You are on page 1of 9

1.

KREATIVITAS
PENDAHULUAN Sebagaimana halnya bakat, kreativitas yang dimiliki oleh masingmasing anak berbeda-beda. Ada yang kreatif dari segi ide verbal dan ada pula yang kreatif dengan ide grafis. Umumnya kebanyakan orang mengartikan kreativitas sebagai kemampuan daya cipta, khususnya menciptakan hal-hal baru. Kreativitas tidak selalu harus menciptakan sesuatu yang baru, tetapi dapat juga menggabungkan atau

mengkombinasikan apa yang sudah ada sebelumnya. Dalam hal mencipta, dapat digunakan sumber yang berasal dari pengetahuan maupun dari pengalaman hidup anak, khususnya yang dialami di lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarganya. Setelah membaca materi mengenai kreativitas ini, diharapkan Anda lebih memahami dan dapat menjelaskan serta mampu melaksanakan konsep belajar kreatif di dalam kelas. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan kreativitas, akan dibahas lebih lanjut di bawah ini.

A. PENGERTIAN KREATIVITAS Kreativitas dapat ditinjau dari berbagai aspek yang saling berkaitan tetapi penekanannya berbeda-beda menyebabkan muncul berbagai definisi mengenai kreativitas, namun tidak satupun yang dapat diterima secara universal. Dalam buku Mengembangkan bakat dan kreativitas anak sekolah, Utami Munandar (1987) memberikan beberapa pengertian kreativitas menurut pendapat para ahli; salah satunya merupakan pengertian dasar dari kreativitas, yaitu merupakan kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan data, informasi, dan unsur-unsur yang ada. Hal inilah

yang menjadikan kebanyakan orang mengartikan kreativitas sebagai daya cipta seperti yang telah disebutkan di atas. Pengertian lain mengenai kreativitas adalah kemampuan yang

mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (memperkaya, mengembangkan, dan memerinci) suatu gagasan. Contohnya seorang anak diminta untuk membuat sesuatu dari bentuk-bentuk persegi seperti di bawah ini:

Jika anak membuat persegi tersebut menjadi rumah, buku, kotak obat, atau peti, maka hal ini menunjukkan kelancaran anak mengungkapkan ide, dan dari segi keluwesan cukup baik, karena ide yang dihasilkan bervariasi. Hal ini berbeda jika anak membuat persegi menjadi gambar rumah semua. Segi elaborasi menunjukkan sejauhmana anak dapat memerinci atau emmeprkaya ide-idenya, hal ini ditunjukkan melalui detail-detail dari hasil gambarannya, misalnya gambar rumah yang ditambahkan dengan detail pintu, jendela, alur genteng atau cerobong asap pada atap rumahnya. Segi orisinalitas menunjukkan sejauhmana ide yang dihasilkan benar-benar orisinil. Menurut konsep atau pendekatan 4P, yang merupakan suatu pendekatan yang melihat kreativitas dari segi pribadi, pendorong (press), proses, dan

produk kreativitas; sebagai pribadi menunjukkan bahwa kreativitas dimiliki


setiap orang namun dalam kadar yang berbeda-beda. Sebagai pendorong (press) berarti lingkungan memiliki andil dalam memberikan rangsangan agar kreativitas dapat terwujud. Proses adalah sesuatu yang diperlukan, untuk melihat bagaimana suatu hasil kreatif dapat dicapai. Produk 2

menunjukkan bahwa setiap hasil kreatif seseorang diharapkan dapat dinikmati oleh lingkungan, dan yang paling penting bahwa hasil kreatif seseorang juga harus bermakna bagi yang bersangkutan (Utami Munandar, 1999 dan Rosemini, 2000).

