You are on page 1of 11

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi 2.1.1.

Klasifikasi
Ikan nila merah (Oreochromis sp) merupakan jenis ikan yang diintroduksi atau didatangkan dari luar negeri. Bibit ini didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, barulah ikan ini disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia. Gambar ikan nila (Oreochromis niloticus) dapat dilihat pada Gambar 1. Klasifikasi ikan nila merah (Trewavas E. 1982) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Sub Filum Kelas Sub Kelas Ordo Sub Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Vertebrata : Osteichthyes : Achanthoptergii : Percomorphi : Percoidea : Cichlidae : Orechromis : Orechromis sp.

Gambar. 1. Ikan Nila Merah ( Oerochromis sp. )

2.1.2. Morfologi Bentuk tubuh ikan nila pada umumnya adalah panjang dan ramping, perbandingan antara panjang dan tinggi badan 3:1. Mata ikan nila berbentuk bulat, menonjol, dan bagian tepi berwarna putih. Secara visual sosok tubuh ikan nila berwarna hitam, putih, merah berbercak bercak hitam, atau hitam keputih putihan. Hal yang diperhatikan dalam mengamati susunan tubuh ikan nila adalah membedakan ciri ciri ikan nila jantan dan betina, terutama untuk tujuan pemijahan ( Rukmana, 2008 ).

Sisik sisik ikan nila berukuran besar dan kasar, berbentuk cetonoid dengan garis garis ( gurat gurat ) vertikal berwarna gelap pada siripnya. Warna tubuh ikan nila sangat bervariasi tergantung pada strain atau jenisnya. Ikan nila biasa berwarna hitam keputih putihan, sedangkan nila merah berwarna merah keputih putihan. Ikan nila memiliki sirip punggung dengan rumus D XV, 10; sirip ekor C II,15, dan sirip perut C I,6. Rumus tersebut menunjukan perincian sebagai berikut. 1. D XV, 10; artinya D = Dorsalis ( sirip punggung ), XV = 15 duri, dan 10 = 10 Jari jari lemah. C II,15 ; artinya C = Caudalis ( sirip ekor ) terdiri dari 2 duri, dan 15 jari jari lemah. 2. V I,6 ; artinya V = Ventralis ( sirip perut ) terdiri dari 1 duri, dan 6 jari jari lemah. ( Rukmana,2008 ). 2.1.3. Habitat Ikan Nila Merah ( Oreochromis sp ). Ikan nila hidup di perairan tawar, seperti kolam, sawah, sungai, danau, waduk, rawa, situ, dan genangan air lainya. Di samping itu, ikan nila dapat beradaptasi diperairan payau dan perairan laut, terutama dengan teknik adaptasi bertahap. Lingkungan tumbuh ( habitat ) yang paling ideal untuk usaha budidaya ikan nila adalah perairan tawar yang memiliki suhu antara 14o C 38o C atau suhu optimum 25o C 30o C. Meskipun demikian, pada masa berpijah ikan nila membutuhkan suhu antara 22o C 27o C. Keadaan suhu rendah ( kurang dari 14o C ) ataupun suhu terlalu tinggi 42o C ( diaatas 30o C ), pertumbuhan ikan nila terganggu ( terhambat ). Suhu yang sangat rendah kurang dari 6o C ataupun suhu terlalu tinggi diatas 42o C dapat mematikan ikan nila ( Rahmat, 2008 ). Ikan nila memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan lingkungan hidup. Keadaan pH air antara 5 11 dapat ditoleransi oleh ikan nila, tetapi pH optimal untuk

