You are on page 1of 13

BERTANAM TOMAT DI MUSIM HUJAN

Selama tiga bulan terakhir ini (Januari, Februari dan Maret) tomat seakan-akan menghilang dari pasar. Kalau pun ada, harganya melambung tinggi sampai Rp 5.000,- per kg. di tingkat grosir di pasar induk Kramat Jati, Jakarta. Sementara di tingkat konsumen, di pedagang sayur keliling di DKI, tomat terpaksa dijual butiran. Ukuran sedang (1 kg. isi 8) seharga Rp 1.000,- per butir. Yang kecil (1 kg. isi 14) Rp 500,per butir. Hingga harga tomat di tingkat konsumen di DKI sudah sekitar Rp 7.000,- sd. Rp 8.000,- per kg. Meskipun akhir-akhir ini harga cabai juga melambung tinggi, namun komoditas ini tidak pernah menghilang dari pasar. Saat ini, tomat yang ada di pasar, selain harganya tinggi, kualitasnya juga jelek. Selama ini, tomat yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia merupakan varietas keriting (Lycopersicum validum) yang oleh masyarakat disebut sebagai tomat gondol. Varietas dataran tinggi ini disenangi karena bentuknya lonjong, daging buahnya tebal, bijinya sedikit dan tahan benturan hingga bisa diangkut jarak jauh tanpa mengalami banyak kerusakan. Selain tomat gondol, yang juga banyak dibudidayakan petani adalah tomat apel (Lycopersicum pyriforme). Disebut demikian karena bentuk buahnya yang mirip dengan buah apel. Sama dengan tomat gondol, budidaya tomat apel juga selalu di dataran tinggi di atas 1000 m. dpl. Misalnya di Cipanas (kab. Cianjur), Selabintana (Kab. Sukabumi) dan Lembang (kab. Bandung). Bertanam tomat gondol dan apel di dataran tinggi pada musim penghujan resikonya sangat tinggi. Karenanya, hanya sedikit petani yang berani menanam tomat. Yang mereka budidayakan kebanyakan sayuran dengan resiko rendah seperti bawang daun, seledri dan wortel. Selain tomat gondol dan apel, sebenarnya masih ada tomat cery yang kecil-kecil namun dompolannya berisi banyak buah, yang sering pula disebut sebagai tomat ranti (Lycopersicum pimpinellifolium). Beda dengan tomat gondol dan apel yang hanya cocok dibudidayakan di dataran tinggi, tomat cery toleran untuk dibudidayakan di dataran menengah sampai rendah. Penanaman tomat cery di pinggir pantai, ternyata tetap berhasil baik sama dengan di dataran menengah sampai tinggi. Bahkan tanaman mampu berbuah lebih awal. Sebelum tahun 1970an, tomat ranti hanyalah tumbuhan liar di pinggiran ladang. Tidak ada petani yang membudidayakannya. Sekarang pun, tomat jenis ini hanya dibudidayakan secara

terbatas dengan konsumen yang terbatas pula. Sebenarnya, masih ada satu jenis tomat lagi, yang oleh masyarakat sering disebut sebagai tomat sayur (Lycopersicum commune). Kalau tomat apel berukuran sedang, 1 kg. isi 8 sd. 14 buah, maka tomat sayur berukuran besar, 1 kg. isi 6 sd. 10 buah. Kalau bentuk buah tomat gondol dan apel cenderung memanjang (lonjong), maka tomat sayur berbentuk agak pipih (gepeng). Permukaan kulit tomat sayur tidak rata dan berbenjol-benjol sesuai dengan segmen rongga bijinya. Daging buah tomat sayur tipis sementara bijinya banyak. Kelebihan tomat sayur adalah cocok dibudidayakan di dataran rendah sampai menengah antara 0 sd. 800 m. dpl dengan hasil yang sangat baik. Jenis tomat ini juga relatif tahan terhadap serangan penyakit cendawan fusarium dan bakteri pseudomonas. Hingga patani berani membudidayakannya pada musim penghujan di ladang. Tomat jenis ini paling banyak dibudidayakan di kab. Magelang dan Semarang di Jawa tengah. Namun areal budidayanya sangat terbatas hingga volume produksinya juga kecil. Tomat jenis ini hanya dipasarkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Jawa Tengah dan jarang sekali bisa masuk pasar DKI. Para petani tomat sayur di Jawa Tengah, selalu memproduksi benih sendiri. Mereka memilih buah yang paling besar, dengan bentuk yang sempurna dan dipelihara sampai benar-benar masak. Tomat bakal benih ini setelah dipetik segera dibelah dan diambil bijinya. Biji tersebut diremas-remas menggunakan tangan lalu dioleskan pada daun waru dan diratakan. Daun waru beroleskan benih tersebut selanjutnya dikeringkan dengan cara diangin-anginkan (digantung) di tempat teduh. Setelah biji tomat kering, segera diambil dan dikumpulkan dalam tampah untuk dijemur sampai benar-benar kering. Kalau benih itu akan ditanam tahun depan, maka petani menyimpannya dalam botol berwarna, menutupnya dengan tongkol jagung dan menaruhnya di para-para di atas tungku. Dengan penyimpanan demikian, maka benih produksi sendiri tersebut tahan disimpan selama 1 tahun dengan daya tumbuh masih cukup baik. Para petani tomat sayur di Jawa Tengah, relatif bisa bersaing dalam biaya produksi, karena mereka tidak membeli benih. Benih tomat produksi penangkar lokal, yang terkenal, harganya sekitar Rp 175.000,- per 0,1 kg. (1 ons). Kebutuhan benih untuk satu hektar lahan sekitar 0,75 sd. 0,1 kg. Sementara benih impor harganya mencapai Rp 450.000,- per 0,1 kg. Populasi tanaman biasanya antara 16.000 sd. 25.000 per hektar. Besarnya biaya kebutuhan benih inilah antara lain yang mengakibatkan petani agak malas untuk membudidayakan tomat pada musim penghujan. Tomat apel benih lokal maupun impor, juga sangat peka terhadap fusarium dan pseudomonas kalau dibudidayakan pada musim penghujan. Untuk itu diperlukan sungkup plastik bening atau pestisida (fungisida dan bakterisida) dengan dosis tinggi. Nilai biaya pestisida maupun plastik bening untuk sungkup, sudah sekitar Rp 3.000.000,- per hektar per musim tanam. Karenanya, petani lebih memilih untuk tidak mengambil resiko membudidayakan tomat pada musim penghujan.

