You are on page 1of 34

IPS

PROSES KOLONIALISME BARAT DI INDONESIA

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 2

1. 2. 3. 4.

Bahtiar Adi Nugroho Gildan Aditya Prastowo Ginanjar Adi Triono Saevul Ahwandi

(02) (15) (16) (29)

IPS
PROSES KOLONIALISME BARAT DI INDONESIA

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 2

Ketua Sekretaris Anggota

: Amrizal Addi Resnugraha : Novita Sari Dewi : Saeful Ahwandi Bahtiar Adi Nugroho

(01) (24) (29) (02)

KATA PENGANTAR

Puji syukur patut kalian panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan karunia-Nya kalian memperoleh kesempatan untuk melanjutkan belajar dari SD ke SMP/MTs. Buku ini ditulis dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan kalian akan pengetahuan, pemahaman, dan panduan untuk menganalisis segala hal yang berkaitan dengan kegiatan sosial masyarakat. Buku ini memuat materi IPS yaitu Sejarah. Akhirnya, semoga buku ini bermanfaat bagi kalian dalam memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan menganalisis segala hal yang berkaitan dengan kegiatan sosial masyarakat. Penyusun menyadari bahwa buku ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penyusun terbuka menerima masukan dari semua pihak demi penyempurnaan buku ini. Tidak lupa, kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan buku ini, kami ucapkan terima kasih.

Oktober, 2010

Sekretaris

Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR . DAFTAR ISI A. PENJELAJAHAN SAMUDERA DAN KEDATANGAN BANGSA BARAT DI INDONESIA . 1. Pelayaran Orang-orang Portugis . 2. Pelayaran Orang-orang Spanyol . 3. Pelayaran Orang-orang Inggris . 4. Pelayaran Orang-orang Belanda . B. KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMERINTAH BELANDA 1. Sistem Penyerahan Wajib oleh VOC .. 2. Sistem Kerja Wajib (Kerja Rodi) .. 3. Sistem Sewa Tanah (Lande Lijk Stelsel) ... 4. Sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) .. 5. Pelaksanaan Politik Kolonial Liberal 6. Politik Etis C. PENGARUH KEBIJAKAN PEMERINTAH KOLONIAL .. 1. Bidang Politik .. 2. Bidang Sosial Ekonomi . 3. Bidang Kebudayaan .. D. BENTUK-BENTUK PERLAWANAN RAKYAT DALAM MENENTANG KOLONIALISME BARAT DIBERBAGAI DAERAH ........... 1. Perlawanan Pattimura (1817) ... 2. Perlawanan Kaum Padri (1821-1837) 3. Perlawanan Diponegoro (1825-1830) 4. Perlawanan Hasanudin di Sulawesi Selatan . 5. Perlawanan Rakyat Banjar (1859-1863) ... 6. Perlawanan Rakyat Bali (1846-1849) . 7. Perlawanan Rakyat Aceh (1873-1912) . 8. Perlawanan Rakyat Batak (1878-1907) ... 9. Gerakan Rakyat di Indonesia a) Gerakan melawan pemerasan atau peraturan yang tidak adil b) Gerakan ratu adil .. c) Geraka samin d) Gerakan keagamaan E. DAERAH-DAERAH PERSEBARAN AGAMA KRISTIANI . 1. Misionaris Portugis di Indonesia . 2. Zending Belanda di Indonesia . 3. Wilayah Persebaran Agama Nasrani di Indonesia Pada Masa Kolonial .. DAFTAR PUSAKA .. 3 4 5 6 7 8 8 9 9 10 11 12 14 16 18 18 18 19 19 19 20 21 23 24 25 26 28 28 29 29 30 30 31 31 31 32 33

Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia

PROSES KOLONIALISME BARAT DI INDONESIA

1. 2. 3. 4.

SUMBER
Buku IPS untuk SMP Kelas VIII, penyusun Sutarto, Depdiknas (BSE), Th. 2008, hal 63 100 Buku IPS untuk SMP Kelas VIII, penyusun Sanusi-Fatah, BSE, hal 88 119 Buku IPS untuk SMP Kelas VIII, penyusun nurhadi, BSE, hal 73 90 Buku IPS untuk SD Kelas V, penyusun Endang Susilaningsih, BSE, hal 140 144

A. Penjelajahan Samudera dan Kedatangan Bangsa Barat di Indonesia


Para pedagang dari Eropa membawa barang dagangan berupa rempah-rempah dan sutera dari Laut Tengah. Komoditas tersebut dibawa ke Venesia atau Genoa melalui para pedagang Portugis dan Spanyol yang aktif berdagang di Laut Tengah. Rempah-rempah dan sutera itu kemudian dibawa ke pasaran Eropa Barat, seperti Lisabon. Dari Lisabon rempahrempah dibawa ke Eropa Utara oleh para pedagang Inggris dan Belanda. Ramainya perdagangan di Laut Tengah, terganggu selama dan setelah berlangsungnya Perang Salib (1096 1291). Dengan jatuhnya kota Konstantinopel (Byzantium) pada tahun 1453 ke tangan Turki Usmani, aktivitas perdagangan antara orang Eropa dan Asia terputus. Sultan Mahmud II, penguasa Turki menjalankan politik Gambar 1. Sultan Mahmud II yang mempersulit pedag ang Eropa beroperasi di daerah kekuasannya. Bangsa Barat menghadapi kendala krisis perdagangan rempah-rempah. Oleh karena itu bangsa Barat berusaha keras mencari sumbernya dengan melakukan penjelajahan samudra. Ada beberapa faktor yang mendorong penjelajahan samudra, antara lain : a. Semangat reconguesta, yaitu semangat pembalasan terhadap kekuasaan Islam di mana pun yang dijumpainya sebagai tindak lanjut dari Perang Salib. b. Semangat gospel, yaitu semangat untuk menyebarkan agama Nasrani. c. Semangat glory, yaitu semangat memperoleh kejayaan atau daerah jajahan. d. Semangat gold, yaitu semangat untuk mencari kekayaan/emas. e. Perkembangan teknologi kemaritiman yang memungkinkan pelayaran dan perdagangan yang lebih luas, termasuk menyeberangi Samudra Atlantik. f. Adanya sarana pendukung seperti kompas, teropong, mesiu, dan peta yang menggambarkan secara lengkap dan akurat garis pantai, terusan, dan pelabuhan. g. Adanya buku Imago Mundi yang menceritakan perjalanan Marco Polo (1271-1292). h. Perjalanan Ordoric da Pardenone menuju Campa yang sempat singgah di Jawa pada abad ke-14. Ordoric melaporkan sekilas mengenai kebesaran Majapahit. i. Penemuan Copernicus yang didukung oleh Galileo yang menyatakan bahwa bumi itu bulat seperti bola, matahari merupakan pusat dari seluruh benda-benda antariksa. Bumi dan bendabenda antariksa lainnya beredar mengelilingi matahari (teori Heliosentris). Negara-negara yang memelopori penjelajahan samudra adalah Portugis dan Spanyol, menyusul Inggris, Belanda, Prancis, Denmark, dan lainnya. Untuk menghindari persaingan antara Portugis dan Spanyol, maka pada tanggal 7 Juni 1494 lahirlah Perjanjian Tordesillas. Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia 5

Paus membagi daerah kekuasaan di dunia non-Kristiani menjadi dua bagian dengan batas garis demarkasi/khayal yang membentang dari kutub Utara ke kutub Selatan. Daerah sebelah Timur garis khayal adalah jalur/kekuasaan Portugis, sedangkan daerah sebelah Barat garis khayal adalah jalur Spanyol.

Gambar 2. Garis Khayal Tordesilas yang dibuat berdasarkan penjanjian Tordesilas

1. Pelayaran Orang - orang Portugis Orang-orang Portugis menjadi pelopor berlayar mencari tempat asal rempahrempah. Hal ini tidak lepas dari kiat Pangeran Henry Mualim (Henry Navigator) yang memberi hak-hak istimewa kepada keluarga-keluarga saudagar sukses dari Italia, Spanyol, dan Prancis. Tujuannya supaya mereka bersedia tinggal dan berdagang di ibukota Portugis. Berikut adalah penjelajah penjelajah dari Portugis. a. Bartholomeu Dias Bartholomeu Dias berangkat dari Lisabon (Portugis) pada bulan Agustus 1487. Ketika sampai di ujung Selatan benua Afrika, kapal Dias terkena badai topan. Setelah badai reda, Dias kembali ke Portugis. Oleh Dias dan rombongannya, ujung Selatan Benua Afrika dinamai Tanjung Badai. Namun, Raja Portugal Joao II mengganti namanya menjadi Tanjung Harapan (Cape of Good Hope) karena untuk menghilangkan kesan menakutkan dan tempat tersebut dianggap memberikan harapan bagi bangsa Portugis untuk menemukan Hindia. b. Vasco da Gama Pada tanggal 8 Juli 1497, Raja Portugis Manuel I memerintahkan Vasco da Gama mengikuti jejak Dias. Ekspedisinya dilakukan melalui laut sepanjang pantai Afrika Barat. Dalam pelayarannya, Vasco da Gama sempat singgah di pantai Afrika Timur. Atas petunjuk mualim Moor, da Gama melanjutkan ekspedisinya memasuki Samudra Hindia dan Laut Arab. Perjalanan Sumber: Encyclopedia Vasco da Gama tiba di Calcuta pada tanggal 22 Mei 1498. Britannica, 2006 Di Calcuta, Vasco da Gama berupaya mendirikan pos Gambar 3. perdagangan. Ia membeli rempah-rempah untuk dikirim ke Portugis Baetholomeu Dias, Vasco da Gama, dan dan sebagian dijual ke negara-negara Eropa lainnya. Alfonso d c. Alfonso d Albuquerque Albuquerque Setelah beberapa lama menduduki Calcuta, orang Portugis Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia 6

sadar bahwa penghasil rempah-rempah bukan India. Ada tempat lain yang menjadi pusat perdagangan rempah-rempah di Asia, yaitu Malaka. Oleh karena itu ekspedisi ke Timur dilanjutkan kembali. Bagi Portugis, cara termudah menguasai perdagangan di sekitar Malaka adalah dengan merebut atau menguasai Malaka. Oleh karena itu, dari Calcuta, Portugis mengirimkan ekspedisi ke Malaka di bawah pimpinan Alfonso d Albuquerque. Ekspedisi d Albuquerque tersebut berhasil menaklukkan Malaka pada tahun 1511. 2. Pelayaran Orang - orang Spanyol Berikut ini para penjelajah Spanyol yang melakukan pelayaran ke dunia Timur. a. Chriptopher Columbus Pada tanggal 3 Agustus 1492, dengan menggunakan tiga buah kapal yaitu Santa Maria, Nina, dan Pinta, Columbus mulai berlayar mencari sumber rempahrempah di dunia Timur. Setelah berlayar lebih dari 2 bulan mengarungi Samudra Atlantik, sampailah Columbus di Pulau Guanahani yang terletak di Kepulauan Bahama, Karibia. Ia merasa telah sampai di Kepulauan Hindia Timur yang merupakan sumber rempah-rempah. Ia menamai penduduk asli di kawasan itu sebagai Indian. Selanjutnya Kepulauan Bahama dikenal sebagai Hindia Barat. Columbus bersama seorang penyelidik bernama Amerigo Vespucci antara tahun 1492 1504, berlayar terhitung 4 kali. Mereka menemukan benua baru yang diberi nama Amerika. Jadi penemu Benua Amerika adalah Christopher Columbus. Sejak Columbus menemukan benua Amerika, menyusul pelaut-pelaut Spanyol seperti Cortez dan Pizzaro. Cortez menduduki Mexico pada tahun 1519 dengan menaklukkan suku Indian yaitu Kerajaan Aztec dan suku Maya di Yucatan. Pizzaro, pada tahun 1530 menaklukkan kerajaan Indian di Peru yaitu suku Inca. b. Ferdinand Magelhaens (Magellan) Sumber: Encarta Pada tanggal 10 Agustus 1519, Magelhaens berlayar ke Encyclopedia, 2006 Barat didampingi oleh Kapten Juan Sebastian del Cano (Sebastian Gambar 4. Chriptopher Columbus dan Ferdinand del Cano) dan seorang penulis dari Italia yang bernama Pigafetta. Magelhaens Penulis inilah yang mengisahkan perjalanan Magelhaens-del Cano mengelilingi dunia yang membuktikan bahwa bumi itu bulat seperti bola. Pada tahun 1520, setelah menyeberangi Samudra Pasifik, sampailah

