You are on page 1of 10

BAB I PENDAHULUAN

Sesungguhnya Allah telah menciptakan manusia dengan bentuk sebaik-baiknya dan menjadikan di antara mereka ada yang pria dan ada yang wanita. Semua itu terjadi dengan keadilan dan hikmah-Nya. Allah berfirman: Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia

menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendakiNya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Mahakuasa. (QS al-Syr [42]: 4950) Maka kewajiban bagi manusia adalah ridho dan menerima dengan keputusan Allah dan meyakini dengan seyakin-yakinnya bahwa apa yang Allah pilihkan baginya adalah yang terbaik bagi dirinya. Dalam kehidupan dewasa ini banyak masalah-masalah islam kontemporer yang disebabkan beberapa faktor, salah satunya adalah faktor sosial yang mana faktor ini biasanya diperbincangkan dan menjadi berita terhangat dalam kehidupan bermasyarakat. Ada sebagain individu yang merasakan adanya ketidaksamaan dalam pemberian sikap masyarakat terhadap dirinya sendiri. Inilah yang terjadi pada orang yang berusaha untuk mengubah jenis kelaminnya dengan cara operasi kelamin, entah karena merasa rendah diri dengan jenis kelaminnya, pergaulan yang salah, meniru gaya dan mode barat, kemauan hawa nafsu, kebebasan hak, atau faktor-faktor lainnya. Akibatnya, semakin banyak bermunculan manusiamanusia aneh. Maka dengan ini saya akan membahas makalah tentang operasi pergantian kelamin dengan harapan bagi orang yang ingin operasi kelamin mengetahi hukumnya.

GAMBARAN MASALAH 1. Definisi operasi pergantian kelamin. 2. Apa hukum operasi kelamin menurut Hukum Islam ? 3. Apa hukum operasi kelamin menurut Hukum Positif ? 4. Konsekuensi Hukum dari operasi pergantian kelamin.

BAB II PEMBAHASAN

A. DEFINISI OPERASI KELAMIN

1. Definisi Operasi ganti kelamin (taghyir al-jins) adalah operasi pembedahan untuk mengubah jenis kelamin dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya. Pengubahan jenis kelamin laki-laki menjadi perempuan dilakukan dengan memotong dzakar dan testis, kemudian membentuk kelamin perempuan (vagina) dan membesarkan payudara. Sedang pengubahan jenis kelamin perempuan menjadi laki-laki dilakukan dengan memotong payudara, menutup saluran kelamin perempuan, dan menanamkan organ genital laki-laki (dzakar). Operasi ini juga disertai pula dengan terapi psikologis dan terapi hormonal. (M. Mukhtar Syinqithi, Ahkam AlJirahah Al-Thibbiyah, hal. 199).1

2. Gejala-gejala transeksualisme (gender dysphoria) Menurut buku manual diagnostic dan statistic kekacauan mental, yang diterbitkan di bawah naungan Asosiasi Psikiater Amerika menyebutkan lima gejala transeksualisme : 1. Perasaan tidak nyaman dan tidak cocok dengan anatomi seksnya. 2. Keinginan untuk melenyapkan alat kelaminnya sendiri dan hidup sebagai anggota dari jenis kelamin yang berbeda. 3. Gangguan terus menerus (tak terbatas pada periode stres) sekurang-kurangnya dua tahun. 4. Tidak adanya interseks fisik atau ketidak normalan genetik. 5. Kurangnya atau tidak adanya penyebab sebagai akibat dari kekacauan mental yang lain, seperti schizophrenia.2

3.

Dampak operasi kelamin

1. Dampak khusus operasi kelamin a. b. c.


1
2

Laki-laki transeksual tidak dapat menghasilkan sel telur ataupun mengandung. Perempuan transeksual tidak dapat menghasilkan sperma. Ketergantungan kaum transeksual terhadap hormon-hormon sintetik.

Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah. Jakarta: Kalam Mulia, 2005. http://martsiska.multiply.com/journal/item/18

2. Dampak umum operasi kelamin Memutuskan jalan pengembangbiakan anak-anak atau memutuskan jalan dalam keturunan.

B. HUKUM OPERASI KELAMIN MENURUT HUKUM ISLAM

1.

