You are on page 1of 32

Depresi

BAB I PENDAHULUAN
` Kelainan afektif merupakan suatu kelainan yang terdiri dari penyakit-penyakit dengan gangguan afek (mood) sebagai gejala primer dan gejala lain yang bersifat sekunder. Afek dapat terus menerus dalam suatu keadaan berupa depresi atau mania atau dapat pula kedua episode ini timbul pada orang yang sama. Penyakit dengan satu jenis serangan disebut unipolar, dan jika kedua episode yaitu manik dan depresif terjadi pada orang yang sama disebut sebagai bipolar. Pada kesempatan kali ini kami akan membicarakan mengenai salah satu kelainan mood yaitu depresi yang merupakan salah satu masalah kesehatan mental yang mendapat perhatian serius saat ini dengan perkiraan secara global terjadi pada 340 juta jiwa. Sebuah penelitian di Amerika menyatakan satu dari dua puluh orang di Amerika setiap tahun mengalami depresi dan paling tidak satu dari lima orang pernah mengalami depresi sepanjang sejarah kehidupan mereka. Depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang. Di negara-negara berkembang, WHO memprediksikan bahwa pada tahun 2020 depresi akan menjadi salah satu penyakit mental yang banyak dialami dan depresi berat akan menjadi penyebab kedua terbesar kematian setelah serangan jantung. Hasil survei Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) pada Juni 2007 menyebutkan sekitar 94 persen masyarakat Indonesia mengidap depresi dari mulai tingkat ringan hingga paling berat. Depresi dapat terjadi pada siapa saja, dimana saja dan kapan saja. Untuk itu kami berusaha menjabarkan mulai dari definisi hingga diagnosa secara cepat agar pasien depresi dapat ditangani dengan segera.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

Depresi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Definisi Depresi Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya serta gagasan bunuh diri. Orang yang mengalami depresi umumnya mengalami gangguan yang meliputi keadaan emosi, motivasi, fungsional dan gerakan tingkah laku secara kognisi. Menurut Phillip L. Rice depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang. Pada umumnya mood yang secara dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan. Atkinson mendefinisikan depresi sebagai suatu gangguan mood yang dicirikan tidak ada harapan dan patah hati, ketidakberdayaan yang berlebihan, tidak mampu mengambil keputusan memulai suatu kegiatan, tidak mampu berkonsentrasi, tidak punya semangat hidup, selalu tegang dan mencoba bunuh diri.

2.2. Epidemiologi Depresi Gangguan depresi berat adalah tipe yang paling umum dari gangguan mood yang dapat didiagnosis, dengan perkiraan prevalensi semasa hidup berkisar antara 10% hingga 25% untuk wanita dan 5% hingga 12% untuk pria. Jenis Kelamin Pada pengamatan yang hampir universal terdapat prevalensi gangguan depresi berat sebesar dua kali lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki. Walaupun alasan adanya perbedaan tersebut tidak diketahui dengan pasti, namun alasan perbedaan tersebut diperkirakan sebagai akibat dari perbedaan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

Depresi

hormonal, efek kelahiran, perbedaan stressor psikososial dan model perilaku keputusasaan yang dipelajari. Meski perbedaan hormonal atau perbedaan biologis lainnya yang terkait dengan gender kemungkinan berpengaruh, namun sebuah diskusi panel yang diselenggarakan oleh American Psychological Association (APA) menyatakan bahwa perbedaan gender sebagian besar disebabkan oleh lebih banyaknya jumlah stres yang dihadapi wanita dalam kehidupan kontemporer. Perbedaan dalam gaya mengatasi masalah juga dapat membantu menjelaskan mengenai lebih besarnya wanita untuk terkena depresi. Usia Rata-rata onset gangguan depresif berat adalah sekitar 40 tahun dimana 50% dari semua pasien mempunyai onset antara 20-50 tahun. Gangguan depresif berat juga mungkin memiliki onset selama masa anak-anak atau pada lanjut usia, walaupun hal tersebut jarang terjadi. Beberapa data epidemiologis akhir-akhir ini menyatakan bahwa insiden gangguan depresif berat meningkat pada orang-orang berusia kurang dari 20 tahun. Jika pengamatan tersebut benar, hal tersebut mungkin berhubungan dengan meningkatnya penggunaan alkohol dan zat lain pada kelompok usia tersebut. Status Perkawinan Pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi pada orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat atau yang bercerai atau yang berpisah. Wanita yang tidak menikah memiliki kecenderungan lebih rendah untuk menderita depresi dibandingkan dengan wanita yang menikah namun hal ini berbanding terbalik untuk laki-laki. Pertimbangan Sosioekonomi Tidak ditemukan adanya korelasi pasti antara status sosioekonomi dan gangguan depresif berat. Namun sumber lain menyatakan orang dengan taraf sosioekonomi yang lebih rendah memiliki risiko yang lebih tinggi dibanding mereka dengan taraf yang lebih baik untuk menderita depresi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

Depresi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National Academy on An Aging Society (2000) didapatkan data bahwa pada kelompok responden dengan pendapatan rendah ditemukan tingkat depresi yang cukup tinggi yaitu sebesar 51%. Pada penelitian Akhtar ditemukan tingkat depresi terendah pada kelompok pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar (9,1%) dan sebaliknya tingkat depresi yang tertinggi ditemukan pada responden dengan kelompok pendidikan yang lebih tinggi sebesar (13,4%). Walaupun hasil ini dapat menjadi indikasi adanya perbedaan tingkat depresi pada tingkat pendidikan, namun hal tersebut tidak memiliki korelasi positif dengan terjadinya gangguan depresif. Ras Prevalensi gangguan mood cenderung tidak memiliki perbedaan dari satu ras ke ras lainnya. Namun menurut penelitian NSDUH depresi paling sering terjadi justru pada ras campuran.

