Professional Documents
Culture Documents
tidak punya uang untuk hidup mewah. Tapi karena ia memang “sengaja memilih untuk
hidup sederhana”. Jadi hidup sederhana sebagai pilihan yg membanggakan, bukan
sebagai keterpaksaan. Dan mereka bangga dg kesederhanaan itu! Banyak kalangan orang-
orang di negara maju (pejabat maupun pebisnis) yg memilih hidup sederhana, karena.
mereka merasa hidupnya menjadi lebih bermakna dan bermanfaat: kelebihan uang
mereka disalurkan untuk yayasan-yayasan anak-anak yatim, mengambil anak asuh,
yayasan pemberi beasiswa pada mahasiswa internasional, untuk orang-orang miskin di
negara-negara berkembang, untuk berbagai penelitian keilmuan, dan lain-lain..
Salah satu contohnya yang paling monumental adalah Albert Nobel. Inventor (penemu)
dan pemilik lebih dari 300 hak paten berbagai penemuan teknologi baru. Dia milyarder
yang hidup sederhana dan memiliki komitmen tinggi terhadap keilmuan dan
kemanusiaan. Ketika meninggal, tak sepeserpun hartanya dia wariskan ke anaknya.
Sebaliknya, ia tumpahkan seluruh harta kekayaannya untuk Nobel Foundation, pemberi
hadiah Nobel untuk para ilmuwan dunia yang berhasil meraih prestasi gemilang di
bidang masing-masing. Albert Nobel sudah meninggal puluhan tahun lalu, tapi namanya
selalu dikenang di seluruh dunia sampai sekarang. Kuncinya, karena ia memilih hidup
sederhana, kendati ia lebih dari mampu untuk membeli kemewahan apapun yang
menjadi impian banyak orang.
Menyebut pengusaha kaya raya yang hidup sederhana mengharuskan saya untuk sedikit
membeberkan profil seorang milyarder Muslim asal India bernama Azim Premji.[3]
Pengusaha teknologi informasi ini selama tiga tahun berturut-turut menempati posisi
nomor 30 sebagai pengusaha terkaya dunia versi majalah bisnis Amerika, Forbes.
Hartanya menurut laporan majalah Forbes edisi 2007 diperkirakan sebanyak U$D 30
milyar atau sekitar Rp. 300 milyar. Ini hanya kekayaan pribadinya, tidak termasuk omset
perusahaan.
Apabila simbol kemewahan biasanya ditandai dengan rumah mewah berharga milyaran,
mobil Mercedes Benz (Mercy), BMW, atau Lexus keluaran terbaru (kalau perlu memiliki
pesawat jet pribadi seperti sebagian pengusaha Indonesia) dan baju merk terkenal, maka
kita akan terkejut ketika bertemu Azim Premji. Mobil satu-satunya “hanya” sedan Ford
Escort yang di India berharga tidak sampai 100 juta rupiah, mengenakan baju tanpa merk
yang dijahit penjahit biasa dan rumah yang tidak layak masuk koran.
Azim Premji tidak hidup di zaman dahulu kala. Dia masih segar bugar sampai saat ini di
usia 65-an. Azim juga bukan seorang sufi. Dia pebisnis ulung yang dihormati banyak
pengusaha kelas dunia lain karena kejujuran dan integritas pribadinya.
Apa yang membuat Azim Premji “kuat” untuk tidak hidup mewah di tengah
bergelimangnya harta yang melimpah adalah pemahamannya yang mendalam akan
esensi atau hakikat hidup di dunia yaitu kerja keras[4], disiplin dan kepedulian untuk
membantu sesama yang membutuhkan.[5] Harta yang banyak bagi dia hanyalah buah
dari kerja kerasnya; bukan tujuan itu sendiri.Dengan demikian, kemewahan atau hidup
bersenang-senang tidak ada dalam agenda hidupnya. Selain itu, hidup mewah adalah
identik dengan ketamakan yang sangat berlawanan dengan prinsip kepedulian sosial itu
sendiri.[6]
Artikel ini milik www.ainuddin.co.cc. Di ambil dari www.fatisyuhud.com atas seijin
pemilik. Silahkan sebarkan dalam bentuk soft ataupun hard dengan menyertakan
catatan kaki ini serta dengan tujuan bukan komersial
Tulisan ini saya persembahkan buat siapa saja yang membaca tulisan ini termasuk di
dalamnya kalangan ulama (kyai), birokrat, pengusaha dan generasi muda seperti saya
yang mungkin pada sepuluh tahun mendatang sudah menduduki berbagai posisi di
pemerintahan atau menjadi pebisnis besar. Kalau kita beruntung secara materi, pilihlah
hidup sederhana dan bangga dg kesederhanaan itu. Kalau kita kurang beruntung, mari
sama-sama bekerja keras untuk menuju hidup yang lebih baik secara materi dan pola
pikir (mindset).
