You are on page 1of 17

BAB II KAJIAN TEORITIS

2.1. Pengertian Problema Guru


Kata problem yang berarti masalah atau persoalan, dan juga berakar kata dari kata problematik yang berarti permasalahan; hal yang menimbulkan masalah, hal yang belum dapat dipecahkan.1 Sehingga dapat disimpulkan bahwa problema yang ada pada guru merupakan suatu masalah yang ada pada guru itu sendiri yakni pada proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam baik dengan penggunaan metode, masalah kompetensi siswa dan lain-lain sebagainya. Jadi, problema adalah berbagai persoalan-persoalan sulit yang dihadapi dalam proses pembelajaran, baik yang datang dari individu guru (faktor eksternal) maupun dalam proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah (faktor intern). Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti dilembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau/mushalla, dirumah, dan sebagainya.2 Guru memang menempati kedudukan yang terhormat di masyarakat. Kewibawaanlah
1

yang

menyebabkan

guru

dihormati,

sehingga

masyarakat

Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hal. 701. 2 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif Suatu Pendekatan Teoretis Psikologis, (Jakarta : Renika Cipata, 2005), hal. 32

tidak meragukan figure guru. Masyarakat yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik anak didik mereka agar menjadi orang yang berkepribadian mulia. Dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat, maka di pundak guru diberikan tugas dan tanggung jawab yang berat. Mengemban tugas memang berat. Tapi lebih berat lagi mengemban tanggung jawab. Sebab tanggung jawab guru tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Pembinaan yang harus guru berikan pun tidak hanya secara kelompok (klasikal), tetapi juga secara individual. Hal ini mau tidak mau menuntut guru agar selalu memperhatikan sikap, tingkah laku, dan perbuatan anak didiknya, tidak hanya dilingkungan sekolah tetapi di luar sekolah sekalipun. Karena itu, tepatlah, bahwa guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual ataupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa maksud dari problema guru adalah bahwa guru adalah masalah yang ada pada guru yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara individual maupun klasikal, di sekolah maupun di luar sekolah.

2.2. Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam


Dalam proses pembelajaran idealnya adalah guru harus dapat memanaj proses pembelajaran dengan baik. Manajemen pembelajaran yang baik dimulai dari perencanaan pembelajaran, penyusunan rencana, pelaksanaan/implementasi dan evaluasi pembelajaran. Proses terencana ini akan memudahkan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dengan harapan dan kualitas yang baik.

2.2.1. Manajemen Proses Pembelajaran PAI Manajeman adalah pengelolalaan umpan balik dari berbagai hal untuk melahirkan kebijakan dalam jangka pendek dan panjang. Sedangkan proses adalah usaha atau pergerakan secara terus menerus yang memiliki tujuan.3 Pembelajaran adalah terjadinya motivasi pada peserta didik untuk berinteraksi dengan sumber belajar. Dalam konsep pembelajaran terkandung lima konsep, yakni interaksi, peserta didik, pendidik, sumber belajar, dan lingkungan belajar. Pengertian dan teori tentang manajemen proses pembelajaran PAI, yaitu usaha sistematis dan upaya pembaruan yang didasarkan pada pengelolaan umpan balik (fungsi manajeman) untuk memotivasi peserta didik agar sadar dalam mempelajari ajaran Islam dan mempraktikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berbeda dengan pengertian manajemen proses pembelajaran PAI secara normatif yang mengidentifikasikan pengertian manajeman proses pembelajaran PAI sebagai ilmu terapan yang tersistem dan berlaku formal bagi seorang pendidik, di mana memiliki keterbatasan ruang dan waktu. Ditentukan tema dan prosedural (terdapat RPP: kegiatan awal, inti, dan akhir). 2.2.2. Fungsi Manajemen Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Perencanaan dalam proses pembelajaran PAI adalah bagian utuh dari fungsi Manajemen proses pembelajaran PAI. Dengan adanya perencanaan maka pola pikir pendidik akan mengarah pada bagaimana agar tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Dengan kata lain adanya hasil yang ingin dicapai akan

Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2011), hal.