2.3. Etiologi Depresi Etiologi gangguan depresif tidak dapat diketahui dengan pasti, namun terdapat sejumlah faktor yang diperkirakan mempengaruhinya. 1. Faktor Fisik a. Faktor Genetik Dari data penelitian genetik ditemukan bahwa faktor penting dalam perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola penurunan genetika adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks. Bukan saja tidak mungkin untuk menyingkirkan efek psikososial, tetapi faktor non genetik kemungkinan memainkan peranan kausatif dalam perkembangan gangguan mood pada sekurangnya beberapa orang. Dalam penelitian ditemukan bahwa sanak saudara lapis pertama dari penderita gangguan depresif berat memiliki

kemungkinan 2 sampai 3 kali lebih besar dibandingkan sanak saudara pada lapis selanjutnya.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

Depresi

Keluarga lapis pertama (anak, kakak, adik, dan orang tua) dari orang yang menderita penyakit depresi berat mempunyai risiko yang lebih besar (10-15%) menderita penyakit ini daripada penduduk pada umumnya (1-2%). Penelitian Commonwealth Kendler dari departemen terhadap psikiatri Virginia

University

kembar

perempuan

menunjukkan bahwa anak kembar berbagi faktor risiko terhadap neurotisme dan depresi berkisaran antara 70% karena genetik, 20% karena faktor lingkungan dan hanya 10% diakibatkan oleh penyebab langsung depresi berat, artinya jika salah satu kembar terdeteksi depresi berat, kembar yang lain memiliki faktor risiko yang besar bisa terserang depresi juga. Namun saat pertama kali munculnya depresi berat tidak dapat diprediksi. b. Susunan Kimia Otak dan Tubuh Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memegang peranan besar dalam mengendalikan emosi kita. Pada orang depresi ditemukan adanya perubahan dalam jumlah bahan kimia tersebut. Hormon noradrenalin memegang peranan utama dalam

mengendalikan otak dan aktivitas tubuh, dimana pada orang depresi kadar hormon ini berkurang. Pada wanita, perubahan hormon estrogen dapat meningkatkan risiko terjadinya depresi. Hormon kortisol juga dipercaya menyebabkan depresi. Pada orang yang sehat, kortisol dikeluarkan dalam jumlah yang besar pada pagi hari dan makin berkurang menjelang sore hari. Sedangkan pada orang yang depresi berat dengan simptom fisik, hormon kortisol dikeluarkan dalam jumlah yang sama sepanjang hari. Walaupun terdapat banyak macam neurotransmitter yang berbeda, namun riset menunjukkan bahwa kekurangan beberapa neurotransmiter serotonin, norepinephrine dan dopamine dapat menyebabkan terjadinya depresi. Di lain sisi jika kelebihan jumlah neurotransmiter dapat menjadi penyebab fase manik dalam periode manik-depresi.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

Depresi

Selain itu, terdapat penjelasan lain dalam teori fisiologis depresi. Yang pertama, adanya gangguan metabolisme elektrolit pada pasien depresi. Natrium dan kalium klorida sangat penting bagi pemeliharaan daya kerja dan fungsi kontrol terhadap rangsang perasaan bersemangat atau rasa gembira yang terdapat pada sistem saraf. Bila distribusi pada neuron terganggu, individu pada berada pada kondisi depresi. Penjelasan lain yaitu bahwa depresi disebabkan adanya hambatan dalam transmisi neural yang terjadi dalam system saraf simpatik serta melibatkan transmiter neuralnya, yaitu nor-epinephrine. Dalam penelitian lain juga disebutkan bahwa selain faktor neurotransmitter yang telah disebutkan di atas, ada beberapa penyebab lain yang dapat mencetuskan timbulnya depresi yaitu neurotransmitter asam amino khususnya GABA (Gamma-

Aminobutyric Acid) dan peptida neuroaktif, regulasi neurendokrin dan neuroanatomis. Pada regulasi neuroendokrin, gangguan mood dapat disebabkan terutama oleh adanya kelainan pada sumbu adrenal, tiroid dan hormon pertumbuhan. Selain itu kelainan lain yang telah digambarkan pada pasien dengan gangguan mood adalah penurunan sekresi nocturnal melantonin, penurunan pelepasan prolaktin terhadap pemberian tryptophan, penurunan kadar dasar FSH (Follicle Stimullating Hormon) dan LH (Luteinizing Hormon), dan penurunan kadar testosteron pada laki-laki. c. Faktor Usia Berbagai penelitian mengungkapkan golongan usia muda yaitu remaja dan orang dewasa lebih banyak terkena depresi. Hal ini dapat terjadi karena pada usia tersebut terdapat tahap-tahap serta tugas perkembangan yang penting, yaitu peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja, remaja ke dewasa, masa sekolah ke masa kuliah atau bekerja, serta masa pubertas hingga ke pernikahan. Namun sekarang ini usia rata-rata penderita depresi semakin menurun yang
Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

Depresi

menunjukkan bahwa remaja dan anak-anak semakin banyak yang terkena depresi. Survei masyarakat terakhir melaporkan adanya prevalensi yang tinggi dari gejala-gejala depresi pada golongan usia dewasa muda yaitu 18-24 tahun. d. Faktor Gender Wanita dua kali lebih sering terdiagnosis menderita depresi daripada pria. Bukan berarti wanita lebih mudah terserang depresi, bisa saja karena wanita lebih sering mengakui adanya depresi daripada pria dan dokter lebih dapat mengenali depresi pada wanita. Bagaimanapun juga tekanan sosial pada wanita yang mengarah pada depresi lebih jarang ditemui pada pria daripada wanita. Ada juga perubahan hormonal dalam siklus menstruasi yang berhubungan dengan kehamilan, kelahiran dan menopause yang membuat wanita lebih rentan menjadi depresi. Lebih banyaknya wanita tercatat mengalami depresi bisa juga disebabkan oleh pola komunikasinya. Menurut Pease & Pease bahwa pola komunikasi wanita berbeda dengan pria. Jika seorang wanita mendapat masalah, dengan maka wanita tersebut sedangkan sendirian Pria juga ingin pria

mengkomunikasikannya cenderung untuk

orang lain, masalahnya

memikirkan atas

hingga jarang

mendapatkan

jawaban

masalahnya.

