You are on page 1of 22

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Selama bertahun-tahun lingkungan perairan telah menjadi sumber makanan, mineral dan produk alami untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam upaya mengatasi masalah yang ditimbulkan akibat peningkatan populasi dan kebutuhan manusia yang terus meningkat, pengembangan produk berbasis sumber alam terbarukan mutlak diperlukan dan dibutuhkan. Hal ini sesuai dengan teori Malthus bahwa pertumbuhan makanan ibarat deret hitung (lambat) sedangkan pertumbuhan penduduk seperti deret ukur (cepat). Maka dibutuhkan upaya mengatasi permasalahan ini, karena demi keberlangsungan kehidupan. Mikroalga merupakan salah satu sumber alam yang terdapat dalam perairan yang masih belum dimanfaatkan. Pengembangan mikroalga sangat berpotensi sebagai sumber biomasa masa depan. Tabel 1 menunjukkan beberapa jenis produk berbasis mikroalga.

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa mikroalga merupakan sumber biomasa yang potensial untuk dikembangkan diantara organisme akuatik lainnya. Mikroalga tidak hanya memiliki kapasitas unutk memproduksi produk yang bernilai tinggi, tapi juga memiliki kemampuan unutk berkembang biak hanya dengan menggunakan cahaya matahari, karbon dioksida dan air laut. Mikroalga memiliki struktur uniseluler yang dengan mudah mengkonversi energi matahari menjadi energi kimia. Sebagai organisme fotosintetik, mikroalga memiliki

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

kandungan klorofil yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan atau kosmetika (Borowitzka, M.A., dkk, 1999). Dalam pengembangan mikroalga dalam bidang pangan telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan manusia dan pakan hewan. Hal tersebut karena mikroalga memiliki kandungan protein, vitamin, dan polisakarida yang memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai makanan tambahan yang mempunyai gizi yang tinggi. Mikroalga juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku untuk industri farmasi karena beberapa jenis dari mikroalga mengandung antioksidan dan antibiotik. Kultivikasi mikroalga relatif cepat, tetapi kesulitan terdapat pada ekstraksi mikroalga. Maka dibutuhkan suatu metode ekstraksi yang mendapatkan hasil yang optimal dan efisien untuk mendukung pengembangan mikroalga sebagai sumber biomassa.

1.2.Tujuan 1.2.1. Umum Mendapat pemahaman dan gambaran pengembangan mikroalga sebagai sumber biomassa. 1.2.2. Khusus

1. Dapat mengetahui metode ekstrasi mikroalga yang optimal dan efisien 2. Dapat mengetahui kadungan mikroalga yang berpotensi dalam bidang pangan 3. Dapat mengetahui penggunaan mikrolaga dalam bidang pangan

1.3.Manfaat Manfaat yang diperoleh dalam Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah : 1.3.1. Manfaat untuk Mahasiswa 1. Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan implementasi. 2. Dapat dijadikan sebagai bahan untuk mempersiapkan diri dalam proses interaksi sosial dalam lingkungan kerja. yang bersifat

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

1.3.2. Manfaat untuk Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1. Terbinanya kerja sama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dengan Institusi tempat dilangsungkannya Praktek Kerja Lapangan (PKL) untuk meningkatkan kemampuan SDM yang dibutuhkan di dunia kerja. 2. Meningkatkan kapasitas dan kuantitas serta kualitas pendidikan dengan melibatkan tenaga terampil dari pembimbing di lapangan. 3. Tersusunnya kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan. 1.3.3. Manfaat untuk Instansi 1. Dapat memanfaatkan tenaga mahasiswa untuk membantu kegiatan operasional. 2. Dapat memanfaatkan tenaga pembimbing akademik untuk memberikan masukan yang relevan dengan kegiatan manajemen operasional institusi tempat dilangsungkannya Praktek Kerja Lapangan (PKL).

1.4.Ruang Lingkup Metode ekstraksi dan pengembangan mikroalga sebagai sumber biomasa khususnya dalam bidang pangan.

1.5.Waktu dan Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada bulan Februari 2013 bertempat di Balai Teknologi Lingkungan (BTL) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) kawasan Puspitek Serpong.

