You are on page 1of 32

Anggota Kelompok :

I Made Sumadiyasa Putu Aryawan Nur Hikmah

1011011103/ BK 5B 1011011116/ BK 5B 1011011081/ BK 5B

1. Pengertian Tunanetra. Dijelaskan Organ mata dalam sistem panca indera manusia merupakan salah satu dari indra yang bisa sangat penting, sebab di samping menjalankan fungsi fisiologis dalam kehidupan manusia, mata dapat juga memberikan keindahan muka yang sangat mengagumkan, atas dasar itulah dalam banyak puisi mata sering diibaratkan sebagai cermin dari jiwa ( dalam Mohamad Efendi, 2006 ). Organ mata yang normal dalam menjalankan fungsinya sebagai indera penglihatan melalui proses berikut. Pantulan cahaya diri objek di lingkungannya ditangkap oleh mata melalui kornea, lensa mata, dan dan membentuk bayangan nyata yang lebih kecil dan terbaik pada retina. Dari retina dengan melalui saraf penglihatan bayangan benda dikirim ke otak dan terbentuklah kesadaran orang tentang objek yang dilihatnya. Sedangkan organ mata yang tidak normal atau berkelainan dengan proses fisiologis melihat sebagai berikut. Bayangan benda yang ditangkap oleh mata tidak dapat diteruskan oleh kornea, lensa mata, dan ke saraf karena suatu sebab, misalnya kornea mata mengalami kerusakan, kering, keriput, lensa mata menjadi keruh, atau saraf menghubungkan mata dengan otak mengalami gangguan. Seseorang yang mengalami kondisi tersebut dikatakan sebagai penderita kelainan penglihatan atau tunanetra. Untuk mengelompokkan seseorang dalam klasifikasi kelainan dalam kaitannya dengan pemberian layanan pendidikan khusus harus berdasarkan kriteria tertentu yang menjadi acuan. Salah satu kriteria yang dapat digunakan sebagai dasar pengklasifikiasian anak tunanetra di Indonesia adalah hasil musyawarah ketunanetraan di Solo tahun 1968. Seseorang dikatakan tunanetra jika memiliki visus sentralis 6/60 lebih kecil dari itu. Atau, setelah dikoreksi secara maksimal penglihatan tidak memungkinkan lagi

mempergunakan fasilitas pendidikan dan pengajaran yang bisa di gunakan oleh anak normal/orang awas.

Secara etimologi ( dalam Soekini Pradopo, dkk ) kata tunanetra berasal dari tuna yang berarti rusak/rugi, netra berarti mata atau penglihatan/cacat mata. Istilah tuna netra yang mulai populer dalam dunia pendidikan dirasa cukup tepat untuk menggambarkan keadaan penderita yang mengalami kelainan indra penglihatan, baik kelainan itu bersifat berat maupun ringan. Sedangkan istilah buta pada umumnya melukiskan keadaan mata yang rusak, baik sebagian (sebelah) maupun seluruhnya ( kedua-duanya ), sehingga mata itu tidak lagi dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Seseorang dikatakan tunanetra menurut Pertuni ( Persatuan Tunanetra Indonesia ) adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali ( buta total ) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 poin dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kacamata. Jadi secara umum tunanetra berarti rusak penglihatan, sehingga mereka yang mengalami gangguan penglihatan sedemikian rupa sehingga memerlukan alat bantu dalam melakukan aktivitas sehari-hari ( belajar ).

2. Klasifikasi Anak Tunanetra. Klasifikasi tunanetra dapat dijelaskan sebagai berikut : Tingkat ketajaman penglihatan. 1. 6/6-6/16 atau 20/20-20/50. 2. 6/20-6/60 atau 20/70-20/200. 3. 6/60 lebih atau 20/200 lebih. Berdasarkan waktu terjadinya kecacatan. 1. Tunanetra sebelum dan sejak lahir : yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan. 2. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil : mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan. 3. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja : mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi. 4. Tunanetra pada usia dewasa : pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.

5. Tunanetra dalam usia lanjut : sebagian besar sudah sulit mengikuti latihanlatihan penyesuaian diri. Berdasarkan kemampuan daya penglihatan. 1. Tunanetra ringan ( Defective Vision / Low Vision ) : yakni mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu melakukan

pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan. 2. Tunanetra setengah berat ( Partially Sighted ) : yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal. 3. Tunanetra berat ( Totally Blind ) : yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat. Menurut WHO. 1. Tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 dan atau memiliki bidang penglihatan kurang dari 20 derajat. 2. Tunanetra yang masih memiliki ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai dengan 20/200 yang dapat lebih baik melalui perbaikan. Berdasarkan kelainan-kelainan pada mata. 1. Myopia : adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa negatif. 2. Hyperopia : adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita Hyperopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa positif. 3. Astigmatisme : adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh pada retina. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita astigmatisme digunakan kacamata koreksi dengan lensa silindris.

Menurut Hathaway, klasifikasi didasarkan dari segi pendidikan, yaitu : 1. Anak yang memiliki ketajaman penglihatan 20/70 atau kurang setelah memperoleh pelayanan medik. 2. Anak yang mempunyai penyimpangan penglihatan dari yang normal dan menurut ahli mata dapat bermanfaat dengan menyediakan atau memberikan fasilitas pendidikan yang khusus. Lain halnya dijelaskan ( dalam Mohamad Efendi, Psikopedagogik anak berkelainan, 2005 ) derajat tunanetra berdasarkan distribusinya berada dalam rentangan yang berjenjang, dari yang ringan sampai yang berat. Berat ringannya jenjang ketunanetraan didasarkan kemampuannya untuk melihat bayangan benda. Lebih jelasnya jenjang kelainan ditinjau dari ketajaman untuk melihat bayangan benda dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut: 1 Anak yang mengalami kelainan penglihatan yang mempunyai kemungkinan dikoreksi dengan penyembuhan pengobatan atau alat optik tertentu. Anak termasuk dalam kelompok ini tidak dikategorikan dalam kelompok anak tunanetra sebab ia dapat menggunakan fungsi penglihatan dengan baik untuk kegiatan belajar. 2 Anak yang mengalami kelainan penglihatan, meskipun dikoreksi dengan pengobatan atau alat optik tertentu masih mengalami kesulitan mengikuti kelas reguler sehingga diperlukan kompensasi pengajaran untuk mengganti

kekurangannya. Anak yang memiliki kelainan penglihatan dalam kelompok kedua dapat dikategorikan sebagai anak tunanetra ringan sebab ia masih bisa membedakan bayangan. Dalam praktek percakapan sehari-hari anak yang masuk dalam kelompok kedua ini lazim disebut anak tunanetra sebagai ( Partially seeing-children ). 3 Anak yang mengalami kelainan penglihatan yang tidak dapat dikoreksi dengan pengobatan atau pun alat optik apapun. Ia hanya dapat dididik melalui saluran lain selain mata. Dalam percakapan sehari-hari, anak yang memiliki kelainan penglihatan dalam kelompok ini dikenal dengan sebutan buta ( tunanetra berat ). Terminologi buta berdasarkan rekomendasi dari the white house con ference on child health and education di Amerika ( 1930 ), seseorang dikatakan buta jika tidak dapat mempergunakan penglihatannya untuk kepentingan pendidikannya( Patton, 1991 ). 4

