You are on page 1of 10

TUGAS FARMAKOTERAPI II

INDOMETASIN SEBAGAI TERAPI GOUT ARTHRITIS

OLEH :

IDA BAGUS GDE AGUNG RADITYA EKA PUTRA

0608505009

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2008
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan petunjuk dan kekuatan, sehingga di sela-sela perkuliahan penulis yang cukup padat,
paper yang berjudul “Indometasin sebagai Terapi Gout Arthritis” ini dapat diselsaikan.
Paper ini memuat uraian tentang epidemiologi, prevalensi, etiologi, patofisiologi,
diagnosa, gejala klinis, dan penggunaan Indometasin sebagai terapi Gout Arthritis. Paper ini juga
menguraikan secara lebih spesifik tentang mekanisme kerja, dosis, cara pemberian, efek samping
,dan interaksi obat dari indometasin dalam pengobatan gout arthritis.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan paper ini. Saran dan
kritik membangun tentunya sangat kami harapkan untuk penyempurnaan dan perbaikan di masa
mendatang.
Akhir kata, semoga paper ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan apoteker dalam
melaksanakan pelayanan kefarmasian untuk pasien gout arthritis.

Bukit Jimbaran, 16 November 2008

Penulis

Ida Bagus Gde Agung Raditya Eka Putra

NIM. 0608505009

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................ i

Daftar Isi .................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Terapi Gout dengan Indometasin .............................................................. 3

2.2 Mekanisme Kerja ...................................................................................... 3

2.3 Dosis dan cara pemberian ......................................................................... 4

2.4 Efek samping ............................................................................................ 4

2.4 Interaksi obat ............................................................................................. 5

BAB III PENUTUP ................................................................................................. 6

Daftar Pustaka .......................................................................................................... 7