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Mikroalga Mikroalga merupakan kelompok tumbuhan berukuran renik yang termasuk dalam kelas alga, diameternya antara 3-30 m, baik sel tunggal maupun koloni yang hidup di seluruh wilayah perairan tawar maupun laut, yang lazim disebut fitoplankton. Di dunia mikrobia, mikroalga pigmen

termasukeukariotik,

umumnya

bersifat

fotosintetik

dengan

fotosintetik hijau (klorofil), coklat (fikosantin), biru kehijauan (fikobilin), dan merah(fikoeritrin). Morfologi mikroalga berbentuk uniseluler atau multiseluler tetapi belum ada pembagian tugas yang jelas pada sel-sel komponennya. Hal itulah yang membedakan mikroalga dari tumbuhan tingkat tinggi (Romimohtarto, 2004). Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), menyatakan bahwa terdapat empat kelompok mikroalga antara lain : diatom (Bacillariophyceae), alga hijau (Chlorophyceae), alga emas (Chrysophyceae) dan alga biru (Cyanophyceae). Penyebaran habitat mikroalga biasanya di air tawar (limpoplankton) dan air laut (haloplankton), sedangkan sebaran berdasarkan distribusi vertikal di perairan meliputi : plankton yang hidup di zona euphotik (ephiplankton), hidup di zona disphotik(mesoplankton), hidup di zona aphotik(bathyplankton) dan yang hidup di dasar perairan / bentik (hypoplankton) (Eryanto et.al, 2003). Taksonomi mikroorganisme selama ini lebih banyak menggunakan karakteristik morfologi (morphological characteristics) berdasarkan bentuk, warna, ukuran sel dan lain-lain. Misalnya, taksonomi dari plankton Anabaena sp. pada saat ini sebagian besar didasarkan pada karakteristik morfologi seperti bentuk akinetes, ukuran sel dan posisi relatif akinetes terhadap heterocysts. Beberapa kriteria secara morfologi tersebut bisa

berbeda-beda antara peneliti yang satu dengan peneliti yang lain (Niiyama, 1996). Lebih jauh lagi, karakter-karakter taksonomi seperti wujud filamen dan sel akinete bersifat meragukan karena akinetes adakalanya tidak ada dan wujud filamen mungkin bisa berubah karena kondisi kultur (Li dan

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

Watanabe, 2001). Castenholz dan Waterbury (1989), menyatakan bahwa untuk menentukan spesies dari plankton Anabaena memerlukan studi-studi taksonomi secara lebih mendalam, tidak hanya karakter-karakter morfologi tetapi juga fisiologis, kimiawi dan ciri-ciri genetik. Alga yang mula-mula ada di bumi kurang lebih sekitar tiga milyar tahun yang lalu adalah Cyanobacteria (atau ganggang biru-hijau), yang melakukan fotosintesis, sel prokariotik tidak berinti sel. Kemudian muncul jenis-jenis alga yang lain yang memiliki inti sel, sel kompleks multiselular atau sel eukariotik. Alga adalah tanaman laut yang di kelompokkan dalam 2 kelompok besar makro alga dan mikro alga, mikro alga (berukuran kecil) tidak dapat dilihat secara kasat mata tetapi hanya boleh dilihat dengan menggunakan alat bantu yaitu mikroskop. Mikroalga atau ganggang adalah organism perairan yang lebih dikenal dengan fitoplankton (alga laut bersel tunggal). Mikroalga dapat melakukan fotosintesis dan hidup dari nutrient anorganik serta menghasilkan zat-zat organic dari CO2 oleh fotosintesis. Mikroalga mempunyai zat warna hijau daun (pigmen) klorofil yang berperan pada proses fotosintesis dengan bantuan H2O, CO2 dan sinar matahari untuk menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk biosintesis sel, pertumbuhan dan pertambahan sel, bergerak atau berpindah dan reproduksi (Pranayogi, D. 2003). Disamping itu sebaliknya alga makro atau alga yang berukuran besar dapat dilihat langsung (kasat mata).Alga terdiri atas 8 divisio dan tersebar dalam 16 kelas dengan sejumlah ordo, family, genus dan spesies.