Cruickshank ( 1980 ) ( dalam Mohamad Efendi. Psikopedagogik anak berkelainan. 2005 ) menelaah jenjang ketunanetraan berdasarkan pengaruh gradasi kelainan penglihatan terhadap aktivitas ingatannya, dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut : 1. Anak tunanetra total bawaan atau yang diderita sebelum usia 5 tahun. 2. Anak tunanetra yang diderita setelah usia 5 tahun. 3. Anak tunanetra sebagian karena faktor bawaan. 4. Anak tunanetra sebagian akibat sesuatu yang didapat kemudian. 5. Anak dapat melihat sebagian karena faktor bawaan. 6. Anak dapat melihat sebagian akibat tertentu yang didapat kemudian. Anak tunanetra yang termasuk dalam nomor 1 sampai dengan nomor 4 termasuk dalam kategori perlu mendapat intervensi dan modifikasi program layanan pendidikan khusus sesuai dengan kebutuhannya. Kirk ( 1962 : p. 214 ) mengutip klasifikasi ketunanetraan, yaitu : 1. Anak yang buta total atau masih memiliki persepsi cahaya sampai dengan 2/2000, ia tidak dapat melihat gerak tangan pada jarak 3 kaki di depan wajahnya. 2. Anak yang buta dengan ketajaman penglihatan sampai dengan 5/200, ia tidak dapat menghitung jari pada jarak 3 kaki di depan wajahnya. 3. Anak yang masih dapat diharapkan untuk berjalan sendiri, yaitu yang memiliki ketajaman penglihatan sampai dengan 10/200, ia tidak dapat membaca hurufhuruf besar seperti judul berita pada koran. 4. Anak yang mampu membaca huruf-huruf besar pada koran, yaitu yang memiliki ketajaman penglihatan sampai dengan 20/200, akan tetapi ia tidak dapat diharapkan untuk membaca huruf 14 poin atau tipe yang lebih kecil. 5. Anak yang memiliki penglihatan pada batas ketajaman penglihatan 20/200 atau lebih, akan tetapi ia tidak memiliki penglihatan cukup untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang memerlukan penglihatan dan anak ini tidak dapat membaca huruf 10 poin.

3. Faktor Penyebab. Pre - natal. Faktor penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan, antara lain : Keturunan. Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor keturunan terjadi dari hasil perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai orang tua yang tunanetra. Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor keturunan ini, dapat dilihat dari sifat-sifat keturunan yang mempunyai hubungan pada garis lurus, silsilah dan hubungan sedarah. Sifat-sifat keturunan pada garis lurus terdapat misalnya hasil perkawinan orang bersaudara. Perkawinan pada garis lurus tersebut juga cenderung pada hubungan sedarah, yakni kekurangan unsur variabel jenis darah tertentu. Hubungan sedarah tersebut memperbesar kemungkinan lahirnya seorang anak tunanetra atau anak luar biasa dari jenis lain. Ketunanetraan juga dapat terjadi dari perkawinan antara sesama tunanetra atau yang mempunyai orang tua atau nenek moyang yang menderita tunanetra. Anak tunanetra yang lahir akibat faktor keturunan memperlihatkan ciri-ciri yaitu bola mata yang normal, tetapi tidak dapat menerima persepsi sinar ( cahaya ). Ketunanetraan akibat faktor keturunan antara lain Retinitis Pigmentosa, penyakit pada retina yang umumnya merupakan keturunan. Penyakit ini sedikit demi sedikit menyebabkan mundur atau memburuknya retina. Gejala pertama biasanya sukar melihat di malam hari, diikuti dengan hilangnya penglihatan periferal, dan sedikit saja penglihatan pusat yang tertinggal. Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan. Ketunanetraan yang disebabkan karena proses pertumbuhan dalam

kandungan dapat disebabkan oleh : Gangguan waktu ibu hamil. Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak sel-sel darah tertentu selama pertumbuhan janin dalam kandungan.

Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella atau cacar air, dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga, jantung dan sistem susunan saraf pusat pada janin yang sedang berkembang.

Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma dan tumor. Tumor dapat terjadi pada otak yang berhubungan dengan indera penglihatan atau pada bola mata itu sendiri.

Kurangnya vitamin tertentu, dapat menyebabkan gangguan pada mata sehingga hilangnya fungsi penglihatan.

Post - natal. Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal dapat terjadi sejak atau setelah bayi lahir antara lain : Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat benturan alat-alat atau benda keras. Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil gonorrhoe menular pada bayi, yang pada ahkirnya setelah bayi lahir mengalami sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan. Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, misalnya: Xeropthalmia : yakni penyakit mata karena kekurangan vitamin A. Trachoma : yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis. Catarac : yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa mata menjadi keruh, akibatnya terlihat dari luar mata menjadi putih. Glaucoma : yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam bola mata, sehingga tekanan pada bola mata meningkat. Diabetik Retinopathy : adalah gangguan pada retina yang disebabkan karena diabetis. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluh darah dan dapat dipengaruhi oleh kerusakan sistem sirkulasi hingga merusak penglihatan. Macular Degeneration : adalah kondisi umum yang agak baik, dimana daerah tengah dari retina secara berangsur memburuk. Anak dengan retina degenerasi masih memiliki penglihatan perifer akan tetapi kehilangan kemampuan untuk melihat secara jelas objek-objek di bagian tengah bidang penglihatan.

Retinopathy of prematurity : biasanya anak yang mengalami ini karena lahirnya terlalu prematur. Pada saat lahir masih memiliki potensi penglihatan yang normal. Bayi yang dilahirkan prematur biasanya ditempatkan pada inkubator yang berisi oksigen dengan kadar tinggi, sehingga pada saat bayi dikeluarkan dari inkubator terjadi perubahan kadar oksigen yang dapat menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah menjadi tidak normal dan meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan mata. Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan pada selaput jala (retina) dan tunanetra total.

Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti masuknya benda keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan dari kendaraan, dll.

4. Usaha Pencegahan. Secara medis. Salah satu cara pencegahan secara medis adalah dengan memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang pemberian gizi pada mata yaitu vitamin A dengan memakan makanan seperti : Sayur-sayuran hijau ( daun ubi kayu, daun bayam, daun kacang panjang, dll. ). Buah-buahan berwarna ( pepaya, pisang, dll. ). Minyak kelapa sawit merah ( red palm oil ).

Secara sosial. Ditinjau dari segi sosial, usaha pencegahan ketunanetraan tidak terlepas dari : Peranan Pusat Kesehatan Masyarakat yang beroperasi di tingkat kecamatan. Sebagai instansi pemerintahan dalam bidang kesehatan, tidak hanya melayani masyarakat umum tetapi juga turut bertanggung jawab atas kesehatan anakanak sekolah melalui Unit Kesehatan Sekolah. Melalui kerja sama dengan UKS dapat dilakukan pengamatan dan penelitian terhadap penglihatan, pendengaran dan lain-lain. Maksudnya adalah sebagai berikut : Untuk mengetahui cacat atau kekurangan yang terdapat pada anak. Untuk mengetahui perhubungan pengalaman anak yang lalu, agar guru dapat menyesuaikan programnya dengan keperluan anak sekarang.

Untuk mengetahui apakah anak perlu mendapatkan perawatan selanjutnya kepada dokter atau perawat. Untuk mengikuti proses pengobatan yang sudah dijalankan oleh anak yang berangkutan. Untuk mencegah terjangkitnya wabah di sekolah. Bila menjumpai kelainan pada penglihatan dan pendengaran, maka murid tersebut harus ditempatkan di muka, agar ia mudah melihat dan mendengarkan pelajaran yang diberikan oleh guru.

Peranan RT/RW, selaku lembaga masyarakat lingkungan yang berkewajiban menyelenggarakan keamanan dan kesejahteraan lingkungan, maka sangat penting untuk melaksanakan pemeliharaan lingkungan terutama masalah pembuangan sampah, saluran pembuangan air dan sebagainya yang menjadi sumber penyebaran penyakit.

Perlindungan keselamatan kerja para buruh di perusahaan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1951 pasal 1, bahwa majikan dari suatu perusahaan berkewajiban mengadakan tempat kerja dan perumahan yang memenuhi syarat-syarat kebersihan, kesehatan dan sebagainya. Lingkungan kerja yang tidak memperhatikan syarat-syarat kebersihan dapat mengundang berbagai penyakit, keracunan, kecelakaan, dsb.

