You are on page 1of 15

REFLEKSI KASUS ENDOMETRIOSIS

Di susun Oleh : Cahya Daris Tri Wibowo H2A008008

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2012

BAB I KASUS

1)

IDENTITAS PASIEN Nama Umur Alamat Pekerjaan : Ny. R : 42 tahun : Tambak Aji RT 08 / I : Pedagang

Suku bangsa : Jawa Agama Masuk RS No.CM : Islam : 19 - 9 - 2012 : 39.53.13

2) 1)

DATA DASAR Anamnesa Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 19/09/2012 jam 08.00 WIB 1) 2) Keluhan utama : nyeri perut saat haid Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluh merasa nyeri perut saat haid. Pasien

mengaku nyeri perut saat haid telah dirasakan sejak 12 thun yang lalu setelah steril. Nyeri dirasa hebat pada 3 - 4 hari pertama haid. Pasien mengaku 3 tahun belakangan ini nyeri dirasakan semakin hebat dibandingkan sebelumnya, dan 3 bulang ini nyeri semakin bertambah berat hingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien juga mengeluh haid tidak teratur sejak 3 tahun yang lalu, pasien haid 1 kali dengan interval 2 bulan, lama haid 1 minggu, darah yang keluar banyak kadang berupa flek berwarna coklat kehitaman. 1 bulan yang lalu pasien memeriksakan diri ke dokter Sp.OG dan di USG, dari hasil USG di dapatkan kista ovarii dengan ukuran 8 cm.

3)

Riwayat Haid : menarche 14 tahun Siklus haid Lamanya Banyaknya : teratur : 4 6 hari : 2-3 X ganti pembalut/ hari Dismenorea : (-)

4) 5)

Riwayat Pernikahan : 1x ~ 25 tahun Riwayat Obstetri : P3A0 1. Perempuan, 3500 gr, aterm, RS Kalimantan, Normal, usia saat ini 24 tahun, sehat. 2. Laki - laki, 3200 gr, aterm, Bidan Kalimantan, Normal, usia saat ini 18 tahun, sehat. 3. Laki - laki, 3800 gr, aterm, Bidan Indramayu, Normal, usia saat ini 14 tahun, sehat.

6)

Riwayat KB Implan 5 tahun , lepas ganti Suntik 3 bulan, lepas ganti steril tahun 2000

7)

Riwayat Penyakit Dahulu 1. 2. 3. 4. 5. Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (+) saat usia 10 tahun, penyakit Jantung (-), riwayat operasi (+) MOW.

8)

Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum : Tampak sakit, composmentis Tanda Vital : Tekanan darah : 110/70 mmHg Nadi : 84x/menit Frekuensi napas : 20x/menit Suhu badan : 370 C Tinggi badan : 153 Cm

2) Status Internus : Kepala : mesosephal Mata : cunjungtiva palpebra anemis -/Telinga : discharge -/Hidung : discharge -/Mulut : sianosis (-), gigi caries (-) Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-) Tenggorokan : T1-T1, faring hiperemis (-) Kulit : turgor kulit cukup, ikterik (-), pucat (-) Thoraks : Cor : Inspeksi Palpasi : ictus cordis tak tampak : ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicularis sinistra Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal Auskultasi : suara jantung I dan II normal, bising (-), gallop (-) Pulmo : Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : simetris statis dinamis, retraksi (-) : stem fremitus kanan = kiri : sonor diseluruh lapangan paru : suara dasar vesikuler +/+, suara tambahan -/Abdomen : inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi Ekstremitas : Edema Akral dingin Refleks fisiologis Refleks patologis :datar,

: peristaltic (+) N, : timpani seluruh lapang abdomen, : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-). Superior -/-/+N/+N -/Inferior -/-/+N/+N -/-

3) Status Gynekologi Inspekulo : 1. Vulva : radang (-) / tumor(-) 2. Vagina : massa (-)/ laserasi (-) 3. Fluktus : (-)

