You are on page 1of 29

eBook oleh Nurul Huda Kariem MR. (nurulkariem@yahoo.

com)

(Kisah Nelayan dan Jin)

Matahari masuk ke paraduannya. Malam telah tiba. Raja Syahrayar, Syahrazad,


dan Dunyazad kembali bertemu.
"Baginda," ujar Syahrazad kepada Raja Syahrayar, "setelah si pedagang kaya itu
mengucapkan terima kasih kepada ketiga orang kakek tua yang menolongnya, ketiganya
pun kembali ke negeri masing-masing. Akan tetapi, tahukah baginda bahwa cerita tadi
masih kalah hebat dibandingkan kisah tentang seorang nelayan?"
"Bagaimana ceritanya?" tanya baginda penasaran.
"Begini ceritanya," Syahrazad memulai ceritanya.

Alkisah, hiduplah seorang lelaki tua bersama seorang istri dan tiga orang anak-
nya. Mereka adalah sebuah keluarga yang sangat miskin. Setiap hari, lelaki
tua tersebut mencari nafkah dengan cara mencari ikan. Uniknya, setiap hari
si nelayan tidak pernah menebarkan jaring yang dimilikinya kecuali hanya
empat kali lemparan, tidak lebih.
Sampai pada suatu tengah hari, nelayan ini pergi ke pantai untuk mencari
ikan. Diletakkannya tempat ikan yang dibawanya, dan kemudian dengan
sigap, dilemparkan jaringnya untuk kali pertama. Dengan sabar, dibiarkannya
jaring yang dilemparnya itu masuk ke dalam air. Dan setelah beberapa saat,
ditariknya jaring tersebut perlahan-lahan. Di luar dugaan, ternyata jaring itu
terasa berat. Dia berusaha menarik jaringnya, tapi sia-sia. Jaring itu ternyata
terlalu berat untuk dapat ditarik oleh lelaki setua dirinya. Akhirnya, nelayan
tua itu memasang pasak di bibir pantai, dan diikatnya jaring yang berat itu ke
pasak. Si nelayan kemudian melepas pakaiannya, dan menceburkan dirinya ke
dalam air untuk melihat benda apakah gerangan yang menyangkut di jaringnya
sehingga membuatnya menjadi sedemikian berat.
Dengan susah payah dikeluarkannya benda yang tersangkut di jaringnya
itu dari dalam air. Si nelayan kembali mengenakan pakaiannya, dan melihat
ke bagian dalam jaring. Aneh. Di dalam jaring yang dilemparkannya tadi, si
nelayan tua melihat seekor keledai yang sudah menjadi bangkai!
Demi melihat apa yang didapatkannya, maka dengan muka masam nelayan
tua itu bersenandung:

22 Hikayat 1001 Malam


Duhai, yang menyelam di gelap malam penuh petaka
Usah kau berpayah, rezki tak datang karena usaha
Saat kau lihat laut, dan nelayan setengah mati kejar rezki,
sementara gemintang diam berhenti
Di tengah laut ia menyelam dan ombak datang menampar
sedang matanya terus telisik jaring yang dilempar
Tidur lelap di malam hari baru bisa jika banyak ikan didapat,
sampai penuh panggangannya
Dibeli oleh dia yang malamnya hanya tidur lelap
Tak rasakan dingin dengan segala berkah yang lengkap
Mahasuci Tuhan, membuat kaya si ini, membuat miskin si itu
Si miskin ini mencari ikan, si kaya itu tinggal menyantap

Ketika melihat bangkai keledai di dalam jaringnya, si nelayan segera


mengeluarkan bangkai dari dalam jaring. Diperasnya jaringnya yang telah
basah, dan dilemparkannya lagi ke laut. "Bismillah!" ujar si nelayan tua sambil
menebarkan jaringnya untuk kali kedua.
Jaring yang dilemparkannya itu lalu dibiarkan turun ke dalam air. Beberapa
saat kemudian, nelayan itu menarik jaringnya. Aneh. Lagi-lagi jaring itu terasa
berat, bahkan kali ini lebih berat dari yang pertama. Kali ini, si nelayan tua begitu
yakin bahwa yang menyangkut di jaringnya adalah seekor ikan yang besar.
Sekali lagi, nelayan itu mengikat jaringnya dan kemudian dia melepas pakaian-
nya untuk kembali masuk ke dalam air. Dengan susah payah si nelayan tua
mendorong tangkapannya ke darat. Ternyata benda yang menyangkut di jaring
si nelayan tua itu adalah sebuah tempayan yang berisi pasir dan tanah.
Demi melihat 'tangkapannya' kali ini, si nelayan kembali menunjukkan
kekesalannya. Langsung dilemparkannya tempayan yang tersangkut di jaringnya
itu dan dia pun kembali memeras dan membersihkan jaringnya.
Seraya mengucapkan istigfar, si nelayan tua kembali ke laut untuk ketiga
kalinya. Jaring dilempar lagi. Setelah jaring masuk ke laut untuk beberapa saat,
si nelayan tua menariknya perlahan-lahan. Lagi-lagi si nelayan harus menelan
kekecewaan, karena kali ini yang menjadi 'tangkapan'nya adalah beberapa
buah tembikar dan barang pecah belah.
Dengan hati yang sudah dipenuhi kekesalan, si nelayan bersenandung:

Hikayat 1001 Malam 23


Memang rezki tak tentu, kadang terurai kadang terikat
Seolah tak ada goresan pena yang memberi berkat
Zaman sering rendahkan mereka yang baik
Dan mengangkat mereka yang tak berhak
Duhai mati datanglah kau, hidup ini sialan memang
Karena burung telah jatuh, dan itik malah terbang
Seekor burung terbang arungi timur dan barat dunia
Sedang burung lain mendapat makan tanpa harus ke mana-mana

Si nelayan menengadahkan kepalanya ke langit dan berdoa, "Ya Allah,


sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku tidak pernah menebarkan
jaringku lebih dari empat kali. Dan hari ini aku sudah menebarkan jaringku
ini tiga kali."
Sambil mengucapkan basmalah, si nelayan tua kembali menebarkan jaring-
nya. Lagi-lagi dengan sabar, si nelayan membiarkan jaringnya masuk ke dalam
air. Dengan amat perlahan si nelayan menarik jaringnya, namun gagal. Begitu
berat jaring si nelayan tua, seakan-akan jaring itu menancap di tanah. Maka
dengan mengucapkan hauqalah "La haula wa la quwwata illa billah," si nelayan
tua kembali melepas pakaiannya dan menceburkan dirinya ke dalam air.
Dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya, nelayan tua itu membawa
jaringnya ke darat. Ternyata yang menyangkut di jaringnya adalah sebuah guci
tembaga yang pada bagian mulutnya terdapat sebuah sumbat timah dengan
stempel Nabi Sulaiman a.s. tertera di atasnya. Dengan menggunakan pisau yang
dibawanya, si nelayan tua mencoba mencongkel tutup guci tersebut. Ternyata
usahanya tidak sia-sia, guci yang tadi tertutup berhasil dibuka. Tiba-tiba dari
dalam guci yang baru dibuka itu keluar kepulan asap putih yang membumbung
ke angkasa. Si nelayan terkejut bukan main. Asap itu terus menggumpal-gumpal
sampai akhirnya menjelma menjadi sesosok jin yang sangat besar, kepala jin
itu mencapai awan, sedangkan kakinya berpijak di bumi.
Si nelayan merasa amat ketakutan. Tubuhnya gemetar, giginya gemeretak,
dan keringat terus mengalir deras. Di hadapan si nelayan tua, dunia tampak
gelap gulita.
"Tiada Tuhan selain Allah. Sulaiman adalah Nabi Allah," tiba-tiba jin itu
mengeluarkan suaranya.

24 Hikayat 1001 Malam


Dengan perasaan takut si nelayan berujar, "Hai durjana! Mengapa kau
mengatakan bahwa Sulaiman a.s. adalah Nabi Allah, padahal Nabi Sulaiman
a.s. telah wafat seribu delapan ratus tahun yang lampau. Saat ini kita telah tiba
di akhir zaman. Coba kau katakan padaku riwayat hidupmu dan bagaimana
kau sampai dimasukkan ke dalam guci ini."
Ketika mendengar perkataan si nelayan, jin itu berseru, "Tiada Tuhan selain
Allah. Hai nelayan, aku akan memberi kabar gembira padamu!"
"Apa kabar gembira darimu untukku?" ujar nelayan.
"Yaitu dengan membunuhmu sekarang juga dengan cara yang kejam,"
jawab jin.
Nelayan tua menyergah, "Tetapi, apa dosaku, sehingga aku harus memikul
hukuman sekeji itu?"
"Hai nelayan, dengarkanlah kisahku ini," jawab jin.
Dengan tubuh gemetar karena ketakutan, si nelayan tua mendengar pe-
nuturan jin.
"Ketahuilah," jin itu memulai kisahnya, "Aku adalah jin yang jahat. Dulu
aku adalah jin yang menentang ajaran baginda Sulaiman ibn Daud a.s. Ketika
baginda mengetahui pembangkanganku, baginda Sulaiman a.s. mengutus salah
seorang menterinya yang bernama Ashif ibn Barkhiya untuk menyeretku ke
hadapan baginda Sulaiman a.s. hingga akhirnya, aku berhasil dipaksa untuk
dibawa ke hadapan baginda.
Sesampainya aku di hadapan baginda Sulaiman a.s., beliau mengajakku
untuk beriman kepada Allah s.w.t. dan tunduk di bawah kekuasan beliau. Te-
tapi seruan itu kutolak.
Mendengar penolakanku, baginda Sulaiman a.s. langsung mengambil
sebuah guci dan kemudian beliau memasukkan aku ke dalam guci itu. Pada
bagian mulut guci, beliau memasang segel timah yang di atasnya tertera nama
beliau yang agung. Setelah itu beliau memerintahkan kepada beberapa jin
untuk membawaku pergi. Guci tembaga yang berisi tubuhku itu kemudian
dibuang ke dasar laut.
Seratus tahun telah berlalu. Di dalam hati aku berkata, 'Barangsiapa
yang dapat membebaskan aku dari dalam guci ini, akan kubuat kaya raya.'
Tetapi, sampai seratus tahun kemudian ternyata tidak ada seorang pun yang
datang untuk membebaskan diriku. Maka aku kembali berkata di dalam hati,
'Barangsiapa yang dapat membebaskan aku dari dalam guci ini, akan aku

