You are on page 1of 19

PATOGENESIS INFEKSI OLEH BAKTERI

Oleh Alit Adi Sanjaya 2.1.1 Penularan infeksi Bakteri (dan juga mikroorganisme lain) beradaptasi pada lingkungan, termasuk hewan dan manusia, tempat bakteri hidup dan bertempat tinggal. Dengan melakukan itu, bakteri memastikan pertahanan hidupnya dan meningkatkan kemampuan penularan. Dengan menimbulkan infeksi asimtomatik atau penyakit ringan, daripada kematian inang, mikroorganisme yang hidup secara normal pada manusia meningkatkan kemampuan penularannya dari orang ke orang. Bebrapa bakteri secara umum menimbulkan penyakit pada manusia terdapat mula-mula pada hewan dan menginfeksi manusia secra insidental. Sebagai contoh, spesies Salmonella dan

Campylobacter

secara khas menginfeksi hewan dan ditularkan kemanusia melalui

produk makanan. Bakteri lain menimbulkan infeksi karena kekurang-hatian, suatu kesalahan dalam siklus normal organisme, organisme tidak beradaptasi dengan manusia, dan penyakit yang mereka timbulkan mungkin berat. Sebagai contoh, Yersinia

pestis (pes) memiliki siklus hidup yang telah menetap dengan baik pada hewan
pengerat dan kutu hewan pengerat, dan penularan oleh kutu kepada manusia merupakan sikap kekurang-hatian; Bacillus anthracis (antraks) hidup di lingkungan, kadang-kadang menginfeksi hewan, dan ditularkan ke manusia melalui produk seperti bulu dari hewan yang terinfeksi. Spesies Clostridium sering ditemukan di lingkungan dan ditularkan ke manusia melalui pencernaan (misalnya, gastroenteritris C. perfringens dan botulisme C. botulinum) atau ketika luka terkontaminasi oleh tanah (misalnya, gangren gas C. perfringens dan tetanus C. tetani). Manifestasi klinik dari penyakit (misalnya, diare, batuk, sekret genital) yang dihasilkan oleh mikroorganisme sering kali mengakibatkan penularan bakteri. Contoh sindroma klinik dan bagaimana hal ini meningkatkan penularan bakteri penyebab adalah sebagai berikut: Vibrio cholerae dapat menyebabkan diare hebat yang dapat mengkontaminasi garam dan air segar; air minum atau makanan laut seperti tiram dan

kepiting yang terkontaminasi; minum air atau makan makanan laut yang terkontaminasi dapat menimbulkan infeksi dan penyakit. Serupa dengan itu, kontaminasi produk makanan dengan sampah mengandung E. coli dapat menyebabkan diare akibat penularan bakteri. Mycobacterium tuberculosis (tuberkulosis) secara alami hanya menginfeksi manusia; menimbulkan penyakit pernafasan dengan batuk dan pembentukan aerosol, mengakibatkan penularan dari orang ke orang. Banyak bakteri ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui tangan. Seseorang dengan S. aureus yang dibawa pada nares anterior dapat menggosok hidungnya, memindahkan staphylococcus pada tangan, dan menyebarkan bakteri ke bagian lain tubuh atau ke orang lain, tempat timbul infeksi. Banyak patogen oportunis yang menyebabkan infeksi nosocomial ditularkan dari satu pasien ke pasien lain melalui tangan petugas rumah sakit. Karena itu, mencuci tangan merupakan hal penting dalam pengendalian penyakit. Pintu masuk bakteri patogen ke dalam tubuh yang paling sering adalah tempat dimana selaput mukosa bertemu dengan kulit: saluran pernafasan (jalan napas bagian atas dan bawah), saluran pencernaan (terutama mulut), saluran kelamin, saluran kemih. Daerah abnormal selaput mukosa dan kulit (misalnya luka potong, luka bakar, dan luka lainnya) juga sering menjadi tempat masuk. Kulit dan selaput mukosa normal memberikan pertahanan primer terhadap infeksi. Untuk menimbulkan penyakit, phatogen harus menembus pertahanan pada tubuh inang. 2.1.2 Proses infeksi Sekali masuk ke dalam tubuh, bakteri menempel atau melekat pada sel inang, biasanya pada sel epitel. Setelah bakteri menetap pada tempat infeksi pertama, bakteri berkembangbiak dan menyebar langsung melalui jaringan atau lewat sistem getah bening menuju aliran darah. Infeksi ini (bakteremia) dapat bersifat sementara atau menetap. Bakteremia memungkinkan bakteri untuk menyebar luas dalam tubuh dan mencapai jaringan yang cocok bagi perkembangbiakannya.

Pneumonia pneumococcus adalah contoh proses infeksi. S. pneumonia dapat


dibiakan dari nasofaring pada 5 40% orang sehat. Kadang-kadang, Pneumococcus

dari nasofaring teraspirasi ke dalam paru-paru; aspirasi paling sering terjadi pada orang yang lemah dan dalam keadaan tertentu, misalnya koma, yaitu saat reflek batuk yang normal berkurang. Infeksi berkembang dalam ruang udara terminal paru-paru pada orang yang tidak mempunyai antibodi pelindung terhadap polisakarida kapsuler jenis

Pneumococcus.
ditimbulkannya

Perkembangbiakan mengakibatkan

Pneumococcus
Kemudian

dan

peradangan

yang

pneumonia.

