You are on page 1of 23

DENTAL MANAJEMEN PASIEN DENGAN HIPERTENSI Disusun Oleh: Erwina Maya Astari 160112120013 Nina Nur Fitri Nadia

Greviana Lulu Nikhlatur R Rima Anggreini Rr. Dinar Windiayu T. Rizki Lanera Meity Karina Sari Revini Nuita Vivi Ardila S Elfira Megasari Natasha Griselda S Haniyah Kamal 160112120016 160112120022 160112120027 160112120031 160112120037 160112120038 160112120043 160112120041 160112120042 160112120044 160112120045 160112120000

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2013

DENTAL MANAJEMEN PASIEN DENGAN HIPERTENSI

1. Definisi hipertensi Hipertensi merupakan peningkatan abnormal dari tekanan arterial ditandai dengan adanya suatu kenaikan tekanan darah yang persisten sebagai akibat dari kenaikan resistensi arteri perifer. Hipertensi juga didefinisikan sebagai kondisi dimana tekanan darah sistolik lebih besar atau sama dengan 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih besar atau sama dengan 90 mmHg, dengan diagnosis didasarkan pada hasil yang sama pada dua atau lebih kunjungan setelah pemeriksaan awal (Hargitai, 2001). 2. Etiologi Usia, etnis (African, American) dan gender (laki-laki) merupakan faktor yang beresiko terkena hipertensi. Faktor resiko lain adalah hiperkolesterolemia, merokok, toleransi glukosa yang abnormal, hipertrofi bilik jantung kiri, dan hipertensi menjadi ciri dari komplikasi kardiovaskular. Hipertensi pada 5% individu yang diidentifikasi terkait dengan kondisi-kondisi tertentu disebut hipertensi sekunder diantaranya pada penyakit ginjal, gangguan endokrin, masalah neurogenik. Sedangkan 95% individu lainnya dengan kondisi hipertensi tanpa terkait kondisi tertentu dinamakan hipertensi esensial, dimana faktor penyebabnya belum diketahui. a. Hipertensi primer (esensial) Hipertensi primer tidak diketahui penyebab pastinya, beberapa faktor yang diidentifikasi terkait dengan kondisi ini adalah:

Faktor genetik pada beberapa pasien dengan latar belakang keluarga hipertensi

b.

Obesitas Intak dari alkohol dan sodium Stress yang kronis Resistensi insulin

Hipertensi sekunder Penyebab hipertensi sekunder diklasifikasikan menjadi:

Gangguan renal: Diabetes nefropathy Glomerulonefritis kronis Penyakit Polikistik

Gangguan endokrin Hyperplasia adrenal Phaeochromocytoma Sindrom Cushings Akromegali

Penyebab kardiovasular: Koarktasi aorta

Obat-obatan: Pil kontrasepsi Steroid Karbenoksolon

Vasopressin Monoamine oxidase inhibitor

Kehamilan Hipertensi dideteksi pada awal kehamilan dikaitkan dengan adanya hipertensi esensial. Sedangkan hipertensi pada kondisi sekunder dikaitkan dengan sindrom pre-eklampsia dengan manifestasi hipertensi parah, konvulsi, edema cerebral dan pulmonary, jaundice, abnormalitas pembekuan dan kematian fatal. 3. Patofisiologi Tekanan darah diukur dengan penggunaan sphygmomanometer. Diastolik merupakan reprentasi dari total resistensi dari sistem arteri setelah bagian dari tekanan diproduksi oleh kontraksi dari bilik kiri. Tekanan pulsasi dimodifikasi oleh derajat elastisitas dari dinding arteri yang lebih lebar dan resistensi dari bed arteri. Tekanan pada puncak kontraksi ventricular merupakan tekanan sistol. Perbedaan antara tekanan sistol dan diastol dinamakan tekanan pulsa. Banyak faktor yang berakibat sementara pada tekanan darah. Peningkatan viskositas dari darah dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah sebagai hasil dari peningkatan resistensi terhadap aliran. Penurunan pada volume darah menurunkan tekanan darah. Peningkatan dalam volume darah atau volume cairan jaringan meningkatan tekanan darah. Peningkatan output kardiak terkait dengan latihan, demam, dan thyrotoksis menigkatkan tekanan darah. Pada hipertensi berkelanjutan, kerusakan dasar dalam regulasi resistensi vascular. Kontrol dari vascular resistensi merupakan multifaktorial, dan abnormalitas mungkin timbul pada satu atau beberapa area. Mekanisme dari kontrol termasuk reflex neural,