B. HUBUNGAN KREATIVITAS DENGAN KECERDASAN Masalah yang selalu menarik perhatian bagi kebanyakan ahli adalah hubungan kreativitas dengan kecerdasan atau inteligensi. Apakah seorang yang kreatif selalu memiliki inteligensi yang tinggi? Kenyataannya dilaporkan bahwa seorang yang memiliki bakat kreativitas yang tinggi ternyata memiliki tingkat kecerdasan yang biasa-biasa saja. Begitu pula sebaliknya, tidak semua orang yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi adalah orang-orang yang kreatif (Hurlock, 1978). Utami Munandar (1999) memaparkan teori ambang inteligensi untuk

kreativitas

dari Anderson, bahwa sampai tingkat inteligensi tertentu,

diperkirakan seputar IQ 120, terdapat hubungan yang erat antara inteligensi dan kreativitas. Hal ini dapat dimengerti karena untuk menciptakan suatu produk kreativitas tinggi diperlukan tingkat inteligensi yang cukup tinggi pula. Anderson juga mengatakan bahwa diatas ambang inteligensi itu tidak ada korelasi yang tinggi lagi antara inteligensi dan kreativitas. Berdasarkan penelitian Utami Munandar (dalam Utami Munandar, 1999), hasil korelasi dan analisis faktor membuktikan tes kreativitas sebagai dimensi fungsi kognitif yang relatif bersatu yang dapat dibedakan dari tes inteligensi, tetapi berpikir divergen (kreativitas) menunjukkan hubungan yang bermakna dengan berpikir konvergen (inteligensi). Hal yang perlu diperhatikan adalah kreativitas diperoleh dari

pengetahuan atau pengalaman hidup. Pengetahuan yang selama ini diperoleh 3

dari lingkungan dikumpulkan dan diintegrasikan kedalam suatu bentuk yang baru dan orisinal. Dengan demikian mengacu pada pendapat Hurlock (1987) bahwa kreativitas tidak dapat berfungsi dalam keadaan vakum, karena berasal dari apa yang telah diperoleh selama ini, dan hal ini tergantung pada kemampuan intelektual seseorang.

C. BELAJAR DAN BERPIKIR KREATIF Dalam belajar kreatif anak terlibat secara aktif dan ingin mendalami apa yang ingin dipelajari. Belajar kreatif tidak hanya berkaitan dengan perkembangan kognitif (penalaran), tetapi juga berkaitan dengan

penghayatan pengalaman belajar yang mengasyikkan. Seperti yang telah disebutkan diatas, bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kemampuan berpikir divergen dengan kemampuan berikir konvergen. Dalam proses belajar kreatif digunakan proses berpikir divergen (proses berpikir ke berbagai macam arah dan menghasilkan banyak alternatif jawaban) maupun proses berpikir konvergen (proses berpikir yang mencari jawaban tunggal yang paling tepat). Proses berpikir konvergen masih digunakan pada pendidikan formal sampai saat ini sehingga siswa terhambat dan tidak mampu menghadapi masalah yang menuntut pemikiran dan pemecahan masalah secara kreatif. Cara yang dikemukakan oleh Utami Munandar (1987) dalam menciptakan proses berpikir kreatif: 1.

Menciptakan lingkungan di dalam kelas yang merangsang belajar kreatif


Feldhusen dan Trefinger memberikan saran-saran agar tercipta suatu lingkungan kreatif:
o

Memberikan pemanasan Kegiatan belajar yang dapat meningkatkan pemikiran kreatif menuntut sikap belajar yang berbeda, yakni menantang siswa untuk 4

berperan serta secara aktif dengan memberikan gagasan atau ide sebanyak mungkin. Pemberian pemanasan dapat dilakukan dengan memberikan pertanyaan terbuka dan bukan pertanyaan tertutup dimana siswa tinggal menjawab ya atau tidak. Selain itu bisa juga mendorong siswa mengajukan pertanyaan sendiri terhadap suatu masalah. Misalnya menggunakan kata tanya mengapa, sehingga siswa dirangsang untuk menjelaskan dan mencari berbagai macam gagasan. Di lain pihak, siswa dapat saling bertanya satu sama lain sehingga siswa juga mencoba untuk mencari tahu sesuatu yang berbeda dari yang dilakukannya.
o

Pengaturan fisik Pengaturan fisik atau ruang kelas sebaiknya sesuai dengan kegiatan belajar. Misalnya kegiatan belajar yang melibatkan diskusi kelompok besar sebaiknya dengan cara duduk melingkar di lantai dengan beralaskan tikar agar siswa dapat dirangsang untuk melakukan tanya jawab.

