You are on page 1of 10

TEORI BERUBAH MENURUT KURT LEWIN

Dosen Pembimbing : Tri Kurniati, Skp., MKes Mahasiswa : 1. Azizah Az Zahra, dr (2011970003) 2. Endi Hartono, SKM (2011970004) 3. Erwin Muhtaruddin, SKM (2011970005) 4. Nisaul Karimah, Spd (2011970010) 5. Yulia Fitriani, dr (2011970017)

PROGRAM MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN MANAJEMEN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2013

PERUBAHAN KONSEP DALAM KEPERAWATAN

Pengertian Perubahan Perubahan merupakan suatu proses dimana terjadinya peralihan atau perpindahan dari status tetap (statis) menjadi yang bersifat dinamis, artinya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada. Perubahan dapat mencakup keseimbangan personal, sosial maupun organisasi untuk dapat menjadikan perbaikan atau penyempurnaan serta dapat menerapkan ide atau konsep terbaru dalam mencapai tujuan tertentu. Dalam proses perubahan akan menghasilkan penerapan dari konsep atau ide terbaru. Menurut Lascaster tahun 1982, proses perubahan memiliki tiga sifat. Diantaranya perubahan bersifat berkembang, spontan dan direncanakan. 1. Perubahan Bersifat Berkembang

Sifat perubahan ini mengikuti dari proses perkembangan yang ada baik pada individu, kelompok atau masyarakat secara umum. Proses perkembangan secara ni dimulai dari keadaan atau yang paling dasar menuju keadaan yang optimal atau matang, sebagaimana dalam perkembangan manusia sebagai mahluk individu yang memiliki sifat fisik yang selalu berubah dalam tingkat pekembangannya. 2. Perubahan Bersifat Spontan

Sifat perubahan ini terjadi karena keadaan yang dapat memberikan respons tersendiri terhadap kejadian-kejadian yang bersifat alamiah yang diluar kehendak manusia, yang tidak dapat diramalkan atau diprediksi sehingga sulit untuk diantisipasi seperti perubahan keadaan alam, tanah longsor, banjir dan lain-lain. Semuanya akan menimbulkan terjadi perubahan baik dalam diri, kelompo atau masyarakat, bahkan pada sistem yang mengaturnya. 3. Perubahan Bersifat Direncanakan

Perubahan yang bersifat direncanakan ini dilakukan bagi individu, kelompok atau masyarakat yang ingin mengadakan perubahan kearah yang lebih maju atau mencapai tingkat perkembangan

yang lebih baik dari keadaan sebelumnya, sebagaimana perkembangan profesi keperawatan tidak terlepas dari konsep berubah yang dimiliki oleh para praktisi, akademis atau seseorang yang masih ingin mengembangkan keperawatan, yang memiliki keyakinan dan teori perubahan yang dimiliknya. Sebagai gambaran dalam merubah profesi keperawatan kearah yang lebih profesional, ada beberapa teori perubahan yang dapat diketahui. Teori Teori Perubahan : Teori KURT LEWIN (1951) Teori ROGERS E (1962) Teori LIPPIT (1973) Teori Spradley

Kekuatan eksternal yaitu kekuatan yang muncul dari luar institusi, seperti karakteristik demografi, perkembangan teknologi, perubahan pasar, tekanan sosial dan politik. Kekuatan internal yaitu kekuatan yang muncul dari dalam institusi, seperti masalah sumber daya manusia, kepuasan kerja, produktifitas, motivasi kerja, keputusan dan kebijakan manajemen.

Teori Berubah menurut Kurt Lewin

Menurut pandangan Kurt Lewin, 1951 seseorang yang akan megadakan suatu perubahan harus memiliki konsep tentang perubahan yang tercantum dalam tahap proses perubahan agar proses perubahan tersebut menjadi terarah dan mencapai tujuan yang ada.