Gambar 5. Peta Pelayaran Ferdinand Magelhaens

Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia

rombongan Magelhaens di Kepulauan Massava. Kepulauan ini kemudian diberi nama Filipina, mengambil nama Raja Spanyol, Philips II. Dalam suatu pertempuran melawan orang Mactan, Magelhaens gugur (27 April 1521). Akibat peristiwa itu rombongan bergegas meninggalkan Filipina dipimpin oleh Sebastian del Cano, menuju Kepulauan Maluku. Magelhaens dianggap sebagai orang besar dalam dunia pelayaran karena menjadi orang yang pertama kali berhasil mengelilingi dunia. Raja Spanyol memberi hadiah sebuah tiruan bola bumi. Pada tiruan bola bumi itu dililitkan pita bertuliskan Engkaulah yang pertama kali mengitari diriku. 3. Pelayaran Orang - orang Inggris Berikut ini orang-orang Inggris yang melakukan penjelajahan samudra untuk mencari tempat baru di dunia Timur. a. Sir Francis Drake Pada tahun 1577 Drake berangkat berlayar dari Inggris ke arah Barat. Dalam pelayarannya, rombongan ini memborong rempah-rempah di Ternate. Setelah mendapatkan banyak rempah-rempah Drake pulang ke negerinya dan sampai di Inggris pada tahun 1580. Pelayaran Drake ini belum memiliki arti penting secara ekonomis dan politis. b. Pilgrim Fathers Pada tahun 1607 rombongan yang menamakan diri Pilgrim
Sumber: Encarta Encyclopedia, 2006 Gambar 6. Sir Francis Drake

Fathers melakukan pelayaran ke arah Barat. Kapal yang bernama May Flower berhasil
membawa rombongan ini mendarat di Amerika Utara. c. Sir James Lancester dan George Raymond Pada pelayaran tahun 1591, Lancester berhasil mengadakan pelayaran sampai ke Aceh dan Penang, sampai di Inggris pada tahun 1594. Pada bulan Juni 1602, Lancester dan maskapai perdagangan Inggris (EIC) berhasil tiba di Aceh dan terus menuju Banten. Di Banten, dia mendapatkan izin dan mendirikan kantor dagang. d. Sir Henry Middleton Pada tahun 1604 pelayaran kedua EIC yang dipimpin Sir Henry Middleton berhasil mencapai Ternate, Tidore, Ambon, dan Banda. Terjadi persaingan dengan VOC. Selama tahun 1611 - 1617, orang-orang Inggris mendirikan kantor dagang di Sukadana (Kalimantan Barat Daya), Makassar, Jayakarta, Jepara, Aceh, Pariaman, dan Jambi. e. William Dampier Pada tahun 1688, Dampier melakukan pelayaran dan berhasil mendarat di Australia. Ia terus melanjutkan pelayaran dengan menelusuri pantai ke arah Utara. f. James Cook Pada tahun 1770 Cook berhasil mendarat di pantai Timur Australia dan menjelajahi pantai Australia secara menyeluruh pada tahun 1771. Oleh karena itu, James Cook sering dikatakan sebagai penemu Benua Australia. 4. Pelayaran Orang - orang Belanda Biasanya para pedagang Belanda membeli dagangan rempah-rempah dari Portugis di pusat pasar Lisabon. Namun setelah Lisabon dikuasai Spanyol, Belanda mencari jalan menuju daerah penghasil rempah-rempah. Walaupun Portugis berusaha merahasiakan jalan ke pusat penghasil rempah-rempah, tetapi Belanda berhasil menyusul Portugis dan Spanyol. Berikut ini beberapa pelaut Belanda yang melakukan penjelajahan ke dunia. Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia 8

Barentz Pada tahun 1594, Barentz mencari daerah Timur (Asia) melalui jalur lain yaitu ke Utara. Perjalanan Barentz terhambat karena air laut membeku sesampainya di Kutub Utara. Ia berhenti di sebuah pulau yang dikenal dengan nama Pulau Novaya Zemlya, kemudian memutuskan untuk kembali tetapi meninggal dalam perjalanan. b. Cornelis de Houtman Pada tahun 1595, de Houtman dengan empat buah kapal yang memuat 249 orang awak beserta 64 meriam, memimpin pelayaran mencari daerah asal rempahrempah ke arah Timur mengambil jalur seperti yang ditempuh Portugis. Pada tahun 1596 Cornelis de Houtman bersama rombongan sampai di Indonesia dan mendarat di Banten. c. Abel Tasman Abel Tasman berlayar mencapai perairan di sebelah Tenggara Australia. Pada tahun 1642 ia menemukan sebuah Gambar 7. Cornelis de Houtman pulau yang kemudian dikenal dengan nama Pulau Tasmania. Baik Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda akhirnya sampai ke sumber rempahrempah yaitu Indonesia. Sejak kedatangan bangsa Barat ke Indonesia, peta perdagangan mengalami perubahan yang akhirnya dimonopoli bangsa Barat.

a.

B. Kebijakan-kebijakan Pemerintah Belanda


Kedatangan bangsa Barat ke Indonesia, pada awalnya untuk mencari sumber rempahrempah, kemudian dibeli untuk dijual di pasar Eropa dengan keuntungan yang tinggi. Namun tujuan mereka berkembang, mereka tidak hanya mencari sumber rempah-rempah, tetapi juga ingin melaksanakan monopoli perdagangan, bahkan ingin menanamkan kekuasaannya di Indonesia. Maka terbentuklah kekuasaan kolonial di Indonesia. Pada abad ke-16 dan 17, berturut-turut kekuasaan kolonial Barat telah datang ke Indonesia dengan tujuan mencari laba sebesar-besarnya. Untuk itu pemerintah kolonial telah merusak ekonomi rakyat. Di mana-mana mereka memaksakan monopoli di bidang perdagangan. Mereka juga menjalankan kebijakan-kebijakan ekonomi yang pada umumnya sangat merugikan rakyat Indonesia, sehingga menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan yang luar biasa. Kebijakan-kebijakan itu, antara lain sebagai berikut. 1. Sistem Penyerahan Wajib oleh VOC Pada tahun 1596 Cornelis de Houtman tiba di Banten untuk tujuan perdagangan. Karena sikap Belanda yang sombong, maka mereka diusir dari Banten. Pada tahun 1598, penjelajahan Belanda di bawah pimpinan Jacob van Neck tiba di Banten. Mereka diterima dengan baik oleh penguasa Banten, juga pendaratan di sepanjang pantai Utara Jawa dan Maluku. Sejak ini, hubungan dagang dengan para pedagang Belanda semakin ramai. Dalam perkembangannya, antarpedagang Belanda terjadi persaingan yang kian memanas. Untuk mengatasi persaingan yang rawan ini dibentuklah suatu kongsi dagang berupa persekutuan dagang India Timur atas prakarsa Johan van Oldenbarnevelt. Kongsi dagang ini dibentuk tanggal 20 Maret 1602 dengan nama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Adapun tujuan didirikannya VOC antara lain : a. Menghilangkan persaingan antar pedagang Belanda. b. Menyaingi kongsi dagang Inggris dan India (EIC) ataupun pedangan Asia. c. Menguasai pelabuhan pelabuhan penting dan kerajaan-kerajaan di Indonesia. d. Melaksanakan monopoli perdagangan rempah-rempah. Berkaitan dengan itu pemerintah Belanda memberikan hak-hak istimewa (Oktroi) yaitu : Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia 9

a. b. c. d. e.

Hak mono poli perdagangan Hak memiliki tentara Hak mencetak mata uang sendiri Hak mengadakan perjanjian dengan penguasa (raja) Hak mendirikan Benteng Dengan hak-hak istimewa yang dimiliki oleh VOC, maka kongsi dagang yang sering disebut Kompeni ini berkembang dengan cepat. Kedudukan Portugis mulai terdesak, dan bendera Kompeni mulai berkibar. Kompeni mengikat raja-raja kita dengan berbagai perjanjian yang merugikan. Makin lama Kompeni makin berubah menjadi kekuatan yang tidak hanya berdagang, tetapi ikut mengendalikan pemerintahan di Indonesia. Kompeni mempunyai pegawai dan anggota tentara yang semakin banyak. Daerah kekuasaannya pun semakin luas. Kompeni membutuhkan biaya besar untuk memelihara pegawai dan tentaranya. Biaya itu diambil dari penduduk. Pada zaman Kompeni penduduk kerajaan-kerajaan diharuskan menyerahkan hasil bumi seperti beras, lada, kopi, rempah-rempah, kayu jati dan lain sebagainya kepada VOC. Dari aturan-aturan tersebut, VOC meneguk keuntungan yang sangat besar. Namun Akhir abad ke-18 VOC mengalami kebangkrutan akibat banyaknya terjadi korupsi , tidak mampu bersaing dengan perusahaan yang lain, dan utang yang menumpuk maka akhirnya VOC dibubarkan secara resmi tanggal 31 Desember 1799. 2. Sistem Kerja Wajib (Kerja Rodi) Louis Napoleon dari Perancis yang saat itu menguasai Belanda mengangkat William Daendels sebagai gubernur jenderal dengan tugas utama mempertahankan pulau Jawa dari ancaman Inggris. Juga diberi tugas mengatur pemerintahan di Indonesia. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Daendels mengambil beberapa langkah, antara lain sebagai berikut. a. Menarik orang-orang Indonesia untuk dijadikan tentara. b. Membangun pabrik senjata di Semarang dan Surabaya. c. Membangun pangkalan armada di Anyer dan Ujung Kulon. d. Membangun benteng-benteng. e. Membangun jalan raya dari Anyer sampai Panarukan, yang Gambar 8. Wiliam Deandels panjangnya + 1.000 km. Untuk mewujudkan langkah tersebut, Daendels menerapkan sistem kerja wajib (kerja rodi).

Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia

10

Di samping kerja wajib, untuk memperoleh dana guna menghadapi Inggris, Daendels melakukan beberapa cara, antara lain sebagai berikut. a. Melaksanakan contingenten stelsel, dengan menyerahkan hasil bumi. b. Menetapkan verplichte leverentie, kepada pemerintah Belanda dengan harga yang telah ditetapkan. c. Melaksanakan preanger stelsel, yaitu kewajiban yang dibebankan kepada rakyat Priangan untuk menanam kopi d. Menjual tanah-tanah negara kepada pihak swasta asing, seperti kepada Han Ti Ko seorang pengusaha Cina. Selama memerintah, Daendels dikenal sebagai gubernur jenderal yang bertangan besi, Karena ia memerintah dengan menerapkan disiplin tinggi, keras, dan kejam. Langkahlangkah kebijakan Daendels yang memeras dan menindas rakyat menimbulkan: a. kebencian yang mendalam baik dari kalangan penguasa daerah maupun rakyat, b. munculnya tanah-tanah partikelir yang dikelola oleh pengusaha swasta, c. pertentangan/perlawanan penguasa maupun rakyat, d. kemiskinan dan penderitaan yang berkepanjangan, serta e. pencopotan Daendels. Pada tahun 1810, Kaisar Napoleon menganggap bahwa tindakan Daendels sangat otoriter. Pada tahun 1811 Daendels ia ditarik kembali ke negeri Belanda dan digantikan oleh Gubernur Jenderal Janssens. Ternyata Janssens tidak secakap dan sekuat Daendels dalam melaksanakan tugasnya. Ketika Inggris menyerang Pulau Jawa, ia menyerah dan harus menandatangani perjanjian di Tuntang pada tanggal 17 September 1811. Perjanjian tersebut dikenal dengan nama Kapitulasi Tuntang, yang berisi sebagai berikut. Gambar 9. Willem Janssens a. Seluruh militer Belanda yang berada di wilayah Asia Timur harus diserahkan kepada Inggris dan menjadi tawanan militer Inggris. b. Hutang pemerintah Belanda tidak diakui oleh Inggris. c. Pulau Jawa dan Madura serta semua pelabuhan Belanda di luar Jawa menjadi daerah kekuasaan Inggris (EIC). 3. Sistem Sewa Tanah (Lande Lijk Stelsel) Sejak Belanda menyerah kepada Inggris pada 1811, gubernur jenderal Inggris di India, yaitu Lord Minto meng angkat Sir Thomas Stamford Raffles menjadi letnan gubernur di Jawa. Setelah Raffles berkuasa, sikapnya terhadap raja-raja di Indonesia berubah. Raffles menjalankan pemerintahan nya berdasarkan teori liberalisme, seperti yang diterapkan Inggris di India, dengan rencana sebagai berikut. 1) Kerja paksa akan dihapus kecuali daerah Priangan dan Jawa Tengah. 2) Monopoli, pelayaran hongi, dan segala pemaksaan di Maluku dihapuskan. 3) Contingenten (penyerahan hasil bumi dari daerah jajahan) diganti dengan landrente stelsel (sistem pajak bumi), sedangkan Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia
Gambar Raffles 10. Thomas Stamford