Secara edukatif. Peranan keluarga dalam pencegahan ketunanetraan sangat penting. Peranan tersebut terutama ditampilkan dalam perbaikan makanan yang dikonsumsi dan membiasakan diri hidup sehat. Peranan sekolah dalam pencegahan ketunanetraan sangat penting karena sekolah merupakan wahana individu dalam memperoleh pendidikan. Usahausaha pencegahan ketunanetraan melalui sarana-sarana seperti : Mengarahkan anak mengetahui dan memahami betapa pentingnya suasana rumah tangga yang dan lingkungan yang sehat untuk pencegahan ketunanetraan. Agar usaha pemahaman terhadap suasana sejahtera dapat tercapai, anak-anak sendiri harus mampu mengadakannya, untuk itu anak-anak harus terampil melakukan pola hidup sehat seperti berolah raga teratur, makan makanan bergizi,dsb. 9

Setelah anak paham terhadap pentingnya suasana sejahtera bagi dirinya serta terampil pula melaksanakan kegiatan yang bersangkut paut dengan suasana sejahtera, sekolah mampu menciptakan kondisi agar anak memiliki sikap hidup sehat dan terampil menolong diri sendiri dan orang lain.

5. Karakteristik Anak Tunanetra. Karakteristik anak Tunanetra dalam aspek akademis. Bateman dalam Hallahan & Kauffman ( 1991 : 312 ) mengemukakan bahwa dari hasil penelitian, diperoleh beberapa fakta yang memberikan kesan bahwa anak tunanetra baik yang kurang lihat maupun buta, ketinggalan dari temannya yang awas. Berkaitan dengan tersebut, Samuel Hayes dalam Moh. Amin ( 1986 : 13 ) telah mengukur kecerdasan tunanetra dengan menggunakan tes kecerdasan Hayes Binet dengan menghilangkan nomor-nomor yang menggunakan penglihatan dan menggantinya dengan nomor-nomor yang tidak menggunakan penglihatan dari Standford - Binet. Tes tersebut menguji 2.312 anak-anak buta, dan menemukan bahwa angka IQ rata-rata mereka adalah 98,8. Studi yang dilakukan oleh Kephart & Schwartz (1974) menunjukkan bahwa anak-anak yang

mengalami gangguan penglihatan yang berat cenderung memperoleh kemampuan berkomunikasi secara lisan, dan mampu berprestasi seperti anak awas. Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Akademis Tilman & Osborn ( 1969 ) menemukan beberapa perbedaan antara anak tunanetra dan anak awas yaitu : Anak tunanetra menyimpan pengalaman-pengalaman khusus seperti halnya anak awas, namun pengalaman-pengalaman tersebut kurang terintegrasikan. Anak tunanetra mendapatkan angka yang hampir sama dengan anak awas, dalam hal berhitung, informasi, dan kosakata, tetapi kurang baik dalam hal pemahaman ( comprehention ) dan persaman. Kosa kata anak tunanetra cenderung merupakan kata-kata yang definitif. Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek pribadi dan Sosial. Hallahan & Kauffman ( 1991 : 313 ) mengemukakan bahwa hasil menunjukkan bahwa diri anak tunanetra secara umum masalah

penelitian tidak tidak

dapat menyesuaikan

( maladjusted )

sehingga

kepribadian

bukan merupakan sifat/pembawaan dari ketunanetraannya.

10

Ketunanetraan tidak secara langsung menyebabkan timbulnya masalah kepribadian. Masalah kepribadian cenderung diakibatkan oleh sikap negatif yang diterima anak tunanetra dari lingkungan sosialnya. Anak tunanetra mengalami kesulitan dalam menguasai keterampilan sosial, karena keterampilan tersebut biasanya diperoleh individu melalui model atau contoh perilaku dan umpan balik melalui penglihatan. Beberapa karakteristik sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari ketunanetraannya, adalah curiga terhadap orang lain, mudah tersinggung, dan ketergantungan pada orang lain. Karakteristik anak Tunanetra dalam aspek fisik / indera dan motorik / perilaku. Dilihat secara fisik, akan mudah ditentukan bahwa orang tersebut mengalami tunanetra. Hal itu dapat dilihat dari kondisi matanya yang berbeda dengan mata orang awas dan sikap tubuhnya yang kurang ajeg serta agak kaku. Anak tunanetra pada umumnya menunjukkan kepekaan yang lebih baik pada indera pendengaran dan perabaan dibandingkan dengan anak awas. Dalam aspek motorik/perilaku, gerakan anak tunanetra terlihat kurang fleksibel, menggosok-gosok mata dan menepuk-nepuk tangan.

6. Perkembangan Anak Tunanetra. Perkembangan Kognitif Anak Tunanetra. Akibat dari ketunanetraan, maka pengenalan atau pengertian terhadap dunia luar anak tidak dapat diperoleh secara lengkap dan utuh. Akibatnya perkembangan kognitif anak tunanetra cenderung terhambat dibandingkan dengan anak-anak normal pada umumnya. Hal ini disebabkan perkembangan kognitif tidak saja erat kaitannya dengan kecerdasan ( IQ ), tetapi juga dengan kemampuan indra penglihatannya. Melalui indera penglihatan seseorang mampu melakukan pengamatan terhadap dunia sekitar, tidak saja pada bentuknya ( pada objek berdimensi dua ) tetapi juga pengamatan dalam ( pada objek berdimensi tiga ), warna, dan dinamikanya. Melalui indra inilah sebagian besar rangsang atau informasi akan diterima untuk selanjutnya diteruskan ke otak, sehingga timbul kesan atau persepsi dan pengertian tertentu terhadap rangsang tersebut. Melalui kegiatan-kegiatan yang bertahap dan terus menerus seperti inilah yang pada

11

akhirnya mampu merangsang pertumbuhan dan perkembangan kognitif seseorang sehingga mampu berkembang secara optimal. Perkembangan Emosi Anak Tunanetra. Perkembangan emosi anak tunanetra akan sedikit mengalami hambatan dibandingkan dengan anak yang awas. Keterhambatan ini terutama disebabkan oleh keterbatasan kemampuan anak tunanetra dalam proses belajar. Pada awal masa kanak-kanak, anak tunanetra mungkin akan melakukan proses belajar mencoba-coba untuk menyatakan emosinya, namun hal ini tetap dirasakan tidak efisien karma dia tidak dapat melakukan pengamatan terhadap reaksi lingkungannya secara tepat. Akibatnya pola emosi yang ditampilkannya mungkin berbeda atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh diri maupun lingkungannya. Perkembangan emosi anak tunanetra akan semakin terhambat bila anak tersebut mengalami deprivasi emosi, yaitu keadaan dimana anak tunanetra tersebut kurang memiliki kesempatan untuk menghayati pengalaman emosi yang menyenangkan seperti kasih sayang, kegembiraan, perhatian, dan kesenangan. Anak tunanetra yang cenderung mengalami deprivasi emosi ini terutama adalah anak-anak yang pada masa awal kehidupan atau atau

perkembangannya ditolak

kehadirannya oleh

lingkungan keluarga

masyarakat. Deprivasi emosi ini akan sangat berpengaruh terhadap aspek perkembangan lain : kelambatan dalam perkembangan fisik, motorik, bicara, intelektual dan sosial. Selain itu, anak yang mengalami deprivasi emosi akan bersifat menarik diri, mementingkan diri sendiri, serta sangat menuntut pertolongan atau perhatian dan kasih sayang dari orang-orang di sekitarnya. Perkembangan Sosial Anak Tunanetra Perkembangan sosial berarti dikuasainya seperangkat kemampuan untuk bertingkah laku sesuai dengan tuntutan masyarakat. Bagi anak tunanetra penguasaan seperangkat kemampuan bertingkah laku tersebut tidaklah mudah. Anak tunanetra lebih banyak menghadapi masalah dalam perkembangan sosial. Hambatan-hambatan tersebut adalah kurangnya motivasi, ketakutan menghadapi lingkungan sosial yang lebih luas atau baru, perasaan rendah diri, malu, keterbatasan anak untuk dapat belajar sosial melalui proses identifikasi dan imitasi, serta sikap-sikap masyarakat yang sering kali tidak menguntungkan : penolakan, penghinaan dan sikap tak acuh. Pada akhirnya dapat disimpulkan

12

bahwa bagaimana perkembangan sosial anak tunanetra itu sangat bergantung pada bagaimana perlakuan dan penerimaan lingkungan terutama lingkungan keluarga terhadap anak tunanetra itu sendiri. Bila perlakuan dan penerimaannya baik, maka perkembangan sosial anak tunanetra tersebut akan baik dan begitu juga sebaliknya.