neurontransmitter diantaranya norepinefrin, cairan ekstraselular, dan penyimpanan sodium. Tekanan darah meningkat normal seiring dengan usia dibawah 110/75 mmHg pada anak dibawah 6 tahun, dan dibawah 140/90 mmHg pada pasien dewasa. Tekanan darah yang menetap lebih dari 140/90 mmHg pada dewasa dipertimbangkan sebagai keadaan abnormal. Dari sepertiga populasi, periode sementara dari peningkatan tekanan darah dapat terjadi pada dewasa muda. Baik diagnosis dan terapi dari hipertensi didasarkan peningkatan tekanan darah diastole. Tetapi hipertensi sistolik yang signifikan dipertimbangkan. Pasien hipertensi sistolik beresiko besar pada serangan jantung dibandingkan pada pasien dengan peningkatan tekanan diastole. 4. Tanda dan Gejala Kebanyakan dari hipertensi esensial merupakan kasus kronis. Peningkatan dari pengukuran tekanan darah hanya menjadi ciri yang ada hanya untuk

beberapa tahun. Pasien dengan peningkatan tekanan darah intemiten disebut dikatakan dengan hipertensi labil. Isolasi hipertensi diastolik jarang dan ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Isolasi pasien hipertensi sistolik ditemukan pada pasien tua. Gejala awal dari hipertensi salah satunya adalah sakit kepala di oksipital, perubahan penglihatan, tinnitus, pusing, dan lemah pada tungkai. Pemeriksaan funduskopi pada mata mungkin memperlihatkan perubahan awal dari hipertensi yang terdiri dari hemoragi, arteriol mengerucut, eksudat, dan papiledema pada kasus yang lebih berat. Keterlibatan ginjal dapat menghasilkan

hematuria, proteinuria, dan kegagalan ginjal. Individu dengan hipertensi dapat mengeluhkan kelelahan dan menggigil pada kaki sebagai hasil dari perubahan arteri peripheral yang muncul pada hipertensi lanjut. Pemeriksaan ini dapat dilihat pada pasien dengan hipertensi esensial dan sekunder. Bagaimanapun, tanda dan gejala mungkin muncul pada pasien dengan penyakit penyerta.

Gejala Awal Lanjut Peningkatan tekanan darah Papilledema Pengerucutan arteriol retina Pembesaran dari ventrikel kiri Hemoragi retina Hematuria Proteinuria Gagal jantung Angina pectoris Gagal ginjal Gejala Sakit kepala Perubahan pada penglihatan Tinnitus Menggigil Lethargi Lemah tungkai Sakit kepala

5. Komplikasi Kebanyakan dari komplikasi hipertensi merupakan penyakit serebrovakular dan penyakit arteri koroner. Pasien hipertensi juga rentan terkena gagal ginjal dan penyakit vaskular peripheral. Komplikasi lain diantaranya adalah hipertensi

maligna, hpertensi enselofati, aneurisma (robeknya pembuluh darah), perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai kebutaan. 6. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi atas dua golongan yaitu: (1) Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang belum diketahui

penyebabnya dengan pasti atau Idiopatik (2) Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan penyakit lain, disebut juga hipertensi non esensial

6.1

JNC Systole dan Diastole Joint national committee on detectionn evaluation and treatment of high

blood pressure pada tahun 1984 membagi tekanan sistolik dan diastolik menjadi sebagai berikut: a. b. c. Klasifikasi tekanan sistolik Klasifikasi tekanan diastolik Klasifikasi berdasarkan tekanan sistolik dan diastolik Tabel 1 Klasifikasi tekanan sistolik Tekanan Sistole Kategori Kurang dari 140 Tekanan darah normal 140 159 Hipertensi terisolasi borderline Lebih dari 160 Hipertensi sistolik meragukan *bila tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg

Tabel 2 Klasifikasi tekanan diastolik Tekanan Diastole Kurang dari 85 85 89 90 104 105 114 Lebih dari115 Kategori Tekanan darah normal Tekanan darah normal tinggi Hipertensi ringan Hioertensi sedang Hipertensi berat

