You are on page 1of 19

KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Air bersih merupakan suatu kebutuhan yang sangat vital dalam menunjang sebagian besar aktivitas manusia. Tanpa air bersih, tidak akan ada kehidupan dimuka bumi ini karena dalam tubuh manusia itu sendiri terdiri atas 65% air. Selain untuk kebutuhan sehari-hari, air bersih juga diperlukan untuk irigasi, tempat wisata, industri dan lain sebagainya. Di daerah pegunungan dan pedesaan, air minum dapat diperoleh dari sumber air atau air tanah yang dapat langsung digunakan sebagai air minum tanpa perlu pengolahan terlebih dahulu. Akan tetapi didaerah perkotaan, dimana air tanah telah tercemar dan ketersediaannya terbatas maka diperlukan tambahan sumber air sebagai air baku. Dan sebagai alternatif lain, digunakan air permukaan berupa air sungai sebagai sumber air yang baru. Namun disadari bahwa kondisi air dari sungai mengalami penurunan kualitas yang cukup besar, apalagi di daerah hilir. Air sungai yang mengalir di hilir menerima beban buangan domestik dari penduduk di sepanjang sungai serta beban dari effluen industri yang tersebar dipinggir sungai. Beban buangan tersebut dapat melebihi kapasitas alami sungai untuk melakukan self purification, akibatnya sungai tercemar dan kualitasnya turun. Oleh sebab itu air baku tersebut memerlukan suatu pengolahan yang memadai agar dapat memenuhi standar kualitas air minum. Dewasa ini, kebutuhan air bersih meningkat tajam seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang cukup pesat. Semakin tinggi jumlah penduduk, maka semakin tinggi pula kebutuhan air bersih. Besarnya kebutuhan air bersih mendasari perencanaan instalasi

pengolahan air minum. Selain itu, faktor yang mendasari adalah sumber air baku untuk air bersih. Pada dasarnya, di alam tidak terdapat sumber air yang benar benar murni dalam artian sesuai dengan syarat kesehatan. Sehingga diperlukan pengolahan agar air tersebut layak untuk dikonsumsi. Pengolahan air minum memerlukan tempat untuk berlangsungnya proses pengolahan yaitu bangunan pengolahan air minum. Bangunan ini harus

1|Azwari Fikri (H1E108064)

KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU

direncanakan dengan baik agar didapatkan hasil pengolahan yang diinginkan. Perencanaan unit pengolahan air minum ini meliputi intake, koagulasi flokulasi, sedimentasi, filtrasi, desinfeksi, reservoir.

1.2 BATASAN MASALAH Adapun batasan masalah dari penulisan makalah ini yakni, proses koagulasi-fokulasi, penentuan dimensi unit instalasi pengolahan air.

1.3 TUJUAN Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah memahami lebih dalam mengenai proses kimia pada unit produksi dalam sistem penyediaan air minum, yaitu koagulasi dan flokulasi. Selain itu juga untuk mengetahui seberapa efektif koagulasi dan flokulasi pada unit produksi dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi.

1.4 METODE PENULISAN Dalam pembuatan makalah ini, metode yang digunakan adalah metode kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan data-data dari literatur-literatur dan jurnal penelitian yang bersangkutan dengan proses Koagulasi Flokulasi. Selain itu pengumpulan data juga di dapat dari pencarian informasi-informasi dari internet.

2|Azwari Fikri (H1E108064)

KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Untuk penghilangan zat-zat berbahaya dari air salah satu cara yang dapat dilakukan adalah proses koagulasi dan flokulasi. Koagulasi dan flokulasi merupakan proses yang terjadi secara berurutan untuk mentidakstabilkan partikel tersuspensi, menyebabkan tumbukan partikel dan tumbuh menjadi flok. Tahap awal dimulai dengan proses koagulasi, koagulasi melibatkan netralisasi dari muatan partikel dengan penambahan elektrolit. Dalam hal ini bahan yang ditambahkan biasanya disebut sebagai koagulan atau dengan jalan mengubah pH yang dapat menghasilkan agregat/kumpulan partikel yang dapat dipisahkan. Hal ini dapat terjadi karena elektrolit atau konsentrasi ion yang ditambahkan cukup untuk mengurangi tekanan elektrostatis di antara kedua partikel. Agregat yang terbentuk akan saling menempel dan menyebabkan terbentuknya partikel yang lebih besar yang dinamakan mikroflok, dimana mikroflok ini tidak dapat dilihat oleh mata telanjang. Pengadukan cepat untuk mendispersikan koagulan dalam larutan dan mendorong terjadinya tumbukan partikel sangat diperlukan untuk memperoleh proses koagulasi yang bagus. Biasanya proses koagulasi ini membutuhkan waktu sekitar 1-3 menit. Tahap selanjutnya dari proses koagulasi adalah proses flokulasi. Flokulasi disebabkan oleh adanya penambahan sejumlah kecil bahan kimia yang disebut sebagai flokulan (Rath & Singh, 1997). Mikroflok yang terbentuk pada saat proses koagulasi sebagai akibat penetralan muatan, akan saling bertumbukan dengan adanya pengadukan lambat. Tumbukan tersebut akan menyebabkan mikroflok berikatan dan menghasilkan flok yang lebih besar. Pertumbuhan ukuran flok akan terus berlanjut dengan penambahan flokulan atau polimer dengan bobot molekul tinggi. Polimer tersebut menyebabkan terbentuknya jembatan, mengikat flok, memperkuat ikatannya serta menambah berat flok sehingga meningkatkan rate pengendapan flok. Waktu yang dibutuhkan untuk proses flokulasi berkisar antara 15-20 menit hingga 1 jam. Flokulan dapat dikategorikan ke dalam dua jenis, yaitu flokulan organik dan anorganik. Di antara flokulan-flokulan anorganik, garam-garam dari berbagai

3|Azwari Fikri (H1E108064)

KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU

logam seperti aluminium telah banyak digunakan . Flokulan organik dapat dibagi lagi ke dalam dua jenis, yaitu sintetik dan alami. Flokulan organik sintetik pada umumnya merupakan polimer linear yang larut air seperti polyacrylamide, poly(acrylic acid), poly(diallyl dimethil ammonium chloride) (DADMAC), poly(styrenic sulfonic acid), dan sebagainya. Sejak pengenalan flokulan polimer sintetik pada tahun 1950, sekarang ini telah banyak dikembangkan flokulanflokulan sintetik lainnya secara komersil. Pencarian flokulan yang lebih baik terus berlanjut dan digunakan untuk aplikasi yang lebih spesifik dalam industri. Flokulan organik alami seperti pati, selulosa, alginic acid, guar gum adalah polimer alami yang sangat sering digunakan sebagai flokulan. Polimer alam terutama polisakarida bersifat biodegradable, murah, shear stable, dan mudah diperoleh karena diperoleh dari bahan alam yang dapat diperbaharui. Sifat biodegradable pada polimer alami menjadi kelebihan sekaligus kekurangannya, yaitu dapat mengurangi umur penyimpanan sehingga menurunkan efisiensi karena menurunnya berat molekul (Singh, dkk, 2000). Starch merupakan salah satu polisakarida yang banyak dihasilkan di Indonesia. Terapan di luar industri pangan dari material ini adalah untuk penjernih air yang dapat diterapkan untuk pengolahan air dan air limbah.

2.1 KOAGULASI Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel koloid, suspended solid halus dengan penambahan koagulan disertai dengan pengadukan cepat untuk mendispersikan bahan kimia secara merata. Dalam suatu suspensi, koloid tidak mengendap (bersifat stabil) dan terpelihara dalam keadaan terdispersi, karena mempunyai gaya elektrostatis yang diperolehnya dari ionisasi bagian permukaan serta adsorpsi ion-ion dari larutan sekitar. Pada dasarnya koloid terbagi dua, yakni koloid hidrofilik yang bersifat mudah larut dalam air (soluble) dan koloid hidrofobik yang bersifat sukar larut dalam air (insoluble). Bila koagulan ditambahkan ke dalam air, reaksi yang terjadi antara lain: * Pengurangan zeta potensial (potensial elektrostatis) hingga suatu titik di mana gaya van der walls dan agitasi yang diberikan menyebabkan partikel yang tidak stabil bergabung serta membentuk flok;

4|Azwari Fikri (H1E108064)

KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU

* Agregasi partikel melalui rangkaian inter partikulat antara grup-grup reaktif pada koloid; * Penangkapan partikel koloid negatif oleh flok-flok hidroksida yang mengendap. Untuk suspensi encer laju koagulasi rendah karena konsentrasi koloid yang rendah sehingga kontak antar partikel tidak memadai, bila digunakan dosis koagulan yang terlalu besar akan mengakibatkan restabilisasi koloid. Untuk mengatasi hal ini, agar konsentrasi koloid berada pada titik dimana flok-flok dapat terbentuk dengan baik, maka dilakukan proses recycle sejumlah settled sludge sebelum atau sesudah rapid mixing dilakukan. Tindakan ini sudah umum dilakukan pada banyak instalasi untuk meningkatkan efektifitas pengolahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi antara lain: 1. Kualitas air meliputi gas-gas terlarut, warna, kekeruhan, rasa, bau, dan kesadahan; 2. Jumlah dan karakteristik koloid; 3. Derajat keasaman air (pH); 4. Pengadukan cepat, dan kecepatan paddle; 5. Temperatur air; 6. Alkalinitas air, bila terlalu rendah ditambah dengan pembubuhan kapur; 7. Karakteristik ion-ion dalam air. Koagulan yang paling banyak digunakan dalam praktek di lapangan adalah alumunium sulfat [Al2(SO4)3], karena mudah diperoleh dan harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan jenis koagulan lain. Sedangkan kapur untuk pengontrol pH air yang paling lazim dipakai adalah kapur tohor (CaCO3). Agar proses pencampuran koagulan berlangsung efektif dibutuhkan derajat pengadukan > 500/detik, nilai ini disebut dengan gradien kecepatan (G). Untuk mencapai derajat pengadukan yang memadai, berbagai cara pengadukan dapat dilakukan, diantaranya: 1. Pengadukan Mekanis Dapat dilakukan menggunakan turbine impeller, propeller, atau paddle impeller.

5|Azwari Fikri (H1E108064)

KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU

2. Pengadukan Pneumatis Sistem ini menggunakan penginjeksian udara dengan kompresor pada bagian bawah bak koagulasi. Gradien kecepatan diperoleh dengan pengaturan flow rate udara yang diinjeksikan. 3. Pengadukan hidrolis Pengadukan cepat menggunakan sistem hidrolis dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya melalui terjunan air, aliran air dalam pipa, dan aliran dalam saluran. Nilai gradien kecepatan dihitung berdasarkan persamaan sebelumnya. Sementara besar headloss masing-masing tipe pengadukan hidrolis berbeda-beda tergantung pada sistem hidrolis yang dipakai. Untuk pengadukan secara hidrolis, besar nilai headloss yang digunakan sangat mempengaruhi efektifitas pengadukan. Nilai headloss ditentukan menurut tipe pengadukan yang digunakan, yaitu terjunan air, aliran dalam pipa, atau aliran dalam saluran (baffle). a. Terjunan hidrolis Metode pengadukan terjunan air merupakan metode

pengadukan hidrolis yang simple dalam operasional. Besar headloss selama pengadukan dipengaruhi oleh tinggi jarak terjunan yang dirancang. Metode ini tidak membutuhkan peralatan yang bergerak dan semua peralatan yang digunakan berupa peralatan diam/statis. b. Aliran dalam pipa Salah satu metoda pengadukan cepat yang paling ekonomis dan simple adalah pengadukan melalui aliran dalam pipa. Metoda ini sangat banyak digunakan pada instalasi-instalasi berukuran kecil dengan tujuan menghemat biaya operasional dan pemeliharaan alat. Efektivitas pengadukan dipengaruhi oleh debit, jenis dan diameter pipa, dan panjang pipa pengaduk yang digunakan. c. Aliran dalam saluran (baffle) Bentuk aliran dalam saluran baffle ada dua macam, yang paling umum digunakan yaitu pola aliran mendatar (round end baffle channel) dan pola aliran vertikal (over and under baffle).