Pneumococcus memasuki

saluran getah bening paru-paru dan masuk ke dalam aliran darah. Antara 10 - 20% orang yang menderita pneumonia pneumococcus telah mengalami bakteremia saat diagnosis pneumonia dibuat. Begitu bakteremia terjadi, Pneumococcus dapat menyebar ke tempat infeksi sekunder, (misalnya cairan serebrospina, valvula jantung, ruang sendi). Komplikasi utama pneumonia pneumococcus adalah meningitis, endokarditis, atau artritis septik. Proses infeksi pada kolera meliputi, pemakanan penetrasi lapisan mukosa pada permukaan intestinal.

Vibrio cholerae, penarikan Vibrio cholera, melekat pada

kemotaktik bakteri ke epitel usus, pergerakan bakteri dengan flagel pada ujungnya, dan permukaan sel epitel diperantarai oleh fili dan alat pelekat lain. Produksi toksin kolera mengakibatkan aliran klorida dan air ke dalam lumen usus, menyebabkan diare dan ketidakseimbangan elektrolit.

MEKANISME INFEKSI
MEKANISME INFEKSI Kuman ( apakah itu bakteri, virus, protozoa maupun jamur) mempunyai mekanisme dalam menyerang sel inangnya. Secara ringkas kuman tersebut bisa menginfeksi melalui 4 tahap yaitu: Adhesi (menempel)

Kolonisasi (berbiak) Penetrasi (masuk ke tubuh) Invasi (menyebar ke seluruh tubuh sambil berbiak) Sedangkan strategi mencegahnya dengan cara : Hindari terjadinya penempelan dengan cara membuat permukaan kulit dan selaput mukosa dalam keadaaan mulus dan meningkatkan kekebalan permukaaan (IgA) melalui program vaksinasi live melalui tetes mata, tetes hidung maupun tetes mulut. Disamping itu pemberian vitamin seperti vitamin A D E maupun C yang banyak berperan pada proses regenerasi sel kulit dan selaput lender dan juga berperan sebagai antioxidant dan peningkatan aktivitas sel Natural kill dan sel macrofage Kalau terjadi penempelan, maka yang harus ditingkatkan adalah aktivitas dan jumlah sel-sel fagosit dengan cara pemberian zat-zat yang bersifat immune booster. Penetrasi dan invasi bisa dicegah dengan cara meningkatkan antibodi (kekebalan humoral)di dalam darah melalui program vaksinasi kill dan peningkatan jumlah dan aktivitas sel fagosit dan sel-sel limfosit. Infeksi adalah kolonalisasi yang dilakukan oleh spesies asing terhadap organisme inang, dan bersifat pilang membahayakan inang. Organisme penginfeksi, atau patogen, menggunakan sarana yang dimiliki inang untuk dapat memperbanyak diri, yang pada akhirnya merugikan inang. Patogen mengganggu fungsi normal inang dan dapat berakibat pada luka kronik, gangrene, kehilangan organ tubuh, dan bahkan kematian. Respons inang terhadap infeksi disebut peradangan. Secara umum, patogen umumnya dikategorikan sebagai organisme mikroskopik, walaupun sebenarnya definisinya lebih luas, mencakup bakteri, parasit, fungi, virus, prion, dan viroid. Simbiosis antara parasit dan inang, di mana satu pihak diuntungkan dan satu pihak dirugikan, digolongkan sebagai parasitisme. Cabang kedokteran yang menitikberatkan infeksi dan patogen adalah cabang penyakit infeksi. Secara umum infeksi terbagi menjadi dua golongan besar: Infeksi yang terjadi karena terpapar oleh antigen dari luar tubuh Infeksi yang terjadi karena difusi cairan tubuh atau jaringan, seperti virus HIV, karena virus tersebut tidak dapat hidup di luar tubuh. Infeksi Awal Setelah menembus jaringan, patogen dapat berkembang pada di luar sel tubuh (ekstraselular) atau menggunakan sel tubuh sebagai inangnya (intraselular). Patogen intraselular lebih lanjut dapat diklasifikasikan lebih lanjut: patogen yang berkembang biak dengan bebas di dalam sel, seperti : virus dan beberapa bakteri (Chlamydia, Rickettsia, Listeria). patogen yang berkembang biak di dalam vesikel, seperti Mycobacteria. Jaringan yang tertembus dapat mengalami kerusakan oleh karena infeksi patogen, misalnya oleh eksotoksin yang disekresi pada permukaan sel, atau sekresi endotoksin yang memicu sekresi sitokina oleh makrofaga, dan mengakibatkan gejala-gejala lokal maupun sistemik. Terpuruknya mekanisme sistem kekebalan Pada tahapan umum sebuah infeksi, antigen selalu akan memicu sistem kekebalan turunan, dan kemudian sistem kekebalan tiruan pada saat akut. Tetapi lintasan infeksi tidak selalu demikian, sistem kekebalan dapat gagal memadamkan infeksi, karena terjadi fokus infeksi berupa: subversi sistem kekebalan oleh patogen kelainan bawaan yang disebabkan gen

