You are on page 1of 34

Presentasi Kasus RUPTUR BULBI

Oleh: M. Arief Syaifuddin Gilar Rizki Aji Pradana Yohana Endrasari Agatha Dinar (G9911112090) (G9911112072) (G9911112146) (G9911112006)

Pembimbing : dr. Rita Hendrawati, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

2012 STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Agama Tanggal Masuk Tanggal Pemeriksaan II. ANAMNESIS A. Keluhan Utama Mata nyeri karena terkena kayu B. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengeluh mata nyeri karena terkena kayu pada mata kanannya. Kurang lebih 1 hari SMRS pasien terkena kayu pada mata kanannya. Dari mata kanan keluar cairan bercampur darah, hanya sebentar, dalam jumlah sedikit kemudian berhenti. Pasien merasakan nyeri pada mata kanannya. Pasien juga merasa pandangannya kabur, pusing (-), cekot-cekot (-), mata merah (+). Pasien merasa ada sesuatu yang mengganjal dan menusuk pada mata kanannya. Setelah terkena kayu, pasien dibawa ke Puskesmas, kemudian diberi obat minum, kemudian dirujuk ke RSDM. C. Riwayat Penyakit Dahulu : 1. 2. Riwayat hipertensi Riwayat penyakit jantung : (+) sejak 1 tahun yang lalu, tidak terkontrol : disangkal : Ny. W : 70 tahun : Perempuan : Pencari kayu : Islam : 24 Oktober 2012 : 28 Oktober 2012

3. 4. 5. 6. D.

Riwayat diabetes mellitus Riwayat mondok Riwayat asma Riwayat alergi Riwayat Penyakit Keluarga 1. 2. 3. 4. 5. 6. Riwayat Asma Riwayat Alergi Riwayat OAT Riwayat Hipertensi Riwayat Jantung Riwayat DM

: disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

: (-) Disangkal : (-) Disangkal : (-) Disangkal : (-) Disangkal : (-) Disangkal : (-) Disangkal

E. Riwayat Sosial dan Ekonomi Pasien adalah seorang perempuan berusia 70 tahun yang bekerja sebagai pencari kayu. Pasien dirawat di RSDM dengan fasilitas jamkesmas. F. Kesimpulan Anamnesis OD Proses Lokalisasi Sebab Perjalanan Komplikasi Trauma Kornea Trauma Akut Belum ditemukan

III.

PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan Umum Keadaan umum Derajat kesadaran : Tampak sakit sedang : Kompos mentis

Status gizi B. Tanda Vital

: Gizi kesan kurang

Keadaan umum : Kompos mentis, sakit sedang, gizi kesan kurang Status gizi Tensi Nadi Pernafasan Suhu : kesan gizi kurang : 140/70 mmHg : 96 x/menit, reguler, isi tegangan cukup, simetris : 20 x/menit : 36,6oC (per axiler) OD 1/300 tidak dilakukan non koreksi non refraksi tidak dilakukan OS >3/60 tidak dilakukan non koreksi non refraksi tidak dilakukan

Pemeriksaan subyektif Visus sentralis jauh Pinhole Koreksi Refraksi Visus Perifer Konfrontasi test Pemeriksaan Obyektif Sekitar mata Tanda radang Luka Parut Kelainan warna Kelainan bentuk Supercilium Warna Tumbuhnya Kulit Geraknya Heteroforia ada

tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada hitam normal sawo matang dalam batas normal tidak ada

tidak ada tidak ada Hiperemis tidak ada hitam normal sawo matang dalam batas normal tidak ada

Pasangan Bola Mata dalam Orbita

Strabismus Pseudostrabismus Exophtalmus Enophtalmus Anopthalmus Ukuran bola mata Mikrophtalmus Makrophtalmus Ptisis bulbi Atrofi bulbi Buftalmus Megalokornea Gerakan Bola Mata Temporal superior Temporal inferior Temporal Nasal Nasal superior Nasal inferior Kelopak Mata Gerakannya Lebar rima Blefarokalasis Tepi kelopak mata Oedem Margo intermarginalis Hiperemis Entropion Ekstropion Sekitar saccus lakrimalis Oedem

tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada normal normal normal normal normal normal dalam batas normal 10 mm tidak ada tidak ada tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada

tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada normal normal normal normal normal normal dalam batas normal 10 mm tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada

Hiperemis Sekitar Glandula lakrimalis Odem Hiperemis Tekanan Intra Okuler Palpasi Tonometer Schiotz Konjungtiva Konjungtiva palpebra Oedem Hiperemis Sikatrik Konjungtiva Fornix Oedem Hiperemis Sikatrik Konjungtiva Bulbi Pterigium Oedem Hiperemis Sikatrik Injeksi siliar Oedem Hiperemis Sikatrik Sklera Warna Penonjolan Cornea Ukuran

tidak ada tidak ada tidak ada menurun tidak dilakukan

tidak ada tidak ada tidak ada normal tidak dilakukan

tidak ada ada tidak ada tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada ada tidak ada merah tidak ada 12 mm

tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada putih tidak ada 12 mm

Caruncula dan Plika Semilunaris

Limbus Permukaan

keruh tampak korpal tampak robekan 2/3 inferior tidak rata, mengkilap

keruh rata, mengkilap

Sensibilitas Medium Belakang Keratoskop (Placido) Fluoresin Test Kamera Okuli Anterior Isi Kedalaman Iris Warna Gambaran Bentuk Sinekia Anterior Sinekia Posterior Pupil Ukuran Bentuk Tempat Reflek direct Reflek indirect Reflek konvergensi Lensa Ada/tidak Kejernihan Letak Shadow test

normal dalam batas normal dalam batas normal tidak dilakukan tidak dilakukan jernih dangkal sulit dievaluasi sulit dievaluasi sulit dievaluasi sulit dievaluasi sulit dievaluasi

normal dalam batas normal dalam batas normal tidak dilakukan tidak dilakukan jernih dalam coklat spongious bulat tidak ada tidak ada 3 mm

sulit dievaluasi sulit dievaluasi sulit dievaluasi sulit dievaluasi sulit dievaluasi sulit dievaluasi sulit dievaluasi sulit dievaluasi sulit dievaluasi sulit dievaluasi bulat sentral (+) (+) (+) ada jernih sentral (-)

Corpus vitreum Kejernihan tidak dilakukan tidak dilakukan

C. Kesimpulan Pemeriksaan OD Visus sentralis jauh Pinhole Koreksi Refraksi Visus sentralis dekat Sekitar mata Supercilium Pasangan bola mata dalam orbita Ukuran bola mata Gerakan bola mata Kelopak mata Sekitar saccus lakrimalis dalam batas normal dalam batas normal hiperemis hiperemis dalam batas normal dalam batas normal dalam batas normal dalam batas normal dalam batas normal dalam batas normal pterigium(-) dalam batas normal (+) dalam batas normal dalam batas normal dalam batas normal 1/300 tidak dilakukan non-correction non-refraksi tidak dilakukan Hiperemis dalam batas normal dalam batas normal >3/60 tidak dilakukan non-correction non-refraksi tidak dilakukan dalam batas normal dalam batas normal dalam batas normal OS

Sekitar glandula lakrimalis hiperemis Tekanan Intra Okuler Konjunctiva bulbi Sklera Kornea Arcus senilis Camera oculi anterior Kedalaman Iris Pupil dangkal sulit dievaluasi sulit dievaluasi (+) menurun pterigium (-) hiperemis

Lensa Kejernihan Letak Shadow test Corpus vitreum

sulit dievaluasi sulit dievaluasi (-) tidak dilakukan

jernih sentral (-) tidak dilakukan

IV. 1.

PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Pemeriksaan Laboratorium, tanggal 24 Oktober 2012 Hematologi Hb Hct Leukosit Eritrosit Trombosit Golongan darah ABO 11,6 34 7,2 4,59 214 A 12.0 15.6 33 45 4.5 11.0 4.10 5.10 150 450

2. MCV MCH MCHC RDW HDW MPV PDW 3. Basofil Netrofil Limfosit Monosit

Indeks Eritrosit 73,9 25,3 34,2 15,5 2,8 6,6 46 Hitung Jenis Eosinofil 2,60 0,20 77,60 14,70 4,30 0,00-4,00 0,00-2,00 55,00-80,00 22,00-44,00 0,00-7,0 9 80,0 - 96,0 28,0 33,0 33,0 36,0 11,6 14,6 2,2 3,2 7,2 11,1 25 - 65

LUC/AMC 4. PT APTT Hemostasis

0,70

13,0 33,1

10,0-15,0 20,0-40,0

V.

DIAGNOSIS KERJA OD Ruptur Kornea

VI.

PENATALAKSANAAN 1. IVFD RL 20 tpm 2. Injeksi cefotaxime 1 gr/12 jam 3. Injeksi dexamethasone 1 amp/8 jam 4. Cravit eye drops 8 gtt 1

VII.

