You are on page 1of 3

KMW Jateng | PNPM Mandiri - P2KP

Penyebab dan Indikator Kegagalan Bangunan Jalan dan Jembatan


Sabtu, 11 Agustus 2007

Tuntutan masyarakat akan layanan transportasi semakin meningkat terus sebagai akibat langsung dari mobilitas manusia dan barang yang meningkat hari demi hari, efektivitas layanan transportasi sangat dipengaruhi oleh kualitas sarana dan prasarana transportasi itu sendiri. Prasarana transportasi (jalan dan jembatan) merupakan salah satu produk dari kegiatan jasa konstruksi sehingga proses pembangunan prasarana transportasi harus mengacu Undang-Undang yang berlaku. Kegagalan bangunan jalan dan jembatan akan menghambat pelayanan transportasi sehingga keempat unsur yang terkait dengan pembangunan (perencana, pengawas, pelaksana & pengguna) harus dapat diminta pertanggung jawabnya sesuai dengan tugas dan kewenangannya, maka untuk itu perlindungan terhadap kegagalan bangunan sangatlah diperlukan. A. Definisi Kegagalan Bangunan Menurut Undang-Undang no.18 tahun 1999 dan PP 29 tahun 2000, Definisi Kegagalan Bangunan secara umum adalah merupakan keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik sacara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja dan/atau keselamatan umum, sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan atau pengguna jasa setelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi Jalan & Jembatan berfungsi sebagai prasarana untuk pergerakan arus lalu lintas. Dengan demikian Jalan dan Jembatan direncanakan agar dapat memberi pelayanan terhadap perpindahan kendaraan dari suatu tempat ketempat lain dengan Waktu yang Sesingkat Mungkin dengan persyaratan Nyaman dan Aman (Comfortable and Safe). Sehingga dapat dikatakan bahwa kecepatan (speed) adalah merupakan faktor yang dapat dipakai sebagai indikator untuk menilai apakah suatu Jalan/ Jembatan mengalami kegagalan fungsi Bangunan atau tidak. Secara khusus definisi Kegagalan Bangunan untuk Jalan dan Jembatan adalah suatu kondisi dimana bangunan Jalan dan Jembatan tidak mampu melayani pengguna jalan sesuai dengan kecepatan rencana secara Nyaman dan Aman. B. Penanggung Jawab Kegagalan Bangunan Kegagalan bangunan dari segi tanggung jawab dapat dikenakan kepada institusi maupun orang perseorangan, yang melibatkan keempat unsur yang terkait yaitu : (1) menurut Undang-undang No. 18 tahun 1999, pasal 26, ketiga unsur utama proyek yaitu: Perencana, Pengawas dan Kontraktor (pembangun). (2) menurut pasal 27, jika disebabkan karena kesalahan pengguna jasa/bangunan dalam pengelolaan dan menyebabkan kerugian pihak lain, maka pengguna jasa/bangunan wajib bertanggung-jawab dan dikenai ganti rugi. Kegagalan Perencana Penyebab kegagalan perencana umumnya disebabkan oleh : (a) Tidak mengikuti TOR, (b) Terjadi penyimpangan dari prosedur baku, manual atau peraturan yang berlaku, (c) Terjadi kesalahan dalam penulisan spesifikasi teknik, (d) Kesalahan atau kurang profesionalnya perencana dalam menafsirkan data perencanaan dan dalam menghitung kekuatan rencana suatu komponen konstruksi, (e) Perencanaan dilakukan tanpa dukungan data penunjang perencanaan yang cukup dan akurat, (f) Terjadi kesalahan dalam pengambilan asumsi besaran rencana (misalnya beban rencana) dalam perencanaan, (g) Terjadi kesalahan perhitungan arithmatik (h) Kesalahan gambar rencana. Kegagalan Pengawas Penyebab kegagalan pengawas umumnya disebabkan oleh : (a) Tidak melakukan prosedur pengawasan dengan benar, (b) Tidak mengikuti TOR, (c) Menyetujui proposal tahapan pembangunan yang tidak sesuai dengan spesifikasi, (d) Menyetujui proposal tahapan pembangunan yang tidak didukung oleh metode konstruksi yang benar, (e) Menyetujui gambar rencana kerja yang tidak didukung perhitungan teknis. Kegagalan Pelaksana Penyebab kegagalan pengawas umumnya disebabkan oleh : (a) Tidak mengikuti spesifikasi sesuai kontrak, (b) Salah mengartikan spesifikasi, (c) Tidak melaksanakan pengujian mutu dengan benar, (d) Tidak menggunakan material yang benar, (e) Salah membuat metode kerja, (f) Salah membuat gambar kerja, (g) Pemalsuan data profesi, (h) Merekomendasikan penggunaan peralatan yang salah. Kegagalan Pengguna Bangunan Penyebab kegagalan pengawas umumnya disebabkan oleh : (a) Penggunaan bangunanan yang melebihi kapasitas rencana, (b) Penggunaan bangunan diluar dari peruntukan rencana, (c) Penggunaan bangunan yang tidak didukung dengan program pemeliharaan yang sudah ditetapkan, (d) Penggunaan bangunan yang sudah habis umur rencananya. C. Elemen-lemen Bangunan Yang Potensial Memberi Kontribusi Terhadap Kegagalan Bangunan Kekurang memadainya elemen-elemen dari Jalan dan Jembatan yang secara langsung akan mempengaruhi mutu pelayanan dan kinerja dari prasarana tranportasi yang akan mememberi konstribusi terhadap kegagalan bangunan. Secara umum konstruksi dari Jalan sedikit berbeda dengan Jembatan, sehingga pengelompokan elemen elemen yang berpengaruh terhadap kecepatan berbeda pula. Kegagalan Bangunan Jalan (1) Geoteknik Kegiatan di bidang geoteknik mencakup mulai dari pemilihan trace jalan, penyiapan badan jalan, timbunan, galian sampai pada penyiapan tanah dasar (subgrade). Dengan demikian kegagalan di bidang ini dapat berupa : (a) Longsoran badan jalan sebagai akibat salah pemilihan trase jalan pada daerah yang labil dari segi geologi, (b) Longsoran lereng timbunan (embankment slope), (c) Longsoran tebing galian (cutting slope), (d) Penurunan atau
http://kmwjateng.net Powered by: Joomla! Generated: 28 May, 2008, 19:50

