You are on page 1of 13

proses pembuatan wayang

proses pembuatan wayang kulit melewati beberapa proses, seperti yang akan dipaparkan dibawah.129800433.doc A. Pra produksi 1. Perlu diketahui bahwa wayang kulit terbuat dari kulit kerbau. Maka setelah kerbau disembelih, maka kulit yang telah bersih dari lemak yang biasa menempel direndam selama 24 jam agar bersih. Wayang kulit umunya terbuat dari kulit kerbau. Kenapa kulit kerbau? Karena tidak mengandung banyak minyak. Air rendaman diberi bonggol pisang yang berguna untuk mematikan pori-pori kulit. 2. kulit kerbau yang telah direndam selama 24 jam tersebut kemudian dikeringkan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari. namun sebelum dijemur, kulit tersebut dipasang pada bingkai kayu, atau yang juga disebut dipentang. proses pentang ini bertujuan agar kulit tidak menyusut saat mengalami proses pengeringan yang memakan waktu 2-3 hari apabila cuaca cerah. Kulit kerbau yang baru dikelupas dijemur di bawah sinar matahari dengan posisi dibentangkan. Setelah benar-benar kering, kulit kembali direndam selama satu malam, kemudian dijemur lagi. Baru setelah kering untuk yang kedua kalinya bulu-bulu yang melekat pada kulit dikerok dengan pisau. Jangan memakai GARAM untuk mengawetkan kulit, nanti membuat wayangnya menjadi lembek, dan warna mudah luntur dan berubah warna. 3. setelah kering, kulit kerbau dilumuri batu kapur (gamping) untuk memudahkan pekerja merontokkan bulu yang masih menempel di kulit, sehingga didapat lembaran kulit yang kering dan siap diolah menjadi wayang.

129800433.doc

lembaran kulit siap dibuat menjadi wayang wayangsastradinama.blogspot.com B. Proses produksi 1. lembaran kulit yang sudah siap untuk diolah menjadi wayang dipotong menurut besar wayang yang akan dibuat, lalu digoreskan pola kasar sebagai panduan penatah (orang yang bertugas menatah / mengukir wayang).

goresan panduan bentuk wayang wayangsastradinama.blogspot.com 2. kulit yang sudah dibuat goresan panduan tersebut akan diukir / ditatah oleh penatah. alat yang dipakai oleh penatah adalah pukul (palu yang terbuat dari kayu), landesan (landasan wayang saat ditatah, terbuat dari potongan kayu utuh), tatah (alat pengukir), wungkal (batu pengasah tatah), serta penahan wayang agar tidak bergeser saat ditatah. 129800433.doc 2

alat pembuat wayang wayang-sastradinama.blogspot.com

proses pembuatan wayang - tatah wayangsastradinama.blogspot.com 3. wayang yang selesai ditatah akan dihaluskan permukaannya, serta tepiannya agar halus. proses ini juga kerap disebut dideligi, agar permukaan wayang kulit halus saat dilukis.

129800433.doc

wayang yang selesai ditatah wayang-sastradinama.blogspot.com 4. setelah proses deligi, wayang diberi cat dasar (bisa berwarna kuning atau putih). penggunaan cat dasar ini bertujuan agar warna yang akan dipalai untuk melukis ornamen wayang lebih tahan lama serta pemukaan wayang halus.

wayang yang sudah diberi cat dasar kuning dan memasuki proses lukis wayang-sastradinama.blogspot.com 5. sebelum wayang benar-benar dilukis, ada satu proses penghalusan wayang yang disebut dikuwu. dikuwu berasal dari kata kuwu yaitu cangkang kerang laut yang dipakai untuk menghaluskan wayang yang sudah diberi cat dasar. proses ini dilakukan dengan cara cangkang kerang laut tersebut digosokkan terus menerus dipermukaan wayang hingga halus. terkadang digunakan pula batu alam yang keras namun permukaannya halus, seperti giok atau batu ijo.

