You are on page 1of 11

SKRINING FITOKIMIA

Skrining fitokimia merupakan analisis kualitatif terhadap senyawa-senyawa metabolit sekunder. Suatu ekstrak dari bahan alam terdiri atas berbagai macam metabolit sekunder yang berperan dalam aktivitas biologinya. Senyawa-senyawa tersebut dapat diidentifikasi dengan pereaksipereaksi yang mampu memberikan ciri khas dari setiap golongan dari metabolit sekunder (Harborne, 1987). Berbagai metode yang dapat digunakan untuk identifikasi metabolit sekunder yang terdapat pada suatu ekstrak antara lain: a. Identifikasi senyawa fenolik Identifikasi adanya senyawa fenolik dalam suatu cuplikan dapat dilakukan dengan pereaksi besi (III) klorida (FeCl3) 1% dalam etanol. Adanya senyawa fenolik ditunjukkan oleh timbulnya warna hijau, merah ungu, biru atau hitam yang kuat (Harborne, 1987). b. Identifikasi senyawa golongan saponin (steroid dan terpenoid) Saponin adalah suatu glikosida yang larut dalam air dan mempunyai karakteristik dapat membentuk busa apabila dikocok, serta mempunyai menghemolisis sel darah merah. Saponin mempunyai kemampuan toksisitas yang

tinggi. Berdasarkan strukturnya saponin dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu saponin yang mempunyai rangka steroid dan saponin yang mempunyai rangka triterpenoid. Berdasarkan pada strukturnya saponin akan memberikan reaksi warna yang karakteristik dengan pereaksi Liebermann-Buchard (LB) (Harborne, 1987). c. Identifikasi senyawa golongan alkaloid Alkaloid merupakan senyawa nitrogen yang sering terdapat dalam tumbuhan. Atom nitrogen yang terdapat pada molekul alkaloid umumnya merupakan atom nitrogen sekunder ataupun tersier dan kadang terdapat sebagai atom nitrogen kuarterner (Harborne, 1987). Salah satu pereaksi untuk mengidentifikasi adanya alkaloid menggunakan pereaksi Dragendorff dan pereaksi Mayer. b. Identifikasi golongan antraquinon Antrakuinon merupakan suatu glikosida yang di dalam tumbuhan biasanya terdapat sebagai turunan antrakuinon terhidloksilasi, termitilasi, atau sebagai Cdalam alkohol

terkarboksilasi. Antrakuinon berikatan dengan gula sebagai o-glikosida atau glikosida. Turunan antrakuinon umumnya larut dalam air panas atau

encer. Senyawa antrakuinon dapat bereaksi dengan basa memberikan warna ungu atau hijau (Harborne, 1987).

Skrining Fitokimia Skrining fitokimia adalah metode analisis untuk menentukan jenis metabolit sekunder yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan karena sifatnya yang dapat bereaksi secara khas dengan pereaksi tertentu. Skrining fitokimia dilakukan melalui serangkaian pengujian dengan menggunakan pereaksi tertentu. Beberapa jenis pereaksi yang dapat digunakan untuk skrining fitokimia antara lain: a. Uji Senyawa Fenol dan Flavonoid Fenol dan flavonoid dapat dideteksi menggunakan larutan FeCl3 1% dalam etanol. Hasil uji dianggap positif apabila dihasilkan warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam. Uji shinoda (Mg dan HCl pekat) dapat juga digunakan untuk mendeteksi flavonoid. Flavonoid akan menunjukkan warna merah ceri yang sangat kuat jika disemprot dengan pereaksi ini (Harborne, 1987). b. Uji Kumarin dan Antrakuinon Kumarin dan antrakuinon dapat dideteksi menggunakan pereaksi semprot NaOH dan KOH 5% dalam alkohol. Setelah penyemprotan, kumarin akan berfluorosensi hijau-kuning yang terlihat bila plat KLT yang sudah kering disinari dengan sinar UV. Antrakuinon dapat dideteksi bila senyawa pada plat KLT yang semula kuning dan coklat kuning berubah menjadi merah, ungu, hijau, atau lembayung setelah disemprot (Harborne, 1987). c. Terpenoid Pereaksi Lieberman-Burchard adalah pereaksi yang sering digunakan untuk uji senyawa terpenoida. Pereaksi ini dibuat dari campuran anhidrid asetat dan H2SO4 pekat. Kebanyakan triterpena dan sterol memberikan warna hijau biru dengan pereaksi ini. Cara lain untuk mendeteksi terpena adalah menyemprot plat KLT dengan larutan KMnO4 0,2% dalam air, antimon dalam kloroform, H2SO4 pekat atau vanillinH2SO4. Setelah penyemprotan, senyawa yang positif mengandung terpenoid akan menunjukkan perubahan warna (Harborne, 1987). d. Uji Alkaloid Alkaloid dapat dideteksi dengan beberapa pereaksi pengendapan. Pereaksi Mayer mengandung kalium iodida dan merkuri klorida, dengan pereaksi ini alkaloid akan memberikan endapan berwarna putih. Peraksi Dragendorf mengandung bismuth nitrat dan merkuri klorida dalam asam nitrit berair. Senyawa positif mengandung alkaloid jika setelah penyemprotan dengan pereaksi Dragendrof membentuk warna jingga (Sastrohamidjojo, 1996).

Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah segala jenis zat kimia atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan buah-buahan. Dalam penggunaan umum, fitokimia memiliki definisi yang lebih sempit. Fitokimia biasanya digunakan untuk merujuk pada senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh, tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan atau memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit. Karenanya, zat-zat ini berbeda dengan apa yang diistilahkan sebagai nutrien dalam pengertian tradisional, yaitu bahwa mereka bukanlah suatu kebutuhan bagi metabolisme normal, dan ketiadaan zat-zat ini tidak akan mengakibatkan penyakit defisiensi, paling tidak, tidak dalam jangka waktu yang normal untuk defisiensi tersebut. Indonesia merupakan salah satu Negara yang paling kaya akan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam dengan beberapa jenis spesies tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber obat-obatan dan insektisida. Sumber daya alam hayati dapat berasal dari flora, fauna dan mikroorganisme. Salah satu sumbangan penting dari kekayaan alam flora Indonesia adalah tersedianya senyawa-senyawa bioaktif. Metode yang dapat dipergunakan untuk mencari dan menemukan senyawa bioaktif adalah pendekatan fitofarkologi (Phytopharmacologic approaches) dan pendekatan skrining fitokimia (Phytopharmacologic screening approaches)(Linskens, 1963 dalam Abraham 2007:13). Pada percobaan ini, uji-uji yang dilakukan yaitu uji alkaloid, uji steroid, triterpenoid, saponin, uji flavanoid dan uji tannin/polifenol. Untuk Uji Tanin dan polifenol, yang digunakan sebagai bahan uji adalah Daun pepaya, Kunyit, dan Daun pecah beling. Sedangkan untuk uji Flavonoid dan uji alkaloid hanya digunakan daun pecah beling. Uji ini dilakukan untuk mencari tahu isi kandungan dari suatu bagian-bagian tubuh tumbuhan yang dapat dimanfaatkan untuk sebagai obat alternatif. Pada uji yang pertama yakni uji tannin dan polifenol. Sudah dikatakan sebelumnya, uji tanin dan polifenol dilakukan pada sample Daun pepaya, Kunyit, dan daun pecah beling. Untuk menguji keberadaan suatu tannin dan polifenol maka terlebih dahulu sampel dihaluskan. Hal ini bertujuan untuk mnghancurkan dinding sel yang sifatnya kaku sehingga senyawa target (metabolic sekunder) yang berada dalam vakuola mudah diambil. Kemudian sample diekstraksi dengan aquadest dengan bantuan pemanasan untuk melarutkan tannin/polifenol agar terpisah dari bagian tubuh tumbuhan sampel, kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh dibagi dalam dua tabung. Tabung reaksi pertama ditambahkan larutan FeCl3 menghasilkan warna hitam yang menandakan (+) tannin/polifenol. Untuk daun pepaya yang telah digerus kemudian ditambahkan dengan larutan FeCl3 2-3 tetes. Setelah penambahan larutan tersebut, warna sampel daun pepaya berubah warna menjadi warna hitam. Hal ini menandakan bahwa dalam dau pepaya terdapat atau + terhadap tanin dan polifenol. Sama halnya dengan sampel Kunyit, Setelah sampel dihaluskan dan di tambahkan dengan larutan FeCl3 maka larutan berubah menjadi warna hitam. Hal ini menandakan bahwa dalam kunyit mengandung tanin dan polifenol. Lain halnya dengan Daun pecah beling, Setelah sampel dihaluskan dan ditambahkan dengan larutan FeCl3 maka larutan berubah warna menjadi warna coklat. Ini membuktikan bahwa dalam Daun pecah beling tidak terdapat senyawa tanin dan polifenol. Pada uji flavanoid, sampleyang digunakan hanya daun pecah beling. Daun pecah beling dihaluskan dengan tujuan untuk menghancurkan dinding sel yang sifatnya kaku sehingga senyawa targetnya (metabolic sekunder) yang berada dalam vakuola mudah diambil. Sampel diekstraksi dengan methanol kemudian larutan disaring untuk memisahkan filtrate dan residunya. Filtratnya diuapkan sehingga filtratnya menjadi pekat. Setelah diuapkan, filtrate diekstraksi lagi dengan n-heksan agar senyawa-senyawa non polar dibawa ke n-heksan, kemudian disaring untuk memisahkan filtrate dan residunya. Residu diekstraksi dengan etanol 80% dan ditambahkan Logam Mg dan dibagi kedalam dua tabung, tabung pertama ditambahkan 0,5 ml HCl untuk mendeteksi adanya senyawa flavanoid akan bereaksi dengan Mg,setelah penambahan HCl,