Tabel 3 Klasifikasi berdasarkan tekanan sistolik dan diastolik Kategori Tekanan darah normal Tekanan darah normal tinggi Hipertensi Stage I Stage II Stage III Stage IV 6.2 (1) Sistolik Kurang dari 130 130-139 Diastolik Kurang dari 85 85-89

140-159 160-179 180-209 Lebih dari 210

90-99 100-109 110-119 Lebih dari 120

Klasifikasi Menurut WHO 1978 Tekanan darah normal bila sistolik kurang atau sama dengan 140 dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg

(2)

Tekanan darah perbatasan yaitu bila sistolik 141-149 dan diastolik 91-94 mmHg

(3)

Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg diastolik lebih besar atau sama dengan 95 mmHg

6.3

Klasifikasi Menurut JNC VI dan VII Tabel 4 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VI

Kategori Optimal Normal Normal Tinggi Hipertensi Stage I Hipertensi Stage II Hipertensi Stage III

Sistolik <120 <130 130 139 140 159 160 179 >/= 180

Dan Dan Dan/atau Atau Atau Atau

Diastolic < 80 < 85 85 - 89 90 99 100 109 >/= 110

Tabel 5 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII Klasifikasi Normal Prehipertensi Stage 1 Stage 2 6.4 Fase diurnal Tekanan darah klinis tidak selalu sesuai dengan tekanan darah di luar klinik yang diukur dengan ABPM. Tekanan darah dapat diklasifikasikan menjadi normotension, white coat hypertension, masked hypertension, dan sustained hypertension tergantung pada tekanan darah klinis dan diluar klinis. Sistole <120 120 139 140 159 >160 Diastole < 80 80 90 90 99 > 100

Gambar 1 Diagnosis terhadap white coat dan masked hypertension White coat hypertension merupakan kondisi dimana tekanan darah yang diukur di klinik hipertensif, sementara diukur di luar klinik normal pada pasien yang tidak dirawat hipertensi. White coat hypertension didefinisikan sebagai tekanan darah klinik rata-rata >140/90 mmHg dan tekanan darah di rumah ratarata 135/85 mmHg atau tekanan darah rata-rata 24 jam pada Ambulatory Blood Pressure Monitoring (ABPM) 130/80 mmHg White coat hypertension ditemukan pada 15-30% dari pasien hipertensi, dan frekuensinya meningkat pada orang beruisia lanjut. Resiko pasien white coat hypertension menjadi hipertensi tetap dan menjadi resiko penyakit kardiovaskular tergolong tinggi.

White Coat Hypertension pada dasarnya membutuhkan modifikasi gaya hidup dan follow up rutin, namun administrasi obat anti hipertensi dipertimbangkan untuk diberikan apabila resiko kerusakan organ dan

kardiovaskular tinggi. Masked Hypertension ditemukan pada 10-15% dari normotensive populasi dan sekitar 30% pasien yang mendapatkan perawatan hipertensi dengan tekanan darah klinik terkontrol 140/90 mm Hg. Resiko timbulnya penyakit kardiovaskular 2 sampai 3 kali lebih besar bila dibandingkan dengan yang memiliki tekanan darah normal dan dapat dibandingkan dengan yang memiliki hipertensi tetap. Diagnosis terhadap masked hypertension ditegakkan ketika tekanan darah rata-rata di klinik 140/90 dan tekanan darah di rumah adalah 135/80 mmHg atau tekanan darah 24 jam rata-rata pada ABPM adalah 130/80 mmHg. Masked hypertension mencakup morning hypertension, stress- induced hypertension ( termasuk diantaranya hipertensi di tempat kerja) dan hipertensi nocturnal. Obat anti hipertensif dianjurkan untuk diberikan berdasarkan tekanan darah pagi hari yang harus dikontrol agar tetap 135/80. 6.5 CV Risk Group Ada faktor resiko mayor terhadap hipertensi,seperti umur (60 tahun), merokok, hiperkolesterol, diabetes mellitus, dan jenis kelamin ( resiko meningkat pada laki-laki dan wanita post menapouse [ 2:5]) faktor lainnya yang menjadi predisposisi hipertensi meliputi ras (Hitam > putih), makanan tinggi garam, obesitas, dan konsumsi alkohol yang tinggi. faktor resiko telah di rapikan dan