Hikayat 1001 Malam 25


beri seluruh kekayaan yang ada di bumi.' Tetapi, sampai empat ratus tahun
kemudian ternyata tidak ada seorang pun yang datang untuk mengeluarkan
aku dari dalam guci. Aku pun kembali berkata di dalam hati, 'Siapa saja yang
membebaskan aku, akan aku kabulkan tiga permintaannya.' Tetapi, lagi-lagi
tak ada seorang pun yang menolongku, hingga akhirnya dengan perasaan
marah aku bersumpah, bahwa siapa pun yang membebaskan aku dari dalam
guci ini, akan aku bunuh dengan cara yang kejam. Nah, tenyata engkaulah
yang membebaskan aku.
Seusai mendengar penjelasan sang jin, si nelayan tua berkata, 'Duhai, betapa
mengagumkan ceritamu itu! Ternyata akulah yang berhasil menyelamatkanmu.
Oleh sebab itu, ampunilah aku, maka Allah akan mengampunimu, dan jangan
kau bunuh aku, karena jika aku kau bunuh, Allah akan mendatangkan orang
yang akan membunuhmu.'
Jin itu tetap menolak dan berkata, 'Tidak, kau tetap harus kubunuh.'
Tetapi, si nelayan terus merajuk, 'Ampunilah aku, karena akulah yang
telah membebaskanmu.'
Akhirnya jin itu berkata, 'Haruskah aku mengampunimu hanya disebabkan
jasamu membebaskan aku?'
Mendengar perkataan sang jin, nelayan tua itu berkata, 'Wahai jin, se-
benarnya aku telah berbuat baik padamu, jadi mengapa kau balas aku dengan
perbuatan buruk. Ternyata apa yang diungkapkan syair ini memang benar.' Si
nelayan tua itu kemudian menyanyikan sebuah syair.

Kami buat kebaikan, mereka balas dengan kebalikannya


Demi umurku! Busuk nian perbuatan seperti itu
Barangsiapa berbuat baik kepada yang tak berhak
Maka balasannya adalah seperti balasan bagi yang membebaskan serigala

Namun rupanya sang jin tetap bergeming, 'Sudahlah jangan merajuk, kau
tetap harus mati, katanya.
'Apakah kau sungguh-sungguh akan tetap membunuhku?' nelayan tua
itu kembali bertanya.
'Tentu,' jawab sang jin.
Di ujung keputusasaan, nelayan tua itu berkata, 'Demi nama agung yang
terukir di segel Sulaiman a.s., aku memintamu melakukan sesuatu.'

26 Hikayat 1001 Malam


Ketika mendengar nama agung Sulaiman a.s. disebutkan, jin itu merasa
takut dan berkata, 'Mintalah, pasti akan aku kabulkan.'
Si nelayan lalu berkata, 'Bagaimana mungkin engkau dapat berada di
dalam botol ini, padahal ukurannya begitu kecil. Bahkan tangan dan kakimu
pun tidak mungkin muat di dalamnya, apatah lagi badanmu?'
'Apakah kau tidak percaya bahwa aku benar-benar pernah dikurung di
dalamnya?' tanya sang jin.
'Tentu tidak, aku tidak dapat mempercayaimu sampai kedua mataku ini
melihat langsung bahwa tubuhmu yang besar itu memang benar-benar dapat
masuk ke dalam botol ini'." ujar si nelayan.

Tanpa terasa, pagi telah tiba. Syahrazad pun menghentikan ceritanya.

"Wahai baginda Syahrayar," Syahrazad melanjutkan ceritanya, "terdorong


oleh rasa kesal atas ketidakpercayaan si nelayan tua, bahwa tubuhnya memang
benar-benar dapat masuk ke dalam botol, sang jin tiba-tiba mengubah menjadi
asap. Asap itu kemudian mengecil dan mulai masuk ke dalam botol sedikit
demi sedikit.
Mengetahui muslihatnya berhasil, si nelayan tua segera menutup botol
tembaga itu dengan tutup timahnya seperti semula seraya berkata, 'Hai jin
busuk! Kini bayangkanlah sesukamu bagaimana cara membunuhku, karena
aku akan melemparkan engkau kembali ke dasar laut. Dan kemudian aku akan
membuat rumah di pantai ini, untuk memperingatkan siapa pun yang datang
untuk tidak mencari ikan di sini, karena perairan ini dihuni oleh jin jahat yang
akan membunuh siapa pun yang membebaskannya dari dalam botol.'
Ketika sang jin mendengar perkataan nelayan tua itu, dia pun menyadari
kebodohannya dan berniat untuk kembali keluar dari dalam botol. Namun
usahanya sia-sia, jin jahat itu kembali terkurung di dalam botol seperti sedia
kala, apalagi dia melihat segel baginda Sulaiman a.s. yang amat ditakutinya,
telah kembali menutup mulut botol dengan rapat.

Hikayat 1001 Malam 27


Dari dalam botol dia tahu bahwa si nelayan tua sedang membawa botol
tembaga tempatnya dikurung ke arah laut. Maka dengan suara lembut,
jin itu berkata, 'Wahai nelayan yang budiman, apa yang akan kau lakukan
terhadapku?'
Nelayan tua itu menjawab, 'Aku akan melemparkanmu ke dasar laut. Jika
selama ini kau telah tinggal di sana selama seribu delapan ratus tahun, maka
aku akan membuatmu tinggal di dasar laut sampai kiamat!'
'Wahai nelayan, bebaskanlah aku, dan aku berjanji untuk berbuat baik
padamu,' jin bodoh itu terus merajuk.
'Hai laknat! Kau tentu berdusta. Kelakuanmu sama saja seperti menteri
Raja Yunan dan ahli hikmah yang bernama Duban,' ujar si nelayan tua.
'Siapa mereka? Apa yang mereka lakukan?' tanya sang jin.
Sembari membawa botol tembaga dengan jin di dalamnya, si nelayan tua
berkata, 'Dulu, di negeri Persia pernah hidup seorang raja yang bernama Raja
Yunan. Raja Yunan memiliki begitu banyak harta kekayaan, pasukan, kekuatan,
dan bala bantuan.
Tetapi, ternyata Raja Yunan yang perkasa itu memiliki belang di kulitnya
yang tidak dapat disembuhkan, baik oleh para ahli ilmu hikmah maupun oleh
para tabib. Sementara itu di ibu kota kerajaan, telah tiba seorang ahli hikmah
tua yang terkemuka bernama Duban. Duban adalah seorang ahli hikmah
yang mempelajari banyak kitab-kitab dari Yunani, Persia, Romawi, Arab, dan
Suryani. Dia juga menguasai ilmu kedokteran dan ilmu nujum dengan segala
seluk-beluknya, dan bahkan dia juga mengetahui khasiat bermacam-macam
tumbuhan, tanaman, dan rerumputan berkhasiat. Duban juga menguasai filsafat
dan ilmu kedokteran dengan berbagai cabangnya.
Setelah beberapa hari tinggal di ibu kota kerajaan, Duban mendengar
penyakit yang diderita baginda raja yang tidak dapat diobati oleh para tabib
dan orang pintar. Demi mengetahui hal itu, Duban terus memikirkannya di
sepanjang malam, hatinya pun resah.
Keesokan harinya, Duban menghadap baginda Raja Yunan. Duban mem-
perkenalkan dirinya, 'Paduka, hamba mendengar berita tentang penyakit yang
menyerang tubuh Paduka. Hamba mendengar bahwa sudah banyak tabib yang
tidak mampu menyembuhkan penyakit tersebut. Pagi ini izinkan hamba me-
nawarkan diri untuk mengobati penyakit yang Paduka derita. Hamba tidak
akan meminta Paduka Raja untuk meminum obat tertentu dan hamba juga
tidak akan mengobati penyakit Paduka dengan menggunakan minyak oles.'

