You are on page 1of 14

Ketrampilan dasar terkait dengan pemenuhan kebutuhan eliminasi alvi

DEFINISI GANGGUAN ELIMINASI FEKAL Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko tinggi mengalami statis pada usus besar, mengakibatkan jarang buang air besar, keras, feses kering. Untuk mengatasi gangguan eliminasi fekal biasanya dilakukan huknah, baik huknah tinggi maupun huknah rendah. Memasukkan cairan hangat melalui anus sampai ke kolon desenden dengan menggunakan kanul rekti. MASALAH-MASALAH GANGGUAN ELIMINASI FEKAL Masalah eliminasi fekal yang sering ditemukan yaitu: A. Konstipasi, Merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap. B. Impaction Merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid. C. Diare Merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB. D. Inkontinensia fecal, yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada perawat. E. Flatulens Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang menghasilkan CO2. F. Hemoroid yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi 2.1.3 TANDA DAN GEJALA GANGGUAN ELIMINASI FEKAL a. Konstipasi - Menurunnya frekuensi BAB - Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan - Nyeri rektum b. Impaction - Tidak BAB - anoreksia - Kembung/kram - nyeri rektum

c. Diare - BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk - Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat - Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. - feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB. d. Inkontinensia Fekal - Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, - BAB encer dan jumlahnya banyak - Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal e. Flatulens - Menumpuknya gas pada lumen intestinal, - Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. - Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus) f. Hemoroid - pembengkakan vena pada dinding rectum - perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang - merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi - nyeri Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan USG 2. Pemeriksaan foto rontgen 3. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses

2.1.4 ETIOLOGI Gangguan Eliminasi Fekal a. Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna: Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanantertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon. b. Cairan Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan

cairan memperlambat perjalananchyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chime. c. Meningkatnya stress psikologi Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit- penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi d. Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama. Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltic dan dapat menyebabkan melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras e. Obat-obatan Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obatobatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadangkadang digunakan untuk mengobati diare f. Usia; Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 3 tahun. Orang dewasajuga mengalami perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalahatony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi. g. Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord dan tumor. Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa membatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya, klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari spinkterani 2.1.5 PATOFISIOLOGI Gangguan Eliminasi Fekal Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi. Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar. Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter

anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya. Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses. Cairan feses di absorpsi sehingga feses menjadi keras dan terjadi konstipasi. 2.2 ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN ELIMINASI FEKAL 2.2.1 Pengkajian Untuk mengkaji pola eliminasi dan menentukan adanya kalainan, perawat melakukan pengkajian riwayat keparawatan, pengkajian fisik abdomen, menginfeksi karakteristik feses, dan meninjau kembali hasil pemeriksaan yang berhubungan. RIWAYAT KEPERAWATAN Riwayat keperawatan memfasilitasi peninjauan ulang pola dan kebiasaan defekasi klien. Gambaran yang klien katakan sebagai normal atau tidak normal mungkin berbeda dari faktor dan kondisi yang cenderung meningkatkan eliminasi normal. Dengan mengidentifikasi pola normal dan abnormal, kebiasaan, dan persepsi klien tentang eliminasi fekal memungkinkan perawat menentukan masalah klien. Banyak riwayat keperawatan dapat dikelompokkan berdasarkan faktor faktor yang mempengaruhi eliminasi. 1. Penentuan pola eliminasi klien yang biasa. Termasuk frekuensi dan waktu defekasi dalam sehari. Pengkajian terkini tentang pola defekasi klien yang akurat dapat ditingkatkan dengan meminta klien atau tenaga kesehatan melingkapi lembar pencatatan eliminasi fekal atau defekasi (Doughty, 1992). Seperti pada penyuluhan klien, perawat harus memastikan bahwa individu yang melengkapi lembaran pencatatan memahami informasi yang harus ia tulis. 2. Identifikasi rutinitas yang dilakukan untuk meningkatkan eliminasi normal. Contoh rutinitas tersebut adalah konsumsi cairan panas, penggunaan laksatif, pengkonsumsian makanan tertentu, atau mengambil waktu untuk defekasi selama kurun waktu tertentu dalam satu hari. 3. Gambaran setiap perubahan terbaru dalam pola eliminasi. Informasi ini mungkin merupakan informasi yang paling penting karena pola eliminasi bervariasi dan klien dapat dengan sangat mudah mendeteksi adanya perubahan. 4. Deskripsi klien tentang karakteristik feses. Perawat menentukan warna khas feses, konsistensi feses yang biasanya encer atau padat atau lunak atau keras. 5. Riwayat diet. Perawat menetapkan jenis makanan yang klien inginkan dalam sehari. Perawat menghitung penyajian buah buahan, sayur sayuran, sereal, dan roti. 6. Gambaran asupan cairan setiap hari. Hal ini meliputi tipe dan jumlah cairan. Klien mungkin harus memperkirakan jumlah cairan dengan menggunakan cara pengukuran yang biasa digunakan dirumah. 7. Riwayat olahraga. Perawat meminta klien menjelaskan tipe dan jumlah olahraga yang dilakukannya setiap hari secara spesifik. 8. Pengkajian penggunaan alat bantuan buatan dirumah. Perawat mengkaji apakah klien menggunakan enema, laksatif atau makanan khusus sebelum defekasi 9. Riwayat pembedahan atau penyakit yang mempengaruhi saluran GL. Informasi ini seringkali dapat membantu menjelaskan gejala-gejala yang muncul. 10. Keberadaan dan status diversi usus. Apabila klien memilki ostomi, perawat mengkaji frekuensi drainase feses, karakter feses, penampilan dan kondisi stoma (warna, pembengkakan, dan iritasi), tipe peralatan yang digunakan, dan metode yang digunakan untuk mempertahankan fungsi ostomi.

