You are on page 1of 14

MAKALAH HUKUM LINGKUNGAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) dan EKOREGION

Disusun Oleh :

Ismadiar Rachmatantri Novita Kusuma Wardani Dian Primasari Nadia Morica Darundana Endro P.

21080110120020 21080110120034 21080110120021 21080110120023 21080110120024

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Kuasa-Nyalah penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan tepat waktu. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas kunjungan dari Mata Kuliah Hukum Lingkungan. Di dalam laporan ini akan melaporkan tentang makalah kami tentang KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) dan EKOREGION. Penyusun berusaha menyusun laporan ini secara urut dan rinci sehingga memudahkan dalam pemahaman dan menciptakan suasana yang nyaman bagi pembaca, tidak terasa asing, dan dapat menambah ketertarikan untuk memperdalam materi. Penyusun sadar bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Tetapi penyusun berusaha untuk membuat laporan ini sebaik mungkin. Oleh karena itulah, penyusun siap untuk menerima segala saran dan kritik yang bisa membangun kearah yang lebihbaik. Penyusun berharap dalam pembacaanya, berbagai materi tidak dilewatkan begitu saja, karena hal itu merupakan bagian dari pemahaman konsep. Penyusun berharap bahwa laporan ini bisa bermanfaat, khususnya bagi kami selaku penyusun, dan umumnya bagi kalangan luas.

November 2012

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis Sejak tahun 1990-an di dunia internasional telah berkembang Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) atau Strategic Environmental Assessment (SEA). KLHS merupakan penyempurnaan dari AMDAL sebagai instrument lingkungan hidup yang sudah ada sebelumnya. Jika AMDAL hanya hadir pada tingkat proyek, maka KLHS ada pada Kebijakan, Rencana, dan atau Program (KRP) pembangunan. Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2007) memberikan definisi KLHS yang dipandang sesuai untuk Indonesia dengan memperhatikan kondisi sumberdaya alam, lingkungan hidup, sosial, ekonomi, politik, serta kapasitas SDM dan institusi di masa mendatang, yaitu : Suatu proses sistematis untuk mengevaluasi pengaruh lingkungan dan menjamin diintegrasikannya prinsip-prinsip keberlanjutan dalam pengambilan keputusan yang bersifat strategis.

1.1.2. Ekoregion Ecoregion merupakan suatu pengertian yang bertugas sebagai penyambung dari kebijakn antar daerah. Latar belakang terbentuknya ekoregion ini sendiri karena adanya masalh yang kan ditimbul dan harus diciptakan kebijakan disetian daerah untuk meminmalkan masalah yang ada. Ecoregion bertugas menjahit kebijakan antar daerah dan memasukkan pertimbangan lingkungan dalam kebijakan pembangunan serta melakukan pengawasan. Ecoregion juga bertugas menetapkan kriteria-kriteria

lingkungan hidup, mengembangkan sistem informasi, serta mengarusutamakan pembangunan dengan memperhitungkan aspek keberlanjutan produktivitas dan aspek penyelamatan lingkungan. Dengan adanya ecoregion diharapkan tidak ada lagi izin usaha yang diperoleh tanpa ada izin lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 1.2.2 1.2.3 Bagaimana HLHS dan Ekoregion sekarang? Apa pengertian dari HLHS dan Ekoregion? Bagaimana dan apa manfaat HLHS dan Ekoregion?

1.3 Tujuan 1.3.1 1.3.2 1.3.3 Mengetahui bagaimana pelaksaan KLHS dan Ekoregion di Indonesia. Mengetahui pengertian KLHS dan Ekoregion Mengetahui manfaat dari KLHS dan Ekoregion.

1.4 Manfaat Makalah ini disusun dengan bertujuan diharapkan mahasiswa dapat mengetahui bagaimana penerapan KLHS dan Ekoregion Di Indonesia..

BAB II PEMBAHASAN

2.1.