Vaginal Touche : 1. Vagina : massa (-) 2. Portio : konsistensi lunak, licin . arah posterior dan pembukaan (-) 3. Kospus uteri memiliki ukuran normal dan konsistensi lunak 4. Pemantauan adnexa kanan : massa (+),nyeri (-) 5. Pemantauan adnexa kiri : massa (+), nyeri (-) 6. Kavum douglas : menonjol (-), nyeri (-) 4) Pemeriksaan penunjang 1) Pemeriksaan laboratorium : Darah : Hb Leukosit Trombosit Eritrosit Hematokrit GDS PPT APPT HbsAg : 13,40 gr% : 8,23 10 ^ 3/l : 382 10 ^ 3/l : 4,49 10 ^ 6/l : 39,80 %

: 109 mg/dl : 11,60 detik : 28,90 detik : non reaktif (-) : 90,37 mmol/L : 1,43 mmol/L : 2,31

Imun (serum): T4 T3 TSH

2)

Pemeriksaan USG Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis kasus ini adalah dengan USG didapatkan hasil: Tampak massa hiperechoic, kistik tampak cairan bebas. Kesan kistoma ovarii.

3)

Diagnosis : Kistoma ovarii

4) Penatalaksanaan 1. Rencana diagnostik 2. Observasi tanda vital 3. EKG 4. Konsul dokter penyakit dalam untuk persiapan operasi

1. Rencana Terapi 1) Intra Vena Fluid Drip RL/12 jam 2) Rencana tindakan operatif

Laporan Operasi Diagnosa pre operatif Macam operasi : Kistoma ovarium : Laparotomi + (salphingo- partial ooferektomi dekstra dan ooferektomi sinistra) Tanggal operasi Waktu operasi : 20 09 - 2012 : jam 09.00-10.00 WIB,

Laporan operasi 1) 2)

Informed consent, pasang infus dan pemberian antibiotik profilaksis. Pasien tidur telentangkan dimeja operasi dan dilakukan Spinal Anestesi

3) Mula mula dilakukan asepsis dan antisepsis pada daerah tindakan dinding perut dan lapangan operasi dipersempit dengan kain duk steril. 4) Insisi dinding abdomen linea mediana 10 cm lapis demi lapis sampai dengan cavum abdomen terbuka 5) Eksplorasi : Uterus sebesar telur ayam Adnexa kanan ovarium sebesar telur bebek pecah keluar cairan coklat kehijauan kental Adnexa kiri ovarium sebesar telur angsa, perlengketan dengan omentum dan colon Saat dilakukan adhesiolysis pecah dan keluar cairan berwarna cokelat kental. 6) Dilakukan salphingo partial ooforektomi dekstra dan Dilakukan

ooforektomi sinistra 7) 8) 9) Jaringan dieksisi/insisi dikirim untuk pemeriksaan PA Kontrol perdarahan Pasang drain

10) Lapangan operasi / cavum abdomen ditutup lapis demi lapis. 11) Operasi selesai.

Diagnosis post operasi : Endometriosis

Terapi pasca operasi : Infus RL 20 tpm Injeksi cefotaxim 2 x 1 mg Injeksi kalnex 3x50 mg Injeksi ketorolac 3 x 30 mg Injeksi vit c 200 mg DC balance cairan Mobilisasi Pengawasan TV, KU, PPV