perkembangbiakan dan pertumbuhan ikan ini adalah 7 8. Ikan nila masih dapat tumbuh dalam keadaan air asin pada kadar salinitas 0 35 permil. Oleh karena itu, ikan nila dapat dibudidayakan diperairan payau, tambak, dan perairan laut, terutama untuk tujuan usaha pembesaran ( Rahmat, 2008 ) Ikan nila jantan memiliki toleransi lebih tinggi terhadap salinitas ( air asin ) daripada ikan nila betina. Ikan nila ukutan kecil relatif lebih cepat menyesuakan diri terhadap kenaikan salinitas daripada ikan nila ukuran besar. ( Rahmat, 2008 ). 2.1.4. Kebiasaan Makan Ikan Nila Merah ( Oreochromis sp ). Nila merah termasuk ikan Omnivora yaitu pemakan segala jenis makanan. Makananya terdiri dari phytoplankton, zooplankton, siput, jentik jentik nyamuk, ganggang, hydtilla, sisa dapur, daun daun lunak ( Suyanto, 1994 ). Pada stadium larva atau benih mempunyai kebiasaan mencari makan di bagian perairan yang dangkal. Jenis makanan yang paling disukai larva atau benih ikan nila adalah Zooplankton, seperti algae tunggal, zat zat renik yang melayang layang dalam air, dan udang udang kecil. Ikan nila dewasa ataupun ikan induk pada umumnya mencari makan di tempat yang dalam. Jenis makanan yang paling disukai ikan dewasa adalah Fitoplankton, seperti algae berfilamen, tumbuh tumbuhan air, dan organisme renik yang melayang layang dalam air ( Rukmana,2008 ). Kebiasaan hidup di habitat alami memberikan petunjuk bahwa usaha budidaya ikan nila memerlukan ketersediaan pakan alami yang memadai, terutama pada stadium larva atau benih. Meskipun pada skala budidaya intensif diberikan pakan buatan ( pelet ), tetapi pakan alami masih tetap diperlukan ( Rukmana,2008 ). 2.1.4. Pertumbuhan Ikan Pertumbuhan adalah perubahan ukuran berupa panjang atau berat dalam waktu tertentu ( Effendi, 1979 ). Aziz (1989) mendifinisikan pertumbuhan sebagai perubahan

panjang atau berat hewan selama waktu tertentu atau didefiniskan sebagai peningkatan biomasaa suatu populasi yang dihasilkan oleh akumulasi bahan bahan dari dalam lingkunganya. Sedangkan Hafez dan Dyer (1969) menyebutkan bahwa pertumbuhan merupakan reaksi dari proses anabolisme dan katabolisme yang terwujud dengan adanya peningkatan masa tubuh pada waktu tertentu. Ikan nila sangat tanggap (respon) terhadap pemeliharaan intensif, terutama faktor pemberian pakan dalam jumlah memadai dan kualitasnya tinggi. Di samping itu, sifat biologis ikan nila jantan dan betina memiliki sifat pertumbuhan yang berbeda. Hasil penelitian Puslitbang menunjukan fakta sebagau berikut : 1. Ikan nila jantan tumbuh lebih cepat daripada nila betina. Pertumbuhan ikan nila jantan rata rata 2,1 g/hari, sedangkan pertumbuhan ikan nila betina rata rata 1,8 g/hari. 2. Ikan nila jantan yang dipelihara secara tunggal kelamin ( monoseks ) lebih cepat tumbuh besar daripada ikan nila yang dipelihara secara campuran ( jantan dan betina ). 3. Ikan nila lebih cepat tumbuh besar dipelihara dalam kolam yang airnya dangkal daripada di kolam yang airnya dalam. Kolam yang airnya dangkal

mempengaruhi kecepatan pertumbuhan tanaman air atau pakan alami ikan. Menurut Rahmat ( 2008 ) perbedaan sifat pertumbuhan ikan nila jantan dan nila betina diduga karena faktor tingkah laku dalam perkembangbiakan. Ikan nila jantan lebih cepat dewasa ( matang kelamin ) daripada ikan nila betina. Oleh karena itu, ikan nila jantan memiliki kecepatan tumbuuh dan lebih tinggi daripada ikan nila betina

2.1.5. Faktor - Faktor Petumbuhan Pertumbuhan dan faktor faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah hal peenting dalam budidaya perikanan. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan antara lain : faktor lingkungan, hormon, kompetisi, ketersediaan pakan, ukuran, umur dan kematangan gonad ( Moyle dan Cech, 1998). Temperature perairan berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan. Pada temperatur perairan yang panas akan memacu pertumbuhan ikan daripada perairan dingin. Kenaikan temperature sampai tingkat tertentu akan menurunkan kecepatan