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Gout arthritis merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya reaksi inflamasi akut
yang hebat yang menyebabkan penumpukan kristal monosodium urat (MSU). Gout arthritis berkaitan
dengan adanya monosodium urat dalam leukosit yang ditemukan diantaranya pada cairan sendi
sinovial, endapan kristal monosodium urat dalam jarigan (tofi), penyakit ginjal interstisial,
nefrolitiasis asam urat. Gout arthritis lebih sering menyerang laki-laki. Biasanya penyakit ini sebagai
akibat dari kerusakan sistem kimia tubuh. Kondisi ini paling sering menyerang sendi kecil, terutama
ibu jari kaki ( Cronstein, et al, 2006 ).
Menurut studi, konsentrasi asam urat (risiko gout), berkorelasi dengan umur, kadar kreatinin
dalam serum, kadar nitrogen urea dalam darah, gender laki-laki, tekanan darah, berat badan, dan
konsumsi alkohol. Ada korelasi langsung antara kadar asam urat dalam serum dengan insidensi dan
prevalensi gout. Pada tahun 1999, menurut penelitian, prevalensi gout dan hiperurisemia di USA
adalah 41 per 1000, dan di UK prevalensi gout adalah 14 per 1000. Angka kejadian gout saat ini
antara 20-35 per 100.000 orang, dan prevalensi secara keseluruhan 1,6-13,6 per 1000. Laju prevalensi
tahunan dari gout dan hiperurisemia meningkat, terutama pada manula. Gout terjadi makin sering
pada laki-laki dibanding perempuan, pada usia lebih tua, pada kadar asam urat lebih tinggi dan ada
kaitannya dengan hipertensi. Ternyata 18% penderita gout mempunyai sejarah keluarga (genetika)
dengan hiperurisemia, dan terjadiya gout cenderung meningkat bila kadar asam urat meningkat
(Dipiro and Robert, 2005).
Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme purin, suatu produk sisa yang tidak
mempunyai peran fisiologi. Manusia tidak memiliki urikase yang dimiliki hewan, suatu enzim yang
menguraikan asam urat menjadi alantoin yang larut dalam air. Asam urat yang terbentuk setiap hari
di buang melalui saluran pencernaan atau ginjal. Pada keadaan normal, jumlah asam urat
terakumulasi pada laki-laki kurang lebih 1200 mg dan pada perempuan 600 mg. Jumlah akumulasi
ini meningkat beberapa kali lipat pada penderita gout. Berlebihnya akumulasi ini dapat berasal dari
produksi berkelebihan atau ekskresi yang kurang. Meskipun asupan purin berlebih, dalam keadaan
normal, seharusnya ginjal dapat mengekskresikannya. Pada kebanyakan pasien gout (75-90%),
clearence asam urat oleh ginjal sangat menurun. Faktor lain yang dapat menurunnya ekskresi asam
urat seperti obesitas, hipertensi, hiperlipidemia, konsumsi alkohol dan obat- obatan tertentu (diuretik
loop dan tiazid) (Dipiro and Robert, 2005).
Tanda utama dari patologi gout adalah influk neutrofil ke dalam cairan sendi yang
menyebabkan aktivasi endothelium dan adhesi antara molekul dan leukosit. Neutrofil akan
terakumulasi di cairan sendi dan membrane synovial, dimana fraksi kecil dari sel-sel ini secara aktif
memfagositosis kristal MSU dan melepaskan mediator. Mediator ini termasuk protein sitosolik
1
neutrofil S100A8/S100A9 (yang akhir-akhir ini diistilahkan sebagai crystal-induced chemotactic
factor [CCF]), yang merupakan mediator dengan berat molekul rendah seperti prostanoid dan
leukotrien yang bersifat kemotaksis dan memperkuat reaksi inflamasi ( Cronstein, et al, 2006 ).
Purin dalam tubuh yang menghasilkan asam urat, berasal dari tiga sumber: purin dari
makanan, konversi asam nukleat dari jaringan, pembentukan purin dari dalam tubuh. Beberapa
sistem enzim mengatur metabolisme purin. Bila terjadi sistem regulasi yang abnormal maka
terjadilah produksi asam urat yang berlebihan. Produksi asam urat berlebihan ini dapat juga terjadi
karena adanya peningkatan penguraian asam nukleat dari jaringan, seperti pada myeloproliferative
dan lymphoproliferative disorder (Dipiro and Robert, 2005).
Dua abnormalitas dari dua enzim yang menghasilkan produksi asam urat berlebih yaitu
peningkatan aktivitas Phosphoribosylpyrophosphate (PRPP) synthetase menyebabkan peningkatan
konsentrasi PRPP yang berperan dalam sintesa purin dan defisiensi hypoxanthine guanine
phosphoribosyl transferase (HGPRT) yang dapat meningkatkan metabolisme guanine dan hipoxantin
menjadi asam urat (Dipiro and Robert, 2005).
Yang perlu diketahui juga berkaitan dengan patofisiologi GA adalah kelarutan asam urat
berkurang pada cuaca yang dingin dan pH yang rendah. Kemungkinan penyebab mengapa pada
cuaca dingin lebih terasa nyeri. Selain itu estrogen cenderung mendorong ekskresi asam urat,
kemungkinan penyebab mengapa insidensi perempuan premenopause rendah (Dipiro and Robert,
2005).
Gout adalah penyakit yang didiagnosis oleh simptom bukan oleh hasil pemeriksaan
labororium. Kenyataan hiperurisemia yang asimtomatis yang ditemukan secara kebetulan, biasanya
jarang membutuhkan terapi. Gejala klinis yang sering adalah rasa sakit, ngilu, kaku, atau bengkak di
sekitar sendi. Berdasarkan hasil laboratorium ditemukan adanya monosodium urat dalam leukosit
yang ditemukan diantaranya pada cairan sendi sinovial, endapan kristal monosodium urat dalam
jarigan (tofi), penyakit ginjal interstisial, nefrolitiasis asam urat. Untuk banyak orang, gout awalnya
menyerang sendi dari ibu jari kaki. Kadang selama penyakit berjalan, gout akan menyerang ibu jari
kaki sebanyak 75% pasien. Bagian lain yang dapat terserang diantaranya adalah pergelangan kaki,
tumit, pergelangan tangan, jari, siku (Dipiro and Robert, 2005).
Diagnosis definitive, dikonfirmasikan dengan analisa cairan sendi. Cairan sinovial pasien GA
mengandung kristal monosodium urat (MSU) yang negatif birefringent (refraktif ganda) yang juga
ditelan oleh neutrofil (dilihat dengan mikroskop sinar terpolarisasi) (Dipiro and Robert, 2005).
Diagnosa gout juga dapat dilakukan dengan gelombang ultrasonic. Diagnose dengan ultrasonik lebih
sensitif dalam mendeteksi proses pengapuran kartilago hialin dibandingkan dengan metode radiografi
secara konvensional ( Thiele et al, 2007 ).