Kesibukan di dalam kelas Guru harus lebih toleran dan menyadari kesibukan siswanya serta dapat membedakan antara kesibukan yang aktif dan diskusi yang produktif dengan kesibukan diskusi yang sekedar mengobrol. Akan lebih menyenangkan bagi siswa jika ruang kelas juga dilengkapi dengan berbagai sumber tambahan. Misalnya majalah pengetahuan anak, kliping IPA atau apapun dari koran yang juga merupakan hasil karya siswa. Dengan demikian hasil karya siswa dapat dimanfaatkan oleh teman-teman atau adik kelasnya yang lain.

Guru sebagai fasilitator Peran guru harus terbuka, mendorong siswa untuk aktif belajar, dapat menerima gagasan siswa, memupuk siswa untuk memberikan 5

kritik membangun dan mampu memberikan penilaian terhadap diri sendiri, menghindari hukuman atau celaan terhadap ide yang tidak biasa, dan menerima perbedaan menurut waktu dan kecepatan setiap siswa dalam menuangkan ide-ide barunya. 2.

Mengajukan dan mengundang pertanyaan


Pertanyaan yang merangsang pemikiran kreatif adalah pertanyaan divergen (terbuka) karena memiliki banyak kemungkinan jawaban. Pertanyaan semacam ini membantu siswa mengembangkan keterampilan mengumpulkan fakta, merumuskan hipotesis, dan menguji atau menilai informasi mereka. Pertanyaan seperti apa akibatnya. seandainya. Umumnya merupakan pertanyaan yang dapat merangsang imajinasi siswa untuk menampilkan gagasan baru, khususnya penemuan baru. Dengan demikian akan dihasilkan anak yang bukan hanya pelaksana, tetapi juga pemikir, penemu maupun pencipta. 3. Memadukan perkembangan kognitif (berpikir) dan afektif (sikap

dan perasaan)
Ciri kemampuan berpikir kreatif: (1) keterampilan berpikir lancar (lancar mengajukan pertanyaan dan gagasan, banyak gagasan atas satu masalah, dapat dengan cepat melihat kesalahan atau kejanggalan dari suatu objek, dll.), (2) keterampilan berbagai yang berbeda berpikir situasi, atas suatu luwes (memberi pemberian masalah,

pertimbangan

atas

penyelesaian/interpretasi

menerapkan suatu konsep dengan cara yang berbeda, dll.), (3) keterampilan berpikir orisinal (mampu memikirkan masalah yang tidak terpikirkan orang lain, cara pendekatan atau pemikiran melalui pendekatan baru, dll.), (4) keterampilan merinci (mencari arti lebih dalam dari suatu jawaban, memperkaya gagasan, dll.), (5) keterampilan 6

menilai (menentukan pendapat sendiri, mempunyai alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, dll.)

D. TEKNIK PEMBELAJARAN KREATIF Ada berbagai metode pembelajaran yang merangsang siswa menjadi kreatif. Metode dan teknik pembelajaran kreatif yang akan diuraikan di bawah ini merupakan salah satu teknik pembelajaran yang diciptakan oleh Treffinger (1980) dan dikemukakan dalam Semiawan (1984). Teknik pembelajaran kreatif yang sudah dikenal oleh guru dan siswa adalah teknik bermain peran dan sosiodrama. Meskipun teknik ini sudah dikenal namanya secara umum, namun tidak banyak guru-guru yang menerapkannya di kelas, karena berbagai hal misalnya waktu yang pendek dan rumitnya pengelolaan kelas. Bermain peran dan sosiodrama merupakan teknik pembelajaran yang diperuntukkan menghadapi proses pemikiran dan perasaan yang majemuk. Manfaatnya bagi siswa adalah dapat secara langsung menangani konflik, masalah, dan trauma yang timbul dari pengalaman dalam kehidupan anak. Torrance (1976) mengemukakan 8 langkah untuk melakukan teknik pembelajaran bermain peran dan sosiodrama, yaitu: 1. Merumuskan masalah 2. memberikan suatu situasi konflik 3. memilih peran (harus secara sukarela/tidak ditunjuk guru) 4. memberi penghargaan singkat dan pemanasan kepada pemeran dan pengamat 5. memperagakan situasi nyata 6. Menghentikan kegiatan jika peran menjadi menyimpang atau salah. Dimungkinkan pula untuk mengubah adegan apabila dilihat ada kesempatan untuk merangsang pemikiran dan kreativitas