6|Azwari Fikri (H1E108064)

KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU

Gambar 2.1 Koagulasi (Rapid Mixing) Koagulasi didefinisikan sebagai proses destabilisasi muatan koloid padatan tersuspensi termasuk bakteri dan virus, dengan suatu koagulan. sehingga akan terbentuk flok-flok halus yang dapat diendapkan. Pengadukan cepat (flash mixing) merupakan bagian integral dari proses Koagulasi. Tujuan pengadukan cepat adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia melalui air yang diolah. Pengadukan cepat yang efektif sangat penting ketika menggunakan koagulan logam seperti alum dan ferric chloride, karena proses hidrolisnya terjadi dalam hitungan detik dan selanjutnya terjadi adsorpsi partikel koloid. Waktu yang dibutukan untuk zat kimia lain seperti polimer (polyelectrolites), chlorine, zat kimia alkali, ozone, dan potassium permanganat, tidak optimal karena tidak mengalami reaksi hidrolisis. Jenis koagulan yang sering dipakai adalah : a. Alumunium Sulfat (Alum) Alumunium sulfat [Al2(SO4)3.18H2O] adalah salah satu koagulan yang umum digunakan karena harganya murah dan mudah didapat. Alkalinitas yang ada di dalam air bereaksi dengan alumunium sulfat (alum) menghasilkan alumunium hidroksida sesuai dengan persamaan: Al2(SO4)3.14H2O + 3 Ca(HCO3)2 3 CaSO4 + 2 Al(OH)3 + 6 CO2 + 14 H2O

7|Azwari Fikri (H1E108064)

KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU

Bila air tidak mangandung alkalinitas untuk bereaksi dengan alum, maka alkalinitas perlu ditambah. Biasanya alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida (Ca(OH)2) dengan reaksi: Al2(SO4)3.14H2O + 3 Ca(OH)2 3 CaSO4 + 2 Al(OH)3 + 14 H2O Alkalinitas bisa juga ditambahkan dalam bentuk ion karbonat dengan penambahan natrium karbonat. Nilai pH optimum untuk alum sekitar 4,5-8,0. b. Ferrous Sulfate (FeSO4) Ferrous Sulfate membutuhkan alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida agar menghasilkan reaksi yang cepat. Senyawa Ca(OH)2 dan NaOH biasanya ditambahkan untuk meningkatkan pH sampai titik tertentu dimana ion Fe2+ diendapkan sebagai Fe(OH)3. Reaksinya adalah: 2FeSO4.7H2O + 2Ca(OH)2 + O2 2Fe(OH)3 + 2CaSO4 + 13H2O Agar reaksi diatas terjadi, pH harus dinaikkan hingga 7.0 sampai 9,5. Selain itu, ferrous sulfate digunakan dengan mereaksikannya dengan klorin dengan reaksi: 3FeSO4.7H2O + 1,5Cl2 Fe2(SO4)3 + FeCl3 + 21H2O Reaksi ini terjadi pada pH rendah sekitar 4,0. c. Ferric Sulfate dan Ferric Chloride Reaksi sederhana ferric sulfate dengan alkalinitas bikarbonat alam membentuk ferric hydroxide dengan reaksi: Fe2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2 Sedangkan reaksi ferric chloride dengan alkalinitas bikarbonat alami yaitu: 2FeCl3 + 3Ca(HCO3)2 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2 Apabila alkalinitas alami tidak cukup untuk reaksi, Ca(OH)2 ditambahkan untuk membentuk hidroksida. Reaksinya adalah: 2FeCl3 + 3Ca(OH)2 2Fe(OH)3 + 3CaCl2

8|Azwari Fikri (H1E108064)

KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU

Operasional dan Pemeliharaan bak koagulasi seperti: * Pemeriksaan kualitas air baku di laboratorium instalasi sangat diperlukan untuk menentukan dosis koagulan yang tepat, pemeriksaan yang perlu dilakukan diantaranya mengukur kekeruhan air (turbidity) dan derajat keasaman (pH) air baku. Dosis koagulan ditentukan berdasarkan percobaan jar-test, sedangkan pH air baku ditentukan dengan komparator pH; * Pengontrolan debit koagulan yang masuk ke splitter box dilakukan setiap jam oleh operator instalasi; * Pemeriksaan clogging pada saluran/pipa feeding dan pompa pembubuh larutan koagulan dilakukan setiap harinya oleh operator instalasi, dan pemeriksaan clogging pada orifice diffuser.

