You are on page 1of 64

LAPORAN PRAKTEK LAPANGAN

PENANGANAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH DI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII UNIT USAHA WAY BERULU, LAMPUNG

IKA KARTIKA F34070092

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENANGANAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH DI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII UNIT USAHA WAY BERULU, LAMPUNG

LAPORAN PRAKTEK LAPANGAN Sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan Praktek Lapangan pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh : IKA KARTIKA F34070092

Disetujui Bogor, Desember 2010

Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng Dosen Pembimbing Akademik

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Praktek Lapangan ini. Laporan ini didedikasikan untuk Kedua orang tua penulis, ayah Yanizar Matropi dan bunda Tetty Widyastoety serta adik tersayang Muhammad Iqbal Immadudin yang selalu memberikan dukungan dan doa untuk penulis. Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk om Herman Bandarsyah dan tante Lies Herawati beserta kedua sepupu, Destia Herlisya dan Vita Kharunissa yang telah memberikan rumah kedua yang nyaman, aman, dan tentram selama Praktek Lapangan. Dalam kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan teima kasih kepada orang-orang di bawah ini : 1. Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan laporan ini. 2. Ir. Tjoki GH. Harahap selaku Manajer Unit Usaha Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII Unit Usaha Way Berulu yang telah memberikan izin Praktek Lapangan. 3. Iyushar Ganda Saputra, S.E selaku Sinder TUK Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII Unit Usaha Way Berulu yang telah memberikan izin serta bimbingan selama waktu pelaksanaan Praktek Lapangan. 4. Budi Yusuf Kumoro selaku Sinder Pengolahan Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII Unit Usaha Way Berulu yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama waktu pelaksanaan Praktek Lapangan serta pada waktu penulisan laporan Praktek Lapangan. 5. Bapak Puri Kifli yang telah memberikan bimbingan, informasi, dan pelajaran tentang hidup selama Praktek Lapangan. 6. Keluarga Bapak Sarimin dan Ibu Aminah yang telah memberikan rumah singgah selama Praktek Lapangan. 7. Ismi Arif Prasetyo, Susilo Anggit Wicaksono, Prasetyo Broto Saputro, Roby Yunanda Atmanegara, Franklin J. Nainggolan, Nengsa Aji, Dwi Setya Atmaja, Alfiansyah, Tohom Kristian Silitonga, Farid Mustofa, Afrida Sakti Batubara, Thomas Bangkit, Hendri Danu Setianto, Edy Santoso, dan kawan-kawan yang telah memberikan bimbingan dan motivasi selama Praktek Lapangan. 8. Elizdya S. Situmorang, Astrid, Titis, Dwi, Fandi, Hendra, Zaenul, Sandro, Vicko, Fikriadi, Erik, Yuga, Joni, dan Rohmat atas kebersamaannya selama pelaksanaan Praktek Lapangan. 9. Pak Hamzah (Abah), Pak Samsoyo, Ibu Asmawati, Ibu Suratinem, Mas Aaf, Pak Rumsah, Ibu Tinur, Pak Daliyo, Pak Manulang, Pak Purba, dan seluruh staf UU Way Berulu, terima kasih atas kebaikan dan keramahannya selama Praktek Lapangan. 10. Pade dan Mas Jum yang selalu menyediakan teh di pagi hari selama Praktek Lapangan. Terima kasih untuk seluruh pihak telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga tulisan ini bermanfat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Desember 2010

Penulis

iii

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR................................................................................. iii DAFTAR ISI............................................................................................... iv DAFTAR TABEL....................................................................................... vi DAFTAR GRAFIK . vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN.... xi I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN 1 C. PELAKSANAAN 1. TEMPAT DAN WAKTU PELAKSANAAN.. 1 2. METODE PELAKSANAAN... 2 3. ASPEK YANG DIKAJI 2 II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN... 3 B. LOKASI DAN TATA LETAK.. 4 C. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN.. 4 D. KETENAGAKERJAAN.... 6 III. PROSES PENGOLAHAN KARET REMAH (HIGH GRADE) A. PENGOLAHAN BASAH 1. PENERIMAAN LATEKS................................................................. 8 2. PENGGUMPALAN LATEKS.......................................................... 10 3. PENGGILINGAN DAN PEREMAHAN.......................................... 12 B. PENGOLAHAN KERING 1. PENGISIAN BOX DRYER DAN PENGERINGAN... 13 2. BONGKAR REMAHAN KARET REMAH...... 15 3. PENIMBANGAN DAN PENGEPRESAN BALE..... 16 4. PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN BALE.. 16 5. PENGGUDANGAN SIR.... 17 IV. PENANGANAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH A. LIMBAH PADAT.................................................................................. 18 B. LIMBAH CAIR...................................................................................... 19 C. LIMBAH GAS........................................................................................ 25 D. LIMBAH B3........................................................................................... 26

iv

V. PEMBAHASAN A. SUMBER LIMBAH DARI PROSES PENGOLAHAN KARET REMAH (HIGH GRADE).... 27 B. PENANGANAN LIMBAH PADAT... 29 C. PENGOLAHAN LIMBAH CAIR... 29 D. PENANGANAN LIMBAH GAS 37 E. PENANGANAN LIMBAH B3. 39 F. PENERAPAN PRODUKSI BERSIH... 39 VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN....................................................................................... 41 B. SARAN................................................................................................... 41 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 42 LAMPIRAN................................................................................................ 43

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Produk yang dihasilkan Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII................................ 3 Tabel 2. Realisasi produksi karet PTPN VII (Persero) UU Way Berulu 2005 s/d Juni 2010... 4 Tabel 3. Sebaran pekerja PTPN VII (Persero) UU Way Berulu berdasarkan status dan bidang kerja, 2009..... 6 Tabel 4. Jam kerja karyawan Perusahaan Perseroan PTPN VII (Persero) UU Way Berulu, 2010..... 7 Tabel 5. Data Sarana Pengolahan Limbah.... 20 Tabel 6. Sumber Limbah dari Proses Produksi Karet Remah... 27 Tabel 7. Analisa Limbah Cair Outlet PPKR Way Berulu, 2010... 34 Tabel 8. Pemanfaatan Limbah 39

vi

DAFTAR GRAFIK Halaman Grafik 1. Analisa Parameter COD Limbah Cair di PPKR UU Way Berulu Periode Januari Juli 2010.. 35 Grafik 2. Analisa Parameter BOD5 Limbah Cair di PPKR UU Way Berulu Periode Januari Juli 2010.. 35 Grafik 3. Analisa Parameter TSS Limbah Cair di PPKR UU Way Berulu Periode Januari Juli 2010.. 36 Grafik 4. Analisa Parameter NH3-N Limbah Cair di PPKR UU Way Berulu Periode Januari Juli 2010.. 36 Grafik 5. Analisa Parameter N-Total Limbah Cair di PPKR UU Way Berulu Periode Januari Juli 2010... 37 Grafik 6. Analisa Parameter pH Limbah Cair di PPKR UU Way Berulu Periode Januari Juli 2010... 37

vii

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Jembatan Timbang...8 Gambar 2. Penuangan Lateks Kebun 9 Gambar 3. Pengujian KKK (Kadar Karet Kering) 9 Gambar 4. Pipa saluran dari Bulking Tank 10 Gambar 5. Penuangan Lateks ke bak Koagulasi... 10 Gambar 6. Lateks dalam Bak Koagulasi... 11 Gambar 7. Koagulum Padat (a) dan Koagulum Kurang Padat (b).. 11 Gambar 8. Penarikan Koagulan ke dalam mobile crusher.. 11 Gambar 9. Proses Pendorongan dari Mobil Crusher ke Proses Peremahan ...... 12 Gambar 10. Crepper I (a) dan Crepper II (b).. 12 Gambar 11. Crepper Hammer Mill... 13 Gambar 12. Hammer Mill (a), Vortex Pump (b) dan Static Screen (c).. 13 Gambar 13. Pemasukan Karet Remah ke dalam Boks (a) Pemasukkan Boks ke Dryer (b)... 14 Gambar 14. Dryer..14 Gambar 15. pembongkaran dari Boks (a), Extra Cooling Fan (b). 15 Gambar 16. Penimbangan Bale. 15 Gambar 17. Balling Press. 16 Gambar 18. Proses Pengemasan 16 Gambar 19. Susunan Bale. 17 Gambar 20. Gudang dan Forklift.. 17 Gambar 21. Pengutipan dari Rubber Trap .. 18 Gambar 22. Tempat Pengumpulan Lump. 19 Gambar 23. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) 21 Gambar 24. Kolam Rubber Trap I dan II. 22 Gambar 25. Kolam Anaerobik I dan II. 22 Gambar 26. Kolam Fakultatif I dan II.. 23 Gambar 27. Kolam Aerobik I dan II 24 Gambar 28. Kolam Recycling .. 24 Gambar 29. Cerobong Asap dari Dryer ... 25 Gambar 30. Pembuangan Gas dari Mesin Genset... 25 Gambar 31. Tempat penyimpanan sementara Limbah B3. 26 Gambar 32. Parit Menuju IPAL ... 28 Gambar 33. Busa pada Air Pencuci 28 Gambar 34. Turbo Jet Aerator Pada Kolam Fakultatif II 32 viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Struktur Organisasi Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII. 43 Lampiran 2. Lay Out Pabrik Pengolahan Karet Remah PTPN VII Unit Usaha Way Berulu .. 44 Lampiran 3. Diagram Alir Proses Pengolahan SIR 3L/3WF ... 45 Lampiran 4. Tabel Nilai Kadar Karet Kering (KKK %).. 46 Lampiran 5. Diagram Alir Pengolahan Limbah Cair 47 Lampiran 6. Penerimaan dan Pengiriman Lump Bokar Muat CL/Lump, Pengiriman ke UU Pewa Bulan Januari-Juli 2010. 48 Lampiran 7. Hasil Pengujian Kualitas Udara Emisi. 49 Lampiran 8. Hasil Pengujian Kualitas Udara Ambient, Kebauan, Kebisingan, dan Getaran...50 Lampiran 9. Neraca Limbah B3 52

ix

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Setiap tahun industri di Indonesia semakin berkembang. Dunia industri telah memberikan manfaat bagi negara, khususnya dalam pendapatan untuk devisa negara. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Industri pengolahan karet merupakan salah satu industri yang berkembang dengan baik di Indonesia. Pengolahan karet menggunakan lateks sebagai bahan baku, dalam pengolahannya lateks ditambahkan berbagai macam bahan kimia agar menjadi produk karet yang diinginkan. Pengolahan lateks di Indonesia diolah menjadi berbagai produk, seperti lateks pekat, remah,dan lembaran. Karet remah merupakan produk yang sedang dikembangkan di Indonesia. Karet remah memiliki keunggulan dibandingkan dengan karet konvensional, yaitu kualitas mutu lebih baik, lebih seragam, dan proses pengolahannya lebih singkat. Pabrik Pengolahan Karet Remah (PPKR) Unit Usaha Way Berulu merupakan salah satu pabrik yang mengolah komoditi karet menjadi karet remah dengan jenis mutu SIR (Standard Indonesian Rubber) 3L dan SIR 3 WF. Pada pengolahan lateks menjadi produk karet umumnya menghasilkan limbah. Limbah industri karet yang dihasilkan dalam bentuk gas, cairan maupun padat yang semuanya dalam batasbatas tertentu dapat membahayakan kesehatan manusia serta cenderung menurunkan kualitas lingkungan seperti air, udara, tanah dan semua yang terkandung di dalamnya. Limbah industri karet yang berpotensial untuk mencemari lingkungan lebih besar adalah limbah cair. Limbah dalam bentuk padat, gas, dan B3 juga berpotensial untuk mencemari lingkungan sekitar. Oleh karena itu, penanganan dan pengolahan limbah yang baik sangat diperlukan suatu industri khususnya industri karet.

B. TUJUAN
1. 2. Tujuan dilaksanakannya Praktek Lapangan ini adalah sebagai berikut : Memperoleh pengalaman kerja sesuai dengan bidang profesi teknologi industri pertanian, serta melatih mahasiswa agar dapat beradaptasi dalam dunia industri. Mengamati dan mempelajari teknologi proses produksi SIR 3 L dan 3 WF serta aspek penanganan dan pengolahan limbah di Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu, Lampung. Menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat, terutama dalam aspek penanganan dan pengolahan limbah, dengan praktek secara nyata sebagai bekal dalam menghadapi dunia kerja.

3.

C. PELAKSANAAN 1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Kegiatan Praktek Lapangan ini dilaksanakan di Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu, Lampung. Waktu pelaksanaan dilakukan selama 40 hari kerja efektif antara tanggal 1 Juli sampai dengan 18 Agustus 2010.

2. Metode Pelaksanaan
Metode yang digunakan dalam Praktek Lapang ini adalah sebagai berikut:

a. Pengamatan di Lapangan Kegiatan yang dilakukan dengan mengamati secara langsung dengan menitikberatkan pada penanganan dan pengolahan limbah yang diterapkan oleh perusahaan. b. Wawancara Wawancara ini dilakukan sebagai upaya pengumpulan data dan informasi yang berhubungan dengan aspek yang dipelajari. Kegiatan ini dilakukan terhadap pihak-pihak terkait dengan topik yang diambil. c. Praktek Langsung Praktek langsung ini dilakukan dengan ikut berperan serta dalam kegiatan di lapangan untuk melatih kemampuan dan meningkatkan kemampuan teknis mahasiswa tentang aktivitas yang dikerjakan serta menerapkan ilmu yang telah dipelajari. d. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan dengan mencari referensi dan literatur yang berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan dan membandingkan dengan situasi yang terjadi di lapang.