Tahapan tersebut antara lain : 1. Tahap Pencairan (Unfreezing) Pada tahap ini yang dapat dilakukan bagi seseorang yang mau mengadakan proses perubahan adalah harus memiliki motivasi yang kuat untuk berubah dari keadaan semula dengan merubah terhadap keseimbangan yang ada. Disamping itu juga perlu menyiapkan diri dan siap untuk berubah atau melakukan melakukan adanya perubahan [Pendorong > Penghambat]. 2. Tahap Bergerak (Moving) Pada tahap ini sudah dimulai adanya suatu pergerakan kearah sesuatu yang baru atau perkembangan terbaru. Proses perubahan tahap ini dapat terjadi apabila seseorang telah memiliki informasi yang cukup serta sikap dan kemampuan untuk berubah, juga memiliki kemampuan dalam memahami masalah serta mengetahui langkah-langkah dalam menyesuaikan masalah. 3. Tahap Pembekuan (Refreezing) Tahap ini merupakan tahap pembekuan dimana seseorang yang mengadakan perubahan telah mencapai tingkat atau tahapan yang baru dengan keseimbangan yang baru. Berdasarkan langkah-langkah menurut Kurt Lewin dalam proses perubahan ditemukan banyak hambatan [Pendorong seimbang dengan penghambat]. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Pendorong dan Penghambat : a. Kekuatan pendorong dapat ditingkatkan Menggunakan model atau demonstrasi Mengunakan contoh perubahan yang telah berhasil Memberikan dukungan selama proses berubah berlangsung

b. Kekuatan penghambat dapat dikurangi dengan Mengunakan forum diskusi terbuka Menyediakan informasi yeng diperlukan Menggunakan pendekatan pemecahan masalah

Karena itu diperlukan kemampuan yang benar-benar ada dalam konsep perubahan sesuai dengan tahapan berubah. Model awal perubahan yang dikembangkan oleh Lewin digambarkan sebagai perubahan proses tiga tahap. Tahap pertama ia sebut unfreezing atau cair. Bermanfaat untuk mengatasi inersia dan membongkar mind set yang ada. Ini harus menjadi bagian dari gaya hidup. Mekanisme pertahanan harus dilewati. Tahap kedua perubahan diidentifikasi sebagai periode kebingungan dan transisi. Organisasi menyadari bahwa cara lama ditantang tapi tidak memiliki gambaran yang jelas mengenai apa yang dapat menggantinya. Tahap ketiga dan terakhir yang ia sebut refreezing atau beku. Pola pikir baru mengkristal dan tingkat kenyamanan seseorang akan kembali ke tingkat sebelumnya. Hal ini sering salah dikutip sebagai refreezing (lihat Lewin K (1947).

Pentingnya Pemakaian APD (Alat Pelindung Diri) Pada Tenaga Kesehatan

1) Pencairan (Unfreezing) Melakukan sosialisasi tentang pentingnya penggunaan APD Membuat Standar Operasional Prosedur Membuat pamflet tentang pentingnya APD Komitmen dari para jajaran struktural

2) Bergerak (Moving) Supervisi ke seluruh kepala perawatan/ruangan (Poliklinik, UGD, RANAP, ICU, ruang OK, ruang VK, dsb) CCTV

3) Pembekuan (Refreezing) Evaluasi dan penilaian Memberlakukan Rewards (insentif dan penghargaan berupa pegawai teladan) dan Punishment (teguran lisan)

Alat Pelindung Diri (APD) di Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan masyarakat yang bergerak di bidang pelayanan jasa kesehatan dengan penggunaan peralatan teknologi tinggi, bahan-bahan, dan obat-obatan berbahaya bagi kesehatan untuk tindakan diagnostik. Oleh karena itu, terpaparnya tenaga kesehatan di rumah sakit terhadap bahan-bahan berbahaya dan bibit penyakit mempunyai resiko tinggi terhadap status kesehatan tenaga kesehatan. Sesuai dengan UU Depnaker No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, maka setiap rumah sakit harus menyediakan peralatan pelindung diri yang digunakan secara benar disertai prosedur tertulis cara penggunaannya serta dipelihara dalam kondisi layak pakai. Peralatan pelindung diri di rumah sakit yaitu meliputi : masker, topi, kacamata Goggle, sarung tangan (handscoon sterile, sensi glove disposable, dsb), apron, sepatu boot, dsb. Alat Pelindung Diri (APD) 1. Pengertian Alat Pelindung Diri (APD) Alat Pelindung Diri (APD) merupakan peralatan pelindung yang digunakan oleh seorang pekerja untuk melindungi dirinya dari kontaminasi lingkungan. APD dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan Personal Protective Equipment (PPE). Dengan melihat kata "personal" pada kata PPE terebut, maka setiap peralatan yang dikenakan harus mampu memperoteksi si pemakainya. APD dapat berkisar dari yang sederhana hingga relatif lengkap. APD merupakan solusi pencegahan yang paling mendasar dari segala macam kontaminasi dan bahaya akibat bahan kimia. Jadi, tunggu apa lagi. Gunakanlah APD sebelum bekerja dengan bahan kimia. 2. Jenis Alat Pelindung Diri (APD) a. Perlindungan Mata dan Wajah Proteksi mata dan wajah merupakan persyaratan yang mutlak yang harus dikenakan oleh pemakai dikala bekerja dengan bahan kimia. Hal ini dimaksud untuk melindungi mata dan wajah dari kecelakaan sebagai akibat dari tumpahan bahan kimia, uap kimia, dan radiasi. Secara umum perlindungan mata terdiri dari kacamata pelindung, Goggle, pelindung wajah, pelindung mata spesial (goggle yang menyatu dengan masker khusus untuk melindungi mata dan wajah dari radiasi dan bahaya laser). b. Perlindungan Badan