PLANNING Toilet luka dengan GA Konsul jantung Konsul anestesi Foto thorax EKG

VIII. PROGNOSIS Ad vitam Ad sanam Ad fungsionam : dubia : dubia : dubia

10

IX.

GAMBAR

Follow Up 28 Oktober 2012 I. PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan Umum Keadaan umum Derajat kesadaran Status gizi B. Tanda Vital Keadaan umum : Kompos mentis, sakit sedang, gizi kesan kurang Status gizi : kesan gizi kurang OD 1/300 tidak dilakukan non koreksi non refraksi tidak dilakukan OS >3/60 tidak dilakukan non koreksi non refraksi tidak dilakukan : Tampak sakit sedang : Kompos mentis : Gizi kesan kurang

Pemeriksaan subyektif Visus sentralis jauh Pinhole Koreksi Refraksi Visus Perifer Konfrontasi test Pemeriksaan Obyektif Sekitar mata

11

Tanda radang Luka Parut Kelainan warna Kelainan bentuk Supercilium Warna Tumbuhnya Kulit Geraknya Heteroforia Strabismus Pseudostrabismus Exophtalmus Enophtalmus Anopthalmus Ukuran bola mata Mikrophtalmus Makrophtalmus Ptisis bulbi Atrofi bulbi Buftalmus Megalokornea Gerakan Bola Mata Temporal superior Temporal inferior Temporal Nasal Nasal superior Nasal inferior

tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada hitam normal sawo matang dalam batas normal tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada normal normal normal normal normal normal

tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada hitam normal sawo matang dalam batas normal tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada normal normal normal normal normal normal

Pasangan Bola Mata dalam Orbita

12

Kelopak Mata Gerakannya Lebar rima Blefarokalasis Tepi kelopak mata Oedem Margo intermarginalis Hiperemis Entropion Ekstropion Sekitar saccus lakrimalis Oedem Hiperemis Sekitar Glandula lakrimalis Odem Hiperemis Tekanan Intra Okuler Palpasi Tonometer Schiotz Konjungtiva Konjungtiva palpebra Oedem Hiperemis Sikatrik Konjungtiva Fornix Oedem Hiperemis Sikatrik Konjungtiva Bulbi Pterigium Oedem tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada menurun tidak dilakukan normal tidak dilakukan tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada dalam batas normal 10 mm tidak ada dalam batas normal 10 mm tidak ada

13

Hiperemis Sikatrik Injeksi siliar Oedem Hiperemis Sikatrik Sklera Warna Penonjolan Cornea Ukuran Limbus Permukaan

ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada merah tidak ada 12 mm keruh tampak jahitan 2/3 inferior tidak rata, mengkilap

tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada putih tidak ada 12 mm keruh rata, mengkilap

Caruncula dan Plika Semilunaris

Sensibilitas Medium Belakang Keratoskop (Placido) Fluoresin Test Kamera Okuli Anterior Isi Kedalaman Iris Warna Gambaran Bentuk Sinekia Anterior Sinekia Posterior

normal dalam batas normal dalam batas normal tidak dilakukan tidak dilakukan jernih dangkal sulit dievaluasi sulit dievaluasi sulit dievaluasi sulit dievaluasi sulit dievaluasi

normal dalam batas normal dalam batas normal tidak dilakukan tidak dilakukan jernih dalam coklat spongious bulat tidak ada tidak ada

14

Pupil Ukuran Bentuk Tempat Reflek direct Reflek indirect Reflek konvergensi Lensa Ada/tidak Kejernihan Letak Shadow test Corpus vitreum Kejernihan tidak dilakukan tidak dilakukan sulit dievaluasi sulit dievaluasi sulit dievaluasi sulit dievaluasi ada jernih sentral (-) sulit dievaluasi sulit dievaluasi sulit dievaluasi sulit dievaluasi sulit dievaluasi sulit dievaluasi bulat sentral (+) (+) (+) 3 mm

C. Kesimpulan Pemeriksaan OD Visus sentralis jauh Pinhole Koreksi Refraksi Visus sentralis dekat Sekitar mata Supercilium Pasangan bola mata dalam orbita Ukuran bola mata Gerakan bola mata dalam batas normal dalam batas normal dalam batas normal dalam batas normal 1/300 tidak dilakukan non-correction non-refraksi tidak dilakukan dalam batas normal dalam batas normal dalam batas normal OS >3/60 tidak dilakukan non-correction non-refraksi tidak dilakukan dalam batas normal dalam batas normal dalam batas normal