2.2 FLOKULASI Proses flokulasi dalam pengolahan air bertujuan untuk mempercepat proses penggabungan flok-flok yang telah dibibitkan pada proses koagulasi. Partikel-partikel yang telah distabilkan selanjutnya saling bertumbukan serta melakukan proses tarik-menarik dan membentuk flok yang ukurannya makin lama makin besar serta mudah mengendap. Gradien kecepatan merupakan faktor penting dalam desain bak flokulasi. Jika nilai gradien terlalu besar maka gaya geser yang timbul akan mencegah pembentukan flok, sebaliknya jika nilai gradien terlalu rendah/tidak memadai maka proses penggabungan antar partikulat tidak akan terjadi dan flok besar serta mudah mengendap akan sulit dihasilkan. Untuk itu nilai gradien kecepatan proses flokulasi dianjurkan berkisar antara 90/detik hingga 30/detik. Untuk mendapatkan flok yang besar dan mudah mengendap maka bak flokulasi dibagi atas tiga kompartemen, dimana pada kompertemen pertama terjadi proses pendewasaan flok, pada kompartemen kedua terjadi proses penggabungan flok, dan pada kompartemen ketiga terjadi pemadatan flok. Pengadukan lambat (agitasi) pada proses flokulasi dapat dilakukan dengan metoda yang sama dengan pengadukan cepat pada proses koagulasi, perbedaannya terletak pada nilai gradien kecepatan di mana pada proses flokulasi nilai gradien jauh lebih kecil dibanding gradien kecepatan koagulasi.

9|Azwari Fikri (H1E108064)

KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU

Tujuan dilakukan flokulasi pada air limbah selain lanjutan dari proses koagulasi yaitu: Meningkatkan penyisihan Suspended Solid (SS) dan BOD dari pengolahan fisik. Memperlancar proses conditioning air limbah, khususnya limbah industri. Meningkatkan kinerja secondary-clarifier dan proses lumpur aktif. Sebagai pretreatment untuk proses pembentukan secondary effluent dalam filtrasi.

Gambar 2.2 Flokulasi (Slow Mixing) Operasional dan Pemeliharaan bak flokulasi seperti: * Penyisihan schum yang mengapung pada bak flokulasi dilakukan setiap hari secara manual menggunakan alat sederhana (jala), biasanya dilakukan pada pagi hari; * Pengontrolan ukuran flok yang terbentuk melalui pengamatan visual; * Pemeriksaan kemungkinan tumbuhnya algae pada dinding tangki dan baffle; * Pengontrolan kecepatan mixer jika pengadukan dilakukan menggunakan mechanical mixer. Pengoperasian mixer membutuhkan perawatan yang lebih besar dari penggunaan flokulator baffle.

10 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU

Gambar 2.3 Flokulasi Partikel Koloid

2.3 AIR

PENENTUAN DIMENSI UNIT PAKET INSTALASI PENGOLAHAN

2.3.1 Unit koagulasi (pengaduk cepat) Dimensi unit koagulasi (pengaduk cepat) dapat ditentukan dengan rumus: a. Tipe hidrolis dengan jenis pengaduk statis

dengan pengertian: Q D adalah Kapasitas pengolahan (m3/detik) adalah diameter pinstalasi pengolahan air (m)

11 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU

adalah kecepatan aliran (m/det)

hf adalah kehilangan tekanan pada pinstalasi pengolahan air dan perlengkapannya (m kolom air) g f k C adalah gravitasi (9,81 m/detik) adalah koefisien kehilangan melalui pinstalasi pengolahan air (0,02 - 0,26) adalah koefisien kehilangan melalui perlengkapan pinstalasi pengolahan air (0,7 -1) adalah viskositas kinematik air (m2/detik) adalah kapasitas bak (m3)

Cn adalah koefisien kekasaran pinstalasi pengolahan air S R adalah kemiringan hidrolis (m/m) adalah jari-jari hidrolis (m) adalah masa jenis air (g/cm3)

b. Tipe hidrolis dengan jenis pengaduk mekanis

dengan pengertian: P n adalah tenaga yang diperlukan (g.cm/det.) adalah putaran (rpm)

gc adalah faktor konversi Newton D K adalah diamater impeller (cm) adalah konstanta experimen (1.0 5.0) adalah masa jenis air (g/cm3)