2.2.Kultivikasi Mikroalga Metode yang umum digunakan dalam proses kultivasi mikroalga adalah sistem open raceway pond dan sistem closed photobioreactor. Sistem open pond memiliki kelemahan yaitu mudah terkena kontaminan sementara dalam sistem photobioreactor kontaminan dan parameter pertumbuhan seperti pH, temperatur dan karbon dioksida dapat dikontrol dengan baik. Walaupun demikian, sistem photobioreactor memerlukan

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

biaya tinggi sehingga pengetahuan dalam mikroalga sangat diperlukan.

pemilihan

sistem kultivasi

Sebagian besar mikroalga menggunakan cahaya dan karbon dioksida (CO2) sebagai sumber energi dan sumber karbon (organisme photoautotrophic). Pertumbuhan optimum mikroalga membutuhkan temperatur air berkisar 15-30C. Media pertumbuhan juga harus mengandung elemen inorganik yang berfungsi dalam pembentukan sel, seperti nitrogen, phospor, dan besi. Adapun metode kultivikasi dapat dibagi dua macam metode yakni sebagai berikut : 2.2.1 Sistem open raceway pond Open ponds merupakan sistem budidaya mikroalga tertua dan paling sederhana. Sistem tersebut sering dioperasikan secara kontinyu. Umpan segar (mengandung nutrisi termasuk nitrogen, phosphor, dan garam inorganic) ditambahkan di depan paddlewheel dan setelah beredar melalui loop-loop mikroalga tersebut dapat dipanen di bagian belakang dari paddlewheel. Paddlewheel

digunakan untuk proses sirkulasi dan proses pencampuran mikroalga dengan nutrisi. Beberapa sumber limbah cair dapat digunakan sebagai kultur dalam budidaya mikroalga. Pemilihan sumber limbah cair tersebut berdasarkan pemenuhan kebutuhan nutrisi dari mikroalga. Mikroalga laut dapat menggunakan air laut atau air dengan tingkat salinitas tinggi sebagai media kultur. Biaya operasional sistem open ponds lebih rendah dibandingkan dengan sistem photobioreactor, namun sistem tersebut memiliki beberapa kelemahan. Open ponds merupakan sistem kolam terbuka sehingga mengalami evaporasi akut, dan penggunaan karbon dioksida (CO2) menjadi tidak efisien. Produktivitas mikroalga juga dibatasi oleh kontaminasi dari alga atau mikroorganisme yang tidak diinginkan. Gambar 1 menunjukkan sistem open ponds.

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

Gambar 1. (a) Ilustrasi Raceway open pond (b) race open pond dilapangan

2.2.2 Sistem closed photobioreactor Photobioreactor dikembangkan untuk mengatasi permasalahan kontaminasi dan evaporasi yang sering terjadi dalam sistem open pond. Sistem tersebut terbuat dari material tembus pandang dan umumnya diletakkan di lapangan terbuka untuk mendapatkan cahaya matahari. Pada dasarnya, photobioreactor terdapat dalam 2 jenis, plate dan tubular. Photobioreactor tubular lebih sesuai digunakan di lapangan terbuka. Pada dasarnya, terdapat dua tipe photobioreactor, yaitu tipe flat plate (Gambar 2) dan tipe tubular (Gambar 3). Apabila dibandingkan, tipe tubular lebih cocok untuk aplikasi di luar ruangan karena luasnya permukaan untuk proses iluminasi. Namun, flat

plate photobioreactor juga sering digunakan karena tipe ini dapat meratakan intensitas penyinaran sehingga sel yang dihasilkan memiliki densitas yang lebih tinggi. Tipe plate-flat photobioreactor lebih disukai karena: (i)

konsumsi energi lebih rendah dan kapasitas transfer massa tinggi; (ii) efesiensi fotosintetis tinggi; dan (iii) tidak terdapat ruang yang tidak terkena cahaya. Desain dari tipe ini juga beragam mulai dari tipe gelas hingga PVC transparan dan tebal.

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

Gambar 2. Instalasi flat photobioreactor

Photobioreactor memiliki rasio luas permukaan dan volume yang besar. Produktivitas mikroalga menggunakan photobioreactor dapat mencapai 13 kali lipat total produksi dengan menggunakan sistem open raceway pond.

Gambar 3. Instalasi tubular photobioreactor

Perbandingan antara penggunaan sistem open pond dengan sistem photobioreactor dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2.