Sebaliknya, tomat sayur yang dibudidayakan pada musim hujan di ladang-ladang dataran menengah, sama sekali tidak memerlukan sungkup plastik dan pestisida. Namun tingkat produktivitasnya lebih rendah. Kalau tomat apel di dataran tinggi mampu berproduksi sekitar 3 kg. per tanaman, maka tomat sayur hanya sekitar 2 kg. per tanaman. Kalau populasi tomat apel 25.000 tanaman per hektar maka hasilnya mencapai 75 ton per hektar per musim tanam. Sementara tomat sayur, dengan populasi 16.000 per hektar hasilnya hanya 32 ton per hektar. Namun karena tidak memerlukan biaya benih dan pestisida atau sungkup plastik, sebenarnya keuntungan petani tomat sayur di dataran menengah masih relatih cukup baik. Modal petani tomat sayur, per hektar per musim tanam hanya sekitar Rp 8.000.000,- per hektar per musim tanam. Meskipun tidak memerlukan sungkup dan pestisida, tomat sayur tetap harus diberi ajir (kayu sebagai panjatan). Modal untuk bertanam tomat apel di dataran tinggi, paling sekikit sudah mencapai Rp 15.000.000,- per hektar per musim tanam. Hingga biaya produksi tomat apel di dataran tinggi rata-rata Rp 200,- per kg. Dengan hasil 32 ton per hektar dan biaya Rp 8.000.000,- maka biaya produksi tomat sayur Rp 250,lebih tinggi Rp 50,- dibanding tomat gondol/tomat apel. Tetapi dalam prektek, petani kita sangat sulit untuk mencapai standar produksi tomat sayur 30 ton dan tomat gondol/apel 75 ton per hektar per musim tanam. Rata-rata produksi tomat sayur hanya sekitar 20 ton dan tomat gondol/apel hanya sekitar 40 ton. Penyebabnya adalah faktor degradasi benih, dosis pemupukan yang rendah dan penggunaan pestisida yang minim sekali. Karenanya biaya produksi tomat di kalangan petani kita bisa mencapai sekitar Rp 700,- per kg. Pada musim penghujan, biaya per kg. bisa lebih dari Rp 1.000,karena tingginya mortalitas dan tingkat kerusakan buah. Inilah yang menyebabkan para petani menjadi malas untuk membudidayakan tomat pada musim penghujan. Selain penyakit akibat serangan pseudomonas dan fusarium, yang akan mengganggu tomat pada musim penghujan adalah busuk daun akibat phytophtora, virus keriting dan mozaik, nematoda (cacing akar), hama ulat buah dan siput. Dalam kondisi krisis ekonomi seperti sekarang ini, petani seperti menghadapi buah simalakama. Untuk menanggulangi berbagai hama dan penyakit tomat, mereka memerlukan modal cukup banyak. Meskipun harga yang akan mereka terima juga cukup baik, namun bank dan lembaga keuangan lain masih belum siap untuk mendanai kegiatan pertanian di Indonesia. Padahal kalau empat petani didanai Rp 20.000.000,- per hektar atau Rp 5.000.000,- per petani, maka mereka akan mempu menghasilkan paling sedikit 50 ton tomat selama satu musim tanam. Biaya per kg. hanya Rp 400,- Kalau volume panen normal, petani memang sulit untuk menjual tomat mereka seharga Rp 3.000,- per kg. di kebun. Paling tinggi hanya Rp 1.000,- per kg. Dengan harga Rp 1.000,- di kebun pun, keuntungan petani sudah mencapai 150% dari modal dalam jangka waktu hanya 6 bulan. Hingga sebenarnya kredit dengan suku bunga komersial 18% per tahun pun masih sangat ringan. Dalam kondisi seperti sekarang ini, baik petani, konsumen maupun lembaga

perbankan sangat dirugikan. Petani terpaksa hanya menanam wortel, caisim, seledri dll. yang nyaris tanpa biaya dan resiko. Tetapi margin yang mereka peroleh juga sangat rendah. Apabila pemerintah, lembaga perbankan dan organisasi petani bersedia membangun sebuah sistem, maka pada musim penghujan semua pihak akan diuntungkan. Konsumen diuntungkan karena tomat tetap tersedia di pasar dengan harga wajar. Harga Rp 2.000,- sd. Rp 3.000,- per kg. di tingkat konsumen masih sangat wajar. Petani juga diuntungkan karena keuntungan 150% per 0,5 tahun relatif sangat tinggi. Bank juga mendapat keuntungan karena uang yang dipasarkannya laku untuk kegiatan produktiv. Sistem seperti itu, sampai sekarang belum ada. Direktorat Tanaman Sayuran, Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura Deptan misalnya, sama sekali belum memiliki database petani sayur. Beda dengan di Malaysia dan Thailand yang sama-sama negara berkembang. Mereka sudah punya database petani sayur. Hingga pada musim penghujan produksi tetap jalan, sementara pada musim kemarau areal tanam juga terkendalikan. Karenanya di Thailand dan Malaysia, jarang sekali terjadi gejolak harga tomat yang terlalu tajam. Di negeri kita, pada setiap musim kemarau, harga tomat di tingkat petani bisa jatuh hanya Rp 300,- per kg. Pada saat itu, di terminal bus dan kakilima di DKI, tomat dengan kualitas sangat baik diobral seharga Rp 1.000,- per kg. atau per butir di bawah Rp 100,- Padahal saat ini, tomat dengan kualitas lebih jelek, dengan harga per butir Rp 1.000,- bisa menjadi rebutan di tukang sayur. Entah sampai kapan kondisi seperti ini akan terjadi di negeri kita. (R) * * *

