You are on page 1of 16

g.

1)

Pemeriksaan fisik Status Kesehatan Umum

Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien. 2) Sistem Respirasi

Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan pasien biasanya dyspneu. Fremitus tokal menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung. Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79). h. Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan medis dan laboratorium 1. Pemeriksaan Radiologi

Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan kostofrenikus. Pada effusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari 300 cc, frenicocostalis tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral dekubitus) ini akan memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit (Hood Alsagaff, 1990, 786-787). 2. Biopsi Pleura

Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura dengan melalui biopsi jalur percutaneus. Biopsi ini digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor pleura) (Soeparman, 1990, 788). i. Pemeriksaan Laboratorium

Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain : a. Pemeriksaan Biokimia

Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :

Transudat

Eksudat <3 < 0,5 >3 > 0,5

Kadar protein dalam effusi 9/dl Kadar protein dalam effusi Kadar protein dalam serum Kadar LDH dalam effusi (1-U) Kadar LDH dalam effusi Kadar LDH dalam serum Berat jenis cairan effusi Rivalta

< 200 < 0,6

> 200 > 0,6

< 1,016 Negatif

> 1,016 Positif

Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga cairan pleura : Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).

b. -

Analisa cairan pleura Transudat Eksudat Hilothorax Empiema Empiema anaerob Mesotelioma : jernih, kekuningan : kuning, kuning-kehijauan : putih seperti susu : kental dan keruh : berbau busuk : sangat kental dan berdarah

c.

Perhitungan sel dan sitologi

Leukosit 25.000 (mm3):empiema Banyak Netrofil Banyak Limfosit : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru : tuberculosis, limfoma, keganasan.

Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan tampak kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni. Bila erytrosit > 100000 (mm3 menunjukkan infark paru, trauma dada dan keganasan. Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.

Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat mekanisme obstruksi, preamonitas atau atelektasis (Alsagaff Hood, 1995 : 147,148)

d.

Bakteriologis

Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 % (Soeparman, 1998: 788).

Analisa Data Setelah semua data dikumpulkan, kemudian dikelompokkan dan dianalisa sehingga dapat ditemukan adanya masalah yang muncul pada penderita effusi pleura. Selanjutnya masalah tersebut dirumuskan dalam diagnosa keperawatan.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan efusi pleura antara lain : Diagnosa keperawatan pre-op 1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan perubahan membran alveolar-kapiler.

3.

Nyeri dada berhubungan dengan peradangan pada rongga pleura.

4. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh secara mendadak ditandai dengan demam. 5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen. 6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan kelelahan/kelemahan. 7. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan 8. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, patofisiologis efusi pleural, aturan pengobatan sehubungan dengan kurang terpajang informasi.

Diagnosa keperawatan post-op 1. 2. 3. Nyeri berhubungan dengan faktor-fakor fisik (pemasangan water seat drainase (WSD)) Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan WSD dan terapi torakosintesis. Ansietas berhubungan dengan pemasangan WSD dan terapi torakosintesis.

3. PERENCANAAN Menyusun prioritas : Diagnosa keperawatan pre-op 1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura 2. 3. Gangguan pertukaran gas berhubungan perubahan membran alveolar-kapiler. Nyeri dada berhubungan dengan peradangan pada rongga pleura.

4. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh secara mendadak ditandai dengan demam. 5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen.

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan kelelahan/kelemahan.

Diagnosa keperawatan post-op 1. 2. 3. Nyeri berhubungan dengan faktor-fakor fisik (pemasangan water seat drainase (WSD)) Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan WSD dan terapi torakosintesis. Ansietas berhubungan dengan pemasangan WSD dan terapi torakosintesis.

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, dibuat rencana tindakan untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah klien.(Budianna Keliat, 1994, 16)

Pre-op 1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan mempertahankan fungsi paru secara normal Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal. Pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan. Bunyi nafas terdengar jelas. selama 3x24 jam diharapkan pasien mampu

Intervensi :

a.

Identifikasi faktor penyebab.

Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat. b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.

Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.

c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 90 derajat. Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal. d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).

Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru. e. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.

Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru. f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.

Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif. g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax.

Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan perubahan membran alveolar- kapiler. Tujuan : Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pertukaran gas dalam alveoli adekuat.