tidak terkendalinya mekanisme sistem kekebalan Perambatan perkembangan patogen bergantung pada kemampuan replikasi di dalam inangnya dan kemudian menyebar ke dalam inang yang baru dengan proses infeksi. Untuk itu, patogen diharuskan untuk berkembangbiak tanpa memicu sistem kekebalan, atau dengan kata lain, patogen diharuskan untuk tidak menggerogoti inangnya terlalu cepat. Patogen yang dapat bertahan hanya patogen yang telah mengembangkan mekanisme untuk menghindari terpicunya sistem kekebalan. Variasi Sserotipe Salah satu cara yang digunakan patogen untuk menghindari sistem kekebalan adalah dengan mengubah struktur permukaan selnya. Banyak patogen ekstraselular mempunyai tipe antigenik yang sangat beragam. Salah satu contoh adalah streptococcus pneumoniae, penyebab pneumonia, yang mempunyai banyak tipe antigenik dan baru diketahui 84 macam. Setiap macam mempunyai stuktur pelapis polisakarida yang berbeda. Tipe-tipe tersebut dibedakan berdasarkan uji serologi, sehingga disebut juga serotipe. Infeksi yang dilakukan oleh satu serotipe tertentu dapat memicu sistem kekebalan tiruan terhadapnya, tetapi tidak terhadap infeksi ulang yang dilakukan oleh serotipe yang berbeda, oleh karena sistem kekebalan tiruan melihat satu serotipe sebagai satu jenis organisme yang berbeda. Infeksi akut berulang dari antigen yang sama dapat terjadi karena hal ini.
Mikroba patogen agar dapat menimbulkan penyakit infeksi harus bertemu dengan pejamu yang rentan, melalui dan menyelesaikan tahap-tahap sebagai berikut. a. Tahap I Mikroba patogen bergerak menuju tempat yang menguntungkan (pejamu/penderita) melalui mekanisme penyebaran (mode of transmission). Semua mekanisme penyebaran mikroba patogen tersebut dapat terjadi di rumah sakit, dengan ilustrasi sebagai berikut. 1. Penularan langsung Melalui droplet nuclei yang berasal dari petugas, keluarga/pengunjung, dan penderita lainnya. Kemungkinan lain melalui darah saat transfusi darah. 2. Penularan tidak langsung Seperti yang telah diuraikan , penularan tidak langsung dapat terjadi sebagai berikut. a) Vehicle-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui bendabenda mati (fotnite) seperti peralatan medis (instrument), bahan-bahan/material medis, atau peralatan makan/minum untuk penderita. Perhatikan pada berbagai tindakan invasif seperti pemasangan kateter, vena punctie, tindakan pembedahan (bedah minor, pembedahan di kamar bedah), proses dan tindakan medis obstetri/ginekologi, dan lain-lain. b) Vector-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen dengan perantara

vektor seperti lalat. Luka terbuka (open wound), jaringan nekrotis, luka bakar, dan gangren adalah kasus-kasus yang rentan dihinggapi lalat. c) Food-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui makanan dan minuman yang disajikan untuk penderita. Mikroba patogen dapat ikut menyertainya sehingga menimbulkan gejala dan keluhan gastrointestinal, baik ringan maupun berat. d) Water-borne, kemungkinan terjadinya penularan/penyebaran penyakit infeksi melalui air kecil sekali, mengingat tersedianya air bersih di rumah sakit sudah melalui uji baku mutu. e,) Air-borne, peluang terjadinya infeksi silang melalui media perantara ini cukup tinggi karena ruangan/bangsal yang relatif tertutup, secara teknis kurang baik ventilasi dan pencahayaannya. Kondisi ini dapat menjadi lebih buruk dengan jumlah penderita yang cukup banyak. Dari semua kemungkinan penyebaran/penularan penyakit infeksi yang telah diuraikan di atas, maka penyebab kasus infeksi nosokomial yang sering dilaporkan adalah tindakan invasif melalui penggunaan berbagai instrumen medis (vehicleborne). b. Tahap II Upaya berikutnya dari mikroba patogen adalah melakukan invasi ke jaringan/organ pejamu (penderita) dengan cara mencari akses masuk untuk masing-masing penyakit (port dentree) seperti adanya kerusakan/lesi kulit atau mukosa dari rongga hidung, rongga mulut, orificium urethrae, dan lain-lain. 1. Mikroba patogen masuk ke jaringan/organ melalui lesi kulit. Hal ini dapat terjadi sewaktu melakukan insisi bedah atau jarum suntik. Mikroba patogen yang dimaksud antara lain virus Hepatitis B (VHB). 2. Mikroba patogen masuk melalui kerusakan/lesi mukosa saluran urogenital karena tindakan invasif, seperti: a) tindakan kateterisasi, sistoskopi; b) pemeriksaan dan tindakan ginekologi (curretage); c) pertolongan persalinan per-vaginam patologis, baik dengan bantuan instrumen medis, maupun tanpa bantuan instrumen medis. 3. Dengan cara inhalasi, mikroba patogen masuk melalui rongga hidung menuju saluran napas. Partikel in feksiosa yang menular berada di udara dalam bentuk aerosol. Penularan langsung dapat terjadi melalui percikan ludah (droplet nuclei) apabila terdapat individu yang mengalami infeksi saluran napas melakukan ekshalasi paksa seperti batuk atau bersin. Dari penularan tidak langsung juga dapat