28 Hikayat 1001 Malam


Ketika mendengar tawaran yang diajukan oleh Duban, Raja Yunan merasa
takjub, ia lalu berkata, 'Jadi apa yang akan kau lakukan? Karena, demi Allah,
jika kau berhasil menyembuhkan penyakitku, niscaya aku akan membuat kau
dan semua keturunanmu menjadi kaya raya, aku juga akan memberimu semua
yang kau inginkan, dan kau pun akan kujadikan sahabatku yang paling kusukai.'
Raja Yunan tampak amat tertarik pada tawarannya yang diajukan Duban.
'Benarkah kau sanggup menyembuhkan penyakitku tanpa obat maupun
minyak oles?' tanya baginda penasaran.
'Benar,' jawab Duban.
Dengan diliputi perasaan heran, Raja Yunan memerintahkan Duban untuk
segera memulai proses pengobatan. Duban pun mematuhi perintah itu, dan
dia mulai tinggal di dekat istana raja, di sebuah rumah yang disewa khusus
untuknya. Duban juga membawa semua buku, obat-obatan, dan botol-botol
yang dia miliki ke dalam rumah itu.
Tak lama berselang, Duban mengeluarkan beberapa macam obat dan
beberapa buah botol. Setelah itu, Duban mulai membuat obat dan ramuan.
Dari obat dan ramuan yang dibuatnya, Duban membuat sebuah tongkat yang
dilubangi pada bagian tengahnya. Duban juga membuat sebuah bola. Ketika
semua yang dibutuhkannya telah selesai dibuat, pada keesokan harinya, Duban
kembali menghadap Raja Yunan.
Setelah bertemu dengan Raja Yunan, Duban meminta Raja segera pergi
ke lapangan untuk bermain bola dengan tongkat yang telah dibuatnya. Raja
menuruti perintah Duban dan mulai bermain bola bersama para pejabat,
pengawal, menteri, dan pembesar negeri.
Dengan perasaan yang campur aduk, Raja Yunan memasuki lapangan. Tak
lama, datanglah Duban untuk menyerahkan tongkat yang dibuatnya kepada
baginda raja. Dia berkata, 'Silakan Paduka ambil tongkat ini, dan peganglah
dengan cara seperti ini. Setelah itu, masuklah ke tengah lapangan dan pukullah
bola ini sekuat-kuatnya, sampai tangan dan tubuh Paduka berkeringat. Dengan
adanya keringat itulah, obat yang hamba buat akan mengalir dari tangan ke
sekujur tubuh Paduka. Setelah selesai bermain, Paduka hendaknya langsung
kembali ke istana untuk mandi dan membersihkan diri. Semoga saja pada saat
itu penyakit Paduka telah sembuh.'
Raja Yunan kemudian mengambil tongkat dari tangan Duban dan segera
menaiki tunggangannya. Bola pun dilemparkan, dan Raja Yunan langsung me-
ngejarnya dan memukulnya sekuat tenaga dengan tongkat yang digenggamnya

Hikayat 1001 Malam 29


erat-erat. Berulang-ulang Raja Yunan memukul bola, sampai tangan dan sekujur
tubuhnya mengeluarkan keringat. Ramuan obat pun mulai mengalir.
Ketika Duban mengetahui bahwa ramuan yang dibuatnya telah mengaliri
seluruh tubuh Raja Yunan, ia pun meminta baginda menyudahi permainan
dan kembali ke istana untuk mandi. Raja Yunan menuruti permintaan itu, dan
baginda langsung pulang ke istana dan memerintahkan agar kamar mandi
segera disiapkan. Para pelayan dan budak istana sibuk menyiapkan kamar
mandi. Raja kemudian mandi sampai badannya benar-benar bersih.
Sesuai mandi, Raja Yunan mengenakan pakaiannya di dalam kamar mandi.
Sekeluarnya dari kamar mandi, baginda melihat-lihat tubuhnya. Ajaib. Dia tidak
lagi melihat belang yang bertahun-tahun tidak bisa hilang itu. Tubuh baginda
Raja Yunan kembali bersih bagaikan perak putih. Bukan main gembiranya
Raja Yunan ketika mengetahui bahwa penyakitnya telah sembuh. Baginda pun
segera menuju istana untuk tidur.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Raja Yunan telah memasuki ruang
utama istana dan duduk di singgasananya. Beberapa pengawal dan pembesar
kerajaan datang menghadap.
Mari kita tinggalkan sejenak Raja Yunan yang sedang berbahagia. Sekarang
kita beralih untuk melihat Duban, si orang pintar.
Setelah pulang dari pertandingan kemarin petang, Duban kembai ke tempat
tinggalnya. Keesokan harinya, orang pintar ini langsung menuju istana dan
meminta izin untuk menghadap raja. Raja tentu mengizinkan Duban untuk
bertemu dengannya. Di hadapan Raja Yunan, Duban bersenandung:

Kemuliaan tampak, ketika seorang bapak dipanggil


Dia tentu menolak, jika bukan kau yang memanggil
Wahai pemilik wajah yang cahayanya begitu mulia, dan menghapus gulita
Wajahmu terus bersinar bak bulan di tengah malam
hingga tak kau lihat wajah zaman yang masam
Kau limpahi aku segala anugerah kemuliaan
Memperlakukan kami bagai awan kepada tutnbuhan
Banyak harta kau habiskan 'tuk mencari kemuliaan
Dan di tengah zaman, begitu banyak yang kau butuhkan

30 Hikayat 1001 Malam


Ketika Raja Yunan melihat orang yang telah berhasil mengobati penyakitnya
itu datang, baginda pun meminta Duban duduk di sampingnya. Kemudian
mereka berdua menyantap hidangan yang telah disajikan.
Sepanjang hari Raja Yunan menjamu Duban dengan segala kenikmatan,
dan ketika malam tiba, Raja Yunan memberikan dua ribu dinar kepada Duban,
belum termasuk berbagai macam bingkisan dan hadiah lainnya. Duban pulang
kembali ke rumahnya. Sementara sang raja yang sedang gembira tak henti-
hentinya mengagumi orang yang telah mengobati penyakitnya. Di dalam hati
Raja Yunan berkata, 'Orang ini telah berhasil mengobati penyakitku tanpa meng-
gunakan minyak oles sama sekali. Demi Allah, hal seperti itu tentu merupakan
hasil dari pengetahuan yang mendalam. Aku harus terus membuatnya senang
dan memuliakan dirinya, aku pun juga harus menjadikannya teman selama-
lamanya.'
Malam itu, Raja Yunan tidur dengan hati berbunga-bunga. la begitu gembira
atas kesembuhan dirinya dari penyakit yang telah dideritanya begitu lama.
Keesokan harinya, seperti biasa baginda Raja Yunan kembali duduk di
singgasananya. Beberapa pembesar kerajaan datang menghadap. Telah hadir
pula beberapa pejabat dan menteri yang duduk di sisi kanan dan kiri baginda
raja. Raja Yunan lalu memerintahkan agar Duban dipanggil. Duban pun datang
dan masuk ke dalam istana.
Setibanya di istana, Raja Yunan langsung menyambut orang pintar ini dan
kemudian mempersilakannya duduk di samping baginda raja. Tak berapa lama,
mereka berdua tenggelam dalam pembincangan sampai malam menjelang.
Sebelum Duban pulang, Raja Yunan menghadiahinya dengan lima potong
pakaian dan uang seribu dinar. Setelah mengucapkan terima kasih pada sang
raja, Duban kembali pulang.
Keesokan harinya, Raja Yunan kembali masuk ke ruang utama istananya.
seperti biasanya, di dalamnya telah hadir seluruh pejabat, menteri, dan pengawal
raja. Tampak hadir pula salah seorang menteri yang suka mendengki. Ketika
menteri yang jahat ini mengetahui bahwa baginda raja memiliki kedekatan
khusus dengan Duban serta sering memberinya berbagai macam pemberian,
muncul perasaan dengki di hatinya dan dia mulai menyusun sebuah rencana
busuk.
Menteri jahat itu menghadap Raja Yunan. Dia berkata, 'Wahai Paduka Raja
yang begitu baik kepada semua orang, sesungguhnya hamba memiliki sebuah
nasihat untuk Paduka yang akan hamba sampaikan atas perkenan Paduka.'

Hikayat 1001 Malam 31


Mendengar permintaan itu, Raja menjawab, 'Apa nasihatmu?'
'Wahai Paduka Raja,' si menteri jahat memulai penuturannya, 'Sesungguh-
nya hamba melihat bahwa Paduka telah melakukan kesalahan dengan memberi
berbagai macam hadiah kepada salah seorang musuh Paduka yang terus
berusaha merongrong kerajaan yang Paduka pimpin. Paduka justru terus mem-
perlakukan musuh itu dengan baik serta memuliakannya begitu rupa. Hamba
takut kalau-kalau hal itu justru akan membahayakan Paduka.
Demi mendengar apa yang diungkapkan oleh menterinya itu, seketika wajah
baginda Raja Yunan menjadi merah padam, seraya berkata, 'Siapa yang kau
maksud sebagai musuhku tetapi aku memperlakukannya dengan baik itu?'
'Duhai, sadarlah Paduka,' ujar sang menteri, 'yang hamba maksud adalah
Duban!'
'Mengapa kau berkata begitu? Duban adalah sahabatku, dan dia juga adalah
orang yang paling mulia bagiku, karena dialah yang berhasil menyembuhkan
penyakitku yang bertahun-tahun tidak dapat disembuhkan oleh tabib mana
pun. Di zaman seperti ini, aku tak dapat menemukan orang seperi Duban.
Kukira kau mengatakan ini hanya karena kau iri seperti yang pernah kudengar
tentang Raja Sindbad,' ujar baginda tak percaya."

Pagi datang lagi, Cerita Syahrazad pun terhenti. Satu malam lagi, putri yang
cerdas ini selamat dari mati.

Syahrazad melanjutkan ceritanya...