menunjukkan emosinya sehingga kasus depresi ringan dan sedang pada pria jarang diketahui. e. Gaya Hidup Banyak kebiasaan atau gaya hidup tidak sehat berdampak pada penyakit misalnya penyakit jantung yang juga dapat memicu kecemasan dan depresi. Gaya hidup yang tidak sehat misalnya tidur tidak teratur, makan tidak teratur, mengonsumsi makanan fast food atau makanan yang mengandung perasa, pengawet dan pewarna buatan, kurang berolahraga, merokok, dan minum-minuman keras.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

Depresi

f. Penyakit Fisik dan Obat-obatan Orang yang menderita penyakit fisik yang berat atau kondisi kelumpuhan yang lama seperti artritis rhematoid mungkin berakhir dengan depresi. Namun beberapa kondisi juga dapat bertindak sebagai penyebab khas suatu depresi. Beberapa penyakit fisik penyebab depresi: Penyakit syaraf: penyakit parkinson, multiple sclerosis, epilepsi, demensia Penyakit ganas: kanker paru, tumor otak, kenker pankreas Penyakit endokrin: hipotiroid, sindroma Cushing,

penyakit Addison Penyakit ginjal: kegagalan ginjal, dialisis ginjal Anemia: kekurangan zat besi, folat, vit.B12 Infeksi: influenza dan pasca influenza, hepatitis, demam kelenjar, bruselosis Efek samping obat: metildopa, kortikosteroid, l-dopa, diuretik, barbiturat, deserpin Kegagalan obat: bensodiasepedin, penenang, amfetamin, alkohol. g. Kurangnya Cahaya Matahari Terdapat beberapa pasien dimana terlihat baik-baik saja saat musim panas tetapi menjadi depresi ketika musim dingin. Keadaan ini disebut sebagai seasonal affective disorder (SAD). SAD berhubungan dengan tingkat hormon melatonin yang dilepaskan dari kelenjar pineal ke otak dimana pelepasannya sensitif terhadap cahaya, lebih banyak dilepaskan ketika gelap. 2. Faktor Psikologis a. Kepribadian Aspek-aspek kepribadian ikut pula mempengaruhi tinggi rendahnya depresi yang dialami serta kerentanan terhadap depresi.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

Depresi

Ada individu-individu yang lebih rentan terhadap depresi, yaitu yang mempunyai konsep diri serta pola pikir yang negatif, pesimis, juga tipe kepribadian introvert. b. Pola Pikir Seorang psikiatri Amerika, Aaron Beck menggambarkan pola pemikiran yang umum pada depresi dan dipercaya membuat seseorang rentan terkena depresi. Secara singkat, dia percaya bahwa seseorang yang merasa negatif mengenai diri sendiri rentan terkena depresi. c. Harga Diri (Self-Esteem) Self-Esteem adalah pandangan individu terhadap nilai dirinya atau bagaimana seseorang menilai, mengakui, menghargai, atau menyukai dirinya sendiri. Harga diri berhubungan dengan status ekonomi dan berbagai aspek kesehatan dan perilaku sehat, juga berhubungan dengan self-efficacy. Bandura mengatakan self-efficacy adalah perasaan individu mengenai kemampuannya dalam

melakukan sesuatu. Menurut penelitian, rendahnya harga diri pada remaja mempengaruhi seorang remaja untuk terserang depresi. Depresi dan self-esteem dapat dilihat sebagai lingkaran setan. Ketidakmampuan untuk menghadapi secara positif situasi sosial dapat menyebabkan rendahnya self-esteem yang mengakibatkan depresi. Depresi nantinya menyebabkan ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang lain dan diterima dalam kelompok sosial yang menyebabkan perasaan rendahnya self-esteem. d. Stres Kematian orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, pindah rumah atau stres berat yang lain dianggap dapat menyebabkan depresi. Reaksi terhadap stres seringkali ditangguhkan dan depresi dapat terjadi beberapa bulan sesudah peristiwa itu terjadi.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

Depresi

Riset telah memperlihatkan bahwa kejadian-kejadian dalam hidup yang buruk cenderung menumpuk dalam 6-12 bulan sebelum mulai terjadinya depresi. e. Lingkungan Keluarga Kehilangan Orang Tua Ketika Masih Anak-anak Ada bukti bahwa individu yang kehilangan ibu mereka ketika muda memiliki risiko lebih besar terserang depresi. Akibat psikologis, sosial dan keuangan yang ditimbulkan oleh kehilangan orang tua yang lebih penting daripada kehilangan itu sendiri. Jenis Pengasuhan Psikolog menemukan bahwa orang tua yang sangat menuntut dan kritis, yang menghargai kesuksesan dan menolak semua kegagalan membuat anak-anak lebih mudah terserang depresi di masa depan. Penyiksaan Fisik dan Seksual Ketika Kecil Ada beberapa bukti bahwa penyiksaan fisik atau seksual dapat membuat seseorang berisiko terserang depresi berat sewaktu dewasa. Studi telah menunjukkan bahwa setengah dari orang-orang yang mengunjungi psikiatri punya semacam perhatian seksual yang tidak diinginkan ketika remaja dan anak-anak. f. Penyakit Jangka Panjang Orang yang sakit keras menjadi rentan terhadap depresi saat mereka dipaksa dalam posisi dimana mereka tidak berdaya atau karena energi yang mereka perlukan untuk melawan depresi sudah habis untuk penyakit jangka panjang. Demikian pula dengan kecemasan terhadap ketidakamanan finansial bisa menjadi faktor yang penting terjadinya depresi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