24

10

mewujudkan cara bagaimana memperoleh hasil tersebut. Selain itu dengan adanya perencanan menurut Kaufman yang dikutip oleh Wina Sanjaya bahwa perencanaan adalah suatu proses dalam menetapkan arah dan fokus tujuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada setiap perencanaan minimal harus memiliki empat unsur sebagai berikut: a. b. c. d. Adanya tujuan yang ingin diperoleh. Terdapat strategi dalam mencapai tujuan. Memiliki sumber daya yang sesuai dengan tujuan. Implementasi setiap keputusan.4

Secara praktis dalam manajemen proses pembelajaran PAI posisi proses sangat penting dan utama dari pada hasil untuk menentukan keberhasilan pengajaran. Karena hasil yang dilihat untuk mengetahui keberhasilan pendidikan agama Islam bukanlan dari nilai yang tertera di raport atau lembar penilaian namun sikap dan prilaku keagamaannya yang baik. Oleh karena itu pendidik sebagai fasilitator dalam pendidikan agama Islam dalam mengetahui keberhasilan pembelajaran peserta didiknya dapat terlihat pada prilaku dan sikap keagamaan peserta didik setelah diberikan pengajaran. Adapun manfaat dalam melakukan manajemen proses pembelajaran PAI sebagai berikut: a. Menghindarkan pendidik dari pencapaian keberhasilan yang

spekulatif. Dengan manajemen akan diketahui prediksi seberapa besar keberhasilan pembelajaran yang akan dicapai.

Ibid, hlm. 25.

11

b.

Data atau dokumen manajemen dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan untuk memecahkan masalah dalam proses pembelajarann PAI. c. d. Untuk memanfaatkan sumber daya secara tepat. Proses pembelajaran berjalan dengan sistematis dan terorganisir.

2.2.3. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Proses Pembelajaran PAI Menurut Husnul Atiah tentang kualitas pembelajaran bahwa Proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik apabila seorang pendidik mampu mengatur waktu yang tersedia dengan sebaik mungkin. Berikut ini Husnul mengidentifikasi empat fungsi umum yang merupakan ciri pekerjaan seorang guru sebagai manajer adalah: a. belajar. b. Mengorganisasikan. Ini adalah pekerjaan seorang guru untuk mengatur Merencanakan. Ini pekerjaan seorang guru untuk menyusun tujuan

dan menghubungkan sumber-sumber belajar, sehingga dapat mewujudkan tujuan pembelajaran dengan cara yang paling efektif dan efisien. c. Memimpin. Ini adalah pekerjaan seorang guru untuk memotivasikan,

mendorong dan menstimulasikan siswanya, sehingga mereka akan siap untuk mewujudkan tujuan pembelajaran. d. Mengawasi. Ini adalah pekerjaan seorang guru untuk menentukan

apakah fungsinya dalam mengorganisasikan dan memimpin telah berhasil dalam mewujudkan tujuan yang telah dirumuskan. Kualitas proses pembelajaran merupakan salah satu titik tolak ukur yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya proses pembelajaran. Perlu penulis tegaskan di

12

sini bahwa ukuran berkualitas atau tidaknya suatu sekolah adalah relatif, karena tolak ukur yang digunakan terus menerus akan senantiasia mengalami perubahan sesuai dengan perubahan tantangan era atau jaman. Menurut Rohmat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas pendidikan yaitu faktor pendidik, faktor peserta didik, faktor kurikulum, faktor pembiayaan, dan lain-lain. Untuk mempertegas realitas kualitas Proses Pembelajaran PAI selama ini, maka penulis akan memaparkan pendapat Sukirman, berikut pendapatnya: Suatu kenyataan yang dihadapi dunia pendidikan khususnya Pendidikan Agama Islam di lembaga pendidikan formal saat ini, adalah rendahnya kualitas manajerial pembelajaran baik pada tataran perencanaan, pelaksanaan maupun cara pengendaliannya, akibatnya proses pembelajaran pendidikan Agama Islam kurang berhasil dalam pembentukan perilaku positif siswa. Lemahnya aspek metodologi yang dikuasai oleh guru juga merupakan penyebab rendahnya kualitas pembelajaran. Metode yang banyak dipakai adalah model konvensional yang kurang menarik. Ketidakberdayaan pendidikan agama dalam menginternalisasikan nilai-nilai agama juga merupakan salah satu faktor penyebab munculnya output yang tidak mampu mengemban misi pendidikan nasional yaitu menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt. Oleh karenanya rekonstruksi terhadap manajemen program-program pembelajaran agama mutlak dilakukan demi tercapainya tujuan yang diharapkan. Yang dimaksud proses pembelajaran di sini adalah efektif tidaknya proses pembelajaran dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Hasil pembelajaran yang dicapai peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor utuma yakni faktor dari lingkungan dan faktor dari diri peserta didik seperti motivasi pembelajaran, minat dan perhatian,

