You are on page 1of 4

Legislatif

badan deliberatif pemerintah dengan kuasa membuat hukum. Legislatif dikenal dengan beberapa nama, yaitu parlemen, kongres, danasembli nasional. Dalam sistem Parlemen, legislatif adalah badan tertinggi dan menujuk eksekutif. Dalam sistem Presidentil, legislatif adalah cabang pemerintahan yang sama, dan bebas, dari eksekutif. Sebagai tambahan atas menetapkan hukum, legislatif biasanya juga memiliki kuasa untuk menaikkan pajak dan menerapkan budget dan pengeluaran uang lainnya. Legislatif juga kadangkala menulis perjanjian dan memutuskan perang.

Yudikatif
Lembaga Yudikatif adalah suatu badan yang memiliki sifat teknis yuridis yang berfungsi mengadili penyelewengan pelaksanaan konstitusi dan peraturan perundang-undangan oleh institusi pemerintahan secara luas serta besifat independent dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Lembaga Yudikatif ini termasuk dalam bidang ilmu hukum dari pada bidang politik kecuali dibeberapa negara dimana Mahkamah Agung memainkan peranan politik berdasarkan konsep yudicial review (menguji ulang peraturan perundang undangan yang bertentangan dengan peraturan perundang undangan yang ada di atasnya).

Eksekutif
lembaga yang ditetapkan untuk menjadi pelaksana dari peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pihak legislatif. Kekuasaan eksekutif biasanya dipegang oleh badan eksekutif. Eksekutif merupakan pemerintahan dalam arti sempit yang melaksanakan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan berdasarkan peraturan perundangundangan dan haluan negara, untuk mencapai tujuan negara yang telah ditetapkan sebelumnya. Organisasinya adalah kabinet atau dewan menteri dimana masing-masing menteri memimpin departemen dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya.

2 Kekuasaan eksekutif
dalam suatu negara ialah merupakan kekuasaan dimana dijalankannya segala kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan badan legislatif dan menyelenggarakan undang-undang yang telah diciptakan oleh badan legislatif. Akan tetapi, dalam perkembangannya pada masa negara modern seperti saat ini kekuasaan badan eksekutif jauh lebih luas karena kekuasaannya dapat pula mengajukan rancangan undang-undang pada lembaga legislatif.[1] Memilih tipe kekuasaan eksekutif sejatinya ialah menentukan suatu pilihan yang cocok, bukan memilih berdasarkan keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Pilihan tipe eksekutif lebih kepada bagaimana desain institusional suatu negara, jadi undang-undang dasarlah yang menentukan tipe kekuasaan eksekutif ini. Dalam pilihan desain institusional pun tidak ada istilah salah atau benar melaikan cocok atau tidak, optimal serta efektif atau tidak diterapkan di suatu negara. Tujuan dari pilihan tipe eksekutif tersebut ialah: 1.Manajemen konflik dan pemeliharaan system 2. Penentuan dan inovasi kebijakan 3.Koherensi dan konsistensi kebijakan 4.Keterwakilan kelompok-kelompok sosial, masyarakat 5.Proteksi atas kepentingan minoritas 6.Akses terhadap para pembuat kebijakan Negara terlebih dahulu telah merumuskan konstitusinya sebagai instrumen terbentuknya suatu pemerintahan yang berdaulat. Undang-undang dasar merumuskan kekuasaan lembaga-lembaga tinggi negara ke dalam pasal-pasal serta penafsirannya. Jika dilihat implementasinya di Indonesia, negara kita telah mengalami banyak perubahan dalam undang-undang dasar untuk memilih tipe kekuasaan eksekutif. Hal ini terlihat pada undang-undang dasar 1945 pasal 5 ayat 1 dalam amandemen pertama dijelaskan bahwa Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat, ketentuan ini menggambarkan terjadinya pergeseran kekuasaan legislatif dari tangan presiden sebelumnya. Pada dua periode politik sebelum reformasi Presidenlah yang yang memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR. Akan tetapi, sekarang, kekuasaan membentuk undang-undang berdasarkan Pasal 20 ayat 1 baru, justru berada di Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan dalam ayat di atas, presiden hanya dinyatakan berhak mengajukan RUU kepada DPR. Pada perubahan ketiga, Pasal 7C yang berbunyi Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat, ketentuan ini pulalah yang menegaskan dianutnya sistem presidensial dalam undang-undang dasar ini, sekaligus untuk memastikan bhwa pengalaman seperti yang pernah dialami ketika presiden Abdurrahman Wahid mencoba mempertahankan kedudukannya dengan mengeluarkan dekrit pembubaran parlemen. Perihal tentang kementerian negara dalam hasil amandemen pertama undang-undang dasar 1945 Pasal 17 ayat 2 yang berbunyi Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden menyuratkan ketegasan anutan sistem pemerintahan presidensial dimana tenggung jawab pemerintahan ada di pundak presiden. Penedgasan ini juga dianggap pening karena sejak masa pemerintahan Gus Dur wacana tentang pembentukan kabinet koalisi sangat luas dibicarakan. Hal itu sangat pmendorong persepsi umum kepada bentuk pemerintahan parlementer yang memungkinkan pemerintahan koalisi antar partai politik. Dengan demikian jelaslah bahwa dalam konstitusi Indonesia system presidensial telah diterapkan. Mekanisme check and balances diterapkan sebagai kontrol masing-masing lembaga tinggi pemerintah. Presiden tidak dapat membubarkan DPR. Begitu juga sebaliknya, DPR tidak dapat membubarkan presiden.