terjadi apabila udara dalam ruangan terkontaminasi. Lama kontak terpapar (time of exposure) antara sumber penularan dan penderita akan meningkatkan risiko penularan. Contoh: virus Influenza dan Al. tuberculosis. 4. Dengan cara ingesti, yaitu melalui mulut masuk ke dalam saluran cerna. Terjadi pada saat makan dan minum dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Contoh: Salmonella, Shigella, Vibrio, dan sebagainya. c. Tahap III Setelah memperoleh akses masuk, mikroba patogen segera melakukan invasi dan mencari jaringan yang sesuai (cocok). Selanjutnya melakukan multiplikasi/berkembang biak disertai dengan tindakan destruktif terhadap jaringan, walaupun ada upaya perlawanan dad pejamu. Sehingga terjadilah reaksi infeksi yang mengakibatkan perubahan morfologis dan gangguan fisiologis/ fungsi jaringan. Reaksi infeksi yang terjadi pada pejamu disebabkan oleh adanya sifat-sifat spesifik mikroba patogen. a. Infeksivitas kemampuan mikroba patogen untuk berinvasi yang merupakan langkah awal melakukan serangan ke pejamu melalui akses masuk yang tepat dan selanjutnya mencari jaringan yang cocok untuk melakukan multiplikasi. b. Virulensi Langkah mikroba patogen berikutnya adalah melakukan tindakan destruktif terhadap jaringan dengan menggunakan enzim perusaknya. Besar-kecilnya kerusakan jaringan atau cepat lambatnya kerusakan jaringan ditentukan oleh potensi virulensi mikroba patogen. c. Antigenitas Selain memiliki kemampuan destruktif, mikroba patogen juga memiliki kemampuan merangsang timbulnya mekanisme pertahanan tubuh pejamu melalui terbentuknya antibodi. Terbentuknya antibodi ini akan sangat berpengaruh terhadap reaksi infeksi selanjutnya. d. Toksigenitas Selain memiliki kemampuan destruktif melalui enzim perusaknya, beberapa jenis mikroba patogen dapat menghasilkan toksin yang sangat berpengaruh terhadap perjalanan penyakit. e. Patogenitas Sifat-sifat infeksivitas, virulensi, serta toksigenitas mikroba patogen pada satu sisi, dan sifat antigenitas mikroba patogen pada sisi yang lain, menghasilkan gabungan

sifat yang disebut patogenitas. Jadi sifat patogenitas mikroba patogen dapat dinilai sebagai deralat keganasan mikroba patogen atau respons pejamu terhadap masuknya kuman ke tubuh pejamu. Reaksi infeksi adalah proses yang terjadi pada pejamu sebagai akibat dari mikroba patogen mengimplementasikan ciri-ciri kehidupannya terhadap pejamu. Kerusakan jaringan maupun gangguan fungsi jaringan akan menimbulkan manifestasi klinis, yaitu manifestasi klinis yang bersifat sistemik dan manifestasi klinis yang bersifat khusus (organik). Manifestasi klinis sistemik berupa gejala (symptom) seperti domain, merasa lemah dan terasa tidak enak (malaise), nafsu makan menurun, mual, pusing, dan sebagainya. Sedangkan manifestasi klinis khusus akan memberikan gambaran klinik sesuai dengan organ yang terserang. Contoh: Bila organ paru terserang, maka akan muncul gambaran klinik seperti batuk,sesak napas,nyeri dada, gclisah, dan sebagainya. Bila organ alat pencernaan makanan terserang, maka akan muncul gambaran klinik seperti mual, muntah, kembung, kejang perut, dan sebagainya. Mikroba patogen yang telah bersarang pada jaringan/organ yang sakit akan terus berkembang biak, sehingga kerusakan dan gangguan fungsi organ semakin meluas. Demikian seterusnya, di mana pada suatu kesempatan, mikroba patogen ketuar dari tubuh pejamu (penderita) dan mencari pejamu baru dengan cara menumpang produk proses metabolisme tubuh atau produk proses penyakit dari pejamu yang sakit.