BAB II PEMBAHASAN Pasien mengeluh merasa nyeri perut saat haid. Pasien mengaku nyeri perut saat haid telah dirasakan sejak 12 thun yang lalu setelah steril. Nyeri dirasa hebat pada 3 - 4 hari pertama haid. Pasien mengaku 3 tahun belakangan ini nyeri dirasakan semakin hebat dibandingkan sebelumnya, dan 3 bulang ini nyeri semakin bertambah berat hingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien juga mengeluh haid tidak teratur sejak 3 tahun yang lalu, Kista ovarium adalah tumor jinak yang diduga timbul dari bagian ovum yang normalnya menghilang saat menstruasi, asalnya tidak teridentifikasi dan terdiri atas sel-sel embrional yang tidak berdiferensiasi, kista ini tumbuh lambat dan ditemukan selama pembedahan yang mengandung material sebasea kental berwarna kuning yang timbul dari lapisan kulit. Kista ovarium biasanya ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan dengan USG untuk penyakit lain. Adanya nyeri di perut bawah merupakan gejala yang paling sering dilaporkan. Nyeri dapat bersifat menusuk, hilang timbul, onsetnya cepat tapi menyeluruh. Mual dan muntah bukan gejala yang spesifik. Perdarahan pervaginam atau spotting dapat terjadi karena adanya penurunan tingkat estrogen dan terjadinya ketidakseimbangan hormonal, perubahan frekuensi buang air kecil, gangguan defekasi, badan terasa letih, kembung dan dispareunia. Endometriosis adalah terdapatnya kelenjar seperti endometrium dan stroma diluar uterus dan merupakan kondisi ginekologikal jinak yang sering ditemukan, sulit dimengerti, dan sangat elemahkan kondisi tubuh. Hal ini dapat timbul pada tempat yang bervariasi di pelvis seperti ovarium, tuba falopi, vagina, serviks, atau ligament uterosakral atau di septum rektovaginal. Bahkan dapat juga muncul pada daerah yang jauh seperti luka laparotomi, pleura, paru, diafragma, ginjal, dll. Menurut urutan yang tersering endometriosis ditemukan adalah di ovarium.

Pada kasus ini gejala yang dominan adalah adanya nyeri saat haid semakin lama semakin berat. Sebagian besar wanita tidak menyadari bila dirinya menderita kista coklat (endometriosis), sehingga sering kista ditemukan saat ukuran kista sudah membesar. Nyeri hanya terjadi ketika pasien mengalami menstruasi. Rasa nyeri ini timbul akibat dari pecahnya dinding kista, pembesaran kista yang terlampau cepat sehingga organ disekitarnya menjadi teregang, perdarahan yang terjadi di dalam kista. Usia pasien yang menderita kista pada kasus ini adalah 42 tahun. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa kista paling sering terdapat pada wanita berusia antara 20 50 tahun dan jarang sekali pada masa prapubertas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit ringan, dengan tanda vital dalam keadaan normal. Pada pemeriksaan kepala, leher, thorak dan ekstremitas tidak dijumpai adanya kelainan. Pada pemeriksaan ginekologi ditemukan perut datar, pada palpasi teraba massa pada area suprapubik kiri, konsistensi kenyal, permukaan licin, terlepas dari jaringan sekitar dan tidak terasa nyeri pada penekanan. Pada pemeriksaan inspekulo tidak ditemukan adanya kelainan. Pada pemeriksaan vaginal toucher ditemukan adanya massa pada parametrium adnexa kiri berukuran 8 cm, kesan kistik, immobile, dan tidak terasa nyeri. Pada pemeriksaan penunjang USG didapatkan hasil adanya massa kistik, berdinding tipis, tidak bersekat, ukuran 10 cm . USG adalah metode yang berguna untuk mengidentifikasi kista coklat klasik dari ovarium. Tampilan tipikal adalah kista yang berisis echo homogeny internal drajat rendah yang konsisten dengan darah lama. Gambaran sonografi dari endometrioma bervariasi dari kista sederhana hingga kista kompleks dengan echo internal hingga massa solid, tanpa vaskular. Kista simpleks bentuknya unilokular, dindingnya tipis, satu cavitas yang didalamnya tidak terdapat internal echo. Biasanya jenis kista seperti ini tidak ganas, dan merupakan kista fungsioal, kista luteal atau mungkln juga kistadenoma serosa atau kista inklusi. Kista kompleks multilokular, dindingnya menebal