3. Aspek yang dikaji


Aspek yang akan dipelajari selama kegiatan Praktek Lapangan ini adalah sebagai berikut: a. Aspek Umum Aspek yang dikaji secara umum mengenai sejarah dan perkembangan perusahaan, lokasi dan tata letak pabrik, susunan dan struktur organisasi perusahaan, ketenagakerjaan dan peraturan kerja, serta keselamatan dan kesehatan kerja. b. Aspek Khusus Pengkajian secara khusus dilakukan terhadap aspek pengelolaan limbah industri di Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu yang mencakup aspek penanganan dan pengolahan limbah industri di lingkungan industri di Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu.

II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN


Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Perusahaan Perseroan ini membudidayakan komoditi perkebunan antara lain tanaman kelapa sawit, karet, teh, kakao, kelapa hibrida, dan tebu (Tabel 1). Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII ini memiliki kantor pusat di Bandar Lampung. Tabel 1. Produk yang dihasilkan Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII Komoditi Kelapa sawit Karet Tebu Teh Hasil Pengolahan Minyak sawit, Inti sawit, dan Minyak inti sawit RSS I, II, III, SIR 3CV, 3L, 3WF, serta SIR 10 dan 20 Gula dan Tetes Mutu BOP, BOPF, PF, BT, BP, Dust, BP 2, bt 2, PF 2, dan Dust 2

Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu merupakan salah satu perusahaan perkebunan milik pemerintah Belanda yang diambil-alih, berada di Sumatera bagian Selatan, yang terdiri dari Unit Usaha Way Berulu, Unit Usaha Way Lima dan Unit Usaha Tulung Buyut, di mana perkebunan-perkebunan ini dikelola oleh Watering Luber, sedangkan perusahaan milik Roterdam yang dikelola International adalah Perkebunan Rejosari, Bekri, Musi Landas, dan Perkebunan Trikora. Pada tahun 1962 perkebunan-perkebunan ini dikelompokkan berdasarkan komoditi yang dibudidayakan. Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII Unit Usaha Way Berulu adalah salah satu Unit Usaha dari 28 Unit Usaha yang dikelola Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII. Dasar hukum Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII Unit Usaha Way Berulu adalah Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1996 tanggal 14 Februari 1996 dan Akte Pendirian Perusahaan oleh Notaris Harun Kamil, SH dengan akte Nomor 40 tanggal 11 Maret 1996. Unit Usaha ini berasal dari nasionalisasi Perusahaan Perkebunan milik Belanda yang dilaksanakan serentak oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 3 Desember 1957. Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII Unit Usaha Way Berulu, bergerak di bidang perkebunan dan pengolahan karet. Hasil pengolahan karet berupa karet remah (crumb rubber) yaitu dalam bentuk produk SIR (Standard Indonesian Rubber). Pada awalnya, Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII Unit Usaha Way Berulu memproduksi Ribbed Smoke Sheet (RSS). Pada tahun 1980 pemerintah Indoneria mendirikan Pabrik Pengolahan Karet Remah (PPKR) yang mulai dioperasikan pada tahun 1982 dengan kapasitas 30 ton KK/hari dan produksi Ribbed Smoke Sheet (RSS) pun dihentikan. Pada tahun 1988 pemerintah Indonesia mendirikan pabrik pengolahan lateks pekat di Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII Unit Usaha Way Berulu dan mulai dioperasikan pada pertengahan tahun 1989 dengan kapasitas 20 tonKK/hari. Unit Usaha Way Berulu mengolah karet remah menjadi produk SIR 3 L dan 3 WF. Produksi lateks pekat dilakukan jika ada pesanan dari pihak pembeli, akan tetapi pada tahun 1998 produksi lateks pekat dihentikan karena permintaan pasar yang sedikit dan biaya produksi yang cukup tinggi.

Produk SIR di ekspor ke Negara-Negara Asia, Amerika, dan Eropa, diantaranya yaitu Jepang, Taiwan, China, Singapura, Brazil, Argentina, Amerika (Los Angeles, San Fransisco), dll. Selain mengolah lateks, Unit Usaha Way Berulu juga memproduksi tanaman kakao. Tanaman kakao yang diproduksi lebih diutamakan untuk memenuhi kebutuhan benih di Indonesia wilayah timur. Realisasi produksi karet Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII Unit Usaha Way Berulu tahun 2005 s.d Juni 2010 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Realisasi produksi karet PTPN VII (Persero) UU Way Berulu Tahun 2005 s/d Juni 2010. Realisasi (kg) Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 s/d Juni 2010 Luas (Ha) 1.650 1.665 1.587 1.300 1.188 1.362 Total Produksi (kg) 2.466.274 2.191.131 2.293.470 2.330.494 2.753.336 1.829.819 Produktivitas (kg/Ha) 1.481 1.380 1.602 1.793 2.318 1.343 % Terhadap Target 104 91 96 106 125 100

Sumber : PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu, 2010

Berdasarkan Tabel diatas dapat diketahui bahwa total produksi dan produktivitas karet sampai dengan bulan Juni 2010 mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, namun tanaman karet pada Unit Usaha Way Berulu tidak pernah mengalami kekurangan bahan baku karena memiliki areal perkebunan yang cukup luas yang tersebar di 4 (empat) afdeling.

B. LOKASI DAN TATA LETAK


Unit Usaha Way Berulu berlokasi di Desa Kebagusan Kecamatan Gedongtataan Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung. Ketinggian tempat 150 m di atas permukaan laut, topografi datar, sedikit bergelombang dan berbukit. Jarak Unit Usaha Way Berulu ke kantor direksi adalah 20 Km. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Tanjungrejo, Kalirejo dan Suka Banjar. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Wiyono dan Kebagusan. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Bagelen, Gedongtataan, Sukaraja, dan Bogorejo. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Taman Sari, Bernung dan Sungai Langka.

C. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN


Struktur organisasi di Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII Unit Usaha Way Berulu mengikuti bentuk organisasi garis dan staf. Terdapat tiga komponen utama dalam organisasi garis dan staf ini, yaitu pimpinan, pembantu pimpinan atau staf dan pelaksana. Struktur secara vertikal, artinya garis komando dari atas ke bawah, sedangkan garis pertanggung jawaban dari bawah ke atas. Unit Usaha Way Berulu dipimpin oleh seorang Manajer Unit Usaha, dibantu oleh 1 (satu) Sinder Kepala (Sinka) dan 9 (Sembilan) Sinder yaitu Sinder Tanaman Afdeling I s.d. IV, Sinder Pembibitan, Sinder Tata Usaha dan Keuangan (TUK), Sinder SDM & Umum, Sinder

Teknik, dan Sinder Pengolahan. Manajer Unit Usaha juga dibantu oleh Kepala Laboratorium. Sinka Tanaman akan dibantu oleh beberapa Sinder Tanaman. Unit Usaha Way Berulu terdiri dari empat afdeling dan satu bagian pembibitan. Setiap afdeling dipimpin oleh seorang Sinder yang bertanggungjawab kepada Sinka Tanaman. Setiap Sinder yaitu Sinder Tanaman per afdelingnya, Tehnik, dan Pengolahan dibantu oleh seorang Mandor Besar, Mandor Besar tersebut dibantu oleh krani dan mandor yang membawahi beberapa pekerja. Sinder TUK dan Sinder SDM & Umum akan dibantu oleh krani-krani kepala yang membawahi krani-krani dan beberapa pekerja. Tugas dan tanggung jawab dari masing-masing bagian adalah sebagai berikut: a. Manajer Unit Usaha Manajer bertugas memimpin dan mengelola unit pelaksana sesuai dengan kebijakan direksi, mengelola dan menjaga aset perusahaan secara efektif dan efisien, dan mengkoordinasi penyusunan Rencana Kegiatan Anggaran Perusahaan (RKAP), Rencana Kegiatan Operasional (RKO), dan Surat Permohonan Modal Kerja (SPMK) serta mengawasi pelaksanaannya. Manajer bertanggung jawab atas mutu hasil kerja. b. Sinder Kepala Tanaman Sinder Kepala Tanaman bertugas membantu manajer dalam mengkoordinir semua sinder tanaman dan bertanggung jawab dalam penyusunan RKAP, RKO, dan SPMK di bidang tanaman. Selain itu, Sinder Kepala Tanaman membantu manajer dalam pengawasan dan pelaksanaan teknis tanaman dan mengevaluasi hasil kegiatan afdeling-afdeling dan rencana tindak lanjut hasil evaluasi serta membuat laporan hasil kerja kepada manajer. c. Sinder Tanaman Sinder Tanaman bertugas mengkoordinir segala kegiatan mulai dari pengolahan tanah sampai dengan panen (termasuk angkut) di afdelingnya. Selain itu, sinder tanaman juga mengawasi dan mengevaluasi hasil kerja di afdeling, kegiatan pengendalian pemakaian biaya di afdeling serta membuat dan menyampaikan Daftar Penilaian Prestasi Kerja (DP2K) bawahannya kepada Manajer Unit Usaha melalui Sinder Kepala Tanaman. d. Sinder Tata Usaha dan Keuangan (TUK) Sinder TUK bertugas membantu manajer dalam mengkoordinir dan mengawasi pelaksanaan administrasi keuangan umum dan kesehatan. Selain itu, Sinder TUK bertugas melaksanakan pembukuan dan administrasi serta pelayanan laporan manajemen, melaksanakan penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang serta mengevaluasi pelaksanaan pengadaan, penyimpanan, dan pengeluaran barang berikut administrasinya. e. Sinder Sumber Daya Masyarakat (SDM) & Umum Sinder SDM dan Umum bertugas membantu Kepala Tata Usaha, Keuangan, dan Umum dalam pelaksanaan administrasi personalia, kesejahteraan pekerja serta tugas-tugas lainnya yang bersifat umum di Unit Pelaksana Perusahaan. Selain itu, betugas mengesahkan laporan pekerja harian, daftar pembagian upah dan laporan manajemen afdeling. f. Sinder Teknik Sinder Teknik bertugas memimpin segala kegiatan di bidang teknik, mengkoordinir perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pengoperasian, pemeliharaan mesin atau instalasi pabrik sesuai dengan prosedur norma di bidang teknik. Selain itu, sinder teknik bertanggung jawab dalam penyusunan RKAP, RKO, dan SPMK di bidang teknik, melaksanakan pengendalian pemakaian biaya bidang teknik dengan persetujuan perusahaan, dan mengevaluasi hasil kerja di bidang teknik.

Sinder Pengolahan Sinder Pengolahan bertugas memimpin segala kegiatan di bidang pengolahan, mengkoordinir perencanaan, pelaksanaan, pengoperasian alat instalasi pabrik serta proses pengolahan sesuai prosedur norma, ketentuan yang berlaku serta menyelenggarakan pengawasan dan bertanggung jawab di bidang pengolahan. Selain itu, Sinder Pengolahan juga bertanggung jawab dalam penyusunan RKAP. RKO, dan SPMK di bidang pengolahan. h. Sinder Afdeling Sinder Afdeling bertugas memimpin bagian kebun untuk mengelola budidaya agar menghasilkan produksi sesuai dengan target mutu dan jumlah yang telah ditentukan. i. Kepala Laboratorium Kepala laboratorium bertugas memimpin segala kegiatan yang berhubungan dengan analisa, seperti bertanggung jawab atas penetapan jenis produk yang diperiksanya dan melaksanakan hasil pemeriksaan hasil pengolahan secara cermat guna menjaga kualitas yang tinggi. j. Krani Krani bertugas membantu asisten dalam pelaksanaan kegiatan kantor yang berkaitan dengan adminstrasi dan keuangan kebun maupun pabrik. k. Mandor Besar Mandor Besar bertugas membawahi mandor-mandor di lapangan guan memudahkan konsolidasi kepada Sinder. l. Mandor Mandor bertugas membantu Mandor Besar kebun, teknik, dan pengelohan dalam pelaksanaan dan pengawasan secara langsung di lapangan. m. Karyawan Bagian Kantor Karyawan bagian kantor betugas membantu Sinder TUK dan Sinder SDM & Umum dengan mengelola penerimaan dan penggunaan kerja kebun serta melaksanakan rencana anggaran belanja bagian kantor.

g.

D. KETENAGAKERJAAN
Komposisi pekeja di bagi berdasarkan golongan dan bidang kerjanya. Bidang kerja terbagi atas 5 bagian, yaitu tanaman, kantor induk, teknik, pengolahan, dan laboratorium. Jumlah pekerja dari bagian tanaman adalah sebanyak 366 orang, bagian kantor induk adalah sebanyak 48 orang, bagian teknik adalah sebanyak 50 orang, bagian pengolahan adalah sebanyak 88 orang, dan bagian laboratorium adalah sebanyak 9 orang. Adapun bidang kerjanya yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Sebaran pekerja PTPN VII (Persero) UU Way Berulu berdasarkan status dan bidang kerja (2009). Golongan Uraian Tetap Honor Jumlah III A IV D I A II D Bid. Tanaman 5 370 375 Kantor Induk 4 43 47 Bid. Teknik 1 51 50 Bid. Pengolahan 1 87 88 Laboratorium 9 9 Jumlah 11 559 570 Sumber : PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu 6

Berdasarkan Tabel 3. maka dapat diketahui bahwa banyaknya pekerja di Unit Usaha Way Berulu dari 5 bidang tersebut sebanyak 570 orang yang telah diambil berdasarkan data terakhir pada tahun 2009. Jam kerja karyawan Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII Unit Usaha Way Berulu sesuai dengan surat edaran nomor : Wabe/SE/002/2009 dikeluarkan tanggal 14 April 2009 menerangkan bahwa berdasarkan perjanjian kerja bersama (PKB) antara SPPN VII dengan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII periode 2008-2009, maka dalam melaksanakan kegiatannya perusahaan menetapkan 40 jam per minggu atau tujuh jam per hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu. Untuk meningkatkan dan menjaga kedisiplinan karyawan PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu menetapkan jam kerja untuk karyawan dibagi menjadi 3 bagian yang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Jam kerja karyawan Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII UU Way Berulu (2010). Bagian Hari Shift Pukul Kantor Sentral Senin kamis 07:00 12:00 13:00 15:00 Jumat 07:00 11:30 13:30 15:00 Sabtu 07:00 13:00 Satpam Senin Minggu I 06:00 14:00 II 14:00 22:00 III 22:00 06:00 Pengolahan Senin Minggu I 06:00 13:00 II 13:00 20:00 Sumber : PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu Perusahaan Perseroan PTPN VII UU Way Berulu memiliki sarana sosial yang cukup memadai. Sarana yang dimiliki UU Way Berulu adalah rumah ibadah, puskebun, koperasi, gudang, ruang istirahat, lapangan tenis, lapangan bola kaki, lapangan bola voli, dan lapangan bulu tangkis.