13

sikap dan kebiasaan pembelajaran, ketekunan, sosial, ekonomi dan faktor fisik dan psikis serta faktor utama yaitu kemampuan yang dimiliki peserta didik untuk cepat memahami segala sesuatu. Tiga unsur yang sangat mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah kompetensi pendidik, karakteristik kelas dan karakteristik sekolah. Untuk lebih jelasnya penulis akan memaparkan secara acak ke tiga unsur tersebut agar dapat dipahami dengan mudah. Komptensi pendidik mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah satu proses yang terjadinya interaksi antara pendidik dan peserta didik, salah satu yang mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah pendidik (dalam hal ini adalah kompetensi yang dimilikinya). Dengan asumsi, bahwa pendidik adalah sutradara dan sekaligus aktor dalam proses pembelajaran. Ini tidaklah berarti mengesampingkan variabel lain, yaitu seperti media pembelajaran. Selain karena faktor pendidik, kualitas pengajaran juga dipengaruhi oleh karakteristik kelas. Variabel karakteristik kelas antara lain; a. Besarnya (class size). Artinya, banyak sedikitnya jumlah peserta didik

yang mengikuti proses pengajaran. b. Suasana pembelajaran. Suasana pembelajaran yang demokratis akan

memberi peluang mencapai hasil pembelajaran yang optimal, dibandingan dengan suasana yang kaku, disiplin yang ketat dengan otoritas penuh pada pendidik. c. Fasilitas dan sumber pembelajaran yang tersedia. Sering kita temukan

dalam proses pembelajaran di kelas bahwa pendidik sebagai sumber pembelajaran satu-satunya. Padahal seharusnya peserta didik diberi

14

kesempatan untuk berperan sebagai sumber pembelajaran dalam proses pembelajaran. Faktor lain yang mempengaruhi kualitas pengajaran di sekolah adalah karakteristik sekolah itu sendiri, yang mana sangat berkaitan erat dengan disiplin (tata tertib) sekolah, media pembelajaran yang dimiliki, letak geografis sekolah, lingkungan sekolah, estetika dan etika dalam arti sekolah memberikan perasaan nyaman, kepuasan peserta didik, bersih, rapi dan memberikan inspirasi. Menurut penulis faktor-faktor tersebut merupakan komponen pendidikan yang satu diantara yang lain saling berhubungan dan menunjang, karena apabila salah satu diantara unsur tersebut tidak memenuhi standar kualitas pendidikan, maka

kemungkinan besar kualitas pembelajaran tidak akan tercapai secara optimal. 2.2.4. Problema Guru dalam Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Profesi mengajar adalah suatu pekerjaan professional tidak pernah luput dari problema. Apalagi bila pekerjaan tersebut dilakukan dilingkungan masyarakat yang dinamis, dan dihubungkan dengan keperluan perorangan atau kemasyarakatan, maka keanekaan problematika tersebut makin luas. Sudah jelas bahwa guru dalam melaksanakan tugasnya tidak selalu berjalan dengan mulus, guru akan senantiasa dihadapkan pada problematika-problematika yang bersifat pribadi maupun sosial. Hal ini secara umum disebabkan terbatasnya kemampuan pada manusia. Sedangkan guru sendiri harus mampu menyadari bahwa manusia itu masih harus berusaha semaksimal mungkin untuk mengembangkan kemampuan dirinya agar bisa mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