11. Riwayat pengobatan. Perawat menanyakan apakah klien mengonsumsi obat-obatan (seperti laksatif, antasid, suplemen zat besi dan analgesik) yang mungkin mengubah defekasi atau karakteristik feses 12. Status emosional. Emosi klien dapat mengubah frekuensi defekasi secara bermakna. Selama pengkajian, observasi emosi klien, nada suara, dan sikap yang dapat menunjukkan perilaku penting yang mengindikasikan adanya stres. 13. Riwayat sosial. Klien mungkin memiliki banyak aturan dalam kehidupannya. Tempat klien tinggal dapat mempengaruhi kebiasaan klien dalam defekasi dan berkemih. Apabila klien tinggal didalam rumah yang ditempati oleh beberapa orang, berapa banyak kamar mandi yang tersedia? Apakah klien memilki kamar mandi sendiri atau apakah mereka perlu menggunakan kamar mandi bersamasama yang menyebabkan mereka harus menyesuaikan waktu dalam menggunakan kamar mandi untuk mengakomodasi kebutuhan orang lain yang tinggal bersama mereka? Apakah klien tinggal sendiri, apakah mereka mampu berjalan ke toilet dengan aman? Apakah klien tidak dapat defekasi secara mandiri, perawat menentukan orang yang akan membantu klien dan menentukan caranya. 14. Mobilitas dan ketangkasan. Mobilitas dan ketangkasan klien perlu di evaluasi untuk menentukan perlu tidaknya peralatan atau personel tambahan untuk membantu klien. PENGKAJIAN FISIK Perawat melakukan pengkajian fisik sistem dan fungsi tubuh yang kemungkinan dipengaruhi oleh adanya masalah eliminasi. Pemeriksaan fisik yang terfokus pada evaluasi PARAMETER STRATEGI PENGKAJIAN Mobilitas Pada klien yang dapat berjalan. Observasi cara klien berjalan; tetapakan adanya kebutuhan penggunaan peralatan bantuan atau seseorang untuk membantu klien. Pada klien yang menggunakan kursi roda. Catat tingkat kebutuhan klien akan bantuan untuk berpindah dari kursi ke commode atau ke kamar mandi Ketangkasan Minta klien mendemonstrasikan pergerakan tangan yang akan dibutuhkan untuk memasukan supositoria atau melakukan stimulasi secara manual ( mis, memegang sebuah pensil, memutar jari telunjuk Sensasi anorektal Pada klien yang mengalami rembesan feses tanpa merasa ingin defekasi. Masukan kateter urine dengan balon berukuran 30 cc ke dalam rektum; gembungkan balon dengan perlahan dan instruksikan klien dengan memberitahu Anda jika ia merasakan distensi rektum. Kegagalan klien untuk berespon terhadap balon kateter berukuran 30 cc ini mengindikasikan adanya kerusakan fungsi Fungsi sfingter anus Inspeksi anus saat beristirahat. Kemudian lakukan pemeriksaan secara manual sambil meminta klien mengontraksi dan merelaksasikan sfingternya yang diikuti dengan valsalva manuver. Ketidakmampuan untuk merasakan distensi rektum, mengontraksikan anus secara sadar atau mengedan merupakan indikasi terjadinya kerusakan fungsi Kontraktilitas otot abdomen Instruksikan klien untuk mengedan (atau meminta klien mendorong tangan pemeriksa) sementara mempalpasi dinding abdomen dengan perlahan. Periksa keberadaan, volume dan konsistesi feses di dalam rektum. Keberadaan feses dalam jumlah besar merupakan indikasi penurunan sensasi dan atau gangguan pada proses pengosongan usus Mulut. Pengkajian meliputi inspeksi gigi, lidah, gusi klien. Gigi yang buruk atau struktur gigi yang buruk mempengeruhi kemampuan mengunyah. Abdomen. Perawat menginspeksi keempat kuadran abdomen untuk melihat warna, bentuk, kesimetrisan, dan warna kulit. Inspeksi juga mencakup memeriksa adanya masa, gelombang peristaltik, jaringan parut, pola pembuluh darah vena, stoma dan lesi. Dalam kondisi normal, gelombang peristaltis tidak terlihat. Namun, gelombangperistaltik yang terlihat dapat merupakan tanda adanya obstruksi usus.