12 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU

2.3.2 Unit flokulasi (pengaduk lambat) Dimensi unit flokulasi (pengaduk lambat) dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut: a. Tipe hidrolis dengan jenis pengaduk statis

dengan pengertian: Q p l d adalah kapasitas pengolahan (m3/detik) adalah panjang bak(m) adalah lebar bak (m) adalah tinggi (m)

td adalah waktu tinggal (detik) G adalah gradien, G (detik-1) kehilangan tekanan pada pinstalasi pengolahan air dan

hf adalah g

perlengkapannya (m kolom air) adalah viskositas kinematik air (m/detik) adalah gravitasi (9,81 m/detik2)

b. Tipe hidrolis dengan jenis pengaduk mekanis

dengan pengertian: P n adalah tenaga yang diperlukan (g.cm/det.) adalah putaran (rpm)

gc adalah faktor konversi Newton D K adalah diamater impeller (cm) adalah konstanta experimen (1.0 5.0) adalah masa jenis air (g/cm3)

13 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU

2.4 PROSES KOAGULASI-FLOKULASI Cara mendestabilkan partikel dilakukan dalam dua tahap. Pertama dengan mengurangi muatan elektrostatis sehingga menurunkan nilai potensial zeta dari koloid, proses ini lazim disebut sebagai koagulasi. Kedua adalah memberikan kesempatan kepada partikel untuk saling bertumbukan dan bergabung, cara ini dapat dilakukan dengan cara pengadukan, dan disebut sebagai flokulasi. Pengurangan muatan elektris dilakukan dengan menambahkan koagulan seperti PAC. Di dalam air PAC akan terdisosisi melepaskan kation Al3+ yang akan menurunkan zeta potensial dari partikel. Sehingga gaya tolak-menolak antar partikel menjadi berkurang, akibatnya penambahan gaya mekanis seperti pengadukan akan mempermudah terjadinya tumbukan yang akan dilanjutkan dengan penggabungan partikel-partikel yang akan membentuk flok yang berukuran lebih besar. Menurut Von Smoluchowski (Fair, et al, 1968), kecepatan penggabungan dua partikel dengan diameter berbeda akan sebanding dengan konsentrasi partikel, gradien kecepatan dan jumlah jari-jari dari partikel yang bergabung.

Dalam persamaan diatas, Jkl adalah banyaknya tumbukan (volume per waktu), nk dan nl adalah banyaknya partikel k dan l, dk dan dl adalah diameter partikel k dan l, serta dv/dz adalah gradien geseran yang dapat diganti dengan G (gradien kecepatan). Koagulasi dan flokulasi adalah proses fisika-kimia dimana diperlukan energi dan waktu agar proses dapat berlangsung, Camp dan Stein

mengembangkan persamaan untuk menghitung besar energi dan waktu dengan konsep gradien kecepatan (G) sebagai berikut (Reynold,1982):

dimana: G P = Gradien kecepatan, detik1 = daya yang diberikan, kg m2/dtk3 , (J/detik)

14 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU

C g

= viskositas absolut zat cair, kg/m/detik = kapasitas reaktor, m3 = total daya yang ditimbulkan per satuan massa cairan = massa jenis air, kg/m3 = kecepatan gravitasi, m/detik2

hf = kehilangan tekanan yang terjadi, m td = waktu detensi, detik Flokulasi merupakan kelanjutan dari proses koagulasi, dimana mikroflok hasil koagulasi mulai menggumpalkan partikel menjadi flok-flok yang besar (makroflok) dan dapat diendapkan. Proses penggumpalan ini tergantung dari waktu dan pengadukan lambat dalam air. Flokulator yang sering digunakan dalam pengolahan air berdasarkan sumber energi yang digunakan adalah: hidrolis, pnuematis dan mekanis. Secara umum flokulator pneumatis dan mekanis lebih fleksibel dalam power input. Sedangkan flokulator hidrolis tidak fleksibel dalam power input, dimana diperlukan lahan yang luas walaupun mempunyai keunggulan pada sisi yang lain. Kriteria desain untuk masing masing jenis flokulator disajikan dalam tabel 1. Energi input dari masing-masing jenis flokulator dihitung dengan rumus yang berbeda. Harga gradien kecepatan mempunyai jangkauan yang hampir sama, antara 20 70 / detik. Kecepatan aliran bervariasi antara 0,5 2,5 fps. Tekanan udara yang dibutuhkan untuk flokulator pneumatis antara 50 75 psi.