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Sejak tahun 1990-an di dunia internasional telah berkembang Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) atau Strategic Environmental Assessment (SEA). KLHS merupakan penyempurnaan dari AMDAL sebagai instrument lingkungan hidup yang sudah ada sebelumnya. Jika AMDAL hanya hadir pada tingkat proyek, maka KLHS ada pada Kebijakan, Rencana, dan atau Program (KRP) pembangunan.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2007) memberikan definisi KLHS yang dipandang sesuai untuk Indonesia dengan memperhatikan kondisi sumberdaya alam, lingkungan hidup, sosial, ekonomi, politik, serta kapasitas SDM dan institusi di masa mendatang, yaitu : Suatu proses sistematis untuk mengevaluasi pengaruh lingkungan dan menjamin diintegrasikannya prinsip-prinsip keberlanjutan dalam pengambilan keputusan yang bersifat strategis. Definisi dan praktek KLHS di dunia selama ini mengindikasikan terdapat dua basis pendekatan KLHS, yaitu KLHS dengan basis pendekatan AMDAL (EIA-based SEA) dan dengan basis pendekatan keberlanjutan (sustainability-led SEA). KLHS dengan basis pendekatan AMDAL mengkaji lebih dari sekadar level proyek yakni hingga evaluasi konsekuensi positif dan negative dari kebijakan, rencana, dan program. KLHS dengan basis pendekatan keberlanjutan memformulasikan visi, tujuan, dan kerangka kerja keberlanjutan untuk memandu pengambilan keputusan KRP yang lebih baik, sehingga harus mengintegrasikan aspek sosial, ekonomi, dan biofisik dalam proses KRP (DEAT, 2004). KLHS dengan basis pendekatan keberlanjutan ini telah berkembang menjadi KLHS untuk jaminan keberlanjutan lingkungan hidup (SEA for environmental sustainability assurance, ESA). Aplikasi KLHS dilaksanakan di sepanjang proses KRP. Pada level kebijakan dapat diaplikasikan KLHS Kebijakan, pada level rencana dan program dapat berupa KLHS Regional (termasuk tata ruang), KLHS Program, dan KLHS Sektor. Berikut adalah gambar

skematis yang menunjukkan lingkup aplikasi KLHS dan yang membedakan dengan AMDAL.

Gambar 1. Lingkup Aplikasi KLHS (Partidario, 2000)

Untuk lingkup Indonesia, KLH (2007) memformulasikan 3 nilai yang penting untuk dianut dalam aplikasi KLHS, yaitu :

1. Keterkaitan (interdependency) Penyelenggaraan KLHS harus mempertimbangkan keterkaitan antara satu komponen dengan komponen lain, antara satu unsur dengan unsur lain, antara lokal dan global, antar sektor, antar daerah, dan sebagainya. Atau dengan kata lain KLHS diaplikasikan secara komprehensif dan holistik.

2. Keseimbangan (equilibrium) KLHS harus senantiasa dijiwai oleh nilai-nilai keseimbangan, seperti keseimbangan kepentingan sosial ekonomi dengan lingkungan hidup, keseimbangan kepentingan jangka panjang dan jangka pendek, keseimbangan pusat- daerah, dan lainnya.

3. Keadilan (justice) Nilai keadilan akan membatasi akses dan kontrol terhadap sumberdaya alam atau modal atau pengetahuan, sehingga hasil KLHS berupa kebijakan, rencana, dan program tidak menyebabkan marginalisasi kelompok masyarakat tertentu.

Aplikasi KLHS di Indonesia terentang dari lokal hingga nasional dan mencakup kebijakan, rencana, dan program. Aplikasi KLHS dilaksanakan di sepanjang proses KRP. Pada level kebijakan dapat diaplikasikan KLHS Kebijakan, pada level rencana dan program

dapat berupa KLHS Regional (termasuk tata ruang), KLHS Program, dan KLHS Sektor. KLHS tidak berpretensi atau diarahkan untuk membuat sistem kelembagaan dan prosedur yang baru dan terpisah. KLHS lebih diarahkan untuk menjamin bahwa seperangkat prinsip dan nilai dasar KLHS diaplikasi ke dalam sistem yang sudah ada agar efektivitaf sistem tersebut meningkat. Dengan demikian, KLHS menjadi proses yang adaptif dan kontinu dengan fokus utama tata pengaturan (governance) dan penguatan kelembagaan, tidak sekedar pendekatan teknis, linier, dan sederhana sebagaimana AMDAL (OECD, 2006). KLH (2007) menilai untuk Indonesia pendekatan yang tepat haruslah kontekstual disesuaikan dengan : 1. Kondisi sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang menjadi fokus kajian, 2. Lingkup dan karakter KRP pemerintah pusat, provinsi, Kabupaten/Kota yang akan ditelaah, 3. Kapasitas institusi dan SDM aparatur pemerintah, 4. Kemauan politik (political will) yang kuat untuk menghasilkan KRP yang lebih berkualitas.