Perbandingan antara penggunaan sistem open pond dengan sistem photobioreactor. (Harun, R., dkk., 2010)

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

2.3.Pemanenan Mikroalga Pemanenan mikroalga dari media untuk memisahkan mikroalga dengan medianya, lumpur dan cairan lainnya untuk memudahkan proses selanjutnya yakni ekstraksi alga unutk penggunaan bahan bakar biodiesel, bioetanol dan lain sebagainya. Teknik yang banyak diaplikasikan untuk proses pemanenan mikroalga adalah flokulasi, sentrifugasi, dan filtrasi. Proses flokulasi dapat digunakan sebagai tahap awal untuk mempermudah proses selanjutnya. Mikroalga memiliki muatan negatif, sehingga untuk membentuk flok dibutuhkan flokulan kationik seperti Al2(SO4)3, FeCl3, dan Fe2(SO4)3. Filtrasi adalah metode pemanenan yang terbukti paling kompetitif dibandingkan dengan teknik pemanenan yang lain. Jenis filtrasi yang dapat digunakan adalah dead end filtration, mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, filtrasi bertekanan, dan filtrasi aliran tangensial. Kinerja teknik pemanenan secara kuantitatif dapat dievaluasi menggunakan beberapa parameter antara lain: laju pemisahan air, kandungan padatan pada lumpur mikroalga, dan yield dari proses.

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

Adapun jenis teknik pemanenan sebagai berikut : 2.3.1. Sentrifugasi

Sentrifugasi merupakan proses pemisahan yang menggunakan gaya sentrifugal sebagai driving force untuk memisahkan padatan dan

cairan. Proses pemisahan ini didasarkan pada ukuran partikel dan perbedaan densitas dari komponen yang akan dipisahkan. Penelitian Chen, C.Y., dkk pada tahun 2011 menunjukkan bahwa proses sentrifugasi dengan kecepatan tinggi secara efektif dapat memisahkanmikroalga dari cairan medianya. Tes laboratorium pada 500-1000 gr hasil kultivasi mikroalga dalam pond menunjukkan 8090% mikroalga dapatdipisahkan dalam waktu 2-5 menit. Walaupun proses sentrifugasi efektif digunakan secara teknis, proses ini juga memiliki kelemahan terutama pada investasi alat yang tinggi dan biaya operasional yang tinggi. 2.3.2. Flokulasi

Flokulasi adalah proses dimana partikel zat terlarut dalam larutan membentuk agregat yang disebut flok. Proses flokulasi terjadi saat partikel zat terlarut saling bertumbukan dan menempel satu sama lain. Bahan kimia yang biasa disebut flokulan ditambahkan ke dalam sistem untuk membantu proses flokulasi. Sel mikroalga umumnya berukuran 5-50 m. Sel mikroalga dapat membentuk suspensi cukup stabil dengan bahan kimia yang memiliki muatan negatif pada permukaannya. Terdapat dua tipe flokulan yang digunakan yaitu: flokulan inorganik dan flokulan polimer organik/ polielektrolit. Tabel 3 menunjukkan beberapa jenis flokulan dengan dosis dan pH optimum yang dibutuhkan untuk proses flokulasi mikroalga. Tabel 3. Beberapa jenis flokulan dengan dosis dan pH optimum yang dibutuhkan untuk proses flokulasi mikroalga (Uduman, N., dkk, 2010)

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

10

Flokulan yang dinilai paling efektif digunakan untuk proses pemanenam mikroalga adalah aluminium sulfat serta beberapa jenis polimer kationik 2.3.3. Filtrasi

Metode pemisahan ini melibatkan media yang permeabel untuk melewatkan cairan sekaligus menahan padatan sehingga kedua komponen ini terpisah. Proses filtrasi memerlukan pressure drop untuk mendorong cairan melewati media filter. Pressure drop yang umum digunakan adalah gravitasi, vakum, tekanan atau sentrifugal. Menurut penelitian yang dilakukan Grima dkk (2003), proses

filtrasi yang paling efektif diaplikasikan untuk proses pemanenan mikroalga dengan ukuran sel yang besar adalah filtrasi bertekanan atau filtrasi vakum. Namun proses filtrasi tidak cocok untuk operasi pemanenan mikroalga yang memiliki ukuran sel yang kecilseperti spesies Dunaliella. Gambar 5 menunjukkan skematik sistem filtrasi aliran tangensial. Kultur mikroalga dan retentat hasil proses filtrasi dipompakan ke modul filter. Filtrat dialirkan ke proses selanjutnya, sedangkan retentat dikembalikan lagi ke tangki umpan sehingga lama kelamaan mikroalga dalam tangki akan semakin terkonsentrasi.