terdapat papul ke dalam lumen. Kista seperti ini biasanya maligna atau mungkin juga kista neoplasma benigna. USG sulit membedakan kista ovarium dengan hidrosalfing, paraovarian dan kista tuba. USG endovaginal dapat memberikan pemeriksaan morfologi yang jelas dari struktur pelvis. Pemeriksaan ini tidak memerlukan kandung kemih yang penuh. USG transabdominal lebih baik dari endovaginal untuk mengevaluasi massa yangbesar dan organ intrabdomen lain, seperti ginjal, hati dan ascites. Ini memerlukan kandung kemih yang penuh. Penyebab endometriosis masih belum diketahui. Beberapa teori muncul menyangkut faktor anatomis, imunologis, hormonal, dan genetik. 1. Menstruasi retrogad. Menurut Sampson, endometriosis terjadi karena darah haid mengalir kembali (regurgitasi) melalui tuba ke dalam rongga pelvis. Sudah dibuktikan bahwa dalam darah haid didapati sel-sel endometrium yang masih hidup. Sel-sel endometrium yang masih hidup ini kemudian dapat mengadakan implantasi di pelvis. 2. Faktor imunologis Faktor imunologis spesifik yang berperan dalam implantasi endometriosis seperti VEGF (vascular endothelial growth factor), MIF (migration inhibitory factor), dan mediator radang (interleukin, TNF) diduga mengalami peningkatan pada situs endometriosis. 3. Faktor hormonal Aromatase, enzim pencetus produksi estrogen, telah ditemukan pada implantasi endometriosis, walaupun belum ditemukan data bahwa aromatase juga ditemukan pada endometrium normal. PGE2 (prostaglandin E2) berperan sebagai induksi terkuat produksi aromatase pada implantasi endometriosis. 4. Metaplasia selomik Teori mengemukakan sel potensial pada ovarium dan peritoneum

bertransformasi menjadi lesi endometriosis akibat stimulasi hormon dan paparan hormonal berulang. Robert Meyer mengemukakan bahwa

endometriosis terjadi karena ransangan pada sel-sel epitel berasal dari selom yang dapat mempertahankan hidupnya di daerah pelvis. Ransangan ini

menyebabkan metaplasi dari sel-sel epitel itu, sehingga terbentuk jaringan endometrium 5. Penyebaran limfatis Sebuah studi menunjukkan dari otopsi bahwa sel endometriosis ditemukan dalam kelenjar limfa pelvis pada 29% wanita. Hal ini dapat menjelaskan mengapa endometriosis pernah ditemukan di daerah paru-paru. 6. Faktor genetik Wanita yang memiliki riwayat keluarga menderita endometriosis berisiko tujuh kali lipat menderita endometriosis. Belum ditemukan defek genetik pada endometriosis. Penatalaksanaan endometriosis tergantung pada beberapa faktor, termasuk ukuran, jenis kista, usia, kondisi kesehatan umum, rencana kehamilan, gejala yang dialami, masih menstruasi atau tidak. Penanganan endometriosis terdiri dari terapi hormonal, pembedahan. Terapi hormonal Sebagai dasar pengobatan hormonal endometriosis ialah bahwa

pertumbuhan dan fungsi jaringan endometrios dikontrol oleh hormone steroid. Jaringan endometriosis umumnya mengandung reseptor estrogen, progesterone, dan androgen. Progesterone sistetik umumnya mempunyai efek androgenic yang menghambat pertumbuhan endometriosis. Prinsip pertama pengobatan hormonal adalah menciptakan lingkungan hormone rendah estrogen dan asiklik. Keadaan yang asiklik mencegah terjadinya haid yang berarti tidak terjadi pelepasan jaringan endometrium yang normal sehingga dapat dihindari timbul sarang endometriosis yang baru karena transport retrograde serta mencegah pelepasan dan perdarahan jaringan endometriosis yang menimbulkan rasa nyeri karena rangsangan peritoneum. a. Androgen Preparat yang dipakai adalah metiltestosteron sublingual dengan dosis 510 mg/hari. Biasanya diberikan 10 mg/hari pada bulan pertama dilanjutkan