7. Dampak

Ketunanetraan

bagi

Keluarga,

Masyarakat,

dan

Penyelenggara

Pendidikan. Hasil penelitian para ahli mengenai pandangan dan sikap orang awas terhadap penyandang tunanetra adalah bahwa dalam pandangan orang awas, penyandang tunanetra memiliki beberapa karakteristik, baik yang sifatnya positif maupun negatif. Penilaian Negatif : Penyandang tunanetra pada umumnya memiliki sikap tidak berdaya. Sifat ketergantungan. Memiliki tingkat kemampuan rendah dalam orientasi waktu. Tidak pernah merasakan kebahagiaan. Memiliki sifat kepribadian yang penuh dengan frustrasi - frustrasi. Kaku. Resisten terhadap perubahan-perubahan. Cenderung kaku dan cepat menarik tangan dari lawannya pada saat bersalaman. Mudah mengalami kebingungan ketika memasuki lingkungan yang tidak familiar yang ditunjukkan dengan perilaku-perilaku yang tidak tepat. Penilaian Positif : Penyandang tunanetra lebih peka terhadap suara, perabaan, ingatan, keterampilan dalam memainkan alat musik. Ketertarikan yang tinggi terhadap nilai-nilai moral dan agama. Sebaliknya, para penyandang tunanetra sendiri beranggapan bahwa orang awas pada umumnya memiliki sikap sebagai berikut : Pada umumnya orang awas tidak tahu banyak tentang orang buta dan kemudian akan terheran - heran ketika orang tunanetra menunjukkan kemampuannya dalam beberapa hal.

13

Orang awas cenderung kasihan pada orang tunanetra dan pada saat yang sama mereka berpikir bahwa mereka lebih berani dibandingkan dengan orang awas lainnya. Sikap orang tunanetra terhadap kebutaannya, menurut Bauman ( Kirtley, 1975 ) bahwa keberhasilan dalam penyesuaian sosial dan ekonomi pada penyandang tunanetra berkaitan erat dengan sikap-sikap diri dan keluarganya terhadap penerimaan secara emosional yang realistik terhadap kebutaannya serta pemilikan kemampuan intelektual dan stabilitas psikologis. Reaksi orang tua terhadap ketunanetraan anaknya dibagi menjadi 5 kelompok : 1. Penerimaan secara realistik terhadap anak dan ketunanetraannya. 2. Penyangkalan terhadap ketunanetraan anak. 3. Over protection atau perlindungan yang berlebihan. 4. Penolakan secara tertutup. 5. Penolakan secara terbuka. Sikap para guru sebagai penyelenggara pendidikan, hasil penelitian Murphy ( Kirtley, 1975 ) menunjukkan bahwa pada umumnya para guru ( guru umum dan guru PLB ) cenderung mengesampingkan anak tunanetra, tetapi guru khusus ( guru PLB ) cenderung bersikap lebih positif terhadap anak tunanetra.

8. Pendidikan. Karena tunanetra memiliki keterbatasan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus

bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara adalah tape recorder dan peranti lunak JAWS. Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih ( tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium ).

14

Prinsip-Prinsip Pengajaran Bagi Anak Tunanetra. Untuk mencapai tujuan pendidikan bagi anak tunanetra ( buta ) dibutuhkan jembatan. Jembatan itu adalah prinsip-prinsip pengajaran bagi anak tuan netra. Prinsip mengajar bagi anak tunanetra akan sangat berbeda dengan low vision. Tunanetra mempunyai kebiasaan, bila mengamati suatu benda pasti akan diraba, dicium, dan masuk mulut. Diraba untuk mengetahui pa yang sedang dipegang. Dicium untuk mengetahui bagaimanakah bau dari benda yang dipegang. Masuk mulut untuk diketahui bagaimanakah rasa dari benda tersebut. Cara itulah yang di pergunakan tunanetra untuk mengetahui secara tepat benda yang sedang berada di tangannya. Cara itulah tunanetra menanamkan suatu konsep. Maka dalam mengajar, seorang guru haruslah berpegang pada beberapa prinsip pengajaran bagi tunanetra, yaitu: Prinsip Totalitas. Totalitas berarti keseluruhan atau keseutuhan. Guru dalam mengajar suatu konsep haruslah secara keseluruhan atau utuh. Dalam memberikan contoh jangan sepotong-sepotong. Prinsip Keperagaan. Prinsip peragaan sangat dibutuhkan dalam menjelaskan suatu konsep baru pada siswa. Dengan peraga akan terhindar verbalisme ( pengertian yang bersifat kata-kata tanpa dijelaskan artinya ). Alasan penggunaan asas ini dalam pengajaran adalah : Menggunakan indra sebanyak mungkin sehingga siswa mampu mengerti dan mencerna maksud dari alat peraga. Pengetahuan akan masuk pada diri melalui proses pengindraan : penglihatan, pendengar, perasaan, penciuman, pengecap. Tingkat pemahaman seseorang akan suatu ilmu ada beberapa tingkatan : tingkat peragaan, tingkat skema dan tingkat abstrak. Alat peraga sangat dibutuhkan guru yang mengajar buta. Alat peraga sangat dibutuhkan dalam kaitannya dengan penanam konsep baru pada anak buta. Tanpa alat peraga anak buta akan sulit menerima suatu konsep.

15

Prinsip Berkeseimbangan Prinsip berkeseimbangan atau berkelanjutan sangat dibutuhkan tunanetra ( buta ). Mata pelajaran yang satu harus sinambung dengan pelajaran yang lain. Kesinambungan baik dalam materi maupun istilah yang

dipergunakan guru. Jika tidak terjadi kesinambungan maka tunanetra ( buta ) akan bingung. Kebingungan ini terjadi karena konsep yang diterima dari guru yang satu dengan yang lain berbeda. Mereka beranggapan guru tempat informasi yang selalu benar. Maka di sini guru disarankan agar selalu menghubungkan materi pelajaran yang telah dipelajari dengan yang akan dipelajari. Dan istilah yang dipergunakan hendaknya tidak terlalu bervariasi antara guru yang satu dengan yang lain. Prinsip Aktivitas Prinsip aktivitas penting artinya dalam kegiatan belajar mengajar. Murid dapat memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan. Reaksi ini dilaksanakan dalam bentuk mengamati sendiri dengan bekerja sendiri. Tugas guru membantu anak dalam perkembangannya. Dengan demikian anak dapat membantu dirinya sendiri. Prinsip aktivitas sangat dibutuhkan dalam kegiatan belajar mengajar bagi tunanetra (buta). Dalam suatu kegiatan belajar mengajar,tunanetra (buta) diharapkan ikut aktif, tidak saja sebagai pendengar. Tanpa aktivitas, konsep yang diterima anak akan sedikit. Akibatnya, pengalaman belajar sedikit dan mereka merasa jenuh. Situasi demikian membuat mereka mengantuk. Sebaliknya bila mereka aktif dalam kegiatan belajar mengajar, maka pengalaman belajar mereka banyak. Akibatnya konsep yang mereka terima akan menerima lebih lama. Situasi demikian membuat mereka mendapat kepuasan dalam belajar, sehingga akan menggali rasa ingin tahu yang tinggi. Prinsip Individual Prinsip individual dalam pelajaran berarti suatu pengajaran dengan memperhatikan perbedaan individual anak : keadaan anak, bakat dan kemampuan masing-masing anak. Faktor yang menyebabkan perbedaan ini adalah: keadaan rumah, lingkungan rumah, pendidikan, kesehatan anak, makanan, usia, keadaan sosial ekonomi orang tua, dll. Dengan