Budidaya Hortikultura di Musim Hujan Kendala dan Kiat Mengatasinya

Hujan datang lagi!!! Begitulah luapan kegembiraan para petani menyambut datangnya hujan di pertengahan bulan oktober lalu. Bagaimana tidak? Kenyataan adanya kekeringan yang berkepanjangan telah membuat kita merana apalagi petani yang selama ini menggantungkan hidupnya dari bercocok tanam. Hujan memang selalu ditunggu banyak petani karena masa bero , gagal panen dan berebut air dapat segera diakhiri . Kedatangannya mampu menghijaukan kembali rumput dan hutan

yang mengering; memunculkan harapan baru untuk dapat berhasil dalam bertani, serta memotong siklus hama yang telah menguras tenaga dan biaya di musim kemarau. Budidaya sayuran selalu dilakukan sepanjang musim baik musim kemarau maupun musim hujan karena konsumen sayuran lebih menyukai produk segar dibandingkan dengan produk olahan. Hujan selain memudahkan petani untuk mendapatkan air dalam budidaya tanaman sayuran juga berarti sejumlah tantangan dan kendala yang akan datang dan mengancam keberhasilan panen atau menurunnya mutu produk sayuran. Perubahan fisik yang muncul akibat hujan bagi lingkungan tumbuh tanaman adalah meningkatnya kelembaban udara dan meningkatnya kandungan air dalam tanah. Kedua hal tersebut berdampak pada percepatan perkembangan patogen baik jamur maupun bakteri, terganggunya keseimbangan nutrisi tanaman di dalam tanah serta munculnya kerusakan fisik lain berupa pecah batang , pecah buah juga robohnya tanaman. Beberapa teknik untuk meningkatkan keberhasilan budidaya sayuran akan disajikan dan dilengkapi dengan tinjauan penyakit - penyakit utama yang biasa menyerang tanaman di musim hujan, uraian singkat mengenai siklus air, proses kehilangan dan pergerakan nutrisi tanaman utama, serta uraian dampak genangan air pada tanaman. Kerusakan Tanaman Akibat Kelebihan Air Organ tanaman sayuran banyak yang bersifat sukulen atau mempunyai kandungan air yang tinggi. Karena air hujan juga mengandung cukup banyak nitrogen maka beberapa jenis sayuran cenderung lebih mudah pecah pada waktu hujan sebagai contoh pecahnya batang tanaman melon, pecah buah semangka dan pecah kubis. Akibat lain dari kebanyakan air bagi tanaman sayuran adalah munculnya gejala layu karena tanaman keracunan nitrogen. Prosesnya dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada waktu air memenuhi seluruh rongga udara di dalam tanah maka kebutuhan oksigen akar tidak terpenuhi. Pada kondisi cukup oksigen nitrogen tersedia bagi tanaman dalam bentuk NH4+ atau NO3- sedangkan pada kondisi anaerob atau tergenang air ion - ion nitrogen tersebut tereduksi menjadi NO2 yang sangat beracun bagi tanaman. Sebagian besar tanaman sayuran sangat peka terhadap kebanyakan air. Kebanyakan air dalam tanah juga menyebabkan rendahnya daya dukung tanah terhadap tetap tegaknya tanaman menjadi rendah. Hal yang sering terjadi adalah robohnya tanaman akibat hujan angina meskipun tanaman sudah ditopang dengan lanjaran. Gangguan lain yang disebabkan oleh limpahan air hujan adalah keseimbangan nutisi dalam tanah. Bentuknya dapat berupa rontoknya bunga dan buah serta turunnya mutu buah khususnya dalam kemanisan buah. Teknik budidaya yang paling popular digunakan untuk mengurangi kelebihan air adalah dengan pembuatan saluran drainase. Terdapat dua macam cara pembuatan saluran drainase yaitu saluran drainase di atas permukaan tanah dan saluran drainase di bawah permukaan tanah. Saluran drainase di atas permukaan tanah dimaksudkan untuk mengurangi genangan,