2
BAB II
PEMBAHASAN

Tujuan dari terapi gout arthritis ini adalah untuk menghentikan serangan akut, mencegah
serangan kembali dari GA, dan mencegah komplikasi yang berkaitan dengan deposit kristal asam urat
kronis di jaringan. Ada tiga pilihan obat untuk gout arthritis akut: NSAID, kolkhisin, kortikosteroid.
Salah satu obat golongan NSAIDs yang sering digunakan untuk terapi gout arthritis adalah
indometasin.

2.1 Terapi Gout Artritis dengan Indometasin


Indometasin merupakan derivat asam indoleacetic yang termasuk obat golongan nonsteroidal
anti-inflammatory drugs (NSAIDs) yang juga memiliki aktivitas analgesic dan antipiretik. Secara
komersial, indometasin steril sodium trihidrat bersifat lipofilik, berupa serbuk putih sampai kuning
dan larut dalam air dan alcohol. Indometasin sensitive terhadap cahaya dan tidak stabil di dalam
larutan alkali ( Anonim 1, 2002 ).
Obat ini tidak menghilangkan asam uratnya, tetapi meringankan rasa sakit, demam,
kemerahan pada sendi, dan bengkak yang disebabkan gout arthritis akut. Indometasin banyak
dipertimbangkan penggunaannya untuk terapi gout arthritis akut. Indometasin memiliki onset kerja
yang cepat. Indometasin memiliki potensi efek yang sama dengan colchicines atau phenylbutazol
untuk pengobatan gout arthritis akut. Tidak seperti colchicine, pada penggunaan jangka pendek
indometasin lebih toleran dan efek indometasin tetap apabila penggunaannya dihentikan beberapa
hari. Namun pada pengobatan propilaksis dari gout arthritis dalam waktu yang cukup lama,
colchicine memiliki toleransi dan efek yang lebih baik dibandingkan indometasin ( Herfindal, 2000).
Berdasarkan penelitian, indometasin 50 mg yang diberikan 3 kali sehari memiliki potensi terapi gout
yang sama dengan lumiracoxib 400 mg satu kali sehari. Meskipun lumiracoxib memiliki tingkat
keamanan dan profil toleransi yang lebih baik, indometasin tetap menjadi pilihan utama untuk terapi
gout arthritis (Willburger et al, 2007).