Distensi abdomen terlihat sebagai suatu tonjolan abdomen ke arah luar yang menyeluruh. Gas di dalam usus, tumor berukuran besar, atau cairan berada dalam rongga peritonium dapat menyebabkan distensi. Distensi abdomen terasa kencang dan kulit tampak tegang, seakan direnggangkan. Perawat mengauskultasi abdomen dengan menggunakan stetoskop untuk mengkaji bising usus disetiap kuadran. Bising usus normal terjadi setiap 5-15 detik dan berlangsung selama sampai beberapa detik. Sambil mengauskultasi, perawat memeperhatikan karakter dan frekuensi bising usus. Peningkatan nada hentakan pada bising usus atau bunyi tinkling (bunyi gemerincing) dapat terdengar, jika terjadi distensi. Tidak adanya bising usus atau bising usus yang hipoaktif (bising usus kkurang dari lima kali per menit) terjadi pada obstruksi usus dan gangguan inflamasi. Perawat mempalpasi abdomen untuk melihat adanya masa atau area nyeri tekan. Penting bagi klien untuk rileks. Ketegangan otot-otot abdomen mengganggu hasil palpasi organ atau masa yang berada dibawah abdomen tersebut. Perkusi mendeteksi lesi, cairan, atau gas didalam abdomen. Pemahaman tentang lima bunyi perkusi juga memungkinkan identifikasi struktur abdominal yang berada dibawah abdomen. Gas atau flatulen menghasilkan bunyi timpani. Masa, tumor dan cairan menghasilkan bunyi tumpul dalam perkusi. Rektum. Perawat menginspeksi daerah disekitar anus untuk melihat adanya lesi, perubahan warna, inflamasi dan hemoroid. Kelainan harus dicatat dengan cermat. Untuk memeriksa rektum, perawat melakukan palpasi dengan hati-hati. Setelah mengenakan sarung tangan sekali pakai, perawat mengoleskan lubrikan ke jari telunjuk. Kemudian perawat meminta klien mengedan dan saat klien melakukannya, perawat memasukan jari telunjuknya ke dalam sfingter anus yang sedang relaksasi menuju umbilikus klien. Sfingter biasanya berkonstriksi mengelilingi jari perawat. Perawat harus mempalpasi semua sisi dinding rektum klien dengan metode tertentu untuk mengetahui adanya nodul atau tekstur yang tidak teratur. Mukosa rektum normalnya lunak dan halus. Mendorong jari telunjuk dengan paksa ke dinding rektum atau memasukan jari telunjuk yang terlalu jauh dapat menyebabkan ketidaknyamanan. KARAKTERISTIK FESES Menginspeksi karakteristik feses memberikan informasi tentang sifat perubahan eliminasi. Setiap karakteristik feses dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kunci dalam melakukan pengkajian adalah apakah ada perubahan baru yang terjadi. Klien adalah orang yang paling tepat untuk ditanyai tentang hal ini. Karakteristik Feses Karakteristik Normal Abnormal Penyebab Abnormal Warna Bayi : kuning Orang dewasa : coklat Putih atau warna tanah liat Hitamatau warna ter(melena)

Merah Pucat mengandung lemak Tidak ada kandung empedu Pengonsumsian zat besi atau perdarahan saluran Gl bagian atas Perdarahan saluran Gl bagian bawah, hemoroid Malabsorpsi lemak Bau Bau menyengat; dipengaruhi oleh tipe makanan Perubahan yang berbahaya Darah didalam feses atau infeksi Konsistensi Lunak; berbentuk Cair Padat Diare, penurunan absorbsi Konstipasi Frekuensi Bervariasi; bayi 4-6 kali sehari (jika mengonsumsi ASI) atau 1-3 kali sehari (jika mengonsumsi susu botol); orang dewasa setiap hari atau 2-3 kali seminggu Bayi lebih dari 6 kali