10

dikategorikan di tabel berikut berdasarkan ada atau tidaknya faktor resiko mayor dan kardiovaskular klinis (CV) yang meliputi hipertofi ventricular kiri, angina, gejala MI, gejala revaskularisasi koroner, gagal jantung; dan penyakit pada target organ meliputi stroke,ischemic transien, nephropathy, penyakit arteri perifer, dan retinopathy. (1) Risk Group A : tidak ada faktor resiko, tidak ada penyakit CV atau penyakit pada organ target. (2) Risk Group B : setidaknya ada 1 faktor resiko (kecuali diabetes), tidak ada penyakit CV atau target organ. (3) Risk Group C : adanya penyakit CV dan/atau diabetes mellitus, ada atau tidaknya faktor resiko lainnya

Tabel 6 Klasifikasi Hipertensi berdasarkan CV dan manajemennya Cardiovascular Risk Group Risk Group A Risk Group B Risk Group C Drug Therapy* Lifestyle Lifestyle modiLifestyle modification fication modification Lifestyle Lifestyle Drug Therapy modification modification Lifestyle (up to 12 mos) (up to 6 mos)# modification Drug Therapy Drug Therapy Drug Therapy Lifestyle Lifestyle Lifestyle modification modification modification

BP Stage High Normal 130-139/85-89 Stage 1 140-159/90-99 Stages 2 and 3 >160/>100

* For those with heart failure, renal insufficiency or diabetes. # For patients at this stage who have multiple risk factors, clinicians should consider drugs as initial therapy, as well as lifestyle modifications.

11

6.6

ASA (tanpa terapi) Kategori Tekanan darah normal Hipertensi stage I (140/90 159/99) Hipertensi stage II ( 160/100 179/110) Hipertensi stage II (180/110 209/119) Kondisi fisik Penyakit sistemik (-) Fisik stabil Perawatan Gigi Perawatan gigi rutin dapat diberikan. Pemantauan tek darah setelah anestesi lokal. Pembatasan vasokonstriktor Perawatan gigi darurat dan nonstressful yang bisa diberikan.

Status Resiko ASA I ASA II

ASA III

ASA IV

Toleransi aktifitas fisik terbatas Aktivitas fisik sangat terbatas

Panduan Manajemen Dental Pasien dengan Hipertensi Pasien dengan riwayat hipertensi atau datang dalam kondisi hipertensi

memerlukan pengelolaan dental yang tidak sama dengan pasien normal. Pada sebagian besar pasien, prosedur atau tindakan dalam bidang kedokteran gigi seringkali menyebabkan kecemasan dan memicu pelepasan endogen

cathecolamine yang meningkatkan tekanan darah pasien. Pengelolaan dan pencegahan hipertensi perlu dilakukan pada pasien dengan riwayat hipertensi dengan tujuan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas serta memberikan perawatan dengan strategi preventif dan kuratif yang sesuai dengan kondisi fisik dan emosional pasien dalam menerima dan merespon perawatan sehingga komplikasi dapat dihindari. Terdapat dua strategi perawatan gigi pada pasien hipertensi, yaitu strategi preventif dan kuratif (Tabel 7) dan perhatian yang sangat besar harus diberikan

12

khususnya adanya kemungkinan komplikasi hipertensi akut yang terjadi saat perawatan gigi (Tabel 8). Pada strategi preventif, meliputi semua tindakan untuk mengontrol tekanan darah pasien selama periode perawatan, meliputi kontrol kecemasan, pemilihan anastesi, bahan anastesi dan kontrol sakit, setelah tindakan selesai. Tabel 7 Strategi preventif dan kuratif untuk perawatan gigi pada pasien hipertensi Tekanan Darah Strategi 120/80 mmHg atau kurang Catat tekanan darah tiap kali kunjungan Tekanan darah optimal Perawatan gigi rutin Resiko status I 130/85 mmHg atau kurang Catat tekanan darah tiap kali kunjungan Tekanan darah optimal Perawatan gigi rutin Resiko status I 130/85 sampai 130/89 mmHg Catat tekanan darah tiap kali kunjungan Tekanan darah tinggi- Perawatan gigi rutin normal (prehipertensi) Resiko status I 140/90 sampai 159/99 mmHg Catat tekanan darah tiap kali kunjungan Hipertensi stage 1 Perawatan dental rutin Resiko status II : Catat tekanan darah setelah anastesi Stabil secara medis local dengan adrenalin (dengan pembatasan) Tidak ada pembatasan aktivitas Rujuk medis secara rutin fisik 160/100 sampai 179/109 mmHg Catat tekanan darah tiap kali kunjungan Hipertensi stage 2 Perawatan dental selektif Resiko status III : Catat tekanan darah setelah anastesi Tidak stabil secara local dengan adrenalin (dengan medis pembatasan) ada pembatasan aktivitas Rujuk medis secara rutin fisik 180/110 sampai 209/119 mmHg Catat tekanan darah Hipertensi stage 2 Pemberian perawatan gigi emergensi