Raja Yunan lalu berkata kepada menterinya itu, "Hai menteri! Ketahuilah bahwa
perasaan iri telah merasuki dirimu atas Orang Pintar itu. Kau tentu ingin agar
aku membunuhnya, dan sesudah itu, aku akan menyesal seperti yang pernah
menimpa Raja Sindbad yang membunuh burung elang kesayangannya."
"Bagaimana ceritanya?" tanya sang menteri.
"Pada zaman dahulu hiduplah seorang raja Persia," Raja Yunan memulai
penuturannya, "Raja Persia ini memelihara seekor elang yang amat disayanginya,

32 Hikayat 1001 Malam


bahkan seringkali elang ini tidur di tangannya sepanjang malam. Raja selalu
membawa elang kesayangannya itu ketika ia berburu. Raja juga mengalungkan
sebuah cangkir yang terbuat dari emas di leher elang itu untuk digunakan di
saat minum.
Pada suatu hari, juru rawat elang raja datang menghadap, 'Wahai baginda,
musim berburu telah tiba,' ujarnya.
Mengetahui hal itu, sang raja segera mempersiapkan segala sesuatu yang
akan dibawanya berburu. Tak lupa, baginda membawa serta burung elang
kesayangannya.
Setelah beberapa lama menempuh perjalanan, rombongan Raja tiba di
sebuah lembah. Jaring buruan pun dipasang. Tak perlu menunggu terlalu lama,
ketika tiba-tiba seekor kijang terperangkap di dalam jaring yang mereka pasang.
Pada saat itu, Raja berkata, 'Kalau ada di antara kalian yang menyebabkan kijang
ini terlepas, maka aku akan membunuhnya.' Mendengar ancaman sang Raja,
seluruh pengawal memperkuat jeratan jaring buruan yang mereka pegang.
Entah bagaimana, kijang yang terjerat di dalam jaring itu menghadapkan
mukanya ke arah Raja seraya menundukkan kepalanya, seakan-akan kijang
itu sedang bersujud kepada Raja. Melihat itu, sang Raja pun menganggukkan
kepalanya, dan tiba-tiba saja kijang itu melompat ke atas kepala Raja dan
melarikan diri.
Seraya terkejut atas apa yang dialaminya, baginda Raja memalingkan pan-
dangannya ke arah para pengawal. Raja pun melihat bahwa para pengawalnya
itu menunjukkan tatapan mata yang aneh padanya. 'Wahai menteri, apa yang
mereka gunjingkan?'
Menterinya menjawab, 'Mereka ramai membicarakan pernyataan baginda
tadi bahwa baginda akan membunuh siapa pun yang menyebabkan kijang
tadi melarikan diri.'
Mendengar sindiran itu, Raja langsung bersumpah, 'Demi hidupku, akan
kutangkap kijang itu ke mana pun larinya.'
Raja pun kemudian mengikuti jejak kijang yang tadi melarikan diri. Tak
terlalu sulit bagi Raja untuk menemukan kijang yang dikejarnya. Sebelum Raja
mendekati kijang tersebut, seketika elang kesayangannya terbang menerkam
kijang tersebut, hingga matanya buta, dan kijang itu pun berhasil ditaklukkan.
Kemudian Raja mengeluarkan sebilah besi dan dipukulnya kijang itu. Raja lalu
menyembelih kijang hasil buruannya itu.

Hikayat 1001 Malam 33


Pada saat itu, udara terasa amat panasnya, sementara tempat itu adalah gurun
yang kering kerontang. Raja dan kuda yang ditungganginya mulai merasakan
haus. Raja memandang sekelilingnya untuk mencari air. Ajaib. Raja menemukan
sebatang pohon yang dari batangnya keluar air. Tanpa pikir panjang, sang
Raja langsung mengambil cangkir yang terdapat di leher elang peliharaannya
dan mengisinya dengan air. Setelah cangkir itu penuh, Raja meletakkannya di
hadapannya, dan tiba-tiba elang kesayangannya menyambar cangkir itu hingga
air di dalamnya tumpah. Rajapun mengambil lagi cangkir yang terjatuh dan
kembali diisinya dengan air. Sang Raja mengira bahwa kelakuan elangnya itu
disebabkan karena elangnya juga merasakan haus seperti dirinya.
Untuk kedua kalinya, sang Raja meletakkan cangkir yang berisi air di ha-
dapannya, namun lagi-lagi elang miliknya terbang dan menyambar cangkir
tersebut hingga airnya tumpah. Bukan main marahnya sang Raja kepada
burung peliharaannya itu. Diambilnya untuk ketiga kalinya, dan langsung
diberikan kepada kuda tunggangannya, namun lagi-lagi, si elang terus berusaha
menumpahkan isi cangkir itu dengan sayapnya.
'Dasar burung terkutuk! Mengapa kau halang-halangi kita semua minum,'
ujar baginda Raja seraya mengayunkan pedangnya ke arah elang miliknya,
hingga putuslah sayapnya.
Sembari menahan sakit, elang kesayangan Raja itu memberi isyarat
kepada Raja untuk melihat ke atas pohon tempat dia mengambil air. Raja pun
mengangkat kepalanya ke atas pohon untuk melihat apa sebenarnya yang ada
di atas pohon. Raja terkejut, karena ternyata di atas pohon itu terdapat seekor
ular besar yang membiarkan bisa dari mulutnya menetes ke bawah pohon.
Bukan main penyesalan yang dirasakan oleh sang Raja, ketika menyadari
kebodohannya yang telah menebas sayap elang kesayangannya. Dia lalu
bangkit dan menaiki kudanya untuk kembali ke tempatnya semula. Kijang
yang berhasil ditangkapnya diserahkan kepada juru masak. Kemudian sang
Raja duduk, sementara di tangannya, elang kesayangannya sedang meregang
nyawa. Burung yang amat disayanginya dan baru saja menyelamatkan nyawanya
itu pun mati. Kesedihan sang Raja meledak dalam penyesalan atas apa yang
telah dilakukannya."
Ketika menteri Raja Yunan mendengar kisah itu, iapun berkata kepada
baginda Raja, "Wahai baginda raja yang agung, jadi bahaya apa yang baginda
lihat dari apa yang hamba lakukan? Sebenarnya hamba melakukan ini karena
hamba kasihan kepada baginda. Hamba juga yakin bahwa baginda akan se-

34 Hikayat 1001 Malam


gera mengetahui kebenaran atas apa yang hamba ucapkan. Jika baginda sudi
mendengarkan peringatan hamba, baginda akan selamat, tetapi jika tuduhanku
ini ternyata salah, maka hamba pasti akan dihukum mati seperti yang dulu
dialami oleh seorang menteri yang melakukan tipu muslihat atas diri seorang
putra Raja.
Raja tersebut memiliki seorang putra yang sangat gemar berburu. Selain
itu, sang Raja juga memiliki seorang menteri yang ditugaskan untuk selalu
mengikuti putranya ke mana pun putranya itu pergi.
Pada suatu hari, pangeran putra Raja ini keluar istana untuk berburu.
Sang menteri p u n menyertai perburuan yang dilakukan oleh pangeran yang
harus terus dikawalnya itu. Singkat cerita, mereka menemukan seekor binatang
yang besar.
"Sungguh seekor buruan yang tepat untuk pangeran, kejarlah ia!" ujar
menteri kepada sang pangeran.
Tanpa pikir panjang, sang pangerang langsung mengejar buruannya
sendirian. Sampai akhirnya, setelah jauh mengejar dan tidak berhasil menangkap
buruan yang dikejarnya, sang pangeran menyadari bahwa dirinya telah tersesat.
Sang pangeran kebingungan, entah berada di mana dia sekarang.
Di tengah kebingungan, sang pangeran melihat seorang gadis yang sedang
menangis di ujung jalan yang dilaluinya. Dia lalu bertanya pada gadis itu,
"Siapa kau?"
Gadis itu menjawab, "Aku adalah salah seorang putri Raja Hindustan.
Sebenarnya aku sedang melakukan perjalanan, namun aku terserang kantuk
sehingga aku terjatuh dari kuda yang kukendarai. Kini aku di sini, tanpa tahu
di mana aku sebenarnya."
Mendengar pengakuan itu, sang pangeran merasa iba kepada putri Raja
Hindustan itu. Dipapahnya sang putri dan dinaikkan ke punggung kuda
yang ditungganginya. Setelah beberapa lama berjalan, mereka tiba di sebuah
semenanjung. Sang putri berkata, "Tuan, izinkan aku untuk buang air barang
sejenak."
Sang pangeran m e n u r u n k a n putri tersebut dan menguntitnya dari
belakang. Dengan amat perlahan, tanpa sepengetahuan sang putri, sang
pangeran mendekati sang putri dari belakang. Dugaannya benar, gadis yang
mengaku sebagai putri Raja Hindustan itu ternyata adalah hantu betina. Hantu
itu sedang berbicara kepada anak-anaknya, "Hai anak-anakku, hari ini ibu
berhasil membawa seorang manusia yang gemuk."

