You are on page 1of 10

Analisa Dampak Pemindahan BPHTB bagi Keuangan Daerah

Oleh: DUTA EKA PRAYUDHA 2A AKUNTANSI/13 103060016651

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN


SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA Juli 2012

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan hidayahNya lah penulis dapat menyelesaikan paper yang berjudul Analisa Dampak Pemindahan BPHTB bagi Keuangan Daerah ini. Tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak John Ardi Alimin selaku dosen Hukum Keuangan Negara, teman-teman kelas 2A Akuntansi, serta orang tua dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis dalam penyusunan makalah ini. Akhir kata seperti kata pepatah Tak ada gading yang tak retak oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penyusunan makalah ini sehingga kedepannya penulis mampu menyusun makalah yang lebih baik lagi

Tangerang, Juli 2012

Penulis

ii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 Definisi BPHTB .................................................................................. 1

Objek dan Subjek BPHTB

..................................................................... 1

Tarif dan Cara Menghitung BPHTB ........................................................2

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Artikel Terkait BPHTB 2.2 Analisa Artikel BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan .................................................................................. 6 ........................................................................... 3 5

..................................................................................

3.2 Saran ............................................................................. ............................ 6 DAFTAR RUJUKAN ..................................................................................... 7

iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi BPHTB Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan. Alasan penggunaan istilah Bea dalam menamakan jenis pajak ini lebih tepat, karena: Dalam Bea tidak membutuhkan nomor identitas sebagaimana NOP dalam PBB ataupun NPWP dalam PPh sehingga untuk pengawasannya dilakukan secara langsung oleh pejabat berwenang; Wajib Pajak juga diharuskan membayar pajak sebelum saat terhutang. Wajib Pajak dapat membayar pajak berkali-kali tidak terikat dengan masa ataupun tahunan.

1.2 Objek dan Subjek BPHTB Objek dari BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan yang dimaksud meliputi: 1. Pemindahan hak, yang terdiri dari: jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, atau hadiah. 2. Pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak atau di luar pelepasan hak. Hak yang dimaksud dalam undang-undang yakni hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak pengelolaan. Subyek dari BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan, artinya setiap entitas baik orang maupun badan yang melakukan kegiatan/usaha dalam memperoleh hak tanah dan atau bangunan wajib dikenakan pajak.

1.3 Tarif dan Cara Menghitung BPHTB Tarif BPHTB ditetapkan sebesar 5% (lima persen). Cara menghitung pajak ini adalah dengan mengalikan tarif dengan Dasar Pengenaan Pajak, yaitu 5% x Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP). NPOPKP adalah NPOP dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). NPOPTKP ditetapkan secara regional oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Artikel Terkait BPHTB Artikel 1: Penerimaan Kecil, Pemda Malas Pungut BPHTB Ninik Setrawati detikfinance | Selasa, 18/01/2011 14:15 WIB Jakarta - Pemerintah daerah (Pemda) dinilai malas untuk memungut Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sebab sampai sekarang masih banyak Pemda yang enggan untuk mengeluarkan aturan (Perda) soal pungutan BPHTB tersebut. Demikian disampaikan oleh Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) P. Agung Pambudhi dalam diskusi di Gedung Permata Kuningan, Jakarta, Selasa (18/1/2011). "Latar belakang Perda tak keluar karena sebagian besar daerah menilai penerimaan BPTHB itu kecil dibanding biaya pemungutannya. Jadi Pemda malas bikin Perda," jelas Agung. Seperti diketahui, mulai 2011 pemerintah pusat menyerahkan kewenangan pelaksanaan pungutan BPHTB ke pemerintah daerah. Namun masih banyak daerah yang belum siap untuk melakukan pungutan akibat belum keluarnya Perda sebagai landasan hukumnya. "Dari 491 kabupaten dan kota, baru 119 daerah yang punya Perda BPHTB ini, sisanya masih diproses," jelas Agung. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah pusat soal pengalihan wewenang pemungutan BPHTB ini juga jadi alasan masih sedikitnya daerah yang siap. Biaya untuk memungut BPHTB ini memang lumayan tinggi, karena Pemda juga harus menyiapkan SDM yang handal. Agung mengatakan, 119 Pemda yang sudah siap memungut BPHTB nilai penerimaan total BPHTB-nya mencapai Rp 4 triliun. Jakarta sendiri menyumbang Rp 1,8 triliun.(dnl/ang) http://finance.detik.com/read/2011/01/18/141538/1549211/4/penerimaan-kecil-pemda-malaspungut-bphtb?f9911023