mencegah kejenuhan air yang berkepanjangan dan mempercepat aliran ke arah pembuangan tanpa terjadinya erosi tanah. Drainase ini mencakup parit-parit pemasukan dan pembuangan dalam petak penanaman termasuk di dalamnya parit yang ada diantara bedeng penanaman. Saluran drainase di bawah permukaan dimaksudkan untuk memindahkan kelebihan air di dalam tanah. Drainase ini dapat menurunkan tingginya kandungan air baik karena curah hujan, air irigasi permukaan , limpasan dari dataran yang lebih tinggi, dan air resapan. Bentuknya bervariasi ada drainase gorong-gorong, drainase batu, drainase kotak dan drainase bamboo. Kerusakan Akibat Meningkatnya Perkembangan Penyakit Datangnya musim hujan bulan Oktober hingga Maret ini selain memberikan persediaan air yang cukup bagi tanaman, ternyata juga dapat memberikan dampak negatif berupa lingkungan udara yang lembab. Kelembaban yang tinggi ini sangat kondusif bagi perkembangan tumbuhnya jamur maupun bakteri. Sayangnya, tidak hanya jamur dan bakteri yang menguntungkan yang hidup secara pesat dalam keadaan ini, melainkan juga yang merugikan. Bahkan disinyalir pertumbuhan jamur yang merugikan termasuk diantaranya penyebab berbagai penyakit tanaman bisa lebih tinggi. Akibatnya tentu saja resiko serangan penyakit di musim hujan menjadi lebih tinggi dibandingkan musim kemarau. Adanya penyakit pada tanaman hortikultura tentu saja merugikan karena selain dapat mengurangi produktivitas maupun kualitas, juga dapat menyebabkan kegagalan panen. Berikut adalah beberapa penyakit tanaman sayuran yang biasa dijumpai di musim hujan yang menyebabkan kegagalan atau menurunkan mutu produk sayuran : Tanaman Cabai Antracnose (Busuk Buah) Penyakit ini disebabkan oleh jamur Collectroticum gloeosporioides dan dilaporkan ditemukan di hampir seluruh dunia. Adapun gejala serangannya antara lain sebagai berikut : Pada buah muda ataupun tua permukaanya nampak bercak berair dan berkembang dengan cepat hingga berdiameter 3 4 cm. Bercak luka menurun dan berwarna merah tua kehitaman yang menampakkan massa spora yang berbentuk melingkar lingkar. Adanya musim hujan dengan suhu dan kelembaban yang tinggi ini menjadi penyebab meningkatnya perkembangan jamur. Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan cara : treatment benih, rotasi tanaman dan aplikasi fungisida Victory 80WP diselingi Promefon 250EC. Cercospora Leaf Spot Penyakit ini sama halnya seperti cacar pada manusia yaitu menimbulkan bintikbintik/bercak-bercak melingkar terutama pada daunnya. Penyebabnya tidak lain adalah jamur Cercospora capsici. Penyakit bercak daun ternyata menyebar merata di seluruh dunia khususnya pada tanaman cabai. Gejala serangan daun yang terluka berbentuk bulat dengan diameter 1 cm yang dikelilingi warna coklat dan berwarna abu - abu di tengahnya (seperti mata katak). Serangan yang terjadi menyebabkan daun rontok, baik dengan gejala daun menguning ataupun tanpa gejala daun menguning. Luka yang timbul pada batang, tangkai daun, dan tangkai buah berbentuk elips dengan pusat abu-abu yang dikelilingi warna gelap disekitarnnya. Buahnya

tidak ikut terserang penyakit ini. Jamur ini terdapat pada benih dan seresah daun yang telah terkena serangan. Lamanya waktu hujan dan kebasahan daun serta jarak tanam yang rapat dapat mendorong perkembangan penyakit. Penyemprotan fungisida Victory 80WP dapat mengendalikan penyakit, tetapi perkembangannya bergantung pada kondisi lingkungan sekitarnya apakah sesuai untuk perkembangan penyakit ini. Choanephora Blight Penyakit ini merupakan penyakit layu pada ujung cabai yang disebabkan Choanephora cucurbitarum. Meskipun termasuk jarang karena hanya ditemukan di daerah tropis, namun kita tetap harus mewaspadainya. Gejala Serangan penyakit ini ditandai dengan ujung cabang yang menjadi layu. Jika diamati dengan teliti akan tampak keperakan yang berbentuk seperti jamur dengan ujung yang gelap. Jamur ini juga dapat membunuh bunga dan kuncup bunga. Tingginya curah hujan dan suhu di musim hujan sangat mempengaruhi keberadaannya. Karena informasi yang didapatkan sangat sedikit, pengendalian yang tepat dan efektif terhadap penyakit ini masih dalam penelitian. Namun demikian, penyemprotan fungisida Victory 80WP dan Kocide 77WP dapat mencegah serangan penyakit. Bacterial Spot Bacterial spot atau bercak bakteri pada tanaman cabai berbeda dengan bercak melingkar cercospora. Penyakit ini disebabkan oleh Xanthomonas campestris pv. Vesicatoria. Penyakit ini termasuk salah satu penyakit cabai yang umum dialami petani karena ditemukan di seluruh dunia. Gejala Serangannya ditandai dengan timbulnya bercak berair yang mengering dengan dikelilingi warna kuning pada daun. Luka yang timbul dimulai dari bagian atas hingga mencapai bawah daun. Daun yang terkena serangannya menjadi kuning dan rontok. Luka pada buah berwarna gelap dan berbintik - bintik. Bercak nekrotis timbul pada batang dan tangkai daun. Perkembangan jamur ini disebabkan karena terbawa benih dan bisa berada pada seresah daun dari tanaman yang terserang. Banyak jenis bakteri ini yang menyerang cabai dan tomat. Penyakit ini juga didorong oleh suhu tinggi, kabut yang tebal, serta pengairan dengan system leb. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan melakukan pergiliran dengan tanaman yang tahan dan non-sayur. Selain itu juga dengan menggunakan benih yang bebas hama dan penyakit. Jenis varietas yang tahan terhadap penyakit ini mulai banyak, tetapi terkadang tidak untuk semua jenis bakteri. Penyemprotan fungisida tembaga seperti Kocide 77WP sangat efektif dalam mengendalikan serangan penyakit ini. Sungkup untuk menahan hujan juga dapat mengurangi serangan penyakit ini di musim penghujan. Bacterial Soft Rot Penyakit busuk lunak bakteri ini disebabkan oleh Erwinia carotovora sub sp. Carotovora dan ditemukan di seluruh dunia. Gejala Serangan ditandai dengan adanya bercak berair yang menyebar ke seluruh buah. Buah yang terserang menjadi rontok atau tergantung seperti kantong yang penuh air. Selama masa panen, pembusukan biasanya dimulai pada batang dan diikuti oleh buah. Penyakit ini ternyata tidak hanya menyerang cabai saja melainkan dapat terjadi pada berbagai macam buah dan sayuran. Bakteri penyebab penyakit ini terdapat pada seresah tanaman, serangga, bahkan di tanah. Bakteri ini masuk ke tanaman melalui luka yang ditimbulkan oleh serangga taupun luka mekanis. Kondisi hujan dan suhu yang tinggi sangat sesuai untuk perkembangan bakteri ini. Buah yang telah dipanen pun bisa terkena penyakit ini dari air yang digunakan untuk mencuci