11

penyerahan wajib dihapuskan. 4) Melarang politik perbudakan. Dalam bidang pemerintahan, Raffles menerapkan sistem baru, yaitu: 1) Pulau Jawa dibagi menjadi 16 karesidenan; 2) kekuasaan para bupati dikurangi; 3) sistem juri ditetapkan dalam pengadilan. Adapun sistem landrente stelsel atau sistem pajak bumi yang diterapkan Raffles adalah sebagai berikut. 1) Petani membayar sewa tanah dengan jumlah bergantung pada baik buruknya keadaan tanah. 2) Pajak bumi harus dibayar dengan uang atau beras. 3) Orang-orang yang bukan petani dikenakan uang kepala, yaitu pembayaran pajak. Di samping itu Thomas Stamford Raffles juga memberi sumbangan positif bagi Indonesia yaitu: a. membentuk susunan baru dalam pengadilan yang didasarkan pengadilan Inggris, b. menulis buku yang berjudul History of Java, c. menemukan bunga Rafflesia-arnoldii, d. merintis adanya Kebun Raya Bogor, dan e. menghapus sistem perbudakan Kekuasaan Inggris di Indonesia pun berakhir setelah Belanda dan Inggris mengadakan perundingan yang menghasilkan Konvensi London (1814). Dalam konvensi tersebut ditetapkan bahwa semua bekas jajahan Belanda harus diserahkan kembali ke tangan Belanda kecuali Bangka, Belitung, dan Bengkulu yang diterima Inggris dari Sultan Najamudin (Palembang). Raffles kembali ke Inggris dan digantikan oleh John Fendall pada 1816. Pada 19 Agustus 1816, John Fendall melakukan serahterima dengan Belanda. Pihak Belanda menugaskan tigaorang Komisaris Jenderal, yaitu Elout, Buykeys, dan Van der Capellen untuk menerima penyerahan itu dan melanjutkanpemerintahan Belanda di Indonesia sampai 1819. 4. Sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) Pada tahun 1830 terjadi perubahan. Ketika itu negeri Belanda sangat payah keuangannya karena harus membiayai perang Diponegoro dan usaha mencegah Belgia memisahkan diri. Johannes Van den Bosch, yang kemudian menjadi gubernur Gambar 11. Van Den Bosch jenderal mengajukan rencana untuk dapat meningkatkan produksi Sumber: upload.wikimedia.org tanaman ekspor di Indonesia. Hasilnya dijamin akan dapat menolong keuangan negeri Belanda. Sistem ini dinamakan Cultuur Stelsel yang oleh bangsa Indonesia dinamakan Tanam Paksa. Tanaman wajib adalah tanaman perdagangan yang laku di dunia internasional seperti kopi, teh, lada, kina, dan tembakau. Cultuurstelsel diberlakukan dengan tujuan memperoleh pendapatan sebanyak mungkin dalam waktu relatif singkat. Dengan harapan utang-utang Belanda yang besar dapat diatasi. Berikut ini pokok-pokok

cultuurstelsel.
Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia 12

a. Rakyat harus menanami 1/5 dari tanah yang dimilikinya dengan tanaman ekspor, seperti kopi, tebu, teh, dan tembakau. b. Hasil tanaman harus dijual kepada pemerintah dengan harga yang ditetapkan pemerintah. c. Tanah yang ditanami tanaman ekspor tersebut bebas dari pajak tanah. d. Kaum petani tidak boleh disuruh bekerja lebih keras daripada bekerja untuk penanaman padinya. e. Rakyat yang tidak memiliki tanah dikenakan kerja rodi selama 65 hari setiap tahun di tanah milik pemerintah. f. Kerusakan tanaman menjadi tanggungan pemerintah, apabila kerusakan itu bukan karena kesalahan rakyat. Untuk mengawasi pelaksanaan tanam paksa, Belanda menyandarkan diri pada sistem tradisional dan feodal. Para bupati dipekerjakan sebagai mandor/pengawas dalam tanam paksa. Para bupati sebagai perantara tinggal meneruskan Gambar 12. Situasi pekerja dan mandor pada masa perintah dari pejabat Belanda. tanam paksa. Kalau melihat pokok-pokok cultuurstelsel dilaksanakan dengan semestinya merupakan aturan yang baik. Namun praktik di lapangan jauh dari pokok-pokok tersebut atau dengan kata lain terjadi penyimpangan. Berikut ini penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam sistem tanam paksa. a. Tanah yang harus diserahkan rakyat cenderung melebihi dari ketentuan 1/5. b. Tanah yang ditanami tanaman wajib tetap ditarik pajak. c. Rakyat yang tidak punya tanah garapan ternyata bekerja di pabrik atau perkebunan lebih dari 65 hari. d. Kelebihan hasil tanam dari jumlah pajak ternyata tidak dikembalikan. e. Jika terjadi gagal panen ternyata ditanggung petani. Dalam pelaksanaannya, tanam paksa banyak mengalami penyimpangan dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Penyimpangan ini terjadi karena penguasa lokal, tergiur oleh janji Belanda yang menerapkan sistem cultuur procenten.

Cultuur procenten atau prosenan tanaman adalah hadiah dari


pemerintah bagi para pelaksana tanam paksa (penguasa pribumi, kepala desa) yang dapat menyerahkan hasil panen melebihi ketentuan yang diterapkan dengan tepat waktu. Bagi rakyat di Pulau Jawa, sistem tanam paksa dirasakan sebagai bentuk penindasan yang sangat menyengsarakan rakyat. Rakyat menjadi melarat dan menderita. Terjadi kelaparan yang menghebat di Cirebon (1844), Demak (1848), dan Grobogan (1849). Kelaparan mengakibatkan kematian penduduk meningkat. Adanya berita kelaparan menimbulkan berbagai reaksi, baik dari rakyat Indonesia maupun orang-orang Belanda. Rakyat selalu mengadakan perlawanan tetapi tidak pernah berhasil. Penyebabnya bergerak sendiri-sendiri secara sporadis dan tidak terorganisasi secara baik. Reaksi dari Gambar 13. Edward Douwes Dekker Belanda sendiri yaitu adanya pertentangan dari golongan liberal dan humanis terhadap pelaksanaan sistem tanam paksa. Tokoh tokohnya antara lain : Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia 13

a. Edward Douwes Dekker (1820 - 1887) Beliau mengungkapkan kritik terhadap Belanda lewat bukunya yang berjudul Max Havelar. Di dalam bukunya ia menggunakan nama samaran Multatuli, yang berarti saya yang menderita. Ia membeberkan secara terangterangan penyimpangan sistem tanam paksa dan penderitaan rakyat Lebak (Banten) akibat penindasan petugas tanam paksa. b. Baron van Hoevell Ia adalah seorang pendeta. Setelah kembali ke negerinya, ia menjadi anggota parlemen, kemudian ia bersama kelompoknya berupaya memperjuangkan nasib rakyat tanah jajahan. c. Frans van de Putte Beliau mengungkapkan kritik terhadap Belanda lewat bukunya yang berjudul Suiker Contracten(perjanjian gula). Ia membeberkan tentang kontrak-kontrak perjaanjian gula. Gambar 14. Frans Van De Putte Karena pendapat umum yang membalik, sejak itu tanam paksa berangsurangsur dihapuskan. Pada tahun 1860, tanam paksa lada dihapuskan, pada tahun 1865 menyusul nila dan teh. Tahun 1870 boleh dikata semua tanam paksa sudah hapus, kecuali kopi di daerah Priangan yang baru dihapuskan pada tahun 1917. 5.

Pelaksanaan Politik Kolonial Liberal


Di negeri Belanda antara tahun 1850-1860 sering terjadi perdebatan tentang untung-ruginya Gambar 15. Daerah Priangan yanvbg subur adalah dan baik buruknya tanam paksa. Golongan yang penghasil kopi dan beras yang baik. Kopi ditanam di menyetujui tanam paksa terdiri dari pegawai- daerah Cianjur dan Priangan Timur pegawai pemerintah dan pemegang saham perusahaan Nederlandsche Handel Maatschappy (NHM). Perusahaan NHM ini selama berlakunya tanam paksa mendapat hak monopoli untuk mengangkut hasil tanam paksa dari Indonesia ke Eropa. Golongan yang menentang tanam paksa terdiri dari beberapa golongan. Pertama, ialah mereka yang merasa iba mendengar keadaan petani Indonesia yang menderita akibat tanam paksa. Mereka menghendaki agar tanam paksa dihapuskan, berdasarkan perikemanusiaan. Kebanyakan di antaranya diilhami oleh ajaran agama. Kedua, ialah golongan menengah yang terdiri dari pengusaha dan pedagang swasta. Mereka tidak dapat menerima keadaan di mana pemerintah saja yang memegang kegiatan ekonomi. Mereka juga menghendaki agar diberi kesempatan untuk berusaha dengan menanam modalnya di Indonesia. Hal demikian baru mungkin dijalankan, bilamana di Indonesia tidak ada sistem tanam paksa yang disponsori oleh pemerintah. Golongan ini biasa disebut kaum liberal. Pada tahun 1870 di Indonesia mulai dilaksanakan politik kolonial liberal yang sering disebut Politik Pintu Terbuka (open door policy). Sejak saat itu pemerintah Hindia Belanda membuka Indonesia bagi para pengusaha asing untuk menanamkan modalnya, khususnya di bidang perkebunan. Periode antara tahun 1870 -1900 disebut zaman liberalisme. Pada waktu itu pemerintahan Belanda dipegang oleh kaum liberal yang kebanyakan terdiri dari pengusaha swasta mendapat kesempatan untuk menanam modalnya di Indonesia dengan cara besarbesaran. Mereka mengusahakan perkebunan besar seperti perkebunan kopi, teh, tebu, kina,

Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia

14

kelapa, cokelat, tembakau, kelapa sawit dan sebagainya. Mereka juga mendirikan pabrik seperti pabrik gula, pabrik cokelat, teh, rokok, dan lain-lain. Pelaksanaan politik kolonial liberal ditandai dengan keluarnya undang-undang agraria dan undang-undang gula. a. Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) 1870 Undang-undang ini merupakan sendi dari peraturan hukum agraria kolonial di Indonesia yang berlangsung dari 1870 sampai 1960. Peraturan itu hapus dengan dikeluarkannya UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960) oleh Pemerintah Republik Indonesia. Jadi Agrarische Wet itu telah berlangsung selama 90 tahun hampir mendekati satu abad umurnya. Wet itu tercantum dalam pasal 51 dari Indische Staatsregeling, yang merupakan peraturan pokok dari undang-undang Hindia Belanda. Menteri jajahan Belanda De Waal, berjasa menciptakan wet ini yang isinya, antara lain sebagai berikut. Pasal 1 : Gubernur jenderal tidak boleh menjual tanah. Pasal 2 : Gubernur jenderal boleh menyewakan tanah menurut peraturan undang undang. Pasal 3 : Dengan peraturan undang-undang akan diberikan tanah-tanah dengan hak erfpacht yaitu hak pengusaha untuk dapat menyewa tanah dari gubernemen paling lama 75 tahun, dan seterusnya Dikeluarkannya UU Agraria ini mempunyai tujuan yaitu: 1) memberi kesempatan dan jaminan kepada swasta asing (Eropa) untuk membuka usaha dalam bidang perkebunan di Indonesia, dan 2) melindungi hak atas tanah penduduk agar tidak hilang (dijual). Adanya UU Agraria memberikan pengaruh bagi kehidupan rakyat, seperti sebagai berikut. 1) Dibangunnya fasilitas perhubungan dan irigasi. 2) Rakyat menderita dan miskin. 3) Rakyat mengenal sistem upah dengan uang, juga mengenal barang-barang ekspor dan impor. 4) Timbul pedagang perantara. Pedagang-pedagang tersebut pergi ke daerah pedalaman, mengumpulkan hasil pertanian dan menjualnya kepada grosir. 5) Industri atau usaha pribumi mati karena pekerja-pekerjanya banyak yang pindah bekerja di perkebunan dan pabrik-pabrik. b. Undang-Undang Gula (Suiker Wet) Selain UU Agraria 1870, pemerintah Belanda juga mengeluarkan UndangUndang Gula (Suiker Wet) tahun 1870. Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada para pengusaha perkebunan gula. Isi dari UU ini yaitu: 1) perusahaan-perusahaan gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap, dan 2) pada tahun 1891 semua perusahaan gula milik pemerintah harus sudah diambil alih oleh swasta. Dengan adanya UU Agraria dan UU Gula tahun 1870, banyak swasta asing yang menanamkan modalnya di Indonesia, baik dalam usaha perkebunan maupun pertambangan. Berikut ini beberapa perkebunan dan pertambangan asing yang muncul. 1) Perkebunan tembakau di Deli , 2) Sumatra Utara.Perkebunan tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia 15

3) 4) 5) 6) 7) 8)

Perkebunan kina di Jawa Barat. Perkebunan karet di Sumatra Timur. Perkebunan kelapa sawit di Sumatra Utara. Perkebunan teh di Jawa Barat dan Sumatra Utara. Pertambangan timah di Bangka dan Pertambangan batu bara di Umbilin. Khusus perkebunan di Sumatera Timur yaitu Deli dan Serdang, tenaga kerjanya didatangkan dari Cina di bawah sistem kontrak. Dengan hapusnya sistem perbudakan, maka sistem kerja kontrak kelihatan sebagai jalan yang paling logis bagi perkebunanperkebunan Sumatera Timur, untuk memperoleh jaminan bahwa mereka dapat memperoleh dan menahan pekerja-pekerja untuk beberapa tahun. Dalam tahun 1888 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan pertama mengenai persyaratan hubungan kerja kuli kontrak di Sumatera Timur yang disebut (Koelie Ordonnantie). Koeli Ordonnantie ini, yang mula-mula hanya berlaku untuk Sumatera Timur tetapi kemudian berlaku pula di semua wilayah Hindia Belanda di luar Jawa, memberi jaminan-jaminan tertentu pada majikan terhadap kemungkinan pekerjapekerja melarikan diri sebelum masa kerja mereka menurut kontrak kerja habis. Di lain pihak juga diadakan peraturan-peraturan yang melindungi para pekerja terhadap tindakan sewenang-wenang dari sang majikan. Untuk memberi kekuatan pada peratuanperaturan dalam Koeli Ordonnantie, dimasukkan pula peraturan mengenai hukuman-hukuman yang dapat dikenakan terhadap pelanggaran, baik dari pihak majikan maupun dari pihak pekerja. Dalam kenyataan ternyata bahwa ancaman hukuman yang dapat dikenakan terhadap pihak majikan hanya merupakan peraturan di atas kertas jarang atau tidak pernah dilaksanakan. Dengan demikian ancaman hukuman untuk pelanggaran-pelanggaran hanya jatuh di atas Gambar 16. Kontrak kerja mereka yang tidak punya tanah, pundak pekerja-pekerja perkebunan. harus bekerja untuk pemerintah. Mereka dipekerjakan jauh Ancaman hukuman yang dapat dari tempat tinggalnya. Mereka tidak digaji, tidak diberi dikenakan pada pekerja-pekerja perkebunan ongkos jalan, dan harus mencari makannya sendiri. Sering kali yang melanggar ketentuanketentuan kontrak mereka harus bekerja berbulan-bulan lamanya. Selama itu keluarganya hidup terlantar. kerja kemudian terkenal sebagai poenale sanctie. Poenale sanctie membuat ketentuan bahwa pekerja-pekerja yang melarikan diri dari perkebunan-perkebunan Sumatera Timur dapat ditangkap oleh polisi dan dibawa kembali ke perkebunan dengan kekerasan jika mereka mengadakan perlawanan. Lainlain hukuman dapat berupa kerja paksa pada pekerja-pekerja umum tanpa pembayaran atau perpanjangan masa kerja yang melebihi ketentuan-ketentuan kontrak kerja. Pada akhir abad ke -19 di negeri Belanda mulai timbul kontroversi mengenai Poenale Sanctie. Akibatnya pemerintah Hindia Belanda mulai mengadakan usahausaha untuk memperbaiki keadaan di lingkungan para pekerja di Sumatera Timur. 6. Politik Etis Pelaksanaan politik pintu terbuka, tidak membawa perubahan bagi bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia tetap buruk nasibnya. Banyak di antara penduduk yang bekerja di perkebunan-perkebunan swasta dan pabrik-pabrik dengan perjanjian kontrak kerja. Mereka terikat kontrak yang sangat merugikan. Mereka harus bekerja keras tetapi tidak setimpal Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia 16

upahnya dan tidak terjamin makan dan kesehatannya. Nasib rakyat sungguh sangat sengsara dan miskin. Melihat kenyataan itu, para pengabdi kemanusiaan yang dulu menentang tanam paksa, mendorong pemerintah kolonial untuk memperbaiki nasib rakyat Indonesia. Sudah menjadi kewajiban pemerintah Belanda untuk memajukan bangsa Indonesia, baik jasmani maupun rohaninya. Dengan dalih untuk memajukan bangsa Indonesia itulah kemudian dilaksanakan Politik Etis.

Gambar 17. Pemandangan pabrik pada abad ke-19

Gambar 18. Siswa Indonesia HBS Surabaya tahun 1917/1918

Pencetus politik etis (politik balas budi) ini adalah Van Deventer. Van Deventer memperjuangkan nasib bangsa Indonesia dengan menulis karangan dalam majalah De Gids yang berjudul Eeu Eereschuld (Hutang Budi). Van Deventer menjelaskan bahwa Belanda telah berhutang budi kepada rakyat Indonesia. Hutang budi itu harus dikembalikan dengan memperbaiki nasib rakyat, mencerdaskan dan memakmurkan. Menurut Van Deventer, ada tiga cara untuk memperbaiki nasib rakyat (Trilogi Van Deventer) tersebut yaitu memajukan : a. Edukasi (Pendidikan) Dengan edukasi akan dapat meningkatkan kualitas bangsa Indonesia sehingga dapat diajak memajukan perusahaan perkebunan dan mengurangi keterbelakangan. b. Irigasi (pengairan) Dengan irigasi tanah pertanian akan menjadi subur dan produksinya bertambah. c. Emigrasi (pemindahan penduduk) Dengan emigrasi tanah-tanah di luar Jawa yang belum diolah menjadi lahan perkebunan, akan dapat diolah untuk menambah penghasilan. Selain itu juga untuk mengurangi kepadatan penduduk Jawa. Pendukung Politik Etis usulan Van Deventer adalah sebagai berikut. - Mr. P. Brooshoof, redaktur surat kabar De Lokomotif, yang pada tahun 1901 menulis buku berjudul De Ethische Koers In de Koloniale Politiek (Tujuan Ethis dalam Politik Kolonial). - K.F. Holle, banyak membantu kaum tani. - Van Vollen Hoven, banyak memperdalam hukum adat pada beberapa suku bangsa di Indonesia. - Abendanon, banyak memikirkan soal pendidikan penduduk pribumi. - Leivegoed, seorang jurnalis yang banyak menulis tentang rakyat Indonesia. - Van Kol, banyak menulis tentang keadaan pemerintahan Hindia Belanda. - Douwes Dekker (Multatuli), dalam bukunya yang berjudul Max Havelaar, Saya dan Adinda. Usulan Van Deventer tersebut mendapat perhatian besar dari pemerintah Belanda, pemerintah Belanda menerima saran tentang Politik Etis, namun dalam pelaksanaannya Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia 17

terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai Belanda. Berikut ini penyimpangan-penyimpangan tersebut. a. Irigasi Pengairan (irigasi) hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda. Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi. b. Edukasi Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan tenaga administrasi yang cakap dan murah. Pendidikan yang dibuka untuk seluruh rakyat, hanya diperuntukkan kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang mampu. Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berharta, dan di sekolah kelas II kepada anak-anak pribumi dan pada umumnya. c. Migrasi Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya permintaan yang besar akan tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan seperti perkebunan di Sumatra Utara, khususnya di Deli, Suriname, dan lain-lain. Mereka dijadikan kuli kontrak. Migrasi ke Lampung mempunyai tujuan menetap. Karena migrasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja, maka tidak jarang banyak yang melarikan diri. Untuk mencegah agar pekerja tidak melarikan diri, pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale sanctie, yaitu peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri akan dicari dan ditangkap polisi, kemudian dikembalikan kepada mandor/pengawasnya. Jelaslah bahwa pemerintah Belanda telah menyelewengkan Politik Etis. Usahausaha yang dilaksanakan baik edukasi, irigasi, dan emigrasi, tidak untuk memajukan rakyat Indonesia, tetapi untuk kepentingan penjajah itu sendiri. Sikap penjajah Belanda yang demikian itu telah menyadarkan bangsa Indonesia bahwa penderitaan dan kemiskinan rakyat Indonesia dapat diperbaiki jika bangsa Indonesia bebas merdeka dan berdaulat.

C. Pengaruh Kebijakan Pemerintahan Kolonial


Masuknya kekuasaan Barat ke Indonesia telah membawa perubahan dan bahkan kegoncangan dalam kehidupan rakyat Indonesia. Perubahan itu meliputi bidang politik, sosial, ekonomi, dan budaya.

1. Bidang Politik
Semenjak awal abad ke-19 pengusaha Belanda mulai mengadakan pembaharuan politik kolonial. Pengaruh Belanda makin kuat karena intervensi yang intensif dalam persoalan-persoalan intern negara-negara tradisional seperti dalam soal penggantian takhta, pengangkatan pejabat birokrasi, ataupun campur tangan dalam menentukan kebijaksanaan politik negara. Akibat yang terjadi dari tindakan pemerintah itu timbul perubahan tata kehidupan di kalangan rakyat Indonesia. Tindakan pemerintah Belanda untuk menghapus kedudukan menurut adat penguasa pribumi dan menjadikan mereka pegawai pemerintah, meruntuhkan kewibawaan tradisional penguasa pribumi. Kedudukan mereka menjadi merosot. Secara administratif para bupati atau penguasa pribumi lainnya adalah pegawai pemerintah Belanda yang ditempatkan di bawah pengawasan pemerintah kolonial. Hubungan rakyat dengan para bupati terbatas pada soal administratif dan pungutan pajak. Hak-hak yang diberikan oleh adat telah hilang. Pemilikan tanah lungguh atau tanah jabatan Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia 18

dihapus dan diganti dengan gaji. Upacara dan tatacara yang berlaku di istana kerajaan juga disederhanakan. Dengan demikian ikatan tradisi dalam kehidupan pribumi menjadi lemah.