Jadi, tulisan saya di atas hendaknya tidak disalahpahami secara sempit. Saya bukan
mengajak Anda untuk hidup miskin seperti anjuran sebagian tokoh sufi. Sebaliknya, saya
malah mengajak Anda untuk berusaha sekeras mungkin untuk menjadi kaya (dg cara yg
halal tentunya), tapi tetap menjaga dan memelihara gaya hidup sederhana, bermartabat
dan peduli pada yg membutuhkan bantuan kita.[]
——————-
CATATAN KAKI:
[1] Setelah membaca dan meneliti dengan seksama kandungan Al Quran, Hoffman dan
istrinya akhirnya masuk Islam pada tahun 1980 dan berganti nama menjadi Murad
Wilfried Hoffman. Sampai saat ini Hoffman telah menulis 10 buku berkaitan dengan
Islam, yang terkenal antara lain Journey to Islam: Diary of a German Diplomat dan
Religion on the Rise - Islam in the Third Millennium..
[2] Sekedar perbandingan, gaji diplomat Indonesia saja berkisar antara USD 3,000 – 8,000
atau sekitar Rp. 30 juta – 80 juta/bulan (tergantung senioritas jabatan).
[3] Profil Azim Premji lebih detail lihat di website saya www.fatihsyuhud.com
[4] Dalam setiap kesempatan saya selalu tekankan bahwa esensi ayat dalam Al Quran
surah Al Jum’ah 62:9-10 adalah perintah bekerja keras dan tidak bermalas-malasan yang
kalau dilaksanakan dengan benar akan menjadikan umat Islam sebagai umat yang paling
rajin bekerja. Dalam agama lain seperti Yahudi dan Kristen, masing-masing harus libur
pada hari besar mereka yaitu hari Sabtu dan Minggu. Dalam Islam, bahkan hari Jum’at
pun umat Islam masih diperintahkan untuk bekerja, kendatipun di situ diingatkan untuk
tidak melupakan salat Jum’at. Konsekuensi dari kerja keras adalah keberhasilan secara
materi. Dengan kata lain, apabila ini dilakukan, umat Islam akan menjadi umat yang
secara umum paling berhasil dari sisi materi. Apabila fakta menunjukkan sebaliknya,
maka itu artinya kita belum memenuhi standar kerja keras seperti yang digariskan Islam.
[5] Salat lima waktu dan berzakat yang menjadi pilar pokok (rukun) Islam (QS Maryam
19: 31) adalah esensi pelajaran disiplin di satu sisi dan kerja kerjas serta kepedulian sosial
di sisi lain yang kalau dilaksanakan dengan penuh komitmen akan menjadikan seorang
Muslim sebagai individu ideal yang membawa rahmat di berbagai bidang kehidupan (QS
Al Anbiya` 21:107).
0000000000
Artikel ini milik www.ainuddin.co.cc. Di ambil dari www.fatisyuhud.com atas seijin
pemilik. Silahkan sebarkan dalam bentuk soft ataupun hard dengan menyertakan
catatan kaki ini serta dengan tujuan bukan komersial
Gerakan kaum feminis dan munculnya sejumlah role model telah membantu memicu
bangkitnya wanita profesional kelas menengah, yang sukses berkarir dan pada waktu
yang sama berhasil sebagai ibu rumah tangga. Kalangan wanita sukses ini terkadang
menyembunyikan rasa tertekan mereka dalam mengemban dua macam tanggung jawab.
Tetapi apa yang akan terjadi saat pembalikan peran rumah tangga terjadi dan perempuan
menjadi pencari nafkah? Seorang rekan saya yang baru lulus S2 Hukum di India dan
sukses sebagai konsultan hukum di perusahaan terkenal di Jakarta mengatakan, “Saya
lebih memilih bekerja dan karir saya diapresiasi suami kendati suami saya sukses, dari
pada hanya berperan sebagai ibu rumah tangga”.
Dengan semakin meningkatnya jumlah perempuan menempati lapangan kerja, maka
sedikitnya akan muncul empat probabilitas tantangan imajiner sosial ke depan.
Pertama, wanita A akan menjalani beban ganda sebagai pencari nafkah dan pengatur
rumah tangga sedang suami tidak berperan apa-apa.
Sang suami menolak menjadi bapak rumah tangga kendati sang istri bekerja keras
sepanjang hari. Akhirnya mereka berpisah tetapi membiarkan pintu tetap terbuka untuk
rujuk kembali suatu hari nanti.