dengan 5 mg/hari selama 2-3 bulan berikutnya. Keberatan pemakaian androgen adalah timbulnya efek samping maskulinisasi, dan bila terjadi kehamilan dapat menyebabkan cacat bawaan. Keuntungannya adalah untuk terapi nyeri, dispareuni, dan untk membantu menegakkan diagnosis. Jika nyeri akibat endometriosis biasanya akan berkurang dengan pengobatan androgen satu bulan. b. Estrogen-progestogen Kontrasepsi yang dipilih sebaiknya mengandung estrogen rendah dan progestogen yang kuat atau yang mempunyai efek androgenic yang kuat. Terapi standard yang dianjurkan adalah 0,03 mg etinil estradiol dan 0,3 mg norgestrel per hari. Bila terjadi perdarahan, dosis ditingkatkan menjadi 0,05 mg estradiol dan 0,5 mg norgestrel per hari atau maksimal 0,08 mg estradiol dan 0,8 mg norgestrel per hari. Pemberian tersebut setipa hari selama 6-9 bulan, bahkan 2-3 tahun. c. Progestogen Dosis yang diberikan adalah medroksiprogesteron asetat 30-50 mg per hari atau noretisteron asetat 30 mg per hari. Pemberian parenteral dapat menggunakan medroksiprogesteron asetat 150 mg setiap 3 bulan sampai 150 mg setiap bulan. Lama pengobatan yakni 6-9 bulan. d. Danazol Danazol adalah turunan isoksazol dari 17 alfa etiniltestosteron. Danazol menimbulkan keadaan asiklik, androgen tinggi, dan estrogen rendah. Kadar androgen meningkat disebabkan oleh sifatnya yang androgenic dan danazol mendesak testosterone sehingga terlepas dan kadar testosterone bebas meningkat. Kadar estrogen rendah disebabkan karena danazol menekan sekresi GnRH, LH, dan FSH dan menghambat enzim steroidogenesis di folikel ovarium sehingga estrogen turun. Dosisnya 400-800 mg per hari dengan lama pemberian minimal 6 bulan. Efek sampingnya berupa akne, hirsutisme, kulit berminyak, perubahan suara, pertambahan berat badan, dan edema. Kontraindikasi absolute yaitu kehamilan

dan menyusui, sedangkan kontraindikasi relative yaitu disfungsi hepar, hipertensi berat, gagal jantung ongestif, atau gagal ginjal. Terapi Pembedahan Pembedahan konservatif dapat dilakukan dengan 2 pendekatan yaitu laparotomi dan laparoskopi operatif. Laparoskopi opertaif mempunyai beberapa keuntungan jika dibandingkan laparotomi, yaitu lama tinggal di RS lebih singkat, kembali aktivitas kerja lebih cepat, biaya lebih murah. Namun luas dan derajat perlekatan setelah laparoskopi operatif lebih sedikit. Pembedahan radikal dilakukan pada wanita dengan endometriosis yang umurnya hamper 40 tahun atau lebih, dan yang menderita penyakit yang luas diserta dengan banyak keluhan. Operasi yang paling radikal ialah histerektomi total, salpingo-ooforektomi bilateral, dan pengangkatan semua sarang sarang endometriosis yang ditemukan. Akan tetapi pada wanita kurang dari 40 tahun dapat dipertimbangkan untuk meninggalkan sebagian jaringan ovarium yang sehat. Hal ini mencegah jangan sampai terlalu cepat timbul gejala premenopause dan menopause dan juga mengurangi kecepatan timbulnya osteoporosis.

DAFTAR PUSTAKA 1) Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Obstetri Williams Edisi ke-21 Vol. 2. Jakarta : ECG; 2004. p. 934, 10357. 2) Winknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 1999. p. 346-65. 3) Moeloek, Farid Anfasa. (2003), Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Jakarta. 4) Helm, CW. Ovarian Cyst. 19 maret 2008. (Available at :

http://.emedecine.com/med/topic1699.htm, accessed on 20 September 2012) 5) Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Tumor Ovarium Neoplastik Jinak. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000. p. 388-9. 6) Sanders M. Mucinous Cystadenocarcinoma. (Available at :

http://radiology.uchc.edu/Atlas/GYN/530b.htm, accessed on 20 September 2012)

You might also like