Baju yang dikenakan selama bekerja di laboratorium, merupakan suatu perlengkapan yang wajib dikenakan sebelum memasuki laboratorium. Jas laboratorium dikenal oleh masyarakat pengguna bahan kimia ini terbuat dari katun dan bahan sintetik. Hal yang perlu diperhatikan ketika menggunakan jas laboratorium yaitu kancing jas laboratorium tidak boleh dikenakan dalam kondisi tidak terpasang dan ukuran dari jas laboratorium pas dengan ukuran badan pemakainya. Jas laboratorium merupakan pelindung badan dari tumpahan bahan kimia dan api sebelum mengenai kulit pemakainya. Jika jas laboratorium terkontaminasi oleh tumpahan bahan kimia, lepaslah jas secepatnya. Selain jas laboratorium, perlindungan badan lainnya adalah Apron dan Jumpsuits. Apron digunakan untuk memproteksi diri dari cairan yang bersifat korosif dan mengiritasi, yang berbentuk seperti celemek terbuat dari karet atau plastik. Untuk apron yang terbuat dari plastik, bahwa tidak dikenakan pada area larutan yang mudah terbakar dan bahan-bahan kimia yang dapat terbakar yang dipicu oleh elektrik statis, karena apron jenis ini dapat mengakumulasi loncatan listrik statis. Jumpsuits atau dikenal dengan sebutan baju parasut ini direkomendasikan untuk dipakai pada kondisi beresiko tinggi. Bahan dari peralatan perlindungan badan ini haruslah mampu memberi perlindungan kepada pekerja laboratorium dari percikan bahan kimia, panas, dingin, uap lembab, dan radiasi. c. Perlindungan Tangan Kontak pada kulit tangan merupakan permasalahan yang sangat penting apabila terpapar bahan kimia yang korosif dan beracun. Sarung tangan menjadi solusi tidak hanya melindungi tangan terhadap karakteristik bahaya bahan kimia tersebut, sarung tangan juga dapat memberi perlindungan dari peralatan gelas yang pecan atau rusak, permukaan benda yang kasar atau tajam, dan material yang panas atau dingin. Sarung tangan harus secara periodik diganti berdasarkan frekuensi pemakaian dan permeabilitas bahan kimia yang ditangani. Jenis sarung tangan yang sering dipakai di laboratorium, diantaranya, terbuat dari bahan karet, kulit dan pengisolasi (asbestos) untuk temperatur tinggi. Jenis karet yang digunakan pada sarung tangan, diantaranya adalah karet butil atau alam, neoprene, nitril, dan PVC (Polivinil klorida). Semua jenis sarung tangan tersebut dipilih berdasarkan bahan kimia yang akan ditangani.