sehari atau kurang dari satu kali setiap 1-2 hari; orang dewasa lebih dari 3 kali sehari atau kurang dari 1 kali seminggu Hipomitilitas atau hipermitilitas Jumlah 150 gr per hari (orang dewasa) Bentuk Menyerupai diameter rektum Sempit; berbentuk pensil Obstruksi, peristaltik yang cepat Unsur-unsur Makanantidak dicerna, bakteri mati, lemak, pigmen empedu,sel-sel yang melapisis mukosa usus,air Darah, pus, materi asing, lendir, cacing Perdarahan internal, infeksi, materi-materi yang tertelan, iritasi, inflamasi PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK Pemeriksaaan laboratorium dan diagnostik menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk mempelajari masalah eliminasi. Analisis kandungan feses di laboratorium dapat mendeteksi kondisi patologis seperti tumor, perdarahan dan infeksi. Spesimen feses. Perawat bertanggung jawab secara langsung untuk memastikan bahwa spesimen di ambil dengan akurat, diberi label dengan benar pada wadah yang tepat, dan dikirim ke laboratorium tepat waktu. Institusi menyediakan wadah khusus untuk tempat spesimen feses. Beberapa pemeriksaan memerlukan penempatan spesimen didalam pengawet kimia. Teknik aseptik medis harus diguanakan selama proses pengambilan spesimen feses. Karena sekitar 25% bagian feses yang padat merupakan bakteri dari kolon, perawat harus mengenakan sarung tangan sekali pakai saat berhubungan dengan spesimen. Mencuci tangan sangat penting dilakukan setiap orang yang mungkin akan bersentuhan dengan spesimen. Seringkali klien dapat mengambil spesimen jika diinstruksikan dengan benar. Perawat menjelaskan bahwa feses tidak dapat dicampur dengan urine atau air. Untuk alasan ini, klien harus berdefekasi ke dalam pispot yang bersih dan kering atau ke wadah khusus yang ditempatkan di bawah tempat duduk toilet. Pemeriksaan yang dilakukan oleh laboratorium untuk samar darah (mikroskopik) didalam feses dan kultur feses hanya membutuhkan sedikit sampel. Perawat mengumpulkan sekitar satu inci feses padat atau 15-30 ml feses diare yang encer. Pemeriksaan untuk mengukur haluaran lemak feses membutuhkan 3-5 hari pengumpulan feses. Semua materi feses harus disimpandi sepanjang waktu pemeriksaan. Setelah mengambil spesimen, perawat memberi label dan menutup wadah penampungnya dengan rapat dan Skrining untuk Mendeteksi Kanker Kolon Faktor Resiko usia lebih dari 50 Riwayat keluarga polip kolon atau kanker kolon rektal Riwayat penyakit radang usus (penyakit kolitis, penyakit chorn) Tinggal di daerah perkotaan Diet asupan tinggi lemak, renadah serat Tanada Peringatan Perubahan kebiasaan defekasi Perdarahan rektum Tes Skrining Pemeriksaan rektum secara manual yang dilakukan setiap tahun, setelah klien berusia 40 tahun Tes guaiak untuk darah samar yang dilakaukan setiap tahun, setelah klien berusia 50 tahun Proktoskopi yang dilakukan setiap 3-5 tahun setelah klien berusia 50 tahun, dan setelah 2 tahun melakukan pemeriksaan dengan hasil negatif. Lengkapi dengan formulir laboratorium yang sesuai. Perawatkemudian mencatat spesimen yang diambil ke dalam catatan medis klien. Penting untuk tidak menunda pengiriman spesimen ke laboratorium. Beberapa tes, seperti pengukuran telur dan parasit, membutuhkan spesimen feses

yang dihangatkan. Apabila spesimen feses dibiarkan tetap pada suhu ruangan, perubahan bakteriologis yang mengubah hasil pemeriksaan dapat terjadi. Tes Guaiak. Tes laboratorium umum yang dapat dilakukan dirumah atau disamping tempat tidur klien ialah tes guaiakatau pemeriksaan darah samardi feses (fecal occul blood testing, FOBT), yang menghitung jumlah darah mikroskopik di dalam tes feses. Dalam kedaan normal, sedikit darah dikeluarkan dalam feses setiap hari akibat abrasi minor peremukaan nasofaring dan permukaan mulut. Jumlah kehilangan darah lebih besar dari 50 ml yang berasal dari saluran GI bagian atas dapat disebut melena (darah di dalam feses). Tes guaiak membantu memperlihatkan darah yang tidak terdeteksi secara visual. Tes ini merupakan tes skrinig diagnostik yang sangat bermanfaat untuk kanker kolon. Ada karakteristik tertentu yang dimiliki klien, khususnya faktor budaya, yang harus dipertimbangkan saat perawat merencanakan program skrining untuk kanker kolon. Klien yang mendapatkan antikeagulan atau mengalami gangguan perdarahan atau gangguan pada saluran GI yang diketahui menyebabkan perdarahan (mis, tumor usus, inflamasi usus, atau userasi) harus dites dengan menggunakan tes guaiak. Tes guaiak yang paling umum dilakukan adalah pemeriksaan sediaan darah samar (hemoccult slide tes) Pemriksaan diagnostik. Klien mungkin menjalani pemeriksaan diagnostik, baik sebagai pasien rawat jalan maupun sebagai pasien rawat inap. Visualisasi struktur GI dapat dilakukan melalui pendekatan langsung ataupun tidak langsung. Visualisasi langsung. Instrumen yang dimasukkan ke dalam mulut (memperlihatkan saluran GI bagian atas atau upper GI, UGI) atau rektum (memperlihatkan saluran GI dibagian bawah) memungkinkan dokter menginspeksi integritas lendir, pembuluh darah., dan bagian organ tubuh. Endoskop fiberoptik merupakan sebuah instrumen optik yang dilengkapi dengan lensa pengamat, selang fleksibel yang panjang, dan sebuah sumber cahaya pada bagian ujungnya. Alat ini memungkinkan penampakan struktur pada ujung selang dan pemasukan instrumen khusus untuk biopsi. Proktoskopi dan sigmoidoskopi merupakan instrumen yang kaku, berbentuk selang yang dilengkapi dengan sumber cahaya. Prostokopi terlihat seperti spekulum dengan sebuah lampu. Instrumen ini kurang fleksibel dari pada skop fiberoptik dan lebih berpotensi menimbulkan gangguan kenyamanan. Endoskopi atau gastrokopi UGI memungkinkan visualisasi esofagus, lambung dan duodenum. Dokter menginspeksi tumor, perubahan vaskular, inflamasi mukosa, ulkus, hernia, dan obstruksi. Sebuah gastrokop memampukan dokter mengambil spesimen jaringan (atau biopsi), mengangkat pertumbuhan jaringan yang abnormal (polip), dan sumber-sumber darah samar dari perdarahan. Implikasi keperawatan sebelum tes meliputi hal-hal berikut: 1. Klien mendatangani surat persetujuan tindakan. 2. Klien melakukan puasa setelah tengah malam. Mengukur Darah Samar di Dalam Feses Langkah Rasional 1. Kaji riwayat medis klien yang berupa perdarahan atau gangguan saluran GI 2. Klien tipe obat-obatan yang klien terima. Catat obat-obatan yang dapat menyebabkan perdarahan mukosa saluran GI