15

Kelopak mata Sekitar saccus lakrimalis

hiperemis hiperemis

dalam batas normal dalam batas normal dalam batas normal dalam batas normal pterigium(-) dalam batas normal (+) dalam batas normal dalam batas normal dalam batas normal

Sekitar glandula lakrimalis hiperemis Tekanan Intra Okuler Konjunctiva bulbi Sklera Kornea Arcus senilis Camera oculi anterior Kedalaman Iris Pupil Lensa Kejernihan Letak Shadow test Corpus vitreum II. DIAGNOSIS OD Ruptur Bulbi III. PENATALAKSANAAN 1. Injeksi cefotaxime 1 gr/12 jam 2. Injeksi dexamethasone 1 amp/8 jam 3. Cravit eyedrop 6 dd gtt 1 4. Gentamycin eyedrop 6 dd gtt 1 IV. PROGNOSIS Ad vitam Ad sanam : dubia : dubia dangkal sulit dievaluasi sulit dievaluasi (+) menurun pterigium (-) hiperemis

sulit dievaluasi sulit dievaluasi (-) tidak dilakukan

jernih sentral (-) tidak dilakukan

16

Ad fungsionam V. GAMBAR

: dubia

17

TINJAUAN PUSTAKA I. Anatomi dan Fisiologi A. Kornea Kornea adalah selaput bening mata yang dapat tembus cahaya, dan merupakan jaringan penutup bola mata sebelah depan yang terdiri dari : 1. Epitel, terdiri dari 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih. Satu lapis sel basal, sel polygonal, dan sel gepeng. 2. Membrane Bowman, merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma. Membrane Bowman ini terletak di bawah membrane basal epitel kornea. 3. 4. 5. Stroma, terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen Membrane descement, merupakan membrane aseluler, Endotel, yang berasal dari mesotelium, berlapis satu, Kornea disarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus dan saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrane bowman melepaskan selubung schwannya. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong didaerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Kornea merupakan tempat pembiasan sinar terkuat, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. Fisiologi Kornea yang sejajar satu dengan yang lainnya. bersifat sangat elastik. berbentuk heksagonal.

18

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgenes. Deturgenes, atau keadaan dehidrasi relative jaringan kornea dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal stroma kornea sesaat yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea akan mengkibatkan film air mata akan menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang yang menarik air dari stroma kornea superfisialis untuk mempertahankan keadaan dehidrasi . Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut lemak dapat melalui epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut lemak dan larut air sekaligus B. Konjungtiva Konjungtiva adalah membran yang tipis dan transparan yang melapisi permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Arteri konjungtiva berasal dari arteri cilliaris anterior dan arteria palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas, dan bersama banyak vena konjungtiva membentuk jaring-jaring vaskular konjungtiva yang sangat banyak. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan oftalmik pertama nervus V. Saraf ini memiliki serabut nyeri yang relatif sedikit. Berikut ini adalah gambar anatomi konjungtiva:

19

Fungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air mata, menyediakan kebutuhan oksigen ke kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi mata dengan mekanisme pertahanan nonspesifik yang berupa barier epitel, aktivitas lakrimasi, dan menyuplai darah. Selain itu, terdapat pertahanan spesifik berupa mekanisme imunologis seperti sel mast, leukosit, adanya jaringan limfoid pada mukosa tersebut dan antibodi dalam bentuk IgA. Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dibagi menjadi dua grup besar yaitu: 1. Penghasil musin ditemukan pada daerah inferonasal. b. Crypts of Henle; terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva tarsalis superior dan sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis inferior. c. Kelenjar Manz; mengelilingi daerah limbus. 2. Kelenjar asesoris lakrimalis. Kelenjar asesoris ini termasuk kelenjar Krause dan kelenjar Wolfring. Kedua kelenjar ini terletak dalam dibawah substansi propria. a. Sel goblet; terletak dibawah epitel dan paling banyak

20

Pada

sakus

konjungtiva

tidak

pernah

bebas

dari

mikroorganisme namun karena suhunya yang cukup rendah, evaporasi dari cairan lakrimal dan suplai darah yang rendah menyebabkan bakteri kurang mampu berkembang biak. Selain itu, air mata bukan merupakan medium yang baik. C. Lensa Mata Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadi akomodasi. Lensa berbentuk cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. Pada keadaan normal, cahaya atau gambar yang masuk akan diterima oleh lensa mata, kemudian akan diteruskan ke retina, selanjutnya rangsangan cahaya atau gambar tadi akan diubah menjadi sinyal / impuls yang akan diteruskan ke otak melalui saraf penglihatan dan akhirnya akan diterjemahkan sehingga dapat dipahami. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa membentuk serat lensa secara terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya seat di bagian sentral sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang paling tua. Di bagian luar nukleus terdapat serat yang lebih muda disebut korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus disebut korteks anterior, sedangkan yang di belakang nukleus disebut korteks posterior. Nukleus memiliki konsistensi yang lebih keras dibandingkan korteks. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat Zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh equatornya pada badan siliar. Secara fisiologik, lensa memiliki sifat tertentu: 1. Kenyal atau lentur karena memegang peranan penting dalam akomodasi untuk menjadi cembung 2. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan

21

3. Terletak di tempatnya Keadaan patologik lensa dapat berupa: 1. Kekenyalan berkurang pada orang tua sehingga mengakibatkan presbiopi 2. Keruh atau disebut katarak 3. Tidak berada di tempatnya atau subluksasi atau luksasi II. Trauma Kornea Trauma kornea adalah segala bentuk perlukaan yang mengenai kornea, yang menyebabkan kerusakan baik sebagian maupun keseluruhan lapisan kornea. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata, mulai dari erosi kornea, laserasi sampai perforasi kornea. Erosi kornea Erosi kornea merupakan keadaan terlepasnya epitel kornea yang disebabkan trauma tumpul ataupun tajam pada kornea. Defek pada epitel kornea memudahkan kuman menyerang kornea sehingga mengakibatkan terjadinya infeksi sekunder. Erosi kornea sering kali diawali dengan trauma pada mata. Segera sesudah trauma atau masuknya benda asing, penderita akan merasa sakit sekali, akibat erosi merusak kornea yang mempunyai serat sensibel yang banyak, mata menjadi berair, fotofobia dan penglihatan akan terganggu oleh media yang keruh. Dapat pula disertai dengan blefarospasme, yaitu kelopak mata menjadi kaku dan sulit dibuka. Kornea memiliki sifat penyembuhan yang luar biasa. Epitel yang berdekatan dapat mengembang untuk mengisi daerah yang luka, biasanya dalam waktu 24-48 jam. Lesi yang murni pada epitel sering sembuh dengan cepat dan tanpa jaringan parut, sementara lesi yang menembus hingga lapisan Bowman lebih cenderung meninggalkan bekas luka permanen. Penegakkan diagnosis pada kasus erosi kornea dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik terutama pada mata, serta

22

pemeriksaan tambahan seperti tes fluoresein. Kertas tes fluoresein dapat digunakan untuk mengetahui adanya kerusakan pada kornea. Laserasi kornea Laserasi kornea adalah luka pada keseluruhan tebal dinding konea yang disebabkan oleh benda tajam. Bila sampai terjadi robekan kornea, akan terjadi pengeluaran isi bola mata dimulai dari lapisan yang paling depan. Keluarnya bagian bola mata di sebut dengan prolaps. Bila yang keluar iris maka disebut prolaps iris. Robekan kornea bila sembuh akan menimbulkan sikatrik yang disebut Lekoma cornea, apabila iris ikut melekat kea rah cornea karena proses penyembuhan disebut lekoma adheren. Synechia anterior yang terjadi dapat menyebabkan aliran aquos terganggu, menyebabkan glaucoma sekunder. Kenaikan TIO yang terjadi selama proses penyembuhan akan di teruskan ke seluruh penjuru, karena bagian lekoma paling lemah, maka peningkatan TIO menimbulkan penonjolan disebut stapyloma cornea. Penatalaksanaan laserasi berdasarkan beratnya laserasi dan komplikasi: Laserasi kornea kecil Tidak membutuhkan penjahitan karena bisa menyembuh sempurna atau dengan bantuan lensa kontak yang seperti perban lembut. Laserasi kornea ukuran medium Biasanya membutuhkan jahitan terutama jika COA datar. COA yang datar dapat kembali berubah semula secara spontan jika kornea telah dijahit, jika tidak, harus dikembalikan dengan solusio garam seimbang. Bandage contanct lens post operatif juga berguna selama beberapa hari untuk meyakinkan bahwa COA tetap dalam. Laserasi kornea dengan inkarserasi iris

23

Manajemen

tergantung

dari

durasi

dan

luasnya

inkarserasi.

