You are on page 1of 26

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Sebagian besar masalah bayi baru lahir berasal dari ketidakmampuan mereka menyatakan kebutuhan dan keinginan mereka dalam bentuk yang dapat dipahami orang lain dan ketidakmampuan mereka memahami kata dan isyarat yang digunakan orang lain Ketidakberdayaan ini berkurang dengan cepat pada awal tahun kehidupan, pada waktu anak dapat mengendalikan otot yang diperlukan untuk mekanisme komunikasi.1,2 Kemampuan berbicara merupakan hal yang penting dalam kehidupan anak, yakni kebutuhan untuk menjadi bagian dari kelompok sosial. Walaupun dengan cara lain anak mungkin bisa berkomunikasi dengan anggota kelompok sosial, sebelum mereka mampu berbicara dengan anggota kelompok tersebutl. Seperti perkembangan dalam bidang lainnya, tahun-tahun awal kehidupan sangat penting bagi perkembangan bicara anak, dimana dasar untuk perkembangan bicara berada dalam masa tersebut.1,3 Gangguan bicara merupakan salah satu masalah yang sering ditemukan pada anak. Menurut NCHS, berdasarkan laporan orang tua(diluar gangguan pendengaran serta palatoskisis), terdapat 0.9% kejadian pada anak dibawah umur 5 tahun dan 1.94% pada anak usia sekolah, dimana angka kejadianya 3.8 kali lebih tinggi dibandingkan hasil wawancara. Berdasarkan hal ini, diperkirakan gangguan bicara dan bahasa pada anak adalah sekitar 4-5%.4 Deteksi dini perlu ditegakkan, agar penyebab dari gangguan bicara dapat segera dicari, sehingga pengobatan serta pemulihannya dapat dilakukan sedini mungkin. Contohnya, pada seorang anak dengan tuli konduksi tetapi cerdas yang terlambat mendapat alat bantu pendengaran dan terapi wicara, serta tidak diberi kesempatan mengembangkan sistem komunikasi non verbal pada dirinya sendiri sebelum usia 3 tahun, maka kesempatan untuk mengajarinya supaya bisa berbicara yang dapat dimengerti, jelas dan terang telah hilang.4 Pengertian anak menurut UU No. 4 pasal 1 ( 2 ) tahun 1979, tentang kesejahteraan anak, anak adalah seorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin.

Menurut UU No. 23 pasal 1 ( 1 ) tahun 2002, tentang perlindungan anak, anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang ada dalam kandungan.

1.2 Tujuan Penulisan Untuk mengetahui patogenesis, diagnosis, deteksi dini, dan intervensi gangguan bicara pada anak.

1.3 Batasan Masalah Referat ini membahas tentang patogenesis, diagnosis, deteksi dini, dan intervensi gangguan bicara pada anak.

1.4 Metode Penulisan Metode yang dipakai adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk kepada berbagai literatur.

1.5 Manfaat Penulisan Referat ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan pengetahuan tentang patogenesis, diagnosis, deteksi dini, dan intervensi gangguan bicara pada anak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Bicara dan bahasa merupakan dua istilah yang berbeda, yang mana penggunaan istilah ini terkadang sering kali dipertukarkan. Bahasa mencakup setiap sarana komunikasi dengan menyimpulkan pikiran dan perasaan untuk menyampaikan maksud kepada orang lain, termasuk di dalamnya perbedaan bentuk komunikasi yang luas seperti : tulisan, bicara, bahasa, simbol, ekspresi muka, isyarat, pantomim, dan seni.1 Bicara adalah bentuk bahasa yang menggunakkan artikulasi atau kata untuk menyampaikan maksud. Karena bicara merupakan bentuk komunikasi yang paling efektif, Masalah maka penggunanya bicara pun juga paling luas bahasa
2

dan

paling

penting.1 sebenarnya

dan

berbeda tetapi kedua masalah ini sering kali tumpang tindih.

Gangguan bicara adalah gangguan yang berhubungan dengan intensitas dan penekanan bunyi dengan kesulitan menghasilkan bunyi yang spesifik untuk bicara atau gangguan dalam kualitas suara. Gangguan perkembangan ini berhubungan erat dengan umur, jenis kelamin, dan latar belakang budaya.5 Gangguan bicara terdiri dari masalah artikulasi, masalah suara (resonance disorders), masalah kelancaran berbicara (fluency), dan afasia (kesulitan

dalam menggunakan kata-kata, biasanya akibat cedera otak). Masalah artikulasi mencakup kesulitan memproduksi suara atau mengucapkan kata yang salah. Masalah kelancaran bicara mencakup masalah gagap (stuttering) yang merupakan kondisi dimana kelancaran bicara terganggu akibat abnormal stoppages, pengulangan (st-st-stuttering), atau suara prolong (ssssstuttering). Sedangkan masalah resonansi mencakup masalah nada, volume, atau kualitas suara anak.4 Gangguan perkembangan artikulasi meliputi kegagalan mengucapkan satu huruf sampai beberapa huruf. Sering terjadi penghilangan atau penggantian bunyi huruf itu sehingga menimbulkan kesan bahwa bicaranya seperti anak kecil. Selain itu juga dapat berupa gangguan dalam nada, volume atau kualitas suara.7 3

Afasia yaitu kehilangan kemampuan untuk membentuk kata-kata atau kehilangan kemampuan untuk menangkap arti kata-kata sehingga pembicaraan tidak dapat

berlangsung dengan baik. Anak-anak dengan afasia diduga memiliki riwayat perkembangan bahasa awal yang normal, dan onset terjadi setelah trauma kepala atau gangguan neurologis lain (sebagai contohnya kejang),7,8,9 Gagap adalah gangguan kelancaran atau abnormalitas dalam kecepatan atau irama bicara. Terdapat pengulangan suara, suku kata atau kata, atau suatu bloking yang spasmodik, biasa terjadi spasme tonik dari otot-otot bicara seperti lidah, bibir, dan laring dan dipengaruhi oleh adanya riwayat gagap dalam keluarga. Selain itu, gagap juga dapat disebabkan oleh tekanan dari orang tua agar anak bicara dengan jelas, gangguan lateralisasi, rasa tidak aman, dan kepribadian anak.7,8,10 Dalam mengatasi masalah gangguan bicara diperlukan stimulasi, yaitu kegiatan merangsang kemampuan dasar anak agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan terus menerus pada setiap kesempatan yang dapat dilakukan oleh ibu, ayah, pengasuh, maupun orang-orang terdekat dalam kehidupan menyebabkan gangguan yang menetap.4 sehari-hari. Kurangnya stimulasi dapat