3. Rujuk keprogram dokter untuk mendapatkan pengobatan atau modifikasi/pembatasan makanan sebelum pelaksanaan tes. Restriksi tersebut termasuk restriksi sebelum pelaksanaan tes yang meliputi menghindari konsumsi daging merah yang setengah masak, brokoli, lobak cina (turnip), lobak, dan belewa yang tidak masak. 4. Persiapkan peralatan dan suplai yang dibutuhkan a. Lap tisu

b. Suplai tes darah samar 1. Preparat darah samar dari bahan karton. 2. Aplikator terbuat dari kayu. 3. Lrutan developer darah samar. c. Sarung tangan sekali pakai. d. Baca dan ikuti petunjuk untuk kekhususan jenis preparat darah samar dari bahan karton. 5 Jelaskan tujuan tes dan bagaimana klien dapat membantu.

6 Pastikan bahwa restriksi dien atau restriksi obat diikuti. 7 Cuci tangan 8 Kenakan sarung tangan sekali pakai

9 Ambil spesimen feses yang tidak terkontaminasi

10 Gunakan ujung aplikator yang terbuat dari kayu untuk memindahkan sedikit bagian feses dari wadah spesimen ke preparat darah samar dari bahan karton. 11 Lakukan tes preparat darah samar : a. Buka penutup preparat dan oleskan samar feses yang tipis pada kertas di kotak yang pertama. Skrining rutin dapat dilakukan oleh perawat

Antikoagulan meningkatkan resiko perdarahan pada saluran GI, bahkan akibat trauma minor pada mukosa. Penggunaan steroid jangka panjang, obat-obatan antiinflamasi nonsteroid dan asam asetilsalisilat dapat mengiritasi mukosa. Makanan makanan ini dapat memberikan hasil positif semu. Suplemen zat besi dan vitamin harus dihindari karena dapat memberikan hasil posotif semu (Eastwood, Avundu, 1988). Konsumsi daging mentah dapat menyebabkan hasil positif palsu.

Pemahaman klien tentang tujuan pemerikasaan mengakomodasi kerjasama dan meminimalkan rasa cemas. Memastikan keakuratan hasil pemeriksaan.

Mengurangi penyebaran inveksi Mengurangi perpindahan mikroorganisme dari spesimen ke tangan. Spesimen ditampung dalam wadah yang kering dan bersih serta ridak terkontaminasi dengan urine, air, atau tisu toilet Sedikit spesimen sudah cukup untuk mengukur kandungan dalam darah feses.