13

Resiko status III : Tidak stabil secara medis Sangat terbatas dalam toleransi aktivitas fisik 210/120 atau lebih Hipertensi stage 2 Resiko status IV : Tidak toleransi terhadap aktivitas fisik Hipertensi mengancam kehidupan

Monitor tekanan darah selama perawatan Penggunaan anastesi local tanpa epineprin/adrenalin Rujuk medis urgensi Catat tekanan darah Pemberian perawatan gigi emergensi Monitor tekanan darah selama perawatan Penggunaan anastesi local tanpa epineprin/adrenalin Rujuk medis emergensi

Tabel 8 Diagnosis dan perawatan krisis hipertensi di dalam perawatan gigi Gejala dan tanda Perawatan Lemas Kepala dinaikkan Wajah kemerahan Pemberian oksigen (6L/mnt) Sakit kepala Pemberian nitroglycerin (0,4 mg) sublingual/spray Pusing Aktifkan medical emergensi Tinnitus Monitor tanda vital Tekanan darah >160/110 mmHg Perubahan status mental Sakit pada dada

Hal penting lain yang perlu diperhatikan dalam perawatan pasien dengan hipertensi adalah sebagai berikut: (1) Strategi Penatalaksanaan Pasien Hipertensi menurut ASA Strategi perawatan kuratif (Tabel 7) untuk pasien hipertensi harus disesuaikan dengan kondisi fisik dan kemampuan emosi pasien untuk dapat menerima dan merespon terhadapa perawatan yang diberikan. American Society

14

of Anaesthesiologists (ASA) mengklasifikasikan status resiko pasien menjadi : ASA I, ASA II, ASA III, dan ASA IV. Untuk pasien dengan ASA I (tekanan darah normal 120/80 mmHg 130/89 mmHg, tidak ada penyakit sistemik) perawatan gigi rutin dapat dilakukan. Pasien dengan ASA II (pasien dengan hipertensi stage 1 (140/90 159/99 mmHg), stabil secara medis, tidak ada pembatasan fisik), perlu pemantauan tekanan darah setelah anastesi local yang mengandung adrenalin, perawatan gigi rutin bisa diberikan. Pada pasien dengan hipertensi stage 2 dengan tekanan darah 160/100 179/109 mmHg, tidak stabil secara medis dan toleransi aktifitas fisik terbatas (ASA III), perlu pembatasan vasokonstriktor dalam anastesi local yang digunakan. Perawatan gigi hanya yang bersifat selektif. Prosedur gigi selektif meliputi (tetapi tidak dibatasi) untuk: propilaksis, restorative, periodontal, endodontic dan ekstraksi rutin. Pasien dengan hipertensi stage 2 dengan tekanan darah 180/110 209/119 mmHg, tidak stabil secara medis dan aktifitas fisik sangat terbatas (ASA IV), beresiko untuk perawatan dengan anastesi local yang mengandung

vasokonstriktor. Hanya perawatan gigi darurat nonstressful yang bisa diberikan meliputi: pengurangan sakit, perawatan infeksi (insisi sederhana dan drainase). Adrenalin kontraindikasi untuk mengontrol hemostatis. Pasien hipertensi stage 2 dengan tekanan darah 210/120 atau lebih tidak bisa menerima stress fisik atau emosional, biasanya hipertensi yang langsung mengancam kehidupan (ASA IV), semua tindakan dental darurat harus dipertimbangkan bahwa terapi gigi memang benar-benar menguntungkan dibanding komplikasi yang ditimbulkan akibat hipertensinya.

15

(2)

Penggunaan Anestetikum Anestetikum digunakan untuk mengontrol rasa sakit selama perawatan gigi.

