You are on page 1of 10

Subjek dan objek hukum pada PTUN

d i s u s u n
oleh Nama NIM Dosen Fak : Megy maritta sitepu : 100200071 : Surianingsih SH. MHUM : Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
T.P 2011/2012

Bab 1 Pendahuluan 1. Latar Belakan Masalah Ketentuan normatif mengenai sengketa Tata Usaha Negara di atur dalam Pasal 1 butir 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986. Pasal tersebut memberikan batasan pengertian sengketa Tata Usaha Negara, yaitu sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat TUN, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarnya Keputusan TUN, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Rumusan Masalah a. Apa saja subjek dan Objek dalam Pengadilan Tata Usaha Negara? b. Apa contohnya dan berikan analisanya?

Bab II Pembahasan Subjek dan Objek dalam Pengadilan Tata Usaha Negara. A. Subjek PTUN Yang menjadi subjek dalam Pengadilan Tata Usaha Negara ialah: 1. Penggugat Penggugat adalah : a. b. Orang yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan Tata Badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Jadi , pada pemeriksaan disidang pengadilan di lingkungan PTUN tidak dimungkinkan badan atau pejabat, bertindak sebagai penggugat. Dalam kepustakaan hukum Tata Usaha Negara yang ditulis sebelum berlakunya Undang-undang No. 5 tahun 1986, masih dimungkinkan badan atau pejabat Tata Usaha Negara bertindak sebagai penggugat1[1]. Tetapi setelah berlakunya Undang-undang No. 5 tahun 1986 , hal tersebut sudah tidak dimungkinkan lagi. Hanya saja untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), ada yang mempunyai pendapat, bahwa BUMN dapat juga bertindak sebagai penggugat dalam sengketa Tata Usaha Negara, khusus tentang sertifikat tanah, karena dasar hak dari gugatan adalah keperdataan dari BUMN tersebut2[2]. Disini BUMN tidak bertindak sebagai Badan Tata Usaha Negara, tetapi sebagai Badan Hukum Perdata. Oleh karena unsur kepentingan ada ketentuan yang terdapat dalam pasal 53 ayat 1 sangat penting dan menentukan agar seseorang atau bada hukum perdata dapat bertindak sebagai penggugat, maka perlu terlebih dahulu diketahui apa yang dimaksud dengan Kepentingan pada ketentuan tersebut. 1 [1] Sjachran Basah, Eksistensi dan Tolak Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indopnesia, Bandung, Cetakan 1, 1985, hal. 46. 2 [2] Rumusan kesimpulan hasil ceramah / diskusi tentang perbandingan pradilan administrasi perancis dan peradilan tata usaha Negara Indonesia. Gema peratun, tahun 1997, hal. 93. Usaha Negara. keputusan Tata Usaha Negara.

Menurut INDROHARTO, pengertian kepentigan dalam kaitannya dengan hukum acara tata usaha Negara itu mengandung arti , yaitu : a. Menunjuk kepada nilai yang harus dilindungi oleh hukum. b. Kepentingan proses, artinya apa yang hendak dicapai dengan melakukan suatu proses gugatan yang bersangkutan. 3[3] Selanjutnya oleh Indroharto dikemukakan bahwa nilai yang harus dilindungi oleh hukum tersebut ditentukan oleh factor-faktor sebagai berikut : a. Kepentingan dalam kaitannya yang berhak menggugat Atas dasar yurisprudensi peradilan perdata yang ada sampai sekarang, kepentuingan yang harus dilindungi oleh hukum iyu baru ada, jika kepentingan tersebut jelas; 1. Ada hubungannya dengan penggugat sendiri. 2. Kepentingannya harus bersifat pribadi 3. Kepentingan itu harus bersifat langsung 4. Kepentingan itu sejara objektif dapat ditentukan, baik mengenai luas maupun intensitasnya. b. Kepentingan dalam hubungannya dengan keputusan tata usaha Negara yang bersangkutan. Indroharto juga mengemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dengan berproses adalah terlepas dari kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum. Jadi barang siapa menggunakan haknya untuk berproses itu dianggap ada maksudnya. Berproses yang tidak memiliki tujuan apa-apa harus dihindarkan.

3[3] Indroharto, Usaha Memahami Undang-undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku II, Pustaka sinar Harapan, Jakarta, cetakan 4, 1993, Hal. 3840.