2.2 Epidemiologi

Perkembangan normal bicara dan bahasa dapat diprediksi dengan kemampuan anak untuk mendengar, melihat, mengolah, dan mengingat.2 Gangguan bicara dan bahasa merupakan gangguan perkembangan yang banyak ditemukan pada anak usia 3-16 tahun. Prevalensi dari gangguan ini berkisar antara 1-32% yang dipengaruhi oleh umur saat ditemukan dan metode diagnosis yang digunakan.5 Gangguan bicara dan bahasa dialami oleh 8% anak usia prasekolah. Gangguan keterlambatan bicara terjadi sebanyak 20% pada anak umur 2 tahun dan 19% pada anak umur 5 tahun. Gagap terjadi 4-5% pada usia 3-5 tahun dan 1% pada usia remaja. Lakilaki memiliki gangguan bicara dan bahasa hampir dua kali lebih banyak daripada wanita.2

2.3 Fisiologi bicara

Terdapat dua aspek dalam proses terjadinya bicara, yaitu aspek sensorik(input bahasa) dan motorik(output bahasa). Aspek sensorik meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba yang berfungsi untuk memahami apa yang didengar, dilihat, dan dirasa. Aspek motorik melibatkan vokalisasi dan pengaturannya.11 Otak memiliki tiga pusat yang mengatur mekanisme berbahasa, dua pusat bersifat reseptif yang mengurus penangkapan bahasa lisan dan tulisan serta, satu pusat lainnya bersifat ekspresif yang mengurus pelaksanaan bahasa lisan dan tulisan. Ketiganya berada di hemisfer dominan dari otak atau system susunan saraf pusat. Kedua pusat bahasa reseptif tersebut adalah area 41 dan 42 disebut area Wernicke, merupakan pusat persepsi auditoro-leksik yaitu mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang berkaitan dengan bahasa lisan (verbal). Area 39 Broadman adalah pusat persepsi visuo-leksik yang mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang bersangkutan dengan bahasa tulis. Sedangkan area Broca adalah pusat bahasa ekspresif. Ketiga pusat tersebut berhubungan satu sama lain melalui serabut asosiasi.4,11 Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang ditimbulkan akan masuk melalui lubang telinga luar kemudian menimbulkan getaran pada membrane timpani. Dari sini rangsangan diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam telinga tengah ke telinga bagian dalam. Di telinga bagian dalam terdapat reseptor sensoris untuk pendengaran yang disebut koklea. Saat gelombang suara mencapai koklea maka impuls ini diteruskan oleh saraf VIII ke area pendengaran primer di otak diteruskan ke area Wernicke. Kemudian jawaban diformulasikan dan disalurkan dalam bentuk artikulasi, diteruskan ke area motorik di otak yang mengontrol gerakan bicara. Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh vibrasi dari pita suara yang dibantu oleh aliran udara dari paru-paru sedangkan bunyi dibentuk oleh gerakan bibir, lidah dan palatum (langit-langit). Jadi untuk proses bicara diperlukan koordinasi system saraf motoris dan sensoris dimana organ pendengaran sangat penting.2,3,11 Untuk dapat mengucapkan kata-kata sebaik-baiknya, sehingga bahasa yang didengar dapat ditangkap dengan jelas dan setiap suku kata dapat terdengar secara terinci, maka, mulut, lidah, bibir, palatum mole dan pita suara, serta otot-otot pernafasan harus 5

melakukan gerakan sempurna. Bila ada salah satu gerakan tersebut diatas terganggu, timbullah cara berbahasa yang kurang jelas ada kata-kata yang seolah-olah ditelan terutama pada akhir kalimat.12

2.4 Tahap perkembangan bicara Tahap perkembangan bicara dan bahasa pada anak normal tampak pada table berikut:4 Umur (bulan) 1 Bahasa reseptif (bahasa pasif) Kegiatan anak terhenti akibat suara Bahasa ekspresif (bahasa aktif) Vokalisasi yang masih sembarang, terutama huruf hidup 2 Tampak mendengarkan ucapan pembicara, dapat tersenyum pada pembicaraan 3 Melihat kearah pembicara Tersenyum sebagai jawaban terhadap pembicara 4 Memberi tanggapan yang Jawaban berbeda terhadap vokal terhadap Tanda-tanda vokal yang menunjukkan perasaan senang, senyum sosial

suara rangsang sosial

bernada marah/senang 5 Bereaksi terhadap panggilan Mulai meniru suara namanya 6 Mulai mengenal kata-kata Protes da da, papa, mama 7 vokal, berteriak

kerana kegirangan

Bereaksi terhadap kata-kata Mulai menggunakan suara naik, kemari, dada mirip kata-kata kacau

Menghentikan aktifitas bila Menirukan rangkaian suara namanya dipanggil

Menghentikan kegiatan bila Menirukan rangkaian suara dilarang 6

10

Secra

tepat

menirukan Kata-kata muncul

pertama

mulai

variasi suara tinggi 11

Reaksi terhadap pertanyaan Kata-kata sederhana dengan melihat dapat atau menoleh baik

kacau

mulai dengan

dimengerti

12

Reaksi dengan melakukan Mengungkapkan kesadaran gerakan terhadap berbagai tentang obyek yang telah pertanyaan verbal akrab namanya dan menyebu

15

Mengetahui dan mengenali Kata-kata nama-nama bagian tubuh

yang

benar

terdengar diantara kata-kata yang kacau, sering dengan disertai gerakan tubuhnya

18

Dapat

mengetahui

dan Lebih banyak menggunakan

mengenali gambar-gambar kata-kata daripada gerakan obyek yang sudah akrab untuk denganya jika mengungkapkan

obyek keingingannya.

tersebut disebut namanya 21 Akan mengikuti petunjuk Mulai yang berurutan mengkombinasikan (mobil papa,

(ambil kata-kata

topimu dan letakkan di atas mama berdiri) meja) 24 Mengetahui lebih banyak Menyebut nama sendiri kalimat yang lebih rumit