Hikayat 1001 Malam 35


"Terima kasih, Bu. Bawalah ia kemari untuk segera kami santap," jawab
anak-anaknya.
Ketika telinganya mendengar semua kalimat itu, sang pangeran langsung
menyadari bahwa dirinya berada di ambang maut, dengan tubuh gemetar,
sang pangeran kembali ke tempatnya semula. Di tengah ketakutan yang me-
ngepungnya, si 'Putri Hidustan' kembali ke hadapannya dan berkata, "Mengapa
tuan ketakutan?"
Sang pangeran menjawab, "Sebenarnya aku memiliki seorang musuh
yang amat kutakuti."
"Bukankah tadi tuan mengaku bahwa tuan adalah seorang pangeran?"
Tanya hantu betina itu.
"Benar," jawab pangeran.
"Kalau memang demikian, mengapa tuan tidak memberi harta benda
kepada musuh tuan itu agar dia senang," kata hantu itu.
"Tak mungkin. Musuhku itu tidak menyukai harta, yang dia inginkan
hanyalah nyawaku. Sungguh aku takut padanya, dan aku adalah orang yang
dizalimi." Jawab sang pangeran.
Kemudian hantu itu pun berkata, "Jika benar tuan adalah orang yang
dizalimi seperti yang tuan katakan, lantas, mengapa tuan tidak meminta per-
tolongan kepada Allah agar Dia menghentikan kejahatan musuh tuan itu?"
Setelah mendengar anjuran si hantu betina, sang pangeran kemudian me-
nengadahkan kepalanya ke langit seraya berdoa, "Wahai Zat Yang Menjawab
Doa dan Menyingkirkan Keburukan bagi setiap orang sengsara yang berdoa
pada-Nya. Tolonglah hamba dari kejahatan musuh hamba, dan jauhkanlah
ia dari diri hamba, karena sesungguhnya Engkau Mahasanggup berbuat apa
saja sekehendak-Mu."
Seusai doa itu dibacakan, tiba-tiba hantu betina itu langsung lenyap dari
hadapan sang pangeran, sedangkan sang pangeran secara ajaib telah tiba kem-
bali di istana ayahnya. Di sana pangeran menuturkan semua hal yang baru
dialaminya, termasuk kejahatan yang dilakukan oleh sang menteri. Menteri
busuk itu menyudahi ceritanya.
"Jadi, jika Paduka terus mempercayai Duban, tentu dia akan membunuh
Paduka," ujar sang menteri meyakinkan Raja Yunan.
Akhirnya, Raja Yunan mempercayai dusta yang disampaikan menterinya
itu, "Jadi apa yang harus kulakukan sekarang?"

36 Hikayat 1001 Malam


Menteri jahat itu menjawab, "Saat ini juga, panggillah Duban untuk
menghadap Paduka. Sesampainya di sini, Paduka harus langsung memenggal
lehernya, jangan sampai Paduka didahului olehnya."
"Baik, akan kulakukan," Raja Yunan setuju, dan dia segera mengirim salah
satu pelayan istana untuk memanggil Duban.
Ketika Duban sampai di hadapan Raja, dia menyenandungkan qasidah
berikut ini:

Sungguh kau telah berbuat baik padaku sebelum kuminta


Segala kenikmatan datangi aku, tanpa halangan apa pun
Aku kukatakan bahwa apa yang kaulakukan padaku
Meringankan sedihku, meski memberatkan aku

Dia lalu menyenandungkan syair berikut:

Jangan tunjukkan dukamu semuanya


Karena segala sesuatu ada takdirnya
Senanglah dengan kebaikan saat ini
Kau 'kan lupakan apa yang kau lalui
Karena, berapa banyak masalah yang melelahkan bagimu,
padahal ujungnya ada yang menyenangkan
Allah, sanggup berbuat sekehendak-Nya
Maka janganlah kau melawan-Nya

Duban melanjutkan senandungnya:

Tenang, dan berbaik-baiklah dengan segala susah hati


Karena keresahan 'kan hilangkan akal yang jeli
Tak ada guna mengasuh budak yang sudah tua
Tinggalkan dia, agar kau selamat sejahtera

"Apakah kau tahu mengapa kau kupanggil ke istanaku, wahai Orang


Pintar?" ujar baginda Raja.
"Hanya Allah yang mengetahui hal gaib, Baginda," jawab Duban.

Hikayat 1001 Malam 37


"Aku memanggilmu ke sini tak lain, adalah untuk membunuhmu!" jawab
sang Raja.
Mendengar jawaban itu, Duban terkejut, lalu dia berkata, "Wahai baginda,
mengapa kau ingin membunuhku? Apa dosaku sehingga aku harus dihukum
mati?"
"Ada seseorang yang mengatakan padaku bahwa sebenarnya kau adalah
seorang mata-mata yang datang ke sini untuk membunuhku," jawab Raja. Ke-
mudian Raja memanggil algojo untuk menyingkirkan Duban yang dianggapnya
sebagai pengkhianat.
Merasa dirinya terancam, Duban berseru, "Baginda, biarkan hamba hidup,
maka Allah akan membiarkan baginda hidup. Jangan bunuh hamba, karena
jika tidak, Allah yang akan membunuh Baginda."
Namun, Raja bergeming, "Tidak, aku takkan pernah merasa aman sampai
kau dibunuh. Karena kau telah berhasil menyembuhkan penyakitku dengan
sesuatu yang hanya kupegang, maka kau tentu sanggup membunuhku hanya
dengan sesuatu yang kucium, atau dengan cara lain."
Duban menyergah, "Wahai baginda Raja, inikah balasan baginda untuk
hamba? Air susu dibalas air tuba."
"Tidak, kau tetap harus kubunuh," ujar sang Raja.
Duban patah arang. Airmatanya meleleh. Dia menyadari bahwa perbuatan
baiknya selama ini ternyata memang berada tidak pada tempatnya. Di tengah
kesedihannya, Duban melagukan sepotong syair:

Maimunah adalah seorang gadis tolol


Meski ayahnya termasuk orang berilmu
Tak pernah berjalan di tanah kering dan lumpur
Kecuali dengan cahaya petunjuk karena takut tergelincir
Kuberi nasihat, aku tak beruntung, karena mereka berdusta
Nasihatku memerosokkan aku di negeri yang hina
Kalau aku hidup kutakkan pernah beri nasihat, dan kalau aku mati,
laknatlah para penasihat sepeninggalku dengan segala ungkapan

Duban lalu berkata, "Balasan baginda atas jasa hamba adalah seperti bala-
san yang dulu pernah dilakukan oleh seekor buaya."
"Bagaimana kisah tentang buaya yang kau maksud?" tanya sang Raja.

38 Hikayat 1001 Malam


Duban menjawab, "Hamba tak mungkin menuturkan kisahnya dalam ke-
adaan seperti sekarang ini. Maka demi Allah, biarkanlah hamba hidup, maka
Allah akan membiarkan baginda hidup." airmata Duban kembali mengalir
deras.
Melihat kejadian itu, beberapa orang pembantu Raja bangkit dan berkata,
Wahai Raja, batalkanlah hukuman mati atas orang ini, karena kami tidak pernah
melihatnya berbuat dosa atas baginda. Yang kami tahu, orang inilah yang telah
menyembuhkan baginda yang tak dapat disembuhkan oleh tabib lain."
Di ujung keputusasaan, Duban mengetahui bahwa Raja Yunan tak mungkin
membatalkan hukumannya. Duban berkata, "Wahai Raja, kalau memang
baginda tetap harus membunuhku, maka berilah hamba kesempatan barang
sejenak untuk kembali ke rumah hamba untuk memberi petunjuk kepada
keluarga dan semua tetangga hamba tentang cara penguburan hamba nanti.
Hamba juga akan menghibahkan semua kitab ketabiban yang hamba miliki.
Baginda, hamba memiliki sebuah kitab yang sangat istimewa yang akan hamba
berikan kepada baginda."
Raja lalu bertanya, "Kitab apa yang kau maksud?"
Duban menjawab, "Di dalam kitab tersebut terdapat begitu banyak rahasia
yang tak terhitung jumlahnya. Jika baginda memenggal kepala hamba, bukalah
kitab itu. Pada lembar ketiga di baris ketiga halaman sebelah kiri, terdapat
sebuah mantera yang akan membuat kepala yang telah terpenggal dapat
berbicara untuk menjawab pertanyaan apa pun yang baginda ajukan."
Dengan rasa takjub, baginda kembali bertanya, "Hai orang pintar, apakah
jika kepalamu kupenggal dan kubacakan mantera itu, kepalamu akan dapat
berbicara denganku?"
"Ya," jawab Duban.
Setelah itu, Raja mengizinkan Duban untuk pulang ke rumahnya di
bawah pengawalan ketat. Duban masuk ke dalam rumahnya. Dan seharian
dia menyelesaikan segala urusannya.
Keesokan harinya, Raja kembali memasuki ruang utama istananya. Dan
tak lama kemudian, masuklah Duban si Orang Pintar dan langsung berdiri
di hadapan Raja. Tampak tangannya memegang sebuah kitab kuno. Duban
pun duduk seraya berkata, "Tolong ambilkan sebuah baki." Setelah baki yang
dimintanya tiba, Duban berkata, "Wahai baginda, silakan ambil kitab ini, namun
jangan baginda buka kitab ini sebelum baginda memenggal kepala hamba.
Ketika kepala hamba sudah dipenggal, letakkan kepala hamba itu di atas baki