2. Bidang Sosial Ekonomi


Dengan masuknya sistem ekonomi uang, maka beban rakyat bertambah berat. Ekonomi uang memudahkan bagi pelaksana pemungutan pajak, peningkatan perdagangan hasil bumi, lahirnya buruh upahan, masalah tanah dan penggarapannya. Sistem penyewaan tanah, dan praktik-praktik kerja paksa juga telah memperberat kehidupan penduduk pedesaan. Sementara itu kesejahteraan hidup semakin merosot sehingga mencapai tingkat kemiskinan yang tinggi. Praktik-praktik pemerasan dan penindasan yang dilakukan oleh penguasa dalam menjalankan pemungutan pajak, kerja paksa, penyewaan tanah dan penyelewengan-penyelewengan lainnya, telah menjadikan rakyat di pedesaan menjadi lemah. Mereka tidak memiliki tempat berlindung dan tempat untuk mengatakan keberatan-keberatan yang dirasakan. Tidak mengherankan, apabila kebijakan kolonial tersebut menimbulkan rasa antipati di kalangan rakyat, yang dapat menuju ke arah timbulnya perlawanan-perlawanan.

3. Bidang Kebudayaan
Dalam bidang kebudayaan, pengaruh kehidupan Barat di lingkungan tradisional makin meluas. Cara pergaulan, gaya hidup, cara berpakaian, bahasa, dan pendidikan barat mulai dikenal di kalangan atas. Sementara itu, beberapa tradisi di lingkungan penduduk mulai luntur dan hilang. Tradisi keagamaan rakyat pun mulai terancam. Selain itu, sekolah-sekolah mulai didirikan walaupun tujuan sebenarnya untuk kepentingan penjajah itu sendiri. Kuatnya pengaruh Barat, menimbulkan kekuatiran bahwa pengaruh kehidupan Barat dapat merusak nilai-nilai kehidupan tradisional. Tantangan yang kuat datang dari para pemimpin agama yang memandang kehidupan Barat bertentangan dengan norma-norma keagamaan. Dalam suasana kritis, pandangan keagamaan ini dijadikan dasar ajakan untuk melakukan perlawanan.

D. Bentuk-Bentuk

Perlawanan Rakyat Kolonialisme Barat di Berbagai Daerah

dalam

Menentang

Kebijakan pemerintah kolonial di bidang politik pada abad ke-19 semakin intensif dan pengaruhnya semakin kuat. Hal ini menyebabkan runtuhnya kekuasaan penduduk pribumi, dan hilangnya kebebasan penduduk. Oleh karena itu timbullah berbagai bentuk perlawanan dari rakyat Indonesia. Ada perlawanan berskala kecil, atau gerakan sosial, dan perlawanan besar.

1. Perlawanan Pattimura (1817)


a. Latar Belakang Terjadinya Perlawanan Maluku termasuk daerah yang paling awal didatangi oleh Belanda yang kemudian berhasil memaksakan monopoli perdagangan. Rempah-rempah Maluku hanya boleh dijual kepada Belanda. Kalau tidak dijual kepada Belanda, maka mereka dicap sebagai penyelundup dan pembangkang. Maka latar belakang terjadinya perlawanan rakyat Maluku di bawah pimpinan Thomas Matulessi yang lebih dikenal dengan nama Kapiten Pattimura, adalah sebagai berikut. 1) Kembalinya pemerintahan kolonial Belanda di Maluku dari tangan Inggris. Perubahan penguasa dengan sendirinya membawa perubahan kebijaksanaan dan peraturan. Apabila perubahan itu menimbulkan banyak kerugian atau

Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia

19

penghargaan yang kurang, sudah barang tentu akan menimbulkan rasa tak puas dan kegelisahan. 2) Pemerintah kolonial Belanda memberlakukan kembali penyerahan wajib dan kerja wajib. Pada zaman pemerintahan Inggris penyerahan wajib dan kerja wajib (verplichte leverantien, herendiensten) dihapus, tetapi pemerintah Belanda mengharuskannya lagi. Tambahan pula tarif berbagai barang yang disetor diturunkan, sedang pembayarannya Gambar 19. Kapitan Pattimura atau Thomas Matulessi ditunda-tunda. 3) Pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan uang kertas sebagai pengganti uang logam yang sudah berlaku di Maluku, menambah kegelisahan rakyat. 4) Belanda juga mulai menggerakkan tenaga dari kepulauan Maluku untuk menjadi Serdadu (Tentara) Belanda. b. Jalannya Perlawanan Protes rakyat di bawah pimpinan Thomas Matulessi diawali dengan penyerahan daftar keluhan-keluhan kepada Belanda. Daftar itu ditandatangani oleh 21 penguasa orang kaya, patih, raja dari Saparua dan Nusa Laut. Namun tidak mendapat tanggapan dari Belanda. Pada tanggal 3 Mei 1817 kira-kira seratus orang, di antaranya Thomas Matulessi berkumpul di hutan Warlutun dan memutuskan untuk menghancurkan benteng di Saparua dan membunuh semua penghuninya. Pada tanggal 9 Mei berkerumunlah lagi sejumlah orang yang sama di tempat tersebut. Thomas Matulessi dipilih sebagai kapten. Antonie Rhebox, Thomas Pattiweal, Lucas Lattumahina, Said Perintah, Paulus Tiahahui, dan Ulupoha menjadi pemimpin. Perlawanan diawali dengan membakar perahu pos di port (pelabuhan) pada 15 Mei 1817 dan mengepung benteng Duurstede. Keesokan harinya rakyat berhasil menguasai benteng dan menembak mati Residen Maluku, Van De Berg. Pada 14 Mei 1817, Pattimura mulai memimpin perlawanan kepada Belanda, terutama di Porto. Belanda kesulitan dan akhirnya Belanda meminta bantuan dari Ambon, dikirimlah pasukan sebanyak 200 orang pada Juli 1817. Untuk kedua kalinya bantuan Belanda datang ke Saparua dan berhasil menguasai Benteng Duurstede pada bulan Agustus 1817. c. Akhir Perlawanan Belanda ingin secepatnya menangkap pemimpin-pemimpin perlawanan itu selain dengan mengerahkan pasukan yang banyak, Belanda juga mengumumkan bahwa mereka akan diberi hadiah 1000 Gulden bagi siapa saja yang dapat menangkap Pattimura, dan 500 Gulden untuk pemimpin-pemimpin lainnya. Tapi rakyat Maluku tidak tergiur oleh hadiah tersebut. Pada Oktober 1817, Belanda berkeinginan untuk segera menyelesaikan perang. Untuk itulah pada bulan tersebut Belanda mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Dan akhirnya Pattimura beserta para pemimpin lainnya dapat ditangkap Belanda. Pada 16 Desember 1817 Pattimura dihukum gantung di depan benteng Victoria Ambon. Sebelum digantung, Pattimura berkata Pattimura-

Pattimura tua boleh dihancurkan, tetapi sekali waktu kelak Pattimura-Pattimura muda akan bangkit.
Tertangkapnya para pemimpin rakyat Maluku yang gagah berani tersebut menyebabkan perjuangan rakyat Maluku melawan Belanda melemah dan akhirnya Maluku dapat dikuasai oleh Belanda.
Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia 20

2. Perlawanan Kaum Padri (1821 1837)


a. Latar Belakang Terjadinya Perlawanan Pada awal abad ke-19, tiga orang haji baru kembali dari Makkah, mereka adalah Haji Miskin, Haji Piabang, dan Haji Sumanik. Mereka mendirikan Gerakan Paderi yang bertekad untuk membersihkan agama Islam dari perbuatan yang melanggar agama. b. Jalannya Perlawanan Sejak 1804, terjadilah perang antara kaum adat Gambar 20. Peta perang Padri 1821-1837 dan kaum Paderi. Suasana diperkeruh dengan hasutan dan adu domba oleh Belanda pada 1819. Belanda bersekutu dan mendukung kaum adat yang berperang melawan kaum Paderi yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol, Datuk Bandoro, dan Tuanku Nan Renceh. Akan tetapi, akhirnya kaum adat dengan kaum paderi bersatu dan bersama-sama melawan Belanda. Belanda mendirikan Benteng Van der Capellen di Batusangkar dan Benteng Fort de Kock di Bukit tinggi sebagai pusat pertahanan. Selain harus menghadapi perlawanan kaum Paderi, Belanda juga harus menghadapi per lawanan Pangeran Diponegoro. Oleh karena itu, Belanda mengadakan perjanjian dengan kaum Paderi. Setelah Perang Diponegoro selesai, Belanda berniat me lanjut kan peperangan di Minangkabau. Belanda mendatangkan kesatuan Jawa yang dipimpin oleh Sentot Alibasa Prawirodirdjo. Akan tetapi, Sentot Alibasa Prawirodirdjo kemudian membelot bergabung dengan kaum Paderi. Oleh karena itu, Belanda segera memulangkan Sentot Alibasa Prawirodirdjo beserta pasukannya ke Jawa. c. Akhir Perlawanan Di samping itu, Belanda melancarkan siasat perdamaian dengan mengeluarkan pengumuman yang dikenal dengan nama Plakat Panjang pada 25 Oktober 1833. Pada 1834, daerah Tuanku Imam Bonjol dikepung oleh pasukan Belanda. Pada November 1836, pasukan Belanda mulai menembakkan meriamnya ke arah kubu pertahanan Tuanku Imam Bonjol. Pada 15 Agustus1837, kaum Paderi menembakkan meriam untuk terakhir kalinya Gambar 21. Tuanju Imam Bonjol karena kehabisan peluru. Kaum Paderi selanjutnya meneruskan perang di hutan-hutan. Ketika pada 16 Agustus 1837, Belanda masuk daerah Tuanku Imam Bonjol ternyata kampung itu sudah kosong. Pada 28 Oktober 1837, setelah lama bertempur di hutan-hutan, Tuanku Imam Bonjol memenuhi undangan Residen Francis untuk berunding di Palupuh. Akan tetapi, sesampainya di tempat tersebut, beliau ditangkap dan dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Kemudian, dipindahkan ke Ambon dan selanjutnya ke Manado sampai beliau wafat pada 6 November 1864. Perjuangan kaum Paderi masih terus berlanjut dipimpin oleh Tuanku Tambusai. Sampai akhirnya pada 1845, kekuasaan Belanda di Sumatra Barat benarbenar tertanam.

3. Perlawanan Diponegoro (1825 1830)


a. Sebab-sebab Umum 1) Kekuasaan Raja Mataram semakin lemah, wilayahnya dipecah-pecah. 2) Belanda ikut campur tangan dalam urusan pemerintahan dan pengangkatan raja pengganti.

Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia

21

3) Kaum bangsawan sangat dirugikan karena sebagian besar sumber penghasilannya diambil alih oleh Belanda. Mereka dilarang menyewakan tanah bahkan diambil alih haknya. 4) Adat istiadat keraton menjadi rusak dan kehidupan beragama menjadi merosot. 5) Penderitaan rakyat yang berkepanjangan sebagai akibat dari berbagai macam pajak, seperti pajak hasil bumi, pajak jembatan, pajak jalan, pajak pasar, pajak ternak, pajak dagangan, pajak kepala, dan pajak tanah. b. Sebab Khusus Sebab yang meledakkan perang ialah provokasi yang dilakukan penguasa Belanda seperti merencanakan pembuatan jalan menerobos tanah Pangeran Diponegoro dan membongkar makam keramat. c. Jalannya Perlawanan

Gambar 22. Benteng stetsel

Dengan taktik gerilyanya, Pangeran Diponegoro selalu men dapat kemenangan. Beliau dibantu oleh Kyai Madja dan Sentot Alibasa Prawirodirjo. Kyai Madja meng gerakkan semua umat Islam untuk membantu Pangeran Diponegoro mengusir penjajah Belanda. Begitu juga dengan Sentot Alibasa Prawirodirjo. Meskipun baru berusia 17 tahun, ia cakap sekali dalam ilmu Gambar 23. a) Sesot Alibasa Prawirodirjo b) Kyai Madja peperangan. Banyak pangeran dan bupati yang memihak dan menggabungkan diri dengan Pangeran Diponegoro. Pada 1827, panglima tentara Belanda, De Kock, mengadakan siasat baru dengan mendirikan bentengbenteng di tempat yang telah direbutnya Benteng Stetsel. Tujuannya adalah untuk mempersempit ruang gerak pasukan Diponegoro dengan jalan Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia 22

mendirikan pusat-pusat pertahanan berupa bentengbenteng di daerah-daerah yang telah dikuasainya. Dengan adanya siasat baru ini perlawanan pasukan Diponegoro makin lemah. Di samping itu Belanda berusaha menjauhkan Diponegoro dari pengikutnya. d. Akhir Perlawanan Akibat adanya siasat Benteng Stetsel, daerah gerilya Pangeran Diponegoro menjadi sempit dan hubungan dengan para bupati yang memberi bantuan menjadi terhambat. Pada 1828, wilayah kekuasaan Diponegoro tinggal daerah Rembang. Kyai Madja yang tertangkap kemudian diasingkan ke Manado. Adapun Sentot Alibasa dikirim ke Sumatra Barat untuk menghadapi kaum Paderi, tetapi ditangkap kembali karena bergabung dengan kaum Paderi lalu dibuang ke Cianjur. Pada akhirnya Sentot Alibasa Prawirodirjo dipindahkan ke Bengkulu dan meninggal di sana pada 1855. Pangeran Diponegoro akhirnya mau berunding dengan Belanda di Magelang. Sebenarnya, perundingan yang ditawarkan De Kock hanyalah suatu siasat agar dapat

Sumber: www.heritageofjava.com Gambar 24. Penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Jenderal de Kock pada tanggal 28 Maret 1830

menangkap Pangeran Diponegoro. Karena perundingan tidak mencapai kata sepakat, Pangeran Diponegoro ditangkap pada 1830. Beliau diasingkan ke Manado dan sempat dipindahkan ke Makassar. Beliau wafat di dalam Benteng Rotterdam di Makassar pada 8 Januari 1855.