16

adanya perbedaan yang bermacam-macam dapat dipahami bahwa bahan pelajaran yang sama, kecepatan yang sama, cara mengerjakan yang sama, cara penilaian yang sama, tidak akan memberikan hasil yang sama. Prinsip individual sangat dibutuhkan dalam mendidik tunanetra (buta). Prinsip individual merupakan ciri khas dari pengajaran untuk anak-anak tuna. Prinsip ini sangat dibutuhkan karena mereka mempunyai tingkat ketunaan yang berbeda, dan tingkat kemampuan yang berbeda pula. Bagi tunanetra, prinsip ini sangat berarti. Mata sebagai alat untuk melihat lingkungan, meniru kebiasaan orang lain, tidak berfungsi lagi. Tempat informasi yang diandalkan adalah guru dan indra-indranya. Dengan pengajaran secara individu maka anak dapat menanamkan konsep secara benar. Maka guru dituntut sabar, telaten, ulet, dan kreatif dalam mengajar tunanetra. Hal tersebut sangat dibutuhkan karena dalam mengajar, guru harus mengajar satu persatu siswanya yang tunanetra ( buta ). Prinsip ini sangat penting dan berpengaruh dalam penyusunan PPI untuk anak tunanetra khususnya tunanetra total ( buta ). Karena tanpa adanya penggunaan prinsip ini, maka penyusunan PPI akan mengalami kendalakendala dalam penerapannya untuk pengajaran dan pembelajaran siswanya. Alat Pendidikan 1. Bagi Tunanetra Alat pendidikan bagi tunanetra dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu alat pendidikan khusus, alat bantu dan alat peraga. Alat pendidikan khusus anak tunanetra antara lain: 1 2 3 4 5 6 7 8 Reglet dan pena, Mesin tik Braille, Computer dengan program Braille, Printer Braille, Abacus, Calculator bicara, Kertas braille, penggaris Braille, Kompas bicara.

17

Alat Bantu Alat bantu pendidikan bagi anak tunanetra sebaiknya menggunakan materi perabaan dan pendengaran. 1 Alat bantu perabaan sebagai sumber belajar menggunakan bukubuku dengan huruf Braille. 2 Alat bantu pendengaran sebagai sumber belajar diantaranya talking books ( buku bicara ), kaset ( suara binatang ), CD, kamus bicara

Alat Peraga. Alat peraga tactual atau audio yaitu alat peraga yang dapat diamati melalui perabaan atau pendengaran. Alat peraga tersebut antara lain: 1 Benda asli : makanan, minuman, binatang peliharaan (kucing, ayam, ikan hias, dll) tubuh anak itu sendiri, tumbuhan/tanaman, elektronik, kaset, dll. 2 Benda asli yang diawetkan : binatang liar/buas atau yang sulit di dapatkan, 3 4 Benda asli yang dikeringkan ( herbarium, insektarium ) Benda/model tiruan : model kerangka manusia, model alat pernafasan, dll. 5 6 7 8 9 Gambar timbul sesuai dengan bentuk asli; grafik, diagram dll. Gambar timbul skematik; rangkaian listrik, denah, dll. Peta timbul : provinsi, pulau, negara, daratan, benua, dll. Globe timbul Papan baca

10 Papan paku 2. Bagi Low Vision Alat bantu pendidikan dan peraga bagi anak low vision dibagi tiga yaitu alat bantu optik dan non optik serta alat peraga. Alat bantu optik antara lain: Kacamata kacamata perbesaran syand magnifier hand magnifier kombinasi

18

telescop CCTV

Alat bantu non optik antara lain : Kertas bergaris tebal Spidol Spidol hitam Pensil hitam tebal Buku-buku dengan huruf yang diperbesar Penyangga buku Lampu meja typoscope Tape recorder Bingkai untuk menulis

Alat peraga bagi anak low vision : Alat peraga bagi anak low vision adalah alat peraga visual, antara lain: 1 2 Gambar-gambar yang diperbesar. Benda asli; makanan, minuman, binatang peliharaan (kucing, ayam, ikan hias, dll) tubuh anak itu sendiri, tumbuhan/tanaman, elektronik, kaset, dll. 3 Benda asli yang diawetkan; binatang liar/buas atau yang sulit di dapatkan, 4 5 Benda asli yang dikeringkan (herbarium, insektarium) Benda/model tiruan; model kerangka manusia, model alat pernafasan.

Layanan Pendidikan 1. Jenjang Pendidikan Jenjang pendidikan yang disediakan pemerintah bagi anak tunanetra terdiri dari: a. Taman Kanak-kanak Luar Biasa ( TKLB ) 1) Program Kegiatan Belajar : Program umum : pembentukan perilaku melalui

pengembangan Pancasila, agama, disiplin, perasaan/emosi dan kemampuan bermasyarakat, serta pengembangan kemampuan berbahasa, daya pikir, daya cipta, keterampilan dan jasmani. Program khusus : Orientasi dan Mobilitas.

19

2) Susunan Program Pengajaran: Kegiatan belajar 3 jam per hari. Setiap jam pelajaran lamanya 30 menit. 3) Lama Pendidikan: berlangsung selama satu sampai tiga tahun 4) Usia: sekurang-kurangnya berusia 3 tahun 5) Rasio guru dan murid : 1 guru membimbing 5 peserta didik. 6) Sistem guru : Guru kelas, kecuali untuk bidang pengembangan Orientasi dan Mobilitas. Team teaching

b. Sekolah Dasar Luar Biasa ( SDLB ) 1) Kurikulum: Program Umum: pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Kerajian Tangan dan Kesenian, pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Program Khusus : Orientasi dan Mobilitas, dan Braille Program Muatan Lokal antara lain: bahasa Daerah, bahasa Inggris, Kesenian Daerah atau lainnya yang telah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Daerah setempat. 2) Susunan Program Pengajaran : Kegiatan belajar sekurang-kurangnya 30 sampai 42 jam pelajaran tiap minggu. Untuk kelas I dan II setiap jam pelajaran lamanya 30 menit, kelas III sampai dengan VI setiap jam pelajaran lamanya 40 menit. 3) Lama Pendidikan : berlangsung selama sekurang-kurangnya 6 tahun. 4) Usia : sekurang-kurangnya berusia 6 tahun 5) Rasio guru dan murid : 1 guru mengajar maksimal 12 siswa. 6) Sistem guru : Guru kelas, kecuali untuk mata pelajaran Orientasi dan Mobilitas, pendidikan Agama, pendidikan jasmani dan Kesehatan. 20

Team teaching. Mengembangkan program pendidikan individual bagi siswa tunanetra yang membutuhkan layanan tertentu.

c. Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) 1) Kurikulum : Program Umum: pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Bahasa Inggris. Program Khusus : Orientasi dan Mobilitas, dan Braille. Program Muatan Lokal: bahasa Daerah, Kesenian Daerah atau lainnya yang telah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Daerah setempat. Program Pilihan : paket keterampilan Rekayasa, Pertanian, Usaha dan Perkantoran, Kerumahtanggaan, dan Kesenian. 2) Susunan Program Pengajaran: Kegiatan belajar sekurang-kurangnya 42 jam pelajaran tiap minggu. Setiap jam pelajaran lamanya 45 menit. Alokasi waktu program umum, program khusus dan muatan lokal kurang lebih 48%, sedangkan alokasi waktu program pilihan kurang lebih 52%. 3) Lama Pendidikan : berlangsung selama sekurang-kurangnya 3 tahun. 4) Siswa : telah tamat Sekolah Dasar Luar Biasa atau satuan pendidikan yang sederajat/setara. 5) Rasio guru dan murid : 1 guru mengajar maksimal 12 siswa. 6) Sistem guru : Guru mata pelajaran. d. Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB) 1) Kurikulum: Program Umum : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan Bahasa Inggris. Program Khusus : Braille 21

Program Pilihan : paket keterampilan Rekayasa, Pertanian, Usaha dan Perkantoran, Kerumahtanggaan, dan Kesenian.