Hikayat 1001 Malam 39


ini, karena dengan demikian darah dari kepala hamba akan berhenti. Sesudah
itu, silakan Paduka membuka kitab ini."
Tanpa menunggu lebih lama, baginda Raja langsung memerintahkan algojo
untuk memenggal kepala Duban. Kitab yang diberikan padanya diambilnya.
Terpenggallah kepala Duban. Seperti yang telah diminta oleh Duban, algojo
lalu meletakkan kepala yang telah terpisah dari badan itu di atas baki, tepat
di hadapan Raja. Tiba-tiba Duban membuka matanya seraya berkata, "Wahai
Raja, bukalah kitab itu!"
Ketika mendengar perintah dari penggalan kepala di hadapannya, baginda
Raja langsung membuka kitab yang telah berada di tangannya. Aneh. Rupanya
lembaran kitab rua itu telah melekat satu sama lain, sehingga baginda Raja
membasahi ujung jarinya dengan lidahnya agar dapat membuka halaman-
halaman kitab tua itu. Dengan susah payah baginda Raja membuka halaman
demi halaman. Berkali-kali sang Raja membasahi ujung jarinya dengan
lidahnya untuk mempermudah dirinya ketika membuka lembaran-lembaran
kitab kuno itu.
Sudah enam lembar halaman kitab kuno itu yang dibuka oleh Raja Yunan,
tetapi tidak satu huruf pun yang dilihat oleh baginda. Di tengah keheranannnya,
Raja Yunan bertanya, "Wahai Orang Pintar, aku tidak menemukan tulisan apa
pun di dalam kitab ini."
"Cobalah baginda buka lagi halaman lainnya," ujar Duban.
Maka Raja Yunan kembali membolak-balik halaman kitab di tangannya.
Dan seperti sebelumnya, berkali-kali sang Raja membasahi ujung jarinya dengan
lidahnya untuk membuka halaman demi halaman yang rupanya memang
sudah saling melekat.
Lembar demi lembar dibuka oleh Raja Yunan. Entah sudah berapa kali
jarinya berulang-ulang dibasahi dengan lidahnya, sampai akhirnya Raja Yunan
terjatuh dari singgasananya dan langsung tewas!
Rupanya, lembaran-lembaran kitab kuno yang diberikan Duban kepada
Raja Yunan telah dibaluri racun yang amat mematikan. Tindakan Raja yang
berkali-kali membasahi ujung jarinya dengan lidah untuk membuka halaman
kitab yang lengket, telah membuat racun merasuk ke dalam rubuhnya.
Melihat orang yang membunuhnya telah tewas, dari atas baki terdengar
penggalan kepala Duban bersenandung:

40 Hikayat 1001 Malam


Mereka berkuasa, dan terus berlama-lama
Sungguh sedikit yang baik, seolah hukum tak ada
Jika harus insaf, insaflah! Tapi mereka menolak
Maka waktu datang dengan bencana dan bala'
Biarlah lisan kenyataan yang menyenandungkan Ini dibalas itu,
karena tak ada yang mencela zaman

"Raja Yunan telah mati. Jadi, ketahuilah wahai jin seandainya saja dia
membiarkan Duban hidup, tentulah Allah akan membiarkannya hidup.
Akan tetapi sang Raja lebih memilih untuk membunuh Duban yang telah me-
nolongnya, maka Allah membalas kejahatannya. Begitu pula denganmu, jika
kau membiarkan aku hidup, maka Allah akan membiarkanmu hidup," ujar si
nelayan tua kepada jin di dalam botol tembaga yang dibawanya.

Malam hampir lewat. Pagi sudah dekat. Syahrazad menutup mulutnya rapat-
rapat.

Malam keenam tiba. Syahrazad kembali menuturkan ceritanya.

Ketika si nelayan tua berkata kepada sang jin, "Sebenarnya, jika kau mau mem-
biarkan aku hidup, maka aku akan membebaskanmu, tetapi rupanya yang
kau inginkan hanyalah membunuhku, oleh sebab itu aku biarkan kau mati di
dalam botol yang akan kulemparkan ke dalam laut."
Ketika mendengar ucapan si nelayan tua, sang jin berkata, "Demi Allah,
jangan kau lakukan itu! Beri aku kesempatan untuk hidup. Janganlah kau mem-
balas kejahatan yang aku lakukan. Wahai nelayan, berbuat baiklah, meski tadi
aku telah berbuat jahat padamu. Janganlah kau mengikuti apa yang pernah
dilakukan oleh Umamah bersama Atikah."
"Apa yang mereka berdua lakukan?" tanya si nelayan.

Hikayat 1001 Malam 41


Dari dalam botol, jin itu menjawab, "Sekarang bukanlah saat yang tepat
untuk menceritakannya. Bebaskanlah aku, maka aku akan menuturkan kisah
tentang kedua orang itu padamu."
Tetapi si nelayan menolak dan berkata, "Tampaknya kau memang harus
segera dilempar ke dalam laut. Tak mungkin aku mengeluarkanmu dari
dalam botol sekali lagi." Setelah berpikir dua kali, si nelayan tua akhirnya
berkata, "Hai jin Ifrit, Allah pernah berfirman, 'Tepatilah janji, karena janji akan
dipertanggungjawabkan' Engkau telah berjanji kepadaku dan bersumpah bahwa
kau tidak akan mengkhianatiku. Jika kau mengkhianatiku, maka Allah akan
membalas perbuatanmu, karena Dia hanya menunda pembalasan atas kejahatan,
dan tidak pernah melalaikannya. Aku akan memperingatkan dirimu seperti
yang dilakukan oleh Duban kepada Raja Yunan, 'Biarkanlah aku hidup, maka Allah
akan membiarkan kau hidup'." Si nelayan membuka botol yang dipegangnya.
Sang jin pun tertawa terbahak-bahak. Sambil melangkah dia berkata, "Hai
nelayan, ikuti aku."
Si nelayan pun mengikuti sang jin dari belakang. Dengan perasaan gembira
atas kebebasannya, sang jin membawa si nelayan ke sebuah tempat di atas
gunung. Tempat yang mereka berdua tuju adalah sebuah dataran luas yang di
tengahnya terdapat sebuah telaga. Jin itu kemudian memerintahkan si nelayan
untuk menebarkan jaringnya ke tengah telaga untuk mengambil ikannya.
Si nelayan tua lalu melihat ke dalam telaga. Di dalam telaga, si nelayan tua
melihat begitu banyak ikan beraneka warna, ada yang putih, merah, biru, dan
kuning. Sebuah pemandangan yang membuat si nelayan tua takjub. Tanpa
pikir panjang, si nelayan langsung menebarkan jaringnya. Perlahan ditariknya
jaringnya, ternyata dia berhasil menangkap empat ekor ikan dengan warna
yang berbeda.
Sang jin lalu berkata, "Bawalah keempat ekor ikan itu untuk dihadiahkan
kepada Sultan, niscaya engkau akan mendapatkan apa pun yang kau inginkan.
Tetapi, demi Allah, maafkanlah aku, karena aku tidak tahu jalan yang harus
kita tempuh, sebab aku telah berada di dasar laut selama seribu delapan ratus
tahun. Sungguh baru sekarang aku melihat dunia. Aku akan meninggalkanmu,
pesanku, jangan kau mengambil ikan dari telaga ini lebih dari satu kali setiap
hari. Semoga Allah melindungimu." Setelah mengucapkan kata perpisahan,
sang jin menginjakkan kakinya dua kali ke tanah. Bumi pun terbelah, dan
sang jin masuk ke dalam tanah meninggalkan si nelayan tua. Dengan perasaan

42 Hikayat 1001 Malam


berbunga-bunga, si nelayan tua kembali ke kota, di dalam hatinya dia masih
tak dapat mempercayai apa yang dialaminya bersama sang jin.
Sesampainya di rumah, si nelayan memasukkan ikan yang ditangkapnya
ke dalam sebuah wadah yang telah diisi air. Diletakkannya wadah itu di atas
kepalanya untuk dibawa ke istana seperti yang dianjurkan sang jin.
Setibanya di istana, si nelayan langsung menunjukkan ikan tangkapannya
kepada Sultan. Sultan merasa takjub atas apa yang dilihatnya, karena seumur
hidupnya, baginda tidak pernah melihat ikan seperti yang dilihatnya kali ini.
Sultan kemudian menyerahkan ikan-ikan yang dibawa si nelayan kepada
juru masak untuk digoreng. Sultan kemudian memerintahkan salah seorang
menterinya untuk memberikan uang empat ratus dinar kepada si nelayan
tua. Setelah menerima uang yang diberikan menteri, si nelayan tua pulang
ke rumahnya. Dengan perasaan gembira yang meluap-luap, si nelayan tua
menemui istrinya untuk membeli berbagai kebutuhan keluarganya dengan
uang yang diterimanya dari Sultan.
Sementara itu, di dapur istana, juru masak istana tengah sibuk menyiangi
ikan yang diserahkan Sultan padanya. Setelah ikan itu bersih, si juru masak
memasukkan ikan-ikan itu ke dalam penggorengan. Si juru membiarkan ikan
yang digorengnya di atas penggorengan, dan terjadilah sebuah kejadian aneh.
Ikan yang sedang digoreng itu tiba-tiba berdiri, seraya menghadapkan wajahnya
ke arah dinding dapur. Dinding dapur yang ditatap oleh ikan itu kemudian
terbuka, dan keluarlah seorang gadis kecil yang cantik jelita. Di kedua tangan
gadis kecil itu melingkar sepasang gelang yang indah, dan di jari-jemarinya
tersemat beberapa buah cincin bertatahkan permata yang indah. Sementara
tangan gadis kecil itu memegang sebatang rotan. Gadis kecil itu kemudian
menusukkan batang rotan yang dipegangnya ke dalam penggorengan seraya
berkata, "Hai ikan, apakah kau menepati janjimu yang dulu?" Berkali-kali gadis
kecil itu mengucapkan pertanyaan yang sama, dan ikan-ikan itu pun menjawab,
"Ya, tentu." Dan keempat ikan itu pun melagukan sebait syair:

Jika kau kembali, kami 'kan kembali.