Latar Belakang
Tubuh kita sepanjang waktu terpapar dengan bakteri, virus, jamur, dan parasit, semuanya terjadi secara normal dan dalam berbagai tingkatan pada kulit, mulut, jalan napas, saluran cerna, membran yang melapisi mata, dan bahkan saluran kemih. Banyak dari agen infeksius ini mampu menyebabkan kelainan fungsi fisiologis yang serius atau bahkan kematian bila agen infeksius tersebut masuk ke jaringan yang lebih dalam. Tubuh manusia telah diciptakan dengan berbagai macam sistem yang berfungsi sebagai pertahanan tubuh. Selain itu juga terdapat respon-respon tubuh terhadap benda asing yang bersifat merugikan. Apabila terjadi cedera jaringan yang dikarenakan oleh bakteri, trauma, bahan kimia, panas, atau fenomena lainnya maka maka jaringan yang cedera itu akan melepaskan

berbagai zat yang menimbulkan perubahan sekunder yang sangat dramatis disekeliling jaringan yang tidak mengalami cedera.

Dewasa ini penyakit infeksi sudah merupakan penyakit dimana para sarjana Kedokteran telah mengembangkan, baik terapi maupun penelitian-penelitian tentang perkembangan, pencegahan dan pengobatan infeksi maupun penyakit-penyakit, yang berhubungan dengan infeksi.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang didapatkan dari pembelajaran ini antara lain: 1. Apa yang dimaksud dengan infeksi? 2. Bagaimana mekanisme terjadinya infeksi? 3. Apa saja jenis-jenis infeksi? 4. Apa definisi inflamasi? 5. Apa saja ciri-ciri inflamasi? 6. Apa penyebab terjadinya radang akut? 7. Bagaimana proses terjadinya peradangan? 8. Bagaimana proses pembentukan pus? 9. Apa saja efek yang berguna dan merugikan dari radang akut?

C. Tujuan
Tujuan-tujuan yang didapatkan antara lain: 1. Agar dapat mengetahui definisi infeksi dan radang 2. Agar dapat memahami penyebab terjadinya infeksi dan inflamasi 3. Agar mengetahui mekanisme terjadinya infeksi dan inflamasi 4. Agar mengetahui ciri-ciri inflamasi 5. Agar mengetahui proses pembentukan pus 6. Agar mengetahui efek-efek dari radang akut

D. Manfaat
Manfaat-manfaat yang diperoleh yaitu:

1. Mengetahui definisi infeksi dan radang 2. Memahami penyebab terjadinya infeksi dan inflamasi 3. Mengetahui mekanisme terjadinya infeksi dan inflamasi 4. Mengetahui ciri-ciri inflamasi 5. Mengetahui proses pembentukan pus 6. Mengetahui efek-efek dari radang akut

BAB II PEMBAHASAN
A. Tinjauan Pustaka
Pengertian Infeksi yaitu invasi dan pembiakan mikroorganisme di jaringan tubuh, secara klinis tidak tampak atau timbul cedera selular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intrasel, atau respon antigen-antibodi. (Dorland, 2002) Radang atau inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurunng (sekuester) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu. (Dorland, 2002) Infeksi Infeksi menembus permukaan kulit atau berasal dari dalam tubuh. Gambaran klinisnya tergantung pada: 1. Letaknya di dalam kulit 2. Sifat alami organisme 3. Sifat respon tubuh terhadap organisme Sebagian besar infeksi melalui jalan eksternal dengan menembus barier kulit yang dapat menyebabkan lesi kulit saat organisme menginfeksi tubuh lainnya dan menimbulkan bercakbercak kulit. Infeksi dapat disebabkan oleh berbagai macam organisme, seperti fungi, virus, bakteri, protozoa dan virus metazoa. Banyak organisme yang hidup atau bahkan tumbuh di dalam kulit tetapi tidak menimbulkan kerugian terhadap inang yang disebut komensal, atau apabila organisme ini mengkonsumsi bahan-bahan yang mati maka mereka disebut saprofit.

(Underwood, 1999) Mekanisme kerusakan jaringan yang diakibatkan organisme infeksius beraneka ragam, karena produk atau sekresi yang berbahaya dari bakteri-bakteri. Jadi, sel hospes menerima rangsangan bahan kimia yang mungkin bersifat toksik terhadap metabolisme atau terhadap keutuhan membran sel. Sebagai tambahan, sering timbul respon peradangan dari hospes yang dapat menyebabkan kerusakan kimiawi terhadap sel. Agen intraseluler misalnya virus sering menyebabkan ruptura sel yang terinfeksi. Selanjutnya terjadi kerusakan jaringan lokal. (Underwood, 1999) Infeksi kronik adalah infeksi yang virusnya secara kontinu dapat dideteksi, sering pada kadar rendah, gejala klinis dapat ringan atau tidak terlihat. Terjadi akibat sejumlah virus hewan, dan persistensi pada keadaan tertentu bergantung pada usia orang saat terinfeksi. Pada infeksi kronik oleh virus RNA, populasi virus sering mengalami banyak perubahan genetik dan antigenik. Infeksi laten adalah infeksi yang virusnya kebanyakan menetap dalam bentuk samar atau kriptik. Penyakit klinis dapat timbul serangan akut intermiten; virus infeksius dapat ditemukan selama timbulnya serangan tersebut. Infeksi subklinik (tidak tampak) adalah infeksi yang tidak memperlihatkan tanda jelas adanya infeksi. (Brooks, 2007) Radang Peradangan ditandai oleh: 1. Vasodilatasi pembuluh darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan 2. Peningkatan permeabilitas kapiler, memungkinkan kebocoran banyak sekali cairan ke dalam ruang intersisiel 3. Seringkali terjadi pembekuan cairan di dalam ruang intersisiel yang disebabkan oleh fibrinogen dan protein yang lainnya yang bocor dari kapiler dalam jumlah besar 4. Migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan 5. Pembengkakan sel jaringan (Guyton, 2007) Biasanya diklasifikasikan berdasarkan waktu kejadiannya, antara lain: 1. Radang akut