Kertas guaiak di dalam kotak sensitif terhadap kandungan darah dalam feses. 4. Klien melepaskan gigi palsu 5. Perawat menjelaskan bahwa klien mungkin akan merasakan sensasi penuh di tenggorokan dan sensasi menelan selama tes. 6. Perawat menjelaskan bahwa klien akan tidak mampu berbicara ketika endoskop memasuki esophagus. 7. perawat mengatur posisi klien pada posisi Sims kiri atau posisi lateral kiri. 8. Perawat memberikan obat penenang dan anti-kolinergik sesuai program . Implikasi keperawatan selama tes meliputi hal-hal berikut : 1. Perawat menjelaskan langkah-langkah pemeriksaan kepada klien. 2. Perawat meletakkan specimen jaringan di dalam wadah yang diberi label dengan benar dan ditutupi dengan rapat. 3. Perawat mempunyai persendian peralatan kedaruratan untuk mengantisipasi jika terjadi komplikasi pernapasan. Implikasi keperawatn setelah tes meliputi : 1. Karena tenggorok klien dianestesia, perawat mengintruksikan klien untuk tidak makan atau minum sampai refleks menelan kembali pulih (2 sampai 4 jam). Untuk memeriksa adanya refleks menelan, perawat menempatkan spatel lidah di bagian belakang klien. 2. Perawat menjelaskan bahwa suara yang serak dan luka pada tenggorokan adalah normal selama beberapa hari, cairan yang dingin dan berkumur dengan menggunakan salin normal meredakan suara yang serak. 3. Perawat mengobservasi adanya perdarahan, demam, nyeri abdomen, kesulitan untuk menelan dan kesulitan bernapas. Sigmoidoskopi memungkinkan visualisasi anus, rectum, dan kolon sigmoid. Proktoskopi memungkinkan visualisasi anus dan rectum. Kedua tes memungkinkan dokter mengumpulkan specimen jaringan dan membekukan sumber-sumber perdarahan. Implikasi keperawatan sebelum tes meliputi hal-hal berikut : 1. Klien mendatangi surat persetujuan tindakan. 2. Klien menerima enema pada malam sebelum tes dan pagi setelah tes dilakukan, laksatif merupakan pilihan. 3. Klien mungkin diizinkan untuk mendapat sarapan ringan. 4. Perawat menjelaskan bahwa klien akan merasa tidak nyaman dan merasa ingin defekasi saat instrument dimasukkan.

5. Selama melakukan tes, dokter menggunakan udara untuk mengembangkan usus gunaa visualisasi yang lebih baik, perawat menjelaskan bahwa klien akan merasa kembung (gas pain). 6. Perawat memposisikan klien dengan menekuk lutut klien ke dada dan kepala ke bawah, posisi Sims ke sebelah kiri juga dapat diterima. Apabila meja proktoskop dugunakan, perawat meminta klien berlutut menumpukkan tubuhnya ke atas meja. 7. Perawat menyelimuti klien untuk menghindari terpaparnya bagian tubuh yang tidak perlu dan meminimalkan rasa malu klien. Implikasi keperawatn selama pelaksanaan tes meliputi hal-hal berikut : 1. Perawat tetap menyelimuti klien dan mengobservasi adanya distress pernapasan (terutama pada klien yang menderita penyakit paru yang tidak dapat menoleransi posisi kepala yang menghadap ke bawah). 2. Perawat menyediakan swab kapas yang panjang untuk digunakan dokter dalam mengambil lendir. 3. Perawat meletakkan specimen jaringan ke dalam wadah yang telah diberi label dengan tepat dan ditutup dengan rapat. 4. Perawat menentramkan klien. Implikasi keperawatan setelah tes meliputi hal-hal berikut : 1. Perawat mengobservasi adanya perdarahan rectum, nyeri rectum atau abdomen, dan demam. 2. Perawat mengingatkan klien untuk mengobservasi adanya darah di dalam feses dan untuk melaporkan adanya perdarahan. Visualisasi tidak langsung. Apabila visualisasi tidak memungkinkan (seperti struktuk GI yang lebih dalam), dokter mengandalkan pemerikasaan sinar-X tidak langsung. Klien menelan media kontras atau media diberikan sebagai enema. Salah satu media yang paling umum digunakan adalah barium, suatu substansi radiipaq berwarna putih menyerupai kapur, yang diminumkan ke klien seperti milkshake. Barium digunakan dalam pemeriksaan Ugi dan barium enema. Media kontras biasanya dilengkapi dengan penyedap rasa agar rasanya lebih baik. Pemeriksaan GI bagian atas adalah pemeriksaan media kontras yang ditelan dengan menggunakan sinar-X, yang memungkinkan dokter melihat esophagus bagian bawah, lambung, dan duodenum. Dokter mencatat adanya ulsera, inflasimasi, tumor, dan posisi organ yang tidak benar secara anatomi. Juga memantau kepatenan organ dan katup pilorik. Implikasi keperawatn sebelum tes adalah sebagai berikut: 1. Klien menandatanganisurat persetujuan tindakan. 2. Klien mulai puasa setelah tengah malam. 3. Perawat menjelaskan bahwa tes akan berlansung selama beberapa jam memerlukan perubahan posisi yang sering, perawat menjelaskan bahwa ketidaknyamanan yang akan dirasakannya minimal, kecuali, berbaring pada meja pemeriksaan yang keras. 4. Perawat menjelaskan bahwa barium memiliki rasa sepei kapur (beberapa persiapan mengandung perasa buatan). Implikasi keperawatan selama tes adalah sebagai berikut : 1. Tes dilakukan di bagian radiologi, teknisi menjelaskan langkah-langkah selama tes. Implikasi keperawatan setelah tes adalah sebagai berikut : 1. Klien dapat mulai mengonsumsi makanan setelah pelaksanaan tes. 2. Klien harus mengeluarkan barium untuk mencegah terjadinya impaksi usus, perawat menginstruksikan klien untuk meningkatkan asupan cairannya (sekurang-kurangnya 2L setelah pelaksanaan laksatif atau enema. Feses berwarna terang sampai barium dikelurkan. Pelaksaan tes yang berlanjut sampai ke usus kecil (kelanjutan pemeriksaanatas) memungkinkan dokter memerik usus halus. Aliran barium yang melalui usus dapat menunjukkan adanya masalah motilitas. Barium enema memungkinkan visualisasi tidak langsung kolon bagian bawah untuk menunjukkan lokasi tumor, polip, dan divertikulum. Dokter juga dapat mendeteksi kelainan letak suatu organ. Implikasi keperawatan sebelum pelaksanaan tes adalah sebagai berikut : 1. Kadangkala klien perlu menandatangani surat persetujuan tindakan.