Perkembangan bicara normal melalui beberapa tahapan perkembangan bicara yaitu coding, babbling, echolalia, jargon, kata dan kombinasi kata dan pembentukan kalimat, seperti yang tercantum dalam tabel berikut 20: Tabel perkembangan bicara normal Pendengaran dan Pengertian 4-8 bulan: 7 Bicara

mata bergerak ke arah suara respons terhadap suara perhatian terhadap mainan

Babbling dengan berbagai huruf awal b, pp, m yang suara kegembiraan atau sedih suara saat sendiri atau bermain

mengeluarkan suara pengertian terhadap musik 7 bulan 1 tahun: mengerti permainan ciluk-ba menoleh dan melihat ke arah suara mendengarkan saat orang berbicara mengerti beberapa kata: sepatu, gelas

Babbling dengan kata panjang dan pendek seperti tata, bibibi menggunakan kata atau suara untuk

mendapat perhatian

respon terhadap permintaan sederhana mengucapkan 1-2 kata seperti ke sini, mau lagi 1-2 tahun: menunjuk anggota tubuh kata-kata bertambah tiap bulan

mengikuti perintah dan permintaan yang menggunakan 1-2 kata tanya mudah mengucapkan dua kata bersamaan

mendengar cerita sederhana, lagu dan mengucapkan 10 kata saat usia 19 bulan irama menunjuk gambar sesuai dengan namanya 2-3 tahun: mengerti perbedaan dengan artinya mengikuti 2 tahap perintah: ambil buku itu mempunyai kata untuk semua benda dan letakkan di meja berbicara dengan 2-3 kata dalam kalimat

2. 5 Etiologi dan Patogenesis Gangguan Bicara pada Anak Penyebab kelainan bicara bermacam macam yang melibatkan berbagai faktor yang dapat saling mempengaruhi, antara lain kemampuan lingkungan, pendengaran, kognitif, fungsi saraf, emosi psikologis dan lain sebagainya.4

Menurut Aram DM ( dalam Soetjiningsih ), mengatakan bahwa gangguan bicara pada anak dapat disebabkan oleh kelainan berikut ini,4 : 1. Lingkungan sosial anak Lingkungan yang tidak mendukung akan menyebabkan gangguan bicara pada anak. 2. Sistem masukan dan input Pendengaran merupakan alat yang penting dalam perkembangan bicara. Anak dengan gangguan pendengaran seperti otitis kronis dengan penurunan daya pendengaran akan mengalami keterlambatan kemampuan menerima ataupun mengungkapkan bahasa. Gangguan bicara juga terjadi pada tuli neurosensorial ( infeksi intra uterin ), tuli konduksi akibat malformasi telinga luar, tuli persepsi / afasia sensorik ( terjadi kegagalan integrasi arti bicara yang didengar ). 3. Sistem pusat bicara dan bahasa Gangguan komunikasi biasanya merupakan bagian dari retardasi mental, misalnya pada sindoma down. 4. Sistem produksi Sistem produksi suara seperti laring, faring, hidung, struktur mulut, dan mekanisme neuromuskular yang berpengaruh terhadap pengaturan nafas untuk berbicara, bunyi laring, pembentukan bunyi untuk artikulasi bicara melalui aliran udara lewat laring, faring, dan rongga mulut.

Beberapa penyebab gangguan bicara pada anak : I. Keterlambatan bicara fungsional Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang cukup sering dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara fungsional sering juga diistilahkan keterlambatan maturasi atau keterambatan maturitas ( maturity delay ) dari proses saraf pusat yang dibutuhkan untuk memproduksi kemampuan bicara pada anak. Biasanya hal ini merupakan keterambatan bicara yang ringan dan prognosis baik.4 II. Retardasi mental Berbeda dengan anak gangguan bicara atau emosional, anak dengan retadasi mental terbelakang secara menyeluruh. Mereka tertinggal dalam perkembangan sosio9

emosional, intelektual dan persepsi motorik, demikian juga dalam bicara. Semakin berat derajat retardasi, makin berat juga keterlambatan bicara. Anak dengan retardasi berat mungkin tidak dapat berbicara sama sekali.3 Patogenesis terjadinya hambatan bicara pada anak dengan retardasi mental dihubungkan dengan adanya disfungsi otak. Disfungsi otak terjadi akibat adanya ketidaknormalan yang luas dari struktur otak, neurotransmiter atau mielinisasi.4 III. Gangguan Pendengaran Pendengaran normal pada tahun pertama kehidupan, memegang peranan penting dalam perkembangan bicara dan bahasa. Gangguan pendengaran pada awal perkembangan dapat menyebabkan keterlambatan bicara yang berat. Oleh karenanya, pemeriksaan fungsi pendengaran pada keterlambatan bicara, memegang peranan sangat penting.22 Gangguan pendengaran dapat berupa tipe konduktif dan sensorineural. Gangguan pendengaran tipe konduktif dapat disebabkan oleh otitis media dengan efusi. Adapun gangguan pendengaran sensorineural dapat disebabkan oleh infeksi intra uterin, kern icterus, meningitis bakterial, atau hipoksia. Gangguan pendengaran sebagai penyebab keterlambatan bicara makin bertambah, tersering penyebab gangguan pendengaran adalah kongenital.22 IV. Faktor Emosional Faktor emosional memegang peranan penting dalam perkembangan bicara anak. Anak yang memiliki ibu yang tertekan dan gangguan serius dalam keluarga berefek serius terhadap gangguan bicara pada anak, misalnya gagap. Gagap merupakan suatu gangguan dalam arus ritme bicara atau artikuasi kata kata dimana terdapat pengulangan suara, suku kata atau kata, atau suatu bloking yang spasmodik. Sering disertai kontraksi otot otot muka, tics, dan bunyi tambahan sebagai usaha anak untuk memperbaiki bicaranya atau akibat tekanan emosi. Walaupun demikian maka sering dapat bernyanyi atau mengucapkan sajak tanpa kesukaran.4,10 V. Cerebral Palsy Cerebral palsy adalah suatu kelainan gerakan dan sikap badan yang tidak progresif, oleh karena suatu kerusakan atau gangguan pada sel sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya. Pada 10

cerebral palsy gangguan bicara disebabkan karena kerusakan yang tidak hanya terjadi pada korteks cerebelaris, tetapi dapat juga mengenai ganglia basalis, pontina dan pada pusat pusat subkortikal midbrain atau serebellum hal ini bisa menyebabkan gangguan bicara berupa disfonia, disritmia, disartria, disfasia dan bentuk campuran.4