4. Perlawanan Hasanudin di Sulawesi Selatan


a. Latar Belakang Terjadinya Perlawanan Perkembangan politik, ekonomi, dan sosial di Sulawesi Selatan pada abad-abad yang lalu sangat dipengaruhi oleh kerajaan-kerajaan itu yang besar pengaruhnya adalah kerajaan Gowa dan kerajaan Bone. Kerajaan Gowa kemudian bersatu dengan kerajaan Tallo, terkenal dengan nama kerajaan Gowa-Tallo. Kerajaan Gowa-Tallo ini bersikap anti Belanda oleh karena Belanda Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia
Gambar 25. Peta Wilayah Kerajaan Gowa-Tallo

23

menjalankan politik monopoli perdagangan rempah-rempah, politik ekstirpasi dan mencampuri urusan penggantian tahta (politik devide et impera). Di samping itu, Belanda berusaha membatasi pelayaran perahu pinisi orang-orang Makasar di Maluku. Raja-raja Gowa-Tallo berpendapat, bahwa Tuhan Yang Maha Esa menciptakan laut, oleh karena itu siapa pun boleh melayarinya untuk mencari nafkah. Orang-orang suku Makasar dengan perahu pinisinya melayari laut-laut di kepulauan Maluku untuk berdagang rempah-rempah. b. Jalannya Perlawanan Sultan Hasanudin adalah Sultan Kerajaan Gowa - Tallo. Ia membela kepentingan kerajaannya, kepentingan rakyatnya dengan mati-matian melawan Belanda. Ia berusaha menegakkan kedaulatan kerajaannya dan memperluas wilayah kerajaannya. Maka ia berhadapan dengan Aru Palaka raja Bone yang dibantu oleh Belanda. Dengan tipu daya , akhirnya Hasanudin dapat dikalahkan dan harus menandatangani perjanjian Bongaya tanggal 18 November 1667. Isi Perjanjian Bogaya adalah sebagai berikut. a. VOC memperoleh hak monopoli dagang Makassar. b. Belanda mendirikan benteng di pusat Kerajaan Makassar yang bernama Rotterdam. c. Makassar melepas Bone dan pulau diwilayah Makassar. d. Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone. Dengan demikian perlawanan Kerajaan Gowa berakhir. Walaupun Sultan Hasanuddin mengalami kekalahan, VOC mengakui keberaniannya dalam peperangan tersebut. VOC menyebut Sultan Hasanuddin dengan de Haan

Van de Oosten (Ayam Jantan dari Timur).


Pada tahun 1776 Kerajaan Gowa bangkit lagi melawan Belanda. Hal ini juga dilakukan oleh kerajaan Bone, Tanette, Wajo, dan Suppa. Perlawanan itu dapat ditekan dan hanya kerajaan Gowa yang mau mengakui kekuasaan Belanda. Pada tahun 1824, Belanda menyerang Tanette dan menguasainya, kemudian menyerang Suppa. Ternyata Belanda mendapat perlawanan keras dari rakyat Suppa sehingga menderita kekalahan. Belanda mengadakan serangan kedua Gambar 26. Sultan Hasanudin yang dibantu oleh pasukan dari Gowa dan Sidenreng. Menghadapi kekuatan besar, Suppa menderita kekalahan dan Belanda berhasil menduduki beberapa bentengnya. Pada bulan Oktober 1824 pasukan Bone dapat menghancurkan pos-pos Belanda di Pangkajene, Labakang, dan merebut kembali Tanette. Rajanya dinaikkan tahta kembali dan kemudian Tanette bergabung dengan Bone. Setelah itu, Bone dapat dihancurkan iring-iringan pasukan induk Belanda pemimpin Kapten le Cleng yang membawa 173 meriam. Kekuatan Bone semakin besar dan daerah kekuasaannya semakin luas. Bone merasa berkewajiban melindungi kerajaan-kerajaan lainnya. c. Akhir Perlawanan Kedudukan Belanda di Makasar semakin lemah. Oleh karena itu, Belanda minta bantuan ke Batavia. Pemerintah kolonial Belanda di Batavia mengirimkan pasukannya di bawah pimpinan Jenderal Mayor Van Geen. Pada tanggal 5 Februari 1825 Van Geen mengadakan serangan besar-besaran ke pusat-pusat pertahanan pasukan Bone, terutama Bulukamba, Suppa, Segeri, Labakang, dan Pangkajene. Pada saat yang bersamaan, raja Tanette (wanita) berbalik memihak Belanda. Hal ini jelas melemahkan Bone. Pertempuran terus berkobar dan pasukan Bone bertahan mati-matian. Namun, karena kalah dalam persenjataan, pasukan Bone semakin terdesak. Benteng Bone yang Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia 24

terkuat di Bulukamba dapat dikuasai oleh Belanda. Dengan jatuhnya Bone, perlawanan rakyat semakin melemah. Namun, pertempuran-pertempuran kecil masih terus berlangsung hingga awal abad ke-20.

5. Perlawanan Rakyat Banjar (1859 1863)


a. Latar Belakang Terjadinya Perlawanan 1) Belanda memaksakan monopoli perdagangan di Kerajaan Banjar. 2) Pemerintah kolonial Belanda ikut mencampuri urusan dalam Kraton terutama dalam pergantian sultan-sultan kerajaan Banjar. Misalnya Belanda mengangkat Pangeran Tamjidillah menjadi sultan pada tahun 1857. Hak Pangeran Hidayat menjadi sultan disisihkan. Padahal yang berhak menjadi sultan yang sebenarnya adalah Pangeran Hidayat sendiri. 3) Pemerintah kolonial Belanda mengumumkan bahwa Kasultanan Banjarmasin akan dihapuskan. b. Jalannya Perlawanan Belanda mengangkat Pangeran Tamjid Ullah sebagai sultan dan Pangeran Hidayat diangkat sebagai mangkubumi. Gambar 27. Pangeran Antasari Oleh karena itu, timbullah keresahan dan pemberontakan di kalangan rakyat daerah pedalaman karena rakyat menghendaki Pangeran Hidayat yang menjadi sultan. Pada akhirnya, kekuasaan di Kasultanan Banjar diambil alih pemerintah Belanda, setelah menurunkan Pangeran Tamjid Ullah dari takhta kesultanan. Pangeran Antasari, seorang bangsawan yang sudah lama hidup di kalangan rakyat yang berusaha mempersatukan kaum pemberontak. Pada April 1859, pasukan Pangeran Antasari menyerang pos Belanda di Martapura dan Pengaron. Pada Maret 1860, bertepatan dengan bulan suci Ramadhan 1278 Hijriah, para alim ulama dan para pemimpin rakyat menobatkan Pangeran Antasari menjadi Panembahan Amirudin Kalifatul

Mukminin, atau pemimpin tertinggi agama.


c. Akhir Perlawanan Pada akhir 1860, kedudukan pasukan Pangeran Antasari semakin terjepit dan melakukan perang gerilya. Ketika wabah penyakit melanda daerah pedalaman, Ia wafat pada 11 Oktober 1862 di Kampung Bayam Bengkok. Akan tetapi, perlawanan terhadap Belanda tetap dilanjutkan oleh putranya Pangeran Muhammad Seman dan adiknya, Muhammad Said. Perjuangan dilanjutkan oleh putrinya yang bernama Sulaiha.

6. Perlawanan Rakyat Bali (1846 - 1849)


Pada abad ke-19, di Bali terdapat banyak kerajaan, yang masing-masing mempunyai kekuasaan tersendiri. Kerajaankerajaan tersebut antara lain Buleleng, Karangasem, Klungkung, Gianyar, Bandung, Tabanan, Mengwi, Bangli, dan Jembrana. Di antara kerajaan-kerajaan tersebut yang gencar mengadakan perlawanan terhadap Belanda adalah Buleleng dan Bandung. a. Latar Belakang Terjadinya Perlawanan 1) Pemerintah kolonial Belanda ingin menguasai Bali 2) Pemerintah kolonial Belanda ingin menghapuskan hak Tawan Karang yang sudah menjadi tradisi rakyat Bali. b. Jalannya Perlawanan 25

Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia

Pada tahun 1844, di pantai Prancak dan pantai Sangsit (pantai di Buleleng bagian timur) terjadi perampasan kapal-kapal Belanda yang terdampar di pantai tersebut. Timbul percekcokan antara Buleleng dengan Belanda. Gambar 28. I Gusti Ketut Jelantik Belanda menuntut agar Kerajaan Buleleng melaksanakan perjanjian 1843, yakni melepaskan hak Tawan Karang. Tuntutan Belanda tidak diindahkan oleh Raja Buleleng I Gusti Ngurah Made Karangasem. Belanda menggunakan dalih kejadian ini dan menyerang Kerajaan Buleleng. Pantai Buleleng diblokade dan istana raja ditembaki dengan meriam dari pantai. Belanda mendaratkan pasukannya di pantai Buleleng. Perlawanan sengit dari pihak Kerajaan. Buleleng dapat menghambat majunya laskar Belanda. Korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Akhirnya Belanda berhasil menduduki satupersatu daerah-daerah sekitar istana raja (Banjar Bali, Banjar Jawa, Banjar Penataran, Banjar Delodpeken, Istana raja telah terkurung rapat). I Gusti Made Karangasem menghadapi situasi ini kemudian mengambil siasat pura-pura menyerah dan tunduk kepada Belanda. I Gusti Ketut Jelantik, patih kerajaan Buleleng melanjutkan perlawanan. Pusat perlawanan ditempatkannya di wilayah Buleleng Timur, yakni di sebuah desa yang bernama desa Jagaraga. Secara geografis desa ini berada pada tempat ketinggian, di lereng sebuah perbukitan dengan jurang di kanan kirinya. Desa Jagaraga sangat strategis untuk pertahanan dengan benteng berbentuk supit urang. Benteng dikelilingi parit dengan ranjau yang dibuat dari bambu (bahasa Bali : sungga) untuk menghambat gerakan musuh. Benteng Jagaraga diserang oleh Belanda, namun gagal karena Belanda belum mengetahui medan yang sebenarnya dan siasat pertahanan supit urang laskar Jagaraga. I Gusti Ketut Jelantik bersama seluruh laskarnya setelah memperoleh kemenangan, bertekad untuk mempertahankan benteng Jagaraga sampai titik darah penghabisan demi kehormatan kerajaan Buleleng dan rakyat Bali. c. Akhir Perlawanan Untuk memadamkan perlawanan rakyat Bali yang berpusat di Jagaraga, Belanda mendatangkan pasukan secara besarbesaran, maka setelah mengatur persiapan, mereka langsung menyerang Benteng Jagaraga. Mereka menyerang dari dua arah, yaitu arah depan dan dari Gambar 29. Peta Perang Bali arah belakang Benteng Jagaraga. Pertempuran sengit tak dapat dielakkan lagi, terutama pada posisi di mana I Gusti Ketut Jelantik berada. Benteng Jagaraga dihujani tembakan meriam dengan gencar. Korban telah berjatuhandi pihak Buleleng. Kendatipun demikian, tidak ada seorang pun laskar Jagaraga yang mundur atau melarikan diri. Mereka semuanya gugur dan pada tanggal 19 April 1849 Benteng Jagaraga jatuh ke tangan Belanda. Mulai saat itulah Belanda menguasai Bali Utara.