Jika kau menepati janji, kami pun 'kan menepati janji
Akan tetapi jika kau pergi, maka kami pun mencukupkan sampai di sini

Seketika, si gadis kecil membalikkan penggorengan di hadapannya, dan


kemudian masuk ke tempatnya yang tadi. Tembok dapur kembali seperti se-
dia kala.

Hikayat 1001 Malam 43


Juru masak kerajaan yang sedari tadi menyaksikan kejadian aneh itu
langsung berdiri menghampiri ikan-ikan yang dimasaknya. Sayang, ternyata
keempat ikan itu telah hangus menjadi arang. Pada saat yang bersamaan, salah
seorang menteri masuk untuk membawa ikan yang tadi dimasak ke hadapan
Sultan.
Karena keempat ikan yang dimasaknya telah hangus, juru masak kerajaan
menangis seraya menceritakan kepada sang menteri semua yang dilihatnya
tadi. Sang menteri pun terkejut ketika mendengar penuturan si juru masak,
dia kemudian memerintahkan salah seorang pembantunya untuk memanggil
si nelayan tua.
"Hai nelayan, kau harus membawakan kami empat ikan baru yang sama
dengan keempat ikan yang kau bawa tadi," ujar sang menteri kepada si nelayan
tua.
Si nelayan pun mematuhi permintaan menteri. Dia segera kembali ke telaga
yang dikunjunginya bersama jin. Sesampainya di sana, jaring pun langsung
ditebarnya. Seperti sebelumnya, kali ini si nelayan berhasil menangkap empat
ekor ikan. Tergopoh-gopoh dibawanya ikan iku kepada menteri yang telah
menunggunya untuk kemudian diserahkan kepada juru masak istana.
Ketika menyerahkan ikan-ikan aneh itu, sang menteri berkata, "Gorenglah
ikan-ikan ini di hadapanku, agar aku dapat melihat apa yang kau katakan
tadi." Juru masak istana pun langsung membersihkan ikan-ikan yang baru
diterimanya dan kemudian memasukkannya ke dalam penggorengan.
Benar. Tak berapa lama, dinding dapur istana terbelah dan keluarlah
seorang gadis cantik yang tangannya memegang sebatang rotan. Sambil
menusukkan rotan ke dalam penggorengan, gadis itu berkata, "Hai ikan,
apakah kau menepati janjimu yang dulu?" Ikan-ikan itu pun mengangkat
kepala mereka seraya berkata, "Ya, tentu." Dan sekali lagi, keempat ikan itu
melagukan syair yang telah disebut di atas.

Hari hampir pagi. Cerita yang dituturkan Syahrazad pun terhenti.

44 Hikayat 1001 Malam


Syahrazad melanjutkan ceritanya...

Seusai mendengar perkataan sang ikan, gadis kecil itu kembali membalikkan
penggorengan dengan menggunakan tongkatnya. Setelah melakukan itu, si
gadis kembali masuk ke tempatnya keluar tadi, dan tembok yang terbelah
pun kembali seperti semula.
Setelah melihat kejadian tersebut dengan mata kepalanya sendiri, sang
menteri lalu berkata, "Masalah ini harus disampaikan kepada Sultan." Sang
menteri pun bergegas menghadap baginda Sultan untuk menyampaikan apa
yang baru terjadi di hadapannya.
"Aku harus melihat sendiri," demikian ucapan Sultan ketika mendengar
laporan sang menteri.
Sekali lagi, si nelayan rua diminta datang ke istana dengan membawa
empat ekor ikan seperti sebelumnya. Sultan memberi waktu tiga hari kepada
si nelayan rua untuk memenuhi permintaannya. Sang nelayan pun kembali
mendatangi telaga tempatnya mengambil ikan ajaib. Dan setelah berhasil me-
nangkap empat ekor ikan, sang nelayan langsung menyerahkannya kepada
sang menteri.
Setelah menerima ikan yang diberikan oleh si nelayan rua, Sultan me-
merintahkan menterinya untuk memberi empat ratus dinar kepada si nelayan.
Kemudian baginda Sultan berkata, "Hai menteriku, gorenglah ikan-ikan itu
di hadapanku."
"Baik, Baginda," jawabnya. Lalu sang menteri mengambil sebuah penggore-
ngan dan langsung memasukkan keempat ikan ajaib. Benar. Tembok istana terbelah
dan keluarlah seorang budak hitam yang rupanya seperti kerbau atau orang Ad
yang buruk rupa, sementara tangannya memegang sebatang ranting berwarna
hijau. Budak hitam itu lalu berkata, "Hai ikan, apakah kau menepati janjimu yang
dulu?" Ikan-ikan itu pun mengangkat kepala mereka seraya berkata, "Ya, tentu."
Dan sekali lagi, keempat ikan itu melagukan syair yang telah disebut di atas. Dan
seperti yang dilakukan si gadis cantik, si budak hitam itu pun kembali membalikkan
penggorengan yang digunakan untuk memasak ikan tersebut hingga keempat
ikan yang sedang digoreng di atasnya hangus menjadi arang. Setelah itu, si budak
hitam kembali masuk ke bagian tembok yang tadi terbelah.

Hikayat 1001 Malam 45


Setelah budak itu menghilang, Sultan berkata, "Masalah ini tidak boleh
dibiarkan. Ikan-ikan ini pasti menyimpan misteri yang luar biasa." Sultan pun
kemudian memerintahkan agar si nelayan tua dipanggil ke istana.
Ketika si nelayan tua tiba di istana, Sultan bertanya padanya, "Dari mana
kau dapatkan ikan ini?"
"Dari sebuah telaga di antara empat gunung di balik gunung yang terletak
di tepi ibu kota," jawab si nelayan.
Lalu Sultan kembali bertanya pada nelayan tua itu, "Berapa hari waktu
yang dibutuhkan untuk ke sana?"
"Kira-kira hanya setengah jam, Baginda," jawab si nelayan.
Jawaban itu tentu membuat Sultan terkejut, dan baginda pun segera mem-
bawa sebagian pasukannya untuk pergi bersama si nelayan tua. Di dalam hati,
si nelayan tua mengutuk jin yang mengajaknya ke telaga ajaib itu.
Rombongan besar kesultanan terus bergerak, hingga akhirnya mereka
tiba di puncak gunung dan tiba di sebuah dataran luas yang tidak pernah
mereka lihat sebelumnya. Sultan dan seluruh pasukan merasa takjub dengan
dataran yang mereka lihat. Sebuah dataran yang terletak di antara empat
buah gunung, dengan sebuah telaga berisi ikan empat warna: putih, merah,
kuning, dan biru.
Sultan hanya berdiri mematung, karena merasa ada yang tidak beres
dengan apa yang dilihatnya, baginda berkata, "Apakah ada di antara kalian
yang melihat sebuah telaga di tempat ini?"
Mereka menjawab, "Tidak."
Kemudian Sultan berkata lagi, "Demi Allah, aku tidak akan kembali ke
ibu kota dan aku juga tidak akan duduk di singgasanaku lagi, sebelum aku
mengetahui misteri di balik telaga ajaib tersebut." Sultan p u n kemudian
memerintahkan pasukannya untuk menetap di sekitar gunung, dan setelah
itu, baginda memanggil salah seorang menterinya yang diketahui memiliki
pengetahuan serta wawasan yang luas tentang berbagai masalah.
Kepada menterinya itu Sultan berkata, "Aku akan melakukan melakukan
sesuatu, dan hanya kau yang tahu. Terbersit di dalam benakku untuk mencari
tahu tentang telaga ajaib sendirian. Tugasmu adalah duduk di pintu kemahku
ini, dan katakan kepada semua pembesar, menteri, dan pengawal, bahwa
aku tidak mengizinkan siapa pun masuk untuk menemuiku. Dan jangan kau
bocorkan rahasia ini kepada siapa pun." Dengan pakaian biasa dan dengan