buah. Untuk mengendalikannya dapat dilakukan pergiliran tanaman atau dengan dengan menanam tanaman yang tahan serta non - sayur. Selain itu system darinase lahan pun harus diperbaiki sehingga lahan cepat mengering dan mengurangi percikan air tanah. Kemudian pemanenan buah dianjurkan dilakukan saat kondisi kering dan hati-hati untuk menghindari adanya luka. Jika memungkinkan sebisa mungkin menghindari mencuci buah dengan air sembarang sebelum disterilisai dengan klorin. Bacterial Wilt Bacterial Wilt atau layu bakteri pada cabe yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum ini termasuk salah satu penyakit yang ditakuti petani cabe. Meskipun hanya ditemukan di daerah tropis dan subtropics yang memiliki curah hujan tinggi saja namun kerusakan akibat penyakit ini tidaklah sedikit karena bisa mengancam kegagalan panen yang cukup besar. Awal gejala serangan yang timbul adalah adanya layu pada daun terbawah (atau daun teratas pada bibit) yang diikuti oleh layu yang tiba - tiba pada seluruh tanaman tanpa adanya gejala kekuningan pada tanaman. Penyakit ini timbul pada sekelompok tanaman saja atau mungkin hanya satu tanaman saja. Jaringan angkut tanaman sakit menjadi coklat serta pembusukan pada korteks yang dekat dengan tanah. Aliran bakteri akan muncul dari jaringan angkut tanaman yang dipotong melintang dari batang terbawah dan akan mengendap di air. Penyakit ini dapat menyerang hampir pada 200 jenis tanaman yang berbeda. Tanaman yang sering terserang adalah tomat, tembakau, kentang dan terung, disamping itu juga sangat merusak pada tanaman cabai. Bakteri ini dapat bertahan di tanah dalam waktu lama. Masuknya bakteri ini melalui luka pada akar ataupun luka akar yang disebabkan oleh serangga, nematode, atau pengolahan tanah. Suhu yang tinggi dan kelembaban tanah yang tinggi sangat sesuai untuk perkembangan penyakit ini. Pengendalian penyakit layu dapat dilakukan antara lain : dengan menggunakan bedeng semai yang bebas dari hama dan penyakit, melakukan fumigasi pada bedeng semai serta sterilisasi media tanam. Kemudian lakukan pergiliran tanaman dengan tanaman lain seperti padi misalnya, pergiliran ini akan mengurangi jumlah bakteri. Hindari system penanaman yang dapat merusak akar. Gunakan bedengan yang lebih tinggi untuk memudahkan drainase. Cabai besar lebih tahan terhadap penyakit ini dibanding paprika. Jenis yang tahan terhadap penyakit ini sedang dikembangkan tetapi belum tersedia. Untuk tindakan pencegahan dapat dilakukan penyemprotan larutan Kocide 77WP konsentrasi 5 gr / L dengan volume semprot 200 ml / tanaman saat tanaman mulai berbuah atau mulai ada gejala serangan dengan interval 14 hari. Tanaman Kubis - kubisan Alternaria Leaf Spot Seperti halnya pada tanaman cabe, bercak alternaria pun dapat menyerang kubis - kubisan. Namun, penyakit pada kubis ini disebabkan oleh Alternaria brassicae, A. brassicicola. Hampir seluruh tanaman kubis - kubisan sangat peka terhadap bercak daun Alternaria dan dapat menyerang tanaman pada seluruh fase pertumbuhan. Gejala yang ditimbulkan oleh 2 pathogen ini sama dan bisa ditemukan dalam satu tanaman. Serangan pada tanaman di persemaian dapat mengakibatkan damping off atau tanaman kerdil. Bentuk Bercak daun sangat beragam ukurannya dari sebesar lubang jarum hingga yang berdiameter 5 cm. Umumnya serangan dimulai dengan adanya bercak kecil pada daun yang membesar hingga kurang lebih berdiamter 1,5 cm dan berwarna gelap dengan lingkaran konsentris. Perubahan warna menjadi coklat pada head cauliflower dan brokoli juga disebabkan oleh pathogen ini. Patogen ini juga menimbulkan bercak elips nekrotis pada benih. Penyakit ini

