You are on page 1of 10

BAB I PENDAHULUAN

Kesehatan lingkungan menurut World Health Organization (WHO) merupakan suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia (WHO, 2011). Menurut Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI), kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia (Febrianti, 2011). Salah satu masalah kesehatan lingkungan di Indonesia yaitu penyediaan air bersih yang merupakan kebutuhan pokok bagi penduduk baik perkotaan maupun pedesaan. Kebutuhan air bersih yang memenuhi standar kesehatan, setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan kesehatan (Setyandito et al., 2006). Penyediaan air bersih untuk masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kesehatan lingkungan atau masyarakat, yakni mempunyai peranan dalam menurunkan angka penderita penyakit, khususnya yang berhubungan dengan air, dan berperan dalam meningkatkan standar atau taraf/kualitas hidup masyarakat (Said et al., 2008). Air sebagai materi esensial dalam kehidupan tampak dari kebutuhan terhadap air untuk keperluan sehari-hari di lingkungan rumah tangga ternyata berbeda-beda di setiap tempat, setiap tingkatan kehidupan atau setiap bangsa dan negara. Semakin tinggi taraf kehidupan seseorang semakin meningkat pula kebutuhan manusia akan air. Jumlah penduduk dunia setiap hari bertambah, sehingga mengakibatkan jumlah kebutuhan air (Surawira, 1996). Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya air dengan ketersediaan air mencapai 15.500 meter kubik per kapita per tahun, jauh di atas ketersediaan air rata-rata di dunia yang hanya 8.000 meter kubik per tahun. Meskipun demikian, Indonesia masih mengalami kelangkaan air bersih. Sekitar

119 juta rakyat Indonesia belum memiliki akses terhadap air bersih. Kondisi ini ironis mengingat Indonesia termasuk ke dalam 10 negara kaya sumber air tawar (Azzahra, 2008) Penyediaan air bersih bagi masyarakat erat kaitannya dengan keluarankeluaran kualitas pembangunan manusia, dan hubungannya dengan tingkat kesehatan masyarakat, serta secara tidak langsung dampaknya dengan pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, makalah ini akan memberikan gambaran pengetahuan mengenai air bersih dan masalah yang kerap timbul mengenai penyediaan air bersih di Indonesia sehingga diharapkan menjadi suatu pembelajaran serta masukan berharga sebagai suatu bentuk usaha peningkatan kesehatan masyarakat.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Air Bersih Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan industri terdapat pengertian mengenai Air Bersih yaitu air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak (Depkes RI, 2002). 2.2 Persyaratan Dalam Penyediaan Air Bersih Ada beberapa persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam sistem penyediaan air bersih. Persyaratan tersebut meliputi hal-hal berikut: a. Persyaratan kualitatif Persyaratan kualitatif menggambarkan mutu atau kualitas dari air bersih. Persyaratan ini meliputi persyaratan biologis, fisik, kimia, dan radiologis. Persyaratan biologis menandakan air bersih tidak mengandung

mikroorganisme yang akan menjadi infiltran tubuh manusia. Mikroorganisme dapat dibagi dalam empat kelompok, yakni parasit, bakteri, virus, dan kuman. Dari keempat jenis mikroorganisme tersebut umumnya yang menjadi parameter kualitas air adalah bakteri seperti Escherichia coli (Siregar, 2010). Persyaratan fisik air bersih terdiri dari kondisi fisik air yaitu jernih (tidak keruh), tidak berwarna, tawar, tidak berbau, temperatur normal, dan tidak mengandung padatan (Denis, 2010). Persyaratan kimia menjadi penting karena banyak sekali kandungan kimiawi air yang memberi akibat buruk pada kesehatan karena tidak sesuai dengan proses biokimiawi tubuh. Bahan kimiawi seperti nitrat, arsenic, dan berbagai macam logam berat khususnya air raksa, timah hitam, dan cadmium dapat menjadi gangguan pada faal tubuh dan berubah menjadi racun (Siregar, 2010).