Sebelumnya telah disebutkan bahwa selain KLHS berbasis AMDAL, telah berkembang pula KLHS berbasis Penilaian berkelanjutan Lingkungan.oleh karea itu telah berkembang pula sifat KLHS yang bersifat instrumental, transformatif dan subtantif (Sadler 2005:20, dan Partidario 2000). Berikut ini adalah tujuan KLHS berdasar sifatnya :

Sifat KLHS

Tujuan (Generik) KLHS Mengidentifikasi pengaruh atau

konsekuensi dari kebijakan, rencana, atau program terhadap Instrumental lingkungan hidup sebagai upaya untuk mendukung proses pengambilan keputusan Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan ke dalam kebijakan, rencana, atau program. Memperbaiki mutu dan proses formulasi kebijakan, rencana, dan program

Transformatif

Memfasilitasi

proses

pengambilan

keputusan agar dapat menyeimbangkan tujuan lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi Meminimalisasi potensi dampak penting negatif

Substantif

yang akan timbul sebagai akibat dari usulan kebijakan, rencana, atau program (tingkat keberlanjutan lemah) Melakukan langkah-langkah perlindungan lingkungan keberlanjutan moderat) Memelihara potensi sumberdaya alam dan daya dukung air, udara, tanah dan ekosistem (tingkat keberlanjutan moderat sampai tinggi) yang tangguh (tingkat

Berikut adalah kerangka kerja KLHS

Penapisan Kegiatan penapisan menentukan perlu atau tidaknya dilakukan KLHS terhadap sebuah konsep/muatan rencana tata ruang. Langkah ini diperlukan atas alasan-alasan: a) memfokuskan telaah pada KRP yang memiliki nilai strategik, memfokuskan telaah pada KRP yang diindikasikan akan memberikan konsekuensi penting pada kondisi lingkungan hidup, dan c) memberikan gambaran umum metodologi pendekatan yang akan digunakan.

Pelingkupan Pelingkupan merupakan proses yang sistematis dan terbuka untuk mengidentifikasi isu-isu penting atau konsekuensi lingkungan hidup yang akan timbul berkenaan dengan rencana KRP RTR Wilayah dan Kawasan. Berkat adanya pelingkupan ini, pokok bahasan dokumen KLHS akan lebih difokuskan pada isu-isu atau konsekuensi lingkungan dimaksud.

Telaah dan Analisis Teknis Telaah dan analisis teknis adalah proses identifikasi, deskripsi, dan evaluasi mengenai konsekuensi dan efek lingkungan akibat diterapkannya RTRW; serta pengujian efektivitas RTRW dalam menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Telaah dan analisis teknis mencakup : a) pemilihan dan penerapan metoda, serta teknik analisis yang sesuai dan terkini, b) penentuan dan penerapan aras rinci (level of detail) analisis agar sesuai dengan kebutuhan rekomendasi c) sistematisasi proses pertimbangan seluruh informasi, kepentingan dan aspirasi yang dijaring. Jenis-jenis kerangka telaah yang lazim dibutuhkan, antara lain: - Telaah daya dukung dan daya tampung lingkungan, - Telaah hubungan timbal balik kegiatan manusia dan fungsi ekosistem. - Telaah kerentanan masyarakat dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim dan bencana lingkungan. - Telaah ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.

Pengembangan Alternatif Alternatif yang dikembangkan dapat mencakup : a) substansi pokok/dasar RTRW (misalnya: pilihan struktur dan pola ruang), b) program atau kegiatan penerapan muatan RTRW (misalnya: pilihan intensitas pemanfaatan ruang c) kegiatan-kegiatan operasional pengelolaan efek lingkungan hidup (misalnya: penerapan kode bangunan yang hemat energi).

Pemantauan dan Tindak Lanjut Sesuai dengan kebutuhannya, kegiatan pemantauan dan tindak lanjut dapat diatur berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Pada dasarnya efektivitas penerapan rekomendasi KLHS berkaitan langsung dengan efektivitas RTRW bagi wilayah rencananya, sehingga tata laksananya bisa mengikuti aturan pemantauan efektivitas RTRW.

Partisipasi dan Konsultasi Masyarakat Seluruh rangkaian KLHS bersifat partisipatif. Semua komponen kegiatan diwarnai berbagai bentuk partisipasi dan konsultasi masyarakat. Namun demikian, tingkat keterlibatan atau partisipasi masyarakat sangat bervariasi tergantung pada aras (level of detail) RTRW, peraturan perundangan yang mengatur keterlibatan masyarakat, serta komitmen dan keterbukaan dari pimpinan organisasi pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah. Secara umum boleh dikatakan bila KLHS diaplikasikan pada tingkat nasional atau provinsi, maka keterlibatan atau partisipasi masyarakat harus lebih luas dan intens dibanding KLHS pada tingkat kabupaten atau kota. Bila KLHS diaplikasikan untuk tingkat kabupaten, kota, atau kawasan, maka proses pelibatan masyarakat atau konsultasi publik harus dilakukan sedini mungkin dan efektif. Hal ini disebabkan cakupan muatan RTRW yang bersifat operasional memiliki ragam penerapan yang variatif dan bersinggungan langsung dengan kegiatan masyarakat. Secara spesifik, harus ada ketersediaan waktu yang cukup bagi masyarakat untuk menelaah, memberikan masukan, dan mendapatkan tanggapan dalam proses KLHS. Kegiatan ini juga mensyaratkan adanya tata laksana penyaluran aspirasi masyarakat, termasuk pada tahap pengambilan keputusan.