Kriteria hasil: Akral hangat Tidak ada tanda sianosis Tidak ada hipoksia jaringan Saturasi oksigen perifer 90% Tidak ada gejala disstres pernafasan

Intervensi :

a.

Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas.

Rasional : Manifestasi distress pernafasan tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum. b. Awasi frekuensi jantung/irama

Rasional : Takikardi biasanya ada sebagai akibat demam tetapi dapat sebagai respons terhadap hipoksemia. c. Observasi warna kulit, membrane mukosa, dan kuku, cacat adanya sianosis ferifer (kuku) atau sianosis sentral (sirkumoral). Rasional : Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau rsepon tubuh terhadap demam/menggigil. Namun sianosis daun telinga, membrane mukosa, dan kulit sekitar mulut (membrane hangat) menunjukkan hipoksemia sistemik. d. Kaji status mental

Rasional : Gelisah, mudah terangsang, bingung, dan somnolen dapat menunjukkan hipoksemia/penurunan oksigenasi serebral.

e. Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam dan menggigil. Rasional : Demam tinggi (umumnya pada pneumonia bacterial dan influenza) sangat meningkatkan kebutuhan metabolic dan kebutuhan oksigen dan menggagu oksigenasi metabolic. f. Observasi penyimpangan kondisi, cacat hipotensi, banyaknya jumlah sputum merah muda/berdarah, pucat, sianosis, perubahan tingkat kesadran, dipsnea berat, gelisah. Rasional : Syok dan edema paru adalah penyebab umum kematian pada pneumonia dan membutuhkan intervensi medic segera.

Kolaborasi a. Berikan terapi oksigen dengan benar.

Rasional : Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 diatas 60 mmHg. Oksigen diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pasien. b. Awasi Analisa Gas Darah, nadi oksimetri.

Rasional : Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi paru.

3. Nyeri dada berhubungan dengan peradangan pada rongga pleura. Tujuan : Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri dada klien hilang. Kriteria hasil : Pasien mengatakan nyeri berkurang , hilang, atau dapat dikontrol serta tampak rileks.

Intervensi : a. Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada tersebut Rasional : Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri. b. Bantu klien melakukan tehnik relaksasi Rasional : Membantu mengurangi rasa nyeri. c. Berikan analgetik sesuai indikasi Rasional : Untuk mengurangi/menghilangkan rasa nyeri.

4. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh secara mendadak ditandai dengan demam. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi peningkatan suhu tubuh. Kriteria hasil : Hipertermi/peningkatan suhu tubuh dapat teratasi dengan proses infeksi hilang. Intervensi : Mandiri a. Observasi tanda-tanda vital.

Rasional : Dengan mengobservasi tanda-tanda vital klien perawat dapat mengetahui keadaan umum klien, serta dapat memantau suhu tubuh klien. b. Pemberian kompres hangat pada pasien

Rasional : Dengan pemberian kompres hangat dapat menurunkan demam pasieen.

c.

Berikan minum per oral

Rasional : Klien dengan hipertermi akan memproduksi keringat yang berlebih yang dapat mengakibatkan tubuh kehilangan cairan yang banyak, sehingga dengan memberikan minum peroral dapat menggantikan cairan yang hilang serta menurunkan suhu tubuh. d. Ganti pakaian yang basah oleh keringat

Rasional : Klien dengan hipertermi akan mengalami produksi keringat yang berlebihan sehingga menyebabkan pakaian basah. Pakaian basah diganti untuk mencegah pasien kedinginan dan untuk menjaga kebersihan serta mencegah perkembangan jamur dan bakteri.

Kolaborasi :

a.

Berikan obat penurun panas, misalnya antipiretik.

Rasional : Obat tersebut digunakan untuk menurunkan demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus. b. Berikan selimut pendingin

Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5-400C pada waktu terjadi kerusakan/gangguan pada otak.

5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi Kriteria Hasil : Menunjukkan peningkatan berat badan.

Intervensi : a. Timbang berat badan sesuai indikasi Rasional: Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi. b. Hindari makanan penghasil gas dan minuman berkarbonat Rasional : Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen dan gerakan disfragma, dan dapat meningkatkan dispnea. c. Berikan makan porsi kecil tapi sering. Rasional : Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.

d. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi. Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh. e. Auskultasi suara bising usus. Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan pada fungsi pencernaan. f. Sajikan makanan semenarik mungkin. Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan kelelahan/kelemahan. Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien dapat melakukan aktivitas dengan baik

Kriteria hasil : Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya dipsnea dan kelemahan berlebihan Tanda-tanda vital dalam rentang normal.