pertumbuhan. Untuk mencapai pertumbuhan yang optimal maka setiap spesies butuh temperature yang optimum. Temperature optimum bagi ikan nila merah adalah 20o 30o C ( Swift, 1993 ). Oksigen terlarut punya peranan vital bagi metabolisme hewan hewan air. Kebutuhan oksigen akan meningkat sebesar aktivitas metabolisme ( Poloheimo dan Dickies dalam Hoar et al, 1979 ). Kandungan oksigen dalam kolam rendah menyebabkan proses metabolisme terganggu yang berakibat menurunya pertumbuhan. Penurunan oksigen juga menyebabkan toksisitas dari bahan beracun seperti amonia dan CO2 akan meningkat ( Sumule dan Irawanm, 1992 ). Nilai ambang batas oksigen terlarut yang dapat mematikan ikan nila sebesar 2 3 mg/l ( Swift, 1993). Kadar CO2 bebas yang terlalu tinggi akan membahayakan bahkan dapat mematikan ikan ikan akan kesulitan pernafasan pada CO2 sebesar 30 ppm dan akan mengalami kematian pada kadar sedikit di atas 30 ppm ( Mulyanto, 1992 ). Bagi ikan nila merah kadar CO2 bebas yang dapat menyebabkan kematian adalah 73 ppm ( Swift, 1993 ).

Amonia merupakan hasil ekskresi utama ikan, pada konsentrasi yang tinggi dapat menurunkan kecepatan pertumbuhan ( Moyle dan Cech, 1998 ). Peningkatan kadar amonia sebanding dengan peningkatan pH dan CO2 bebas atau menurunya oksigen terlarut. Untuk daerah tropis kandungan amonia dalam perairan tidak boleh dari 1 ppm, sedangkan ambang batas yang dapat mematikan ikan nila adalah 4 mg/l ( Swift,1993 ). Keasaman suatu perairan sangat bervariasi. Untuk dapat hidup dengan baik ikan membutuhkan ph netral yaitu 7 8. Apabila kisaran pH mencapai 3 4 dapat menyebabkan ikan mengalami kematian ( Boyd, 1979 ). Kompetisi dalam spesies atau antar spesies akan menurunkan pertumbuhan jika jumlah pakan dalam suatuu perairan terbatas ( Moyle dan Cech, 1988 ). Ketersediaan pakan dalam jumlah maupun mutu yangg cukup sangat penting untuk diperhatikan dalam menunjang pertumbuhan ikan ( Djajasewaka. 1985 ). 2.1.6. Kebutuhan Nutrisi Ikan Pakan harus mengandung prootein, lemak, dan karbohidrat ( Asmawi, 1986 ). Sumber energi utama ikan adalah protein mencapai 2 3 kali dari hewan ternak darat, dan kebutuhan energi untuk sintesis protein lebih besar pada ikan ( Lovell, 1989 ). Ikan pemakan daging ( karnovora ) membutuhkan protein lebih banyak daripada ikan pemakan tumbuh tumbuhan ( herbivora ). Sedangkan ikan ikan pemakan segala macam makanan ( omnivora ) berada diantara ke dua golongan tersebut ( Mujiman, 1995 ). Ikan nila merah yang termasuk golongan omnivora masih mampu tumbuh cepat dengan pakan yang kandungan proteinya 20 25 % ( Suyanto, 1994 ). Protein ( zat putih telur ) sangat diperlukan oleh tubuh ikan baik untuk menghasilkan tenaga maupun untuk pertumbuhan. Bagi ikan protein merupakan sumber