15

Secara garis besar yang menyebabkan timbulnya problem dalam penerapan KBK ada beberapa faktor, yaitu: a. Faktor Internal yaitu: latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, kondisi fisik atau psikis. b. Faktor Eksternal antara lain: terbatasnya sarana dan prasarana, pengawasan dari kepala madrasah dan kurangnya pelatihan.5 Menurut Chandler dan Petty, yang dikutip oleh M. Ngalim Purwanto, bahwa masalah-masalah yang dihadapi guru pada umumnya dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1) Kebutuhan akan perumahan/tempat tinggal yang sesuai atau wajar bagiseorang guru; 2) Memperoleh perkenalan dengan personel sekolah (guru-guru dan pegawai) 3) Memperoleh pengertian tentang system dan tujuan sekolah. 4) Mengerti tentang peraturan-peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah itu. 5) Mengerti dan dapat mengenal masyarakat serta lingkungan sekitar. 6) Mengenal organisasi-organisasi professional dan etika jabatan, dan 7) Masalah-masalah penting lainnya yang berhubungan langsung dengan tugas pekerjaannya sebagai guru di sekolah itu.6 Masalah pokok yang dihadapi guru, baik pemula maupun yang

sudah professional adalah pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas merupakan masalah yang kompleks. Guru menggunakannya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas untuk mencapai tujuan pengajaran secara efisien dan memungkinkan anak didik dapat belajar. Dengan demikian pengelolaan kelas yang efektif adalah syarat bagi pengajaran yang efektif. Tugas utama dan yang paling sulit dilakukan
Arifin, Kapita Selekta Pendidikan, (Jakarta, Bumi Aksara, 2003), hal. 110. M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 151-152.
6
5

16

guru adalah pengelolaan kelas, lebih-lebih tidak ada satu pun pendekatan yang dikatakan paling baik. Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses interaksi edukatif. Dengan kata lain, kegiatan-kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan konsisi yang optimal bagi terjadinya proses interaksi edukatif. Yang termasuk ke dalam hal ini adalah misalnya penghentian tingkah laku anak didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran bagiketepatan waktu penyelesaian tugas anak didik, atau penetapan norma kelompok yang produktif. Suatu kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur anak didik dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses interaksi edukatif yang efektif. Adapun tujuan keterampilan mengelola kelas adalah sebagai berikut:7 1) Untuk anak didik a) Mendorong anak didik mengembangkan tanggung jawab individu terhadaptingkah lakunya dan kebutuhan untuk mengontrol diri sendiri. b) Membantu anak didik mengetahui tingkah laku yang sesuai dengan tata tertibkelas dan memahami bahwa teguran guru merupakan suatu peringatan dan bukan kemarahan. c) Membangkitkan rasa tanggung jawab untuk melibatkan diri dalam tugas dan pada kegiatan yang diadakan. 2) Untuk Guru

Syaiful Bahri Djamarah, Op.,cit, hlm. 144

17

a) Mengembangkan pemahaman dalam penyajian pelajaran dengan pembukaanyang lancer dan kecepatan yang tepat. b) Menyadari kebutuhan anak didik dan memiliki kemampuan dalam memberi petunjuk secara jelas kepada anak didik. c) Mempelajari bagaimana merespon secara efektif terhadap tingkah laku anak didik yang mengganggu. d) Memiliki strategi remedial yang lebih komprehensif yang dapat dipergunakandalam hubungannya dengan masalah tingkah laku anak didik yang muncul didalam kelas.8 Mutu pendidikan adalah persoalan mikro di sekolah, bahkan perorangan.Mutu hanya terwujud jika proses pendidikan di sekolah benar-benar menjadikansiswa belajar dan belajar sebanyak mungkin. belajar Mutu penidikan mandiri. harus dilihat

darimeningkatnya

kemampuan

siswa

secara

Pengetahuan

apapunyang mereka kuasai adalah hasil belajar yang mereka lakukan sendiri. Pendekatan Pembelajaran adalah pelaksanaan pendidikan yang bersifatmikro di sekolah. Pendekatan pembelajaran yang berbasis kepada kompetensisiswa terwujud jika proses pendidikan di sekolah benar-benar menjadikan siswa belajar dan belajar sebanyak mungkin. Keberhasilan suatu pembelajaran dapatdilihat dari meningkatnya kemampuan belajar siswa secara mandiri. Selain yang dipaparkan di atas, adanya kesulitan belajar pada peserta didik. Tugas guru hanya membimbing dan menuntun siswa agar mampu mengatasi kesulitan belajar yang dihadapinya. Langkah-langkah yang dapat dilaksanakan guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswa adalah sebagai berikut: a. Perhatikan Mood Untuk mengenal mood siswa, seorang guru harus mengenal karakter dan kebiasaan belajar siswa. Apakah siswa belajar dengan senang hati atau dalam