2.2 Mekanisme Kerja


Indometasin termasuk golongan obat NSAIDs yaitu golongan obat yang terutama bekerja
perifer, memiliki aktivitas penghambat radang dengan mekanisme kerja menghambat biosintesis
prostaglandin melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase. Prostaglandin ini berperanan
penting pada timbulnya nyeri, demam, dan reaksi-reaksi peradangan, maka NSAIDs melalui
penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase, mampu menekan gejala-gejala tersebut.
(Kartasasmita, 2002). Sebagai tambahan, indometasin kemungkinan juga mendesak efek
penghambatan pada pergerakan PMNs (polymorphonuclear leukocyte) ( Herfindal, 2000 ).
3
2.3 Dosis dan Cara Pemberian
Pada terapi gout arthritis, indometasin dapat diberikan secara per oral atau rectal (supositoria).
Dosis penggunaan indometasin bervariasi tergantung pada tingkat keparahan. Dosis awal indometasin
yang diberikan sebesar 50-75 mg, diikuti 50 mg setiap 6 jam. Dosis ini dilanjutkan selama 24-48 jam,
dan selanjutnya dosis penggunaannya dikurangi secara bertahap hingga rasa nyeri hilang. Pengobatan
gout arthritis biasanya dilakukan selama 2 minggu (Herfindal, 2000). Penggunaan kapsul indometasin
lepas lambat tidak dianjurkan pada penderita gout arthritis. Karena bersifat mengiritasi saluran
pencernaan, biasanya indometasin diberikan bersamaan dengan makanan, susu, atau antasida.
Penggunaan indometasin harus disertai peringatan pada penderita lanjut usia, pasien dengan penyakit
gagal jantung kongestif, dan pasien dengan riwayat penyakit tukak lambung ( Anonim 1, 2002 ).
Supositoria indometasin biasanya diberikan apabila pasien tidak dapat diberikan secara oral.
Pada orang dewasa, dosis yang diberikan tidak boleh lebih dari 200 mg per hari, sedangkan pada
anak-anak dosis yang diberikan berdasarkan berat badan. Dosis maksimum yang dapat diberikan pada
anak-anak sebesar 4 mg per kilogram berat badan per hari atau 150-200 mg per hari (Anonim 2,
2008).
Pemanfaatan indometasin menjadi terbatas karena efek sampingnya, yang menimbulkan
masalah terutama pada manula dan pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Pada manula, atau
mereka dengan riwayat PUD (Peptic Ulcer Disease), harus diikuti dengan H2 antagonis, misoprostol
atau PPI (Proton Pump Inhibitor). Untuk misoprostol, perlu kehati-hatian dalam pemakaiannya,
kontraindikasi untuk wanita hamil, dan penggunaannya masih sangat terbatas di Indonesia. Untuk
pasien dengan gangguan ginjal, NSAID harus dihindarkan sedapat mungkin, atau diberikan dengan
dosis sangat rendah, apabila keuntungan masih lebih tinggi dibanding kerugian. Apabila demikian
maka harus dilakukan pemantauan creatinin.
Pada pemberian oral, indometasin diabsorbsi dengan cepat dan sempurna. Konsentrasi puncak
dapat dicapai dalam waktu 30 – 120 menit. Sedangkan pada pemberian secara rectal, konsentrasi
puncak dicapai lebih cepat tetapi tinggi puncaknya lebih rendah dibandingkan indometasin yang
diberikan secara per oral pada dosis yang sama. Bioavailabilitas dari indometasin supositoria sekitar
80% dan waktu paruhnya antara 1-16 jam. Kemungkinan, jarak waktu paruh yang lebar ini
disebabkan oleh siklus enterohepatik dan biliary discharge yang tidak dapat diramalkan. Indometasin
terutama dimetabolisme oleh enzim sistem hepatic microsomal dan dealkilasi extramicrosomal.
Semua metabolitnya bersifat tidak aktif (Herfindal, 2000).

2.4 Efek Samping


Indometasin memiliki aktivitas penghambat radang dengan mekanisme kerja menghambat
biosintesis prostaglandin melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase. Dalam suatu telaah
telah ditunjukkan, bahwa pengurangan prostaglandin pada selaput lendir lambung memicu terjadinya
4
tukak. Hal ini membuktikan peranan penting prostaglandin untuk memelihara fungsi barier selaput
lendir. Dengan demikian, mekanisme kerja indometasin sekaligus menjelaskan profil efek utama
maupun efek samping obat ini terutama toksisitasnya pada saluran gastrointestinal yang membatasi
penggunaan obat ini (Kartasasmita, 2002). Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan pada mencit,
diketahui bahwa indometasin dapat menyebabkan terjadinya anorexia yang terjadi karena absorpsi
yang cepat dan hampir sempurna dari indometasin dan kemudian mengiritasi saluran gastrointestinal
pada subjek yang puasa (Taiwo and Omotayo, 2008). Tidak seperti colchicine, pada penggunaan
jangka pendek indometasin lebih toleran dan efek indometasin tetap apabila penggunaannya
dihentikan beberapa hari. Namun pada pengobatan propilaksis dari gout arthritis dalam waktu yang
cukup lama, colchicine memiliki toleransi dan efek yang lebih baik dibandingkan indometasin
(Anonim 1, 2002). Efek samping yang sering muncul pada penggunaan indometasin baik dosis tinggi
maupun rendah yaitu sakit kepala, pusing, pening, dyspepsia (mual dan muntah). Efek sampingnya
akan meningkat pada pasien yang sebelumnya diberikan phenylbutazone atau oxyphenylbutazone
(Boardman and Dudley,1967). Pada beberapa pasien timbul penahanan kalsium dan air, hiperkalemia,
dan disfungsi ginjal (Herfindal, 2000).