2) Susunan Program Pengajaran : Kegiatan belajar sekurang-kurangnya 42 jam pelajaran tiap minggu. Setiap jam pelajaran lamanya 45 menit. Alokasi waktu program umum kurang lebih 38%, sedangkan alokasi waktu program plihan kurang lebih 62%. 3) Lama Pendidikan : berlangsung selama sekurang-kurangnya 3 tahun. 4) Siswa : telah tamat Sekolah Menengah Pertama atau yang sederajat/setara. Rasio guru dan murid : 1 guru mengajar maksimal 12 siswa. 5) Sistem guru : Guru mata pelajaran 2. Model Pendidikan Pendidikan Khusus ( SLB ) SLB adalah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Sekolah Luar Biasa (SLB) Tunanetra; yaitu sekolah yang hanya memberikan pelayanan pendidikan kepada anak tunanetra. Sekolah Dasar Luar Biasa; yaitu sekolah yang menyelenggarakan pendidikan khusus, dengan bermacam jenis kelainan yaitu tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa. Pendidikan Terpadu Pendidikan Terpadu ialah model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus yang diselenggarakan bersamasama dengan anak normal dalam satuan pendidikan yang bersangkutan di sekolah reguler ( SD,SMP, SMA dan SMK ) dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan ( Kepmendikbud No. 002/U/1986). Dalam pendidikan terpadu harus disiapkan: 1) Seorang guru Pembimbing Khusus ( Guru PLB ) 2) Sebuah ruangan khusus yang dilengkapi dengan alat pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus . Ruangan khusus ini dibuat

22

dengan tujuan apabila anak yang berkebutuhan khusus tersebut mengalami kesulitan di dalam kelas, maka ia dibawa ke ruang khusus untuk diberi pelayanan dan bimbingan oleh guru Pembimbing Khusus. Bimbingan ini dapat berupa: Bantuan untuk lebih memahami dan menguasai materi pelajaran, dengan menggunakan alat bantu atau alat peraga, Pengayaan agar ketika anak belajar di kelas bersama anak lainnya anak tunanetra sudah siap menerima materi pelajaran, Rehabilitasi sosial bagi anak berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan dalam bergaul dengan teman sebayanya. Guru Kunjung Di dalam sistem Pendidikan Luar Biasa terdapat sebuah model pelayanan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus yaitu dengan model Guru Kunjung. Model guru kunjung ini dilakukan dalam upaya pemerataan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus usia sekolah. Oleh karena sesuatu hal, anak tsb tidak dapat belajar di sekolah khusus atau sekolah lainnya, seperti: Tempat tinggal yang sulit dijangkau akibat dari kemampuan mobilitas yang terbatas Jarak sekolah dan rumah terlalu jauh Kondisi anak tunanetra yang tidak memungkinkan untuk berjalan. Menderita penyakit yang berkepanjangan dll. Pelayanan pendidikan dengan model guru kunjung ini bisa dilaksanakan di beberapa tempat, di antaranya; Rumah anak tunanetra sendiri Pada sebuah tempat yang dapat menampung beberapa anak tunanetra Rumah sakit Kurikulum yang digunakan pada model guru kunjung adalah kurikulum PLB, kemudian dikembangkan kepada program pendidikan individual yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing anak.

23

Pendidikan Inklusif Pendidikan inklusif adalah pendidikan reguler yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa yang memerlukan pendidikan khusus pada sekolah reguler dalam satu kesatuan yang sistemik. Berdasarkan Keputusan Mendikbud No. 0491/U/1992, anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus seperti tunanetra dapat belajar secara terpadu dengan anak sebaya lainnya dalam satu sistem pendidikan yang sama. Layanan pendidikan di dalam pendidikan inklusif memperhatikan : Kebutuhan dan kemampuan siswa Satu sekolah untuk semua Tempat pembelajaran yang sama bagi semua siswa Pembelajaran didasarkan kepada hasil assessment Tersedianya aksesibilitas yang sesuai dengan kebutuhan siswa, sehingga siswa merasa aman dan nyaman. Lingkungan kelas yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum yang fleksibel, yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa. 3. Latihan-Latihan. Latihan menggunakan tongkat. Akibat kerusakan pada indra penglihatan, orang tunanetra sangat terbatas geraknya pada suatu tempat. Indra pendengaran, perabaan, penciuman dan intuisi yang masih berfungsi dalam mengembangkan kemampuan mereka tidaklah selalu membantu dalam memperoleh gambaran di sekitarnya. Oleh karena itu latihan tongkat sangat membantu bagi orang tunanetra untuk bergerak atau berjalan di luar rumah atau pun ke tempat lainnya. Latihan tongkat putih. Cara menggunakan tongkat tersebut ada dua yaitu menurut cara Amerika dan cara Belanda. Cara Amerika yaitu tangan kanan yang memegang tongkat terletak di depan perut. Tiap kali melangkah, tongkat diangkat dengan satu kali ketukan, diayunkan ke kiri dan ke kanan. Selanjutnya memakai tongkat dengan cara Belanda yaitu letak tongkat tidak di depan perut, tetapi di dekat pinggul samping,

24

sikap tangan dan siku lurus ke bawah serta agak bebas untuk mengurangi kemungkinan kecelakaan. Latihan pendengaran. Indra pendengaran memegang peranan yang sangat penting bagi anak tunanetra. Agar indra pendengaran anak tunanetra berfungsi lebih efektif, maka perlu di latih terutama dalam mengenal bunyi suara dan nada sehubungan dengan objek mana pun situasi kehidupan sehari-hari. Latihan tersebut misalnya mengenal bunyi suara orang tua, saudara, guru, dan teman-temannya. Mengenal bunyi langkah orang berjalan, pintu terbuka dan tertutup, bunyi binatang ternak, bunyi kendaraan, dll. Latihan tersebut dapat dilakukan secara langsung maupun melalui piringan hitam atau tape recorder. Mengenal ruangan. Jika situasi ruangan terasa asing anak tunanetra dapat menggunakan tongkatnya, cara menggunakan tongkat dalam ruangan berbeda dengan di luar ruangan. Tongkat harus dipegang tegak, lengkingan tongkat diarahkan ke depan sebagai penyangga bila terbentur ke tembok atau ke tiang. Untuk mengetahui barang, tongkat digerakkan perlahan dalam keadaan direndahkan, agar barang yang bisa tumpah atau pecah agar tidak sampai tumpah atau hancur kena ujung tongkat. Mengenal lingkungan rumah/sekolah. Untuk pertama kali anak tuna netra harus dibimbing secara langsung mengetahui, mengenal dan menghayati keadaan lingkungan rumah atau lingkungan sekolahnya. Pada umumnya anak tunanetra cepat mengenal lingkungannya, asalkan keadaan lingkungan rumah atau pun sekolah diberitahukan secara jelas dan ditunjukkan secara langsung. Misalnya di mana kamar mandi, dapur dan tempat alat makan, serta keadaan sekitar halaman ( parit, jembatan, pagar, dsb ). Mengadakan perjalanan. Sebelum bepergian ke dalam kota anak tuna netra harus diterangkan jenis-jenis kendaraan umum, jurusannya, stasiun