Ibid

18

keadaan kesal. Jika belajar dalam suasana hati yang senang, maka apa yang akan dipelajari lebih cepat ditangkap. Bila saat belajar, ia merasa kesal, coba untuk mencari tahu penyebab munculnya rasa kesal itu. Apakah karena pelajaran yang sulit atau karena konsentrasi yang pecah.

b. Siapkan Ruang Belajar Kesulitan belajar siswa bisa juga karena tempat yang tersedia tidak memadai. Karena itu, coba sediakan tempat belajar untuk siswa. Jika kesulitan itu muncul karena tidak tersedianya meja, maka ajaklah siswa belajar di meja makan didampingi orangtuanya. Tentu sebelum belajar meja makan harus dibersihkan lebih dahulu. Selain itu, saat mengajari siswa ini guru bisa melakukannya dengan menularkan cara belajar yang baik. Misalnya bercerita kepada siswa tentang bagaimana dahulu gurunya menyelesaikan mata pelajaran yang dianggap sulit. Biasanya siswa cepat larut dengan cerita ibunya sehingga ia mencoba mencocok-cocokkan dengan apa yang dijalaninya sekarang. c. Komunikasi Masa kecil kita, pelajaran yang disukai tergantung bagaimana cara guru itu mengajar. Tidak bisa dipungkiri perhatian terhadap mata pelajaran, tentu ada kaitan dengan cara guru mengajar di kelas. Sejak dini biasakan siswa berperilaku sportif dan pandai menyampaikan pendapatnya.9

2.3. Solusi Problema Guru dalam Proses Pembelajaran PAI

Suwatno, Op.Cit., hlm.20-21.

19

Pada dasarnya setiap masalah yang timbul memiliki solusi dari permasalahan tersebut. Seiring dengan timbul berbagai permasalahan utamanya pada pendidikan yakni proses pembelajaran. Pengetahuan apapun yang mereka kuasai adalah hasil belajar yang mereka lakukan sendiri. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu dihidupkan dalam proses belajar mengajar utamanya pada bidang studi Pendidikan Agama Islam, yaitu 2.3.1. Perkembangan anak didik. Fungsi pendidikan pertama-tama adalah membantu peserta didik untuk berkembang secara baik. Ini berarti perkembangan anak harus menjadi 19ocus pelaksanaan pendidikan. Salah satu nilai mendasar dalam menumbuhkan

perkembangan diri anak adalah rasa kepercayaan diri. Karena itu, dialog dan pengakuan diri perlu mendapat perhatian.10 Hanya dengan nilai-nilai inilah pemekaran diri anak akan terwujud. Anak diberi kesempatan untuk membedah dirinya sendiri. Dalam kerangka ini fungsi guru adalah membantu anak untuk mengetahui sesuatu yang ada dalam dirinya itu. Jadi guru menjadi bidang yang harus aktif untuk menolong anak, akan tetapi proses kelahirannya harus dilakukan oleh anak didi sendiri. 2.3.2. Kemandirian anak. Terkait dengan hal di atas yang perlu dihidupkan dalam proses belajar mengajar adalah otonomi, karena aktivitas mandiri ini merupakan jaminan satusatunya untuk membentuk kepribadian yang sebenarnya. Artinya, upaya guru melatih peserta didik untuk mempunyai pendirian terhadap sesuatu hal perlu mendapatkan
10

Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Haji Mas Agung, 1990), hlm. 76-98.

20

perhatian.11 Untuk itu,kemampuan anak untuk menentuakan diri, pendapat maupun penilaian atas diridan relitas social harus dihargai.

2.3.3. Vitalisasi model hubungan demokratis. Konskuensi dari penghidupan sikap otonomi anak adalah pembaharuan relasi murid dengan guru dan sebaliknya. Artinya, yang diberlakukan dalam proses belajar mengajar bukansikap otoriter, yang menempatkan murid sebagai lawan dari guru, melainkan sikap partisipatif dan kooperatif. Dalam sikap partisipatif dan kooperatif itu anak justru diakui sebagai pelaku, bukan sebagai objek. Dengan pengakuan itu pula bagi peserta didik peristiwa sekolah menjadi sebuah peristiwa yang menghidupkan perjumpaan antar pribadi uyang saling mengasihi dan kemitraanyang saling memekarkan persaudaraan dan menggembirakan. 2.3.4. Vitalisasi jiwa eksploratif. Perlu diakui bahwa peserta didik kayadengan daya cipta, rasa dan karsa. Dan potensi-potensi ini harus diakui dan ditumbuh-kembangkan dalam proses

pembelajaran. Justru disini fungsi pendidikan amat kelihatan. Dalam kerangka ini, jiwa eksploratif sangatlah penting mendapat ruang gerak. Daya kritis anak, semangat mencari, menyelidiki dan meneliti perlu ditumbuhkan. Hal inilah sebagai basis bagi lahirnya kreativitas.12 2.3.5. Menghidupkan pengalaman anak.