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

11

Gambar 4 Skematik Sistem Filtrasi aliran Tangensial

2.4. Ekstraksi Mikroalga Ekstraksi mikroalga dapat menggunakan beberapa metode yang umumnya digunaka, diantaranya sebagai berikut : 2.4.1 Presses Presses ini menggunakan alat mekanik yang dapat memaksa merusak sel mikroalga. Pengrusakan secara mekanik, yang meliputi pendesakan, penggilingan mikroalga dan homogenisasi merupakan pendekatan yang meminimalkan kontaminasi dari sumber eksternal dengan tetap menjaga hubungan kimia dari bahan awalnya yang terkandung dalam sel.Melibatkan penekanan biomassa mikroalga tekanan tinggi agar memecahkan dinding sel dan melepaskan minyak dan kandungan lainnya.Homogenisasi adalah proses memaksa biomassa melalui suatu lubang sehingga menghasilkan perubahan tekanan. 2.4.2 Ultrasonic Ekstraksi dengan bantuan ultrasonik merupakan suatu tool untuk meningkatkan laju ekstraksi dalam mengekstrak sejumlah komponen dari tipe sampel yang berbeda. Penggunaan ultrasonik merupakan suatu metoda ekstraksi untuk meningkatkan rendemen dan kualitas produk dibandingkan dengan ekstraksi konvensional berdasarkan proses padat-cair menggunakan soxhlet. Teknik ini dapat dipakai untuk meningkatkan konversi, meningkatkan

selektifitas, merubah jalur reaksi dan juga bisa dipakai sebagai inisiator dalam sistem reaksi kimia, biologi dan lain-lain. Penggunaan gelombang ultrasonik memungkinkan proses dilakukan
Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

12

pada tekanan dan temperatur lebih rendah, mengurangi pemakaian bahan baku dan pelarut, mengurangi tahapan sintesa yang akan dilakukan dan secara simultan akan meningkatkan selektifitas akhir, memungkinkan pemakaian bahan baku dan pelarut dengan kemurnian rendah serta meningkatkan keaktifan katalis dan lain-lain Dengan kelebihan-kelebihan ini, gelombang ultrasonik sangat menjanjikan dipakai pada industri karena menawarkan potensi siklus reaksi yang lebih singkat sehingga mengarah terbentuknya pabrik kimia yang lebih kecil dan murah. Keunggulan unjuk kerja metode ekstraksi pelarut berbantukan ultrasonik dibandingkan metode konvensional soxhlet (Moulton,1982).

Gambar 5. Sistem Ekstraksi Ultrasonik

2.4.3

Solvents (pelarut) Ekstraksi menggunkan pelarut metode mendegradasi

mikroalga, sehingga pelarut akan melarutkan senyawa atau kandungan yang terdapat didalam mikroalga.Pelarut organik, seperti benzena, sikloheksana, heksana, aseton dan kloroform telah terbukti efektif bila digunakan pada mikroalga, mereka mendegradasi dinding sel mikroalga. Salah satu persyaratan pelarut yang digunkan adalah sesuai kepolarannya dengan target senyawa yang akan diekstrak. Lipid diekstraksi dari matriks biologis menggunakan kombinasi kloroform, metanol dan air. Prosedur ini, yang dikenal sebagai metode Bligh dan Dyer, awalnya dirancang untuk

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

13

mengekstrak lipid dari jaringan ikan, telah digunakan sebagai patokan untuk perbandingan metode ekstraksi pelarut bahan lainya. Kelebihan dari metode ini hasil atau pelarut dapat didaur ulang. Kelemahan dari menggunakan metode ini adalah bahwa