25

Keberangkatan/pemberhentian, tempat menunggu kendaraan, dsb. Penerangan tersebut dapat diberikan melalui ilmu bumi. Mulai tingkat kelas 4 Sekolah Dasar. Karena anak yang masih pada tingkat 1 sampai 3 masih terlalu kecil. Dengan menggunakan peta timbul dan alat-alat peraga yang berhubungan dengan alat pengangkutan, anak-anak diajak menghayati jalur jalan, stasiun bus dan kereta api serta tempat-tempat penting lainnya. Anak sekali-kali diajak langsung berkaryawisata ke kota. Pada kesempatan tersebut guru harus menjelaskan tentang cara naik dan turun kendaraan, cara menyeberang jalan, dsb. Latihan menolong diri. Agar anak tunanetra tidak tergantung pada orang lain terutama orang tua, perlu dilatih dalam hal : Cara berpakaian, misalnya cara mengenakan baju, celana, kaus kaki, sepatu, mengambil dan menyimpan pakaian di tempatnya, dll. Cara makan, misalnya meliputi cara menyiapkan dan menggunakan alat-alat makan di atas meja, cara mengambil makanan, tata kesopanan makan, dsb. Cara memelihara kebersihan diri terutama dalam hal : Mandi, ( mengenal ruang mandi, cara menaruh pakaian di kamar mandi, cara menyikat gigi, cara membersihkan anggota badan termasuk menggunting kuku, dsb. ). Buang air besar/kecil ( mengenal ruang dan alat kakus, membersihkan diri dan kakus ). Pengenalan mata uang kertas dan logam. Dalam hal ini perlu dilatih alat-alat perabaan secara sensitif, sehingga anak mampu

membedakan nilai uang kertas dan logam. Pada uang kertas dapat diketahui melalui ukuran panjang lebar, tebal tipis, dan halus kasarnya dari nominal uang tersebut. Sedang pada uang logam dapat diketahui dari besar kecil, berat ringan dan huruf timbul yang terdapat pada mata uang tersebut.

26

4. Bimbingan. Bimbingan terhadap sikap hidup yang realistis. Hidup yang realistis adalah hidup yang sesuai dengan kenyataan, artinya hidup yang sesuai dengan kemampuan diri terutama yang ada hubungannya dengan tuna netra. Bimbingan terhadap sikap hidup yang realistis terhadap anak tuna netra dengan anak awas adalah mengenal diri sendiri, mengenal kemampuan diri untuk menjangkau sesuatu. Bimbingan dalam pergaulan. Setiap anak hidup dalam masyarakat dan akan berkembang menjadi anggota masyarakat. Cara pergaulan terutama dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat itu sendiri. Demikian juga dengan anak tuna netra. Anggapan atau pandangan masyarakat terhadap anak tuna netra mempengaruhi pergaulan dalam masyarakat. Dengan bimbingan pergaulan yang supel ( ramah tamah ) dan penyesuaian diri dalam berintegrasi dengan masyarakat anak akan tidak mengalami kesukaran dalam pergaulannya. Bimbingan dalam belajar. Di bawah ini diberikan bimbingan khusus bagi tuna netra sebagai berikut : Membaca. Sebaiknya dengan telunjuk dan jari lain kedua tangan. Fungsi jari kedua tangan itu untuk membaca setiap baris dan di samping itu jari tangan kiri untuk mencari baris. Cara membacanya adalah sebagai berikut : jari kiri membaca dan hampir di tengah baris membaca diteruskan oleh jari kanan. Jari kanan hampir hampir selesai membaca baris jari kiri membaca baris selanjutnya dan meneruskan membaca dari jari kanan. Hampir di tengah baris membaca diteruskan jari kanan dan seterusnya. Menulis. Hendaknya anak cepat dapat menulis dengan mesin ketik Braille dan relget. Biasanya dengan mesin ketik Braille tidak mengalami kesulitan, karena beberapa titik-titik suatu huruf atau tanda dapat ditulis sekali tekan pada tombol. Yang agak sulit adalah relget,

27

karena setiap titik satu huruf atau tanda harus ditulis dengan mencoblos kertas. Hendaknya dilatih untuk mempercepat

mencoblos titik yang satu dengan titik yang lain. Dalam hal ini titiktitik yang berdekatan dicoblos terlebih dahulu jadi tidak perlu mencoblos berurutan titik-titik 1, kemudian 2, kemudian titik 3. Hendaknya menulis dengan mencoblos titik yang berdekatan pada kertas berjalan secara otomatis. Begitu juga berjalan secara otomatis dengan tidak menghitung mengetahui sisa petak di sebelah ujung kiri baris untuk dapat menulis atau tidak.

Perabaan, pendengaran dan ingatan. Ketiga macam gejala tersebut di atas pada umumnya akan menjadi tajam bagi tuna netra. Hal ini karena sering dilatih untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Benda yang dekat diraba dan benda yang mengeluarkan suara didengarkan. Daya ingatan terlatih karena anak tuna netra tidak semudah seperti anak awas menulis dengan pensil pada kertas. Indra perabaan dapat dilatih dengan meraba bendabenda di dekat anak tuna netra. Indra pendengaran dapat dilatih dengan membedakan bunyi biji-biji yang terdapat di dalam kotak yang digoyangkan, membedakan suara yang hampir sama kerasnya atau lemahnya dan sebagainya. Daya ingatan dengan berhitung mencongak, mengeja dari belakang dsb.

Bimbingan dalam memilih keterampilan. Keterampilan ini hendaknya berorientasi kepada lapangan kerja yang tersedia di masyarakat dan lapangan kerja yang mungkin diadakan dalam lingkungan berdasarkan bahan, materiil, fasilitas dan keahlian yang belum dimanfaatkan. Untuk itu anak diperkenalkan sebagai berikut : Lapangan kerja yang tersedia di masyarakat. Keterampilan yang dituntut. Persyaratan yang dibutuhkan oleh anak. Latihan yang harus ditempuh. Masa dengan lapangan kerja tersebut.

28

Di samping itu pembimbing hendaknya meneliti bakat dasar, minat, dan sifat anak yang perlu dibimbing dan disalurkan ke dalam jenis pekerjaan tertentu, sehingga terdapat persesuaian antara kesanggupan dan kemampuan anak dengan persyaratan yang dituntut setiap pekerjaan.

9. Contoh Kasus. Contoh kasus yang kami angkat adalah tentang seorang anak yang tunanetra, hal ini di sebabkan karena sang ibu pada saat mengandung mengalami stres yang disebabkan oleh faktor ekonomi yang menghimpit keluarga tersebut. karena stres inilah sang ibu merasakan rasa sakit kepala yang terus menerus dirasakan. Karena rasa sakit kepala inilah sang ibu meminum obat-obatan yang ia beli di warung dekat rumahnya, karena konsumsi yang terus menerus serta tanpa resep dokter dan tanpa melihat efek samping yang akan ditimbulkannya, mempengaruhi kehamilan sang ibu tersebut. Dan karena dipengaruhi oleh faktor ekonomi seperti yang dijelaskan sebelumnya, sang ibu juga kekurangan konsumsi Vitamin A selama mengandung sang anak, yang mempengaruhi pemenuhan perkembangan indra penglihatannya. Pada saat dilahirkan sang bayi menderita penyakit yang disebut dengan Xeropthalmia yaitu penyakit yang disebabkan kekurangan Vitamin A hal ini tidak mengherankan karena pada saat dalam kandungan ibunya sang bayi kurang mendapatkan asupan Vitamin A. Jika di golongkan, anak ini mengalami ketunanetraan sebelum dan sejak lahir yaitu sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan. Kemudian jika dilihat dari daya penglihatan yang dimiliknya ia termasuk tunanetra setengah berat ( Partially Sighted ) yaitu mereka kehilangan daya atau kemampuan penglihatan hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal. Kelainan mata yang diderita sang anak akibat kekurangan Vitamin A selama masa di dalam kandungan sang ibu menyebabkan ia menderita kelainan mata Myopia yaitu penglihatan jarak dekat, objek akan terlihat jelas bila objek di dekatkan. Anak ini tumbuh menjadi anak yang pendiam dan menutup diri hal ini di sebabkan karena adanya tekanan sosial akibat kekurangan yang ia miliki. Kurang mampu dalam menyesuaikan diri dalam lingkungannya terutama lingkungan baru yang ia masuki. Memiliki ketergantungan yang tinggi kepada orang lain terutama orang tuannya. Seiring perjalanan hidupnya, anak ini mengalami masalah dalam perkembangannya yaitu dalam perkembangan kognitif anak ini