2. Persiapan usus bervariasi, klien mungkin menerima semua posedur berikut pada sore hari sebelum pelaksanaan tes : a. Likuid jernih untuk makan siang dan makan malam. b. Segelas air pada 8 sampai 10 jam sebelum pelaksanaan tes. c. Katartik stimulun. d. Enema dilakukan sampai usus bersih dari feses. 3. Pada hari pelaksanaan tes, klien menerima katartik tambahan yang diberikan malalui supositoria. 4. Perawat menjelaskan tujuan dilakukannya persiapan usus yang banyak. 5. Perawat menjelaskan bahwa prosedur yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelelahan. 6. Perawat memantau hasil pelaksanaan enema dan pemberian katartik untuk memastikan bahwa usus telah kosong sebelum tes dilaksanakan. 7. Perawat menjelaskan bahwa klien mungkin akan merasa kram dan kekenyangan setelah barium dimasukkan. Kadangkala, udara juga dapat dimasukkan. 8. Perawat menjelaskan bahwa klien akan di instruksikan untuk sering mengubah posisi (telentang, telungkup dan miring). Implikasi keperawatn selama pelaksanaan : 1. Klien mengeluarkan barium setelah paket foto sinar yang pertama (30 menit), foto diulangi untuk memeriksa adanya retensi barium. Implikasi keperawatn setelah tes adalah sebagi berikut : 1. Klien dapat kembali mengonsumsi makanan setelah pelaksanaan tes. 2. Perawat menginstruksikan klien untuk meningkatkan asupan cairan per oral untuk meningkatkan pengeluaran barium dan untuk meningkatkan pengeluaran barium dan untuk menetralkan efek dehidrasi akibat pemberian katartik. 3. Perawat mengintruksikan klien untuk memantau fesesnya guna melihat adanya barium yang keluar,dokter mugkin akan memprogramkan katartik atau enema yang ringan. 2.2.2 Diagnosa Keperawatan Pengkajian keperawatn tentang fungsi usus klien memeberikan informasi yang dapat mengindikasikan adanya masalah eliminasi actual atau potensial atau masalah akibat perubahan eliminasi (lihat kotak diagnose keperawatan pada hlm.1763). Masalah-masalah terkait, seperti perubahan citra tubuh atau kerusakan kulit, membutuhkan intervensiyang tidak berhubungan dengan kerusakan fungsi usus. Namun pada beberapa kasus, perawat harus memeberikan perhatian terhadap masalah eliminasi sebanyak memberikan perhatian terhadap masalah yang terkait. Kemampuan perawat untuk mengindentifikasi diagnose keperawatn yang benar tidak hanya bergantung pada pengkajian yang menyeluruh tetapi juga pada pengenalan batasan karakteristik dan factor-faktor yang dapat mengganggu eliminasi . perawat menentukan resiko klien dan kebijaksanaan lembaga untuk memastikan dipertahankannya fungsi usus yang normal. 2.2.3 Perencanaan Rencana keperawatn harus menetapkan tujuan dan criteria hasil dengan menggabungkan kebiasaan atau rutinitas eliminasi klien sebanyak mungkin. Apabila kebiasaan klien menyebabkan masalah eliminasi, perawat membantu klien untuk mempelajari pola eliminasi yang baru. Pola defekasi bervariasi pada setiap individu. Karena alasan ini, perawat dan klien harus banyak bekerja sama untuk merencanakan intervensi yang efektif. Apabila klientidak mampu melakukan suatu funsi atau aktivitas, atau mengalamikelemahan akibat penyakit, sangat penting melibatkan keluarga dalam rencana asuhan keperawatn. Seringkali anggota kelurga memiliki kebiasaan eliminasi yang sama tidak efektifnya dengan klien. Dengan demikian, penyuluhan kepada klien yang sangat penting., anggota tim kesehatan lainnya seperti ahli gizi dan ahli terapi enterostoma (perawat ET) dapat menjadi sumber yang berharga. Apabila klien membutuhkan intervensi bedah, alur kritis dapat dugunakan untuk mengoordinasi aktivitas tim perawatn kesehatan multidisiplin.

