yang gizinya menderita diare lebih berat dan keluaran tinja lebih banyak sehingga dehidrasi lebih berat. Juga diare pada anak bergizi kurang berlangsung lebih lama, sebagian karena penyembuhan dan perbaikan kerusakan usus akibat infeksi lebih lambat terjadi pada anak yang gizinya kurang (Depkes RI. 1990). Jadi proses diare dan gizi kurang merupakan lingkaran setan. Diare mendorong anak ke arah gizi kurang, dan gizi kurang mendorong anak ke arah diare yang lebih berat. Bila lingkaran ini tidak diputus pada waktunya mungkin dapat amat berat atau karena infeksi lain menimbulkan kematian, karena diare yang misalnya penemonia. (Depkes RI, 1990). Faktor Kepadatan Penduduk Jumlah penduduk yang padat dapat memudahkan terjadinya penularan diare. Kelompok usia di bawah lima tahun merupakan kelompok umur yang paling banyak menderita diare. Penelitian tentang hubungan pengetahuan, sikap dengan kejadian diare pada anak balita yang tinggal bersama ibu dan jumlah anggota keluarga banyak mempunyai hubungan yang bermakna. (Tandiyo, 1984). Selain itu rumah tinggal dengan kepadatan 10 meter persegi atau lebih untuk tiap orang, didapati kejadian diare anak balita 10,3 % di kota dan 9,7 % di desa. Sedangkan kepadatan kurang dari 10 meter persegi tiap orang 11,8 % dan 13,5 %. Rumah tinggal merupakan kebutuhan pokok disamping sandang dan pangan. Rumah yang sehat dengan memenuhi tata ruang yang memenuhi syarat dapat menghindari terjadinya dan menularnya penyakit. Kepadatan hunian adalah satu unsure kenyamanan tinggal di rumah, perlu dipikirkan dan diupayakan 10 meter persegi atau lebih tiap orang, mengingat kepadatan hunian termasuk factor yang mempunyai pengaruh dominan terhadap kejadian diare anak balita. Dalam analisis ini hampir 60,% anak balita tinggal di rumah dengan kepadatan kurang dari 10 meter persegi tiap orang. Anilisis faktor ini menunjukkan anak-anak balita yang tinggal di rumah dengan kepadatan kurang dari 10 meter persegi tiap orang mempunyai resiko menderita diare 1,37 kali dibanding anak balita yang tinggal di rumah dengan kepadatan 10 meter persegi atau lebih tiap orang. Risiko ini mengingat menjadi 1,85 setelah kepadatan hunian berinteraksi dengan faktor sosial demografi dan lingkungan yang lain (Joko Iriantc dkk ; Analisis Lanjut SDKI, 1994).

3.

4.

5.

Faktor Sosial Ekonomi Sosial ekonomi masyarakat yang rendah dapat mempengaruhi tingkat partisipasi aktif dalam melaksanakan upaya pelayanan kesehatan masyarakat, misalnya meningkatkan fasilitas kesehatan, meningkatkan status gizi masyarakat. Hal ini merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian diare di masyarakat. Selain itu masyarakat yang berpenghasilan rendah pada umumnya mempunyai keadaan sanitasi dan hygiene perorangan yang buruk (Tandiyo, 1984). Faktor Prilaku Masyarakat Kebiasaan yang berhubungan dengan keberhasilan. adalah bagian terpenting dalam penularan kuman diare, mengubah kebiasaan tertentu seperti mencuci tangan dapat memutuskan penularan. Mencuci tangan dengan sabun terutama sesudah buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan atau makan, telah dibuktikan mempunyai dampak dalam kejadian diare dan harus menjadi sasaran utama dalam pendidikan kebersihan, Sebagai contoh rotavirus dapat terdeteksi dalam air mencuci tangan dari 79 % perawat pasien yang datang dan dirawat di sebuah rumah sakit di Banglades karena diare (Akral, 1990). Menurut Sunoto (1990) penurunan 14-48 % kejadian diare dapat diharapkan sebagai hasil pendidikan tentang kebersihan dan perbaikan kebiasaan. Kebiasaan adat istiadat dapat mempeugaruhi kesenatan individu. Oleh sebab itu faktor kebiasaan merupakan faktor yang penting dalam penyebaran terjadinya penyakit diare antara lain penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak saniter. Tindakan penyapihan yang jelek (penghentian ASI yang terlalu dini, susu botol 4-6 bulan pertama) serta kebersihan perorangan (Depkes Rl; Ajar Diare, 1990). Faktor Kesehatan Lingkungan Kesehatan lingkungan rnerupakan faktor yang dominan dalam mempengaruhi kejadian diare di masyarakat. Keadaan kesehatan lingkungan yang berkaitan erat dengan diare adalah pengadaan air bersih dan jamban keluarga. Menurut Warsito Sidik (1986) tidak rnereukupinya kebutuhan air bersih akan menyebabkan masyarakat menggunakan air yang tidak memenuhi syarat kesehatan untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Hal ini dapat memudahkan masuknya kuman penyakit dan terkontaminasinya rnakanan yang akan dikonsumsi masyarakat. penggunaan jamban yang tidak saniter akan