pada skala besar, jumlah yang signifikan dari limbah pelarut yang dihasilkan, membuat daur ulang pelarut mahal, serta meningkatkan kekhawatiran keamanan karena penanganan sejumlah besar pelarut organik. Selain itu, pelarut organik dapat menyebabkan kontaminasi dalam bentuk residu pelarut hadir dalam product 2.4.4 Supercritical CO2 Sebuah metode ekstraksi yang telah memperoleh penerimaan dalam beberapa tahun terakhir adalah penggunaan cairan superkritis untuk mengekstrak produk bernilai tinggi dari mikroalga. Hal ini karena menghasilkan ekstrak sangat murni yang bebas dari pelarut yang berpotensi membahayakan residu, ekstraksi dan pemisahan yang cepat, serta aman untuk produk sensitif termal (Mendiola, J. A, et al. 2007). Juga, fraksinasi senyawa tertentu layak, yang dapat mengurangi biaya pemisahan, serta kemungkinan menangkal efek gas rumah kaca dengan menggunakan limbah CO2 dari industri (Mendes, R. L., et al. 2003). Supercritical mengambil keuntungan dari fakta bahwa beberapa bahan kimia lebih optial sebagai cairan dan gas, dan meningkatkan kekuatan kelarutan ketika mereka dinaikkan di atas mereka kritis suhu dan tekanan poin. Karbon dioksida lebih disukai karena relatif rendah temperatur kritis (31.1oC) dan tekanan (72,9 atm) (Cooney, M.,et al. 2009). Efisiensi ekstraksi superkritis CO2 dipengaruhi oleh empat faktor utama:tekanan, temperatur, laju alir CO2 dan waktu ekstraksi (Harun, R, et al. 2010). Salah satu kelemahan ekstraksi superkritis CO2 adalah tingkat kelembaban dalam sampel. Kadar air yang tinggi dapat mengurangi waktu kontak antara pelarut dan sampel.

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

14

2.5.Mikroalga dalam Bidang Pangan Pengembangan dan pemanfaatan mikrolaga dalam bidang pangan pada khususnya telah banyak digunakan, karena berdasarkan penelitian banyak mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Mikroalga dimanfaatkan sebagai berikut : 2.5.1 Microalga sebagai nutrisi bagi hewan Beberapa mikroalga (misalnya Chlorella, Tetraselmis, Spirulina, Nannochloropsis, Nitzchia, Navicula, Chaetoceros, Scenedesmus, Haematococcus, Crypthecodinium), makroalga

(misalnya Laminaria, Gracilaria, Ulva, Padina, Pavonica) dan jamur (Mortierella, Saccharomyces, Phaffia, Vibrio marinus) dapat digunakan dalam pakan ternak baik daratan dan perairan (Harel dan Clayton,2004). Pakan hewan dapat diformulasikan dengan menggunakan sumber protein nabati, sayuran sumber minyak, daging ikan, mineral dan vitamin daya tahan tubuh untuk mencapai sifat gizi yang sesuai untuk masing-masing kelompok hewan dan meningkatkan manfaat kesehatan dan kesejahteraan (Harel dan Clayton, 2004).

Menggunakan jumlah yang bahkan sangat kecil biomassa mikroalga positif dapat mempengaruhi fisiologi hewan dengan respon imun membaik, sehingga meningkatkan pertumbuhan, tahan penyakit, antivirus dan antibakteri, fungsi usus ditingkatkan, stimulasi kolonisasi probiotik,serta dengan konversi pakan membaik, kinerja reproduksi dan kontrol berat badan (Harel dan Clayton, 2004). Mikroalga digunakan sebagai pakan hewan diantaranya sebagai berikut : 1) Pakan unggas Dalam ayam petelur ada perbedaan yang ditemukan dalam tingkat produksi telur dan kualitas telur (ukuran, berat, ketebalan kulit, isi padat telur, indeks albumin, dll) dan pakan efisiensi konversi, antara kontrol dan burung yang menerima 12% (Becker, 1988). mikroalga Chlorella

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

15

2) Pakan babi Selain unggas, babi tampaknya kelompok potensial yang mikrolga dapat digunakan sebagai

pakan suplemen. Chlorella dan Scenedesmus digunakan untuk mengganti tepung kedelai dan

kapas makan biji dalam konsentrasi sampai dengan 10%, tanpa perbedaan dalam Efisiensi konversi pakan (Hintz etal, 1966., Hintz dan Heitmann, 1967). 3) Pakan hewan rumininsia Ruminansia mewakili kelompok hewan yang paling cocok pakan dengan ganggang, karena hewan-hewan ini mampu

mencerna material gabah yang belum diproses (misalnya dinding sel). 4) Pakan aquacultur Ikan dan hewan-hewan perairan memberikan dampak positif dan bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan hewan. Pada tahun 1999, produksi mikroalga untuk akuakultur mencapai 1000 t (62% untuk moluska,