III. PROSES PENGOLAHAN KARET REMAH (HIGH GRADE)


Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu memproduksi karet remah (crumb rubber), produknya adalah SIR (Standard Indonesian Rubber). SIR yang diproduksi perusahaan ini ada 2 (dua) jenis yaitu SIR 3L (Light) dan SIR 3 WF (Whole Field). Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi SIR berasal dari lateks Hevea brasiliensis, lateks tersebut diolah dengan teknik mekanis dan kimiawi. Pembuatan SIR 3L dan 3WF meliputi pengolahan basah dan pengolahan kering.

A. PENGOLAHAN BASAH 1. Penerimaan Lateks


Bahan baku Pabrik Pengolahan Karet Remah (PPKR) Way Berulu berasal dari kebun Way Berulu, Bergen, dan Way Lima. Lateks kebun yang diterima harus segar dan tidak menggumpal (bebas prakoagulasi) dengan penambahan amoniak dalam jumlah tertentu, biasanya mobil pengangkut lateks kebun sampai ke pabrik pada pukul 12:00 WIB. Lateks yang datang dari kebun ke pabrik harus ditimbang terlebih dahulu dengan Jembatan Timbang (Gambar 1). Jembatan Timbang yang digunakan memiliki spesifikasi yaitu, kapasitas 20 ton.

Gambar 1. Jembatan Timbang

Lateks kebun yang telah ditimbang, kemudian dituangkan ke bulking tank yang berkapasitas 20.000 Liter atau 20 Ton. Pencurahan lateks kebun dari tangki dalam truk (Gambar 2) menggunakan talang dan perlu dilakukan penyaringan saat di masukkan ke dalam bulking tank yaitu sebesar 20 mesh. Bulking Tank berfungsi sebagai tempat menampung lateks yang dikirim dari kebun afdeling atau unit usaha lain dimana kadar karet kering setiap lateks kebun berbeda beda sehingga diperlukan pengenceran di bulking tank untuk menghomogenkan lateks tersebut.

Talang Lateks

Bulking Tank

Gambar 2. Penuangan Lateks Kebun

Sebanyak 100 gram lateks diambil setelah 1/3 pencurahan untuk diuji kadar karet keringnya (Gambar 3). Asam semut 90% dicampurkan ke dalam sampel sebanyak 2 3 tetes dan diaduk sampai menggumpal, gumpalan karet tersebut digiling kira kira 12 kali hingga ketebalan 2 mm. Krep tersebut dikeringkan dengan lap dan ditimbang Kadar Karet Kering dari lateks tersebut, perhitungannya dengan rumus sebagai berikut :

Nilai KKK dapat dilihat pada tabel perhitungan KK lateks Lampiran 4. KKK diencerkan sekitar 18% - 20% dengan penambahan air sebagai pengencer, perhitungan pengenceran sebagai berikut :

Gambar 3. Pengujian KKK (Kadar Karet Kering)

Volume dan KKK lateks telah diketahui, ditambahkan larutan Sodium Metabisulfit (SMB) 5% (dosis 0,5 kg/ton karet kering) di bulking tank dan asam format di bak penggumpalan. 9

Proses pengadukan dilakukan setelah penuangan dan pencampuran dengan SMB ke dalam bulking tank, pengadukan dilakukan dengan alat pengaduk yaitu stirer pada bulking tank selama 15 menit untuk membuat lateks menjadi homogen dan menguapkan larutan amoniak. Stirer yang digunakan memiliki kecepatan sebesar 1430 rpm. Sebelum memasuki bak penggumpalan (koagulasi), lateks ditampung di penampung sementara sebelum dicampurkan dengan asam format (Gambar 4).

Bak Penampungan Lateks sementara

Gambar 4. Pipa saluran dari Bulking Tank

2. Penggumpalan Lateks
Proses penggumpalan lateks dibantu dengan penambahan asam semut atau asam format (HCOOH). Pencampuran asam format ke dalam lateks dengan cara matched flow process. Proses ini adalah proses penggumpalan lateks dengan cara mengalirkan asam format bersamaan dengan mengalirnya lateks melalui pipa ke dalam bak penggumpal (Gambar 5). Dosis yang diberikan harus cukup untuk menggumpalkan lateks di dalam bak penggumpalan.

Gambar 5. Penuangan Lateks ke bak Koagulasi

Lateks yang telah tercampur dengan asam format tersebut didiamkan selama 4-5 jam agar menggumpal dengan sempurna. Bak penggumpalan terdapat sebanyak 32 unit dengan ukuran 25x0,5x0,5 m3 dan memiliki kapasitas 4500-5000 L per bak (Gambar 6). Konsentrasi yang diberikan pada saat penggumpalan adalah 2-3 L asam format / ton KK. 10

Gambar 6. Lateks dalam Bak Koagulasi

Selama proses penggumpalan, lateks tersebut ditutup dengan terpal plastik per individu dalam bak. Penutupan dengan terpal plastik bertujuan untuk menghindari proses oksidasi pada lateks yang dapat menyebabkan timbulnya warna gelap pada hasil akhir karet remah tersebut. Gumpalan yang dihasilkan harus cukup padat agar mempermudah proses penggilingan dengan mobile crusher. Kepadatan lateks yang dihasilkan dipengaruhi oleh mutu lateks yang dihasilkan dari kebun (Gambar 7).

Gambar 7. Koagulum Padat (a) dan Koagulum Kurang Padat (b)

3.

Penggilingan dan Peremahan


Penggilingan akan dilakukan bila gumpalan lateks tersebut telah cukup kokoh dan air bersih dialirkan ke dalam bak koagulasi agar gumpalan lateks yang akan digiling menjadi terapung. Koagulan atau gumpalan lateks ditarik menggunakan alat penarik dan dimasukkan ke dalam mobile crusher untuk dilakukan penggilingan (Gambar 8).

Gambar 8. Penarikan Koagulan ke dalam mobile Crusher 11

Pada proses penggilingan, koagulan diusahakan untuk tidak terputus agar hasil yang didapatkan baik dan memaksimalkan produktivitas dari mobile crusher itu sendiri. Setelah dari proses penggilingan, gumpalan lateks tersebut didorong ke alat peremahan yaitu crepper dan crepper hammer mill (Gambar 9). Mobile Crusher ini memiliki kapasitas sebesar 1,2 Ton per jam. Alat ini berfungsi untuk mengeluarkan kadar air yang terkandung di dalam koagulan lateks, dari ketebalan awal sebesar 20-30 cm menjadi ketebalan akhir sebesar 3-5 cm.

Gambar 9. Proses Pendorongan Karet dari Mobile Crusher ke Crepper

Sebelum proses peremahan, terlebih dahulu dilakukan proses penipisan dengan menggunakan crepper. Penipisan dilakukan hingga ketebalan krep yang keluar sebesar 5 mm. Crepper yang digunakan pada proses pembuatan karet remah adalah sebanyak 2 unit dengan ukuran penipisan yang berbeda pada setiap crepper (Gambar 10). Belt conveyor merupakan alat penanganan bahan yang digunakan untuk menghubungkan antara crepper I dan crepper II. Kapasitas pada setiap crepper adalah 1,2 Ton per jam.

a b

Gambar 10. Crepper I (a) dan Crepper II (b)

Crepper I melakukan penipisan krep menjadi 8 mm, lalu dilanjutkan dengan crepper II menipiskan krep menjadi 6 mm. Penipisan hingga 5 mm dilakukan dengan crepper yang terdapat di dalam crepper hammer mill (Gambar 11).

12

Crepper (5 mm)

Hammer Mill Gambar 11. Crepper Hammer Mill

Proses peremahan dilakukan dengan peralatan hammer mill, bak pembersih, vortex pump, dan static screen. Remahan yang dihasilkan crepper hammer mill adalah sebesar 1,2 cm butiran yang seragam dengan kepasitas 1 ton per jam. Setelah crepper hammer mill terdapat bak pembersih yang dilengkapi dengan semprotan untuk digunakan sebagai pembersih remahan hasil dari crepper hammer mill.

B. PENGOLAHAN KERING 1. Pengisian Box Dryer dan Pengeringan


Remahan yang dihasilkan oleh crepper hammer mill dipindahkan dari bak pembersih ke dalam box dryer menggunakan alat vortex pump (Gambar 12b) dan static screen (Gambar 12c). Vortex pump digunakan untuk proses perpindahan remahan karet dari hammer mill ke box dryer dengan dilewatkan melalui static screen yang berfungsi untuk mengurangi kadar air karet tersebut. Static screen merupakan alat yang digunakan untuk memisahkan air dengan remahan karet yang dihisap oleh vortex pump sehingga karet yang dimasukkan ke dalam box dryer tidak tercampur dengan air terlalu banyak. Sebagian air yang terbawa oleh vortex pump akan disirkulasikan kembali ke crepper hammer mill, sedangkan karet remah akan turun ke bawah bersama dengan sebagian kecil air yang tersisa menuju ke box dryer.

b Gambar 12. Hammer Mill (a), Vortex Pump (b) dan Static Screen (c) 13

Remahan karet yang keluar dari static screen diisikan ke dalam boks pengering sebelum dilakukan pengeringan (Gambar 13a). Pengisian ke dalam boks ini harus rata dan tidak dipadatkan (Gambar 13b). Hal ini perlu dilakukan agar udara panas dapat masuk secara merata. Proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan dryer.

Gambar 13. Pemasukan Karet Remah ke dalam Boks (a), Pemasukkan Boks ke Dryer (b)

Dryer terdiri atas 14 boks dilengkapi dengan pemanas dan cooling fan (Gambar 14). Pengeringan dengan dryer dilakukan selama 3,5 - 4 jam dengan temperatur 118 120oC dan interval waktu keluar boks adalah 15 menit. Dryer terdiri dari burner sebagai sumber pemanas dengan berbahan bakar solar, blower yang berfungsi untuk meratakan udara panas dari burner, dan badan dryer yang memiliki 2 sekat, sekat depan untuk sirkulasi udara basah karena remahan karet yang masuk masih basah, dan sekat belakang untuk sirkulasi udara kering. Sirkulasi udara basah akan dibuang melalui exhause, sedangkan udara kering disirkulasikan kembali masuk dalam dryer. Setelah keluar dari dryer, karet dalam boks tersebut didinginkan hingga temperaturnya menjadi 40 oC dengan menggunakan cooling fan, dan extra cooling fan. Kapasitas box dryer adalah 500 kg KK/jam.

Gambar 14. Dryer

2. Bongkar Remahan Karet Kering


Setelah proses pengeringan, boks yang berisi karet remah yang telah kering dikeluarkan menggunakan alat ejector yang secara otomatis mengeluarkan karet remahan

14

dari dalam boksnya., kemudian karet remah di dinginkan kembali dengan menggunakan extra cooling fan yang diletakan di atas meja sortir karet remah (Gambar 15).

Gambar 15. Pembongkaran dari Boks dan Extra Cooling Fan

Karet remah yang telah dikeringkan harus diperiksa secara visual pada bagian tengahnya dan dipastikan tidak ada white spot, black spot, dan kontaminasi (benda selain karet). Pemeriksaan dilakukan dengan cara membelah karet setelah diangkat dari boks atau troli. Remahan yang akan dipres menjadi bale harus bebas cacat dan sedapat mungkin berwarna seragam. Jika didapati remhan masih dalam keadaan mentah, maka remahan tersebut dikeringkan kembali ke dalam dryer. Penyimpangan/cacat pada remahan mengakibatkan karet tersebut mengalami penurunan standar mutu.

3. Penimbangan dan Pengepresan Bale


Penimbangan dilakukan untuk mengukur bobot karet remah yang akan dipres (Gambar 16). Penimbangan ini dilakukan dengan menggunakan timbangan digital. Bobot karet remah yang diukur adalah sebesar 33,33 kg dan 35 kg, disesuaikan dengan pemesanan oleh konsumen.

Timbangan Digital

Gambar 16. Penimbangan Bale

Karet remah di pres atau dikempa dengan alat balling press (Gambar 17). Pada saat pengempaan, karet remah harus dalam keadaan dingin yaitu kurang dari 40 oC. Alat balling press berfungsi untuk memadatkan karet remah yang keluar dari dryer menjadi balle padat pada ukuran 70 cm x 35 cm x 7 cm. 15

Gambar 17. Balling Press

4. Pengemasan dan Penyimpanan Bale


Bale yang telah dipress kemudian diberi pita mutu (sesuai dengan mutunya SIR 3L atau SIR 3WF), setiap kelipatan 9 bale diambil sampel dengan potongan sudut diagonal untuk dianalisa mutunya di laboratorium. Bale yang bebas cacat di bungkus dengan kantong plastik transparan 0,03 mm atau sesuai dengan permintaan pembeli, kemudian bale dimasukkan ke dalam pallet dilapisi plastik hitam 0,20 mm dan telah diberi nomor urut pallet (Gambar 18). Pada setiap lapisan bale dipasangkan plastik interlayer transparan 0,10 mm dan disusun sesuai dengan cara penyusunan bale. Pallet terbuat dari kayu (Fire Stone/FS) dan plastik (Shrink Wrapped/SW) dengan dimensi 110x145x100 cm3, 1 pallet terdiri 36 bale (6 lapisan).

Gambar 18. Proses Pengemasan

Pengaturan bale dalam kemasan pallet disesuaikan dengan prosedur SNI 06-19032000 (revisi terakhir). Pengaturan bale ini dibedakan urutannya sesuai dengan susunannya (Gambar 19).