Artikel 2: Menkeu Akui Pemda Belum Mampu Kelola Pajak Martin Bagya Kertiyasa - Okezone Kamis, 23 Juni 2011 16:56 wib JAKARTA - Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo mengakui bila sekarang banyak pajak yang harus ditagih daerah. Namun demikian, Agus memandang kapasitas Pemerintah Daerah belum mampu mengelola pajak secara maksimal. Agus menuturkan, banyak pajak dialihkan ke daerah seperti Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan, namun dengan belum banyaknya Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mengelola pajak, maka dia menilai perlunya campur tangan pemerintah pusat dalam SDM tersebut. "Kita ada pembicaraan kemungkinan (pindah pada) Pemerintah daerah, agar pegawai di Kementerian Keuangan bisa pindah ke (pemerintah) daerah," ujar Agus Marto kala ditemui di kantornya, Jaln Wahidin Raya, Jakarta, Kamis (23/6/2011). Seperti diketahui, dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah mengamanatkan pemungutan BPHTB oleh pemerintah daerah per 1 Januari 2011. Produk hukum tersebut tidak berlaku surut, yang artinya pemerintah daerah tidak bisa memungut pajak untuk periode sebelum perdanya keluar. "Kalau ada Perda (BPHTB) yang baru muncul tahun depan, maka BPHTB 2011 tidak bisa dipungut lagi," ujar Dirjen Perimbangan Keuangan Marwanto. Marwanto juga menjelaskan Dalam Undang-Undang Nomor 28/2009 disepakati bahwa daerah bisa memungut BPHTB per 1 Januari 2011, tapi harus memiliki perda. (ade) http://economy.okezone.com/read/2011/06/23/20/471929/redirect

2.2 Analisa Artikel Jika kita tengok dari dua artikel diatas, dapat kita lihat bahwa masih ada beberapa daerah yang belum siap untuk mengelola BPHTB. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya daerah yang belum memiliki perda sebagai dasar hukum dalam penyelenggaraan pemungutan BPHTB. Kemudian juga dengan adanya beberapa daerah yang seolah-olah enggan memungut BPHTB karena potensi pertambahan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dari BPHTB sangat kecil. Padahal apabila ditengok dari potensi pemasukan untuk PAD dari BPHTB bisa dibilang cukup besar. Sebelum pemerintah pusat mengalihkan pajak ini ke daerah, pemerintah pusat mendistribusikan penerimaan BPHTB melalui mekanisme Dana Bagi Hasil. Hal ini sesuai dengan UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan tentang antara pemerintah pusat dan daerah, yang menyatakan bahwa pola distribusi pendapatan BPHTB adalah 1. 80% bagian daerah dibagikan kepada daerah provinsi dan kabupaten/kota dengan porsi: 16% untuk daerah provinsi yang bersangkutan, dan 64% untuk daerah kabupaten/kota penghasil.

2. 20% merupakan bagian pemerintah pusat dan dibagikan kepada seluruh kabupaten/kota dengan porsi yang sama. Setelah diberlakukan UU No. 28 Tahun 2009, hak pemerintah daerah dalam memanfaatkan BPHTB menjadi 100%. Menurut saya, pemerintah dalam hal ini pemerintah pusat sebaiknya segera melakukan berbagi tindakan yang dapat mendorong pemda agar mampu mengelola BPHTB daerahnya sendiri-sendiri. Seperti dengan memberikan pelatihan dan penyuluhan terhadap pegawai pemda, dan memberikan transfer dana alokasi umum untuk daerah-daerah yang benar-benar memiliki potensi pendapatan BPHTB yang kecil

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan pengalihan BPHTB ke daerah pemerintah pusat wajib mengadakan evaluasi kebijakan tersebut. Evaluasi dapat dilakukan dengan membandingkan penerimaan BPHTB dari tahun ke tahun. Dengan evaluasi, tingkat efektivitas kebijakan pemerintah dapat diketahui melalui besarnya potensi BPHTP yang dimiliki oleh setiap daerah. Tingkat efektifitas dikaitkan dengan tujuan pengalihan, yakni meningkatkan penerimaan daerah, sehingga apabila terjadi penurunan penerimaan BPHTB oleh daerah, dapat diindikasikan kebijakan kurang efektif. Oleh karena itu, penyelesaian setiap permasalahan yang timbul perlu dilakukan agar pengalihan pemungutan BPHTB ini dapat berjalan dengan sukses dan efektif. 3.2 Saran Pemerintah harus dapat menyelesaikan masalah yang timbul akibat adanya perbedaan potensi BPHTB antar daerah. Dengan memberikan transfer dana daerah lebih sebagai stimulus kepada daerah-daerah dengan potensi daerah kecil dan penyuluhan serta pelatihan mengenai tata cara pemungutan BPHTB yang efektif dan efisien sehingga pemerataan pembangunan nasional dapat tercapai.

DAFTAR RUJUKAN Undang-Undang tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, UU No.20 Tahun 2000 Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, UU No.28 Tahun 2009 Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, UU No.33 Tahun 2004 http://finance.detik.com/read/2011/01/18/141538/1549211/4/penerimaan-kecilpemda-malas-pungut-bphtb?f9911023 | diakses 22 Juli 2012 pukul 16.12 http://economy.okezone.com/read/2011/06/23/20/471929/redirect | diakses 22 Juli 2012 pukul 16.15

You might also like