You are on page 1of 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DIARE

A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Pengertian Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan normal yakni 100-200 ml sekali defekasi (Hendarwanto, 1999). Menurut WHO (1992) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 2002). 2. Anatomi dan Fisiologi 1) Anatomi sistem pencernaan a. Mulut Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian : 1) Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu diruang antara gusi, bibir dan pipi. 2) Rongga mulut/bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandi bilaris disebelah belakang bersambung dengan faring. b. Faring Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan, merupakan persimpangan jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan didepan ruas tulang belakang. c. Esofagus (kerongkongan) Panjangnya 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah lambung. Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang punggung setelah melalui thorak menembus diafragma masuk kedalam abdomen ke lambung.

d. Gaster (lambung) Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat mengembang paling banyak terutama didaerah epigaster. Bagian-bagian lambung, yaitu : 1) Fundus ventrikularis, bagian yang menonjol keatas terletak disebelah kiri osteum kardium biasanya berisi gas. 2) Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah notura minor. 3) Antrum pilorus, berbentuk tebing mempunyai otot tebal membentuk spinkter pilorus. 4) Kurtura minor, terletak disebelah kanan lambung, terdiri dari osteum kordi samapi pilorus. 5) Kurtura mayor, lebih panjang dari kurtura minor terbentang dari sisi kiri osteum kardium melalui fundus kontrikuli menuju kekanan sampai ke pilorus anterior. e. Usus halus Usus halus merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum panjangnya 6cm, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan obstruksi hasil pencernaan makanan. Usus halus terdiri dari : 1) Duodenum Disebut juga usus 12 jari, panjangnya 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung kekiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang nambulir disebut papila vateri. 2) Yeyunum Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa panjangnya 2-3 meter. 3) Ileum Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia panjangnya sekitar 4-5 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum

memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu. f. Usus besar/interdinum mayor Panjangnya 1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli, tempat feces. Usus besar terdiri atas 8 bagian: 1) Sekum. 2) Kolon asenden. Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas dari ileum sampai kehati, panjangnya 13 cm. 3) Appendiks (usus buntu) Sering disebut umbai cacing dengan panjang 6 cm. 4) Kolon transversum. Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang 28 cm. 5) Kolon desenden. Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah dengan panjangnya 25 cm. 6) Kolon sigmoid. Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S" ujung bawah berhubungan dengan rektum. 7) Rektum. Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus. 8) Anus. Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia luar. Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pencernaan

2) Fisiologi sistem pencernaan Usus halus mempunyai dua fungsi utama, yaitu : pencernaan dan absorpsi bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase pankreas (Price & Wilson, 1994). Isi usus digerakkan oleh peristaltik yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon (Sjamsuhidajat Jong, 2005). Pergerakan segmental usus halus mencampur zatzat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung (Price & Wilson, 1994). Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asa-asam amino) melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorpsi. Absoprpsi berbagai zat berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif yang sebagian kurang dimengerti (Price & Wilson, 1994). Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung (Preice & Wilson, 1994). Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga keseimbangan air dan elektrolit dan mencegah terjadinya dehidrasi. (Schwartz, 2000)

Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan dan meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum, mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksai ini menurun oleh antikolinergik, meningkat oleh makanan dan kolinergik. Gerakan massa merupakan pola yang kurang umum, pendorong antegrad melibatkan segmen panjang 0,5-1,0 cm/detik, tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali sehari, terjadi dengan defekasi. (Schwartz, 2000) Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, dan produksi intralumen. Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri membentuk hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak tercerna. Normalnya 600 ml/hari. (Schwartz, 2000) 3. Etiologi 1. Faktor infeksi a. Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans). b. Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. 2. Faktor Malabsorbsi Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu bisa terjadi malabsorbsi lemak dan protein. 3. Faktor Makanan Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi terhadap jenis makanan tertentu. 4. Faktor Psikologis Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas), jarang terjadi tetapi dapat ditemukan pada anak yang lebih besar.

4. Tanda dan Gejala


Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer. Pada anak cengeng, gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan berkurang. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu. Daerah sekitar anus kemerahan dan lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat. Ada tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelek (elistitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat badan.

Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas hingga menyebabkan kesadaran menurun. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).

5. Patofisiologi Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah: 1. Gangguan osmotic Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. 2. Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul diare kerena peningkatan isi lumen usus. 3. Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.

Secara skematis, patofisiologi diare dapat digambarkan sebagai berikut :


faktor infeksi Faktor malabsorbsi KH,Lemak,Protein Tek. Osmotik meningkat Faktor makanan Faktor Psikologi

Masuk & berkembang dlm usus Hipersekresi air dan elektrolit ( isi rongga usus)

toksin

cemas

Pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus

hiperperistaltik Menurunya kesempatan usus menyerap makanan

Hipertermi

DIARE

Frekuensi BAB meningkat Kehilangan cairan & Elektrolit berlebihan gg. kes. cairan & elektrolit

Distensi abdomen Gg. integritas kulit perianal Asidosis Metabolik Mual, muntah

Resiko hipovolemi syok

sesak Gagguan Oksigenasi

Nafsu makan menurun Perubahan nutrisi

Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan tinja a. Makroskopis dan mikroskopis b. PH dan kadar gula dalam tinja c. Bila perlu diadakan uji bakteri 2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah. 3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal. 4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.

7. Komplikasi

Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik). Renjatan hipovolemik. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektro kardiagram). Hipoglikemia. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa, usus halus. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan.