2. Tergugat Yang disebtu dengan tergugat adalah badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang mengluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya, atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukukm perdata. Dari ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam pasal 1 angkan 6 tersebut dapat diketahui bahwa sebagai tergugat dibedakan antara : a. Badan Tata suaha Negara yang mengeluarkan keputusan Tata Usaha Negara berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata. Disini sebagai tergugat adalah jabatan pada badan Tata usaha Negara yang mengeluarkan keputusan Tata Usaha Negara berdasarkan wewenang dari Badan Tata Usaha Negara tersebut atau wewenang yang dilimpahkan padanya. Badan tata usaha Negara sendiri tidak mungkin dapat mengeluarkan keputusan tata usaha Negara. Yang dapat mengeluarkan keputusan tata usaha Negara adalah jabatan pada tata usaha Negara yang dalam kegiatanya sehari-hari dilakukan oleh pemangku jabatan yang merupakan personifikasi dari jabatan pada badan tata usaha Negara tersebut. Sebagai salah stu contoh adalah badan pertimbangan kepegawaian yaitu badan yang termasuk lembaga ekstra structural yang bertanggung jawab kepada presiden4[4] b. Pejabat atau Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan Tata Usaha Negara berdasarkan wewenang yang ada padanya atau dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang. Disini sebagai tergugat adalah jabatan Tata Usaha Negara yag mengeluarkan keputusan Tata usaha Negara berdasarkan wewenangnya atau yang dilimpahkan kepadanya. Oleh undang-undang no 5 tahun 1986 istilah jabatan tersebut disebut dengan pejabat , yang akibatnya dapat menyesatkan, karena pejabat adalah sama dengan pemangku jabatan. Akan tetapi meskipun demikian istilah pejabat

4[4]System administrasi Negara republik Indonesia, jilid 1, took gunung agung, Jakarta 1997, hal. 81.

tetap kami pergunakan karna undang-undang no 5 tahun 1986 memang mempergunakan istilah tersebut. Jadi sebenarnya yang menjadi tergugat di dalam sengketa tata usaha Negara ialah jabatan tata usaha Negara dan bukan pejabat tata usaha Negara.

B. Objek PTUN Berdasarkan ketentuan Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 1 angka 4 jo Pasal 3 UU no. 5 tahun 1986, dapat disimpulkan yang dapat menjadi objek gugatan dalam sengketa Tata Usaha Negara adalah: 1. Keputusan Tata Usaha Negara Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan peraturan perundangundangan berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.5[5] Istilah penetapan tertulis terutama menunjuk kepada isi dan bukan kepada bentuk keputusan yangbdikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara. Keputusan itu diharuskan tertulis, namun yang disyaratkan tertulis bukan bentuk formalnya seperti surat keputusan pengakuan dan sebagainya. Persyaratan tertulis itu diharuskan untuk kemudahan bagi pembuktian. Oleh karena itu sebuah memo atau nota dapat memenuhi syarat tertulis tersebut dan akan merupakan suatu keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang ini apabila sudah jelas. 2. Penetapan norma-norma hukum secara bertingkat Setiap perbuatan hukum badan atau Pejabat tata Usaha Negara itu selalu merupakan penentuan norma-norma hukum. Didalam Tata Usaha Negara itu sering terjadi penentuan norma-norma hukum secra bertingkat dalam dua atau lebih fase-fase. Sebab pengaturan suatu bidang kehidupan itu dalam kenyataannya tidak cukup dilakukan dengan penentuan normanya oleh suatu Undang-undang saja, tetapi sering merupakan kombinasi dari peraturan-peraturan yang bertingkat dan satu dengan yang lain berkaitan. Sebagaimana kita lihat di awal, maka masing-masing bentuk perikatan administrasi itu mengandung norma-norma yang ada kalanya bersifat umum, dan adakalanya bersifat sangat konkret seperti pada keputusan IMB.6[6] 3. Penetapan tertulis (Beschikking)

5 [5] R. Soegijatno Tjakranegara, S.H, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hal. 88. 6[6] Ibid Hal. 92