16

Gambar 19. Susunan Bale

5. Penggudangan SIR
Seluruh Pallet sebelum dijual di masukkan ke dalam gudang, di gudang packing pallet tersebut di pres (ditumpuk) dengan pallet berikutnya selama 24 jam, kemudian pallet disusun kembali dan dicek untuk dilihat kualitasnya. Alat bantu dalam proses penggudangan adalah forklift (Gambar 20). Penyusunan dan penumpukkan pallet disusun menurut jenis mutunya. Pallet yang disusun dibuat per baris menurut urutan nomor pallet yang sudah diberikan, hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam penunjukkan nomor. Antara baris dan dinding pallet dibuat jarak minimal 40 cm, hal ini penting untuk dilakukan karena untuk mempermudah memeriksa dan mencari nomor pallet. Penumpukkan pallet boleh dilakukan dengan maksimum penumpukkan sebanyak 3 (tiga) tingkat, tetapi untuk kemasan dengan SW tidak dapat ditumpuk. Penumpukkan kemasan SW hanya boleh dilakukan jika menggunakan rak besi dengan tinggi 3 (tiga) tingkat. Gudang harus selalu dalam kondisi bersih.

Gambar 20. Gudang dan Forklift

17

IV. PENANGANAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH


Limbah merupakan masalah penting bagi sebuah industri. Setiap pabrik pengolahan hasil pertanian harus memperhatikan dampak-dampak limbah yang dihasilkan dari pengolahan terhadap lingkungan ekologis. Pabrik pengolahan karet remah Unit Usaha Way Berulu mengeluarkan 4 (empat) jenis limbah yaitu limbah cair, emisi gas buang atau udara, limbah padat, dan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).

A. LIMBAH PADAT
Limbah padat yang dihasilkan dari pengolahan karet remah, berasal dari proses pemisahan getah karet yang tersisa dari air proses pengolahan karet remah pada kolam rubber trap. Limbah padat dari hasil pengutipan pada kolam rubber trap (Gambar 21). Limbah padat tersebut akan dipasarkan kembali melalui kantor Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII dengan sistem tender.

Gambar 21. Pengutipan dari Rubber Trap

Selain itu, limbah padat dihasilkan dari beberapa aktivitas produksi yaitu pada saat pemanenan lateks dari kebun. Saat pemanenan lateks dapat terjadi pembekuan lateks secara alami sebelum sampai ke pabrik dan umumnya disebut sebagai lump. Lump-lump tersebut dipisahkan dari lateks dan dikumpulkan di tempat pengumpulan lump (Gambar 22), untuk kemudian dikirim kembali ke pabrik pengolahan karet UU Pematang Kiwah yang memproduksi jenis SIR 10 dan SIR 20 (Low Grade).

18

Gambar 22. Tempat Pengumpulan Lump

B. LIMBAH CAIR
Pabrik pengolahan karet remah unit usaha Way Berulu dengan kapasitas produksi sebanyak 30 ton kk/hari. Limbah cair yang dikeluarkan antara 240 m3 sampai dengan 312 m3. Limbah cair pengolahan karet berasal dari proses pengenceran lateks, koagulasi, penggilingan, dan pencucian. Limbah cair dialirkan melalui parit yang akan diarahkan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah atau IPAL. Pengolahan limbah cair di UU Way Berulu dapat dilihat pada diagram alir pengolahan limbah cair (Lampiran 5). Pengendalian limbah cair yang dilakukan adalah pengendalian pemakaian air di pabrik (In Plant Control) dan in house keeping yang baik. Upaya yang telah dilakukan untuk memenuhi baku mutu limbah cair karet adalah : 1. Pemasangan Turbo Jet Aerator 2. Pemasangan Sprayer 3. Pengutipan karet ditrap secara berkelanjutan 4. Pemasangan sekat penangkap butiran karet di saluran air limbah sebelum masuk ke kolam rubber trap Karakteristik Limbah dan Sistem Penanganan Limbah Pabrik Karet I. In Plant Control meliputi : Penggunaan air pengolahan dengan efisien Pemakaian bahan kimia pencampur yang terkendali II. Mencegah loses dan ceceran bahan pelumas/minyak seoptimal mungkin House Keeping : Pemeliharaan parit-parit buangan limbah Pemasangan perangkap karet di sekitar parit Pemisahan limbah cair dan limbah padat sesuai dengan tempatnya Sarana pengolahan air limbah yang digunakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII Unit Usaha Way Berulu, yaitu rubber trap I dan II, anaerobik I, anaerobik II, fakultatif I, fakultatif II, aerobik I, dan aerobik II (Gambar 23). Adapun data sarana pengolahan air limbah SIR di unit usaha Way Berulu dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini :

19

Tabel 5. Data Sarana Pengolahan Limbah : No 1 2 3 4 5 6 7 8 Nama Kolam Rubber Trap I Rubber Trap II Anaerob I Anaerob II Fakultatif I Fakultatif II Aerob I Aerob II Dimensi (M) 16 x 12 x 2,5 24 x 12 x 2 30 x 70 x 5,5 30 x 70 x 5,5 40 x 75 x 3 40 x 75 x 3 30 x 70 x 1,5 50 x 100 x 1,5 Volume (M3) 415 526 11.550 11.550 9.000 9.000 3.150 7.500 Retensi (Hari) 0,55 0,70 15,4 15,4 12 12 4,2 10

9 Bak Recycle 5 x 10 x 2 100 0,13 Keterangan : m3 air dari pengolahan SIR per ton KK adalah 25 m3 dengan kapasitas pabrik sebesar 30 ton KK/hari.

20

Analisa Lab 3 bulan sekali Analisa Lab 1 bulan sekali

Analisa Lab 6 bulan sekali

21

Gambar 23. Instalasi Pengendalian Air Limbah (IPAL)

1.

Rubber Trap
Tahap pertama dilakukan melalui kolam rubber trap (Gambar 24). Kolam ini memiliki kapasitas, kolam rubber trap I adalah 415 m3 (16m x 12m x 2,5m) dengan retensi 0,55 hari, sedangkan kapasitas kolam rubber trap II adalah 576 m3 (24m x 12m x 2m) dengan retensi 0,70 hari. Pengurasan kolam dilakukan 6 bulan sekali. Limbah dikutip 2-4 hari sekali agar lebih mudah dalam pengambilan karena sudah berbentuk lembaran padat. Pemeliharaan harian lingkungan kolam dilakukan 3 hari sekali.

Rubber trap II

Rubber trap I Gambar 24. Kolam Rubber Trap I dan II

2.

Anaerobik I
Setelah dari kolam pertama, air limbah yang telah dipisah dari bijinya akan dialirkan ke kolam kedua yaitu kolam anaerobik I (Gambar 25). Fungsi kolam ini adalah untuk mengendapkan limbah karet sehingga terbentuk lapisan karet (limbah padat) dan untuk menguraikan senyawa-senyawa kimia yang terkandung di air oleh bakteri-bakteri Anaerob. Kolam ini mempunyai ukuran kedalaman yang cukup dalam (5,5 m). Kapasitas kolam Anaerob I adalah 11.550 m3 (30m x 70m x 5,5m) dengan masa tinggal 15,4 hari dan pengurasan kolam dilakukan 1 tahun sekali, pengutipan lapisan karet dilakukan 1 bulan sekali.

Gambar 25. Kolam Anaerobik I dan II

22

3.

Anaerobik II
Kolam anaerobik II (Gambar 25) digunakan sebagai kolam lanjutan dari anaerobik I untuk mendegradasi bahan-bahan organik yang mungkin belum dapat didegradasi di kolam anaerobik I. Fungsi kolam ini untuk mengendapkan limbah padat (scum) dengan ketebalan 5-15cm, kolam Anaerob II memiliki kapasitas 11.550 m3 (30m x 70m x 5,5m) dengan masa retensi 15,4 hari dan perlakuannya sama dengan kolam Anaerob I.

4.

Fakultatif I
Kolam keempat adalah kolam fakultatif I (Gambar 26) dan kolam ini merupakan lanjutan dari kolam penanganan limbah cair industri karet remah setelah kolam anaerobik I dan anaerobik II. Kolam fakultatif merupakan kolam perantara antara kolam anaerobik dengan kolam aerobik. Kapasitas kolam fakultatif I adalah 9.000 m3 (40m x 75m x 3m) dengan retensi 12 hari dan pengurasan kolam dilakukan 1 tahun sekali.

Gambar 26. Kolam Fakultatif I dan II

5.

Fakultatif II
Kolam kelima adalah fakultatif II (Gambar 26). kolam ini berfungsi sebagai perantara antara kolam Anaerob dengan kolam aerob dan tempat pemberian oksigen untuk mengendalikan kadar COD dan BOD. Pada kolam fakultatif II dilengkapi dengan turbo jet aerator sebanyak 2 unit yang beroperasi selama 8 jam per hari. Pada bagian outlet kolam fakultatif II disemprot dengan air yang berasal dari kolam recycling dengan tujuan agar dikolam menghasilkan gelembung-gelembung udara. Kolam fakultatif II memiliki kapasitas yaitu sebesar 8.400 m3 (40m x 70m x 3m) dan masa retensi 11,2 hari.

6.

Aerobik I
Kolam Keenam adalah kolam aerobik I yang berfungsi agar air kontak secara langsung dengan udara dan dapat mengikat oksigen. Kolam disemprot dengan air pada setiap sisi-sisinya, sebagian kecil air dari kolam aerob I ditampung dikolam recycling. Air hasil kolam aerob I dapat langsung dialirkan keluar setelah melewati pintu debit air. Kolam aerob I memiliki kapasitas 3150 m3 (30mx70mx1,5m) dan masa retensi 4,2 hari serta pengurasan kolam dilakukan 1 tahun sekali. 23

Gambar 27. Kolam Aerobik I dan II

Kolam Aerob I akan mengalir ke kolam recycling dan kolam Aerob II (Gambar 27). Air di dalam kolam recycling adalah air bersih yang siap dipompakan dan digunakan kembali untuk proses pengolahan karet remah (SIR) dan untuk menyemprotkan air (pengikat oksigen) ke kolam Aerob I. Kapasitas kolam recycling adalah 100 m3 (5mx10mx2m) dengan retensi air selama 0,13 hari (Gambar 28).

Gambar 28. Kolam Recycling

7.

Aerobik II
Pada kolam terakhir adalah kolam aerobik II. Kolam ini digunakan sebagai kolam yang menentukan bahwa limbah cair tersebut sudah tidak berbahaya. Kolam ini terdapat beberapa ekor ikan mas yang digunakan sebagai indikator dari limbah cair tersebut. Kolam aerob II memiliki kapasitas 7.500 m3 (50mx100mx1,5m) dengan masa tinggal 10 hari, air hasil kolam aerob II dapat langsung dialirkan ke sungai setelah melewati pintu debit air. Air limbah yang sudah tidak berbahaya dapat langsung dialirkan ke saluran irigasi penduduk sekitar pabrik. 24

C. LIMBAH GAS
Limbah gas yang dihasilkan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII UU Way Berulu adalah gas/udara yang keluar dari cerobong genset dan cerobong dryer. Gas atau uap yang dikeluarkan dari dryer, melalui cerobong asap dengan tinggi 7 meter (Gambar 29).

Cerobong Asap

Gambar 29. Cerobong Asap dari Dryer

Gas/udara yang keluar dari cerobong genset adalah gas hasil pembakaran antara bahan bakar solar yang mengandung bahan-bahan kimia dengan udara (Gambar 30). Debit udara yang dikeluarkan oleh sumber pengeluaran limbah gas di PPKR UU Way Berulu berbeda-beda untuk setiap sumbernya. Debit udara yang berasal dari genset adalah sebesar 0,219 m3/dt, dryer I sebesar 3,215 m3/dt, dryer II sebesar 0,185 m3/dt, dan dryer III sebesar 0,193 m3/dt. Pengujian emisi gas buang dilakukan setiap 1 tahun sekali, dengan tujuan untuk mengetahui kondisi udara yang ada di sekitar pabrik.

Gambar 30. Pembuangan Gas dari Mesin Genset Melalui Cerobong 25

Pengujian emisi gas buang dilakukan oleh UPTD Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Sumatera Selatan. Pengujian ini menggunakan beberapa parameter yang sesuai dengan ketentuan Kep No. 13/MENLH/3/1995 dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999 mengenai ketentuan parameter yang digunakan untuk kualitas udara ambient. Pengujian kualitas udara ambient dilakukan pada 3 (tiga) lokasi di sekitar pabrik. Lokasi pertama berada pada 100 meter dari pabrik arah barat laut (depan Puskebun). Lokasi kedua berada pada 200 meter dari pabrik arah utara (perumahan karyawan Way Sema). Lokasi ketiga berada pada 250 meter dari pabrik arah timur laut (perumahan karyawan Way Berulu).

D. LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)


Selain limbah cair, padat, dan gas juga terdapat limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Limbah B3 ini disimpan terpisah di ruang pengolahan limbah (Gambar 31). Limbah yang di sebut dengan B3 terdiri dari oli dan accu bekas dari alat angkut forklift, traktor, kendaraan penumpang, kendaraan angkutan dan mesin pembangkit (genset caterpillar dan deutz).