Persyaratan radiologis yaitu air minum tidak boleh mengandung zat yang menghasilkan bahan-bahan yang mengandung radioaktif, seperti: sinar alfa, beta, dan gamma (Anonimus, 1997). a. Persyaratan kuantitatif Persyaratan kuantitatif dalam penyediaan air bersih adalah ditinjau dari banyaknya air baku yang tersedia yaitu dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan jumlah penduduk yang akan dilayani. Kebutuhan dasar air bersih adalah jumlah air bersih minimal yang perlu disediakan agar manusia dapat hidup secara layak yaitu dapat memperoleh air yang diperlukan untuk melakukan aktivitas dasar sehari-hari (Denis, 2010). b. Persyaratan kontinuitas Persyaratan kontinuitas untuk penyediaan air bersih sangat erat hubungannya dengan kuantitas air yang tersedia yaitu air baku yang ada di alam. Kontinuitas menunjukkan bahwa air baku untuk air bersih dapat diambil terus menerus dengan fluktusi debit yang relatif tetap baik pada saat musim kemarau maupun musim hujan (Anonimus, 1997). 2.3 Sumber Air Bersih Ada beberapa sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan air bersih, yaitu air permukaan dan air tanah. Air permukaan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber atau bahan baku

air adalah bendungan, sungai, danau, dan mata air. Dari segi kualitas, air permukaan telah terkontaminasi oleh beberapa zat polutan yang berbahaya bagi kesehatan, kecuali mata air yang sangat baik bila dipergunakan sebagai sumber air baku karena berasal dari dalam tanah yang muncul ke permukaan sehingga belum terkontaminasi oleh zat-zat pencemar. Dilihat dari kuantitasnya, jumlah dan kapasitas mata air sangat terbatas sehingga hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan sejumlah penduduk tertentu. Air waduk, sungai dan danau kontinuitas dan kuantitasnya dapat dianggap tidak menimbulkan masalah yang besar untuk penyediaan air bersih (Maslan, 2009).

Air tanah merupakan sumber persediaan air yang penting terutama di musim
kemarau, karena air sungai menjadi kurang bahkan sampai kering. Air tanah terdiri dari dua macam yaitu air tanah bebas dan air tanah terkekang. Kedua jenis air tanah ini baik dari segi kualitas maupun kuantitas mempunyai beberapa perbedaan, umumnya air tanah terkekang mempunyai kualitas yang lebih baik dan kuantitas yang cukup banyak dibanding dengan air tanah bebas, tetapi untuk mendapatkan air tanah terkekang diperlukan biaya yang cukup tinggi dikarenakan air tanah terkekang terdapat setelah lapisan kedap air dan jauh di dalam tanah (Maslan, 2009). 2.4 Sistem Penyediaan Air Bersih Sistem penyediaan air bersih adalah suatu suplai air bersih yang meliputi, bangunan pengambilan air baku (intake), proses pengolahan, transmisi, proses pengolahan air baku, sistem transmisi dan reservoir serta sistem distribusi yang dioperasikan berdasarkan teknik pendistribusian sehingga terdapat tekanan yang cukup pada seluruh sistem perpipaan dan dapat digunakan setiap saat. Suatu sistem penyediaan air yang mampu menyediakan air untuk dapat diminum dalam jumlah yang cukup merupakan hal yang penting bagi suatu kawasan pemukiman atau perkotaan. Unsur-unsur yang membentuk suatu sistem penyediaan air bersih yang modern meliputi sumber-sumber penyediaan, saranasarana penampungan, sarana-sarana pengolahan, sarana-sarana penyaluran dari pengolahan ke reservoir, serta sarana-sarana distribusi. Sistem individual dititikberatkan pada pemenuhan kebutuhan air bersih secara individu sedangkan sistem komunal pemenuhannya dilakukan secara terorganisasi melalui sebuah jaringan (Maslan, 2009). 2.5 Masalah Penyediaan Air Bersih di Indonesia Beberapa permasalahan pokok yang masih dihadapi dalam penyediaan air bersih di Indonseia antara lain adalah: masalah tingkat pelayanan air bersih yang masih rendah, masalah kualitas air baku dan kuantitas yang sangat fluktuatif pada musim hujan dan musim kemarau, serta masalah teknologi yang digunakan untuk