Ibid, Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hlm. 13-17.
12

11

21

Tak biasa disangkal bahwasalah satu esensi pendidikan adalah membuat anak agar tidak terasing dari pengalamannya. Ini berarti materi pelajaran yang diberikan harus terkait dengandunia praktis serta lingkungan yang disaksikan oleh anak di sekitarnya. Dengankata lain, pengalaman anak harus mendapat perhatian. Mengapa ? Karena anak didik akan lebih tertarik dan mengikutkan hatinya dalam kegiatan belajar kalauapa yang diterimanya terkait dengan dunia nyata yang dialaminya. Ketika sesuatudibicarakan diluar realitas yang dialami oleh si anak, maka sangat sulit bagi anak untuk menangkapnya. Ini mempengaruhi keseriusan anak dalam menerima pelajaran (flow). 2.3.6. Keseimbangan pengembangan aspek personal dan sosial. Dua nilai ini merupakan nilai mendasar kemanusiaan peserta didik. Artinya dimensi individualitas yang terungkap dalam pengembangan kemampuan anak untuk menemukan hal-hal baru melalui daya eksploratif dan kreatif serta inovatifnya harus diimbangi dengan sikap kebersamaan dan penghargaan terhadap sesamanya. Jadi selain mengandalkan kemampuan dirinya, si anak juga harus mampu bekerja sama dengan satu atau beberapa teman dalam proses dialiktika dan dialog. Sehingga menumbuh-kembangkan semangat kepekaan anak terhadap sesamanya. Karena nilainilai kebersamaan dalam proses belajar perlu ditanamkan. Jika pendidikan hanya menekankan dimensi individualitas peserta didik akan berkembang menjadi seorang yang cenderung egoistis. Keseimbangan individualitas dan sosial akan melatih peserta didik untuk mampu bekerjasama dalam masyarakat. Dan anak akan terlatih

22

untuk mebiasakan diri hidup dalam kompetisi yang sehat dengan semangat saling menghargai.13

2.3.7. Mengembangkan kecerdasan emosional dan spiritual. Membentuk anak didik mejadi manusia berkualitas baik secara moral, personal maupun social tidak cukup hanya dengan mengembangkan dimensi kognitifnya (IQ), melainkan harus juga disertai dengan pengembangan efektif atau emosionalnya. Dengan kata lain,kecerdasan emosional anak perlu ditumbuh kembangkan dalam pembelajaran. Pengembangan emosi ini justru sangat penting karena kecerdasan emosi memungkinkan peserta didik mampu menumbuhkan sikap empati dan kepedulian, kejujuran, tenggang rasa, pengertian dan integritas diri serta keterampilan sosial yang merupakan landasan bagi tumbuhnya kesadaran moral anak.14 Disamping pembelajaran dengan mengaktifkan kecerdasan baik yang bersifat kognitif dan emosional, aspek yang lain yang perlu ditanamkan dalam pembelajaran adalah kecerdasan spiritual (SQ). Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa, kecerdasan yang dapat menyembuh dan membangun diri secarautuh, karena ia dibagian diri yang dalam. Bagi kita sebagai muslim, SQ ini adalah identik dengan hati nurani yaitufitrah. Allah menciptakan manusia berdasarkan fitrah yaitu nilai ketauhidan yaitu agama yang lurus sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Swt

13

Sunarto & Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), Ibid, hlm. 45.

hlm. 12
14

23


Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, (Q.S, Ar Rum: 30).15 Dasar inilah yang mewajibkan kita menciptakan suatu bentuk pendidikan yang berbasis kepada ajaran Islam. Hal ini pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan dan mendidik insan kamil sebagaimana tujuan dari pendidikan islam itu sendiri.

15

Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 2000), hlm.

345.

You might also like