2.6 Deteksi Dini Gangguan Bicara Pada Anak

Deteksi dini merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara komprehensif untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan mengetahui serta mengenal faktor resiko pada anak usia dini. Melalui deteksi dini dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak secara dini, sehingga upaya pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang jelas pada masa proses tumbuh kembang. Upaya tersebut diberikan sesuai dengan umur perkembangan anak, dengan demikian dapat tercapai kondisi tumbuh kembang yang optimal. Penilaian pertumbuhan dan perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu penilaian pertumbuhan fisik dan penilaian perkembangan. Masing-masing penilaian tersebut mempunyai parameter dan alat ukur tersendiri.13,14 Deteksi dini terhadap gangguan bicara merupakan bagian dari deteksi dini mengenai penilaian penyimpangan perkembangan.15 Deteksi yang sedini mungkin terhadap gangguan bicara pada anak perlu dilakukan, agar bisa sesegera mungkin memastikan penyebab terjadinya gangguan bicara tersebut dan untuk menentukan langkah pengobatan selanjutnya yang tepat dan sesuai. Umumnya jika gangguan bicara ini semakin dini terdeteksi, maka semakin baik kemungkinan pemulihan gangguan tersebut.2,4 Deteksi dini keterlambatan bicara harus dilakukan oleh semua individu. Kegiatan deteksi dini ini melibatkan orang tua, keluarga, bila memungkinkan dokter kandungan yang merawat sejak kehamilan dan tentunya dokter anak yang merawat anak tersebut. Kegiatan deteksi dini ini dapat juga dilakukan oleh kader kesehatan BKB (Bina Keluarga Balita) terlatih, petugas tempat penitipan anak terlatih, petugas PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) terlatih, kemudian di Puskesmas oleh dokter, bidan, maupun perawat. Instrumen dan metode skrining yang bisa digunakan antara lain: KPSP (Kuesioner Pra Skrining Perkembangan) menurut umur, Tes Daya Lihat, dan Tes Daya Dengar15 11

Orang tua sebagai lini pertama yang biasanya mengetahui bila terjadi sesuatu yang aneh dalam proses pertumbuhan dan perkembangan putra-putrinya sebelum akhirnya memutuskan untuk berobat ke dokter, sebaiknya memperoleh sosialisasi mengenai metode deteksi dini gangguan tumbuh kembang yang bisa mereka lakukan khususnya terhadap gangguan bicara, sehingga penanganan terhadap kasus gangguan bicara ini bisa dilakukan lebih awal. Pada dasarnya deteksi dini adalah kegiatan menggunakan seluruh kemampuan dan panca indera orang tua untuk mengamati proses perkembangan putra-putrinya, sebaiknya orang tua juga mengetahui fase-fase normal yang seharusnya terjadi dalam periode tumbuh kembang.15 Gangguan bicara yang diawali oleh gangguan perkembangan bahasa serta pengucapan yang terdapat pada anak-anak usia pra sekolah dapat diamati melalui berbagai tanda-tanda berikut2,4: a. pada usia 6 bulan anak tidak mampu memalingkan mata serta kepalanya terhadap suara yang datang dari belakang atau samping b. pada usia 10 bulan anak tidak memberi reaksi terhadap panggilan namanya sendiri c. pada umur 15 bulan anak tidak mengerti dan memberi reaksi terhadap kata-katakata jangan, da-da, dan sebagainya d. pada usia 18 bulan tidak dapat menyebut 10 kata tunggal e. pada usia 21 bulan tidak memberi reaksi terhadap perintah (misalnya duduk, kemari, berdiri) f. pada usia 24 bulan tidak bisa menyebut bagian-bagian tubuh g. pada usia 24 bulan belum mampu mengetengahkan ungkapa yang terdiri dari 2 buah kata h. setelah 24 bulan hanya mempunyai perbendaharaan kata yang sangat sedikit/tidak mempunyai kata-kata huruf z pada frase i. pada usia 30 bulan ucapannya tidak dapat dimengerti oleh anggota keluarganya j. pada usia 36 bulan belum dapat mempergunakan kalimat-kalimat sederhana k. pada usia 36 bulan tidak bisa bertanya dengan menggunakan kalimat tanya yang sederhana l. pada usia 36 bulan ucapannya tidak dimengerti oleh orang di luar keluarganya 12

m. pada usia 3,5 tahun selalu gagal untuk menyebutkan kata akhir (ca untuk cat, ba untuk ban, dan lain-lain) n. setelah berusia 4 tahun tidak lancar berbicara/gagap o. setelah usia 7 tahun masih ada kesalahan ucapan p. pada usia berapa saja terdapat hipernasalitas atau hiponasalitas yang nyata atau mempunyai suara yang monoton tanpa berhenti, sangat keras dan tidak dapat di dengar serta terus menerus memperdengarkan suara yang serak. Berbagai metode skrining yang lebih mutakhir dan global untuk deteksi dini gangguan bicara juga dikembangkan dengan menggunakan alat bantu atau panduan skala khusus, misalnya: menggunakan DDST (Denver Developmental Screening Test II), Child Development Inventory untuk menilai kemampuan motorik kasar dan motorik halus, Ages and Stages Questionnaire, Parents Evaluations of Developmental Status. Dan alat-alat skrining yang lebih Spesifik dan khusus yaitu ELMS (Early Language Milestone Scale) dan CLAMS (Clinical Linguistic and Milestone Scale) yang dipakai untuk menilai kemampuan bahasa ekspresif, reseptif, dan visual untuk anak di bawah 3 tahun. 20 USPSTF (US Preventive Task Force) merekomendasikan untuk dilakukan skrining universal gangguan pendengaran pada bayi baru lahir pada kelompok yang berisiko tinggi untuk menderita gangguan pendengaran kongenital bilateral permanen dengan kriteria: 1. bayi sempat dirawat di NICU selama lebih dari sama dengan 2 hari 2. riwayat keluarga atau keturunan dengan kelainan pendengaran sensorineural 3. abnormalitas kraniofasial 4. sindrom kongenital tertentu dan infeksi program skrining yang direkomendasikan oleh USPSTF adalah dengan menggunakan langkah pertama atau kedua dari sebuah protokol yang sah. 2 langkah skrining yang lazim digunakan meliputi pemeriksaan OAE (Otoaccoustic Emission) dan BERA, yang dilakukan pada bayi baru lahir bila gagal pada tes skrining pertama. Bayi yang mendapatkan hasil tes skrining yang positif harus mendapatkan evaluasi audiologik yang tepat. Semua bayi dengan risiko tinggi untuk mendapatkan gangguan pendengaran