Yaitu reaksi jaringan yang segera dan hanya dalam waktu yang tidak lama 2. Radang kronis Yaitu reaksi jaringan selanjutnya yang diperlama mengikuti respon awal Penyebab utama radang akut adalah: Infeksi mikrobial Merupakan penyebab yang paling sering ditemukan. Virus menyebabkan kematian sel dengan cara multiplikasi intraseluler. Bakteri melepaskan endotoksin yang spesifik atau melepaskan endotoksin yang ada hubungannya dengan dinding sel. Di samping itu, beberapa macam organisme, melalui reaksi hipersensitivitas, dapat menyebabkan radang yang diperantarai imunologi. Reaksi hipersensitivitas Terjadi bila perubahan kondisi respon imunologi mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun yang akan merusak jaringan. Agen fisik Kerusakan jaringan yang terrjadi pada proses radang dapat melalui trauma fisik, ultraviolet atau radiasi ion, terbakar atau dingin yang berlebihan (fostbite). Bahan kimia iritan dan korosif Bahan kimiawi yang menyebabkan korosif (bahan oksidan, asam, basa) akan merusak jaringan, yang kemudian akan memprovokasi terjadinya proses radang. Di samping itu, agen penyebab infeksi dapat melepaskan bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi, dan langsung mengakibatkan radang.

Jaringan nekrosis Aliran darah yang tidak mencukupi akan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen dan makanan pada daerah bersangkutan, yang akan mengakibatkan terjadinya kematian jaringan. Kematian jaringan sendiri merupakan stimulus yang kuat untuk terjadinya infeksi. Pada tepi daerah infark sering memperlihatkan suatu respon radang akut. (Underwood, 1999) Proses peradangan

Salah satu efek pertama dari peradangan adalah pembatasan (wall of) area yang cedera dari sisa jaringan yang tidak mengalami radang. Ruang jaringan dan cairan limfatik di daerah yang meradang dihalangi oleh bekuan fibrinogen, sehingga untuk sementara waktu hampir tidak ada cairan yang melintasi ruangan. Proses pembatasan akan menunda penyebaran bakteri atau produk toksik. Dalam waktu beberapa menit setelah peradangan dimulai, makrofag telah ada di dalam jaringan dan segera memulai kerja fagositiknya. Bila diaktifkan oleh produk infeksi dan peradangan, efek yang mula-mula terjadi adalah pembengkakan setiap sel-sel ini dengan cepat. Selanjutnya, banyak makrofag yang sebelumnya terikat kemudian lepas dari perlekatannya dan menjauh mobil, membentuk lini pertama pertahanan tubuh terhadap infeksi selama beberapa jam pertama. Dalam beberapa jam setelah peradangan dimulai, sejumlah besar netrofil dari darah mulai menginvasi daerah yang meradang. Hal ini disebabkan oleh produk yang berasal dari jaringan yang meradang akan memicu reaksi berikut: 1. 2. Produk tersebut mengubah permukaan bagian dalam endotel kapiler, menyebabkan netrofil melekat pada dinding kapiler di area yang meradang. Efek ini disebut marginasi. Produk ini menyebabkan longgarnya perlekatan interseluler antara sel endotel kapiler dan sel endotel vanula kecil sehingga terbuka cukup lebar, dan memungkinkan netrofil untuk melewatinya dengan cara diapedesis langsung dari darah ke dalam ruang jaringan. 3. Produk peradangan lainnya akan menyebabkan kemotaksis netrofil menuju jaringan yang cedera. Jadi, dalam waktu beberapa jam setelah dimulainya kerusakan jaringan, tempat tersebut akan diisi oleh netrofil. Karena netrofil darah telah berbentuk sel matur, maka sel-sel tersebut sudah siap untuk segera memulai fungsinya untuk membunuh bakteri dan menyingkirkan bahan-bahan asing. Dalam waktu beberapa jam sesudah dimulainya radang akkut yang berat, jumlah netrofil di dalam darah kadang-kadang menigkat sebanyak 4-5 kali lipat menjadi 15.000-25.000 netrofil per mikroliter. Keadaan ini disebut netrofilia. Netrofilia disebabkan oleh produk peradangan yang memasuki aliran darah, kemudian diangkut ke sumsum tulang, dan disitu bekerja pada netrofil yang tersimpan dalam semsum untuk menggerakkan netrofil-netrofil ini ke sirkulasi darah. Hal ini membuat lebih banyak lagi netrofil yang tersedia di area jaringan yanng meradang.