21% untuk udang dan 16% untuk ikan) untuk dunia global produksi perikanan budidaya dari 43 106 t tanaman dan hewan (Muller-Feuga, 2000). Salah satu efek menguntungkan dikaitkan dengan

menambahkan ganggang adalah peningkatan tingkat konsumsi makanan dengan larva ikan laut yang meningkatkan

pertumbuhan dan kelangsungan hidup serta kualitas goreng (Naas,et.al.1992). Spesies perairan, seperti salmonids (salmon dan trout), udang, lobster, seabream,

ikan mas dan ikan mas koi dalam kondisi pemeliharaan intensif membutuhkan suplementasi

karotenoid pigmen dalam diet mereka, untuk mencapai warna otot efek karakteristik pigmenting, mereka. yaitu Di samping dan pada

karotenoid, mengerahkan

astaxanthin manfaat

canthaxanthin,
Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

16

kesehatan

hewan larva

dan dan

kesejahteraan, memberikan

meningkatkan efek stimulasi

perkembangan

pertumbuhan dan kinerja pada ikan ternak dan udang (Baker dan Gunther, 2004). 2.5.2 Microalga sebagai nutrisi bagi manusia Pada awal tahun 1950-an mikroalga dianggap suplemen yang baik dan / atau fortifikasi dalam diet untuk anak-anak kurang gizi dan orang dewasa, sebagai protein sel tunggal namun kini mikroalga untuk gizi manusia dipasarkan dalam berbagai bentuk tablet, kapsul dan cairan (Spolaore et al., 2006). Beberapa penelitian gizi dilakukan dengan manusia dan menyarankan bahwa ganggang konsumsi sehari-hari harus dibatasi untuk sekitar 20 g, tanpa efek samping yang berbahaya terjadi, bahkan setelah berkepanjangan asupan(Becker,1988).

2.5.3

Perkembangan baru mikroalga dalam makanan lainnya Berbagai kombinasi mikroalga atau campuran dengan

makanan kesehatan lainnya dapat ditemukan di pasar dalam bentuk tablet, bubuk, kapsul, pastilles dan cairan, seperti suplemen gizi. Mereka juga dapat dimasukkan ke dalam produk makanan (misalnya pasta, biskuit, roti, makanan ringan, permen, yoghurt, minuman ringan). Di beberapa negara (Jerman, Perancis,Jepang, Amerika Serikat, Cina, Thailand), produksi pangan dan perusahaan distribusi sudah mulai serius kegiatan untuk memasarkan makanan fungsional dengan mikroalga dan cyanobacteria (Pulzand Gross, 2004). Penggunaan mikroalga dalam makanan dapat berupa digunakan sebagai : a. Emulsifier Pengembangan emulsi minyak dalam ai rmenggunakan sumber-sumber alam, terutama dari mikroalga, adalah bidang yang menarik untuk diselidiki. Pencapaian menarik dan colourationsstabil merupakan inovasi penting untuk jenis
Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

17

produk. Karena sifat antioksidan yang paling alami yang terdapat dalam mikroalga memungkinkan untuk meningkatkan ketahanan terhadap oksidasi minyak, yang sangat

menguntungkan dalam produk lemak tinggi seperti emulsi. b. Makanan gel Baru-baru ini, kelompok kami sedang mempelajari biomassa mikroalga penggabungan dalam produk makanan gel, berdasarkan protein dan polisakarida sistem biopolimer campuran.