KMW Jateng | PNPM Mandiri - P2KP

kegagalan daya dukung tanah dasar, (e) dan sebagainya. (2) Geometrik Kegiatan di bidang geometrik mencakup perencanaan alinyemen baik vertikal maupun horizontal. Semua besaran dari elemen elemen geometrik sangat tergantung dari kelas jalan tersebut yang akan mempengaruhi besaran kecepatan rencana (design speed). Dengan demikian kegagalan di bidang ini dapat berupa : (a) Lebar lajur lalu lintas yang terlalu sempit, (b) Jari jari tikungan yang terlalu kecil, (c) Jarak pandang (henti dan menyiap) terlalu pendek, (d) Superelevasi yang tidak memadai, (e) Landai kritis yang terlalu besar, (f) Cross fall yang tidak memenuhi syarat, (g) Bahu yang terlalu sempit, (e) dan sebagainya.. (3) Perkerasan Kegiatan di bidang perkerasan mencakup mulai dari pemilihan bahan lapis pondasi bawah, lapis pondasi atas dan lapis penutup (sub base, base and wearing course), juga mencakup perhitungan tebal perkerasan (tebal masing masing lapisan) berdasarkan perkiraan beban rencana untuk suatu umur rencana tertentu. Dengan demikian kegagalan di bidang ini dapat berupa : (a) Stripping, (b) Differential settlement, (c) Pothole, (d) Permanent deformation, (e) Cracks, (f) Polishing, (g) Rutting, (h) dan sebagainya. Besaran dari semua faktor diatas adalah mutu dari permukaan jalan (riding quality) dalam bentuk parameter “Kekasaran” (Roughness) dan “Kekesatan” (Skid Resistance). (4) Drainase dan Perlengkapan Jalan Kegiatan di bidang drainase dan meliputi pembuatan saluran samping, gorong gorong, guide post, guard rail, rambu lalulintas dll. Dengan demikian kegagalan bangunan di bidang ini dapat berupa : (a) Saluran samping tidak mampu memuat debit air sehingga jalan terendam air untuk suatu perioda tertentu, (b) Gorong gorong terlalu kecil sehingga air melimpas lewat perkerasan (c) Guard rail yang tidak memadai atau tidak ada pada tempat yang membutuhkan, (d) Guide post yang tidak memadai atau tidak pada tempat yang membutuhkan, (e) Rambu lalu lintas yang tidak memadai baik dari segi jumlah maupun dari segi ketepatan jenis rambu lalu lintas yang dibutuhkan, (f) dan sebagainya. Kegagalan Bangunan Jembatan (1) Bangunan Bawah Pondasi adalah merupakan bagian yang paling penting dari bangunan bawah struktur jembatan yang harus meneruskan beban kendaraan serta bagian-bagian diatasnya ke lapisan tanah. Kegagalan bangunan bawah (pilar atau abutmen) terjadi apabila keruntuhan atau amblasnya bangunan bawah tersebut dan atau terjadi keretakan struktural yang berpengaruh terhadap fungsi struktur bangunan atas. Kegagalan pondasi dibagi sesuai dengan jenis pondasi yaitu: (a) Pondasi Langsung, kegagalan pada pondasi langsung secara fisik dapat terjadi apabila struktur tersebut mengalami: - AMBLAS, berarti elevasi pondasi berada pada level yang lebih rendah daripada elevasi rencana. - MIRING, berarti posisi pondasi langsung tersebut tidak sesuai dengan posisi vertikal rencana. - PUNTIR, berarti terjadinya suatu amblas yang disertai posisi miring yang tidak beraturan . (b) Pondasi sumuran, kegagalan pondasi sumuran secara fisik sama dengan Pondasi Langsung. (c) Pondasi Tiang Pancang Beton/ Baja, kegagalan pondasi tiang pancang beton/ baja secara fisik dapat terjadi apabila struktur tersebut mengalami: - AMBLAS, berarti elevasi pondasi berada pada level yang lebih rendah daripada elevasi rencana. - PATAH, yaitu kondisi dimana tidak ada kesatuan antara tiang dan poor bangunan bawah yang mengakibatkan tiang pancang tidak berfungsi, atau tiang pancang beton mengalami retak struktural. (2) Bangunan Atas Kegagalan Bangunan Atas Jembatan dapat dibagi sesuai dengan jenis bangunan atas yaitu: (a) Retak Struktural Unsur retak akan mempengaruhi kekuatan struktur adalah lebarnya dan kedalaman retak yang terjadi. Lebar retak yang berlebihan, disamping akan secara langsung mengurangi kekuatan struktur juga akan memberikan peluang udara dan air yang akan mengakibatkan terjadinya korosi yang pada akhirnya juga mengurangi kekuatan struktrur. Maka oleh karena itu lebar maksimum dan kedalaman retak harus dibatasi. Besarnya kedalaman maksimum retak yang diizinkan adalah proporsional dengan tebal struktur itu sendiri. (b) Lendutan Lendutan yang berlebihan, disamping akan mempengaruhi kekuatan struktur juga mempunyai dampak psikologis bagi sipengendara. Besarnya lendutan maksimum yang diizinkan adalah proporsional dengan bentang jembatan yang bersangkutan. (c) Getaran/ Goyangan Amplitudo getaran harus dibatasi sedemikian rupa, baik akibat angin maupun pergerakan lalu lintas disamping sehingga masih memenuhi persyaratan baik dari segi stabilitas struktur maupun dari dari kenyamanan sipengendara. Besarnya amplitudo getaran maksimum yang diizinkan adalah proporsional dengan bentang jembatan yang bersangkutan. (d) Kerusakan Lantai Kendaraan Kerusakan lantai kendaran berupa retak, terkelupas dan atau pecah akan berpengaruh secara langsung terhadap riding quality lantai kendaraan yang menyebabkan kenyaman sipengendara akan berkurang. Maka. luas kerusakan dibatasi tidak boleh melebihi angka yang dipersyaratkan yaitu persentase luas yang rusak terhadap suatu luas segmen yang ditinjau. (e) Tumpuan (Bearing)
http://kmwjateng.net Powered by: Joomla! Generated: 28 May, 2008, 19:50