disebabkan oleh patogen yang terbawa benih. Alternaria sendiri dapat disebarkan oleh angin. Serangan dapat dipercepat oleh cuaca yang lembab dengan suhu optimum antara 25 30oC. Pengendalian yang dapat dilakukan antara lain : menggunakan benih yang bebas dari patogen ini. Air panas dan perlakuan benih dengan bahan kimia juga sangat efektif. Kemudian , penggunaan fungisida Promefon 250EC juga dapat diterapkan untuk mengendalikan perkembangan beberapa penyakit. Hindari penyiraman pada head cauliflower dan brokoli untuk mencegah pembusukan head. Bacterial Soft Rot Penyakit busuk lunak ini sangat sering dijumpai pada tanaman kubis - kubisan. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora ini ditemukan di seluruh dunia. Busuk lunak dapat menyerang seluruh tanaman kubis-kubisan, tetapi lebih sering menyerang sawi putih dan kubis. Jaringan tanaman yang telah terserang menunjukkan gejala basah dan diameter serta kedalamannya melebar secara cepat. Bagian tanaman yang terkena menjadi lunak dan berubah warna menjadi gelap apabila serangan terus berlanjut. Tanaman yang terkena busuk lunak menimbulkan bau yang khas yang dimungkinkan oleh adanya perkembangan organisme lain setelah pembusukan terjadi. Serangan ini bisa terjadi di lahan, saat pengangkutan, ataupun saat penyimpanan. Bakteri busuk lunak timbul dari seresah tanaman yang telah terinfeksi, melalui akar tanaman, dari tanah, dan beberapa serangga. Luka pada tanaman seperti stomata pada daun, serangan serangga, kerusakan mekanis, ataupun bekas serangan dari pathogen lain merupakan sasaran yang empuk untuk serangan bakteri. Hujan dan suhu yang tinggi mendorong penyebaran di lahan. Infeksi pada saat pengangkutan dan penyimpanan merupakan kontaminasi bakteri saat di lahan maupun pasca panen melalui peralatan pengangkutan dan panen serta tempat penyimpanan. Bakteri busuk lunak dapat berkembang pada suhu 5 37oC dengan suhu optimum berkisar 22oC. Pengendalian secara preventif bisa ditempuh melalui kebersihan lingkungan dan sistem budidaya. Menunggu tanah melapukkan sisa-sisa tanaman lama di lahan sebelum menanam tanaman selanjutnya sangat dianjurkan untuk mengatasi hal ini. Lahan harus memiliki drainase yang baik untuk mengurangi kelembaban tanah serta jarak tanamnya harus cukup memberikan pertukaran udara untuk mempercepat proses pengeringan daun saat basah. Pembuatan pelindung hujan dapat pula menghindari percikan tanah dan pembasahan daun yang akan mengurangi gejala busuk lunak. Penyemprotan bacterisida seperti Kocide 77WP dengan interval 10 hari sangat dianjurkan terutama saat penanaman musim hujan. Black Rot Penyakit busuk hitam (Black rot) yang disebabkan Xanthomonas campestris pv. Campestris termasuk salah satu penyakit penting pada tanaman kubis - kubisan. Busuk hitam dapat menyerang seluruh tanaman kubis - kubisan. Gejala awal yang timbul adalah pada tepi daun dan berlanjut hingga klorosis membentuk huruf V. Dengan berjalannya waktu, gejala yang timbul tadi kemudian mengering dan seperti terbakar (nekrotis). Serangan umumnya terjadi pada pori daun, tetapi tidak menutup kemungkinan dapat menyerang di bagian daun mana saja yang telah terserang serangga ataupun luka secara mekanis sehingga memudahkan bakteri masuk. Bakteri ini menyerang jaringan pengangkutan tanaman dan dapat berpindah secara sistematis dalam jaringan pengangkutan tanaman tersebut. Jaringan angkut yang terserang warnanya menjadi kehitaman yang dapat dilihat sebagai garis hitam pada luka atau bisa juga diamati dengan memotong secara melintang pada batang daun atau pada batang yang terkena infeksi. Busuk hitam juga dapat menyebabkan

terjadinya busuk lunak. Bakteri banyak terdapat pada seresah dari tanaman yang terinfeksi, tetapi akan mati jika serasah tadi melapuk. Bakteri ini juga terdapat pada tanaman kubis kubisan yang lain dan tanaman rumput-rumputan serta dapat pula terbawa benih. Suhu serta curah hujan yang tinggi sangat sesuai untuk perkembangan busuk hitam. Bakteri ini berada pada tetesan butir air dari tanaman yang terluka serta dapat menyebar ke seluruh tanaman melalui manusia ataupun peralatan yang sering bergerak melintasi lahan saat kondisi tanaman sedang basah.Pengendalian dapat dilakukan dengan pergiliran tanaman yang bukan jenis kubis - kubisan, sehingga akan memberikan waktu yang cukup bagi seresah dari tanaman kubis - kubisan untuk melapuk. Lalu menggunakan benih bebas hama dan penyakit yang dihasilkan di iklim yang kering. Hindari untuk bekerja di lahan saat daun tanaman basah. Tanamlah varietas kubis yang tahan terhadap busuk hitam. Penyemprotan bakterisida Kocide 77WP sangat dianjurkan , terutama untuk budidaya di musim penghujan. Clubroot Clubroot atau Akar Gada merupakan penyakit terpenting pada tanaman kubis - kubisan yang disebabkan oleh jamur Plasmodiophora brassicae. Penyakit ini menyebar merata diseluruh areal pertanaman kubis di seluruh dunia; sering dijumpai pada daerah dataran rendah dan dataran tinggi . Hampir seluruh tanaman kubis-kubisan sangat rentan terserang akar gada. Kubis, sawi putih, dan Brussels sprout sangat rentan terkena akar gada. Gejalanya adalah pembesaran akar halus dan akar sekunder yang membentuk seperti gada. Bentuk gadanya melebar di tengah dan menyempit di ujung. Akar yang telah terserang tidak dapat menyerap nutrisi dan air dari tanah sehingga tanaman menjadi kerdil dan layu jika air yang diberikan untuk tanaman agak sedikit. Bagian bawah tanaman menjadi kekuningan pada tingkat lanjut serangan penyakit. Spora dapat bertahan di tanah selama 10 tahun, dan bisa juga terdapat pada rumput - runputan. Penyakit ini bisa menyebar melalui tanah, dalam air tanah, ataupun dari tanaman yang sudah terkena. Penyakit ini menyukai tanah yang masam dan serangan dapat terjadi pada suhu antara 10 dan 32oC. Penyakit ini memiliki berbagai bentuk gejala serangan sehingga mendorong untuk memuliakan tanaman yang tahan terhadap penyakit ini. Pengendalian dilakukan dengan Penggunaan bibit yang bebas hama dan penyakit sangatlah penting dalam budidaya tanaman ini. Pergiliran tanaman kurang sesuai diterapkan untuk kasus ini karena sporanya dapat bertahan lama serta gulma yang dapat menyebabkan penyakit ini. Pengapuran tanah untuk meningkatkan pH menjadi 7.2 sangat efektif untuk mengurangi perkembangan penyakit. Penyiraman fungisida Promefon 250EC pada lubang tanam yang dicampur dengan air saat tanam juga dapat mengurangi perkembangan penyakit. Tanaman yang taha haruslah diuji di beberapa lokasi karena jenis serangannya yang berbeda-beda di setiap lokasi. Tanaman Timun-timunan Alternaria Leaf Spot Penyakit bercak ternyata tidak hanya menyerang tanaman kubis maupun cabai saja namun juga pada tanaman yang tergolong timun - timunan. Penyakit bercak pada timun ini disebabkan jamur Alternaria cucumerina. Biasanya, penyakit ini menyerang hanya satu jenis tanaman saja. Tanaman dapat terserang pada berbagi fase pertumbuhan. Serangan pada bibit tanaman dapat menyebabkan mati atau kerdil. Sedangkan pada tanaman yang lebih tua akan layu pada tengah hari pada beberapa waktu, kemudian layu untuk seterusnya dan akhirnya mati. Jaringan angkut tanaman menjadi kuning atau coklat. Penyakit ini dapat bertahan di tanah untuk jangka waktu lama. Penyakit ini bisa berpindah