Bagi Yang Jenis Kelaminnya Normal

Al-Quran Surat Al-Hujarat ayat 13 : Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. Ayat ini mengajarkan prinsip Equality before God and Law. Artinya manusia dihadapan Tuhan dan Hukum itu mempunyai kedudukan yang sama. Dan yang menyebabkan tinggi / rendahnya kedudukan manusia itu bukanlah karena perbedaan jenis kelamin, ras, bahasa, kekayaan, kedudukan dan sebagainya, melainkan karena ketaqwaannya kepada Alla SWT. Oleh karena itu, jenis kelamin yang normal seharusnya disyukuri dengan jalan menerima kodratnya dan menjalankan kewajibannya sebagai makhluk terhadap kholik-Nya sesuai dengan kodratnya tanpa merubah jenis kelaminnya.3 Al-Quran Surat An-Nisa ayat 119 :

Artinya : Dan Aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan anganangan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya. dan akan Aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka meubahnya". barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, Maka Sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.4

Tafsir.Alquran. Bandung. hal. 245 4 Tafsir. AlFuqaha. Bandung. hal. 245

Mengubah yang diciptakan oleh Allah seperti yang telah difirmankan diatas, maksudnya mengubah segala sesuatu yang telah diciptakan Allah seperti sifat Nabi Saw, oleh kalangan Yahudi dan Nasrani mengubah kitab kitab mereka, termasuk pula mengubah tubuh dengan membuat tato dan merubah rambut dengan weg (rambut palsu). Jadi seorang laki laki atau perempuan yang normal dalam arti alat kelamin luar dan dalamnya tidak ada kelainan, lalu karena suatu hal dia minta untuk dioperasi agar kelamin luarnya diubah menjadi jenis kelamin yang berbeda, atau berlawanan dengan jenis kelamin yang didalam, maka hukumnya HARAM. Sebab termasuk mengubah ciptaan Allah dan mengecoh orang lain.5 Keputusan Muktamar NU di Semarang dan PWNU Jawa Timur, Tanggal 24 26 Muharram 1410 H. / 26 28 Agustus 1989 M. menyatakan operasi jenis kelamin luar diubah menjadi jenis kelamin yang berbeda dengan yang didalam dengan tujuan tertentu hukumnya HARAM, Dalam kitab kitab tafsir seperti Tafsir Al-Tabari, Al-Shawi, Al-Khazin, AlBaidhawi, Zubdatut Tafsir dan Shafwatul Bayan setiap mengubah ciptaan Allah SWT. termasuk perbuatan yang diharamkan.6 Hadist Nabi riwayat Bukhari dan enam ahli Hadist lainnya dari Ibnu Masud dan nilai Hadistnya Shahih.


Artinya : Allah mengutuk para wanita tukang tato, yang meminta di tato, yang menghilangkan bulu muka, yang meminta dihilangkan bulu mukanya, dan para wanita yang memotong (panggur) giginya yang semuanya itu dikerjakan dengan maksud untuk kecantikan dengan mengubah ciptaan Allah. Dalam hadist ini menunjukkan bahwa seorang pria atau wanita yang normal jenis kelaminnya dilarang dalam Islam mengubah jenis kelaminnya, dengan alasan mengubah yang diciptakan Allah. Demikian pula seorang pria atau wanita yang lahir dengan jenis kelamin

5 6

Prof, Drs, H. Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqiyah, Jakarta, PT. Toko Gunung Agung, 1987. hlm. 170 Dr. H. M. Djamaluddin Miri, Lc. MA., Ahkamul Fuqaha, Surabaya, 2004. hlm. 352

yang normal, tapi lingkungan yang mendorong kelainan seks sehingga bertingkah laku berlawanan dengan jenis kelamin yang sebenarnya, maka dalam hal ini juga diharamkan oleh agama mengubah jenis kelaminnya, sekalipun ia menderita kelainan seks. Sebab pada hakikatnya organ/jenis kelaminnya normal, tetapi psikisnya yang tidak normal.7