29

termasuk dalam rata-rata bawah dengan IQ 97,8 hal ini di sebabkan indra pengliatannya yang tidak berfungsi seperti orang awas yang menyebabkan anak ini tidak dapat melakukan pengamatan terhadap objek yang ada di sekitarnya, hambatan lain yang di hadapi oleh anak ini adalah hambatan dalam perkembangan emosi, hambatan ini terjadi karena emosi yang ditunjukkan oleh sang anak di masa kanakkanaknya adalah dengan mencoba-coba namun karena ia memiliki kekurangan pada indra pengliatannya ia tidak mengetahui bagaimana respon lingkungan terhadap emosi yang ditunjukkannya atau ditampilkannya secara tepat. Sehingga emosi yang ditampilkan mungkin tidak sesuai dengan yang diharapkan lingkungan dan oleh diri. Lebih parahnya lagi di kehidupan keluarganya yang serba pas-pasan atau serba kekurangan ini terkesan tidak menerima kehadiran anak ini, orang tua sang anak sangat mengharapkan kehadiran anak normal yang pada nantinya akan dapat membatu dalam menambah penghasilan keluarga ini. Bentuk perlakuan yang ditunjukkan oleh kedua orang tua sang anak ini berupa kasih sayang yang sangat jarang di berikan, kurangnya perhatian orang tua serta sang anak merasa tidak pernah merasakan kebahagiaan dan kegembiraan terutama selama masa kecilnya. Akibat dari perlakuan yang ia terima dari lingkungan keluarga ini juga mempengaruhi perkembangan sosial anak disebabkan rasa kasih sayang yang kurang si anak merasa sangat sulit dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan yang lebih luas, lingkungan baru dan cenderung menutup diri. Hal ini wajar saja karena kekurangan yang dimilikinya dan kurangnya kasih sayang yang diberikan menyebabkan ia merasa tidak di harapkan kehadirannya di lingkungan tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa anak tunanetra mengalami kesulitan dalam menguasai seperangkat tingkah laku yang diterima di masyarakat yang sebagian besar di sebabkan ketidakmampuan dalam melakukan identifikasi dan imitasi tingkah laku serta sikap negatif masyarakat terhadap anak tunanetra seperti penolakan, penghinaan serta sikap tak acuh. Karena hal-hal tersebutlah menyebabkan anak ini mengalami hambatan dalam mencapai Efective Daily Living. Untuk dapat membantu anak tersebut terdapat beberapa usaha yang dapat dilakukan di antaranya dengan memberikan pendidikan pada anak tersebut. adapun pendidikan atau usaha untuk membantu anak tersebut dapat dilakukan dengan latihan menggunakan alat bantu untuk memudahkannya dalam melakukan aktivitas seharihari seperti latihan menggunakan tongkat putih. Setelah sang anak menguasai

30

keterampilan dalam menggunakan tongkat tersebut, maka itu akan membantunya dalam menguasai keterampilan mengenal ruangan di sekitarnya. Selain itu pengenalan terhadap ruangan sekitar patut di bantu dengan indra peraba lainnya. Selain itu untuk menunjang kemampuan sang anak dalam beradaptasi dengan lingkungan yaitu dengan melatih indra pendengarannya, karena indra ini juga akan membantu sang anak dalam mengetahui keadaan sekitarnya. Latihan pendengaran dapat dilakukan dengan cara seperti membedakan suara yang keras dan rendah, membedakan suara orang tua dsb. Setelah keterampilan tersebut di kuasai, anak perlu mendapatkan latihan seperti latihan dalam mengenal lingkungan luar rumah untuk semakin membantunya dalam mengenal lingkungan luar dengan pemberian gambaran tentang lingkungan tersebut secara jelas dan secara langsung kepada anak. Kemudian untuk mengatasi sifat ketergantungan yang dimiliki anak perlu dilakukan latihan yang disebut latihan menolong diri seperti yang telah dijelaskan sebelumnya yang meliputi latihan cara berpakaian, cara makan, cara memelihara kebersihan diri dan pengenalan mata uang. Kemudian untuk mengatasi masalah si anak dalam masalah sosial dapat dilakukan bimbingan sosial kepada anak tersebut. adapun bimbingan yang dimaksud adalah bimbingan pergaulan yaitu dengan melakukan ramah tamah, melalui kegiatan ramah tamah ini akan membantu anak dalam berintegrasi dengan masyarakat, anak ini juga dapat dimasukkan ke dalam pendidikan inklusif untuk semakin membantunya bergaul dengan anak awas lainnya. Bimbingan lain yang dapat diberikan antara lain bimbingan terhadap sikap hidup yang realistis yaitu sikap hidup menerima segala sesuatu yang kita miliki. Bimbingan belajar dapat membantu anak dalam mempermudah anak memperoleh ilmu di lembaga pendidikan, dengan bimbingan ini dapat membantu anak dalam hal membaca dan menulis dengan alat yang disediakan untuk mereka seperti menulis dengan mesin ketik Braille dan relget. Bimbingan belajar lainnya yang dapat membantu seperti bimbingan untuk melatih perabaan, pendengaran dan ingatan. Selain itu untuk semakin membantu anak dalam menghadapi kehidupan kedepannya terutama dapat membantu dalam perekonomian keluarga yaitu dengan memberikan bimbingan keterampilan dengan melihat bakat dasar, sifat dan minat yang dimiliki oleh anak tersebut. Bantuan lainnya yang dapat diberikan adalah hubungan dengan orang tua sang anak yang cenderung tidak mengharapkan kehadiran anak tersebut. bantuan yang dapat diberikan oleh guru BK tempat anak tersebut memperoleh bimbingan atau pendidikan adalah berupa

31

kunjungan rumah, dimana guru BK memberikan penjelasan kepada orang tua sang anak untuk dapat menerima anak tersebut apa adanya dengan segala kekurangan yang ia miliki dan kelebihan yang ia miliki pula, dan bahwa anak adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa kepada mereka sebagai orang tuanya. Melalui kegiatan kunjungan rumah ini diharapkan orang tua si anak tuna netra dapat mengerti terhadap keadaan anak tersebut. Demikianlah diharapkan berbagai usaha tersebut di atas dapat membantu sang anak dalam mencapai Effective Daily Living.

Referensi

Pradopo, soekini dkk. 1977. Pendidikan Anak-Anak Tunanetra. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Efendi, Mohamad.2006.Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta : Bumi Aksara http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus#Tunanetra http://id.wikipedia.org/wiki/Tunanetra http://devianggraeni90.wordpress.com/2010/02/17/anak-tunanetra/ Referensi : Dra. Hj. T. Sutjihati Somantri, M.Si., P.Si. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Karakteristik dan Masalah Perkembangan Anak Tunanetra, 65-91. Bandung: PT. Refika Aditama

32

You might also like