13

harus melalui skrining pendengaran sebelum usia 1 bulan, sementara bayi yang gagal skrining harus dievaluasi audiologik dan kesehatan sebelum usia 3 bulan.21

2.7 Diagnosis Gangguan Bicara dan Bahasa pada Anak American Psychiatric Associations Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM IV) membagi gangguan bahasa dalam 4 tipe.2 1. Gangguan bahasa ekspresif 2. Gangguan bahasa reseptifekspresif 3. Gangguan phonological 4. Gagap Pada gangguan bahasa ekspresif, secara klinis kita bisa menemukan gejala seperti perbendaharaan kata yang jelas terbatas, membuat kesalahan dalam kosa kata, mengalami kesulitan dalam mengingat kata-kata atau membentuk kalimat yang panjang dan memiliki kesulitan dalam pencapaian akademik, dan komunikasi sosial, namun pemahaman bahasa anak tetap relatif utuh. Gangguan menjadi jelas pada kira-kira usia 18 bulan, saat anak tidak dapat mengucapkan kata dengan spontan atau meniru kata dan menggunakan gerakan badannya untuk menyatakan keinginannya. Jika anak akhirnya bisa berbicara, defisit bahasa menjadi jelas, terjadi kesalahan artikulasi seperti bunyi th, r, s, z, y. Riwayat keluarga yang memiliki gangguan bahasa ekspresif juga ikut mendukung diagnosis.8,13 Pada gangguan bahasa campuran ekspresif reseptif, selain ditemukan gejalagejala gangguan bahasa ekspresif, juga disertai kesulitan dalam mengerti kata dan kalimat. Ciri klinis penting dari gangguan tersebut adalah gangguan yang bermakna pada pemahaman bahasa dan ekspresi bahasa. Gangguan ini biasanya tampak sebelum usia 4 tahun. Bentuk yang parah terlihat pada usia 2 tahun, bentuk ringan tidak terlihat sampai usia 7 tahun atau lebih tua. Anak dengan gangguan bahasa reseptif ekspresif campuran memiliki gangguan auditorik sensorik atau tidak mampu memproses simbol visual seperti arti suatu gambar. Mereka memiliki defisit dalam mengintegrasikan simbol auditorik maupun visual, contohnya mengenali atribut dasar yang umum untuk mainan truk dan

14

mainan mobil penumpang. Anak dengan gangguan bahasa campuran reseptif ekspresif biasanya tampak tuli.9,13 Anak dengan kesulitan bebicara memiliki masalah dalam pengucapan, yaitu berhubungan dengan gangguan motorik, diantaranya kemampuan untuk memproduksi suara.2 Anak yang gagap dapat diketahui dari cara dia berbicara, dimana terjadi pengulangan atau perpanjangan suara, kata, atau suku kata dan sangat sering disertai mengedipkan mata dan menggoyangkan kepala.2 Secara lebih spesifik lagi gangguan bicara motorik dibagi antara lain berupa: disartria, verbal apraxia, gangguan fonologik, gangguan bicara yang disebabkan oleh gangguan pendengaran, serta gagap. Untuk penegakan diagnosis gangguan bicara didasarkan dari hasil pengumpulan dan analisis data-data yang diperoleh selama anamnesis, pemeriksaan fisik, dan bila diperlukan dari pemeriksaan penunjang.2

2. 7. 1. Anamnesis Anamnesis yang holistik meliputi keluhan utama yang jelas dan dapat langsung mengarah pada kemungkinan diagnosis, riwayat penyakit dahulu (infeksi susunan saraf, trauma kepala, kejang, obat-obatan), riwayat keturunan atau penyakit anggota keluarga lainnya, riwayat kehamilan ibu (infeksi TORCH, penyakit ibu, obat-obatan), riwayat perinatal (trauma perinatal, infeksi atau asfiksia, perdarahan intrakranial) dan persalinan (adakah trauma perinatal, infeksi atau asfiksia saat hamil), psikososial, riwayat pengobatan. Kemudian riwayat imunisasi, pertumbuhan dan perkembangan anak terutama motorik dan bicara, yaitu perkembangan bicara pada anak dikategorikan dalam kondisi bahaya, bila ditemukan.22 a. 46 Bulan Tidak menirukan suara yang dikeluarkan orang tuanya; Pada usia 6 bulan belum tertawa atau berceloteh Gangguan Bicara dan Bahasa pada Anak b. 8-10 Bulan Usia 8 bulan tidak mengeluarkan suara yang menarik perhatian. Usia 10 bulan, belum bereaksi ketika dipanggil namanya. 15

Usia 9-10 bulan, tidak memperlihatkan emosi seperti tertawa atau menangis. c. 12-15 Bulan 12 bulan, belum menunjukkan mimik. 12 bulan, belum mampu mengeluarkan suara, seperti mama, dada. 12 bulan, tidak menunjukkan usaha berkomunikasi bila membutuhkan sesuatu. 15 bulan, belum mampu memahami arti tidak boleh atau daag. 15 bulan, tidak memperlihatkan 6 mimik yang berbeda. 16 bulan, belum dapat mengucapkan 13 kata. d. 18-24 Bulan 18 bulan, belum dapat mengucapkan 610 kata. 18-20 bulan, tidak menunjukkan ke sesuatu yang menarik perhatian. 18-21 bulan, belum dapat mengikuti perintah sederhana. 24 bulan, belum mampu merangkai 2 kata menjadi kalimat. 24 bulan, tidak memahami fungsi alat rumah tangga seperti sikat gigi dantelepon. 24 bulan, belum dapat meniru tingkah laku atau katakata orang lain. 24 bulan, tidak mampu menunjukkan anggota tubuhnya bila ditanya. e. 30-36 Bulan 30 bulan, tidak dapat dipahami oleh anggota keluarga. 36 bulan, tidak menggunakan kalimat sederhana dan pertanyaan dan tidak dapat dipahami oleh orang lain selain anggota keluarga. f. 3-4 Tahun 3 tahun, tidak mengucapkan kalimat, tidak mengerti perintah verbal dan tidak memiliki minat bermain dengan sesamanya. 3,5 tahun, tidak dapat menyelesaikan kata seperti ayah diucapkan aya. 4 tahun, masih gagap dan tidak dimengerti secara lengkap.