Kedua, perempuan B menikah secara tergesa alias cinta monyet. Istri kemudian
menyadari bahwa mereka secara intelektual maupun emosional tidak serasi. Sementara
itu, dua anak telah lahir dan karena itu sang istri mempertahankan perkawinan. Dia
mengambil langkah berani dengan tetap bekerja mencari nafkah keluarga dan sekaligus
Artikel ini milik www.ainuddin.co.cc. Di ambil dari www.fatisyuhud.com atas seijin
pemilik. Silahkan sebarkan dalam bentuk soft ataupun hard dengan menyertakan
catatan kaki ini serta dengan tujuan bukan komersial
meneruskan tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga. Dari waktu ke waktu, sang istri
ingin keluar dari wahana perkawinan, tetapi karena tak ada dukungan, tetap melanjutkan
mahligai rumah tangga. Uang tidak menjadi masalah tetapi sang suami cemburu pada
pekerjaan istri, independensinya, fakta bahwa istri mencapai keberhasilan yang tak bisa
dia raih. Haruskah istri menceraikannya?
Ketiga, perempuan C dan suaminya menikah berdasarkan cinta. Keduanya profesional.
Tetapi lama kelamaan sang suami cemburu melihat istrinya yang lebih berbakat dan
sukses. Suatu hari, suami stress dan mengusir istri, dengan anak kecil yang tidur di
sampingnya. Sang istri pun menjadi single parent, bekerja dan memelihara anak.
Haruskah dia berekonsiliasi dan kembali ke sang suami?
Perempuan D melakukan hubungan gelap dengan kolega kerjanya dan ketika suami
mengetahuinya, maka dia pun menceraikannya. Sang istri meminta maaf dengan
beralasan “di luar kesengajaan” dan memohon untuk rujuk. Haruskah suami rujuk
kembali, kendati kelelakiannya tertantang dan menjadi rendah di mata dunia?
Kasus ketiga itu sudah umum terjadi. Dr. Shirley Glass, seorang psikolog Amerika dan
pakar soal perselingkuhan dalam bukunya Not “Just Friends”: Protect Your Relationship
From Infidelity and Heal the Trauma of Betrayal memberikan data survei menarik.
Menurut Glass:
Selama dua dekade pengalaman prakteknya sebagai psikolog diketahui ada 46
persen istri dan 62 persen suami yang telah melakukan perselingkuhan dengan
kolega kerja. Dan menariknya, perselingkuhan yang dilakukan kalangan istri
justru meningkat secara signifikan - dari 1982 sampai 1990, 38 persen istri
melakukan perselingkuhan dengan rekan kantor berbanding dengan 50 persen
jumlah istri tidak setia dari tahun 1991 sampai 2000.
Di Indonesia, menurut data stastistik dari Direktorat Jendral Pembinaan Peradilan Agama
Tahun 2005 lalu, misalnya,
…ada 13.779 kasus perceraian yang bisa dikategorikan akibat selingkuh; 9.071
karena gangguan orang ketiga, dan 4.708 akibat cemburu. Persentasenya
mencapai 9,16 % dari 150.395 kasus perceraian tahun 2005 atau 13.779 kasus.
Alhasil ,dari 10 keluarga yang bercerai , 1 diantaranya karena selingkuh. Rata-
rata , setiap 2 jam ada tiga pasang suami istri bercerai gara-gara selingkuh.
***
Kajian tentang maskulinitas, sebuah area riset paralel yang berkembang sebagai respons
pada kajian perempuan, perlu dilakukan untuk mengeksplorasi isu-isu seputar keluarga
di mana pasangan seperti yang tersebut di atas terperangkap. Suami dapat saja disalahkan
sebagai pemukul istri, pelaku kekerasan rumah tangga dan terror. Tetapi, apa yang
membuatnya demikian?
Dalam kasus pertama, akankah ibu rumah tangga yang tidak bekerja (dan terkadang tidak
mendukung) didepak dari rumah? Di sini masyarakat akan dengan cepat mengatakan
bahwa sang suami yang kejam telah meninggalkan istrinya. Pada kasus kedua, suami
Artikel ini milik www.ainuddin.co.cc. Di ambil dari www.fatisyuhud.com atas seijin
pemilik. Silahkan sebarkan dalam bentuk soft ataupun hard dengan menyertakan
catatan kaki ini serta dengan tujuan bukan komersial
mengalami rasa minder karena dia tidak memiliki kapasitas intelektual dan kecakapan
seperti istrinya untuk berkembang dan mulai menderita kecenderungan depresi. Dalam
kasus ketiga, akankah sang istri yang memahami keadaan suaminya seperti itu karena dia
tumbuh dalam kondisi keluarga yang disfungsional, mencoba pendekatan yang lebih
halus? Apakah sang suami dalam contoh terakhir menyadari bahwa dia hanya korban
dari pembalikan peran (reversal role)—selama ini perempuan biasanya selalu dalam
posisi dikhianati—dan rela menerima kembali istrinya apabila sang istri hendak rujuk?