tenaga yang paling utama. Mutu protein dipengaruhi oleh sumber asalnya serta oleh kandungan asam aminonya. Protein nabati ( Asal tumbuh tumbuhan ) lebih sukar dicernakan daripada protein hewani ( asal hewan ) disebabkan karena protein nabati terbungkus di dalam dinding selulose yang memang sukar dicerna. Selain itu, kandungan asam amino essensial dari protein nabati pada umumnya kurang lengkap dibandingkan dengan protein hewani ( Mujiman, 1995 ). Menurut Mujiman ( 1995 ) pada umumnya ikan membutuhkan protein lebih banyak dari hewan hewan ternak di darat ( unggas dan hewan menyusui ). Selain itu, jenis dan umur ikan juga berpengaruh terhadap jumlah kebutuhan protein. Ikan pemakan daging ( karnivora ) membutuhkan protein yang lebih banyak daripada ikan pemakan tumbuh tumbuhan ( herbivora ). Sedangkan ikan pemakan segala atau pemakan campuran ( omnivora ) berada di antara kedua golongan yang terdahulu. Ikan muda relatif membutuhkan protein yang lebih banyak daripada ikan dewasa, sebab ikan muda masih sedang giat giatnya tumbuh. Lemak dalam makanan mempunyai peranan yang penting sebagai sumber tenaga. Bahkan dibandingkan dengan protein dan karbohidrat lemak dapat menghasilkan tenaga yang lebih besar. Namun bagi ikan, lemak sebagai sumber tenaga hanya jatuh pada nomor dua saja, yaitu sesudah protein ( Mujiman, 1995 ). Sumber energi ketiga adalah karbohidrat. Karbohidrat merupakan kelompok besar senyawa senyawa yang terdiri dari gula, amilum, dan selulosa. Kadar kandungan karbohidrat dalam pakan ikan berkisar antara 10 -50 % ( Mujiman, 1995). Kemampuan ikan untuk memanfaatkan karbohidrat ini tergantung pada kemampuannya untuk menghasilkan enzim amilase ( pemecah karbohidrat ) ( Mujiman, 1995 ).

Vitamin adalah senyawa organik yang sangat penting peranannya dalam kehidupan ikan. Meskipun tidak merupakan sumber tenaga, tapi vitamin dibutuhkan sebagai katalisator ( pemacuu ) terjadinya proses metabolisme di dalam tubuh. Jumlah yang dibutuhkan hanya sedikit, tapi bila kekurangan dapat mengakibatkan gangguan dan penyakit ( Mujiman, 1995 ). Menurut Mujiman ( 1995 ) ikan ikan yang hidup alami biasanya tidak pernah kekurangan vitamin. Sebab makananuya sudah cukup banyak mengandung vitamin sedaangkan dengan ikan ikan yang dipelihara secara intensif, seperti dikolam berputar, baik bak bulat, jala mengapung, kolam air deras dan lain lain itu rentan sekali terancam bahaya penyakit kurang vitamin, karena makanan pokonya adalah makanan buatan. Pemberian pakan yang bergizi dengan kandungan protein tinggi bertujuan untuk memperoleh pertambahan dagimg yang sebanyak banyaknya dalam waktu yang singkat ( Asmawi, 1986 ). 2.2. Azola 2.2.1. Klasifikasi Azola ( Azola microphylla ) Azollla telah dikenal di China sejaktahun 1540, dan pada awal abad ke 17 ( Akhir dinasti Ming ), beberapa daerah telah menggunakan Azolla sebagai pupuk hijau. Nama Azolla diperkenalkan oleh Lamarck pada tahun 1789. Namun di Vietnam, pada abad ke 11, azolla telah dibudidayakan. Selanjutnya, kedua negara tersebut dikenal sebagai negara asal azolla ( Djojosuwito, 2000 ). Di indonesia, azola dikenal dengan nama Mata lele, sedangkan nama lokal azola adalah mata lele ( Jawa ), kayu apu dadak, kakarewoan atau kyambang ( Sunda ).

Istilah Azolla berasal dari bahasa latin, yaitu Azo yang berarti kering dan Allya yang berarti mati. Tanaman ini akan mati bila dalam keadaan kering. Tumbuhan azolla ini mempunyai kandungan unsur hara, nitrogen, sangat tingg. Oleh karena itu, pemanfaatan azolla sebagai pupuk organik, azolla dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, unggas, dan ikan karena mengandung protein dan mineral cukup tinggi ( Arifin, 1996 ). Menurut Arifin ( 1996 ) Tumbuhan Azolla microphylla dalam taksnonomi tumbuhan mempunyai klasifikasi sebagai berikut : Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Pteridophyta : Leptosporangiopsida : Salviniales : Salviniaceae : Euazolla : Azolla microphylla Gambar 2. Tumbuhan Azola ( Azolla microphylla ) 2.2.2. Morfologi Azolla microphylla Azolla merupakan tumbuhan sejenis paku pakuan air yang hidupnya mengambang di atas permukaan air. Berukuran kecil, lunak, bercabang cabang tidak beraturan. Helaian daunya tumpang tindih, tersusun saling menutup. Setiap daun terdiri dari dua helaian, yaitu helaian bawah dan helaian atas. Helaian atas berupa daun tebal, dan berada diatas air. Berwarna hijau karena mengandung khlorofil yang berguna dalam asimilasi. Didalamnya terdapat ruangan ruangan yang berisi koloni annabaena azollae. Helaian bawah, tipiis dan pucat, karena tidak secara langsung mendapat sinar matahari ( Djojosuwito, 2000 ). Azolla tidak mempunyai batang, karena batangnya berupa rimpang ( rhizome ), dan dari rimpang tersebut tumbuh daun. Azolla yang tua bercabang cabang. Pada cabang ini, terdapat akar akar yang menempel, tersusun rapi seperti rambut yang lebat, dan tumbuh lurus, serta tidak bercabang, masuk kedalam air ( Djojosuwito, 2000).