2. 7. 2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik digunakan untuk mengungkapkan penyebab lain dari gangguan bahasa dan bicara. Perlu diperhatikan ada tidaknya mikrosefali, anomali telinga luar, otitis media yang berulang, sindrom William (fasies Elfin, perawakan pendek, kelainan jantung, langkah yang tidak mantap), celah palatum, dan lain-lain. Gangguan oromotor 16

dapat diperiksa dengan menyuruh anak menirukan gerakan mengunyah, menjulurkan lidah, dan mengulang suku kata pa, ta, pata, pataka.4,5 Pada bayi diperhatikan respon pendengaranya dalam ingkah laku sehari-hari, tingkh laku pre linguistik buruk, seperiti respon visual yang buruk dan gagal terhadap tes dasar yang dilakukan harus diwaspadai sebagai tanda akan terjadinya gangguan bicara5

2. 7. 3. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan audiometri18 Pemeriksaan audiometri diindikasikan untuk anak-anak yang sangat kecil dan untuk anak-anak yang ketajaman pendengarannya tampak terganggu. Ada 4 kategori pengukuran dengan audiometri : a. Audiometri tingkah laku, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan dengan melihat respon dari anak jika diberi stimulus bunyi. Mulai dapat dilakukan pada bayi usia 4-7 bulan dimana kontrol neuromotor berupa kemampuan mencari sumber bunyi sudah berkembang. Respon yang diberikan dapat berupa menoleh ke arah sumber bunyi atau mencari sumber bunyi. Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang tenang atau kedap suara dan menggunakan mainan yang berfrekuensi tinggi. Penilaian dilakukan terhadap respon yang diperlihatkan anak. b. Audiometri bermain, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan sambil bermain, misalnya anak diajarkan untuk meletakkan suatu objek pada tempat tertentu bila dia mendengar bunyi. Dapat dilakukan pada usia 2-5 tahun bila anak cukup kooperatif. c. Audiometri bicara. Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam silabus dalam daftar yang disebut : phonetically balance word LBT (PB List). Anak diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape recorder. Pada tes ini dilihat apakah anak dapat membedakan bunyi s, r, n, c, h, ch. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan anak dalam pembicaraan sehari-hari dan untuk menilai pemberian alat bantu dengar (hearing aid). d. Audiometri objektif, biasanya memerlukan teknologi khusus. 17

2. BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry) Merupakan pemeriksaan elektrofisiologik untuk menilai integritas sistem auditorik, bersifat obyektif, tidak invasif. Dapat dilakukan pada bayi dan anak yang tidak kooperatif yang sulit diperiksa dengan pemeriksaan konvensional.18 BERA merupakan cara pengukuran evoked potensial (aktivitas listrik yang dihasilkan saraf VIII, pusat-pusat neural dan traktus di dalam batang otak) sebagai respon terhadap stimulus auditorik. Stimulus bunyi yang digunakan berupa bunyi click atau toneburst yang diberikan melalui headphone,insert probe, bone vibrator. 3. Timpanometri Digunakan untuk menilai kondisi telinga tengah (mengukur kelenturan membrana timpani dan sistem osikular). Gambaran timpanometri yang abnormal (adanya cairan atau tekanan negative di telinga tengah) merupakan petunjuk adanya angguan pendengaran konduktif.18 Melalui probe tone (sumbat liang telinga) yang dipasang pada liang telinga dapat diketahui besarnya tekanan di liang telinga berdasarkan energi suara yang dipantulkan kembali (ke arah luar) oleh gendang telinga. Pada bayi berusia di atas 7 bulan digunakan probe tone frekuensi 226 Hz. Khusus untuk bayi di bawah usia 6 bulan tidak digunakan probe tone 226 Hz karena akan terjadi resonansi pada liang telinga sehingga harus digunakan probe tone frekuensi tinggi (668, 678 atau 1000 Hz).18 4. Otoacoustic Emission (OAE) Merupakan pemeriksaan elektrofisiologik untuk menilai fungsi koklea yang obyektif, otomatis, tidak invasif, mudah, tidak membutuhkan waktu lama dan praktis sehingga sangat efisien untuk program skrining pendengaran bayi baru lahir (Universal newborn Hearing Screening). Pemeriksaan tidak harus di ruang kedap suara, cukup di ruangan yang tenang. Untuk memperoleh hasil yang optimal diperlukan pemilihan probe (sumbat liang telinga) sesuai ukuran liang telinga.18
18

18

2.8 Tatalaksana

Gangguan bicara biasanya pertama kali dikenal pasti oleh orang tua pasien atau pengasuh anak. Jika dicurigai gangguan bicara perlu dilakukan tes pendengaran oleh ahli bicara dan bahasa sebagai langkah pertama. Jika memang gangguan bicara disebabkan oleh gangguan pendengaran, dapat dipasang alat bantu dengar.16 Diagnosis yang tepat terhadap gangguan bicara dan bahasa pada anak, sangat berpengaruh terhadap perbaikan dan perkembangan kemampuan berbicara dan bahasa. Terapi sebaiknya dimulai saat diagnosis ditegakkan, namun hal ini menjadi sulit karena diagnosis sering terlambat karena adanya variasi perkembangan normal atau orang tua baru mengeluhkan gangguan ini kepada dokter saat mencurigai adanya kelainan pada anaknya, sehingga para dokter lebih sering dihadapkan pada aspek kuratif dan rehabilitatif dibandingkan preventif. Tatalaksana dini terhadap gangguan ini akan membantu anak-anak dan orang tua untuk menghindari atau memperkecil kelainan dimasa sekolah.2,6,10

2.8.1 Terapi bicara Terapi bicara melibatkan dokter ahli bicara bersama anak secara perorangan dalam sebuah kelompok kecil atau secara langsung didalam sebuah kelas untuk mengatasi gangguan tertentu. Terapi bicara menggunakan berbagai cara termasuk intervensi bahasa dan terapi artikulasi. Seorang terapis mungkin menggunakan objekobjek, gambar, buku atau peristiwa penting untuk merangsang perkembangan bicara. Terapis juga merupakan contoh terhadap pengucapan yang benar dan menggunakan latihan mengulang sebutan untuk membangun keterampilan berbicara dan berbahasa.6

2.8.2 Terapi artikulasi Terapi artikulasi melibatkan ahli terapis sebagai model yang benar terhadap pengucapan yang benar untuk anak, selama kegiatan bermain. Tingkatan permainan tersebut adalah berdasarkan umur dan sesuai dengan kebutuhan anak. Terapi ini melibatkan fisik anak tentang bagaimana membuat suara tertentu seperti R. Seorang