Gambar 31. Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3

26

V. PEMBAHASAN

A. SUMBER LIMBAH DARI PROSES PENGOLAHAN KARET REMAH (HIGH GRADE)


Unit Usaha Way Berulu merupakan pabrik yang memproduksi karet remah atau crumb rubber dan disebut juga sebagai Standard Indonesian Rubber (SIR). Karet SIR adalah karet remah yang merupakan jenis karet olahan dengan mutu spesifik. Unit Usaha ini memproduksi SIR 3L dan 3WF. Bahan baku produk SIR berasal dari lateks kebun yang diperoleh dari penyadapan pohon karet. Setiap kegiatan industri bertujuan untuk menghasilkan suatu produk yang bermanfaat dan mendatangkan keuntungan sosial-ekonomi. Industri tersebut menimbulkan dampak terhadap lingkungan berupa limbah. PPKR Unit Usaha Way Berulu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah dari proses produksinya. Limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya atau beracun yang karena sifat atau konsentrasinya, baik secara langsung atau tidak langsung akan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk lainnya (Purba, 2009). Menurut Kristanto (2004) berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi tiga bagian yaitu limbah cair, limbah gas dan partikel, serta limbah padat. Limbah yang dihasilkan PPKR Unit Usaha Way Berulu dapat digolongkan menjadi empat bagian yaitu limbah padat, limbah cair, limbah gas, dan limbah B3(Tabel 6).

Tabel 6. Jenis Limbah dari Proses Produksi Karet Remah Jenis Limbah Padat Proses Pengolahan Karet Remah Penyadapan lateks Pengutipan sisa karet di kolam rubber trap Sisa koagulan lateks yang tercecer saat penggilingan Pengenceran lateks di bulking tank Penggumpalan lateks di bak koagulasi Peremahan dengan hammer mill Pemasukkan karet remah ke dalam box dryer Pencucian alat Cerobong asap dari mesin genset Cerobong asap dari mesin dryer Sisa oli dan accu bekas dari dari alat angkut forklift, traktor, kendaraan penumpang, kendaraan angkutan dan mesin pembangkit

Cair

Gas B3

Limbah padat PPKR UU Way Berulu berasal dari kebun berupa lump, proses penggilingan berupa slab, kolam rubber trap, dan kolam anaerobik. Limbah padat yang dihasilkan tidak terlalu berbahaya dan limbah tersebut masih dapat digunakan kembali untuk pembuatan produk lain (reuse). Limbah cair pengolahan karet bersumber dari tahap koagulasi, penggilingan dan pencucian. Limbah ini mengandung bahan organik yang berasal dari serum dan partikel karet 27

yang belum terkoagulasi. Serum tersebut mengandung protein, gula, lemak, dan garam anorganik (Nazaruddin dan Paimin, 2004). Limbah cair industri karet remah, mengandung bahan organik, karena bahan baku berupa lateks mengandung bahan organik seperti asam lemak, gula, protein, dan jenis garam. Menurut Anonim (2010b), bahwa bahan karet mentah mengandung 90-95% karet murni, 2-3% protein, 1-2% asam lemak, 0,2% gula, 0,5% jenis garam dari Na, K, Mg, Ca, Cu,Mn dan Fe. Pada PPKR UU Way Berulu, limbah cair pengolahan karet berasal dari proses koagulasi, penggilingan, dan pencucian. Limbah cair dialirkan melalui parit yang yang terdapat di sekeliling pabrik pengolahan menuju ke Instalasi Pengelolaan Air Limbah atau IPAL (Gambar 32).

Gambar 32. Parit Menuju IPAL

Pada proses pengolahan karet dapat diketahui lateks yang ditambahkan banyak bahan kimia saat di kebun akan menimbulkan busa yang banyak pada air pencuci saat proses peremahan dengan hammer mill (Gambar 33).

Gambar 33. Busa pada Air Pencuci

Buangan dari pabrik karet umumnya terdiri dari air sisa proses produksi, sedikit lateks yang tidak menggumpal, dan serum yang mengadung bahan-bahan organik dan anorganik. Sifat limbah cair yang dihasilkan berbeda-beda, tergantung proses yang digunakan dalam pabrik. pada umumnya limbah yang dihasilkan bersifat asam dengan pH antara 4,2 dan 6,3. Sifat asam yang dimiliki tersebut, disebabkan karena di dalam air limbah tersebut tersampur asam format yang digunakan pada tahap pembekuan lateks (Suparto dan Alfa, 1996). 28

Limbah gas yang dihasilkan PPKR UU Way Berulu berasal dari cerobong genset dan dryer, sedangkan limbah B3 terdiri dari oli dan accu bekas dari alat angkut forklift, traktor, kendaraan penumpang, kendaraan angkutan dan mesin pembangkit (genset caterpillar dan deutz).

B. PENANGANAN LIMBAH PADAT


Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur, dan bubur yang berasal dari sisa proses pengolahan. Limbah dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu limbah padat yang dapat didaur ulang dan limbah padat yang tidak memiliki nilai ekonomis (Kristanto, 2004). Limbah padat di PPKR UU Way Berulu termasuk dalam limbah ekonomis, karena masih dapat digunakan kembali (reuse) untuk proses produksi produk lain. Pada kolam rubber trap dan anaerobik, sisa karet yang menjadi limbah padat akan terangkat dan terkumpul di permukaan kolam. Pengutipan atau pengambilan sisa karet tersebut dilakukan setiap 2-4 hari. Sisa karet tersebut akan dipasarkan kembali melalui kantor Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII dengan sistem tender. Umumnya limbah padat ini akan dikirim ke daerah medan, Sumatera Utara, untuk dijadikan produk seperti sepatu bot ataupun sandal jepit, sedangkan lump yang terkumpul akan di kirim ke UU Pematang Kiwah (Pewa) untuk diproses lagi menjadi produk SIR 10 dan SIR 20 (Low Grade). Setiap harinya PPKR UU Way Berulu mendapatkan lump dari truk pengangkut lateks dari kebun, untuk data mengenai jumlah lump yang dikirim ke Pewa dapat dilihat pada Lampiran 6.

C. PENGOLAHAN LIMBAH CAIR


Pengolahan air limbah bertujuan untuk mengurangi BOD, partikel tercampur, serta membunuh organisme patogen, menghilangkan bahan nutrisi, komponen beracun, serta bahan yang tidak dapat didegradasikan agar konsentrasi yang menjadi lebih rendah, sehingga diperlukan pengolahan secara bertahap agar bahan-bahan di atas dapat dikurangi (Sugiharto, 1987). Pengolahan limbah cair dikelompokan menjadi beberapa tahapan. Menurut Sugiharto (1987), terdapat 6 (enam) bagian dalam kegiatan pengolahan air limbah antara lain: 1. Pengolahan pendahuluan (pre treatment) 2. Pengolahan pertama (primary treatment) 3. Pengolahan kedua (secondary treatment) 4. Pengolahan ketiga (tertiary treatment) 5. Pembunuhan kuman (desifection) 6. Pembuangan lanjutan (ultimate disposal) Pengolahan pendahuluan atau pre treatment merupakan kegiatan yang berupa pengambilan benda terapung dan benda yang mengendap seperti pasir sedangkan pengolahan pertama atau primary treatment merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menghilangkan zat padat tercampur melalui pengendapan atau pengapungan. Pengolahan kedua atau secondary treatment bertujuan untuk mengurangi bahan-bahan organik melalui mikroorganisme yang ada di dalamnya sedangkan pengolahan ketiga atau tertiary treatment merupakan kegiatan pengolahan secara khusus sesuai dengan kandungan zat terbanyak dalam air limbah. Pengolahan limbah lebih lanjut dapat dilakukan dengan pembunuhan kuman dan pembuanagan lanjutan (Sugiharto, 1987). Pengolahan limbah cair di PPKR UU Way Berulu menggunakan sistem IPAL yang baik. Pengolahan limbah cair yang dilakukan yaitu dengan primary treatment dan secondary treatment. Pemisahan di rubber trap merupakan penanganan limbah cair awal atau primary treatment karena kegiatan ini merupakan kegiatan untuk menghilangkan zat padat pada limbah cair dengan cara 29

pengapungan. Secondary treatment terdapat pada kolam anaerobik I hingga kolam aerobik II dengan sistem pendekatan lagoon system, karena kolam-kolam tersebut sebagai tempat degradasi bahan-bahan organik dalam air limbah dengan menggunakan bantuan mikroorganisme. Limbah cair dipisahkan dari karet yang masih terkandung di dalam air limbah melalui kolam rubber trap I dan II. Kolam ini berfungsi sebagai tempat untuk menggumpalkan atau menangkap butir-butir karet (koagulum). Butiran-butiran karet yang telah terpisah dari air limbah akan menggumpal di permukaan kolam. Padatan tersebut akan dikutip setiap 2-4 hari sekali. Pengutipan ini merupakan salah satu kegiatan pengendalian limbah cair secara House Keeping yang diterapkan oleh PPKR UU Way Berulu. Proses penggumpalan butiran karet tersebut dilakukan dengan merancang sistem aliran pada kolam rubber trap secara zig-zag atau bentuk S dan secara gelombang. Sistem zig-zag diterapkan pada rubber trap I, dengan saluran pipa yang diletakkan secara gelombang (atasbawah) antara bak satu ke bak lainnya. Pada rubber trap II, sistem perangkap yang diterapkan hanya dengan meletakkan saluran pipa secara gelombang, sedangkan proses perpindahannya lurus saja. Hal tersebut dilakukan karena dipengaruhi oleh kecepatan debit air limbah sehingga jika pipa saluran dari bak ke bak lainnya pada rubber trap I maupun II diletakkan sejajar, maka tidak akan terjadi proses merangkap (trapping) butiran karet. Kolam rubber trap I menggunakan sistem aliran secara zig-zag atau bentuk S dan secara gelombang karena kecepatan influent yang pertama kali masuk ke kolam dalam kecepatan yang tinggi, sistem aliran secara zig-zag atau bentuk S dan secara gelombang akan membantu efisiensi dari proses trapping tersebut. Kolam rubber trap II menggunakan sistem aliran yang meletakkan saluran pipa secara gelombang dengan proses perpindahannya lurus. Sistem ini diterapkan karena kecepatan air limbah yang masuk ke kolam rubber trap II dari kolam rubber trap I akan menjadi lebih lambat, saluran pipa secara gelombang dengan proses perpindahan lurus akan membuat trapping lebih lama dan proses flokulasi dan sedimentasi yang terjadi akan lebih efisien. Hal ini dapat dilihat dari masa retensi dan ketebalan padatan karet yang terperangkat dipernukaan kolam rubber trap II. masa retensi di kolam rubber trap II akan lebih lama dan ketebalan padatan karet yang terperangkap lebih tebal dibandingkan dengan kolam rubber trap I. Air limbah dialirkan ke kolam anaerobik, setelah melalui kolam rubber trap. Pada kolam ini dilakukan pemisahan bahan-bahan organik senyawa karbon, nitrogen, dan fosfor yang terdapat dalam limbah cair industri karet remah dapat didegradasi oleh bakteri metanogenik yang akan menghasilkan gas metana. Pembentukan gas metan yang terjadi pada kolam anaerobik dapat dilihat dari reaksi yang terjadi secara umum proses pembentukan gas metan (Oktaviana, 2009) :

(C6H10O5)n + nH2O

m.o. 3n CO2 + 3n CH4

Limbah cair dari proses pengolahan karet remah ini masih memiliki gula karena bahan baku yang digunakan berupa lateks kebun memiliki kandungan gula sebesar 0,2 %. Gula dalam limbah ini jumlahnya tidak besar sehingga kemungkinan gas metan yang timbul tidak besar. Menurut Rosalin et al (2009), bahwa potensi pembentukan gas metana pada kolam anaerobik I IPAL industri karet remah PTPN VII Unit Usaha Way Berulu sangat kecil, pada inlet sebesar 0% dan outlet sebesar 0,46 %. Pengolahan sekunder di PPKR UU Way Berulu ada tiga cara yaitu anaerobik, fakultatif, dan aerobik. Ketiga pengolahan tersebut merupakan pengolahan limbah cair yang dilakukan 30

secara biologis yaitu dengan bantuan mikroorganisme untuk mendegradasi limbah tersebut. Menurut Ginting (2007), penanganan biologis yaitu memanfaatkan kehidupan bakteri dalam merombak limbah, dan menurut Kristanto (2004) proses pengolahan limbah melalui cara biologis dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu pengolahan cara aerob, cara anaerob dan cara fakultatif. Air limbah industri karet mengandung bahan organik yang cukup tinggi seperti senyawa karbon, nitrogen, dan fosfor serta memiliki nilai kebutuhan oksigen kimia (COD) sebesar 30005000 mg/l yang dapat berpotensi mencemari lingkungan. Pada umumnya penanganan limbah cair industri karet remah menggunakan kolam anaerobik dan kolam fakultatif. Sistem kolam anaerobik merupakan salah satu pengolahan air limbah yang di dalamnya terjadi degradasi bahanbahan organik tanpa adanya oksigen bebas yang menghasilkan gas metana dan karbondioksida. Gas metana yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif (bahan bakar) sehingga dapat mengurangi dampak pemanasan global (Rosalin et al, 2009). Kolam anaerobik merupakan kolam yang paling dalam, hal ini bertujuan agar proses anaerobik (tidak ada udara) dapat terjadi karena sinar matahari sulit menembus ke dalam air sehingga bakteri anaerob dapat hidup. Kolam ini mempunyai penutup permukaan berupa limbah padat lapisan karet, hal ini bertujuan untuk mencegah oksigen masuk kedalam kolam sehingga bakteri anaerob dapat bekerja optimal merombak limbah cair menjadi senyawa organik sederhana. Kolam anaerobik terdiri dari anaerobik I dan anaerobik II. Kolam anaerobik dibuat sebanyak 2 (dua) kolam, bertujuan untuk memaksimalkan bakteri anaerobik bekerja dalam mengurai limbah cair tersebut. Kapasitas kolam anaerob diperkirakan dapat menampung produksi air limbah selama 1820 hari, sedangkan kapasitas kolam aerob diharapkan dapat menampung produksi air limbah selama 8-10 hari. Kolam anaerob dibuat lebih besar daripada kolam aerob karena pada kolam anaerob pengurangan nilai BOD setelah hari ketiga semakin besar, sedangkan pada kolam aerob pengurangan nilai BOD setelah hari keempat akan semakin kecil (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2006). Lapisan karet di kolam anaerobik I dikutip menggunakan bambu dan dikumpulkan di tanggul kolam untuk kemudian dikumpulkan pada tempat yang telah disediakan. Lapisan karet tersebut nantinya akan dijual terpisah. Sedangkan, pada kolam anaerobik II pengutipan menggunakan bambu panjang untuk menarik kotoran sampai ke pinggir kolam. Kotoran tersebut dikumpulkan di tanggul kolam untuk nantinya dibuang. Pada prinsipnya proses yang terjadi dengan cara anaerob adalah mengubah bahan organik dalam limbah air menjadi methan dan karbon dioksida tanpa ada oksigen. Perubahan ini dilaksanakan dalam dua tahap dengan dua kelompok bakteri yang berbeda. Pertama, zat organik diubah menjadi asam organik dan alkohol yang mudah menguap. Kedua, melanjutkan perombakan senyawa asam organik menjadi methan (Kristanto, 2004). Kolam fakultatif adalah kolam yang mengandung bakteri yang memiliki adaptasi yang tinggi (Kristanto, 2004). Kolam fakultatif berfungsi sebagai perantara antara kolam anaerobik dengan kolam aerobik. Pada kolam ini, bakteri aerob mulai hidup namun belum terlalu banyak. Kolam ini dirancang lebih dangkal dari kolam anaerobik, hal ini dilakukan agar sinar matahari dapat masuk dan memperbanyak bakteri aerob. Kolam fakultatif terdiri dari fakultatif I dan fakultatif II. Kolam fakultatif I sebagai tempat perombakan senyawa organik sederhana yang belum terurai dalam kolam anaerobik. Pemeliharaan kolam fakultatif I harus bebas polutan, dan untuk membersihkan pollutan tersebut juga menggunakan bambu panjang. Kotoran tersebut 31