129800433.doc

cangkang kerang laut dan batu ijo untuk proses dikuwu wayangsastradinama.blogspot.com 6. setelah permukaan wayang benar-benar halus, maka dilakukan proses lukis detail wayang atau yang juga disebut sungging. proses sungging ini dilakukan secara detail, hingga ke garis terhalus ornamen wayang yang terkadang kurang diperhatikan oleh mata biasa.

proses sungging wayang-sastradinama.blogspot.com

129800433.doc

detil lukisan ornamen wayang saat proses sungging wayangsastradinama.blogspot.com 7. wayang yang sudah melalui semua proses diatas akan memasuki proses terakhir, yaitu pemasangan gapit atau pegangan yang terbuat dari tanduk kerbau. terkadang untuk alasan selera pemesan atau estetika, proses pemasangan gapit ini tidak dilakukan, sebagai gantinya wayang dapat diberi frame seperti lukisan pada umumnya atau dijadikan hanging/ standing display.

129800433.doc

gapit yang telah terpasang pada wayang wayangsastradinama.blogspot.com lamanya proses pengerjaan wayang mampu mencapai 2-3 bulan, bahkan lebih, bergantung pada beberapa hal, seperti jenis wayang dan ukuran yang dikehendaki. untuk informasi yang lebih jelas, anda bisa menghubungi kami di wahyudi.sastradinama[at]gmail.com

Langkah-langkah Menatah Wayang jilid I : Bagaimana memilih kulit? Tulisan Rudy Wiratama Partohardono. http://www.facebook.com/raden.umarmaya#!/notes/rudywiratama-partohardono/langkah-langkah-menatah-wayang-jilid-ibagaimana-memilih-kulit/400897948217 Pembaca sutresna budaya, Setelah beberapa lama kita tidak membahas proses pembuatan wayang kulit, untuk menyambung tulisan saya beberapa waktu yang lalu tentang berbagai cara dalam membuat wayang, pada tulisan kali ini, saya (bukannya menggurui lho) hanya akan berbagi apa yang saya telah dapatkan dari beberapa penatah yang tersebar di Sukoharjo, Klaten dan Wonogiri. Kita tidak akan membahas teknik dan pola tatahan pada tulisan ini, karena tentang masalah teknis penatahan wayang telah banyak dibahas di laman e-wayang, yang juga sering saya jadikan referensi rujukan untuk menulis.
27 Juni 2010 jam 19:29