APD tangan dikenal dengan Safety Glove dengan berbagai jenis penggunaanya. Berikut ini adalah jenis-jenis sarung tangan dengan penggunaan yang tidak terbatas hanya untuk melindungi dari bahan kimia. Jenis-jenis safety glove antara lain : Sarung tangan metal mesh, sarung metal mesh tahan terhadap ujung yang lancip dan menjaga terpotong Sarung tangan kulit, sarung tangan yang terbuat dari kulit ini akan melindungi tangan dari permukaan kasar Sarung tangan vinyl dan neoprene melindungi tangan terhadap bahan kimia beracun Sarung tangan padded cloth melindungi tangan dari ujung yang tajam, pecahan gelas, kotoran dan vibrasi Sarung tangan heat resistant mencegah terkena panas dan api Sarung tangan karet melindungi saat bekerja disekitar arus listrik karena karet merupakan isolator (bukan penghantar listrik) Sarung tangan latex disposable melindungi tangan dari Germ dan bakteri, sarung tangan ini hanya untuk sekali pakai Sarung tangan lead lined digunakan untuk melindungi tangan dari sumber radiasi

d. Perlindungan Pernafasan Kontaminasi bahan kimia yang paling sering masuk ke dalam tubuh manusia adalah lewat pernafasan. Banyak sekali partikel-partikel udara, debu, uap dan gas yang dapat membahayakan pernafasan. Laboratorium merupakan salah satu tempat kerja dengan bahan kimia yang memberikan efek kontaminasi tersebut. Oleh karena itu, para pekerjanya harus memakai perlindungan pernafasan, atau yang lebih dikenal dengan sebutan masker, yang sesuai. Pemilihan masker yang sesuai didasarkan pada jenis kontaminasi, kosentrasi, dan batas paparan. Beberapa jenis perlindungan pernafasan dilengkapi dengan filter pernafasan yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk. Filter masker tersebut memiliki masa pakai. Apabila tidak dapat menyaring udara yang terkontaminasi lagi, maka filter tersebut harus diganti. Masalah Umum APD (Alat Pelindung Diri) a. Tidak semua APD melalui pengujian labotoris sehingga tidak diketahui derajat perlindungannya. b. Tidak nyaman dan kadang-kadang membuat si pemakai sulit bekerja

c. APD dapat menciptakan bahaya baru d. Perlindungan yang diberikan APD sulit untuk dimonitor e. Kewajiban pemeliharaan APD dialihkan dari pihak manajemen ke pekerja f. Efektivitas APD sering tergantung Good Fit pada pekerja g. Kepercayaan pada APD akan menghambat pengembangan kontrol teknologi yang baru Masalah Pemakaian APD (Alat Pelindung Diri) a. Pekerja tidak mau memakai dengan alasan : tidak sadar/tidak mengerti, panas, sesak, tidak enak dipakai, tidak enak dipandang, berat, mengganggu pekerjaan, tidak sesuai dengan bahaya yang ada, tidak ada sangsi, atasan juga tidak memakai. b. Tidak disediakan oleh perusahaan dengan alasan : ketidakmengertian, pura-pura tidak mengerti, alasan bahaya, dianggap sia-sia, pengadaan oleh perusahaan, tidak sesuai dengan bahaya yang ada, asal beli (terutama memilih yang murah). c. Beberapa contoh masalah APD, antara lain : respirator, penutup muka yang buruk, sumbatan kerusakan/cacat pada filter, pemeliharaan yang tidak baik, tali pengikat longgar/lepas, tidak nyaman, psikologis dan kecemasan, meningkatkan beban kerja pada jantung dan hati, menghirup kembali udara yang dihembuskan, kesulitan komunikasi. d. Alat Pelindung Telinga : resiko infeksi, kesulitan komunikasi, merasa terisolasi, sakit kepala karena jepitan terlalu kuat, tidak nyaman, menguranggi kemampuan menduga jarak, iritasi kulit. e. Sarung Tangan : mungkin dapat menangkap bahan kimia, mengurangi kepekaan tangan dan jari, kebocoran dari lubang yang tidak diketahui, mungkin menyebabkan dermatitis (keringat yang berlebihan), bahan kimia tertentu. f. Alat Pelindung Mata : dapat membatasi pandangan, timbul kabut, noda dan goresan kecil, tidak dapat melihat serusakan secara visual, beberapa kaca mata pengaman memungkinkan benda masuk dari samping. Prosedur tertulis lengkap adalah prosedur yang memuat keharusan semua pegawai di daerah kerja tertentu memakai pelindung diri, dilengkapi dengan cara-cara menggunakan

pelindung diri secara benar dan pemeriksaan serta pemeliharaan peralatannya secara berkala. Pimpinan RS harus menetapkan secara tertulis jenis dan jumlah alat pelindung diri yang harus ada dirumah sakit, dimana dan pada saat apa dipergunakan serta siapa yang mempergunakan alat pelindung diri tersebut.

You might also like