Kebocoran kecil dari inkarserasi yang baru terjadi dapat digantikan oleh konstriksi pupil dengan intrakamera Miochol. Inkarserasi iris yang besar harus di absisi terutama jika iris terlihat non-viabel. Laserasi tanpa prolaps jaringan1 Jika bola mata ditembus dari depan tanpa adanyabukti prolaps intraocular dan jika lukanya bersih dan kelihatan bebas dari kontaminasi,biasanya dapat diperbaiki dengan jahitan interrupted menggunakan benang silk ataucatgut. Bekuan darah dapat dibersihkan dengan mudah dari bilik depan dengan irigasikemudian bilik di bentuk kembali setelah kornea diperbaiki dengan injeksi dari larutan salin atau air. Midriatik sebaiknya diberikan dan larutan antibiotic harus dimasukkan kedalam kantung konjungtiva lalu pinggir mata diplester. Pasien harus tirah baring untuk beberapa hari dan antibiotik sistemik diberikan untuk mengurangi infeksi intraocular. Laserasi dengan prolaps1 Jika sebagian kecil dari iris prolaps melalui luka, maka harusdipegang dengan forsep dan dipotong tepat pada batas luka. Jaringan uvea dalam jumlah yang sedikit juga dapat dibuang dengan cara yang sama.Luka harus ditutup dengan carayang sama seperti menutup luka pada laserasi tanpa prolaps. Jika jaringan uveamengalami cedera, maka ophtalmia simpatetik kemungkinan akan muncul.Jika lukanya luas dan kehilangan isi intraocular berat sehingga prognosis fungsi mataburuk, maka eviserasi dan enukleasi diindikasikan sebagai prosedur pembedahan utama. Laserasi kornea dengan kerusakan lensa Diterapi dengan menjahit laserasi dan memindahkan lensa dengan phacoemulsification atau dengan vitreus cutter jika vitreus terlibat.

24

Laserasi sklera anterior yang tidak melewati bagian posterior terhadap insersi otot ekstraokular mempunyai prognosis yang lebih baik dari pada lesi yang lebih posterior dan melibatkan retina. Luka pada sklera anterior dapat berhubungan dengan komplikasi serius seperti prolaps uvea dan inkarserasi vitreus. Inkarserasi vitreus meskipun dengan manajemen yang tepat, dapat menimbulkan traksi vitreoretina dan ablasio retina. Setiap usaha harus dikerjakan untuk reposit jaringan uvea viabel yang terekspos dan memotong vitreus yang prolaps. III. Ruptur Bulbi A. Definisi Ruptur bulbi didefinisikan sebagai putusnya integritas dari membran luar mata; dalam kondisi akut, cedera yang mengenai seluruh lapis kornea atau sklera juga termasuk dalam cedera bulbi terbuka (Doyle, 2009). B. Etiologi 1. Cedera tumpul pada kecelakan kendaraan bermotor, olahraga, atau trauma lain. 2. Penetrasi atau perforasi bulbi, akibat luka tembak dan

tusuk, kecelakaan pada tempat kerja, dan kecelakaan lain yang melibatkan proyektil atau benda tajam. (Acerra, 2012) C. Patofisiologi Ruptur bulbi dapat terjadi ketika suatu benda tumpul membentur orbita, menekan bulbi pada aksis anterior-posterior yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler pada sebuah titik dimana sclera dapat menjadi robek. Ruptur dari trauma tumpul sering terjadi pada tempat dimana sclera mempunyai lapisan paling tipis, pada insersi musculus ekstraokuler, pada limbus, dan pada tempat dimana sebelumnya pernah dilakukan tindakan bedah intraokuler.

25

Benda tajam atau benda tertentu yang membentur bulbi dengan kecepatan tinggi dapat langsung membuat perforasi bulbi. Benda asing berukuran kecil dapat menembus bulbi, dan tertinggal didalam bulbi. Kemungkinan ruptur bulbi perlu dipertimbangkan dan diperhatikan selama pemeriksaan pada semua jenis trauma orbita tumpul dan tembus, juga pada kasus yang melibatkan proyektil berkecepatan tinggi yang kemungkinan menimbulkan penetrasi okuler (Acerra, 2012). D. Diagnosis Gejala Klinis 1. 2. 3. 4. Nyeri mata yang hebat Penurunan ketajaman penglihatan Keluar cairan atau darah dari mata Riwayat trauma, jatuh, atau adanya benda asing yang

masuk kedalam bulbi. (Gerstenblith dan Rabinowitz, 2012; Schueler et al., 2011) Gejala lainnya dari ruptur bulbi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. pupil 7. Mata merah; perdarahan menutup conjunctiva bulbi Nyeri wajah Pembengkakan wajah, di sekitar mata Mata yang memar Penglihatan ganda, ketika melihat keatas Pupil abnormal Gejala hifema; perdarahan di dalam mata, darah menutup