129800433.doc

Dalam pembuatan wayang tahap tatahan, ada beberapa langkah yang harus diperhatikan benar-benar, untuk menghasilkan wayang yang berkualitas baik dan indah. Langkah-langkah itu adalah: 1. Pemilihan Bahan Baku 2. Pengolahan Bahan Baku 3. Penanganan Bahan Baku Ketiga langkah ini, kesemuanya amatlah vital dan tidak ada satu elemen pun yang boleh diabaikan agar wayang yang diciptakan dapat tampil indah dan tahan lama. Langkah-langkah ini pun masih diperinci dalam beberapa poin seperti berikut: Pemilihan Bahan Baku Telah kita ketahui sebelumnya bahwa kulit hewan rajakaya atau ternak besar adalah bahan baku utama dalam pembuatan wayang kulit. Perkamen kulit dari hewan jenis ini dipilih, karena memiliki karakteristik yang lebih ulet dan keras dibanding hewan lain (seperti unggas atau reptilia misalnya), sehingga bila digunakan untuk membuat wayang akan lebih stabil dan tahan lama. Ada beberapa jenis kulit yang digunakan untuk membuat wayang, di antaranya: a. Kulit Kerbau Kulit kerbau adalah kulit yang paling lazim digunakan untuk pembuatan wayang di Jawa. Kulit kerbau dipilih, karena memiliki karakteristik keuletan dan tingkat kepadatan paling tinggi, sehingga bila diolah menjadi wayang akan lebih lempang, tahan lama dan cenderung kuat, terlebih bila ditatah dengan pola-pola yang rumit dan padat seperti limaran atau seritan yang hanya meninggalkan sedikit sisa pahatan yang tipis dan rawan. Menurut buku-buku yang saya baca, jenis kulit kerbau yang terbaik adalah kerbau jaka, atau jemaka, yang artinya baru saja beranjak dewasa, karena hasilnya bening dan mudah ditatah, tidak keras. Sementara ada juga yang mengatakan kalau kulit kerbau yang terbaik adalah yang menderita penyakit kulit (gudig). Menurut pandangan ini, kerbau yang menderita penyakit kulit ini, kandungan lemaknya akan lebih rendah dibanding yang tidak. Sementara pada realitanya para penatah ada juga yang menyukai kulit kerbau dewasa, bahkan ada yang menghindari kulit kerbau berpenyakit, karena bekas penyakit itu dapat menyebabkan kulit kerbau berlubang atau menggelombang. Plus-Minusnya: Plus: Hasil baik, mudah perawatannya, tahan cuaca, gampang ditambal bila terjadi kerusakan Minus: Harga mahal karena sekarang agak sulit ditemui di beberapa daerah b. Kulit Sapi Dalam peringkat kualitas, kulit sapi menduduki peringkat kedua untuk digunakan sebagai bahan wayang kulit. Dari segi harga dan

129800433.doc

persediaan, kulit sapi sekarang relatif lebih mudah ditemui dan karenanya harganya pun lebih murah. Akan tetapi, untuk mengolah kulit sapi ini perlu perhatian khusus: Kandungan lemak dari kulit sapi lebih banyak daripada kulit kerbau, sehingga proses pengeringannya harus dilakukan lebih lama dibanding kulit kerbau. Bila kulit sapi kurang sempurna dalam pengolahannya, maka hasil yang didapatkan akan kurang tahan cuaca: bila cuaca sedang panas dan kering, wayang akan terasa ringan, sementara dalam cuaca lembab, wayang akan terasa berat dan tebal (nggedabel-Jw). { Lebih lanjut tentang cara pengolahan kulit ini akan dijelaskan dalam bab selanjutnya.} Menurut beberapa penatah, bila ditangani dengan benar kulit sapi justru akan menghasilkan wayang yang bersifat lebih lentur, tidak seperti kulit kerbau yang cenderung keras. Kelenturan ini justru membuat kulit sapi menjadi lebih tahan terhadap tekukan, lipatan atau kecelakaan-kecelakaan lain yang tidak disengaja dalam memainkan wayang. Adapun kulit kerbau banyak diminati, hanya sekedar karena penanganannya lebih mudah, lebih cepat dan lebih enak ditatah. Plus-Minus: Plus: Murah harganya, lebih banyak ditemui, bahkan bila benar cara pengolahannya akan lebih baik dari kulit kerbau. Minus: Perlu perhatian ekstra dalam pengolahannya C. Kulit Split Kulit Split pada dasarnya sama saja dengan kulit lain, karena berbahan baku dari kulit kerbau atau sapi. Namun mengapa ia menduduki peringkat ketiga dalam pembuatan wayang kulit? Kulit split memiliki harga yang lebih murah dari selembar kulit sapi atau kerbau, karena ia dibuat dengan cara membelah dua (split) selembar kulit, sehingga yang mestinya hanya selembar bisa menjadi dua atau tiga lembar perkamen tersendiri. Kulit split ini satu sisinya halus dan sisi lainnya lagi kasar, karena serat-serat kulit yang dalam proses tradisional dikikis sedikit demi sedikit justru dipaksa terpotong dengan bantuan mesin. Akan tetapi ada juga kulit split yang halus pada kedua sisinya, meski tidak sehalus kulit olahan tradisional. Ada dua macam split yang beredar di pasaran: yang bening dan agak halus, harganya lebih mahal, dianggap baik juga untuk membuat wayang. Hal ini dikarenakan karakternya yang bening (ngaca-Jw), meski lebih keras dan kaku dibanding kulit kerok tradisional. Split yang kedua berpermukaan lebih kasar, agak tipis dan kurang bening. Split yang satu ini sering digunakan untuk membuat wayang untuk keperluan hiasan dinding, sketsel atau keperluan lainnya, atau untuk membuat wayang sabet dengan budget minimal. Plus-Minus:

129800433.doc

Plus: Bening tanpa harus diolah, lebih murah, banyak tersedia Minus: Perlu penanganan ekstra, mudah melengkung bila kurang tebal atau keliru penanganannya. Setelah menjadi wayang pun perlu penanganan lebih bila dibanding wayang berbahan kulit biasa -Kulit yang harus dihindariAgar tak tertipu di kemudian hari, perlu diketengahkan juga beberapa jenis kulit yang harus dihindari (kecuali bila Anda tidak menggunakan wayang untuk keperluan sabet atau lainnya) a. Kulit Nggabus Disebut dengan istilah seperti ini, karena kulit menjadi rapuh dan lunak seperti gabus. Hal ini terjadi karena lemak sudah terlanjur meresap dalam lapisan kulit sebelum kulit itu ditangani, sehingga kulit menjadi berwarna keputih-putihan. Kulit ini bila dibuat wayang akan rapuh dan mudah rusak. Cara mengetahui kulit tersebut nggabus atau tidak dapat dilakukan dengan beberapa cara: 1. Amati bekas tatahannya. Bekas tatahan pada kulit ini meninggalkan serabut, kurang terang. 2. Tekuklah perlahan sebagian dari kulitnya. Bila tekukan ini bisa dikembalikan ke posisi semula, berarti kulit tersebut baik, karena bersifat lentur dan kuat. Kulit nggabus tidak akan kembali ke posisi semula, bahkan mudah patah. 3. Sebelum disungging, wayang tentu diamplas. Bila bekas amplasannya berserabut dan kasar, berarti kulit bahannya nggabus juga. b. Kulit Uyahan Istilah ini digunakan untuk menyebut kulit yang diawetkan dengan garam. Bila telah menjadi wayang, kulit uyahan akan terasa lembek, tebal dan basah. Wayang dari kulit uyahan pada umumnya mudah luntur warnanya, bila dicat dengan brom sering berubah kehijau-hijauan, dan kurang tahan lama. Langkah-langkah menatah wayang jilid II: Bagaimana mengolah kulit? Tulisan Rudy Wiratama Partohardono 29 Juni 2010 jam 14:50 http://www.facebook.com/raden.umarmaya#!/notes/rudywiratama-partohardono/langkah-langkah-menatah-wayang-jilid-iibagaimana-mengolah-kulit/401494853217 Setelah mendapatkan kulit yang diinginkan, tentu saja sebelum siap ditatah, apa pun jenis kulitnya, bahan baku pembuatan wayang harus diolah terlebih dahulu. Di sini hanya akan diterangkan cara pengolahan kulit secara tradisional saja, berhubung kini banyak juga kulit siap pakai yang diolah dengan cara modern, baik diformalin atau dengan cara lain.