3 Kekuasaan legistatif
Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan yang dimiliki oleh warga masyarakat untuk membuat norma-norma (undang-undang) melalui wakil-wakilnya yang duduk di lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), baik DPR tingkat pusat maupun tingkat daerah. Para anggota DPR ini dipilih warga masyarakat secara demokratis melalui pemilihan umum. Tugasnya merumuskan garis-garis besar program pembangunan, merumuskan GBHN, dan norma-norma hukum (undang-undang) bagi masyarakatnya yang dalam pelaksanaannya diserahkan kepada lembaga kekuasaan eksekutif (pemerintah) untuk dilaksanakan. Dengan adanya lembaga kekuasaan legislatif yang lebih tinggi kedudukannya dari lembaga kekuasaan eksekutif, menyebabkan kekuasaan eksekutif dapat dibatasi, terutama dalam masyarakat/negara yang menganut sistem politik (pemerintahan) demokrasi presidensial, seperti yang dianut di negara kita, bahwa pemerintah (presiden) bertanggung jawab terhadap DPR (parlemen). Sebaliknya dengan penyerahan tanggung jawab pelaksanaan GBHN dan undang-undang buatan DPR kepada lembaga eksekutif, berarti kekuasaan lembaga legislatif juga dibatasi karena tidak mempunyai wewenang untuk melaksanakan pemerintahan atas dasar GBHN dan undang-undang yang dibuatnya tersebut. Jadi, jelaslah bahwa sekalipun kedudukan lembaga legislatif lebih tinggi dari lembaga eksekutif, tetapi tetap terbatas kekuasaannya dalam masyarakat, yakni hanya sebagai pembuat dan bukan pelaksana.

kekuasaan yudikatif
Kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan yang dimiliki oleh warga masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undangundang melalui wakil-wakilnya yang duduk dalam lembaga Mahkamah Agung (MA). Lembaga ini berperan sebagai alat pengendali sosial, yang pelaksanaannya dilakukan terhadap lembaga kekuasaan eksekutif. Lembaga ini mempunyai wewenang untuk menegur, menasihati, atau memberi saran-saran kepada pemerintah dalam kaitan pelaksanaan GBHN dan undang-undang hasil produk lembaga legislatif. Lembaga yudikatif ini bersifat independen, artinya kekuasaannya tidak dibatasi, baik oleh lembaga eksekutif maupun lembaga legislatif, tetapi dibatasi oleh Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara yang merupakan sumber dari semua norma-norma hukum yang berlaku di masyarakat/negara Indonesia.