7. Perlawanan Rakyat Aceh (1873 1912)


a. Latar Belakang Terjadinya Perlawanan

Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia

26

1) Aceh adalah negara merdeka dan kedaulatannya masih diakui penuh oleh negaranegara Barat. 2) Berdasarkan Traktat Sumatera, 2 November 1871, pihak Belanda oleh Inggris diberi kebebasan memperluas daerah kekuasaannya di Aceh. 3) Semakin pentingnya posisi Aceh dengan dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869. 4) Aceh menolak mengakui kedaulatan Hindia Belanda atas kesultanan Aceh. b. Jalannya Perlawanan Setelah mendarat pada tanggal 5 April 1873 dengan kekuatan kurang lebih 3000 orang bala tentara, serangan terhadap masjid dilakukan dan berhasil direbut, tetapi kemudian diduduki kembali oleh pasukan Aceh. Karena ternyata bertahan sangat kuat, Gambar 30. Panglima Polim, Teuku Cik Di Tiro, Teuku Umar, Cut NyaDin serangan ditunda kembali sambil menunggu bala bantuan dari Batavia. Akhirnya penyerbuan tak diteruskan, malahan ekspedisi ditarik kembali. Pada bulan November 1873 Belanda mengirimkan ekspedisi kedua ke Aceh yang berkekuatan 8.000 pasukan dan dipimpin oleh Jenderal Van Swieten. Pada tanggal 9 Desember 1873 ekspedisi telah mendarat di Aceh, kemudian langsung terlibat pertempuran sengit. Belanda menggunakan meriam besar, sehingga laskar Aceh pimpinan Panglima Polim terus terdesak. Akibatnya, mesjid raya kembali diduduki Belanda. Belanda terus bergerak dan menyerang istana Sultan Mahmud Syah. Pasukan Aceh terdesak dan Sultan Mahmud Syah menyingkir ke Luengbata. Daerah ini dijadikan pertahanan baru. Namun, tiba-tiba Sultan diserang penyakit kolera dan wafat pada tanggal 28 Januari 1874. Ia digantikan putranya yang masih kecil, Muhammad Daudsyah yang didampingi oleh Dewan Mangkubumi pimpinan Tuanku Hasyim. Perlawanan masih terus dilanjutkan di mana-mana sehingga Belanda tetap tidak mampu menguasai daerah di luar istana. Belanda hanya menguasai sekitar kota Sukaraja saja. Sementara itu, di seluruh Aceh dikobarkan suatu perlawanan bernapaskan Perang Sabilillah. Para pemimpin Aceh yang diperhitungkan Belanda adalah Cut NyaDin, Teuku Umar, Tengku Cik Di Tiro, Teuku Ci Bugas, Habib Abdurrahman, dan Cut Mutia. Belanda mencoba menerapkan siasat konsentrasi stelsel yaitu sistem garis pemusatan di mana Belanda memusatkan pasukannya di benteng-benteng sekitar kota termasuk Kutaraja. Belanda tidak melakukan serangan ke daerah-daerah tetapi cukup mempertahankan kota dan pos-pos sekitarnya. Namun, siasat ini tetap tidak berhasil mematahkan perlawanan rakyat Aceh. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan Belanda berpikir keras untuk menemukan siasat baru. Untuk itu, Belanda memerintahkan Dr. Snouck Hurgronje yang paham tentang agama Islam untuk mengadakan penelitian tentang kehidupan masyarakat Gambar 31. Aceh. Dr. Snouck Hurgronje memberi saran dan masukan kepada Hurgronje pemerintah Hindia Belanda mengenai hasil penyelidikannya terhadap masyarakat Aceh yang ditulis dengan judul De Atjehers yang berisi : Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia
Dr. Snouck

27

1) Sultan Aceh tidak mempunyai kekuasaan apa-apa tanpa persetujuan dari kepalakepala yang menjadi bawahannya. 2) Kaum ulama sangat berpengaruh pada rakyat Aceh. c. Akhir Perlawanan Perlawanan rakyat Aceh yang merupakan perlawanan paling lama dan terbesar di Sumatera akhirnya mendapat tekanan keras dari Belanda. Pada tanggal 26 November 1902, Belanda berhasil menemukan persembunyian rombongan Sultan dan menawan Sultan Muhammad Daud Syah pada tahun 1903. Disusul menyerahnya Panglima Polim dan raja Keumala. Sedangkan Teuku Umar gugur karena terkena peluru musuh tahun 1899. Pada tahun 1891 Tengku Cik Di Tiro meninggal dan digantikan putranya, yaitu Teuku Mak Amin Di Tiro. Dengan hilangnya pemimpin yang tangguh itu perlawanan rakyat Aceh mulai kendor, Belanda dapat memperkuat kekuasaannya. Berdasarkan kesimpulan Dr. Snouck Hurgronje pemerintah Hindia Belanda memperoleh petunjuk bahwa untuk menaklukkan Aceh harus dengan siasat kekerasan. Pada tahun 1899, Belanda mulai menerapkan siasat kekerasan dengan mengadakan serangan besar-besaran ke daerah-daerah pedalaman. Serangan-serangan tersebut dipimpin oleh van Heutz. Tanpa mengenal perikemanusiaan, pasukan Belanda membinasakan semua penduduk daerah yang menjadi targetnya. Satu per satu pemimpin para pemimpin perlawanan rakyat Aceh menyerah dan terbunuh. Dalam pertempuran yang terjadi di Meulaboh, Teuku Umar gugur. Pada tanggal 26 November 1902, Belanda berhasil menemukan persembunyian rombongan Sultan dan menawan Sultan Muhammad Daud Syah pada tahun 1903. Disusul menyerahnya Panglima Polim dan raja Keumalan. Jatuhnya Benteng Kuto Reh pada tahun 1904, memaksa Aceh harus menandatangani Plakat pendek atau Perjanjian Singkat (Korte Verklaring). Biar pun secara resmi pemerintah Hindia Belanda menyatakan Perang Aceh berakhir pada tahun 1904, dalam kenyataannya tidak. Perlawanan rakyat Aceh terus berlangsung sampai tahun 1912. Bahkan di beberapa daerah tertentu di Aceh masih muncul perlawanan sampai menjelang Perang Dunia II tahun 1939.

8. Perlawanan Rakyat Batak (1878 1907)


a. Latar Belakang Terjadinya Perlawanan 1) Pemerintah Hindia Belanda berkali-kali mengirimkan ekspedisi militernya untuk menaklukkan daerah-daerah di Sumatera Utara antara lain Mandailing, Angkola, Padang Lawas, Sipirok, Tapanuli, dan sekitarnya. 2) Peristiwa terbunuhnya Tuan na Balon (Sisingamangaraja X). Hal ini rakyat mulai hatihati dan tidak simpati dengan masuknya penjajah Belanda ke tanah Batak. 3) Adanya perluasan agama Kristen di daerah Batak. Hal ini dianggap oleh Sisingamangaraja XII sebagai hal yang membahayakan tanah Batak dan menggoyahkan kedudukannya. b. Jalannya Perlawanan Pertempuran pertama terjadi di Toba Silindung. Masuknya pasukan militer Belanda ke Silindung, segera dijawab oleh Sisingamangaraja XII (Patuan Basar Ompu Pula Batu) dengan pernyataan perang. Dalam menghadapi serangan Belanda, rakyat Batak memiliki dua macam benteng pertahanan yaitu benteng alam dan benteng buatan. Pertempuran terus menjalar ke Bahal Batu. Namun karena pasukan Sisingamangaraja XII terdesak, akhirnya menyingkir. Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia 28

Pertempuran terus terjadi antara lain di Blitar, Lobu Siregar, dan Upu ni Srabar. Selanjutnya pertempuran sengit juga terjadi di Bakkora Gambar 32. Sisingamangaraja atau Lumbung raja, yaitu tempat tinggal Sisingamangaraja. XII Karena terdesak pasukan Sisingamangaraja XII menyingkir ke Paranginan dan menyingkir lagi ke Lintung ni Huta. Berturut-turut daerah-daerah yang jatuh ke tangan Belanda yaitu Tambunan, Lagu Boti, Balige, Onang geang-geang, Pakik Sabungan dan Pintu Besi. Selain itu daerahdaerah lain yang mengadakan perlawanan tapi dapat dipadamkan oleh Belanda adalah Tangga Batu dan Pintu Batu. c. Akhir Perlawanan Dengan meluasnya daerah yang jatuh ke tangan Belanda maka daerah gerak Sisingamangaraja semakin kecil dan pengikutnya semakin berkurang. Dalam beberapa pertempuran pasukan Sisingamangaraja XII dapat terdesak dan Belanda berhasil menawan keluarga Sisingamangaraja XII. Dalam pertempuran di daerah Dairi, Sisingamangaraja tertembak dan gugur pada tanggal 17 Juni 1907. Dengan gugurnya Sisingamangaraja XII, maka seluruh daerah Batak jatuh ke tangan Belanda.

9. Gerakan Rakyat di Indonesia/Gerakan Sosial


Gerakan sosial rakyat itu pada umumnya mempunyai ciri-ciri atau sifat, antara lain sebagai berikut. 1) Tradisional arkais yaitu organisasi, programnya dan strateginya masih terlalu sederhana. 2) Gerakannya mudah ditindas oleh kekuatan militer kolonial. 3) Bersifat abortif yaitu gerakan-gerakannya umurnya sangat pendek. 4) Merupakan pergolakan lokal atau regional yang tak ada koordinasi satu sama lain. 5) Memiliki orientasi tujuan yang masih kabur, yaitu tidak mempunyai gambaran dalam mencapai tujuan. a. Gerakan Melawan Pemerasan atau Peraturan yang Tidak Adil Gerakan ini muncul pada sekitar abad ke-19 dan awal abad ke-20. Gerakan protes petani biasanya terjadi di tanah partikelir (Particuliere Landerijen). 1) Gerakan Ciomas, Jawa Barat tahun 1886 Aksi protes petani ini terjadi pada 1886 di lereng Gunung Salak, Jawa Barat. Gerakan ini terjadi sebagai aksi perlawanan petani terhadap keadaan sosial ekonomi yang memberatkan petani. Gerakan ini dipimpin oleh Mohammad Idris. Mohammad Idris beserta kawankawannya pada 19 Mei 1886 melakukan pe nyerangan terhadap tuantuan tanah dan antek-antek kolonial. Namun, pergolakan ini dapat dipadamkan oleh pemerintah kolonial Belanda. 2) Gerakan Condet , Jakarta Timur tahun 1916 Gerakan Condet terjadi pada 1916 di sebuah desa tanah partikelir Tanjong Oost, Kecamatan Pasar Rebo,Jakarta Timur sekarang. Gerakan protes ini dipeloporioleh Entong Gendut. Gerakan protes Entong Gendutberakhir setelah ia mati ditembak oleh pasukanpemerintah kolonial Belanda. 3) Gerakan Tanggerang, Tangerang tahun 1924 Gerakan protes petani di Tangerang terjadi pada 1924, yang dipimpin oleh Kaiin. Gerakan protes petaniini ditujukan kepada para tuan tanah atau pejabatpemerintahan di Tanah Pangkalan, Distrik Kebayoran.Gerakan ini dilakukan dengan merampok dan membakarrumah tuan tanah Kampong Melayu dan Asisten WedanaTeluknaga. Gerom bolan yang dipimpin Kaiin ini dapatditumpas oleh polisi pemerintahan dengan korban 19meninggal dan 20 orang tertangkap. Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia 29

4) Getakan Genuk, tahun 1935 dipimpin oleh Sukaemi dan Raden Akhmad b. Gerakan Ratu Adil
Gerakan ratu adil merupakan sebuah gerakan yang bersifat revolusioner. Gerakan itu menginginkan perubahan mutlak yang menghendaki munculnya suatu zaman yang tidak mengenal penderitaan rakyat dan lenyapnya ketidakadilan. Dalam gerakan ini dipercaya akan mucul seorang penyelamat yang disebut Ratu Adil atau Imam Mahdi.