129800433.doc

10

Tahap pertama dalam pengolahan kulit adalah ngerok atau mengeruk. Apa yang harus dikeruk? Dalam selembar kulit hewan ada dua sisi: sisi luar adalah sisi yang berbulu, sementara sisi dalam yang berhubungan dengan daging bersentuhan pula dengan lemak, pembuluh darah dan lain sebagainya. Setelah kulit terpisah dari badan hewannya, dalam jangka waktu kurang dari satu malam harus segera dikerok, terutama sisi dalamnya. Tujuannya, agar lemak tidak meresap ke dalam lapisan kulit, yang menyebabkan kulit menjadi bergabus dan lapuk. Sementara sisi luar dikeruk pula, untuk menghilangkan seluruh bulu dari kulit hewan yang dimaksud, agar dapat ditatah dengan baik. Kerukan pada sisi dalam, biasanya lebih banyak dibanding sisi luar, karena kulit hewan yang lazim dipakai (kerbau dan sapi) memiliki rambut yang relatif pendek dan mudah dicukur dengan pethel atau kapak kecil. Tahap kedua setelah dikeruk adalah diangin-anginkan hingga kandungan airnya betul-betul habis. Mengapa kulit dilarang dijemur, dan hanya boleh diangin-anginkan? Hawa panas ternyata dapat berpengaruh juga terhadap kulit, yang saat ini masih relatif tinggi tingkat kemelarannya. Untuk menjaga kulit tetap rata saat diangin-anginkan, kulit direntangkan dengan tali yang kuat (kini memakai tali tambang plastik) pada bingkai besar yang dibuat dari kayu yang solid pula, biasanya memakai pokok bambu jenis ori. Habisnya kandungan air dalam kulit ini menyebabkannya menjadi keras, padat dan liat, sehingga stabil bila dijadikan wayang kulit. Proses mengangin-anginkan ini bisa memakan waktu berhari-hari, tergantung cuaca. Tahap selanjutnya, di sini kulit sudah menjadi produk setengah jadi, berupa kulit gelondongan yang dijual per lembar dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku rambak kulit atau wayang. Setelah (kalau beruntung) kulit jatuh ke tangan seorang penatah, biasanya kulit akan dibagi-bagi berdasar penggunaannya. Biasanya selembar kulit berukuran besar (sekitar 22 meter) dapat digunakan untuk membuat 15-20template wayang seukuran Arjuna, atau 10 template seukuran Bima, atau bila dibuat gunungan hanya menjadi 8 potong saja. Pembagian ini, menurut istilah tatah sungging disebut njidhar, dan objeknya disebut kulit jidharan. Setelah di-jidhar, kulit biasanya direndam kembali dalam air tawar selama satu malam, kemudian diangin-anginkan, dikeringkan ulang. Kali ini perentangannya cukup dengan memaku tepian-tepian kulit di selembar papan. Hal ini bertujuan untuk memperendah tingkat kemelaran kulit sekali lagi, karena banyak terjadi pula wayang yang setelah selesai dibuat mengalami penyusutan karena kemelaran kulit masih tinggi. Pada zaman dahulu, kulit tidak dimatangkan dengan cara mengangin-anginkannya seperti ini, namun cukup