1 0

Depresi

2.4. Jenis-jenis Depresi 1. Jenis-jenis Depresi Berdasarkan Tingkat Penyakit Menurut klasifikasi organisasi kesehatan dunia WHO, berdasarkan tingkat penyakitnya depresi dibagi menjadi: a. Mild depression/ minor depression dan dysthymic disorder Pada depresi ringan, mood yang rendah datang dan pergi dan penyakit datang setelah kejadian stressful yang spesifik. Perubahan gaya hidup biasanya dibutuhkan untuk mengurangi depresi jenis ini. Bentuk depresi yang kurang parah disebut distimia (Dystymic disorder). Depresi ini menimbulkan gangguan mood ringan dalam jangka waktu yang lama sehingga seseorang tidak dapat bekerja optimal. b. Moderate depression Pada depresi sedang mood yang rendah berlangsung terus dan individu juga mengalami simptom fisik walaupun berbeda-beda pada tiap individu. Perubahan gaya hidup saja tidak cukup dan bantuan diperlukan untuk mengatasinya. c. Severe depression/ major depression Individu akan mengalami gangguan dalam kemampuan untuk bekerja, tidur, makan, dan menikmati hal yang menyenangkan. Penting untuk mendapatkan bantuan medis secepatnya.1

2. Jenis-jenis Depresi Berdasarkan Klasifikasi Nosologi Klasifikasi nosologi dari keadaan depresi telah terbukti bernilai dalam praktik klinik dan telah dibakukan oleh WHO. Jenis-jenis depresi berdasarkan klasifikasi nosologi: a. Depresi psikogenik Depresi ini karena pengaruh psikologis individu. Biasanya terjadi akibat kejadian yang dapat membuat seseorang sedih atau stres berat.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

1 1

Depresi

Berdasarkan pada gejala dan tanda-tanda, terbagi menjadi: i. Depresi reaktif Merupakan istilah yang sering digunakan untuk gangguan mood depresif yang ditandai oleh apati dan retardasi atau oleh kecemasan dan agitasi. ii. Exhaustion depression Merupakan depresi yang timbul setelah bertahun-tahun masa laten, akibat tekanan perasaan yang berlarut-larut, goncangan jiwa yang berturut atau pengalaman berulang yang menyakitkan. iii. Depresi neurotik Bermula dari konflik-konflik psikologis masa anak-anak (seperti keadaan perpisahan dengan ibu pada masa bayi, hubungan orang tua-anak yang tidak menyenangkan) yang selama ini disimpan dan membekas dalam jiwa penderita. b. Depresi endogenik Depresi ini bersifat diturunkan, dimana biasanya timbul tanpa didahului masalah psikologis atau fisik tertentu, tetapi bisa juga dicetuskan oleh trauma fisik maupun psikis. c. Depresi somatogenik Pada depresi faktor-faktor jasmani dianggap berperan dalam timbulnya depresi, dan aterbagi dalam beberapa tipe: i. Depresi organik Disebabkan oleh perubahan-perubahan morfologi dari otak seperti arteriosklerosis serebri, demensia senilis, tumor otak, defisiensi mental, dan lain-lain. ii. Depresi simptomatik

Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

1 2

Depresi

Merupakan depresi yang bersamaan dengan penyakitpenyakit jasmaniah seperti: Penyakit infeksi: hepatitis, influenza, pneumonia. Penyakit endokrin: diabetes mellitus, hipotiroid. Akibat tindakan bedah. Pengobatan antihipertensi. Pada fase penghentian kecanduan narkotika, alkohol dan obat penenang. jangka panjang dengan obat-obat

3. Jenis-jenis Depresi Menurut Penyebabnya a. Depresi Reaktif Gejalanya diperkirakan akibat stres luar, seperti kehilangan seseorang atau kehilangan pekerjaan. Ini merupakan jenis depresi paling umum dan sungguh merupakan perluasan dari perasaan gundah yang normal. Umumnya orang yang mengalami depresi reaktif akan merasa muram, cemas, sering marah dan mudah tersinggung. b. Depresi Endogenus Gejalanya terjadi tanpa dipengaruhi oleh faktor luar. Seorang psikiater mendiagnosis seorang pasien menderita depresi endogenus jika mereka menunjukkan tanda-tanda sedih, menarik diri dan mempunyai beberapa gejala berikut ini: i. Hilangnya hasrat seks. ii. Anoreksia atau kehilangan berat badan. iii. Kelambanan fisik dan mental atau kegelisahan atau agitasi. iv. Bangun pagi-pagi. v. Perasaan bersalah. vi. Tidak menikmati apa-apa. vii. Suasana hati paling rendah di pagi hari dan meningkat dengan berjalannya hari. viii. Suasana hati sedih yang berbeda dari kesedihan biasa.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

1 3

Depresi

c. Depresi Primer dan Sekunder Depresi primer: depresi yang tidak mempunyai penyebab. Depresi sekunder: depresi yang disebabkan penyakit fisik atau psikiatrik atau kecanduan obat atau alkohol.

4. Jenis-jenis Depresi Menurut Gejalanya Menurut gejalanya depresi dapat digolongkan sebagai neurotik dan psikotik. Namun perbedaannya tidak terlalu jelas seperti yang diinginkan para dokter. Oleh karena banyak orang yang mempunyai gejala kedua jenis penyakit dan beberapa jenis depresi (terutama yang endogenus) tidaklah bersifat neurotik ataupun psikotik. a. Depresi Neurotik Biasanya terjadi setelah mengalami peristiwa meyedihkan yang jauh lebih berat dari biasanya. Seringkali didahului oleh trauma emosional seperti kehilangan orang yang dicintai. Orang yang menderita depresi neurotik bisa merasa gelisah, cemas sekaligus merasa depresi. Mereka menderita hipokondria atau ketakutan abnormal seperti agrofobia tetapi mereka tidak menderita delusi atau halusinasi. b. Depresi Psikotik Depresi yang berkaitan dengan delusi atau halusinasi atau keduanya. c. Psikosis Depresi Manik (disebut juga depresi bipolar) Merupakan penyakit yang kambuh kembali disertai gangguan suasana hati yang berat. Orang yang menderita gangguan ini menunjukkan gabungan depresi dan rasa cemas tetapi kadangkadang hal ini dapat diganti dengan perasaan gembira, gairah dan aktivitas secara berlebihan, gambaran ini disebut mania.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