4 Konstitusi Soviet 1936 atau Konstitusi Stalin


diadopsi pada tanggal 5 Desember 1936 untuk menata ulang pemerintahan Uni Soviet. Konstitusi tersebut mencabut pembatasan pemungutan suara dan menambahkan hak bekerja yang dijamin konstitusi sebelumnya. Di samping itu, konstitusi ini mengakui hak sosial dan ekonomi kolektif termasuk hak bekerja, beristirahat dan waktu senggang, perlindungan kesehatan, perawatan di usia tua dan sakit, perumahan, pendidikan, dan keuntungan budaya. Konstitusi itu juga menyediakan pemilihan langsung bagi seluruh badan pemerintahan dan reorganisasinya ke dalam satu sistem yang manunggal. Meskipun Soviet mempropagandakan konstitusi itu ditulis oleh Josef Stalin, kenyataannya konstitusi itu ditulis oleh komisi khusus yang beranggotakan sejumlah tokoh seperti Nikolai Bukharin, Karl Radek dan Yakov Yakovlev, [1] semuanya dihukum mati dalam Pembersihan Besar-Besaran. Konstitusi 1936 mengubah nama Komite Eksekutif Pusat menjadi Majelis Agung Uni Soviet. Seperti pendahulunya, majelis ini terdiri atas 2 kamar, yaitu Majelis Kesatuan dan Majelis Kebangsaan. Konstitusi itu memberi wewenang pada Soviet Agung untuk memilih komisi, yang melakukan sebagian besar kerjanya. Seperti di bawah konstitusi sebelumnya, Presidium Soviet Agung menjalankan kekuasaan penuh Soviet Agung antarsesi dan berhak mengartikan hukum. Ketua Presidium Soviet Agung menjadi kepala negara tituler. Sovnarkom (setelah tahun 1946 dikenal sebagai Dewan Menteri) terus bertindak sebagai cabang eksekutif pemerintahan. Dari 4 konstitusi Soviet, Konstitusi 1936 adalah yang paling lama bertahan. Konstitusi ini digantikan pada tahun 1977. (lihat: Konstitusi Soviet 1977.) Konstitusi itu menyediakan hak ekonomi yang tak dimasukkan dalam konstitusi gaya demokrasi Barat. Konstitusi itu dipandang sebagai kemenangan pribadi Stalin, yang pada kesempatan ini digambarkan oleh Pravda sebagai "orang jenius dari dunia baru, orang paling bijaksana di zaman ini, pemimpin besar komunisme."[2] Sejarawan Barat dan negara bekas jajahan Uni Soviet memandang konstitusi ini sebagai dokumen propaganda tanpa arti. Sebagai contoh, Leonard Schapiro menulis: "Keputusan mengubah sistem pemilihan dari tidak langsung menjadi langsung, dari hak suara terbatas menjadi universal, dan dari pemungutan suara terbuka menjadi rahasia, adalah ukuran keyakinan partai dalam kemampuannya memastikan kembalinya para calon pilihannya sendiri tanpa pembatasan yang dahulu dianggap perlu," dan juga "...penelitian naskah konstitusi baru yang cermat dan berhati-hati menunjukkan bahwa hal itu membuat kedudukan tinggi partai tak berkurang, dan kemudian tak bernilai sebagai jaminan hak individu." pasal 13 tentang USSR Article 13 [Properti Pribadi] (1) Pendapatan Earned membentuk dasar dari milik pribadi warga negara Soviet. Milik pribadi warga Uni Soviet mungkin termasuk barang keperluan sehari-hari, konsumsi pribadi dan kenyamanan, alat-alat dan benda-benda lain dari sebuah rumah kecil-holding,, dan memperoleh penghematan. Milik pribadi warga negara dan hak untuk mewarisi itu dilindungi oleh negara. (2) Warga negara dapat diberikan penggunaan bidang tanah, dengan cara yang ditentukan oleh hukum, untuk anak kecil-holding (termasuk menjaga ternak dan unggas), untuk buah dan sayuran tumbuh atau untuk membangun hunian individual. Warga diminta untuk membuat penggunaan rasional tanah yang diberikan kepada mereka. Negara, dan pertanian kolektif memberikan bantuan kepada warga dalam bekerja mereka kecil-kepemilikan. (3) properti yang dimiliki atau digunakan oleh warga tidak akan berfungsi sebagai sarana menurunkan pendapatan bunga yang ditangguhkan atau digunakan untuk merugikan kepentingan masyarakat.

You might also like