dari satu lahan ke lahan lain melalui mesin - mesin pertanian, seresah daun yang telah terserang, dan air irigasi. Suhu tanah yang tinggi sangat sesuai untuk perkembangan penyakit ini. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan : menggunakan varietas yang tahan. Menghindari penanaman di lahan yang telah diketahui mengandung penyakit ini. Serta mencuci peralatan saat berpindah dari lahan satu ke lahan lainnya. Lahan yang tergenangi untuk padi dapat mengurangi keberadaan penyakit di tanah. Apabila terlanjur ada serangan, dianjurkan untuk menyemprot fungisida Promefon 250EC bergantian dengan Victory 80WP. Fusarium Wilt Layu fusarium merupakan penyakit yang sering menyerang tanaman famili timun timunan. Penyebabnya adalah Fusarium oxysporum f.sp. cucumerinum pada mentimun, F. oxysporum f.sp. melonis pada melon cantaloupe; dan F. oxysporum f.sp. niveum pada semangka. Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, namun beberapa jenis terdapat hanya pada lokasi tertentu saja. Seperti halnya penyakit alternaria, penyakit ini hanya menyerang satu jenis tanaman saja. Tanaman yang terserang bisa terjadi pada berbagai tahap pertumbuhan. Mulai dari bibit hingga tanaman tua. Baik saat bibit maupun tanaman dewasa , serangan penyakit ini dapat meyebabkan layu yang akhirnya mati. Tandanya dapat dilihat pada jaringan angkut tanaman yang berubah warna menjadi kuning atau coklat.Penyakit ini dapat bertahan di tanah untuk jangka waktu lama dan bisa berpindah dari satu lahan ke lahan lain melalui mesin - mesin pertanian, seresah daun yang telah terserang, maupun air irigasi. Suhu tanah yang tinggi sangat sesuai untuk perkembangan penyakit ini. Adapun pengendalian nya dapat dilakukan dengan : menggunakan varietas yang tahan bila memungkinkan. Hindari lahan yang telah diketahui mengandung penyakit ini. Cucilah peralatan saat berpindah dari lahan satu ke lahan lainnya. Lahan yang tergenangi untuk padi dapat mengurangi keberadaan penyakit di tanah. Downy Mildew Downy Mildew termasuk penyakit yang paling merusak pada tanaman timun-timunan yang disebabkan oleh jamur Pseudoperonospora cubensis. Penyakit ini banyak terdapat pada mentimun dan melon, tetapi sesekali menyerang dapat merusak seluruh tanaman timuntimunan. Gejala yang timbul biasanya terjadi pada daun yang berupa bercak kekuningan yang berubah dari kecoklatan menjadi coklat tua. Saat kelembaban tinggi, timbulnya spora menjadi bukti pada bagian bawah daun yang luka dimana spora tadi masuk ke dalam daun melalui stomata dan menghasilkan spora yang berwarna. Penyakit ini merupakan parasit yang dapat berada pada tanaman yang dibudidayakan, tanaman local / induk, ataupun jenis timun-timunan yang liar di daerah tropis dan subtropics. Spora yang terbawa oleh udara atau percikan air hujan menjadi penyebab utama penyebaranya. Selain itu, adanya perbedaan suhu yang tinggi ditambah dengan kelembaban yang tinggi dari embun , kabut, atau hujan mempengaruhi pesatnya penyebaran sporanya. Pengendalian dapat dilakukan dengan menggunakan varietas yang tahan bila ada. Penyemprotan fungisida Starmyl 25WP dicampur Victory 80WP sangat dianjurkan jika tidak ada varietas yang tahan dan guna mencegah serta mengendalikan penyakit agar tidak meluas. Late Blight Busuk Daun atau Late Blight merupakan penyakit busuk pada tanaman tomat yang