1 4

Depresi

5. Jenis-jenis Depresi Menurut Arah Penyakit a. Depresi unipolar Gangguan depresi yang dicirikan oleh suasana perasaan depresif saja diman penderita dalam jangka waktu yang lama hanya mengalami perasaan sedih saja. b. Depresi bipolar Dahulunya gangguan ini disebut manik depresif. Tidak seperti gangguan depresi yang lainnya, gangguan bipolar meliputi lingkaran depresi pada satu kutub dan gembira berlebihan atau maniak pada kutub lainnya. Kadang-kadang suasana perasaan tersebut berubah secara drastis dan cepat, tetapi sebagian besar berlangsung secara gradual.

6. Depresi Atipikal Diagnosis depresi atipikal kadang-kadang dibuat apabila depresi dianggap mendasari gangguan fisik dan mental yang tidak dapat diterangkan, misalnya rasa sakit yang lama tanpa sebab yang nyata atau hipokondria atau sebaliknya perilaku yang tidak dapat diterangkan seperti wanita lanjut usia yang suka mengutil.

2.5. Gejala Depresi Gejala depresi adalah kumpulan perilaku dan perasaan yang secara spesifik dapat dikelompokkan sebagai depresi. Namun perlu diingat, setiap orang mempunyai perbedaan yang mendasar, yang memungkinkan suatu peristiwa atau perilaku dihadapi secara berbeda antara satu orang dengan yang lainnya. Gejala utama depresi pada derajat ringan, sedang dan berat adalah afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas. Gejala-gejala depresi ini bisa kita lihat dari tiga segi, yaitu gejala dilihat dari segi fisik, psikis dan sosial.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

1 5

Depresi

1. Gejala Fisik Menurut beberapa ahli, gejala depresi yang kelihatan ini mempunyai rentangan dan variasi yang luas sesuai dengan berat ringannya depresi yang dialami. Gejala fisik berupa: Gangguan pola tidur (sulit tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit) Menurunnya aktivitas fisik Menurunnya efisiensi kerja Menurunnya produktivitas kerja Mudah merasa letih dan sakit Konsentrasi dan perhatian berkurang Bicara dan gerak-geriknya pelan dan kurang hidup Anoreksia (kadang-kadang makan terlalu banyak sebagai pelarian) dan penurunan berat badan Diare, konstipasi dan muntah Kehilangan libido, dll

2. Gejala Psikis Kehilangan rasa percaya diri Sensitif Merasa tidak berguna Perasaan bersalah Perasaan terbebani Perasaan sedih Kosong, bosan dan putus asa Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis Gagasan atau perbuatan mengancam jiwa atau bunuh diri, dll

3. Gejala Sosial Masalah depresi yang berawal dari diri sendiri pada akhirnya mempengaruhi lingkungan dan pekerjaan atau aktivitas rutin lainnya. Lingkungan tentu akan bereaksi terhadap perilaku orang yang depresi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

1 6

Depresi

tersebut yang pada umumnya negatif (mudah marah, tersinggung, menyendiri, sensitif, mudah letih, mudah sakit). Problem sosial yang terjadi biasanya berkisar pada masalah interaksi dengan rekan kerja, atasan atau bawahan. Masalah ini tidak hanya berbentuk konflik, namun masalah lainnya juga seperti perasaan minder, malu, cemas jika berada di antara kelompok dan merasa tidak nyaman untuk berkomunikasi secara normal. Mereka merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka dan secara aktif menjalin hubungan dengan lingkungan sekalipun ada kesempatan. Adapun gejala sosial lainnya: Konsep diri kurang Isolasi Menarik diri Tergantung

2.6. Diagnosis Depresi Berdasarkan PPDGJ III diagnosis depresi dapat ditegakkan berdasarkan: 1. F32 Episode Depresif Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat): Afek depresif Kehilangan minat dan kegembiraan, dan Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas. Gejala lainnya: Konsentrasi dan perhatian berkurang; Harga diri dan kepercayaan diri berkurang; Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna; Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis; Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri; Tidur terganggu; Nafsu makan berkurang.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

1 7

Depresi

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.

Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1) dan berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasikan di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33.-) a. F32.0 Episode Depresif Ringan Pedoman Diagnostik Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti tersebut di atas; Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya: (a) sampai dengan (g) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasanya dilakukan. Karakter kelima: F32.00 = Tanpa gejala somatik F32.01 = Dengan gejala somatik b. F32.1 Episode Depresif Sedang Pedoman Diagnostik Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada episode depresi ringan (F30.0) Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya; Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu

Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

1 8

Depresi

Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga. Karakter kelima: F32.10 = Tanpa gejala somatik F32.11 = Dengan gejala somatik

c. F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik Pedoman Diagnostik Semua gejala utama depresi harus ada Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresi berat masih dapat dibenarkan. Episode depresi biasanya harus berlangsung sekurangkurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga kecuali pada taraf yang sangat terbatas. d. F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik Pedoman Diagnostik Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut di atas; Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa 1 9
Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

Depresi

bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditori atau olfaktori biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (moodcongruent). e. F32.8 Episode Depresif Lainnya f. F32.9 Episode Depresif YTT 2. F33 Gangguan Depresif Berulang Pedoman Diagnostik Gangguan ini tersirat dengan episode berulang dari: Episode depresi ringan (F32.0) Episode depresi sedang (F32.1) Episode depresi berat (F32.2 dan F32.3) Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan tetapi frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar. Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2). Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode singkat dari peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania (F30.0) segera sesudah episode depresif (kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan depresi). Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode, namun sebagian kecil pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia lanjut (untuk keadaan ini, kategori ini harus tetap digunakan). Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stres atau trauma

Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

2 0

Depresi

mental lain (adanya stres atau tidak esensial untuk penegakkan diagnosis). Diagnosis Banding: Episode depresif singkat berulang (F38.1) a. F33.0 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Ringan Pedoman Diagnostik Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan (F32.0); dan Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masingmasing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna. Karakter kelima : F33.00 = Tanpa gejala somatik F33.01 = Dengan gejala somatik

b. F33.1 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Sedang Pedoman Diagnostik Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif sedang (F32.1); dan Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masingmasing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna. Karakter kelima : F33.10 = Tanpa gejala somatik F33.11 = Dengan gejala somatik

c. F33.2 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat tanpa Gejala Psikotik Pedoman Diagnostik

Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

2 1

Depresi

Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masingmasing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.

d. F33.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat dengan Gejala Psikotik Pedoman Diagnostik Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.2); dan Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masingmasing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.

e.

F33.4 Gangguan Depresif Berulang, Kini dalam Remisi Pedoman Diagnostik Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus pernah dipenuhi di masa lampau, tetapi keadaan sekarang seharusnya tidak memenuhi kriteria untuk episode depresif dengan derajat keparahan apa pun atau gangguan lain apa pun dalam F30-F39; dan Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masingmasing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.

f. F33.8 Gangguan Depresif Berulang Lainnya g. F33.9 Gangguan Depresif Berulang YTT
Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

2 2

Depresi

Berdasarkan DSM IV episode depresif berat dapat didiagnosa dengan: A. Sedikitnya 5 dari gejala di bawah ini telah ditemukan dalam jangka waktu 2 minggu yang sama dan merupakan suatu perubahan pola fungsi dari sebelumnya; sedikitnya satu gejala ialah salah satu dari (1) atau (2). (1) Afek yang sedih (atau dapat juga afek yang iritable pada kanakkanak dan remaja) hampir seluruh hari, hampir setiap hari (sebagaimana ditunjukkan dengan ungkapan pribadi pasien atau observasi oleh orang lain. (2) Minat dan rasa senang yang amat menurun dalam semua atau hampir semua kegiatan sehari-hari, hampir setiap hari (ditunjukkan baik olrh ungkapan pribadi pasien atau pengamatan dari orang lain adanya apati hampir seluruh waktu) (3) Berkurang atau bertambahnya berat tubuh tanpa diet (contoh lebih dari 5% berat tubuh dalam sebulan), atau berkurang atau bertambahnya nafsu makan hampir setiap hari (pada kanak-kanak, pertimbangkan juga kegagalan untuk mendapatkan tambahan berat tubuh) (4) Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari (5) Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain, tidak hanya perasaan subjektif tentang keresahan atau terasa terhambat) (6) Lelah atau hilang tenaga hampir setiap hari (7) Rasa tidak berguna atau rasa dosa yang berlebihan atau tidak sesuai (yang mencapai taraf waham) hampir setiap hari (tidak hanya menyalahkan diri sendiri atau rasa dosa karena sakitnya) (8) Turunnya kemampuan berpikir atau konsentrasi atau ragu hampir setiap hari (baik atas pertimbangan subjektif atau hasil pengamatan orang lain) (9) Buah pikiran tentang kematian yang menetap dan berulang (tidak hanya takut mati), gagasan ingin bunuh diri atau adanya suatu rencana spesifik untuk bunuh diri.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

2 3

Depresi

B. Tidak dapat dipastikan bahwa suatu faktor organik yang menyebabkan atau yang mempertahankan gangguan itu. Gangguan itu bukan merupakan suatu reaksi normal terhadap kematian seseorang yang dicintainya (reaksi berkabung tanpa komplikasi). C. Selama gangguannya ada tidak pernah terdapat waham atau halusinasi selama 2 minggu tanpa gejala afektif yang menonjol (yaitu: sebelum timbulnya gejala afektif atau setelah ada remisi). D. Tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan waham, atau gangguan psikotik yang tak ditentukan.

2.7. Pengukuran Depresi 1. HDRS (Hamilton Depression Rating Scale) Hamilton Depression Scale (HDS atau HAMD), juga dikenal Hamilton Rating Scale for Depression atau Hamilton Depression Rating Scale, adalah tes yang mengukur keberatan dari gejala depresi pada individu. Tujuannya adalah untuk menilai keberatan dari penampakan gejala depresi pada anak-anak maupun pada orang dewasa. HDRS dikembangkan oleh Max Hamilton (1960) sebagai pengukur gejala depresi yang dapat digunakan dalam hubungannya dengan interview klinik pada pasien depresi. Direvisi terakhir pada tahun 1967. Hamilton juga membuat Hamilton Depression Inventory. Tabel 1. Nilai tingkat depresi HDRS Nilai tes HDRS 0-6 7-16 17-24 >24 Tingkat depresi Tak ada depresi Depresi ringan Depresi sedang Depresi berat

Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

2 4

Depresi

Tergantung dari versi yang digunakan, terdapat 17 atau 21 item interview yang mengandung rating. Versi 17 item HDRS lebih umum digunakan dari versi 21 item yang mengandung 4 item tambahan yang mengukur gejala yang berhubungan dengan depresi, seperti paranoia dan obsesi.