2. Bagi Yang Jenis Kelaminnya Tidak Normal

Mengenai orang yang lahir tidak normal jenis kelaminnya, hukum melakukan operasi kelaminnya tergantung pada keadaan organ luar dan dalam yang dapat dikelompokkan sebagai berikut. Apabila seseorang mempunyai organ kelamin dua/ganda : penis dan vagina, maka untuk memperjelas identitas jenis kelamainnya, ia boleh melakukan operasi mematikan organ kelamin yang satu dan menghidupkan organ kelamin yang lain yang sesuai dengan organ kelamin bagian dalam. Misalnya seseorang yang mempunya alat kelamin yang berlawanan, yakni penis dan vagina, dan disamping itu dia juga mempunyai rahim dan ovarium yang merupakan ciri khas dan utama untuk seorang wanita, maka ia boleh atau bahkan dianjurkan untuk dioperasi mengangkat penisnya, demi untuk mempertegas jenis kelamin kewanitaannya, dan sebaliknya ia tidak boleh mengangkat vaginanya dan membiarkan penisnya karena bertentangan dengan organ kelaminnya yang bagian dalam yang lebih vital yakni rahim dan ovarium. Apabila seseorang mempunyai organ kelamin satu yang kurang sempurna bentuknya, misalnya ia mempunyai vagina yang tidak berlubang dan ia mempunyai rahin dan ovarium, maka ia boleh dan bahkan dianjurkan oleh agama untuk memberi lubang pada vaginanya.8 Operasi kelamin yang bersifat tashih dan takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan bukan pergantian jenis kelamin, menurut para ulama dibolehkan menurut syariat Islam. Bahkan dianjurkan sehingga menjadi kelamin yang normal karena kelainan yang seperti ini merupakan suatu penyakit yang harus diobati. Para ulama seperti Hasanain Muhammad Makhluf (tokoh ulama Mesir) dalam bukunya Shafwatul Bayan (1987:131) memberikan argumentasi bahwa seseorang yang lahir dengan alat kelamin tidak normal menyebabkan beban psikis dan sosial, sehingga dapat tersisih dan mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat normal serta kadang mencari jalanya sendiri, seperti menjadi waria, melacurkan
7 8

ibid. hlm. 174 Musyrifah Sunanto, Ketentuan Syara, Cet. I (Bogor: Prenada Media, 2003),

h. 48.

diri, melakukan homoseksual dan lesbianisme. Padahal semua itu dikutuk oleh Islam berdasarkan hadis Nabi SAW yang diriwayatkan Al-Bukhari Allah dan Rasulnya mengutuk kaum homoseksualisme, maka untuk menghindarinya, operasi atau penyempurnaan kelamin boleh dilakukan berdasarkan prinsip Maslahah Mursalah karena kaidah Fiqih menyatakan bahaya harus dihilangkan yang dianjurkan syariat Islam. Adapun dalil syari yang membenarkan operasi yang bersifat memperbaiki diantaranya sebagai berikut : seperti hadits nabi yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal:


Artinya : Berobatlah hai hamba-hamba Allah SWT.! Karena sesungguhnya Allah tidak mengadakan pengakit, kecuali dia mengadakan pula obatnya, kecuali satu penyakit, ialah penyakit tua.9 Apabila kemajuan teknologi kedokteran bisa memperbaiki kesehatan fisik dan psikis/ mental orang yang operasi kelamin, maka Islam memperbolehkan bahkan

menganjurkan/memandang baik, karena manfaatnya lebih besar dari mafsadahnya. Apalagi kalau orang yang operasi kelamin alami ini dipandang sebagai penyakit, yang menurut pandangan Islam wajib berikhtiyar dan diobati.

C. HUKUM OPERASI KELAMIN MENURUT HUKUM POSITIF Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pegawai pencatat nikah (KUA atau Kantor Catatan Sipil) tidak boleh melakukan pencatatan nikah atau perkawinan antara pria dan wanita yang pernah menjalani operasi ganti kelamin, sebab bertentangan dengan tujuan perkawinan yakni membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal. Pasangan tersebut tidak bisa mendapatkan keturunan yang sah dan sholeh, sebab orang yang telah menjalani operasi ganti kelamin tidak akan memberikan keturunan dan tidak dapat pula memenuhi kebutuhan biologis atau seksual secara normal.
9

Badri Yatim, Dr.MA., hukum-hukum islam: (Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2006). H.9

Dalam skala nasional di Indonesia, belum ada peraturan yang tegas mengatur transseksualisme. Meskipun begitu, secara hukum, kaum transseksual memiliki hak yang sama dengan manusia pada umumnya sesuai dengan Undang-Undang No.9 tahun 1999 mengenai hak asasi manusia. Menurut pasal 1 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan begitu, pernikahan homoseksual adalah dilarang. Bagi kaum transseksual yang telah mengalami operasi pengubahan kelamin, status kewarganegaraannya berubah dalam sisi jenis kelamin. Karena itu, tidak ada masalah dalam hal jika kaum transseksual menikah selama ia menikah dengan jenis kelamin yang berlawanan dengan jenis kelaminnya yang sah dan terdaftar (sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk).