2.5 Interaksi Obat


Indometasin memiliki ikatan protein yang kuat, dimana indometasin dapat memindahkan
ikatan protein dari obat lain seperti obat antikuagulan oral, hidatoin, salisilat, sulfonamide, dan
sulfonilureas. Pasien yang diberikan indometasin bersamaan dengan beberapa obat tersebut dapat
menimbulkan efek samping (Anonim 1, 2002).
Indometasin diberikan bersamaan dengan agen NSAIDs seperti aspirin dapat menurunkan
konsentrasi indometasin dalam plasma dan menurunkan ekskresi indometasin dalam urin. Dilaporkan
pada pasien yang diberikan indometasin dengan aspirin dapat menimbulkan anemia fatal aplastik.
Indometasin dan salisilat tidak diberikan secara bersamaan karena dapat meningkatkan iritasi gastro
intestinal. Pada individu sehat, pemberian bersamaan indometasin dengan diflusinal dapat
menurunkan clearens ginjal dan meningkatkan konsentrasi indometasin dalam plasma serta dapat
menimbulkan fatal gastrointestinal hemorrhage (Anonim 1, 2002). Absorbtivitas indometasin
menurun apabila diberikan bersamaan dengan makanan, tetapi profil konsentrasi obat dalam plasma
sama seperti pada pasien yang puasa (Herfindal, 2000).
Pada pasien yang menderita gagal jantung kongestif, pemberian indometasin dapat
menghambat efek diuretic dari furosemid dan spironolakton dan memperparah penyakit jantung.
Pemberian indometasin bersaman dengan triamteren dapat mempengaruhi fungsi ginjal, dimana
terjadi penurunan clearance creatinin sekitar 60-70% (Herfindal, 2000). Selain itu, pemberian
indometasin bersamaan dengan probenecid dapat meningkatkan kadar obat dalam plasma, waktu
paruh, dan efek terapetik dari indometasin (Brooks et al, 1974).
5
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Indometasin merupakan derivat asam indoleacetic yang termasuk obat golongan non-steroidal
anti-inflammatory drugs (NSAIDs) yang dapat digunakan untuk terapi gout arthritis dan juga
memiliki aktivitas analgesic dan antipiretik. Obat ini tidak menghilangkan asam uratnya, tetapi
meringankan rasa sakit, demam, kemerahan pada sendi, dan bengkak yang disebabkan gout arthritis
akut. Indometasin banyak dipertimbangkan penggunaannya untuk terapi gout arthritis akut.
Indometasin bekerja perifer, memiliki aktivitas penghambat radang dengan mekanisme kerja
menghambat biosintesis prostaglandin melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase.
indometasin kemungkinan juga mendesak efek penghambatan pada pergerakan PMNs
(polymorphonuclear leukocyte).
Pada terapi gout arthritis, indometasin dapat diberikan secara per oral atau rectal (supositoria).
Dosis awal indometasin yang diberikan sebesar 50-75 mg, diikuti 50 mg setiap 6 jam. Dosis ini
dilanjutkan selama 24-48 jam, dan selanjutnya dosis penggunaannya dikurangi secara bertahap
hingga rasa nyeri hilang. Pengobatan gout arthritis biasanya dilakukan selama 2 minggu. Dosis per
rectal pada orang dewasa, dosis yang diberikan tidak boleh lebih dari 200 mg per hari, sedangkan
pada anak-anak dosis yang diberikan berdasarkan berat badan. Dosis maksimum yang dapat diberikan
pada anak-anak sebesar 4 mg per kilogram berat badan per hari atau 150-200 mg per hari
Efek samping yang sering muncul pada penggunaan indometasin yaitu toksisitas pada saluran
gastrointestinal, sakit kepala, pusing, mual, dan muntah. Pada beberapa pasien timbul penahanan
kalsium dan air, hiperkalemia, dan disfungsi ginjal.
Indometasin apabila diberikan bersamaan dengan beberapa jenis obat tertentu dapat
mempengaruhi efek dari indometasin seperti obat antikuagulan oral, hidatoin, salisilat, sulfonamide,
dan sulfonilureas.