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

18

BAB III METODELOGI PENELITIAN Dalam melaksanakan kerja praktek, mahasiswa diharapkan mampu melakukan study kasus yaitu mengangkat suatu kasus yang dijumpai ditempat kerja praktek menjadi suatu kajian sesuai dengan bidang keahlian yang ada ataupun melakukan pengamatan terhadap suatu proses atau alat untuk kemudian dikaji sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki. Untuk mendukung kerja praktek dan kajian yang akan dilakukan, maka dapat dilakukan beberapa metode pelaksanaan, yaitu antara lain : 3.1. Study Literature Dengan cara menelaah literatur-literatur yang berhubungan dan bersesuaian, baik literatur dari Instansi bersangkutan maupun dari instansi lain. 3.2. Metode Interview Dengan cara memberikan pertanyaan kepada pembimbing atau petugas yang berwenang untuk mendapatkan data yang ada ditempat kerja praktek. 3.3. Metode Observasi Dengan cara melakukan pengamatan secara sistematis mengenai hal-hal yang ada di laboratorium atau tempat kerja praktek

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

19

BAB IV KESIMPULAN Berdasarkan literatur tentang metode ekstraksi mikroalga menunjukkan bahwa ekstraksi menggunakan gelombang ultrasonic lebih optimal dan pelarut yang sesuai dengan metode ini adalah n-heksan.

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

20

DAFTAR PUSTAKA Adhik Wati dan Sylvia Anggraeni Motto. Ekstraksi Minyak dari Mikroalga Jenis Chlorella sp, Berbantukan Ultrasonik. Jurnal Universitas Diponegoro. Semarang. Alabi, Abayomi O, Martin T and Eric B. 2009. Microalgae Technologies & Processes for Biofuels/Bioenergy Production in British Columbia : Current Technology, Suitability & Barriers to Implementation. Seed Science. Canada Anis Winaya, Maftuchah dan Agus Zainudin. 2010. Tanaman Air Azolla sp. sebagai Imbuhan Pakan dan Pengaruhnya Terhadap Tampilan Produksi Ayam Broiler Strain Hubbard. Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 5, No. 1. Januari-Juni 2010. Anonim. Bioekologi Makro Alga Laut, Budidaya dan Pemanfaatannya. Ariyanti, Dessy, dkk. 2011.Mikroalga Sebagai Sumber Biomasa Tebarukan : Teknik Kultivikasi dan Pemanenan. Semarang. Universitas Diponogoro. Gianpaolo Andrich, et al. 2005. Supercritical Fluid Extraction of Bioactive Lipids from the Microalga Nannochloropsis sp. Eur. J. Lipid Sci Technol. 107 (2005) 381-386. Gouvela, L et al. 2008. Microalgae in Novel Food Product. Food Chemistry Research Development. Nova Science Publisher, Inc. Portugal. Kanda, Hideki dan Peng Li. 2011. Article Simple Extraction Method of Green Crude from Natural blue-green Microalgae by Dimethyl Ether. Linkoping, Sweden. Lily M. G. Pangabean. 1998. Mikroalgae : Alternate Pangan dan Bahan Industri Dimasa Mendatang. Jurnal Oseana Vol. XXIII, No 1, 1998 : 19-26. Mercer, Paula dan Roberto EA. 2011. Review Article : Development in Oil Extraction from Microalga. Ocean Nutrition Canada, Dartmouth, Nova Scotia. Canada. Muawannah, dkk. 1997. Buletin Teknologi Hasil Perikanan Vol III No 1 : Ekstraksi Antioksidan dari Alga laut Sagasum sp, dan Efektivitasnya dalam Menghambat Kerusakan Awal Emulsi Minyak Ikan. Bogor. Mulyanto, Adi. 2010. Mikroalga (Chlorella, sp.) sebagai Agensia Penambat Gas Karbon Dioksida. Jurnal Hidrosfir Indonesia Vol. 5 No. 2 Hal. 13-23. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Tangsel. P. SPOLAORE, C. JOANNIS-CASSAN, E. DURAN, A. ISAMBERT. 2006. Commercial Applications of Microalgae. Journal of Bioscience and Bioenginering, 101: pp.87-96.

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

21

Razif Harun, Manjinder Singh, Gareth M. Forde, Micheal KD. 2009. Bioprocess Enginering of Microalgae to Product a Variety of Consumer Products. Renewable and Sustainable Energy Reviews 14 (2010) 1037-1047. Elsavier. Sri Yadial Chalid, Sri Amini, dan Suci Dwi Lestari. 2011. Ejournal Kultivasi Cholera, sp Pada Media Tumbuh yang Diperkaya dengan Pupuk Anorganik dan Soil Extract. Teixeira. 2011. Process for the Extraction of Lipids from Microalgae using Ion Liquids. Patent Application Publication USA.

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

22

You might also like