D. KONSEKUENSI HUKUM DARI OPERASI PERGANTIAN KELAMIN

Tidak hanya menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat, operasi penggantian jenis kelamin juga dapat menimbulkan masalah hukum bagi subjek yang melakukan operasi itu sendiri. Masalah hukum yang paling umum timbul atau dipermasalahkan adalah mengenai hukum waris. Dengan adanya pergantian kelamin yang dilakukan oleh seseorang, maka secara langsung akan mempengaruhi kedudukannya dalam pembagian harta warisan, terutama jika orang yang bersangkutan adalah seorang muslim. Dengan bergantinya jenis kelamin seseorang dari pria menjadi wanita ataupun sebaliknya maka kedudukan dan haknya sebagai penerima waris juga akan berganti. Dalam hal ini, kejelasan mengenai jenis kelamin seseorang sangat diperlukan. Jika terjadi kasus seperti yang telah disebutkan di atas (seseorang yang memiliki alat kelamin ganda), maka akan sulit ditentukan apakah ia memperoleh bagian warisan seperti layaknya bagian pria atau wanita. Maka agar tidak terjadi kekeliruan, operasi penggantian kelamin sebaiknya dilakukan.10 Ulama Farodliyun (Ahli Faraid) setelah mengadakan penelitian tentang orang banci (para transseksual), menyimpulkan bahwa transseksual sejati selamanya tidak mungkin atau bukan terdiri dari ayah, ibu, kakek, nenek, suami atau istri, sebab menurut hukumnya transseksual sejati tidak melakukan nikah, sehingga transseksual sejati itu mesti terdiri dari anak, cucu, saudara, anak saudara, paman atau anak paman. Oleh sebab itu bila seorang
10

Prof, Drs, H. Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqiyah, Jakarta, PT. Toko Gunung Agung, 1987. hlm. 172

transseksual menikah dan mempunyai keturunan maka anaknya akan mengikuti garis keturunan bapaknya walaupun bapaknya bertingkah laku seperti perempuan. Demikian juga ibunya kendati bertingkah laku sama seperti lelaki. Jika kelak anaknya perempuan akan menikah maka bapaknya yang menjadi wali, meskipun ia bertingkah seperti perempuan bukan ibunya meskipun ia bertingkah seperti lelaki.

Pengadilan tentang status hukumnya lelaki atau perempuan agar ada kepastian hukumnya dan menghindari sifat mendua dalam pergaulan dan jenis kelamin yang sudah jelas ini kemudian ditegaskan dalam kartu identitas seperti KTP, SIM, ATM, dsb. Jadi pada perinsipnya tidak sulit menentukan bagian warisan yang harus diterima oleh seseorang yang transseksualnya tidak secara total, karena akan ditentukan oleh jenis kelamin atau crri-cirinya yang dominan, jika yang dominan adalah laki-laki ,maka ia mendapat bagian warisan sama seperti lelaki yang lain, demikian juga sebaliknya. Jadi status kewarisannya dengan berpedoman pada indikasi fisik bukan kepada jiwa, sepanjang cara tersebut tidak sulit dilakukan. Bila seorang transseksual itu sebagai transseksual sejati maka para ulama berbeda pendapatnya tentang hukum kewarisannya.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Dari pembahasan yang telah dikemukakan di atas, maka kesimpulan yang dapat di ambil adalah : 1. Operasi penggantian jenis kelamin dapat dilakukan dengan catatan untuk memberikan penegasan status kepada subjek yang bersangkutan dalam hal terjadi jenis kelamin ganda. Namun jika hanya untuk menuruti kemauan dan hasrat seseorang, maka sebaiknya tidak dilakukan karena pada dasarnya dengan melakukan hal itu berarti yang bersangkutan telah menyalahi kodrat yang dianugerahkan Tuhan YME kepadanya. 2. Dalam skala nasional khususnya di Indonesia, belum ada peraturan yang tegas mengatur transseksualisme. Dengan begitu, pernikahan homoseksual adalah dilarang. 3. Masalah hukum yang pada umumnya timbul karena pergantian jenis kelamin ini adalah mengenai masalah waris, Karena biasanya tidak dapat ditentukan apakah subjek yang bersangkutan berhak untuk memperoleh bagian warisan seperti pria atau wanita. Karena itulah dalam hal ini, operasi penggantian jenis kelamin dianjurkan untuk dilakukan demi kepastian hukum subjek yang bersangkutan.

DAFTAR PUSTAKA

Badri Yatim, Dr.MA., hukum-hukum islam: (Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2006). Musyrifah Sunanto, Ketentuan Syara, Cet. I (Bogor: Prenada Media, 2003). Miri Djamaluddin, Ahkamul Fuqaha, 2004. Surabaya. Tafsir Alquran, Bandung. Zuhdi Masjfuk, Masail Fiqh (kapita selekta hukum Islam), CV Haji Masagung, Jakarta, 1992 http://martsiska.multiply.com/journal/item/18 (di unduh pada tanggal 05 Oktober 2012)

10

You might also like