46 Hikayat 1001 Malam


hanya membawa sebilah pedang, diam-diam Sultan pergi meninggalkan
pasukannya dan terus berjalan hingga pagi tiba.
Sultan terus berjalan sampai ketika matahari terasa begitu menyengat, ba-
ginda pun berhenti untuk melepas lelah. Hanya sebentar Sultan beristirahat,
dan kembali melanjutkan perjalanannya sampai malam datang dan terus ber-
lanjut sampai pagi tiba. Tiba-tiba, nun di kejauhan mata Sultan melihat sebuah
noktah hitam. Kegembiraannya muncul, "Mudah-mudahan di sana ada orang
yang dapat memberi tahu aku hal ihwal telaga dan ikan di dalamnya," begitu
katanya di dalam hati.
Ketika Sultan semakin dekat dengan noktah hitam yang dilihatnya, bagin-
da mengetahui bahwa ternyata noktah hitam itu adalah sebuah istana yang
dibangun dengan menggunakan batu hitam dan besi. Salah satu daun pintu
istana itu terbuka.
Dengan perasaan gembira, Sultan mengetuk pintu istana tersebut, tetapi tak
ada jawaban. Sultan pun kembali mengetuk pintu istana itu untuk kedua kalinya,
namun tetap tak ada jawaban. Sampai pada kali ketiga Sultan mengetuk pintu itu
dan masih tidak ada jawaban, akhirnya baginda memukul pintu istana itu kuat-
kuat. Hening. Tak ada suara apa pun dari dalam istana. Sultan berkesimpulan
bahwa istana di hadapannya itu pasti kosong. Dan setelah menghimpun segenap
keberaniannya, Sultan akhirnya masuk ke dalam istana aneh itu.
Setibanya di bagian depan istana, baginda berseru, "Wahai penghuni istana,
aku adalah orang asing yang sedang dalam perjalanan, apakah kalian memiliki
makanan?" Namun, lagi-lagi hanya sunyi yang menjawab seruannya. Sultan
mengulang seruannya sampai tiga kali, dan masih tidak ada jawaban.
Setelah menguatkan hati, Sultan akhirnya memberanikan diri untuk masuk
lebih jauh ke bagian dalam istana. Tak ada seorang pun yang dilihatnya. Matanya
hanya melihat sebuah ruangan luas dengan lantai yang tertutup permadani. Di
tengah ruangan itu terdapat sebuah air mancur. Di atas air mancur itu terdapat
empat patung binatang yang terbuat dari emas yang pada bagian mulutnya
mengalirkan air yang jatuh ke dalam kolam air mancur seperti ratna mutu
manikam. Di sekeliling air mancur, terdapat banyak burung yang tidak dapat
keluar istana karena bagian atas ruangan ini dipasangi jaring. ketika melihat
semua itu, baginda Sultan begitu takjub, meski di dalam hatinya baginda
menyesal karena tidak dapat menemukan seorang pun yang dapat memberi
tahu tentang telaga, ikan, gunung, dan istana ini.

Hikayat 1001 Malam 47


Baginda Sultan masih tercenung sendiri dengan kepala yang dipenuhi seribu
tanda tanya, ketika lamat-lamat telinganya mendengar nyanyian berikut ini:

Barang istimewa kusembunyikan, meski kekayaanku telah tampak


Rasa kantuk telah pergi, dan mataku terus membelalak
Muncul sebuah pikiran, dan kuseru hartaku
Wahai harta, usah kau terus ada padaku
Mengapa kalian muliakan pemimpin yang hina
Ikuti nafsu, dan terus kejar kekayaan
Apa yang dilakukan si pemanah ketika berjumpa musuh
Dia ingin memanah, padahal tali busurnya putus
Jika terlalu banyak gundah hinggapi seorang pemuda
'Kan lari ke mana dia dari qadar dan dari qadha

Ketika Sultan mendengar suara itu, baginda langsung bangkit dan men-
dekati arah suara itu. Di tempat asal suara itu Sultan melihat sehelai kain pem-
batas yang menutupi sebuah pintu. Sultan segera menyingkapkan kain penutup
itu, dan terlihatlah seorang pemuda yang duduk di sebuah singgasana yang
sangat tinggi. Pemuda itu adalah sesosok pemuda yang tampan, baik tutur
katanya, dengan pipi indah bagai pualam. Seorang pemuda yang sangat mirip
dengan yang diungkapkan oleh sebuah syair:

Tubuhnya dari ujung rambut dan dahinya


Memendam banyak orang dalam gelap dan cahaya
Jangan bantah dia yang di pipinya Terdapat titik hitam, hai saudara

Begitu gembira Sultan dapat berjumpa dengan pemuda itu. Baginda me-
ngucapkan salam pada pemuda itu, dan pemuda itu pun membalas salamnya
dari atas singgasana. "Wahai tuan, maafkan aku yang tidak bangkit dari sing-
gasanaku," ujar sang pemuda.
Sultan pun berkata, "Wahai pemuda, tolong beritahu aku tentang telaga,
ikan aneka warna, istana ini, dan penyebab mengapa kau berada di tempat ini
seorang diri sambil bersedih?"
Usai mendengar pertanyaan Sultan itu, sang pemuda langsung menangis
tersedu-sedu.

48 Hikayat 1001 Malam


"Mengapa kau menangis lagi?" tanya Sultan keheranan.
Pemuda itu tidak menjawab, dari mulutnya hanya terdengar senandung
berikut ini:

Serahkan segalanya kepada Rabb manusia


Tinggalkan gundah, jangan terus berpikir
Jangan tanyakan akan apa yang terjadi
Karena semuanya terikat qadha dan qadar

Pemuda itu lalu berkata, "Bagaimana mungkin aku tidak menangis, se-
mentara keadaanku seperti ini." Seraya mengatakan itu, sang pemuda itu
mengangkat bagian bawah bajunya. Tersingkaplah sebuah pemandangan yang
menakjubkan. Ternyata dari kepala sampai perut, pemuda itu memang berwujud
manusia, tetapi dari perut ke bawah tubuh pemuda itu berupa batu!
Pemuda itu berkata, "Ketahuilah wahai Sultan, bahwa ikan yang kau
maksud itu memiliki kisah yang unik. Begini kisahnya," sang pemuda memulai
ceritanya.
Dulu, ayahku adalah raja di negeri ini. Baginda bernama Mahmud, dan
menguasai Kepulauan Hitam. Baginda berkuasa selama tujuh puluh tahun.
Setelah beliau meninggal dunia, kekuasaan jatuh ke tanganku, dan aku pun
menikahi salah seorang sepupuku. Sepupuku yang kunikahi itu adalah seorang
gadis yang sangat mencintaiku, sampai-sampai jika aku pergi, dia akan berhenti
makan dan minum sampai aku pulang.
Aku telah menikahinya selama lima tahun. Sampai pada suatu saat,
istriku itu pergi ke tempat pemandian, dan dia meminta juru masak untuk
menyediakan makan malam. Pada saat itu, aku masuk ke istana dan tidur di
tempatku ini. Aku meminta dua orang selirku untuk menemaniku, salah seorang
dari mereka duduk di dekat kepalaku, sementara yang lain duduk di dekat
kakiku. Di dalam hati aku gelisah karena teringat istriku yang sedang keluar
istana, sehingga meskipun mataku terpejam, namun sebenarnya batinku terus
memikirkannya. Tiba-tiba selirku yang duduk dekat kepalaku mengatakan
kepada selirku yang duduk dekat kakiku, "Hai Mas'udah, sungguh malang
nasib tuan kita ini, dia terus dikhianati oleh istrinya yang bejat itu."
Temannya pun menjawab, "Dasar pezina laknat! Sungguh tuan kita ini
tidak cocok memperistri seorang perempuan bejat pezina seperti dia yang se-
tiap malam tidur dengan laki-laki lain."

Hikayat 1001 Malam 49


"Tetapi, tuan kita ini tidak pernah mempertanyakan masalah ini," ujar
selirku yang duduk dekat kepalaku.
Temannya kembali berkata, "Ah kau pun! Tuan kita ini tidak mungkin
tahu kebejatan istrinya itu, dan istrinya juga tidak mungkin mengerjakan
itu atas izinnya? Karena yang sesungguhnya terjadi adalah istri tuan kita ini
selalu membubuhkan sesuatu ke dalam minuman yang diminum oleh tuan
kita ini sebelum tidur. Istrinya itu selalu membubuhkan obat tidur ke dalam
minumannya, sehingga beliau selalu tidur sangat lelap dan tidak mengetahui
apa yang terjadi, beliau juga tidak dapat mengetahui apa yang dikerjakan
istrinya. Setelah beliau tertidur, istrinya langsung berdandan dan keluar dari
kamarnya sampai pagi. Ketika pagi datang, istrinya akan membangunkannya
dengan ramuan khusus yang diletakkan di hidungnya."
Ketika aku mendengar semua penururan selirku itu, aku merasakan seolah
langit runtuh menimpaku.
Malam kembali datang. Istriku baru pulang dari tempat pemandian, dan
kami langsung makan malam seperti biasa. Selesai makan, aku meminta segelas
minuman yang biasa aku minum menjelang tidur. Istriku pun segera mengambil
segelas minuman dan diberikan kepadaku. Aku langsung mengambil minuman
yang dibawanya dan aku berpura-pura seolah aku meminum minuman yang
dibawanya itu. Kemudian aku berpura-pura tidur.
Ketika melihat aku memejamkan mataku, istriku tiba-tiba berkata, "Tidurlah
seperti orang mati. Demi Allah aku sangat membenci dirimu dan tampangmu,
aku juga sudah bosan hidup denganmu." Setelah mengucapkan kata-kata itu,
istriku bangkit dari tempat tidur dan mengenakan pakaiannya yang paling
indah, memakai minyak wangi, mengambil pedang, dan kemudian keluar
dari istana.
Tanpa sepengetahuan istriku, aku mengikutinya dari belakang. Terus
kukuntit dia melewati pasar-pasar di dalam kota sampai akhirnya dia tiba di
pintu gerbang kota. Tiba-tiba kudengar istriku mengucapkan beberapa kalimat
yang tak kupahami artinya, dan seketika, semua kunci yang menempel di
gerbang kota berjatuhan dan gerbang kota pun terbuka. Istriku terus berjalan
keluar, dan tanpa sepengetahuan dirinya, aku terus mengikutinya dari belakang.
Ternyata yang ditujunya adalah sebuah benteng yang terletak di antara dua
bukit. Di dalam benteng itu terdapat sebuah bangunan berkuhah yang dibangun
dengan bahan tanah. Istriku memasuki bangunan itu, sedangkan aku terus
mengawasi istriku melalui bagian luar bangunan itu yang kupanjat.

50 Hikayat 1001 Malam

You might also like