Penetapan tertulis inilah yang merupakan satu-satunya obyek kompetensi dalam Peradilan TUN. Penetapan tertulis merupakan keputusan administrasi yang bersifat sepihak. Sebagai salah satu bentuk perbuatan hukum administrasi penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan Atau Pejabat adminstrasi juga bersifat sepihak. 7[7] C. Contoh Kasus dan anilisisnya. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak guga-tan Direktur PT Genta Pranata yang diwakili direkturnya Drs Dolok F Sirait terhadap Kepala BPN (tergugat I), Kepala Kantor Pertanahan Bogor (tergugat II) dan PT Buana Estate selaku tergugat II intervensi. Dolok Sirait selaku penggugat I dan HM Sukandi penggugat II yang diwakili kuasa hukum-nya Denny Kailimang menggugat Surat Keputusan Kepala BPN Nomor 9/HGU/ BPN/2006 tentang Pemberian Jangka Waktu HGU atas tanah yang terletak di desa Hambalang, Keca-matan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dalam penjelasannya kepada wartawan, kemarin, kuasa tergugat II intervensi Drs Anim San-joyo Romansyah mengatakan, sejak awal pihaknya yakin akan dimenangkan PTUN dalam gugatan tersebut karena berada dalam posisi yang benar. Terbukti, PTUN menolak gugatan pihak penggugat, katanya menanggapi putusan PTUN Jakarta, Kamis lalu. Adapun obyek gugatan dalam perkara tersebut adalah SK Kepala BPN No 9/HGU/BPN/2006 tentang Pemberian Jangka Waktu HGU atas tanah yang terletak di Kabu-paten Bogor atas na-ma PT Buana Estate yang diterbitkan tergugat 1 Juni 2006. Sertifikat HGU No 149/Ham-balang atas nama PT Buana Estate yang diterbitkan oleh tergugat II pada 15 Juni 2006 atas tanah seluas 4.486.975 M2. Dalam gugatannya, penggugat menyatakan selaku pemilik/pemegang hak atas tanah seluas 2.117.500 meter persegi yang terletak di desa Hambalang, termasuk dalam bagian tanah ob-yek Surat keputusan N0 9/HGU/BPN 2006 tentang Jangka Waktu HGU atas tanah yang ter-letak di Kabupaten Bogor atas nama PT Buana Estate. Penggugat juga menyatakan pihak paling yang berhak atas tanah seluas 211,75 Ha karena te-lah memiliki/menguasai tanah tersebut dari penguasaan penggarap yang telah menguasai dan menggarap lokasi tanah tersebut sejak sekitar tahun 1960. Namun majelis hakim yang diketuai oleh Kadar Slamet menyatakan penerbitan HGU PT Bu-ana Estate telah sesuai dengan prosedur, demikian juga penerbitan sertifikat tidak cacat hu-kum. Majelis hakim juga tidak menemukan fakta-fakta penelantaran lahan oleh PT Buana Estate. Atas dasar tersebut majelis hakim menolak gugatan penggugat. Majelis hakim juga menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara dan diberi waktu 14 hari untuk menentukan apakah banding atau menerima putusan tersebut. Para pihak dalam kasus ini yaitu: 7[7] R.Wiryono, S.H, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Edisi Dua, Sinar Grafika, Jakarta, Juli 2009, Hal.17.

1. Direktur PT Genta Pranata sebagai penggugat I yang diwakili direkturnya Drs Dolok F Sirait 2. HM Sukandi sebagai penggugat II yang diwakili kuasa hukumnya Denny Kailimang Melawan 1. Kepala BPN sebagai tergugat I 2. Kepala Kantor Pertanahan Bogor sebagai tergugat II 3. PT Buana Estate sebagai tergugat II intervensi.

Bab III Kesimpulan


1. Subjek dalam PTUN yaitu : a. Penggugat b. Tergugat 2. a. b. c. Objek dalam PTUN Yaitu : Keputusan Tata Usaha Negara Penetapan norma-norma hukum secara bertingkat Penetapan tertulis (Beschikking)

Daftar Pustaka
Sjachran Basah, Eksistensi dan Tolak Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indopnesia, Bandung, Cetakan 1, 1985, hal. 46. Rumusan kesimpulan hasil ceramah / diskusi tentang perbandingan pradilan administrasi perancis dan peradilan tata usaha Negara Indonesia. Gema peratun, tahun 1997, hal. 93. Indroharto, Usaha Memahami Undang-undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku II, Pustaka sinar Harapan, Jakarta, cetakan 4, 1993, Hal. 38-40. System administrasi Negara republik Indonesia, jilid 1, took gunung agung, Jakarta 1997, hal. 81. R. Soegijatno Tjakranegara, S.H, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hal. 88. R.Wiryono, S.H, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Edisi Dua, Sinar Grafika, Jakarta, Juli 2009, Hal.17.

You might also like