Tabel. Kriteria desain yang umum digunakan dalam rancangan flokulator. dimana: P Q g = energi yang dibutuhkan, hp;kw = debit, m3/dtk = massa jenis air, kg/m3 = kecepatan grafitasi, m/dt2

15 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU

h Qa

= kehilangan tekan, m = debit udara, m/dtk

CD = koefisien drag A v = luas pengaduk, m2 = kecepatan aliran, m/dtk

Pada umumnya flokulasi hidrolis mempunyai kekurangan dalam hal fleksibilitas pengaturan hf yang diperlukan sebagai energi untuk proses. Selain itu pada flokulator hidrolis, perbedaan kecepatan aliran yang terjadi pada bagian tepi dan tengah reaktor sangat besar, sehingga seringkali flok yang terjadi pecah kembali. Notodarmodjo et al (1998) telah meneliti kemungkinan penggunaan aliran melalui kerikil sebagai media untuk flokulator dengan hasil yang sangat baik. Armundito (2000) meneliti lebih jauh kemungkinan penggunaan media kerikil sebagai flokulator dan memperoleh hasil bahwa ukuran butir kerikil tidak berpengaruh secara nyata bagi pembentukan flok.

16 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Proses koagulasi dan flokulasi adalah suatu proses pemisahan partikelpartikel halus penyebab kekeruhan dari dalam air. Proses koagulasi dan flokulasi berlangsung dalam dua tahap, yaitu proses pengadukan cepat dan lambat. Pengadukan cepat dimaksudkan untuk meratakan campuran antara koagulan dengan air baku, sehingga diperoleh suatu kondisi campuran yang homogen. Pengadukan lambat bertujuan mendapatkan partikelpartikel flokulen yang lebih besar dan lebih berat, sehingga dapat mempercepat proses pengendapan. 2. Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel koloid, suspended solid halus dengan penambahan koagulan disertai dengan pengadukan cepat (rapid mixing) untuk mendispersikan bahan kimia secara merata. Waktu operasinya antara 30 90 detik. Rapid mixing: Hidrolis : terjunan atau hidrolik jump Mekanis : menggunakan batang pengaduk 3. Pada proses koagulasi dilakukan pembubuhan bahan kimia yang disebut koagulan, misalnya tawas. Koagulan adalah zat kimia yang dapat menggumpalkan partikel-partikel koloid dalam proses koagulasi. 4. Flokulasi merupakan kelanjutan dari proses koagulasi, dimana mikroflok hasil koagulasi mulai menggumpalkan partikel menjadi flok-flok yang besar (makroflok) dan dapat diendapkan. Terjadi pembentukan dan pembesaran flok. Pada flokulasi dilakukan pengadukan lambat (slow mixing). Waktu operasinya antara 15 30 menit. Slow mixing: Pneumatis Mekanis Hidrolis

17 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi adalah: pH, kecepatan pengadukan, gradient kecepatan, waktu pengadukan, suhu, komposisi kimia air baku, dan konsentrasi koagulan.

3.2 SARAN Penulis menyarankan dan mengharapkan agar semakin kedepan nanti upaya pengolahan air di Indonesia semakin baik, khususnya PDAM di Kalimantan Selatan agar menyediakan air minum yang benar-benar bermutu bagus. Selain itu hendaknya pada tempat-tempat umum diupayakan pembuatan keran air siap minum seperti di kota-kota besar di pulau Jawa.

18 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU

DAFTAR PUSTAKA

Dian, R. 2007. Optimisasi Proses Koagulasi Flokulasi Untuk Pengolahan Air Limbah Industri Jamu. UNDIP. Semarang Standar Nasional Indonesia, 2008. SNI 6774. BSN. Jakarta. Sudarmo, U. 2004. Kimia SMA Jilid 2. Erlangga. Jakarta. Hal 198 http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2007/fitriani%20ratnasar i%20dewi%20(044642)/KOAGULASIjadi.html. Diakses tanggal 22 Maret 2011. Suprihanto, N. 2004. Kajian Unit Pengolahan Menggunakan Media Berbutir dengan Parameter Kekeruhan, TSS, Senyawa Organik dan pH. ITB. Bandung

19 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

You might also like