dikumpulkan di tanggul kolam untuk dibuang. Sedangkan, pada kolam fakultatif II Pemeliharaan kolam tersebut cukup dikutip dari pinggir kolam dengan menggunakan alat pengait. Pada kolam fakultatif I terjadi proses fisika, tanpa perlakuan bahan kimia yaitu dikembangkan enceng gondok untuk menguraikan kandungan protein sisa lateks dan menggendalikan kadar COD dan BOD menyerap racun/pollutan di dalam air. Kolam fakultatif II merupakan kolam tempat pemberian oksigen untuk mengendalikan kadar COD dan BOD dengan menggunakan turbo jet aerator (Gambar 34). Turbo jet aerator digunakan agar menstimulasi lebih banyak oksigen yang masuk ke dalam kolam.

Gambar 34. Turbo Jet Aerator Pada Kolam Fakultatif II

Turbo jet aerator merupakan salah satu alat yang dapat digunakan sebagai alat penambah oksigen dalam limbah dengan menggunakan prinsip perputaran baling-baling yang dapat menstimulasi air limbah untuk berkontak langsung dengan udara. Menurut Sugiharto (1987), kontak air limbah dengan oksigen melalui perputaran baling-baling yang diletakkan pada permukaan air limbah akan mengakibatkan air limbah terangkat ke atas sehingga air limbah tersebut akan mengadakan kontak langsung dengan udara sekitarnya. Penambahan oksigen (aerasi) adalah salah satu usaha dari pengambilan zat pencemar yang terdapat dalam air limbah, sehingga konsentrasi zat pencemar akan berkurang atau bahkan dihilangkan sama sekali (Sugiharto, 1987). Penambahan oksigen dengan turbo jet aerator akan mengurangi konsentrasi zat pencemar di dalam air limbah, hal ini akan mempengaruhi nilai parameter-parameter untuk pengukuran baku mutu limbah cair industri karet yaitu BOD5, COD, pH, TSS, NH3, dan N-total. BOD atau Biological Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik, sedangkan COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd, 1990 dalam Hariyadi, 2004). Air limbah dari kolam fakultatif akan dialirkan menuju kolam aerobik. Kolam aerobik terdiri dari aerobik I dan aerobik II. Kolam aerobik I adalah kolam yang tidak tertutup permukaannya sehingga dapat kontak langsung dengan udara bebas, sehingga berfungsi sebagai tempat penguraian senyawa-senyawa dalam air limbah secara aerobik oleh bakteri aerob dengan cara mengoksidasi asam-asam organik. Pada kolam aerobik I diberikan penyemprot di sekitar 32

kolam, air dari penyemprot tersebut berfungsi sebagai pengikat oksigen dari udara menuju ke dalam kolam sehingga dapat mengefisiensikan oksigen. Selain itu, kolam ini juga memiliki kedalaman yang lebih dangkal dari kolam-kolam sebelumnya. Hal ini bertujuan agar sinar matahari akan lebih mudah masuk ke dalam kolam dan memperbanyak bakteri aerob yang dapat hidup. Pada kolam aerobik I, air limbah telah berubah menjadi warna hijau muda yang sebelumnya berwarna hitam dan berbau. Warna air hijau muda dikarenakan mengandung alga dan pada kolam aerobik I hidup beberapa jenis ikan, hal ini menunjukkan bahwa pH di aerobik I ini netral sehingga ikan dapat hidup. Air limbah dari aerobik I, selain menuju kolam aerobik II juga masuk ke dalam kolam recycling. Kolam recycling adalah kolam bersekat yang berfungsi sebagai pengolahan air daur ulang. Air dari kolam recycling dipompakan menuju penyemprot di sekitar kolam aerobik I dan fakultatif II serta menuju pabrik pengolahan jika kekurangan air untuk proses pengolahan karet. Namun, air tersebut jarang digunakan untuk proses pengolahan karena walaupun pada musim kering, PPKR UU Way Berulu belum pernah mengalami kekurangan air. Pompa kolam recycling diletakkan pada kolam aerobik I agar mengefisiensikan tenaga dan biaya. Jika kolam tersebut diletakkan pada kolam aerobik II, maka akan membutuhkan tenaga pompa yang lebih besar dan menggunakan pipa saluran yang lebih panjang. Kolam aerobik II merupakan kolam penampungan limbah cair yang terakhir sebelum dialirkan ke daerah pertanian warga sekitar pabrik. Kolam ini merupakan kolam tempat mengoperasikan asam-asam organik sederhana yang mudah menguap dan menonaktifkan bakteri di aerobik. Limbah cair dari kolam aerob II sudah dianggap bersih sehingga dapat dilepas ke pengairan dengan diamati debit keluarnya limbah cair tersebut. Pengolahan limbah karet dengan sistem anaerobik-aerobik merupakan sistem pengolahan sederhana, mudah dioperasikan, murah, dan kualitas hasil olahannya dapat memenuhi kriteria baku mutu yang berlaku. Kelemahan sistem tersebut adalah kebutuhan lahan yang cukup luas untuk pembangunan kolam, karena itu pengolahan dengan sistem kolam sesuai untuk pabrikpabrik crumb rubber yang terletak jauh dari pemukiman dan mempunyai persedian lahan yang luas. Pengolahan yang membutuhkan lahan yang luas ini pada prinsipnya merupakan pengolahan biologis, yaitu penguraian bahan-bahan organik yang terkandung dalam air limbah tersebut dengan bantuan mikroorganisme, baik dalam kondisi anaerobik maupun dalam kondisi aerobik (Tampubolon, 1993). Pada pengolahan limbah cair, diperlukan diketahui masa retensi untuk setiap kolam IPAL, karena masa retensi dapat dijadikan sebagai perhitungan efisiensi ukuran sebuah kolam IPAL. Menurut Sugiharto (1987), masa retensi atau dapat disebut sebagai waktu tinggal air limbah pada kolam penanganan limbah cair. Waktu tinggal (detention time) adalah waktu yang diperlukan oleh suatu tahap pengolahan agar tujuan pengolahan dapat dicapai secara optimal. Masa retensi diketahui berdasarkan perhitungan kapasitas kolam yang digunakan per pemakaian air yang digunakan pada proses pengolahan karet remah. Pemakaian air ditentukan dari kapasitas pabrik per ton kk per hari dikali dengan pemakaian air m3 per ton kk. Kapasitas pabrik adalah sebesar 30 ton kk/hari, sedangkan pemakaian air adalah sebesar 25 m3/ton kk, maka asumsi air yang masuk ke kolam pengolahan limbah cair adalah sebesar 750 m3. Masa retensi merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi penurunan nilai parameter BOD dan COD dalam suatu limbah. Semakin luas volume yang digunakan pada kolam-kolam pengolahan air limbah maka semakin lama limbah tersebut akan tinggal di kolam dan bahan-bahan organik terdegradasi lebih banyak sehingga nilai BOD dan COD pun dapat diturunkan. 33

Hal yang perlu diperhatikan dari sistem pengolahan limbah cair adalah analisa limbah cair tersebut. Proses analisa limbah cair di PPKR UU Way Berulu dilakukan pada bagian outlet dan dianalisa setiap 1 bulan sekali. Analisa limbah cair tidak dilakukan sendiri oleh PPKR UU Way Berulu, tetapi dilakukan oleh Balai Riset dan Standardisasi Industri Bandar Lampung (BARISTAND). Hal ini dilakukan karena masih kurangnya peralatan dan tenaga kerja untuk proses analisa limbah cair. Parameter yang digunakan dalam analisis limbah cair ada 6 (enam) parameter diantaranya COD, BOD5, TSS (Total Suspended Solid), NH3-N, N-Total, dan pH. Menurut Hariyadi (2004), nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah urai (biodegradable organics) yang ada di perairan. COD menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada. BOD (Biological Oxygen Demand) adalah banyaknya oksigen dalam ppm (part per million) atau milligram/liter (mg/l) yang diperlukan untuk menguraikan benda organik oleh bakteri. COD (Chemical Oxygen Demand) adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram per liter yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organik secara kimiawi. Semakin besar angka BOD ini menunjukkan bahwa derajat pengotoran air limbah adalah semakin besar (Sugiharto, 1987). pH atau konsentrasi ion hidrogen adalah ukuran kualitas dari air maupun dari air limbah (Sugiharto, 1987). Penentuan pH perlu diketahui apakah telah terjadi perubahan sifat asam-basa perairan dari nilai pH alaminya, bila nilainya lebih tinggi dari satu unit di atas normal berarti perairan menjadi terlalu basa, sebaliknya bila terjadi penurunan maka perairan menjadi terlalu asam. Bila ini terjadi, selain mengganggu biota atau ekosistem perairan, juga akan mengurangi nilai guna air. Demikian juga TSS, jika nilainya meningkat cukup signifikan, perairan akan tampak keruh dan terkesan kotor sehingga dapat mengurangi daya guna air tersebut. Menurut Sugiharto (1987) TSS (Total Suspended Solid) adalah jumlah berat dalam mg/l kering lumpur yang ada di dalam air limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron.

Tabel 7. Analisa Limbah Cair Outlet PPKR UU Way Berulu, 2010 Parameter BML* Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul COD 200 mg/l 27 19 21 48 20 33 19,5 BOD5 60 mg/l 11 5 12 23 9 17 9 TSS (Total Suspended Solid) 100 mg/l 18 13 13 37 16 38 5 NH3-N 5 mg/l 38 4,5 4,9 4,3 4,65 4,5 4,9 N-Total 10 mg/l 54,72 6,48 7,06 6,19 6,70 6,48 7,06 Ph 6-9 7,6 7,04 7,2 7,8 7,6 7,98 7,8 Sumber : Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu *)Baku Mutu Limbah Cair Menurut Kep-51/MENLH/10/1995

Berdasarkan data pada Tabel 7, dapat diketahui bahwa limbah cair outlet yang dihasilkan di PPKR UU Way Berulu masih berada dibawah baku mutu lingkungan yang diizinkan. Analisa parameter COD limbah cair dapat dilihat pada Grafik 1. Diketahui bahwa parameter tersebut masih berada di bawah baku mutu lingkungan yang diizinkan.

34

Grafik 1. Analisa Parameter COD Limbah Cair di PPKR UU Way Berulu Periode Januari Juli 2010

Analisa Parameter BOD5 dapat dilihat pada Grafik 2. . Diketahui bahwa parameter tersebut masih berada di bawah baku mutu lingkungan yang diizinkan.

Grafik 2. Analisa Parameter BOD5 Limbah Cair di PPKR UU Way Berulu Periode Januari Juli 2010

Analisa Parameter TSS dapat dilihat pada Grafik 3. Diketahui bahwa parameter tersebut masih berada di bawah baku mutu lingkungan yang diizinkan.

35

Grafik 3. Analisa Parameter TSS Limbah Cair di PPKR UU Way Berulu Periode Januari Juli 2010

Analisa Parameter NH3-N dan N-Total dapat dilihat pada Grafik 4 dan Grafik 5. Pada bulan Januari 2010, parameter NH3-N dan N-Total berada diatas nilai baku mutu lingkungan yang diizinkan. Hal ini disebabkan oleh turbo jet aerator yang tidak beroperasinya alat secara optimal pada bulan November dan Desember 2009, karena alat tersebut sedang dalam perbaikan.

Grafik 4. Analisa Parameter NH3-N Limbah Cair di PPKR UU Way Berulu Periode Januari Juli 2010.

36

Grafik 5. Analisa Parameter N-Total Limbah Cair di PPKR UU Way Berulu Periode Januari Juli 2010. Analisa parameter pH dapat dilihat pada Grafik 6. Parameter pH pada lmbah cair di PPKR UU Way Berulu tersebut masih berada di antara batas minimum dan maksimum pH untuk limbah cair yang diizinkan.