6.

semudahkan cara penularan penyakit diare. Berdasarkan penelitian Sidik Wasito di Sumedang menunjukkan bahwa pada kelompak keluarga yang membuang kotoran secara saniter mempunyai angka terkena penyakit diare lebih rendah dibandingkan dengan keluarga yang membuang kotoran yang tidak saniter. Angka kejadian penyakit diare ternyata dipengaruhi pula oleh kwalitas persediaan air bersih (minum) Sutrisno Eram (1977) meingatakan bahwa kejadian tersangka kolera ternyata lebih tinggi di wilayah air dangkal (Kabupaten Sleman, Bantul dan Kodya Yogyakarta). Sedangkan Sumantri dkb: (1979) mendapatkan dari 68 keluarga di pinggiran kota Semarang, sebanyak 17,65 % mempergunakan air minum "baik" dan 82,35 % air minum kotor (rakteri E. Col' positif) dengan kejadian yang berbeda bermakna (ignatius SP; 1980). Selain itu penggunaan jamban yang benar dapat mengurangi risiko diare lebih baik dari pada perbaikan sumber air, walaupun dampak yang paling tinggi dapat diharapkan dari gabungan kebersihan dan perbaikan sumber air. Hasil penelitian dampak proyek sumber air dan kebersihan 28 negara menunjukkan penurunan angka kesakitan diare 22-27 % dan penurunan angka kematian diare 21-30 % (Sunoto, 1990). Faktor Musim Penyakit diare adakalanya dipengaruhi oleh musim. Pada daerah yang bermusim tropis, diare oleh bakteri cenderung terjadi lebih sering pada musim panas. Sedangkan diare oleh virus terutama oleh rotavirus cenderung terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan kekerapan sepanjang bulan musim kemarau. Sedangkan diare oleh bakteri cenderung memuncak pada musim hujan (Depkes KL.Ajar Diare, 1990).

F. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu terhadap Balita dengan Diare Ibu adalah orang yang paling dekat dengan anak dan memiliki tanggung jawab dalam merawat anaknya. Dengan demikian pengetahuan ibu tentang diare berkontribusi secara tidak langsung dalam menurunkan angka terjadinya diare.Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting bagi terbentuknya tindakan seseorang.. Meningkatnya pengetahuan juga dapat membentuk kepercayaan seseorang. Selain itu pengetahuan dapat memperteguh atau mengubah sikap terhadap sesuatu hal. Sikap adalah penilaian seseorang terhadap stimulus atau objek, dimana sikap merupakan proses kelanjutan setelah seseorang mengetahui, dan selanjutnya akan diwujudkan dalam bentuk tindakan (Notoatmodjo, 2003). a. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan (Notoatmodjo S, 2003), yaitu : 1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. 2) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3) Aplikasi (Application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4) Analisis (Analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain, kemampuan analisis dapat dilihat penggunaan kata kerja dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan dan sebagainya. 5) Sintesis (Synthesis). Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan suatu bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6) Evaluasi (Evaluation). Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang baik langsung maupun tidak langsung diantaranya adalah: 1) Umur Semakin cukup umur tingkat pematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir, belajar, bekerja sehingga pengetahuanpun akan bertambah. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya. (Nursalam & Siti Pariani, 2001). 2) Pendidikan Tingkat pendidikan yang terlalu rendah akan sulit memahami pesan atau informasi yang disampaikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki (Effendy N, 1998). Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. (Nursalam & Siti Pariani, 2001). Menurut Kuncoroningrat (1997) yang dikutip oleh Nursalam dan Siti Pariani (2001), makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Tingkat pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar merupakan tingkat pendidikan yang melandasi tingkat pendidikan menengah, adapun bentuk pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan lanjutan pendidikan menengah adapun bentuk pendidikan tinggi mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis dan dokter yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi (Standar Pendidikan Nasional, 2005). 3) Pengalaman Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan oleh karena pengalaman yang diperoleh dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi

pada masa lalu. (Notoatmodjo S, 2005). G. Kerangka Konsep Karakteristik ibu berdasarkan pendidikan Pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu tentang diare