Anestesi lokal merupakan jenis anestesi yang lebih baik digunakan pada pasien dengan hipertensi karena tidak menimbulkan kecemasan. Namun, anestetikum lokal mengandung vasokonstriktor yang digunakan untuk memperpanjang durasi anestesi, mengurangi resiko toksis sitemik, mengontrol perdarahan, dan menghambat absorpsi anestetikum. Vasokonstriktor pada bahan anestesi lokal menyerupai mediator system saraf simpatis, epinefrin, dan nonepinefrin. Vasokonstriktor merupakan salah satu obat simpatomimetik yang mempengaruhi reseptor adrenergic. Reseptor adrenergik dibagi dua, alfa dan beta yang keduanya dibagi dua subtype, alfa 1 dan alfa 2 serta beta 1 dan beta2. Reseptor alfa1 banyak terdapat pada arteriol perifer. Alfa2 dan beta 1 pada jantung, dan reseptor beta 2 banyak terdapat pada arterior pada otot skeletal dan otot polos bronkiale. Reseptor Balfa cenderung meningkatkan tekanan darah tetapi tidak dramatic. Reseptor Beta1 akan meningkatkan frekuensi nadi jantung dan kekuatan kontraksi jantung sehingga meningkatkan tekanan darah, sedangkan reseptor beta2 menyebabkan vasodilatasi dan bronchodilatasi. Epinefrin memiliki pengaruh yang hampir sama terhadap reseptor beta1 dan beta2 sehingga tidak akan meningkatkan tekanan darah secara dramatis. Adrenalin atau Epinefrin lebih aman digunakan untuk pasien hipertensi dibandingkan dengan vasokonstriktor lain karena tidak meningkatkan tekanan

16

darah secara dramatis akibat perangsangan pada reseptor beta 1 dan beta 2 yang hampir sama dan waktu paruh adrenalin yang singkat sehingga memiliki pengaruh yang sesaat. Pada penelitian yang membandingkan pemeriksaan dan perawatan gigi, perbedaan rata- rata 8 mmHg pada systole dan 1 mmHg pada diastole terjadi pada prosedur bedah mulut dan kenaikan tekanan darah selama injeksi anestesi bersifat sesaat dan kembali normal setelah jarum ditarik. Penggunaan vasokonstriktor adrenalin atau epinefrin maksimal untuk pasien sehat adalah 0,2 mg setiap kali kunjungan dan 0.036- 0.054 mg epinefrin (2- 3 ampul lidocain 2% dengan epinefrin 1:100.000) setiap kali kunjungan untuk pasien dengan hipertensi terkontrol. Sedangkan penggunaan vasokonstriktor epinefrin merupakan kontraindikasi pada pasien dengan hipertensi tidak terkontrol, angina yang tidak stabil, riwayat infark myokard dan stroke kurang dari 6 bulan, pasien by pass arteri koroner kurang dari 3 bulan, hipertiroid tidak terkontrol, gagal jantung parah, sensitive sulfit, dan phaeochromocytoma. Penggunaan anestesi lokal merupakan pilihan yang lebih baik untuk pasien dengan hipertensi dibandingkan dengan anestesi umum asalkan pemberian anestesi sesuai dosis maksimum dengan pemberian anestesi yang perlahan dan menghindari penyuntikan intravascular. (3) Waktu Perawatan dan Monitoring Pasien Pemilihan waktu perawatan gigi merupakan hal yang harus

dipertimbangkan. Berdasarkan klasifikasi hipertensi berdasar fase diurnal, kenaikan tekanan darah pada pasien hipertensi sering terjaid sekitar waktu bangun tidur pagi, mencapai puncak pada pertengahan hari dan fluktuasi tekanan darah

17

cenderung menurun pada sore hari, oleh karena itu sore hari merupakan waktu perawatan yang tepat. Monitoring pasien harus dilakukan selama penatalaksanaan dental dan memastikan pasien dalam keadaan tenang. Tekanan darah harus diukur minimal dua atau tiga kali dengan jeda beberapa menit pada pasien dengan riwayat hipertensi dan pengukuran tekanan darah awal tidak dilakukan langsung ketika pasien memasuki ruang praktik. Tekanan darah juga harus diukur sebelum dan setelah injeksi anestesi lokal dengan vasokonstriktor. (4) Kontrol Kecemasan Kecemasan dan stres dalam perawatan gigi dapat menyebabkan