129800433.doc

11

diasap (secara harfiah, mirip membuat smoked beef) di langitlangit dapur yang berhawa kering dan hampir selalu panas. Proses ini disebut tarangan atau narang. Lamanya kulit ditarang ini bisa berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, untuk menanti kulit yang akan dipakai memadat dengan sendirinya. Sebelum kulit ditarang atau direntang, terkadang ada bagianbagian yang terlalu tebal dan harus ditipiskan agar lebih enak dimainkan kelak saat menjadi wayang. Pada saat inilah kulit kembali ditipiskan dengan pethel atau kampak kecil. Bila kulit ditipiskan sesudah ditarang atau direntang, biasanya kulit akan menggelombang, karena keseimbangan kepadatan antara lapisanlapisan kulit terganggu (begitu kata penatah, sahibul notes sendiri kurang tahu pasti, hehehe) Dan setelah proses yang melelahkan ini, wayang siap ditatah. Catatan di atas hanya mengemukakan cara pengolahan kulit secara tradisional. Dengan begitu, mungkin di benak pembaca terbetik sebuah dugaan : Jika yang tradisional ada,tentu secara logika cara yang lebih modern pun ada juga. Bukan begitu ? Ya. Dugaan Anda benar. Ada tiga cara lain, sepengetahuan penulis, untuk mengolah kulit agar siap ditatah. (Sekali lagi benar tidaknya wallahu alam saudara-saudara) Cara yang pertama adalah menyiram kulit dengan air panas, untuk mempercepat pemadatan dan pematangan kulit. Cara ini banyak dilakukan sebagai jalan pintas untuk mematangkan kulit agar siap ditatah. Efek sampingnya: kulit yang diolah dengan cara ini akan lekas jebol setelah menjadi wayang, karena ikatan antar lapisan kulit dikejutkan dengan panas secara tiba-tiba, sehingga pemadatan yang terjadi pun instan dan mungkin sekali ada bagian-bagian kulit yang kurang merata pemadatannya akibat hal itu, sehingga menjadi renggang karena tak menyesuaikan diri dengan kesusutan kulit di bagian lainnya setelah beranjak mendingin. Cara yang kedua, merendam kulit dalam air gamping. Air gamping bersifat panas juga, sehingga dipercaya mampu memadatkan kulit secara perlahan-lahan, selain mempermudah sisa-sisa lemak untuk lepas dari kulit yang direndam. Kulit yang direndam air gamping ini, efek sampingnya adalah menjadi keras (kemethak) dan agak menyulitkan untuk ditatah, meskipun kulitnya kuat dan kokoh. Cara yang ketiga: dengan obat kimia (perajin sering menyebutnya dengan formalin, padahal entah yang dipakai itu benar formalin atau bukan). Cara pengolahan ini menghasilkan kulit yang bersih dari bulu (tanpa harus banyak tenaga untuk mengeruk) karena rontok dengan sendirinya, serta berpenampilan bening (ngaca dalam bahasa Jawa). Lantas, apa efek sampingnya? Kulit berobat kimia ini umumnya keras, sulit ditatah, sehingga perlu

129800433.doc

12

direndam lebih lama dan dikeruk kembali untuk menghilangkan obatnya dan melemaskan kulitnya, agar lebih mudah ditatah.

Wayang kulit Jawa tentunya terbuat dari kulit (walulang-lulang leather). Pada umumnya terbuat dari kulit sapi, hanya sedikit daripadanya yang dibuat dari kulit kambing (Moebirman, 1973:11). Prosesnya, setelah dikerat sesuai dengan ukuran yang dikehendaki, direndam lebih kurang dua malam, supaya lembut dan tidak tegang. Dibantu bonggol pisang yang dimasukkan dalam rendaman untuk mematikan kulit. Lembaran kulit itu disandarkan di pohon atau dinding, hingga betul-betul lembut dan tidak jatuh (Ku Zam-Zam Ku Idris, 1987:3-4). Kulit yang lembut kemudian digunakan untuk membuat wayang. Kulit digosok dengan daun serai dan lengkuas yang ditumbuk menjadi serbuk. Kulit kemudian diuli dengan rempah tersebut, sampai hilang baunya. Setelah itu barulah kulit siap untuk dibuat wayang dengan terlebih dahulu dipenthang. Barulah dibersihkan bulubulunya kemudian dibuat pola peraga wayang yang hendak dibuat. Setelah pola atau patron dibuat, barulah di-tatah sesuai dengan pola tersebut. Jadilah wayang putih-an, artinya sudah di-tatah, namun belum dicat, atau di-sungging. Kini, wayang putihan juga sudah bisa dijual, terutama manakala akan dijadikan hiasan dinding. Pengecatan juga dilakukan sesuai dengan pola serta ragam hias yang baku. Pekerjaan ini dilakukan dengan penuh kehalusan, kesungguhan dan kehatihatian. Kehalusan (ngrawit) pekerjaan tatah-sungging ini selain kualitas kulitnya akan menentukan kualitas wayangnya, sekaligus harganya.

129800433.doc

13

You might also like