Intervensi : a. Evaluasi respon klien terhadap aktivitas. Catat laporan dipsnea, peningkatan kelemahan/ kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan sesudah aktivitas. Rasional : Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi. b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi. Dorong pengguanaa manajemen stress dan pengalih yang tepat. Rasional : Menentukan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.

c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat. Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas ditentukan dengan respon individual pasien terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan pernafasan. d. Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istiraha dan/ tidur.

Rasional : Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi, atau menunduk ke depan meja dan bantal. e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan. Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan kebutuhan oksigen. Post-op 1. Nyeri berhubungan dengan faktor-fakor fisik (pemasangan water seat drainase (WSD) Tujuan : Setelah diberi askep 3 x 24 jam diharapkan nyeri hilang . Kriteria hasil : Pasien mengatakan nyeri berkurang , hilang, atau dapat dikontrol serta tampak rileks dan tidur/istirahat dengan baik. Intervensi : a. Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri, misalnya terusmenerus,sakit, menusuk, terbakar. Buat rentang ibtensitas pada skala 0-10. Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala nyeri. Penggunan skala nyeri dapat membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi keefektifan analdesik, meningkatkan control nyeri. b. Kaji pernyataan verbal dan nonverbal nyeri pasien.

Rasional: Kesesuaian antara petunjuk verbal/nonverbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri. c. Evaluasi keefektifan pemberian obat. Dorong pemakaian obat dengan benar untuk mengontrol nyeri;ganti obat atau waktu sesuai ketepatan. Rasional : Persepsi nyeri dan hilangnya nyeri adalah subjektif dan pengontrolan nyeri yang terbaik merupakan keleluasaan pasien. Boila pasien tidak mampu memberi masukan, perawat harus mengobservasi tanda fisiologis dan psikologis nyeri dan memberilan obat berdasarkan aturan.

2. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan WSD dan terapi torakosintesis. Tujuan : Setelah diberi askep 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi/ adanya gejala gejala infeksi.

Kriteria hasil : Tidak terjadi infeksi. Intervensi : a. Amankan selang dada untuk membatasi gerakan dan menghindari iritasi Rasional : Manghindari infeksi b.Dorong teknik mencuci tangan dengan baik Rasional : Mencegah infeksi nosokomial saat pemasangan WSD

3. Ansietas berhubungan dengan pemasangan WSD dan terapi torakosintesis.

Tujuan: Setelah diberi askep 2 x 24 jam diharapkan pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan. Kriteria hasil : Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan keadaannya. Intervensi : a. Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasienJelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya. Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak kerjasama dalam perawatan. b. Bantu dalam menggala sumber koping yang ada. Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktifsangat bermanfaat dalam mengatasi stress. c. Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik d. Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas. Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan. e. Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.

Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.

4.

EVALUASI

Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk, 1989). Pre-op

1. Tercapainya ketidakefektifan pola pernafasan (pola nafas normal), tidak adanya penumpukkan cairan dalam rongga pleura, sianosis tidak ada dan tidak ada gejala hipoksia dan tidak adanya sesak. 2. Tercapai ventilasi yang adekuat dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tidak adanya gejala disstres pernapasan. 3. 4. 5. Tidak adanya nyeri. Hipertermi dapat teratasi, demam tidak ada. Kebutuhan nutrisi sesuai dengan kebutuhan tubuh.

6. Menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas, mendemonstrasikan penurunan tanda fisiologis intoleransi, dapat melakukan aktivitas dengan baik, tak adanya dipsnea dan kelemahan berlebihan.

Post-op 1. 2. 3. Tidak adanya nyeri. Infeksi tidak terjadi Ansietas dapat teratasi, tidak gelisah.

DAFTAR PUSTAKA

Wong and Whaley. ( 1995 ). Clinical Manual of Pediatric Nursing. Philadelphia: Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Purnawan J. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius. FKUI.1982. Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta. EGC. 1995.

Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta, EGC, 1997.

You might also like