maka daun pecah beling berubah warna menjadi warna merah muda. Hal ini menandakan bahwa dalam daun pecah beling terdapat senyawa flavonoid. Pada uji alkaloid ini sample digerus atau dihaluskan tujuannya untuk menghancurkan dinding sel yang sifatnya kaku sehingga senyawa target (metabolit sekunder) yang berada dalam vakuola mudah diambil. Kemudian sample diekstraksi dengan penambahan kloroform dan diaduk perlahan-lahan. Ekstraksi dengan penambahan kloroform bertujuan untuk memutuskan ikatan antara asam tannin dan alkaloid yang terikat secara ionic dimana atom N dari alkaloid berikatan saling stabil dengan gugus hidroksil genolik dari asam tannin. Dengan terputusnya ikatan ini alkaloid akan bebas, sedangkan asam tannin akan terikat oleh kloroform. Sedangkan pengadukan bertujuan untuk memperbanyak kontak yang terjadi antara kloroform dengan bubur target semakin banyak. Hal ini memungkinkan ikatan antara asam tannin dan alkaloid semakin banyak sehingga alkaloid bebas semakin banyak yang terekstraksi. Setelah diekstraksi, larutan ini disaring dan larutannya ditambahkan asam sulfat 2N dan dikocok kuat-kuat. Penambahan asam sulfat 2N ini berfungsi untuk mengikat kembali alkaloid menjadi garam alkaloid agar dapat bereaksi dengan pereaksi-pereaksi logam berat yaitu spesifik untuk alkaloid yang menghasilkan kompleks garam anorganik yang tidak larut sehingga terpisah dengan metabolic sekundernya. Penambahan asam sulfat 2N menyakibatkan larutan terbentuk menjadi dua fase karena adanya perbedaan tingkat kepolaran antara fase aqueous yang polar dan kloroform yang relative kurang polar. Garam alkaloid akan larut pada lapisan atas, sedangkan lapisan kloroform berada pada lapisan paling bawah karena memiliki massa jenis yang lebih besar. Sedangkan pengocokan dengan kuat bertujuan untuk melarutkan senyawa-senyawa pada tiap-tiap lapisan secara tepat dan sempurna. Lapisan atas (lapisan atas sulfat) diuji dengan pereaksi meyer dan pereaksi dragendorf. Pada uji dengan peeaksi meyer larutan menghasilkan endapan putih yang menandakan (+) alkaloid. Pereaksi meyer bertujuan untuk mendeteksi alkaloid, dimana pereaksi ini berikatan dengan alkaloid melalui ikatan koordinasi antara atom N alkaloid dan Hg pereaksi meyer sehingga menghasilkan senyawa kompleks merkuri yang nonpolar mengendap berwarna putih. Reaksi pada uji alkaloid ini dengan pereaksi meyer adalah : N + KHgI4 Hg-N Putih Atom N menyumbangkan pasangan electron bebas dan atom Hg sehingga membentuk senyawa kompleks yang mengandung atom N sebagai ligannya.Setelah pengujian dilakukan, pengujian alkaloid ini tidak berhasil. Mungkin dikarenakan oleh larutan asam sulfat yang digunakan merupakan larutan asam sulfat tehnik dan larutan yang seharusnya digunakan adalah larutan kloroform amoniakal akan tetapi pada percobaan ini hanya digunakan larutan kloroform. V. Simpulan Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, bahwa pada uji Tanin dan Polifenol untuk bahan uji Daun pepaya, Kunyit, dan daun pecah beling, yang positif terhadap senyawa tanin dan polifenol adalah Daun pepaya dan Kunyit sedangkan Daun pecah beling negatif. Untuk Uji flavonoid, Daun pecah beling Positif mengandung senyawa flavonoid. Dan untuk uji senyawa alkaloid, Daun pecah beling negatif terhadap senyawa alkaloid. Daftar Pustaka Abraham. 2010.Penuntun Praktikum Kimia Organik II. Universitas Haluoleo. Kendari Bogoriani, N.W.2008.Isolasi dan Identifikasi Glikosida Steroid Dari Daun Andong (Cordyline terminalis Kunth). Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran Harborne, J.B.1967. Metode Fitokimia. ITB. Bandung Rusnato.2007. isolasi dan Karakterisasi Senyawa Bioaktif Tanaman Ceraken (Croton tiglium L)Sebagai Larvasida Pencegah Demam Berdarah Dengue. Fakultas Teknik Untirta