Tujuan perawatan klien dengan masalah eliminasi meliputi hal-hal berikut : 1. Memahami eliminasi normal 2. Mengembangkan kebiasaan defekasi yang teratur. 3. Memahami dan memepertahankan asupan cairan dan makanan yang tepat. 4. Mengikuti program olahraga secara teratur. 5. Memperoleh rasa nyaman. 6. Memepertahankan integritas kulit. 2.2.4 Implementasi Keberhasilan intervensi keperawatn bergantung pada upaya meningkatkan pemahaman klien dan keluarganya tentang eliminasi fekal. Dirumah, dirumah sakit, atau di fasilitas perawatan jangka panjang, klien yang mampu belajar dapat diajarkan tentang kebiasaan defekasi yang efektif. Perawat harus mengajarkan klien dan keluarga tentang diet yang benar, asupan cairan yang adekuat, dan factor-faktor yang menstimulasi ataau memperlambat peristalik, seperti stress emosional. Seringkali pengajaran ini paling baik dilakukan selama waktu makan klien. Klien juga harus mempelajari pentingnya melakukan defekasi secara teratur dan rutin serta melakukan olahraga secara teratur dan mengambil tindakan yang benar ketika muncul masalah eliminasi. MENINGKATKAN KEBIASAAN DEFEKASI SECAR TERATUR Salah satu kebiasaan paling yang dapat perawat ajarkan tentang kebiasaan defekasi ialah menetapkan waktu untuk melakukan defekasi. Untuk memiliki kebiasaan defekasi yang teratur, seorag klien harus mengetahui kapan keinginan untuk defekasi muncul secara normal. Perawat menganjurkan klien u tuk mulai menetapkan waktu defekkasi yang paling memungkinkan dalam sehari yang akan dijadikan sebagai rutinitas, biasanya satu jam setelah makan. Apabila klien harus menjalani tirah baring atau membutuhkan bantuan dalam berjalan, perawat harus menawarkan sebuah pispot atau membantu klien mencapai kamar mandi. Banyak klien melakukan ritual untuk melakukan defekasi. Di rumah sakit atau di fasilitas perawatn jangka panjang, perawat harus memastikan bahwa rutinitas pengobatan tidak menggangu jadwal defekasi. Perawat juga harus menjaga privasi klien. Apabila klien dipaksa untuk menggunakan pispot di ruangan yang diinapi bersama dengan klien lain, perawat harus menarik gorden di sekeliling tempat tidur klien sehingga ia dapat berelaksasi, karena ia tahu bahwa tidak akan terjadi gangguan. Lampu pemanggil harus selalu ditempatkan di tempat yang dapat dijangkau klien. Pintu kamar mandi harus ditutup, walaupun perawat dapat berdiri di dekat klien sebagai antisipasi kalau klien membutuhkan bantuan. MENINGKATKAN DEFEKASI NORMAL Untuk membantu klien berdefekasi secara normal dan tanpa rasa tidak nyaman, sejumlah intervensi dapat menstimulasi refleks defekasi, memepengaruhi karakter feses, atau meningkatkan peristaltic. Contoh Proses Diagnostik Keperawatn untuk Masalah Defekasi AKTIVITAS PENGKAJIAN BATASAN KARAKTERISTIK DIAGNOSA KEPERAWATN Tanyakan klien tentang jadwal rutin defekasinya termasuk kemudahan, frekuensi, dan waktu defekasi, serta konsistensi fesesnya. Minta klien melengkapi lembar catatan tentang defekasi. Tanya klien tentang asupan dietnya yang meliputi serat, buah, dan sayur-sayuran.

2.2.5 EVALUASI Keefektifan keperawatan bergantung pada keberhasilan dalam mencapai tujuan dan hasil akhir yang diharapkan dari perawatan. Secara optimal klien akan mampu mengeluarkan fases yang lunak

secara teratur tanpa merasa nyeri. Klien juga akan memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk menetapkan pola eliminasi normal dan untuk mendemonstrasikan keberhasialn yang berkelanjutan, yang diukur berdasarkan interval waktu tertentu dalam suatu periode yang panjang. Klien akan mampu melakukan defekasi secara normal dengan memanipulasi komponen-komponen alamiah dalam kehidupan sehari-hari seperti diet,asupan cairan,dan olahraga. Ketergantungan klien pada tindakan bantuan untuk membantu defekasi seperti enema dan penggunaan laksatif, menjadi minimal. Klien akan merasa nyaman dengan protocol ostomi dan mengidentifikasikan protocol tersebut sebagai sesuatu yang dapat dipraktikkan secara pasti. Contoh Evaluasi Intervensi Untuk Konstipasi TUJUAN TINDAKAN EVALUATIF HASIL YANG DIHARAPKAN Klien akan memahami dan mengonsumsi cairan serta makanan yang dibutuhkan untuk meningkatkan pengeluaran fases yang lunak.

You might also like