disebabkan oleh jamur Phytophthora infestans. Penyakit ini ditemukan di iklim sedang dan daerah datarn tinggi tropis. Penyakit late blight ini tidak hanya menyerang bagian daun saja melainkan juga batang serta buahnya. Pada bagain daun serangan ditandai dengan munculnya potongan - potongan kecil yang tidak beraturan dan berair serta menutupi bagian terbesar daun. Pembentukan spora jamur dapat dilihat pada sisi bawah daun dan berwarna putih. Kemudian luka mengering dan menjadi coklat. Akhirnya terjadi bercak pada seluruh daun. Pada bagian batang penyakit ini ditandai dengan muncul luka - luka kecil yang tidak beraturan dan berair dan dapat mematikan bagian batang dan tangkai daun yang terserang, atau menempel, dan membentuk luka berwarna coklat tua. Sedangkan pada bagian buahnya ditunjukkan dengan permukaan halus, kehijauan hingga coklat, bagian yang memiliki bentuk tidak beraturan tersebut membuat buah menjadi kasar dan permukaan buah menjadi ulet. Luka dapat melebar pada seluruh buah. Daun yang basah dalam waktu yang lama dari seringnya hujan atau embun, serta kondisi suhu dingin hingga sedang merupakan kondisi yang sesuai untuk perkembangan penyakit ini. Adanya cuaca yang kering dan panas dapat menghentikan perkembangan penyakit ini. Jamur penyebab penyakit busuk daun dapat bertahan pada tanaman tomat dan kentang terutama pada umbi kentang. Tetapi tidak dapat bertahan pada jaringan yang melapuk. Spora menyebar melalui angin dan percikan air hujan. Air yang berada di permukaan tanaman pun bisa menyebabkan perkecambahan dan penyerangan spora. Pengendalian dapat dilakukan dengan memberikan fungisida seperti Starmyl 25WP (Metalaksil), Victory 80WP (Mancozeb), Kocide 77WP (tembaga hidroksida). Gunakan tanaman yang bebas hama dan penyakit. Hindari penanaman tomat dekat lahan kentang atau lahan yang sebelumnya pernah ditanami kentang. Bakar seresah tanaman tomat atau kentang yang terinfeksi. Beberapa tanaman memiliki ketahanan terhadap jenis 0, tapi tidak tahan terhadap jenis 1. Bacterial Wilt Seperti halnya pada tanaman cabe, penyakit layu bakteri juga bisa menyerang tanaman tomat. Namun, penyebabnya adalah Ralstonia solanacearum, yang sebelumnya dikenal dengan Pseudomonas solanacearum. Serangan paling parah terdapat di daerah tropis dan subtropics dengan curah hujan tinggi. Penyakit layu bakteri menyerang hanya pada beberapa kelompok tanaman saja. Gejala awal ditunjukkan berupa layu pada daun - daun pucuk, dua hari kemudian layu mendadak dan permanent. Akar adventis dapat berkembang pada batang utama. Gejala tambahan berupa pencoklatan pada jaringan pembuluh, jaringan gabus berair dan diikuti pencoklatan dan kemudian pecoklatan jaringan kortek yang dekat dengan tanah. Aliran masa bakteri dapat dilihat ketika potongan batang yang masih segar dicelupkan dalam air. Diantara beberapa tanaman hortikultura yang ada, tomat merupakan tanaman yang paling peka terhadap penyakit ini. Bakteri penyebab layu ini ternyata dapat bertahan di dalam tanah dalam waktu yang lama meskipun tanpa adanya tanaman inang. Bakteri ini menembus akar melalui luka, yang dapat disebabkan oleh serangga, nematode dan luka akibat praktek budidaya. Suhu dan kelembaban tanah yang tinggi sangat kondusif / cocok untuk pertumbuhan penyakit ini. Hingga saat ini belum ada pengendalian secara kimiawi yang effektif . Namun untuk pencegahan sebaiknya sebelum tanam, perlu dilakukan sterilisasi tanah atau pengasapan bedengan. Pergiliran system tanam dengan tanaman tahan kurang berhasil, namun demikian pergiliran dengan tanaman padi dapat mengurangi

gejala sengan penyakit layu bakteri. Varietas yang toleran dapat bertahan hingga 70 80%. Gunakan bedengan yang tinggi agar drainase dapat berjalan baik. Menjaga tanah agar tetap pada pH 5.5 atau lebih tinggi. Hindari penggunaan lahan yang telah terinfeksi oleh nematode. Blossom End Rot Busuk Ujung Buah atau Blossom End Rot juga termasuk penyakit penting pada tanaman tomat terutama di musim hujan. Penyakit ini ditandai dengan adanya luka berwarna kecoklatan sampai coklat tua pada bagian ujung buah yang nampak cekung. Luka tersebut membesar dan menjadi lebih cekung dan kulit mengelupas, kemudian diikuti oleh busuk kering. Jamur berwarna hitam tumbuh pada permukaan yang luka. Busuk ujung buah bukanlah disebabkan oleh penyakit namun lebih disebabkan oleh kekurangan unsur kalsium. Kondisi musim hujan yang ada berdampak pada berkurangnya serapan unsur kalsium pada tanaman tomat antara lain sehingga menimbulkan fluktuasi kelembaban tanah maupun kemasaman tanah, penggunaan nitrogen dalam bentuk ammonium, pemupukan nitrogen yang berlebihan, kelembaban relatif yang tinggi dan kerusakan akar. Yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan. Agar tidak terjadi hal seperti ini maka dianjurkan : menggunakan varietas yang lebih tahan terhadap penyakit ini. Jika perlu, berikan kapur atau pemupukan kalsium sebelum tanam. Irigasi selama cuaca kering dan gunakan mulsa agar kelembaban tanah tempat tumbuh tanaman konstan. Perawatan tanaman harus hati - hati untuk mengurangi resiko kerusakan akar. Hindari penggunaan pupuk nitrogen yang berlebihan, khususnya dalam bentuk ammonium. Hindari pula lahan yang sulit diairi atau yang mempunyai tingkat kemasaman tinggi. Penyemprotan pupuk mikro FItomic setiap minggu mulai awal pembentukan buah sangat mengurangi timbulnya penyakit ini.

You might also like