Bersama dengan invasi netrofil, monosit dari darah akan memasuki jaringan yang meradang dan membesar menjadi makrofag. Setelah menginvasi jaringan yang meradang, monosit masih merupakan sel imatur, dan memerlukan waktu 8 jam atau lebih untuk membengkak ke ukuran yang jauh lebih besar dan membentuk lisosom dalam jumlah yang sangat banyak, barulah kemudian mencapai kapasitas penuh sebagai makrofag jaringan untuk proses fagositosis. Ternyata setelah beberapa hari hingga minggu, makrofag akhirnya datang dan mendominasi selsel fagositik di area yang meradang, karena produksi monosit baru yang sangat meningkat dalam sumsum tulang. Pertahanan tubuh yang keempat adalah peningkatan hebat produksi granulosit dan monosit oleh sumsum tulang. Hal ini disebabkan oleh perangsangan sel-sel progenitor granulositik dan monositik di sumsum. Namun hal tersebut memerlukan waktu 3-4 hari sebelum granulosit dan monosit yang baru terbentuk ini mencapai tahap meninggalkan sumsum tulang. (Guyton, 2007) Pembentukan pus Bila netrofil dan makrofag menelan sejumlah besar bakteri dan jaringan nekrotik, pada dasarnya semua netrofil dan sebagian besar makrofag akhirnya akan mati. Sesudah beberapa hari, di dalam jaringan yang meradang akan terbentuk rongga yang mengandung berbagai bagian jaringan nekrotik, netrofil mati, makrofag mati, dan cairan jaringan. Campuran seperti ini biasanya disebut pus. Setelah proses infeksi dapat ditekan, sel-sel mati dan jaringan nekrotik yang terdapat dalam pus secara bertahap akan mengalami autokatalisis dalam waktu beberapa hari, dan kemudian produk akhirnya akan diabsorpsi ke dalam jaringan sekitar dan cairan limfe hingga sebagian besar tanda kerusakan jaringan telah hilang. (Guyton, 2007) Efek radang akut Cairan dan eksudat seluler, keduanya dapat mempunyai efek yang berguna. Manfaat cairan eksudat adalah sebagai berikut: Mengencerkan toksin Pengenceran toksin yang diproduksi oleh bakteria akan memungkinkan pembuangannya melalui saluran limfatik Masuknya antibodi Akibat naiknya permeabilitas vaskuler, memugkinkan antibodi masuk ke dalam rongga ekstravaskuler. Antibodi dapat mengakibatkan lisisnya mikro-organisme dengan

mengikutsertakan komplemen, atau mengakibat-kan fagositosis melalui opsonisasi. Antibodi juga penting untuk menetralisir toksin. Transpor obat Seperti antibiotik ke tempat bakteri berkembang biak. Pembentukan fibrin Dari eksudat fibrinogen dapat menghalangi gerakan mikro-organsme, menangkapnya dan memberikan fasilitas terjadinya fagositosis.

Mengirim nutrisi dan oksigen Yang sangat penting untuk sel seperti neutrofil yang mempunyai aktivitas metabolisme yang tinggi, yang dibantu dengan menaikkan aliran cairan melalui daerah tersebut

Merangsang respon imun Dengan cara menyalurkan cairan eksudat ke dalam saluran limfatik yang memungkinkan partikel dari larutan antigen mencapai limfonodus regionalnya, dimana partikel dapat merangsang respon imun. Pembebasan enzim-enzim lisosom oleh sel radang dapat pula mempunyai efek yang merugikan, yaitu:

Mencerna jaringan normal Enzim-enzim seperti kolagenase, protease dapat mencerna jaringan normal, yang menyebabkan kerusakan. Kondisi ini mungkin terutama sebagai hasil kerusakan vaskuler, misalnya pada reaksi hipersensitivitas tipe III.

Pembengkakan Pembengkakan jaringan yang mengalami radang akut dapat merugikan. Pembengkakan karena radang akan berbahaya apabila terjadi di dalam ruang yang tertutup seperti rongga kepala.

Respon radang yang tidak sesuai Kadang-kadang respon radang akut tampak tidak sesuai, seperti yang terjadi pada reaksi hipersensitivitas tipe I, dimana antigen di sekitarnya berkemampuan menyebabkan reaksi yang tidak mengancam dan merugikan individu. Pada respon radang karena alergi mungkin dapat mengancam hidupnya, misalnya asma ekstrinsik.