Sementara kita memfokuskan emansipasi untuk perempuan, kita juga perlu
mengembangkan bentuk baru maskulinitas yang akan memungkinkan kaum lelaki
beradaptasi terhadap realitas baru perempuan.
Untuk itu, diperlukan usaha keras masyarakat yang dapat berlaku adil baik pada lelaki
dan perempuan.[]
Mana yg lebih Anda pilih antara bersikap baik yg pura-pura dan jahat yg “ikhlas,” antara
dermawan pura-pura atau pelit yg tulus, antara sopan palsu atau tidak beradab yg jujur,
antara sikap etis normatif yg dibuat-buat dg sikap layaknya bagai ‘tidak pernah makan
sekolah’ tapi asli?
Sebagaimana dalam opini apapun, hal yg satu ini juga mengandung kontroversi. Dan itu
dimaklumi namanya juga manusia. Namun demikian, apabila standar umum dipakai,
maka pendapat mayoritas akan berpihak pada yg pertama: lebih bagus berpura-pura baik,
berpura-pura sopan, berpura-pura dermawan, berpura-pura beradab daripada “ikhlas,
jujur dan tulus” dalam kekurangan-ajaran, kepelitan, ketidaketisan, kekurangberadaban
dan keculasan.Mengapa demikian? Banyak fakta yg bisa kita ambil dalam kehidupan
sehari-hari baik dalam dunia bisnis murni, bisnis hiburan, kehidupan beragama, dll yg
mendukung tesis perlunya berpura-pura baik daripada jujur dalam ketidakbaikan.
Beberapa contoh kecil sbb:
(a) John Robert Powers Jakarta, pimpinan Indayati Oetomo, adalah lembaga
pengembangan kepribadian yg salah satu layanannya adalah ‘mempelajari cara
memahami diri sendiri baik secara fisik, moral maupun kemampuan berpikir.’ Artinya,
setelah mendapat pelatihan yg cukup di JRP ini, peserta diharapkan dapat “berpura-pura”
bersikap dan berperilaku yg sesuai dg norma-norma pergaulan yg standar sehingga dg
demikian diharapkan apapun yg dilakukan oleh peserta JRP dalam berbisnis akan
semakin menarik dan mengesankan siapapun yg berhubungan dengannya baik itu klien,
kolega, atasan, bawahan, dll. JRP Indonesia adalah cabang dari JRP internasional yg
berpusat di Amerika Serikat.
(b) Sejak kecil kita diajari dan diberitahu orang tua kita apa yg baik dan mesti atau
sebaiknya dilakukan; dan apa yg tidak baik atau tabu yg sebaiknya dihindari. Pada
dasarnya ini juga pembelajaran untuk “berpura-pura” baik yg terkadang bertentangan dg
Artikel ini milik www.ainuddin.co.cc. Di ambil dari www.fatisyuhud.com atas seijin
pemilik. Silahkan sebarkan dalam bentuk soft ataupun hard dengan menyertakan
catatan kaki ini serta dengan tujuan bukan komersial
Sumber: www.fatihsyuhud.com
Semua orang tahu, membaca itu perlu dan sangat
bermanfaat. Membaca membuat cewek cakep menjadi
semakin menarik dan “shiny”; dan cewek tidak cantik
pun menjadi terlihat menarik. Membuat cowok keren
menjadi semakin berkarisma; dan cowok yg biasa-biasa
saja menjadi tampak gaya.
Sebaliknya, cewek atau cowok cakep yg tidak brainy
(karena jarang atau tidak pernah membaca) betul-betul
sangat membosankan, baik sebagai pribadi apalagi
sebagai lawan bicara. Sejam atau dua jam berbicara dg
mereka mungkin masih menarik karena periode ini
biasanya dipakai untuk bertukar pengalaman dan kisah.
Namun, tahankah kita berbicara dg bahan yg sama
berulang-ulang? Dan tidak bosankah kita mendengar
kisah atau penuturan lanjutannya yg hanya berupa
gosip-gosip sampah terbaru? Anda pasti tidak akan
tahan, kecuali apabila Anda satu golongan dengan
mereka. Kalau cewek atau cowok cakep yg tidak gemar
baca membuat kita bosan, bagaimana dg cewek atau cowok
Artikel ini milik www.ainuddin.co.cc. Di ambil dari www.fatisyuhud.com atas seijin
pemilik. Silahkan sebarkan dalam bentuk soft ataupun hard dengan menyertakan
catatan kaki ini serta dengan tujuan bukan komersial
1
Artikel ini milik www.ainuddin.co.cc. Di ambil dari www.fatisyuhud.com atas seijin
pemilik. Silahkan sebarkan dalam bentuk soft ataupun hard dengan menyertakan
catatan kaki ini serta dengan tujuan bukan komersial