19

terapis bicara seharusnya menunjukkan bagaimana cara menggerakkan lidah untuk menghasilkan suara tertentu.6

2.8.3 Terapi perilaku Terapi perilaku adalah terapi yang bertujuan untuk merubah atau menghilangkan tingkah laku anak yang dianggap tidak layak. Terapi perilaku ini lebih dikenal dengan nama ABA (Applied Behavior Analysis) yang dilakukan dengan metode Lovas, yang dalam prakteknya menggunakan prinsip stimulus respons. Terapi ini disukai karena terstruktur, terarah dan terukur. Yang ingin dipacu pada terapi ini adalah peningkatan pemahaman dan kepatuhan akan aturan. Terapi ini diberikan pada anak autisme, gangguan perkembangan pervasive, anak dengan ADD, anak dengan gangguan emosional, dan sebagainya.22

2.8.4 Terapi sensori integrasi Terapi sensori integrasi adalah suatu pendekatan untuk menilai dan melakukan terapi pada anak-anak yang menunjukkan masalah perilaku atau kesulitan belajar. Dalam terapi ini, anak dibimbing untuk melakukan berbagai aktivitas yang dapat memberikan masukan berbagai informasi sensorik, yang penting adalah partisipasi aktif dari anak agar timbul perubahan positif yang dapat memperbaiki struktur halus pada otak anak yang masih mempunyai daya plastisitas yang baik. Dalam memberikan terapi, anak didukung untuk memilih kegiatan yang disukainya dan terapis akan mengarahkan agar kegiatan yang dilakukan dapat memberikan tantangan yang tepat. Dengan tantangan ini, maka perlahan-lahan kemampuan anak akan bertambah. Diharapkan dengan ini fungsi otak yang lebih kompleks, seperti berfikir secara emotif, kreatif, dan fleksibel serta pemahaman terhadap konsep-konsep abstrak seperti berbahasa akan berkembang lebih baik. Terapi ini dirancang untuk dapat memberikan rangsangan vestibuler, proprioseptif, taktil auditori, visual, dan sebagainya sesuai dengan kebutuhan individual anak.22

2.8.5 Terapi okupasi Terapi okupasi adalah penggunaan aktivitas yang bertujuan mengintervensi, sebagai upaya untuk meningkatkan kesehatan dan fungsi perkembangan ke tingkat yang 20

lebih tinggi dari seseorang yang mengalami keterbatasan yang disebabkan penyakit fisik, kondisi fungsional, gangguan kognitif, disfungsi psikososial, gangguan mental, disabilitas perkembangan. Terapi okupasi bertujuan membuat individu mandiri dalam aktifitasnya sehari-hari, memiliki produktifitas, dan pengisian waktu luang yang sesuai usia individu tersebut. Terapi ini meliputi pengajaran keterampilan dalam aktivitas sehari-hari (makan, minum, mandi, berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan), pengembangan keterampilan motorik, keterampilan sensori integrasi, keterampilan bermain dan kapasitas kerja, maupun memanfaatkan waktu luang. Selain itu, terapi okupasi berperan dalam menyediakan fasilitas untuk meningkatkan dan memperbaiki fungsi sensorimotor, neuromuskular, emosional, kognitif, dan kinerja psikososial.22

2.8.6 Fisioterapi Fisioterapi digunakan sebagai metode untuk membantu rehabilitasi terhadap anakanak yang mengalami gangguan tumbuh kembang, seperti keterlambatan dalam gerak motorik kasar (tengkurap, duduk, berdiri, dan berjalan) dan motorik halus (menggunakan fungsi tangan). Metode yang digunakan adalah metode Bobath yaitu terapi yang berdasarkan pada perkembangan normal saraf, sehingga disebut juga neurodevelopmental treatment. Metode ini menggunakan sensori-motor dari indera (taktil perabaan, penglihatan, pengecapan, dan penciuman), juga perkembangan neuropsikososial.22

2.8.7 Stimulasi floor time Floor time merupakan cara berinteraksi antara orang dewasa dengan anak dalam suasana yang dapat membentuk emosi yang sehat, sosial, dan intelektual. Mengerti emosi anak merupakan kunci yang efektif dalam memberikan pengajaran. Para profesional (dokter, terapis, psikolog, pedagogik) membantu orang tua menganalisis, memberi umpan balik, dan ide bagaimana orangtua melakukannya. Prinsip utama floor time adalah memanfaatkan setiap kesempatan yang muncul untuk berinteraksi dengan cara yang disesuaikan dengan tahap perkembangan emosi anak. Interaksi yang terjadi diharapkan bermula dari inisiatif anak, pengasuh atau orang tua mengikuti anak dan memanfaatkan emosi sebagai titik awal interaksi, diperluas dan dikembangkan menjadi lebih bermakna dan timbal balik.22 21

Untuk membantu anak dalam mencapai terapi yang maksimal, selain dibutuhkan berbagai macam terapi, orangtua juga berperan penting untuk terapi di rumah. Beberapa hal yang dapat dilakukan orangtua di rumah adalah :22 1. Selalu berbicara dengan anak 2. Berikan dorongan pada anak untuk bertanya, memilih dan menjawab pertanyaan dengan kemampuan bahasanya. 3. Dengarkan anak 4. Berikan dorongan untuk bermain. Diharapkan anak dapat bermain cukup lama dengan orangtua 5. Ajarkan anak lagu baru yang dia sukai 6. Rencanakan berjalan-jalan dengan anak 7. Bacakan cerita pada anak. Ajarkan mengucapkan kata atau ide 8. Setiap mengajarkan kata, tunjukkan benda objeknya Pemilihan terapi yang tepat Pemilihan terapi yang tepat tergantung dari tiap anak, sesuai etiologi dan kebutuhannya. Anak dengan gangguan pendengaran, bisa menggunakan alat bantu dengar atau implant koklea yang dikombinasikan dengan terapi bicara. Anak yang mempunyai perilaku agresif sebaiknya diberikan lebih dahulu terapi perilaku atau sensori integrasi. Bila anak telah mulai berinteraksi cukup baik barulah diberikan terapi bicara. Pemakaian beberapa bahasa di rumah, sebaiknya diseragamkan lebih dulu. Keadaan ini diharapkan dapat membantu anak untuk menguasai satu bahasa dahulu dengan baik. Karena terapi yang diberikan bukan pengobatan, hasil terapi biasanya baru terlihat setelah anak menjalaninya beberapa waktu. Perlu dilakukan evaluasi setiap 3-6 bulan untuk melihat hasil terapi yang telah diberikan. Apakah perlu ditambah, dikurangi, atau diubah, disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan anak saat itu.22