2. MADRS (Montgomery Asberg Depression Rating Scale) MADRS pertama kali diperkenalkan oleh Montgomery dan Asberg. Skala rating ini terdiri dari butir yang lebih sedikit dari HDRS. MADRS lebih sensitif terhadap perubahan harian sehingga baik untuk digunakan dalam membandingkan pemakaian dua obat atau lebih. Tabel 2. Nilai tingkat depresi MADRS Nilai tes MADRS Tingkat depresi 0-6 7-19 20-34 >34 Tak ada depresi Depresi ringan Depresi sedang Depresi berat

3. Zung Self Depression Scale Zung Self Depression Scale adalah suatu skala depresi terdiri dari 20 kalimat dan penilaian derajat depresinya dilakukan oleh pasien sendiri. Tabel 3. Nilai tingkat depresi Zung Self Depression Scale Nilai tes ZSDS 25-49 50-59 60-69 >70 Tingkat depresi Normal Depresi ringan Depresi sedang Depresi berat
Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

2 5

Depresi

4. Beck Depression Inventory Beck Depression Inventory adalah suatu skala pengukuran depresi yang terdiri dari 21 pernyataan yang diberikan oleh pemeriksa, namun dapat juga digunakan oleh pasien untuk menilai derajat depresinya sendiri. Berdasarkan interpretasi terhadap Beck Depression Inventory terdapat enam kategori status depresi, yaitu: Tabel 3. Nilai tingkat depresi Beck Depression Inventory Nilai tes BDI 1-10 11-16 17-20 21-30 31-40 >40 Tingkat depresi tidak depresi gangguan mood ringan borderlines klinis depresi depresi ringan-sedang depresi berat depresi sangat berat

2.8. Penatalaksanaan Kasus depresi berat memerlukan terapi dan pengobatan yang efektif untuk mengurangi depresi, namun pada kasus depresi ringan dan sedang terapi dapat dilakukan terhadap diri sendiri untuk mengurangi gejala-gejala depresi.1 Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan terapi. Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua, pemeriksaan diagnostik yang lengkap pada pasien harus dilakukan. Ketiga, perlunya diperhatikan kesehatan pasien selanjutnya.

1. Terapi Farmakologis dengan obat antidepresan Antidepresan yang tersedia sekarang ini cukup bervariasi di dalam efek farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar untuk pengamatan bahwa setiap individu mungkin berespons terhadap antidepresan lainnya.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

2 6

Depresi

Variasi tersebut juga merupakan dasar untuk membedakan efek samping yang terlihat pada antidepresan. Pembedaan yang paling mendasar diantara antidepresan adalah pada proses farmakologis, dimana ada antidepresan yang memiliki efek farmakodinamika jangka pendek terutama pada reuptake sites atau pada tingkat inhibisi enzim monoamine oksidasi yang bekerja menormalkan neurotransmitter abnormal di otak khususnya epinefrin dan norepinefrin. Antidepresan lain bekerja pada dopamin. Hal ini sesuai dengan etiologi dari depresi yang kemungkinan diakibatkan dari abnormalitas dari sistem neurotransmitter di otak. Obat antidepresan yang akan dibahas adalah antidepresi generasi pertama (Trisiklik dan MAOIs), antidepresi golongan kedua (SSRIs) dan antidepresi golongan ketiga (SRNIs). a. Trisiklik Trisiklik merupakan antidepresan yang paling umum digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk gangguan depresif berat. Golongan trisiklik ini dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu trisiklik primer, tetrasiklik amin sekunder (nortriptyline, desipramine) dan tetrasiklik tersier (imipramine, amitriptlyne). Dari ketiga golongan obat tersebut, yang paling sering digunakan adalah tetrasiklik amin sekunder karena mempunyai efek samping yang lebih minimal. Obat golongan tetrasiklik sering dipilih karena tingkat kepuasan klinisi dikarenakan harganya yang murah karena sebagian besar golongan dari obat ini tersedia dalam formulasi generik. Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin sekunder diduga bekerja sebagai penghambat reuptake

norepinefrin, sedangkan amin tersier menghambat reuptake serotonin pada sinaps neuron.hal ini mempunyai implikasi bahwa depresi akibat kekurangan norepinefrin lebih responsive terhadap amin sekunder, sedangkan depresi akibat kekurangan serotonin akan lebih responsive terhadap amin tersier. b. MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitors)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

2 7

Depresi

Obat ini menghalangi aktivitas monoamine oxidase, enzim yang menghancurkan monoamine neurotransmitters norephinefrin, serotonin, dan dopamin. MAOIs telah digunakan sebagai antidepresan sejak 15 tahun yang lalu. Golongan ini bekerja dalam proses penghambatan deaminasi oksidatif katekolamin di mitokondria, akibatnya kadar epinefrin, noreprinefrin dan 5-HT dalam otak naik. Obat ini sekarang jarang digunakan sebagai lini pertama dalam pengobatan depresi karena bersifat sangat toksik bagi tubuh. Selain karena dapat menyebabkan krisis hipertensif akibat interaksi dengan tiramin yang berasal dari makanan-makanan tertentu seperti keju, anggur dan acar, MAOIs juga dapat menghambat enzim-enzim di hati terutama sitokrom P450 yang akhirnya akan mengganggu metabolisme obat di hati. c. SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan lini pertama pada gangguan depresif berat selain golongan trisiklik. Obat golongan ini mencakup fluoxetine, citalopram dan setraline. SSRIs sering dipilih oleh klinisi yang pengalamannya mendukung data penelitian bahwa SSRIs sama manjurnya dengan trisiklik dan jauh lebih baik ditoleransi oleh tubuh karena mempunyai efek samping yang cukup minimal karena kurang memperlihatkan pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergik dan histaminergik. Interaksi farmakodinamik yang berbahaya

akan terjadi bila SSRIs dikombinasikan dengan MAOIs, karena akan terjadi peningkatan efek serotonin secara berlebihan yang disebut sindrom serotonin dengan gejala hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular dan gangguan tanda vital. d. SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitors) Golongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme yang hampir sama dengan golongan SSRIs, namun SNRIs juga menghambat dari reuptake norepinefrin.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