proses pengolahan kurang sesuai dengan kondisi air baku yang kualitasnya cenderung makin menurun. a. Masalah tingkat pelayanan air bersih di Indonesia Berdasarkan data statistik 1995 (SUPAS 1995), prosentasi banyaknya rumah tangga dan sumber air minum yang digunakan di berbagai daerah di Indonesia sangat bervariasi tergantung dari kondisi geografisnya. Secara nasional, yakni sebagai berikut: yang menggunakan air ledeng (PAM) 16,08%, air tanah dengan memakai pompa 11,61%, air sumur 49,92%, mata air 13,92%, air sungai 4,91%, air hujan 2,62% dan lainnya 0,80%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa tingkat pelayanan air bersih kepada masyarakat dengan sistem perpipaan oleh PAM hanya 16,08%. Sedangkan sebagian besar menggunakan air tanah, air sungai, air sumber atau lainnya. Permasalahan yang timbul yakni sering dijumpai bahwa kualitas air tanah maupun air sungai yang digunakan masyarakat kurang memenuhi syarat sebagai air minum yang sehat bahkan di beberapa tempat tidak layak untuk diminum. Untuk daerah kawasan pemukiman pedesaan di daerah pesisir atau pulau-pulau kecil yang tidak mempunyai sumber air tawar,

masyarakat biasanya terpaksa memenuhi kebutuhan dengan cara menampung air hujan, mengambil dari tempat lain yang relative lebuh jauh dan mahal, atau membeli air minum kemasan dengan harga mahal. Bagi masyarakat yang kurang mampu tidak ada jalan lain selain menggunakan air untuk keperluan sehari-hari dari sumber yang ada sehingga berdampak terhadap kesehatan (Said et al., 2008). b. Masalah kualitas air baku air minum di Indonesia Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan laju pembangunan di Indonesia telah mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan khususnya kualitas air permukaan atau air tanah. Hal ini terutama terjadi di kawasan perkotaan yang jumlah penduduknya besar atau kawasan hilir. Di lain pihak, teknologi pengolahan air minum yang digunakan oleh Perusahaan Air Minum (PAM) di Indonesia umumnya masih

menggunakannsistem konvensional yakni dengan sistem koagulasi-fiokulasi (pengendapan kimia) , saringan pasir cepat (rapid sand filter) dan proses

disinfeksi menggunakan senyawa khlorin (gas khlor). Dengan tingginya kandungan ammonia dan bakteri coli, maka kebutuhan senyawa khlorin untuk proses disinfeksi bertambah besar, akibatnya kemungkinan

terbentuknya senyawa THMs dan senyawa halogen organik lainnya juga bertambah besar. Demikian juga dengan adanya kandungan phenol yang cukup besar. Dengan adanya pembubuhan khlorin, phenol akan dengan mudah bereaksi dengan senyawa khlor membentuk senyawa halogen organik khlorophenol yang sangat berbahaya.Masalah THMs ini perlu diperhatikan secara serius karena senyawa ini secara potensial dapat menyebabkan kanker (carsinogen). Dengan semakin buruknya kualitas air baku air minum, hal ini mengakibatkan biaya produksi air minum menjadi bertambah besar, sehingga harga jual air juga menjadi lebih mahal. Di lain pihak, daya beli masyarakat masih rendah, sehingga masalah tersebut masih tetap menjadi masalah yang dilematis (Said et al., 2008). c. Masalah kuantitas air baku air minum Selain masalah kualitas air baku air minum yang semakin buruk, masalah serius yang dihadapi oleh Perusahaan Air Minum (PAM) di Indonesia yakni masalah ketersediaan air baku air minum. Akibat perubahan tataguna lahan di daerah hulu sampai hilir mengakibatkan fluktuasi debit air pada musim hujan dan musim kemarau sangat besar. Hal ini mengakibatkan penurunan yang angat tajam terhadap debit air sungai untuk air baku air minum pada musim kemarau. Hal ini juga mengakibatkan konsentrasi polutan yang ada dalam air sungai menjadi lebih pekat yang berpengaruh pada kualitas air minum yang dihasilkan serta peningkatan biaya proses pengolahan air minum. Untuk wilayah perkotaan yang miskin sumber daya air permukaan, untuk memenuhi kebutuhan suplai air bersih bagi masyarakat, PAM/PDAM umumnya menggunakan air tanah. Dengan semakin besarnya laju pertambahan penduduk, maka jumlah pengambilan air tanah untuk keperluan suplai air bersih masyarakat dan juga industry semakin besar. Di lain pihak, dengan semakin besarnya jumlah penduduk serta berubahnya tataguna lahan,