26

(Schueler et al., 2011). Pemeriksaan Fisik 1. Laserasi seluruh lapisan sklera atau kornea, subconjunctiva hemoragik berat (terutama seluruh conjunctiva bulbi), COA yang dalam atau dangkal jika dibandingkan dengan mata kontralateral, pupil yang runcing atau ireguler, iris TIDs, material lensa maupun vitreous di COA, benda asing atau katarak pada lensa, atau keterbatasan gerakan ekstraokuler. Isi intraiokuler dapat berada di luar bulbi. 2. Tekanan intraokuler yang rendah (walaupun dapat pula

normal atau meningkat, tapi jarang(, iridodyalisis, hifema, ekimosis periorbital, vitreous hemoragik, dislokasi atau subluksasi lensa, dan TON. Commotio retinae, ruptur koroid, dan putusnya retina dapat dijumpai namun sering disamarkan oleh vitreous hemoragik (Gerstenblith dan Rabinowitz, 2012) Jika ruptur bagian anterior, dapat mudah dikenali dengan COA yang dangkal atau mendatar dan pupil umumnya berpindah kearah lokasi penetrasi. Pembengkakan dan kekeruhan lensa dapat timbul (katarak traumatik), perdarahan pada COA (hifema) dan badan vitreous (vitreous hemoragik) dapat timbul. Hipotonus dari bulbi akan timbul pada ruptur bulbi. Pada ruptur bulbi posterior, hanya tanda tidak langsung yang akan muncul, seperti tekanan intaokuler yang rendah, dan asimetri kedalaman COA (John, 2011).

27

28

Pemeriksaan Langkah pemeriksaan fisik: 1. Terkadang diagnosis ruptur bulbi jelas. Mata terlihat tidak beraturan dengan jaringan uvea prolaps keluar kearah anterior dari luka skleral atau korneal. Terkadang, benda asing masih dapat ditemukan ketika pasien datang ke IGD. 2. Ruptur bulbi sering sulit dilihat hanya dengan mata. Lokasi

tempat ruptur sering terjadi tidak mudah dilihat, dan adanya cedera superfisial lain dapat menghalangi pemeriksaan segmen posterior. Benda asing yang sangat kecil dapat masuk ke dalam mata melalui luka kecil yang sulit untuk divisualisasikan. 3. Pemeriksaan pada mata yang cedera sebaiknya dilakukan

secara sistematis dengan tujuan mengidentifikasi dan melindungi bulbi yang ruptur.

29

4.

Penting untuk menghindari tekanan pada bulbi yang ruptur

untuk menghindari adanya pengeluaran isi intraokuler dan menghindari kerusakan lebih lanjut. 5. Pada anak yang sulit dilakukan pemeriksaan, dapat

dilakukan dengan sedasi. Ketajaman Penglihatan dan Gerakan Mata 1. Visus sebaiknya diperiksa pada kedua mata, baik yang terkena cedera maupun yang tidak. Dapat dipermudah dengan menghitung jari atau hanya dapat mengenali persepsi cahaya. 2. Gerakan ekstraokuler sebaiknya diperiksa untuk

mengetahui apakah terdapat fraktur dasar orbita. Orbit 1. Orbita sebaiknya diperiksa, untuk mencari adanya deformitas tulang, benda asing, dan perpindahan bulbi. Fraktur tepi orbita dapat dipalpasi, dan memperkuat dugaan

adanya ruptur bulbi Krepitus orbita menandakan adanya subcutaneous

emfisema dari fraktur sinus yang berhubungan Benda asing dalam orbita yang menusuk atau melubangi

bulbi sebaiknya dibiarkan sampai dilakukan operasi. Ruptur bulbi dapat disertai dengan enoftalmos Retrobulbar hemoragik yang timbul juga dapat

menyebabkan eksoftalmos, bahkan ruptur sklera yang tidak terlihat. (Acerra, 2012). Palpebra

30

1.

Cedera palpebra dan lakrimal sebaiknya diperiksa dengan

tujuan mengidentifikasi dan melindungi cedera bulbi dalam yang mungkin terjadi. 2. Bahkan laserasi kecil pada palpebra dapat memunculkan

perforasi bulbi yang mengganggu penglihatan. 3. Repair palpebra sebaiknya tidak dilakukan hingga telah

ditegakkan ruptur bulbi. Conjunctiva 1. Laserasi conjunctiva dapat menunjukkan cedera sklera lain yang lebih serius. 2. bulbi. Kornea dan sklera 1. Laserasi pada semua lapis kornea atau sklera yang terdapat perforasi bulbi terbuka, sebaiknya dilakukan di ruang operasi 2. Prolaps iris melalui laserasi semua lapis kornea dapat Hemoragik conjunctiva berat dapat menandakan ruptur

terlihat sebagai warna yang berbeda pada lokasi cedera. 3. Sklera yang melipat merupakan tanda ruptur dengan

ekstrusi isi okuler. 4. bulbi. 5. Luka kornea yang halus mungkin memerlukan pewarna Tekanan intraokuler biasanya rendah, tetapi pengukuran