2.9 Prognosis

Prognosis gangguan bicara pada anak tergantung pada penyebabnya. Sebagian besar anak memberikan respon baik terhadap tata laksana yang diberikan. Untuk gangguan yang berhubungan dengan kelainan organik seperti pada tuli konduksi, 22

perbaikan masalah medisnya dapat menghasilkan perkembangan bahasa normal pada anak. Anak dengan retardasi mental memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan anak yang intelegensinya baik. Demikian juga dengan anak yang memiliki gangguan perkembangan multiple, membutuhkan penanganan ekstra agar tidak meninggalkan kelainan sisa. Lingkungan yang beresiko tinggi dan usia terdeteksinya gejala turut memperburuk prognosis.2,4 Beberapa anak yang mengalami keterlambatan berbahasa dini dapat mengalami periode sembuh ilusi selama bertahun-tahun usia prasekolah, tetapi secara berturutturut memiliki kesulitan belajar untuk membaca selama tingkat sekolah dasar awal karena adanya maslaah fonetik (yaitu kesulitan mengenali setiap bagian kata, misal suara atau suku kata). Sebagian besar gagap sembuh pada akhir masa kanak-kanak, pada 1 % populasi dengan masalah jangka panjang ke dalam tahun-tahun dewasa. Sayangnya terdapat data yang terbatas untuk membantu menyususn prognosis spesifik utnuk setiap anak.17

23

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 1. Bicara dan bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungan. Gangguan bicara pada anak akan menghambat interaksi dan komunikasi anak terhadap lingkungan. 2. Gangguan bicara pada anak merupakan keluhan yang serig dijumpai pada praktek sehari-hari. Deteksi dan intervensi dini terhadap gangguan ini akan memperbaiki prognosis. 3. Gangguan bicara merupakan masalah yang terdiri dari artikulasi, suara, kelancaran bicara, afasia, dan keterlambatan bicara yang dapat berhubungan dengan gangguan pendengaran dan tanpa gangguan pendengaran. 4. Gangguan bicara dipengaruhi oleh lingkungan, hambatan pendengaran, ganguan perfasif dan keterlambatan perkembangan. 5. penatalaksanaan dan prognosis gangguan bicara pada anak berdasarkan pada penyebabnya.

3.2 Saran 1. Perlu peningkatan pengetahuan bagi dokter dalam mendiagnosis dan

menatalaksana gangguan bicara pada anak sehingga dapat dilakukan deteksi dini dan intervensi dini yang adekuat. 2. Perlu informasi kepada masyarakat mengenai gangguan bicara pada anak sehingga dapat dideteksi secara dini dan anak dengan gangguan bicara dapat diterapi sehingga prognosisnya lebih baik.

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Santrock WJ. Perkembangan Anak Jilid 1. Edisi ke11. Jakarta : Erlangga, 2005.h.252-80 2. Simms MD, Schum RL. Language development and communication disorder. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of paediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders, 2007. h.152-61. 3. Virginia W, Meredith G, Dalam : Adams, Boies highler. Gangguan bicara dan bahasa. Buku ajar penyakit telinga, hidung, tenggorok.Edisi 6. Jakarta : EGC, 1997. h 397-410 4. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Jakarta. EGC 1995. h.237-40

5. Busari JO, Weggelaar NM. How to Investigate and Manage the Child who is Slow to Speak. BMJ 2004, 328 : 272-6 6. Levine A. David. Growth and development. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Marcdante JK. Nelson essentials of paediatrics. Edisi ke-5. Philadelphia: Saunders, 2006. h.56-57. 7. Kaplan, Harold I. Gangguan Komunikasi. Dalam : I Made Wiguna, editor. Sinopsis Psikiatri : Bina Rupa Aksara, 1997.h. 766-82 8. Vade Mecum, Pediatri, Edisi 13, Erlangga, EGC, 2003 9. Heidi M. Feildman Evaluation and Management of Speech and Language disorder in Preschool Children. Pediatric in Review. 2005.h.131-42 10. Markum AH. Buku ajar ilmu kesehatan jilid 1. Jakarta. FKUI. 1991. h.56-69. 11. Guyton AC, Hall JE. Dalam : Irawati Setyawan, penyunting. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC, 1997.h. 909- 19 12. Ngoerah I. Dasar dasar Ilmu Penyakit Saraf. Denpasar : Airlangga University Press, 1990 13. Chamidah, A Nur. Deteksi Dini Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Diakses dari www. Journal_UMY.ac.id. Diunduh tanggal 04 November 2010 14. Tim Dirjen Pembinaan Kesmas. 1997. Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. 25

15. Departemen Kesehatan RI, 2009, Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, deteksi dan intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak ditingkat Pelayanan Kesehatn Pasar. 16. Lissauer Tom, Clayden Graham. Developmental problems and tha child with special needs. Illustrated textbook of paediatrics. Edisi ke-3. London,UK: Mosby, 2007. h.45-46. 17. Shankoff J. Language delay: late talking to communication disorders. Dalam: Rudolph CD, Rudolph AM, Hostetter MK, Lister G, Siegel N, penyunting. Rudolphs pediatric. Edisi ke-21. mc Grawhill, 2003.h.505-12. 18. Suwento R, Zizakausky S, Hendrawan H. Gangguan Pendengaran Pada Bayi dan Anak. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi ke 6. Jakarta : FKUI, 2007.h.31-42 19. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak dalam : Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Sumatera Barat : Dinkes Prov Press, 2007. h. 48 20. UKK Neurologi IDAI dan Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta. Diagnosis Banding Keterlambatan Bicara : Pendekatan etiologi pada praktik sehari hari dalam : A Journey to Child Neurodevelopment : Application in Daily Practice. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010. h. 55 21. Busari JO, Weggelaar NM. How to Investigate and Manage the Child who is Slow to Speak. BMJ 2004, 328 : 272-6 22. US Preventive Services Task Force. Universal Screening for Hearing Loss in Newborns, US Preventive Services Task Force Recommendation Statement. Pediatrics 2008, vol 122. h. 143-4 23. Mangunatmadja, Irawan. Keterlambatan Bicara : Deteksi Dini dan Tatalaksana dalam Unit Kerja Neurologi, Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan.Jakarta : IDAI Jaya, 2003. h.7-14

26

You might also like