maka jumlah air hujan yang meresap ke dalam tanah menjadi berkurang. Akibatnya terjadi penurunan permukaan air tanah, dan jika hal ini terjadi di wilayah tepi pantai akan menyebabkan intrusi air laut ke dalam air tanah (Said et al., 2008). d. Masalah kualitas air yang disuplai PAM/PDAM Beberapa masalah yang cukup sering dikeluhkan oleh masyarakat yakni selain kuantitasnya, juga kualitas air. Akibat buruknya kualitas air bakunya maka hasil air olahan yang disuplai oleh PDAM ke masyarakat seringkali kurang memuaskan pelanggan. Kualitas air baku khususnya di wilayah perkotaan sudah tidak memenuhi syarat air golongan B yakni untuk peruntukan air baku air minum. Di lain pihak, teknologi yang digunakan PDAM tidak dirancang untuk kondisi air baku yang kurang memenuhi syarat. Akibatnya kualitas air olahan juga kurang memuaskan, dan jika dipaksakan untuk mencapai kualitas yang baik, maka diperlukan biaya pengolahan yang besar. Selain itu masih banyak PDAM yang menggunakan air tanah sebagai air baku. Cara ini merupakan cara yang paling murah karena umumnya teknologi yang digunakan hanyalah proses disinfeksi saja dan langsung dialirkan ke konsumen. Tetapi jika kandungan zat besi atau zat mangan di dalam air cukup tinggi, maka dengan adanya proses disinfeksi dengan menggunakan senyawa khlorin maka zat besi atau zat mangan tersebut dalam perjalanannya akan teroksidasi menjadi senyawa oksida besi atau oksida mangan yang tidak larut dalam air dan setelah sampai ke konsumen, air akan berwarna kemerahan dan mengendap (Said et al., 2008).

BAB III

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 1997. Rekayasa Lingkungan. Gunadarma. Jakarta http//elearning.gunadarma.ac.id [diakses tanggal 7 November 2011]. Azzahra M. 2008. Makalah Krisis Air Bersih di Indonesia. Denis R. 2010. Kualitas dan Kuantitas Air Bersih untuk Pemenuhan Kebutuhan Manusia. Jurnal Urip Santoso Depkes RI. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan industri. Jakarta. Febrianti F. 2011. Artikel Lingkungan dan Kesehatan. Warta Warga Gunadarma. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/11/artikel-lingkungan-dankesehatan/ [diakses 08 November 2011]. Maslan LM. 2009. Pengembangan Sistem Penyediaan Air Bersih (Studi Kasus Air Bersih Kota Kendari, Kecamatan Mandonga). UMY Digital Library Said NI, Yudo S. 2008. Masalah dan Strategi Penyediaan Air Bersih di Indonesia hal: 80-106. Dalam: Said NI. Teknologi Pengolahan Air Minum. Pusat Teknologi Lingkungan, Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta Pusat. Setyandito O, Wijayanti Y, Setiawan A. 2006. Rencana Tindak (Action Plan) dan Analisa Penyediaan Air Bersih di Nusa Tenggara Barat. Jurnal Teknik Sipil 6: 185-196. Siregar N. 2010. Hubungan Jarak Distribusi Air Bersih dengan Jumlah Escherichia Coli di Rumah Pelanggan PDAM Tirtanadi Sunggal di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2010. USU Repository Surawira, U. 1996. Air Dalam Kehidupan Lingkungan Yang Sehat. Bandung. WHO (World Health Organization). 2011. Environmental Health. http://www.who.int/topics/environmental_health/en/ [diakses 08 November 2011].

You might also like