Grafik 6 . Analisa parameter pH Limbah Cair di PPKR UU Way Berulu Periode Januari Juli 2010

D. PENANGANAN LIMBAH GAS


Limbah gas dan partikel merupakan limbah yang banyak dibuang ke udara (Kristanto, 2004). Limbah gas suatu industri dapat menyebakan pencemaran udara. Menurut Anonim (2010a), pencemaran udara ialah peristiwa pemasukan dan/atau penambahan senyawa, bahan, atau energi ke dalam lingkungan udara akibat kegiatan alam dan manusia sehingga temperatur dan karakteristik udara tidak sesuai lagi untuk tujuan pemanfaatan yang paling baik. Pengendalian pencemaran udara dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengendalian pada sumber pencemar dan pengenceran limbah gas. Pengendalian pada sumber pencemar 37

merupakan metode yang lebih efektif karena hal tersebut dapat mengurangi keseluruhan limbah gas yang akan diproses dan yang pada akhirnya dibuang ke lingkungan (Anonim, 2010a). Penanganan limbah gas oleh PPKR UU Way Berulu adalah dengan setiap tahun melakukan pengujian emisi gas buang yang dilakukan oleh UPTD Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Sumatera Selatan. Pengujian limbah gas ini dilatarbelakangi oleh Undangundang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 tahun 2010 tentang Pedoman Umum Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep. 13/MENLH/1995 tentang Baku Mutu Udara Emisi Sumber Tidak Bergerak, Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. Kep. 48/MEN-LH/11/1996 tentang Baku Mutu Kebisingan, Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. Kep. 50/MEN-LH/11/1996 tentang Baku Mutu Kebauan, dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. Kep. 49/MEN-LH/11/1996 tentang Baku Mutu Getaran. Berdasarkan Keputusan Kepalan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup No. Kep 205/Bapedal/07/1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak, disebutkan bahwa cerobong udara harus dibuat dengan mempertimbangkan aspek pengendalian pencemaran udara yang didasarkan pada lokasi dan tinggi cerobong. Tinggi cerobong sebaiknya 2-2 kali tinggi bangunan sekitarnya sehingga lingkungan sekitar tidak terkena turbulensi. Cerobong asap di PPKR UU Way Berulu masih kurang tinggi jika ditinjau dari keputusan kepala BAPEDAL tersebut. Namun dari hasil pengujian emisi gas buang, limbah gas yang dikeluarkan PPKR UU Way Berulu masih di bawah norma yang diperbolehkan untuk industri sehingga udara tidak tercemar. Emisi adalah zat atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang termasuk ke dalam udara ambien dan berpotensi sebagai unsur pencemar, sedangkan udara ambient adalah udara bebas dipermukaan bumi pada lapisan troposfir yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya dengan baku mutu berupa kadar zat, energi, dan komponen lain yang ada di udara bebas. Sumber emisi adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan emisi dari sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak maupun sumber tidak bergerak spesifik (Anonim, 2010c). Pengujian emisi gas buang dilakukan pada kualitas udara emisi dan kualitas udara ambient. Pengujian kualitas udara emisi dilakukan pada sumber dari limbah gas tersebut, yaitu cerobong genset dan dryer. Pengujian ini dilakukan dengan beberapa parameter yang sesuai dengan ketentuan pemerintah. Berdasarkan data hasil laporan pengujian kualitas udara emisi diketahui bahwa emisi udara yang dikeluarkan oleh PPKR UU Way Berulu (Lampiran 7) masih dalam kondisi yang aman yaitu di bawah baku mutu yang ditetapkan sehingga tidak menimbulkan pencemaran udara. Pengujian kualitas udara ambient dilakukan pada 3 (tiga) lokasi di sekitar pabrik. Lokasi pertama berada pada 100 meter dari pabrik arah barat laut (depan Puskebun). Lokasi kedua berada pada 200 meter dari pabrik arah utara (perumahan karyawan Way Sema). Lokasi ketiga berada pada 250 meter dari pabrik arah timur laut (perumahan karyawan Way Berulu). Uji yang dilakukan adalah kualitas udara, kebauan, kebisingan, dan getaran. Dari hasil pengujian (Lampiran 8) diketahui bahwa semua parameter yang diujikan pada setiap titik sampling masih di bawah baku mutu yang telah ditetapkan sehingga tidak menimbulkan pencemaran udara.

38

E. PENANGANAN LIMBAH B3
Limbah bahan berbahaya dan beracun, disingkat menjadi limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun karena sifat dan konsentrasinya dalam jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan ataupun merusak dan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya (Kementrian Lingkungan Hidup, 2002). Limbah B3 yang dihasilkan dikumpulkan atau disimpan terlebih dahulu di tempat yang aman (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 085 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun. Izin kegiatan penyimpanan sementara limbah B3 terbit dalam bentuk Surat Keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 807 Tahun 2008 Tentang Izin Penyimpanan Sementara Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun) dan kemudian bahan-bahan tersebut di jual ke perusahaan pengumpul, pengolah dan pengguna minyak pelumas bekas yang telah mempunyai ijin dari Menteri Lingkungan Hidup No. 222 Tahun 2005. Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII UU Way Berulu juga memanfaatkan limbah B3 berupa oli bekas internal untuk pelumasan rantai dryer yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 787 Tahun 2008. Setiap tahunnya, limbah B3 tersebut didata kembali untuk dilakukan proses pembukuan yang dibentuk dalam sebuah neraca (Lampiran 9). Neraca ini digunakan untuk mengetahui banyaknya limbah B3 yang ada atau masih tersisa setelah dimanfaatkan kembali untuk pelumasan rantai dryer.

F. PENERAPAN PRODUKSI BERSIH


Produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang diterapkan secara terus-menerus dan bertujuan untuk mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan (Indrasti dan Fauzi, 2009). Pemanfaatan limbah yang dihasilkan dari suatu proses pengolahan merupakan salah satu upaya program produksi bersih untuk meminimalisasi limbah yang terbentuk. Beberapa limbah yang dihasilkan di PPKR UU Way Berulu masih dapat dimanfaatkan kembali (reuse). Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Pemanfaatan Limbah Jenis Limbah Lump Padat Karet Remah (Loss Product) Rubber trap Cair B3 Air Recycling Oli Pemanfaatan Digunakan sebagai bahan baku SIR 10 dan 20 (UU Pewa) Dikumpulkan dan dikempa kembali menjadi karet remah dengan jenis mutu yang lebih rendah dari SIR 3L dan 3WF Dijual dengan sistem tender oleh kantor direksi Digunakan untuk water pond yang ada disekeliling kolam aerobik I dan sebagian kolam fakultatif II Digunakan untuk proses pengolahan karet remah jika terjadi kekurangan air Digunakan untuk melumasi rantai pada dryer

PPKR UU Way Berulu telah melakukan beberapa upaya produksi bersih terutama terhadap limbah cair. Pengendalian limbah cair yang dilakukan adalah pengendalian pemakaian 39

air di pabrik (In Plant Control) dan in house keeping. In Plant Control meliputi penggunaan air pengolahan dengan efisien, pemakaian bahan kimia pencampur yang terkendali, serta mencegah loses dan ceceran bahan pelumas/minyak seoptimal mungkin sedangkan House Keeping meliputi pemeliharaan parit-parit buangan limbah, pemasangan perangkap karet di sekitar parit, dan pemisahan limbah cair dan limbah padat sesuai dengan tempatnya.

40

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Pabrik Pengolahan Karet Remah Unit Usaha Way Berulu, mengolah lateks kebun menjadi karet remah dengan mutu SIR (Standard Indonesian Rubber) 3L dan 3 WF. Mutu produk SIR ditentukan oleh mutu dari lateks yang digunakan dan juga proses pengolahannya. Proses pengolahan SIR dilakukan dengan menambahkan SMB dan asam format, mengaduk, menggumpalkan, menipiskan, meremahkan, mengeringkan, menimbang, mengepres, mengemas, dan menyimpan. Proses pengolahan karet remah ini menghasilkan beberapa jenis limbah, yaitu limbah padat, cair, gas, dan B3. Limbah padat di PPKR UU Way berulu ditangani dengan cara reuse. Limbah padat ditangani dengan baik karena ditempatkan pada suatu tempat dan dipisahkan menurut jenisnya. Limbah padat tersebut berupa lump dan slab yang masih dapat digunakan kembali sebagai bahan baku dari proses produksi SIR 10 dan 20. Selain lump dan slab, limbah padat lainnya adalah hasil dari proses pengutipan kolam rubber trap dan kolam anaerobik yang selanjutnya di laporkan ke kantor direksi. Limbah padat tersebut masih dapat digunakan kembali untuk proses produksi sandal jepit maupun sepatu bot. Limbah padat dikontrol dengan cara membuat neraca pemasukan dan pengeluaran limbah. Limbah cair proses pengolahan karet remah mengandung banyak zat-zat yang dapat merusak lingkungan sehingga diperlukan penanganan dan pengelolaan yang baik agar limbah cair tersebut dapat dikendalikan dan tidak membahayakan bagi lingkungan sekitarnya. PPKR UU Way Berulu memiliki IPAL yang baik, terdiri atas kolam rubber trap, kolam anaerobik, kolam fakultatif, kolam recycling, dan kolam aerobik. Limbah cair dikontrol dengan cara menganalisa limbah cair outlet setiap 1 bulan sekali. Hasil analisa outlet IPAL tersebut masih di bawah baku mutu lingkungan yang diizinkan untuk industri. PPKR UU Way Berulu juga menghasilkan limbah gas. Limbah gas yang dihasilkan PPKR UU Way Berulu berasal dari cerobong genset dan cerobong dryer. Limbah ini dilakukan analisa kualitas udara emisi dan kualitas udara ambient. Analisa tersebut dilakukan setiap 1 tahun sekali dan dari hasil pengujian kualitas udara disimpulkan bahwa PPKR UU Way Berulu masih memiliki kualitas udara di bawah baku mutu emisi, udara ambient, dan kebauan. Limbah B3 juga dihasilkan dari proses pengolahan karet remah di PPKR UU Way Berulu. Limbah B3 berupa oli dan accu bekas dari mesin-mesin pengolahan ditempatkan pada tempat yang aman (TPS B3). Limbah B3 dikontrol dengan cara membuat neraca pemasukan dan pengeluaran limbah B3.

B. SARAN
1. Pada penanganan limbah cair, sebaiknya disekitar kolam rubber trap disarankan ada kran air untuk pencucian lantai penampung limbah dari rubber trap dengan menggunakan selang, sehingga lantai tersebut selalu dalam kondisi bersih. Pengurasan lumpur pada setiap kolam IPAL perlu dilakukan untuk memaksimalkan masa tinggal atau masa retensi dan volume terperangkapnya butiran karet secara periodik. Analisa limbah cair inlet sebaiknya dilakukan secara periodic, yaitu setiap 3 (tiga) bulan sekali untuk mengetahui efisiensi IPAL.

2. 3.

41

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010a. Teknologi Pengolahan Limbah Gas. Artikel. www.blogspot.com. Diakses pada 28 Juni 2010. ----------. 2010b. Lateks. Artikel. http://id.wikipedia.org/wiki/Lateks. Diakses pada 19 November 2010. ----------. 2010c. Beberapa Pengertian Istilah Pencemaran Udara. Artikel. http://bulekbasandiang.wordpress.com/2010/05/30/beberapa-pengertian-istilah-pencemaranudara/. Diakses pada 23 November 2010. Hariyadi, Sigid. 2004. BOD dan COD Sebagai Parameter Pencemaran Air dan Baku Mutu Air Limbah. Makalah. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Indrasti, N. Siswi dan Fauzi, A. Miftah. 2009. Produksi Bersih. IPB Press, Bogor. Kementrian Lingkungan Hidup. 2002. Penanganan Limbah B3. Pt. Caturgriya Naradipa, Jakarta. Kristanto, Philip. 2004. Ekologi Industri. Penerbit Andi, Yogyakarta. Ginting, Perdana. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Yrama Widya, Bandung. Nazaruddin dan F.B Paimin. 2004. Karet : Budidaya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran. Penebar Swadaya, Jakarta. Oktaviana, Aptika. 2009. Analisa Pengolahan Limbah Lateks Menjadi Biogas Di pt. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kerjoarum Karanganyar Jawa tengah. Skripsi. Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Purba, Margareth E.K,. 2009. Analisa Kadar Total Suspended Solid (TSS), Amoniak (NH3), Sianida (CN-), dan Sulfida (S2-) Pada Limbah Cair Bapedaldasu. Skripsi. Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan. Rosalin, C.D., U. Hasanudin, dan T.P. Utomo. 2009. Kajian Potensi Pembentukkan Gas Metana dan Neraca Massa Karbon Pada Kolam Aanaerobik Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Industri Karet Remah (Crumb Rubbber). www.blogspot.com. Diakses pada 28 Juni 2010. Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. UI Press, Jakarta. Suparto, D. dan A.A Alfa. 1996. Daur Ulang Air pada Pengolahan Karet. Jurnal. Jurnal Penelitian Karet, 14(3): 262-275. Tampubolon, M. 1993. Pengolahan Air Limbah SIR dengan Sistem Kolam. Warta Perkaretan Pusat Penelitian Karet, 12(2): 15-18. Tim Penulis Penebar Swadaya. 2006. Karet. Penebar Swadaya, Jakarta.