Kecenderungan penurunan kualitas lingkungan terkait dengan tata ruang wilayah sebagai produk dari rangkaian proses penataan ruang, yang diawali tahapan perencanaan tata ruang, oleh karena itu, perbaikan kuaitas rencana tata ruang wilayah menjadi mutlak dan

sangat strategis untuk segera direalisasikan guna menghambat laju penurunan kualitas lingkungan dan daya dukung lingkungan. KLHS bisa menjadi pilihan alat bantu untuk memperbaiki kualitas rencana tata ruang wilayah melalui perbaikan kerangka berfikir perencanaan tata ruang, yang berimplikasi pada perbaikan prosedur/proses dan

metodologi/muatan perencanaan.

2.2.

EKOREGION

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan ecoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup. Ecoregion bertugas menjahit kebijakan antardaerah dan memasukkan pertimbangan lingkungan dalam kebijakan pembangunan serta melakukan pengawasan. Ecoregion juga bertugas menetapkan kriteria-kriteria lingkungan hidup, mengembangkan sistem informasi, serta mengarusutamakan pembangunan dengan memperhitungkan aspek keberlanjutan produktivitas dan aspek penyelamatan lingkungan. Dengan adanya ecoregion diharapkan tidak ada lagi izin usaha yang diperoleh tanpa ada izin lingkungan. Berdasarkan UU no. 32 tahun 2009 Penetapan wilayah ekoregion dengan mempertimbangkan kesamaan: Karakteristik bentang alam; a. daerah aliran sungai; dilaksanakan

b. iklim; c. flora dan fauna d. sosial budaya; e. Ekonomi kelembagaan masyarakat; dan hasil inventarisasi lingkungan hidup Oleh karena itu dibentuk lima ecoregion untuk seluruh Indonesia, yaitu ecoregion Sumatera; Balinusa untuk Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat; Sumapapua untuk Sulawesi, Maluku, dan Papua; Jawa; serta Kalimantan. Ecoregion berkaitan dengan inventarisasi lingkungan hidup seperti yang tertulis dalam UU no. 32 Tahun 2009. )

Inventarisasi lingkungan hidup terdiri atas inventarisasi lingkungan hidup: a. tingkat nasional; b. tingkat pulau/kepulauan; dan c. tingkat wilayah ekoregion Inventarisasi lingkungan hidup dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi mengenai sumber daya alam yang meliputi: a. potensi dan ketersediaan; b. jenis yang dimanfaatkan; c. bentuk penguasaan; d. pengetahuan pengelolaan; e. bentuk kerusakan; dan f. konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan. Inventarisasi lingkungan hidup di tingkat wilayah ekoregion dilakukan untuk menentukan daya dukung dan daya tampung serta cadangan sumber daya alam.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 3.1.2 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Pengertian dan praktek KLHS di dunia selama ini mengindikasikan terdapat dua basis pendekatan KLHS, yaitu KLHS dengan basis pendekatan AMDAL (EIA-based SEA) dan dengan basis pendekatan keberlanjutan (sustainabilityled SEA). Sifat dari KLHS itu sendiri adalah instrumental, transformative, dan substansif Kerangka kerja KLHS berupa : Penapisan, Pelingkupan, Telaah dan Analisis Teknis, Pengembangan Alternatif, dan Pemantauan dan Tindak Lanjut. 3.1.2. Ekoregion Pengertian ecoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup. Ecoregion berkaitan dengan inventarisasi lingkungan hidup, yaitu berupa potensi dan ketersediaan, jenis yang dimanfaatkan,bentuk penguasaan, pengetahuan pengelolaan, bentuk kerusakan; dan konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.menlh.go.id/pentingnya-penerapan-klhs-di-indonesia/ http://www.menlh.go.id/klhs-tingkatkan-kualitas-perencanaan-untukpembangunan-berkelanjutan/ http://sv.wikipedia.org/wiki/Ekoregion http://www.eko-region.pl/

You might also like