meningginya tekanan darah dan mempercepat denyut jantung. Dokter gigi harus memastikan kembali kondisi pasien dalam keadaan rileks sebelum operasi dimulai. Premedikasi per oral dengan benzodiazepine seperti triazolam, oxazepam, diazepam yang dikonsumsi pada malam hari sebelum kunjungan serta 1 jam sebelum tindakan dapat menurunkan kecemasan pasien. Sedasi oral dapat menolong pasien dalam meredakan kecemasan. Sedasi dengan N2O- O2 dapat digunakan dalam mengendalikan kecemasan, dan juga dapat mengurangi tekanan darah (tekanan sistolik dan diastolic 15-10 mmHg) kira-kira 10 menit digunakan sebelum perawatan dilakukan, namun dapat menyebabkan hipoksia pada pasien dengan hipertensi. (5) Penurunan Tekanan Ortostatik Pasien dengan hipertensi dan mengkonsumsi obat- obatan antihipertensi seringkali mengalami orthostatic hipotensi sebagai efek samping antihipertensi,
18

sehingga perubahan posisi kursi dental saat penatalaksanaan dental harus dihindari. Saat dokter gigi memulai tindakan maupun setelah tindakan selesai, posisi dental chair harus dikembalikan pada posisi tegak secara perlahan dan pasien terus dimonitor hingga pasien merasa stabil dan seimbang. Seluruh penatalaksanaan dental dilakukan dengan posisi semi supine dan pasien diinstruksikan untuk tepatap di tempat duduk sampai perfusi serebral yang memadai telah kembali. (6) Pengurangan Interaksi Obat Pasien dengan hipertensi mengkonsumsi bermacam obat yang perlu dicatat saat melakukan anamnesis. Aspiriin biasanya diberikan kepada pasien hipertensi untuk mencegah thrombosis vascular di serebral atau koronal. Aspirin perlu dihentikan selama 5 hari sebelum tindakan yang menimbulkan perdarahan. Pemberian analgesic non steroid sebaiknya dihindarkan karena dapat mengurangi efek antihipertensi. (7) Konsultasi Medis Seluruh pasien yang akan menerima tindakan perlu mendapatkan pengukuran tekanan darah sebelum tindakan dengan tiga tujuan, yaitu untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kegawatdaruratan medis akibat hipertensi maupun hipotensi saat tindakan dental, screening dan monitoring pasien, serta keperluan medikolegal. Pada pasien dengan hipertensi, konsultasi ke internis perlu dilakukan untuk mencegah kemungkinan adanya hipertensi sekunder akibat komplikasi penyakit lain.

19

Skema pelaksanaan pasien hipertensi di praktek dokter gigi:

20

SIMPULAN

1. Hipertensi merupakan peningkatan abnormal dari tekanan arterial ditandai dengan adanya suatu kenaikan tekanan darah yang persisten sebagai akibat dari kenaikan resistensi arteri perifer. Usia, etnis (African, American) dan gender (laki-laki) merupakan faktor yang beresiko terkena hipertensi. Gejala awal dari hipertensi salah satunya adalah sakit kepala di oksipital, perubahan penglihatan, tinnitus, pusing, dan lemah pada tungkai. 2. Pengelolaan dan pencegahan hipertensi perlu dilakukan pada pasien dengan riwayat hipertensi dengan tujuan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas serta memberikan perawatan dengan strategi preventif dan kuratif yang sesuai dengan kondisi fisik dan emosional pasien dalam menerima dan merespon perawatan sehingga komplikasi dapat dihindari. Hal penting lain yang perlu diperhatikan dalam perawatan pasien dengan hipertensi adalah sebagai berikut: a. Konsultasi Medis b. Pengurangan Interaksi Obat c. Penurunan Tekanan Ortostatik d. Kontrol Kecemasan e. Waktu Perawatan dan Monitoring Pasien f. Strategi Penatalaksanaan Pasien Hipertensi menurut ASA g. Penggunaan Anestetikum

21

DAFTAR PUSTAKA

Hargitai, Lieutenant Istvan and Sherman, Captain Robert. 2001. Dental management of the hypertensive patient. Naval Postgraduate Dental School National Naval Dental Center Bethesda, Maryland. Vol. 23, No. 1 Rahajoe, Poerwati Soetji. 2008. Pengelolaan Pasien Hipertemsi untuk Perawatan d Bidang Kedokteran Gigi. Yogyakarta: Jurnal Bagian Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gajah Mada. Asmarida, Rita. 2003. Penatalaksanaan Pasien Hipertensi di Praktek Dokter Gigi. Sumatera Utara: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Hal 6,7,9, 12, 15

22

You might also like