42

Lampiran 1. Struktur Organisasi Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII

43

Lampiran 2. Lay Out Pabrik Pengolahan Karet Remah PTPN VII Unit Usaha Way Berulu

13. Gudang SIR

44

Keterangan: 1. Bulking Tank 2. Tangki Asam Semut 3. Bak Pembekuan 4. Mobile Crusher 5. Crepper 1 6. Crepper 2

7. Hammer Mill 8. Vortex Pump 9. Static Screen

10. Dryer 11. Cooling Fan 12. Press Bale

Lampiran 3. Diagram Alir Proses Pengolahan SIR 3L/3WF

Lateks Peremahan Timbangan Jembatan Crepper Hammer Mill Penentuan K3 Remahan 0,5 1 cm SMB 5% (0,5 kg/ton KK) Bulking Tank Kap. 20 ton

Pengisian Boks Dryer Dryer T = 118-120 C T = 3,5 jam Interval 15 mnt

Asam Semut 1% (3-4,5 kg/ton KK)

Ditutup dengan terpal plastik

Bak Penggumpal

Penimbangan (33,33 kg atau 35 kg) Pengempaan

Penggilingan Koagulum Pengemasan - Plastik 0,03 mm atau 0,15 mm - Pita mutu - Kemasan FS atau SW

Pengambilan contoh untuk dianalisis di laboratorium

Mobil Crusher Crepper 1 & 2

Crep Lateks 6 8 mm SIR 3L SIR 3WF

45

Lampiran 4. Tabel Nilai Kadar Karet Kering (KKK %)

Basa No. Gram (A) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 15,0 15,5 16,0 16,5 17,0 17,5 18,0 18,5 19,0 19,5 20,0 20,5 21,0 21,5 22,0 22,5 23,0 23,5 24,0 24,5 25,0 25,5

KKK% (A x 72%) 10,8 11,2 11,6 11,8 12,2 12,6 13,0 13,3 13,7 14,0 14,4 14,8 14,1 15,5 15,8 16,2 16,6 16,9 17,3 17,6 18,6 18,4 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 No.

Basa Gram (A) 26,0 26,5 27,0 27,5 28,0 28,5 29,0 29,5 30,0 30,5 31,0 31,5 32,0 32,5 33,0 33,5 34,0 34,5 35,0 35,5 36,0 36,5

KKK% (A x 72%) 18,7 19,1 19,4 19,8 20,2 20,5 20,9 21,2 21,6 22,0 22,3 22,7 23,0 23,4 23,8 24,1 24,5 24,8 25,2 25,6 25,9 26,3 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 No.

Basa Gram (A) 37,0 37,5 38,0 38,5 39,0 39,5 40,0 40,5 41,0 41,5 42,0 42,5 43,0 43,5 44,0 44,5 45,0 45,5 46,0 46,5 47,0 47,5

KKK% (A x 72%) 26,6 27,0 27,4 27,7 28,1 28,4 28,8 29,2 29,5 29,9 30,2 30,6 31,0 31,3 31,7 32,0 32,4 32,8 33,1 33,5 33,6 34,2

46

Lampiran 5. Diagram Alir Pengolahan Limbah Cair

Proses Pengolahan

Inffluent

Rubber trap I

Rubber trap II

Anaerobik I

Anaerobik II

Fakultatif I

Fakultatif II

Aerobik I Kolam Recycle Aerobik II

Effluent

47

Lampiran 6. Penerimaan dan Pengiriman Lump Bokar Muat CL/Lump, Pengiriman ke UU Pewa Bulan Januari-Juli 2010

1. Penerimaan di Pabrik dari Afdelling (1 s.d. 4) Diterima Pabrik Dari Afd. Bulan Kg Basah Kg Basah Kg KK %KKK Januari 142885 130736 59907 45.82 Pebruari 145998 115406 49253 42.68 Maret 165512 144692 62152 42.95 April 153495 137374 58623 42.67 Mei 146028 132876 57072 42.95 Juni 125573 112541 49165 43.69 Juli 117138 108458 46985 43.32 Susut Kg Basah 12149 30592 20820 16121 13152 13032 8680 %KKK 8.50 20.95 12.58 10.50 9.01 10.38 7.41 383157

2. Pengiriman ke UU Pewa untuk diolah SIR 10/20 Diterima UU Pewa Dari Wabe Bulan Kg Basah Kg Basah Kg KK %KKK Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli 107060 97060 115400 109140 106520 91760 91300 106040 96060 114510 108480 106270 90860 90460 58320 53749 62874 59502 57780 48708 48994 389927 55.00 55.95 54.91 54.85 54.37 53.61 54.16

Susut Kg Basah 1020 1000 890 660 250 900 840 %KKK 0.95 1.03 0.77 0.60 0.23 0.98 0.92

48

Lampiran 7. Hasil Analisa Uji Kualitas Udara Emisi

No Genset 0,03 mg/Nm3 Ttd Ttd Ttd 98,14 mg/Nm3 16% 89,75 mg/Nm3 56,38 mg/Nm3 0,14 mg/Nm3 Ttd Ttd Ttd Ttd Ttd 0,02 mg/Nm3 ttd ttd ttd ttd 0,01 mg/Nm3 ttd 0,79 mg/Nm3 14,22 mg/Nm3 14% 42,22 mg/Nm3 39,47 mg/Nm3 34,82 mg/Nm3 14% 39,97 mg/Nm3 15,35 mg/Nm3 0,76 mg/Nm3 Ttd Ttd Ttd Ttd Ttd 0,02 mg/Nm3 ttd Ttd ttd Ttd ttd Ttd ttd ttd ttd Dryer No.3 0,24 mg/Nm3

Parameter (mg/m3)

Amonia (NH3)

Sumber Dryer No.1 Dryer No.2 3 0,26 mg/Nm 0,24 mg/Nm3

Baku Mutu Emisi (BME) 0,5 mg/Nm3 10 mg/Nm3 5 mg/Nm3 10 mg/Nm3

Clorine (Cl2)

Hidrogen Chlorida (HCL)

Hidrogen Fluorida (HF)

5 6

Nitrogen Dioksidasi (NO2)

37,22 mg/Nm3 14% 38,45 mg/Nm3 14,36 mg/Nm3 0,72 mg/Nm3 ttd ttd ttd ttd ttd 0,02 mg/Nm3

1000 mg/Nm3 35% 350 mg/Nm3 800 mg/Nm3 35 mg/Nm3 5 mg/Nm3 8 mg/Nm3 8 mg/Nm3 8 mg/Nm3 50 mg/Nm3 12 mg/Nm3

Opositas % Partikulat

Sulfur Dioksidasi (SO2)

Hidrogen Sulfida (H2S)

10

Air Raksa (Hg)

11

Arsen (As)

12

Antimon (Sb)

13

Cadmium (Cd)

14

Seng (Zn)

15

Timah Hitam (Pb)

Keterangan : ttd = tidak terdeteksi BME : Baku Mutu Emisi (Kep. 13/MEN-LH/1995)

49

Lampiran 8. Hasil Analisa Uji Kualitas Udara Ambient, Kebauan, Kebisingan, dan Getaran

Hasil Pengujian Kualitas Udara Ambient


No 1 2 3 4 5 6 7 Parameter (mg/m3) Sulfur Dioksidasi (SO2) Carbon Monoksida (CO) Nitrogen Dioksida (NO2) Oksidan (O3) Hidro Carbon (HC) Debu (TSP) Plumbum (Pb) Lokasi 1 20 326 24 ttd ttd 77 ttd 2 19 310 23 ttd ttd 75 ttd 3 13 232 16 Ttd Ttd 62 Ttd BML (ug/Nm3) 365 10 150 235 160 230 2

Catatan : Lokasi 1 100 m dari pabrik arah barat laut/ depan Puskebun Lokasi 2 200 m dari pabrik arah utara/ perumahan karyawan Way Sema Lokasi 3 250 m dari pabrik arah timur laut/ perumahan Karyawan Way Berulu ttd : tidak terdeteksi BML : Baku Mutu Lingkungan (PP No. 41 tahun 1999)

Hasil Pengujian Kualitas Kebauan


No 1 2 3 4 5 Parameter (mg/m3) Amonian(NH3) Metil Mercaptan (CH3SH) Hidrogen Sulfida (H2S) Metil Sulfida (CH3)2 Stirena (C2H3CHCH2) Lokasi 1 2 3 0,007 0,004 0,0018 ttd ttd ttd 0,004 0,002 ttd ttd ttd ttd 0,002 ttd ttd BML (ppm) 2 0,002 0,02 0,01 0,1

Catatan : BML sesuai Kep. 50/MEN-LH/11/1996

50

Hasil Pengujian Kebisingan


No 1 Parameter (mg/m3) Kebisingan Lokasi 1 44,4 2 43,2 3 40,8 BML Pemukiman 55 dBA BML Kawasan Industri 70 dBA

Catatan : BML sesuai Kep. 48/MEN-LH/11/1996

Hasil Pengujian Getaran/Vibrasi


No 1 Parameter (mg/m3) Vibrasi/Getaran 1 0,1 Lokasi 2 0,1 3 0,1 BML 4 m/dt2

Catatan : BML sesuai Kep. 49/MEN-LH/11/1996

51

Lampiran 9. Neraca Limbah B3 Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu
KELUARNYA LIMBAH B3 DARI TPS SISA
SISA LB3 YANG ADA DI TPS (LTR, BH) Sisa tahun 2009

TANGGAL
TGL. KELUAR LIMBAH (LTR/BH) LIMBAH B3 PENYERAHAN DOKUMEN JUMLAH TUJUAN BUKU NOMOR SUMBER LIMBAH B3 B3 MASUK S.D.TGL(T=Q + (LTR/BH) 90 HR,180 HR) LIMBAH PENYIMPANAN

JENIS

JUMLAH

MAKS

MASUK

LIMBAH B3

LIMBAH B3

MASUK

1.710 6 2.070 6

07-01-2010 20-01-2010 24-01-2010

OLI OLI OLI Accu


10-01-2010

Genset Genset Kendaraan

30 30 10

10

Pelumasan rantai dryer

Oli Accu s.d. Jan 2010 : Oli Accu

02-02-2010 19 -02-2010 25 -02 2010

OLI OLI OLI Accu


12-02-2010

Genset Genset Kendaraan

30 30 10

10

Pelumasan rantai dryer

s.d. Feb 2010 : Oli Accu

2.130 6

08-03-2010 26-03-2010 30-03-2010

OLI OLI OLI Accu 30


24-04-2010 26-04-2010

Genset Genset Kendaraan

30 30 10

14-03-2010

10

Pelumasan rantai dryer

s.d. Maret 2010 : Oli Accu

2.160 6

10-04-2010

10
10

OLI OLI OLI Accu 30


25-05-2010

Genset Genset Kendaraan

Pelumasan rantai dryer

s.d. April 2010 : Oli Accu

2170 6

10-05-2010

20

Pelumasan rantai dryer

s.d. Mei 2010 : Oli Accu

2180 9

10-05-2010

OLI OLI OLI Accu 3 30 Genset Genset Kendaraan

Genset Genset Kendaraan Kendaraan

13-06-2010

OLI OLI OLI Accu

17-06-2010 27-06-2010

10 10

Pelumasan rantai dryer

s.d. Juni 2010 : Oli Accu

2190 9

52

JURNAL KEGIATAN PRAKTEK LAPANGAN (PL) Dilaporkan perhari Nama NIM / Departemen Periode PL Lokasi PL Nama Instansi/perusahaan Alamat Instansi/perusahaan Nama Pembimbing Lapangan : Ika Kartika : F34070092 / Teknologi Industri Pertanian : 2010/2011 : PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu : Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII : Jl. Teuku Umar No. 300 Kedaton-Bandar Lampung : Iyushar Ganda Saputra dan Yusuf Budi Kumoro Tanda tangan & Catatan Pembimbing

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Tanggal 1 Juli 2010 2 Juli 2010 3 Juli 2010 5 Juli 2010 6 Juli 2010 7 Juli 2010 8 Juli 2010 9 Juli 2010 12 Juli 2010 13 Juli 2010 14 Juli 2010 15 Juli 2010 16 Juli 2010 17 Juli 2010 19 Juli 2010 20 Juli 2010 21 Juli 2010 22 Juli 2010 23 Juli 2010 24 Juli 2010 26 Juli 2010 27 Juli 2010 28 Juli 2010 29 Juli 2010 30 Juli 2010

Uraian Kegiatan Pengamatan lapangan : penanganan limbah cair Pengamatan lapangan kegiatan produksi karet (bagian penerimaan lateks) Pengamatan lapangan : produksi karet bagian pengenceran Penggumpalan dengan asam semut di bak penggumpalan Bagian penggilingan dan penipisan Bagian penghancuran dan pengeringan Bagian pengepresan dan pengemasan Bagian penggudangan dan distribusi Bagian teknik dan mesin Pengamatan lapangan : lokasi pembibitan Pengamatan lapangan : penanganan limbah cair Pengamatan lapangan : bagian penerimaan lateks dan penggumpalan Pengamatan lapangan : bagian penerimaan lateks (saat hari hujan) Pengamatan bagian teknik dan mesin Analisa mutu produk SIR Analisa mutu produk SIR Analisa mutu produk SIR Analisa limbah cair Analisa limbah cair Analisa limbah cair Analisa limbah gas Analisa limbah gas Analisa limbah padat dan B3 Pengamatan rubber trap I dan rubber trap II Pengamatan kolam anaerobik I dan anaerobik II

Data analisa limbah ada di bagian laboratorium

JURNAL KEGIATAN PRAKTEK LAPANGAN (PL), lembar ke 2 (dua)

Nama NIM / Departemen

: Ika Kartika : F34070092 / Teknologi Industri Pertanian Tanda tangan & Catatan Pembimbing

No. 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

Tanggal 31 Juli 2010 2 Agustus 2010 3 Agustus 2010 4 Agustus 2010 5 Agustus 2010 6 Agustus 2010 7 Agustus 2010 9 Agustus 2010 10 Agustus 2010 11 Agustus 2010 12 Agustus 2010 13 Agustus 2010 14 Agustus 2010 16 Agustus 2010 18 Agustus 2010

Uraian Kegiatan Pengamatan kolam fakultatif I dan fakultatif II Pengamatan kolam aerobik I dan aerobik II Pengamatan kolam recycling dan aerobik I Pengamatan di tempat pengeluaran emisi udara (tempat mesin genset dan cerobong drier) Pengamatan di tempat pengumpulan sementara limbah B3 dan lump Pengamatan di rubber trap I Pengamatan di rubber trap II Pengamatan di kolam anaerobik I Pengamatan di kolam anaerobik II Pengamatan kolam fakultatif I dan fakultatif II Pengamatan kolam aerobik I, aerobik II dan recycling Pengulangan / Review proses pengolahan Pengamatan ulang proses, analisa limbah, dan produksi hasil jadi

You might also like