2 8

Depresi

2. Terapi Non Farmakologis Terdapat tiga jenis psikoterapi jangka pendek yang digunakan dalam pengobatan depresif berat yaitu terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku. Terapi kognitif pada awalnya dikembangkan oleh Aaron Beck yang memusatkan pada distorsi kognitif pada penderita gangguan depresi berat. Tujuan terapi ini untuk menghilangkan episode depresif dan mencegah rekurennya dengan membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif. Sejumlah penelitian telah menunjukkan keefektifan pendekatan terapi kognitif untuk mengobati penderita depresi. Salah satu penelitian mengenai pasien yang mengalami depresi tahap sedang hingga berat, hasilnya menunjukkan bahwa pasien yang dirawat dengan terapi kognitif mempunyai angka pemulihan yang lebih besar, angka kegagalan lebih kecil dan angka perbaikan lebih cepat dibanding pasien yang diobati dengan terapi obat antidepresi saja. Terapi interpersonal adalah bantuan psikoterapi jangka pendek yang berfokus kepada orang-orang dengan perkembangan simtom penyakit kejiwaan. Jika terapi kognitif berfokus pada persepsi dan reaksi terhadap persepsi tersebut, terapi interpersonal menekankan kepada terapi

komunikasi. Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman, dengan memusatkan pada satu atau dua masalah interpersonal pasien yang sedang dialami sekarang, dengan menggunakan dua anggapan: pertama, masalah interpersonal sekarang kemungkinan memiliki akar pada hubungan awal yang disfungsional. Kedua, masalah interpersonal sekarang kemungkinan terlibat di dalam mencetuskan atau memperberat gejala depresif sekarang.

2.9. Prognosis Depresi Gangguan mood cenderung memiliki perjalanan penyakit yang panjang dan pasien cenderung sering mengalami kekambuhan. Episode depresif yang tidak diobati berlangsung selama 6 sampai 13 bulan, sementara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

2 9

Depresi

sebagian besar episode yang diobati berlangsung kira-kira 3 bulan. Menghentikan antidepresan sebelum 3 bulan hampir selalu menyebabkan kembalinya gejala. Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresif berat memiliki kemungkinan 50% untuk pulih dalam tahun pertama. Banyak penelitian telah berusaha untuk mengidentifikasi indikator prognostik yang baik dan buruk di dalam perjalanan gangguan depresif berat. Episode ringan, tidak adanya gejala psikotik, fungsi keluarga yang stabil, tidak adanya gangguan kepribadian, tinggal dalam waktu singkat di rumah sakit dalam waktu yang singkat, dan tidak lebih dari satu kali perawatan di rumah sakit adalah indikator prognostik yang baik. Prognosis buruk dapat meningkat oleh adanya penyerta gangguan distimik, penyalahgunaan alkohol dan zat lain, gejala gangguan kecemasan, dan riwayat lebih dari satu episode sebelumnya.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

3 0

Depresi

BAB III KESIMPULAN


Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya serta gagasan bunuh diri yang lebih sering pada wanita pada kelompok usia dewasa muda dan pada tingkat sosioekonomi yang rendah. Terdapat berbagai macam klasifikasi depresi, namun yang paling sering digunakan adalah berdasarkan tingkat penyakitnya dimana depresi dibagi menjadi Mild depression, Moderate depression dan Severe depression Gejala utama depresi adalah terdapatnya afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas. Pada depresi ringan, mood yang rendah datang dan pergi dan penyakit datang setelah kejadian stressful yang spesifik. Perubahan gaya hidup biasanya dibutuhkan untuk mengurangi depresi jenis ini. Depresi ini menimbulkan gangguan mood ringan dalam jangka waktu yang lama sehingga seseorang tidak dapat bekerja optimal. Pada depresi sedang mood yang rendah berlangsung terus dan individu mengalami simtom fisik juga walaupun berbeda-beda tiap individu. Perubahan gaya hidup saja tidak cukup dan bantuan diperlukan untuk mengatasinya. Pada depresi berat individu akan mengalami gangguan dalam kemampuan untuk bekerja, tidur, makan, dan menikmati hal yang menyenangkan. Penting untuk mendapatkan bantuan medis secepatnya. Pada kasus depresi berat diperlukan terapi dan pengobatan yang efektif untuk mengurangi depresi, namun pada kasus depresi ringan dan sedang dapat melakukan terapi terhadap diri sendiri untuk mengurangi gejala-gejala depresi. Adapun penatalaksanaan depresi meliputi obat antidepresan, terapi kognitif, terapi interpersonal, dan terapi perilaku.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

3 1

Depresi

DAFTAR PUSTAKA

Cadoret RJ, King LJ. Affective disorder depression and mania. In: Psychiatry in primary care. St. Louis: The C.V. Mosby Company, 1983; p. 42-70. Depression and the Initiation of Cigarette, Alcohol, and Other Drug Use among Young Adults. Diunduh dari http://www.samhsa.gov/data/2k7/newUsers/depression.htm, 30 Desember 2012. Encyclopedia of Mental Disorders. Hamilton depression scale. Diunduh dari 30

http://www.minddisorders.com/Flu-Inv/Hamilton-Depression-Scale.html, Desember 2012

Informasi Psikologi. Depresi Edisi 6 Desember 2001. Diunduh dari http://www.epsikologi.com/epsi/klinis_detail.asp?id=162, 30 Desember 2012. Informasi Psikologi. Waspada depresi pada remaja. Edisi 24 Maret 2008. Diunduh dari http://www.e-psikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id =481, 30 Desember 2012. Kaplan, HI, dkk. Depresi. Dalam: Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta: Widya Medika. 1998; p. 227-32. Kaplan, HI, dkk. Gangguan Mood. Dalam: Sinopsis Psikiatri. Tangerang: Bina Rupa Aksara. 2010; p. 227-32. Keliat, BA. Protokol Depresi. Dalam: Kedaruratan Pada Gangguan Alam Perasaan. Jakarta: EGC. 1996; p.18-24. Lubis, NL. Depresi Tinjauan Psikologis. 2009. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Maslim R. Pedoman Penggolongan dan Diagnostik Gangguan Jiwa III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2003. Nevid, JS, dkk. Gangguan Mood dan Bunuh Diri. Dalam: Psikologi Abnormal Jilid 1. Jakarta: Erlangga. 2005; p. 229-71.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha

3 2

You might also like