1) Gerakan Sidoarjo
Gerakan ratu adil ini berlangsung pada 27 Mei 1903 di Desa Samentara, Kabupaten Sidoarjo. Pemimpin gerakan ini bernama Kasan Mukmin. Ia mengaku mendapatkan wahyu dan menyatakan diri sebagai Imam Mahdi. Gerakan Kasan Mukmin ini berakhir setelah ia sendiri tewas ditembak pasukan kolonial Belanda.

2) Gerakan Kediri
Gerakan ratu adil ini muncul pada 1907 di Desa Bendungan, Kabupaten Berbek, Karesidenan Kediri. Pe mimpin pergerakan ini adalah seorang petani kaya bernama Dermodjojo atau Bagus Talban. Ia bermimpi bahwa ia ditakdirkan untuk menjadi Ratu Adil. Saat itulah, Dermodjojo mengumpulkan pengikutnya. Namun, sebelum pergerakan ini menjadi besar, pada 29 Januari 1907, pemerintah kolonial Belanda dapat mematahkan pergerakan tersebut.

3) Gerakan Bergaskidul Semarang dipimpin Gusti Muhammad c. Gerakan Samin Tahun 1903 1907
Gerakan Samin dapat dianggap sebagai gerakan tradisional yang pasif, ciri-ciri yang kelihatan adalah tanpa kekerasan dan rajin, jujur serta berhasil sebagai petani. Selain itu Gerakan Samin berumur panjang. Gerakan Samin dipimpin oleh Surontiko Samin dan ajarannya disebut Saminisme. Dalam usaha menyebarkan ajarannya, Samin mendapat bantuan dari dua menantunya yaitu Surohidin dan Karsiyah. Walaupun gerakan Samin tidak membahayakan pemerintah kolonial, namun Belanda tidak mau mengambil risiko, Surontiko Samin ditangkap dibuang ke Padang dan meninggal tahun 1914. Gerakan Samin terus berlanjut, antara lain sebagai berikut. 1) Gerakan di Jiwan Madiun dipimpin oleh Wongsorejo. 2) Gerakan di Grobogan dipimpin oleh Surohidin dan Pak Engkrak. 3) Gerakan di Kajen Pati dipimpin oleh Pak Karsiyah (salah satu menantu Samin).

d. Gerakan Keagamaan
Selain dua jenis gerakan rakyat seperti yang tersebut di atas, masih ada lagi gerakan-gerakan yang dilancarkan oleh rakyat pedesaan yang tergabung dalam kelompok-kelompok aliran-aliran agama. Tidak berbeda dengan gerakan yang terdahulu, gerakan rakyat yang terakhir ini juga timbul sebagai akibat dari rasa ketidakpuasan dan kebencian terhadap keadaan kehidupan pada masa itu. Gerakan keagamaan timbul sebagai protes terhadap kebobrokan moral yang terjadi karena pengaruh budaya Barat yang dibawa oleh Belanda. Gerakan keagamaan merupakan gerakan pemurnian kembali ke ajaran agama (Islam) yang semestinya. Contoh Gerakan Keagamaan, antara lain sebagai berikut.

1) Gerakan Budiah, tahun 1850


Gerakan Budiah muncul di desa Kalisasak daerah Pekalongan. Gerakan ini dipimpin oleh Haji Muhammad Rifangi. Budiah adalah suatu aliran ajaran pemurnian Islam. Menurut Kyai Haji Mohammad Rifangi, gerakannya itu ditujukan untuk Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia 30

melakukan perlawanan terhadap kebobrokan agama yang telah meresap di lingkungan rakyat Islam di Jawa pada abad ke-19. Gerakan itu lahir pada sekitar tahun 1850-an. Akibat dari ajarannya yang radikal itu maka pemerintah kolonial Belanda kuatir akan terjadi pemberontakan. Maka Kyai Haji Muhammad Refangi ditangkap dan dibuang ke luar Jawa yaitu Ambon.

2) Gerakan Keagamaan Jawa Pasundan


Gerakan ini didirikan oleh Sadewa yang terkenal dengan nama Madrais. Menurut silsilahnya, ia adalah keturunan generasi kelima dari Sultan Cirebon Chaerudin. Ia kemudian mengambil nama ayahnya yaitu Pangeran Alibasa Kusuma Wijayaningrat. Ajarannya bertujuan untuk menghidupkan kembali unsur-unsur budaya Jawa dan Sunda. Upacara-upacara yang diselenggarakan banyak bertentangan dengan Islam sehingga banyak ditentang baik oleh masyarakat Islam maupun pemerintah kolonial. Akhirnya pemerintah menahan Madrais. Walaupun kemudian dibebaskan.

E. Daerah-Daerah Persebaran Agama Kristiani


Sejak abad ke-15 Paus di Roma memberi tugas kepada misionaris bangsa Portugis dan Spanyol untuk menyebarkan agama Katholik. Kemudian bangsa Belanda pun tertarik untuk menyebarkan ajaran agama Kristen Protestan dengan mengirimkan para zending di negerinegeri jajahannya.

1. Misionaris Portugis di Indonesia


Pada abad ke-16 kegiatan misionaris sangat aktif menyampaikan kabar Injil ke seluruh penjuru dunia dengan menumpang kapal pedagang Portugis dan Spanyol. Salah seorang misionaris yang bertugas di Indonesia terutama Maluku adalah Fransiscus Xaverius (15061552). Ia seorang Portugis yang membela rakyat yang tertindas oleh jajahan bangsa Portugis. Di kalangan pribumi ia dikenal kejujuran dan keikhlasannya membantu kesulitan rakyat. Ia menyebarkan ajaran agama Katholik dengan berkeliling ke kampung-kampung sambil membawa lonceng di tangan untuk mengumpulkan anak-anak dan orang dewasa untuk diajarkan agama Katholik. Kegiatan misionaris Portugis tersebut berlangsung di Kepulauan Maluku, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, P ulau Siau, dan Sangir, kemudian menyebar ke Kalimantan dan Jawa Timur. Penyebaran agama Katholik di Maluku menjadi tersendat setelah terbunuhnya Sultan Hairun yang menimbulkan kebencian rakyat terhadap semua orang Portugis. Setelah jatuhnya Maluku ke tangan Belanda, kegiatan misionaris surut dan Gambar 32. Fransiscus diganti kegiatan zending Belanda yang menyebarkan agama Kristen Xaverius Protestan.

2. Zending Belanda di Indonesia


Pada abad ke-17 gereja di negeri Belanda mengalami perubahan, agama Katholik yang semula menjadi agama resmi Negara diganti dengan agama Krisen Protesan. Pemerintah Belanda melarang pelaksanaan ibadah Kristen Katholik di muka umum dan menerapkan anti Katholik, termasuk tanah-tananh jajahannya. VOC yang terbentuk tahun 1602 mendapat kekuasaan dan tanggung jawab memajukan agama. VOC mendukung penyebaran agama Kristen Protestan dengan semboyan siapa punya negara, dia punya agama , kemudian VOC menyuruh penganut Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia 31

agama Katholik untuk masuk agama Kristen Protestan. VOC turut membiayai pendirian sekolah-sekolah dan membiayai upaya menerjemahkan injil ke dalam bahasa setempat. Di balik itu para pendeta dijadikan alat VOC agar pendeta memuji-muji VOC dan tunduk dengan VOC. Hal tersebut ternyata sangat menurunkan citra para zending di mata rakyat, karena VOC tidak disukai rakyat. Tokoh zending di Indonesia antara lain Ludwig Ingwer Nommensen, Sebastian Danckaerts, Adriaan Hulsebos, dan Hernius. Kegiatan zending di Indonesia meliputi: a. Menyebarkan agama Kristen Protestan di Maluku, Sangir, Talaud, Timor, Tapanuli, dan kota-kota besar di Jawa dan Sumatra. b. Mendirikan Nederlands Zendeling Genootschap (NZG), yaitu perkumpulan pemberi kabar Injil Belanda yang berusaha menyebarkan agama Kristen Protestan, mendirikan wadah gereja bagi jemaat di Indonesia seperti Gereja Protestan Maluku (GPM), Gereja Kristen Jawa (GKJ), Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), dan mendirikan sekolah-sekolah yang menitikberatkan pada penyebaran agama Kristen Protestan.

3. Wilayah Persebaran Agama Nasrani di Indonesia pada Masa Kolonial


Saat VOC berkuasa, kegiatan misionaris Katholik terdesak oleh kegiatan zending Kristen Protestan, dan bertahan di Flores dan Timor. Namun sejak Daendels berkuasa, agama Katholik dan Kristen Protestan diberi hak sama, dan mulailah misionaris menyebarkan kembali agama Katholik terutama ke daerah-daerah yang belum terjangkau agama-agama lain. Penyebaran agama Kristen Protestan di Maluku menjadi giat setelah didirikan Gereja Protestan Maluku (GPM) tanggal 6 September 1935. Organisasi GPM menampung penganut Kristen Protestan di seluruh Maluku dan Papua bagian selatan. Penyebaran agama Kristen menjangkau Sulawesi Utara di Manado, Tomohon, Pulau Siau, Pulau Sangir Talaud, Tondano, Minahasa, Luwu, Mamasa dan Poso, serta di Nusa Tenggara Timur yang meliputi Timor, Pulau Ende, Larantuka, Lewonama, dan Flores. Adapun persebaran agama Katholik di Jawa semula hanya berlangsung di Blambangan, Panarukan, Jawa Timur. Namun, kemudian menyebar ke wilayah barat, seperti Batavia, Semarang, dan Jogjakarta. Agama Kristen Protestan di Jawa Timur berkembang di Mojowarno, Ngoro dekat Jombang. Di Jawa Tengah meliputi Magelang, Kebumen, Wonosobo, Cilacap, Ambarawa, Salatiga, Purworejo, Purbalingga, dan Banyumas. Di Jawa Barat pusat penyebaran agama Kristen terdapat di Bogor, Sukabumi, dan Lembang (Bandung). Di Sumatra Utara masyarakat Batak yang menganut agama Kristen berpusat di Angkola Sipirok, Tapanuli Selatan, Samosir, Sibolga, Buluh Hawar di Karo, Kabanjahe, Sirombu, dan kepulauan Nias. Kegiatan agama Kristen pada masyarakat Batak dipusatkan pada organisasi HKBP. Adapun di Kalimantan Selatan agama Kristen berkembang di Barito dan Kuala Kapuas. Di Kalimantan Barat umat Nasrani banyak terdapat di Pontianak. Di Kalimantan Timur banyak terdapat di Samarinda, Kalimantan Tengah di pemukiman masyarakat Dayak desa Perak dan Kapuas Kahayan. Faktor-faktor penyebab sulitnya perkembangan agama Kristen di Indonesia pada waktu itu adalah: a) Pada waktu itu agama Kristen dianggap identik dengan agama penjajah. b) Pemerintah kolonial tidak menghargai prinsip persamaan derajat manusia. c) Sebagian besar rakyat Indonesia telah menganut agama lain. Oleh karena itulah upaya penyebaran dilakukan di daerah-daerah yang belum tersentuh agama lainnya. Juga dilakukan dengan mengadakan tindakan-tindakan Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia 32

kemanusiaan seperti mendirikan rumah sakit dan sekolah. Akhirnya berkat kerja keras kaum misionaris dan zending, agama Kristen dapat berkembang di Indonesia sampai sekarang.

Proses Kolonialisme Barat Di Indonesia

33

DAFTAR PUSAKA
Buku IPS untuk SMP Kelas VIII, penyusun Sutarto, Depdiknas (BSE), Th. 2008 Buku IPS untuk SMP Kelas VIII, penyusun Sanusi-Fatah, BSE Buku IPS untuk SMP Kelas VIII, penyusun nurhadi, BSE, Buku IPS untuk SD Kelas V, penyusun Endang Susilaningsih, BSE

You might also like