7. Mendiskusikan dan menganalisis situasi, perilaku, dan gagasan pemikiran yang dihasilkan 8. membuat rencana untuk menguji lebih lanjut atau menerapkan gagasan baru.

LATIHAN Untuk memperdalam pemahaman mengenai kreativitas, kerjakanlah latihan berikut ini! 1. Mengapa kreativitas tidak dapat dipisahkan dari inteligensi? 2. Menurut Anda, apa yang terjadi di dunia pendidikan kita sehingga kreativitas anak tidak berkembang? 3. Berikan contoh pelaksanaan belajar kreatif di dalam kelas!

PANDUAN LATIHAN INDIVIDU/KELOMPOK Masalah yang selalu menarik perhatian bagi kebanyakan ahli adalah hubungan kreativitas dengan kecerdasan atau inteligensi. Apakah seorang yang kreatif selalu memiliki inteligensi yang tinggi? Kenyataannya dilaporkan bahwa seorang yang memiliki bakat kreativitas yang tinggi ternyata memiliki tingkat kecerdasan yang biasa-biasa saja. Begitu pula sebaliknya, tidak semua orang yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi adalah orang-orang yang kreatif (Hurlock, 1978). Utami Munandar (1999) memaparkan teori ambang inteligensi untuk

kreativitas

dari Anderson, bahwa sampai tingkat inteligensi tertentu,

diperkirakan seputar IQ 120, terdapat hubungan yang erat antara inteligensi dan kreativitas. Hal ini dapat dimengerti karena untuk menciptakan suatu produk kreativitas tinggi diperlukan tingkat inteligensi yang cukup tinggi pula. Anderson juga mengatakan bahwa diatas ambang

inteligensi itu tidak ada korelasi yang tinggi lagi antara inteligensi dan kreativitas. Berdasarkan penelitian Utami Munandar (dalam Utami Munandar, 1999), hasil korelasi dan analisis faktor membuktikan tes kreativitas sebagai dimensi fungsi kognitif yang relatif bersatu yang dapat dibedakan dari tes inteligensi, tetapi berpikir divergen (kreativitas) menunjukkan hubungan yang bermakna dengan berpikir konvergen (inteligensi). Hal yang perlu diperhatikan adalah kreativitas diperoleh dari

pengetahuan atau pengalaman hidup. Pengetahuan yang selama ini diperoleh dari lingkungan dikumpulkan dan diintegrasikan kedalam suatu bentuk yang baru dan orisinal. Dengan demikian mengacu pada pendapat Hurlock (1987) bahwa kreativitas tidak dapat berfungsi dalam keadaan vakum, karena berasal dari apa yang telah diperoleh selama ini, dan hal ini tergantung pada kemampuan intelektual seseorang.

UMPANBALIK Bagaimana, sudahkah Anda menjawab pertanyaan di atas? Bagus sekali. Selanjutnya, adalah merupakan tantangan bagi Anda yang berprofesi guru untuk mengembangkan kreativitas Anda di bidang pembelajaran.

Bagaimana mengembangkan pembelajaran agar para siswa Anda menjadi anak yang kreatif. Bukankah kunciny ada pada Anda? Jadilah diri yang kreatif sehingga sifat tersebut akan tertular pada siswa-siswa Anda. Selamat mencoba!

You might also like