B. Analisis Skenario
Akibat cedera Warna kemerahan (rubor) Diakibatkan oleh adanya dilatasi pembuluh darah kecil dalam daerah yang mengalami kerusakan. Panas (kalor) Peningkatan suhu hanya tampak pada bagian perifer tubuh (kulit). Peningkatan suhu ini diakibatkan karena meningkatnya aliran darah sehingga sistem vaskuler dilatasi dan mengalirkan darah yang hangat pada daerah tersebut. Bengkak (tumor) Pembengkakan sebagai hasil adanya edema dan kelompok sel radang dalam jumlah sedikit yang masuk ke dalam daerah tersebut. Nyeri (dolor) Rasa nyeri diakibatkan oleh regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan terutama karena tekanan pus di dalam rongga abses. Demam Demam merupakan manifestasi sistemik yang paling sering terjadi pada respon radang dan merupakan gejala utama penyakit infeksi. Dalam kasus, Amir terkena demam setelah 3 hari, hal itu dapat terjadi dikarenakan selama 3 hari tersebut terjadi infeksi pada luka yang dialaminya. Tubuh memerlukan rentan waktu untuk melawan masuknya mikroorganisme patogen yang dinamakan masa inkubasi. Zat-zat yang dapat menimbulkan demam, yaitu: Endotoksin bakteri gram negatif Sitokin yang dilepaskan dari sel-sel limfoid Mekanisme demam antara lain: Aktivator (mikroba, toksin, kompleks antigen-antibodi, proses radang; dll) menginduksi fagosit MN dan sel lain melepaskan interleukin-1 pusat pengatur suhu (hipotalamus) melalui darah respon fisiologik demam Vulnus excoriatum

Vulnus Amir tidak berbau karena tidak adanya pembusukan protein. Berbau atau tidaknya luka dipengaruhi oleh bakteri piogenik yang dapat mengeluarkan gas. Selain itu bakteri piogenik juga menimbulkan pus dan menyebabkan pus berwarna kehijauan. Komposisi vulnus yaitu: 1. Fibrin 2. Darah 3. Jaringan nekrosis 4. Dll Penanganan luka Prinsipnya adalah pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka kotor maka perlu diberikan antibiotik. Tindakan penanganan luka harus dilakukan sesuai teknik aseptik (steril). 1. Bersihkan tepi luka menggunakan alkohol 2. Lanjutkan dengan pemakaian desinfektan seperti betadine pada luka 3. Balut luka agar tidak terjadi infeksi lebih lanjut Pemeriksaan mikroskopis dan kultur kuman Tujuannya adalah memberikan indikasi awal dan penting berkenaan dengan sifat organisme penginfeksi sehingga membantu pemilihan obat antimikroba. Kultur kuman yaitu pemiaraan kuman, sehingga sewaktu-waktu perlu, kuman atau bakteri itu selalu tersedia. Jika mengambil bahan dari salah satu koloni, kemudian bahan itu ditanam pada medium baru yang steril, maka bahan itu akan tumbuh menjadi koloni yang murni asalkan pekerjaan pemindahan itu dilakukan dengan cermat menurut teknik aseptik. Pengambilan sampel jaringan Eksudat yang terkumpul harus diaspirasi dengan teknik aseptik. Jika materi secara jelas terlihat purulen, apusan dan biakan dibuat secara langsung. Jika cairan jernih, dapat disentrifugasi pada kecepatan tinggi selama 10 menit dan sedimen digunakan untuk apusan selama 10 menit dan sedimen digunakan untuk apusan dan biakan yang diwarnai. Metode biakan yang digunakan harus cocok untuk pertumbuhan organisme yang dicurigai berdasarkan gejala dan tanda klinis demikian juga bakteri pirogen yang sering ditemukan. Presentase sel PMN dalam darah Total jumlah sel darah putih pada orang dewasa adalah 7000 sel/mikroliter.

Netrofil Eosinofil Basofil

: 62,0% : 2,3 % : 0,4%

Monosit Limfosit

: 5,3% : 30,0 %

(Guyton, 2007) Perbedaan radang akut dan kronis Radang akut Respon terhadap gangguan bersifat cepat dan langsung Terjadi 2-3 hari Jumlah sel darah putih (PMN) meningkat Hitungan dalam minggu-bulan Terdapat sel MN Radang kronis Respon bersifat lama

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Infeksi merupakan proses invasi mikroba atau parasit ke dalam jaringan yang mengakibatkan perubahan setempat dan sistemik di dalam tubuh. Sedangkan radang adalah reaksi jaringan terhadap cedera, secara khas terdiri dari respon vaskular dan seluler, yang secara bersama berusaha menghancurkan substansi yang dikenal sebagai benda asing dalam tubuh. Adapun tanda pokok radang akut yaitu nyeri (dolor), kemerahan (rubor), panas (kalor), bengkak (tumor), dan gangguan fungsi (functiolaesa).

B. Saran
1. Jika terjadi luka lecet, maka segera bersihkan luka tersebut agar tidak terjadi infeksi 2. Untuk luka yang sudah lama dan mengeluarkan eksudat dan pus maka luka perlu dikompres untuk mengeluarkan cairan abnormal tersebut 3. Usahakan untuk selalu menjaga ketahanan tubuh melalui makanan yang bergizi seimbang

4.

Segera periksakan ke pihak kesehatan jika ada reaksi infeksi atau peradangan yang semakin memburuk

You might also like