6
DAFTAR PUSTAKA

Anonim 1. 2002. AHFS Drug Information, Book 7. USA: American Society of Health-System
Pharmacists.
Anonim 2. 2008. Indometacin Rectal
Available at : www.jirdc.org/Files/Monographs/pem7049.pdf
Opened at : 10 November 2008; 09.00 am
Boardman, P. L. and F. Dudley Hart. 1967. Side-effects of indomethacin. London : Ann Rheum Dis
Available at : http://ard.bmj.com/cgi/eletter-submit/26/2/127.pdf
Opened at : 12 Desember 2008; 10.00 am
Brooks, P.M., M.A. Bell, R.D. Sturrock, J.P. Famaey, and W.C. Dick. 1974. The Clinical
Significance of Indomethacin-Probenecid Interaction. Glasgow : Centre for Rheumatic
Disease and University Departement of Medicine
Available at : http://espace.library.uq.edu.au/eserv/UQ:9993/clinical_signifi.pdf
Opened at : 12 Desember 2008; 10.00 am
Cronstein, Bruce N and Robert Terkeltaub. 2006. The inflammatory process of gout and its treatment.
New York : BioMed Central Ltd
Available at : http:// www.biomedcentral.com/content/pdf/ar1908.pdf
Opened at : 10 November 2008; 09.00 am
Dipiro, Joseph T., and Robert L. Talbert. 2005. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach,
Sixth Edition. USA: McGraw-Hill Companies.
Herfindal, Eric T., and Dick R. Gourlev. 2000. Textbook of Therapeutics: Drug and Disease
Management Seventh Edition, Book 2. USA: Lippincott Williams and Wilkins.
Kartasasmita, Rahmana Emran. 2002. Perkembangan Obat Antiradang Bukan Steroid. Bandung :
Unit Bidang Ilmu Kimia Medisinal/Farmasi Analisis Departemen Farmasi FMIPA ITB
Available at : http://acta.fa.itb.ac.id/pdf_dir/issue_27_4_7.pdf
Opened at : 10 November 2008; 09.00 am
Taiwo, Victor Olusegun and Omotayo Lawal Conteh. 2008. The rodenticidal effect of indomethacin:
pathogenesis and pathology. Nigeria : Department of Veterinary Pathology, University of
Ibadan
Available at : http://www.vef.hr/vetarhiv/papers/2008-78-2-9.pdf
Opened at : 10 November 2008; 09.00 am
Thiele, R. G. and N. Schlesinger. 2007. Diagnosis of gout by ultrasound. British : Oxford University
Press
Available at : http://rheumatology.oxfordjournals.org/cgi/content/abstract/46/7/1116.pdf
Opened at : 10 November 2008; 09.00 am
Willburger, R. E., E. Mysler, J. Derbot, T. Jung, H. Thurston, A. Kreiss, S. Litschig, G. Krammer 4
and G. A. Tate. 2007. Lumiracoxib 400 mg once daily is comparable to indomethacin 50 mg
three times daily for the treatment of acute flares of gout. British : Oxford University Press
Available at : http://rheumatology.oxfordjournals.org/cgi/content/abstract/46/7/1126.pdf
Opened at : 10 November 2008; 09.00 am

You might also like