8. Penatalaksanaan Penatalaksanaan diare akut adalah sebagai berikut : 1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi. Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu: 1) Jenis cairan yang hendak digunakan. Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup banyak di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium tinja. Bila RL tidak tersedia dapat diberiakn NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul Nabik 7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl isotonik. Pada keadaan diare akut awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit untuk mencegah dehidrasi dengan segala akibatnya. 2) Jumlah cairan yang hendak diberikan. Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Derajat dehidrasi ringan, sedang, berat dapat dinilai dengan Skor Mourice King.

Menilai tingkat dehidrasi ringan sedang berat dengan menggunakan

Skor Maurice King, sebagai berikut :

Keterangan:

Nilai 0-2 : dehidrasi ringan Nilai 3-6 : dehidrasi sedang Nilai 7-12: dehidrasi berat 2. Dietetik Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan : a. Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh. b. Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim). c. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh. 3. Obat-obatan yang diberikan pada anak diare adalah: a. Obat anti sekresi (asetosal, klorpromazin) b. Obat spasmolitik (papaverin, ekstrakbelladone) c. Antibiotik (diberikan bila penyebab infeksi telah diidentifikasi)

B. Dampak Penyakit Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

1. Meningkatnya

Kebutuhan Oxygenasi frekuensi buang air besar memungkinkan terjadinya kekurangan cairan dan elektrolit yang berat sehingga menimbulkan intoleransi metabolisme dalam tubuh dan tubuh menjadi asidosis metabolic untuk mempertahankan tubuh tetap seimbang maka nafas menjadi lebih cepat (sesak).

2.

Kebutuhan cairan dan elektrolit Diare mengakibatkan pengeluaran air dan elektrolit berlebih, dengan adanya hipokalemi, hiponatremi dan sebagainya, meka perlu adanya koreksi dengan rehidrasi cairan elektrolit secara instan.

3.

Kebutuhan sirkulasi Pada keadaan hipovolemia menyebabkan penurunan tekanan darah, tachycardia sebagai respon untuk meningkatakan perfusi jaringan. Adanya deklasi kalium dapat menimbulkan disritmia jantung.

4.

Kebutuhan Eliminasi Peningkatan frekuensi BAB menyebabkan dehidrasi, maka ginjal menahan Na+ dan air sehingga urin menjadi pekat dan produksinya menurun.

5.

Kebutuhan nutrisi Diare dapat menyebabkan anorexia dan peningkatan rasa haus. Penurunan berat badan 2% pada diare ringan, 5% pada diare sedang ,dan 8% pada diare berat sebagai akibat menurunya absorbsi usus terhadap nutrient.

C. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Pengkajian merupakan langkah pertama dari prioritas keperawatan dengan pengumpulan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada. (Hidayat, 2004 : 98) Adapun hal-hal yang dikaji meliputi : a. Identitas Klien 1) Data umum meliputi : ruang rawat, kamar, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor medical record.

2) Identitas klien

Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku dan gaya hidup. b. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan Utama Bab cair lebih dari 3x. 2. Riwayat Keperawatan Sekarang Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan BAB cair berkalikali baik desertai atau tanpa dengan muntah, tinja dapat bercampur lendir dan atau darah. Keluhan lain yang mungkin didapatkan adalah napsu makan menurun, suhu badan meningkat, volume diuresis menurun dan gejala penurunan kesadaran. 3. Riwayat Keperawatan Dahulu Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, dll. 4. Riwayat Kesehatan Keluarga Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lainlain. c. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum : klien lemah, lesu, gelisah, kesadaran turun 2) Pengukuran tanda vital meliputi : Tekanan Darah, Nadi, Respirasi dan suhu tubuh. 3) Keadaan sistem tubuh a. Mata : cekung, kering, sangat cekung b. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan tidak bisa minum c. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan) d. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi

menurun pada diare sedang . e. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 detik, suhu meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal. f. Sistem perkemihan : oliguria sampai anuria (200-400 ml/24 jam). 2. Diagnosa Keperawatan 1) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare. 2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare / output berlebih dan intake yang kurang. 3) Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare 4) Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare. 3. Rencana Tindakan Keperawatan 1) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal Kriteria hasil : o Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,5 0 c, RR : < 24 x/mnt ) o Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cekung, UUB tidak cekung. o Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari.

Intervensi : a. Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit

R/

Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit

b. Pantau intake dan output R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme. c. Timbang berat badan setiap hari R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt. d. Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada klien, 2-3 lt/hr R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral e. Kolaborasi : 1. Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN) R/ Koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi). 2. Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat. 3. Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik) R/ Anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar seimbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin. 2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare/output berlebih dan tidak adekuatnya intake. Tujuan : Setelah dilakukan Kriteria : - Nafsu makan meningkat - BB meningkat atau normal sesuai umur tindakan perawatan selama 3x24 jam di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi

Intervensi : 1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin)

R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus. 2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan. 3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan 4) Monitor intake dan out put dalam 24 jam R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan. 5) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : terapi gizi : Diet TKTP rendah serat obat-obatan atau vitamin

R/ Mengandung zat yang diperlukan oleh tubuh 3) Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh Kriteria hasil : - Suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C) - Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio laesa) Intervensi : 1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi) 2) Berikan kompres hangat R/ Merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh 3) Kolaborasi pemberian antipirektik R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak 4) Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekwensi BAB (diare) Tujuan : Setelah dilakukan tindaka keperawtan selama 3 x 24 jam integritas kulit tidak terganggu

Kriteria hasil : - Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga - Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar Intervensi : 1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman 2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya) R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman feces 3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan irirtasi .

DAFTAR PUSTAKA

1. Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. EGC. Jakarta 2. Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6. EGC. Jakarta. 3. Lab/ UPF IKA, 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi . RSUD Dr. Soetomo. Surabaya. 4. Markum.AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 5. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak sakit. EGC. Jakarta 6. Suryanah,2000. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta 7. Doengoes,2000. Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi. EGC. Jakarta

You might also like