TIO merupakan kontraindikasi, untuk menghindari tekanan pada

flourescent. Pada laserasi semua lapisan, dengan aliran aquaeous dari COA, aliran yang terpisah jelas dengan pewarna flourescent warna kuning terlihat melalui iluminasi dengan lampu Wood (Seidel test positif) 31

Pupil 1. Pupil sebaiknya diperiksa bentuk, ukuran, refleks cahaya, dan defek pupil aferen. 2. Pupil yang berbentuk meruncing, bentuk air (teardrop) atau

bentuk ireguler dapat menandakan adanya ruptur bulbi. COA 1. Pemeriksaan slitlamp dapat menunjukkan cedera yang berkaitan, seperti defek transiluminasi iris (red reflex yang dapat dikaburkan oleh vitreous hemoragik); laserasi kornea; prolaps iris; hifema dari kerusakan badan silier, dan cedera lensa, termasuk dislokasi atau subluksasi. 2. COA yang dangkal dapat menjadi satu-satunya tanda pada

ruptur bulbi yang tidak terlihat, yang dihubungkan dengan prognosis yang buruk. Ruptur posterior dapat muncul dengan COA yang lebih dalam karena ekstrusi vitreous humor dari segmen posterior. Temuan lain 1. Vitreous hemoragik setelah trauma menandakan adanya robekan retina atau koroid, nervus optik, atau benda asing. 2. Robekan, edema, ablasio dan hemoragik retina dapat

menyertai ruptur bulbi. (Acerra, 2012). E. Terapi 1. Pemberian antibiotik spektrum luas parenteral untuk mengurangi risiko endoftalmitis. 2. Pemberian alat pelindung pada mata untuk menghindari

trauma dan tekanan lebih lanjut

32

3.

Jika pasien belum menerima imunisasi tetanus dalam 5

tahun terakhir, perlu diberi imunisasi tetanus. 4. Tindakan bedah, jika persepsi cahaya pasien nol (0) dan

temuan yang ada mengarah pada trauma okuler ekstrim (misalnya ruptur korioretinal ekstensif, posterior, atau multipel dengan kelainan yang mengancam integritas bulbi, enukleasi primer perlu dipertimbangkan. 5. Pada kasus dengan benda asing yang masih terdapat dalam

bulbi, langkah yang umumnya dilakukan adalah penutupan primer dari laserasi korneoskleral. Hal ini dilakukan dengan mengabaikan adanya vitreous hemoragik berat, ablasio retina, atau disrupsi kapsul lensa. Tindakan bedah termasuk penutupan bagian kornea yang ruptur. (Smiddy, 2002).

33

DAFTAR PUSTAKA Acerra J.R. 2012. Globe Rupture. http://emedicine.medscape.com/article/798223overview#a0104 Acerra J.R. 2012. Globe Rupture Clinical Presentation. http://emedicine.medscape.com/article/798223-clinical#a0217 Doyle J. 2009. Patient options after a ruptured globe in Journal of Ophthalmic Medical Technology Vol 5 Number 2 August 2009. Gerstenblith A.T dan Rabinowitz M.P. 2012. The Wills eye manual: office and emergency room diagnosis and treatment of eye disease sixth edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Pp: 46-7 Ilyas, Sidarta. 2008. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilyas, S., Mailangkay, HHB., Taim, H., Saman, R., Simarwata, M., Widodo, PS. (eds). 2010. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: Sagung Seto. John T. 2011. The Chicago Eye and Emergency Manual. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher. P: 371 Lindsey JL, Hamill MB. Scleral and Corneoscleral Injuries. In : Kuhn F,Pieramici DJ (eds). Ocular Trauma. New York: Thieme Medical Publisher,Inc;2002 Schueler, S.J. Beckett J.H. Gettings D.S. 2011. Ruptured Globe Symptoms. http://www.freemd.com/ruptured-globe/symptoms.htm Smiddy W.E. 2002. Ruptured Globe in Singh K. Smiddy W.E. Lee A.G. Ophthalmology Review: A Case-Study Approach. New York: Thieme Medical Publishing. Pp: 223-6.

34

You might also like