KMW Jateng | PNPM Mandiri - P2KP

Kerusakan tumpuan pada derajat tertentu akan mempengaruhi sistem pendukungan tumpuan terhadap beban yang pada akhirnya sistem distribusi beban berubah. Oleh sebab itu tingkat kerusakan tumpuan ini harus dibatasi sehinga tidak sampai merubah sistem pembebanan original. Besarnya tingkat kerusakan maksimum yang diizinkan tergantung dari jenis tumpuan itu sendiri. (f) Expansion Joint Kerusakan expansion joint yang berupa robek atau terkelupasnya joint sealantnya tidak terlalu berpengaruh terhadap kekuatan struktur. Namun akan sangat berbahaya jika lubang yang yang terjadi cukup besar yang dapat mengakibatkan bahaya bagi kendaraan yang melaju dengan kecepatan tinggi. Oleh karena itu tingkat kerusakan expansion joint ini harus sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan kepada pengendara kendaraan. D. Acuan Standar Standar yang dipergunakan adalah standar yang telah dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia yang sudah mendapat status “Standar Nasional Indonesia” (SNI), Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) dan Standar standar yang telah dikeluarkan oleh Dit.Jen. Prasarana Wilaya (Dit.Jen. Binamarga) yang masih dalam proses menuju RSNI dan SNI. Khusus untuk pekerjaan Jalan dan Jembatan, SNI maupun RSNI yang sudah ada sebagian besar merujuk kepada Standar-standar yang sudah dikenal secara internasional (world wide) mis. AASHTO, ASTM , BS, NAASRA dll. Standar standar tersebut dapat berupa “Metoda”, “Tata Cara” dan “Spesifikasi”. E. Parameter Yang Diukur dan Persyaratannya Persyaratan (spesifikasi) yang diperlukan oleh parameter parameter dari elemen elemen yang potensial terhadap kegagalan bangunan dapat bersifat sangat relatif, untuk jalan tergantung dari kecepatan rencana dan volume kendaraan yang lewat (LHR) yang akan menentukan kelas jalan tersebut, dan untuk jembatan tergantung dari jenis dan tipe jembatan, dimana jenis dan tipe ini dapat dipengaruhi oleh panjang bentang jembatan tersebut. Persyaratan dalam bentuk nilai nominal parameter parameter dari Elemen Elemen Bangunan Jalan dan Jembatan yang potensial memberi kontribusi terhadap Kegagalan Bangunan beserta Acuan Standar sedang dalam proses penyusunan.

http://kmwjateng.net

Powered by: Joomla!

Generated: 28 May, 2008, 19:50

You might also like