Menurut Djojosuwito ( 2000 ) azolla selama hidupnya bersimbiosis mutualistis dengan ganggang hijau biru annbaena azollae, yang mampu memfiksasi nitrogen ( N2 ) dari udara bebas. Kerjasama yang saling menguntungkan antara azolla sebagai tanaman inang dan annabaena azollae yang menumpang hidup, terjadi sebagai berikut : 1. Annabaena azollae mengakumulasi nitrogen dari udara dalam jumlah yang banyak, melebihi kebutuhanya, sehingga kelebihannya dilepaskan ke dalam media ( tanaman inang ) dan lingkungan tumbuh azolla tersebut, sehingga dengan demikian, azolla dapat berkembang secara vegetatif dengan cepat. 2. Sebalinya, annabena azollae memperoleh karbohidrat dari tanaman inang azolla. Azolla dapat berkembang biak dengan dua cara, yaitu secara vegetatif dan generatif ( fragmentasi ). Perbanyakan vegetatif terjadi dengan cara pemisahan cabang samping dari cabang utana, yang selanjutnya membentuk tumbuhan baru. Waktu penggandaan biomassa azolla terjadi sekitar 3 5 hari. Pertumbuhan cabang samping sampai menjadi azolla memerlukan waktu 10 15 hari ( Djojosuwito, 2000 ). 2.2.3. Habitat Azola ( Azolla microphylla ). Tumbuhan azola merupakan tumbuhan air yang dapat ditemukan dari dataran rendah sampai ketinggian 2300 m dpl. Azola banyak terdapat di perairan tenang seperti danau, kolam, rawa, dan persawahan. Tumbuhan azola tersebar luuas didaerah persawahan padi, tumbuh pada permukaan air, cepat dapat menutup permukaan air, namun tidak mengganggu pertumbuhan padi. Apabila air surut akan menempel pada tanah yang lembab, namun perkembanganya kurang baik ( Djojosuwito, 200 ). Selama ini azola merupakan gulma air pada danau, rawa, dan kolam ikan karena dalam waktu 3 - 4 hari dapat memperbanyak diri menjadi dua kali lipat dari berat segarnya, sehingga permukaan kolam dengan waktu singkat tertutup dengan azola.

Spesies yang banyak di indonesia terutama di pulau jawa adalah Azolla microphylla dan biasa tumbuh bersama sama padi ( Lampkin dan Plucknet, 1982 ). 2.2.4. Kandungan Nutrisi Azola (Azolla microphylla ). Azola sangat kaya akan protein, asam amino lengkap, vitamin, perantara penyelenggara pertumbuhan dari mineral seperti kalsium, fosfor, besi, kalium, tembaga, dan magnesium ( Marhadi, 2009 ). Tabel 1. Menunjukan unsur unsur yang terkandung dalam azola. Tabel 1. Unsur unsur yang terkandung dalam Azola (%) berdasarkan Berat Kering Unsur Abu Lemak Kasar Nitrogen Protein Kasar Fosfor Kalium Pati Kandungan 10,50 3.0 3,30 4,5 24 - 30 0,5 0,9 2,0 4,5 6,54 Unsur Magnesium Mangan Gula Terlarut Zat besi Kalsium Serat Kasar Klorofil Kandungan 0,5 0,65 0,11 0,16 3,5 0,06 0,26 0,4 1,0 9,1 0,34 0,55

Sumber : Maffuchah (1998) dalam Kuncarawati et al. (2004).

You might also like