Terjadinya Diare

H. Hipotesis Resiko kejadian diare pada balita dapat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu tentang diare.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Pengamatan Jenis pengamatan ini menggunakan rancangan Cross Sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif terhadap tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu tentang terjadinya diare pada balita (Notoatmodjo, 2005). B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. - Populasi target adalah semua ibu yang berkunjung ke Puskesmas Kasihan I. - Populasi terjangkau adalah ibu yang memiliki balita yang berkunjung ke Puskesmas Kasihan I. 2. Sampel Sampel adalah sebagian kecil yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel pada pengamatan ini adalah ibu yang memiliki balita berumur 1-5 tahun yang pernah mengalami diare yang sedang berkunjung ke Puskesmas Kasihan I. a. Kriteria Inklusi - ibu yang mempunyai anak balita - ibu yang berpendidikan minimal tamat SD - ibu yang dapat berkomunikasi dengan baik - ibu yang bersedia menjadi responden b. Kriteria Ekslusi - ibu yang mempunyai anak >5 tahun - ibu yang tidak tamat SD - Ibu yang tidak bersedia menjadi responden C. Lokasi Poli KIA Puskesmas Kasihan I Bantul pada 07 Januari 2013-22 januari 2013.

D. Variabel dan Definisi Operasional Variabel Bebas :Tingkat pendidikan ibu Variable Terikat : - pengetahuan - sikap - perilaku Definisi operasional a. Diare Kejadian diare adalah buang air besar, dengan frekuensi dan konsistensi yang berbeda dari biasanya, dapat lembek, cair bahkan dapat berupa air saja (bisa 3 kali atau lebih dalam sehari) b. Balita Anak berusia di bawah lima tahun (0-5 tahun) c. Pendidikan Ibu Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang mencakup tingkat SD, SMP, SMU, dan Perguruan Tinggi. Pendidikan dibagi berdasarkan pendidikan formal, yaitu: a. Tidak pernah sekolah b. Tidak tamat SD c. Tamat SD d. Tamat SMP e. Tamat SMU f. Tamat Perguruan Tinggi d. Pengetahuan Yang dimaksud dengan pengetahuan adalah fakta atau ide yang didapat melalui proses observasi, belajar, atau penelitian. Yang ingin diteliti adalah pengetahuan responden mengenai penanganan awal diare. Penilaiannya sebagai berikut: a. Baik; apabila jawaban yang benar > 70% b. Buruk; apabila jawaban yang benar < 70% e. Sikap Yang dimaksud dengan sikap adalah kecenderungan yang dipelajari untuk bertingkah laku secara konsisten terhadap seseorang, sekelompok orang, suatu objek. Yang ingin diteliti adalah sikap responden dalam penanganan awal diare. Penilaiannya sebagai berikut:

a. Baik; apabila jawaban yang benar > 70% b. Buruk; apabila jawaban yang benar < 70% f. Perilaku Yang dimaksud dengan perilaku adalah hal-hal yang telah dilakukan responden berkenaan dengan pengetahuan yang telah didapat. Penilaiannya terhadap perilaku adalah sebagai berikut: a. Baik; apabila jawaban yang benar > 70% b. Buruk; apabila jawaban yang benar < 70% D. Instrumen Penelitian lnstrumen yang dipakai adalah data primer berupa penyebaran kuesioner tterstruktur yang diadaptasi dari penelitian sebelumnya. E. Pengumpulan data Penelitian ini akan dilaksanakan bila telah memperoleh persetujuan setelah penjelasan atau informed consent dari subjek penelitian. Data dikumpulkan dengan cara menyebarkan kuesioner. F. Analisa Data Data dikumpulkan dan dianalisa serta secara manual dengan membuat tabal, distribusi dan grafik dari tabel dan grafik itu dilakukan analisa dan interprestasi : a. Analisa univariat Untuk mengetahui gambaran penyakit diare dan distribusi berdasarkan karakteristik penderita penyakit diare. b. Analisa Bivariat Untuk mengetahui hubungan antara 2 variabel dependen dan variabel independen dengan menggunakan rumus Chi Square

You might also like