Sastrohamdjojo, H. 1996. Sintesis Bahan Alam. UGM. Yogyakarta.

Istilah kromatografi digunakan pada beberapa teknik pemisahan berdasarkan pada migration medium yang berbeda, yaitu distribusinya terhadap fase diam dan fase gerak. terdapat 3 hal yang wajib ada pada teknik ini. yang pertama yaitu harus terdapat medium perpindahan tempat, yaitu tempat terjadinya pemisahan. Kedua harus terdapat gaya dorong agar spesies dapat berpisah sepanjang migration medium. Yang ketiga harus terdapat gaya tolakan selektif. Gaya yang terakhir ini dapat menyebabkan pemisahan dari bahan kimia yang dipertimbangkan (sienko,et.al, 1984). Kromatografi Lapis Tipis merupakan teknik pemisahan cara lama yang digunakan secara luas, terutama dalam analisis campuran yang rumit dari sumber alam. Tetapi dalam kuantisasi belakangan ini kromatografi lapis tipis digantikan oleh HPLC (High Performance Thin-layer Chromatography) atau Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi (Munson, 1991). Adsorben yang paling banyak digunakan dalam kromatografi lapis tipis adalah silika gel dan aluminium oksida. Silika gel umumnya mengandung zat tambahan Kalsium sulfat untuk mempertinggi daya lekatnya. Zat ini digunakan sebagai adsorben universal untuk kromatografi senyawa netral, asam dan basa. Aluminum iksida mempunyai kemampuan koordinasi dan oleh karena itu sesuai untuk pemisahan senyawa yang mengandung gugs fungsi yang berbeda. Alu,inium okida mengandung ion alkali dan dengan demikianbereaksi sebagai basa dalam suspensi air. Disamping kedua adsorben yang sangat aktif ini dalam hal tertentu dapat digunakan kieselgur yang kurang aktif sebagai lapis sorpsi. Untuk pemisahan tertentu selanjutnya, kini juga digunakan poliamida, selulosa, kalsium dan magnesium silikat serta adsorben yang diimpregnasi. tabel dibawah ini memberikan keterangan mengenai efek pemisahan pada lapis sorpsi tertentu:

Aktifitas adsorben pada hakekatnya dipengaruhi oleh kadar air, teknik penotolan dan konsentrasi larutan yang dianalisis. cara pengembangan kromatografi lapis tipis adalah menaik, disamping cara lain seperti teknik ganda, kromatografi fungsional, teknik PRP dan teknik gradien. Deteksi. untuk kromatografi lapis tipis, kemungkinan digunakan pereaksi agresif seperti asam sulfat pekat yang disemprotkan jika tidak ada pereaksi lain misalnya reaksi warna. Pada proses selanjutnya, pemanasan dalam oven pengering akan menyebabkan terbentuknya noda gelap senyawa yang dipisahkan karena terjadinya pengarangan. Penyelesaian kualitatif dan kuantitatif. Untuk identifikasi zat yang terpisah dapat digunakan penyelesaian kuantitatif langsung dalam bentuk satuan miligram atau mikrogram. Lapis adsorben yang mengandung zat dikerok dengan spatula dan diekstraksi dengan pelarut yang sesuai. Selanjutnya dapat dilakukan penentuan mikrogravimetri, mikrotitrimetri, pengukuran dalam daerah UV/VIS, pengukuran indeks refraksi, polarografi, dan lainnya. Bidang penggunaan. Prosedur ini dapat digunakan untuk pemeriksaan identitas dan kemurnian senyawa obatserta untuk penentuan kuantitatif masing-masing senyawa aktif campuran senyawa obat. prosedur ini juga paling penting untuk kontrol tahap reaksi kimia pada sintesis, untuk analisis toksikologi, pemeriksaan cairan tubuh, kosmetika dan bahan pangan (Roth and blaschike, 1988) meski banyak terdapat metode seperti yang telah disebutkan di atas, terdapat metode lain yang pembiayaannya paling murah dan memakai peralatan paling dasar yaitu Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP). adsorben yang paling banyak digunakan yaitu silika gel yang dipakai untuk pemisahan campuran lipofil maupun senyawa hidrofil. ketebalan adsorben yang paling sering

digunakan ialah 0,5 2 mm. pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran plat sudah tentu mengurangi jumlah bahan yang dapat dipisahkan dengan KLTP. Ukuran partikel dan porinya kurang lebih sama dengan ukuran tingkat mutu KLT (Hostettmann and Maston, 1986). Hostetmann and Manson,1986, CARA KROMATOGRAFI PREPARATIF, ITB, Bandung Munson, James,W., 1991, ANALISIS FARMASI, Airlangga University Press, Surabaya Roth, Herman, J., Blaschike, G., 1988, ANALISIS FARMASI, Gadjah Mada University Press, Yogya Sienko, Plane and Marcus, 1984, EXPERIMENTAL CHEMISTRY 6TH EDITION, Mc Graw Hill Book Co, Singapore

Seledri yang biasa dimanfaatkan sebagai sayur dan memiliki aroma yang sedap pada masakan seperti sayur sup, soto dan lainnya. Ternyata seledri juga memiliki kegunaan sebagai obatobatan. Pemanfaatan seledri sebagai obat telah popular sejak masa yunani klasik dan masa Romawi sebagai penyejuk perut. Seledri disebut-sebut sebagai sayuran antihipertensi. Fungsi lainnya adalah sebagai peluruh (diuretika), anti reumatik serta pembangkit nafsu makan (karminativa). Umbinya memliki khasiat yang mirip dengan daun tetapi digunakan pula sebagaiafrodisiaka (pembangkit gairah seksual). Kandungan utamanya adalah butilftalida dan butilidftalida sebagai pembawa aroma utama. Terdapat juga sejumlah flavonoid seperti graveobiosid A (1-2%)dan B (0,1 - 0,7%), serta senyawa golongan fenol. Komponen lainnyaapiin, isokuersitrin, furanokumarin, serta isoimperatorin. Kandungan asam lemakutama dalah asam petroselin (40-60%). Daun dan tangkai daun mengandungsteroid seperti stigmasterol dan sitosterol.
IPTEKNET.2005. Tanaman Obat Indonesia Seledri. http://www.iptek.net.id/ind/?mnu=2 download at : 25-5-2010 09:20 pm. Kamadatu, Lingga. 2010. Skrining fitokimia dan penetapan kadar flavanoid total dari ekstrak etanol 70% daun seledri. Jurusan kimia. Manokwari.

Orthosiphon aristatus atau dikenal dengan nama kumis kucing termasuk tanaman dari famili Lamiaceae/Labiatae. Tanaman ini merupakan salah satu tanaman obat asli Indonesia yang mempunyai manfaat dan kegunaan yang cukup banyak dalam menanggulangi berbagai penyakit. Tanaman ini dikenal dengan berbagai istilah seperti: kidney tea plants/java tea (Inggris), giri-giri marah (Sumatera), remujung (Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan songot koneng (Madura). Tanaman Kumis kucing berasal dari wilayah Afrika tropis, kemudian menyebar ke wilayah Asia dan Australia.Kumis kucing (Melayu Sumatra), kumis kucing (Sunda), remujung (Jawa), se-salaseyan, songkot koceng (Madura)(Anindita,2007). Deskripsi Morfologi Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus) Kumis kucing merupakan terna yang tegak, pada bagian bawah berakar dan berbuku-buku memiliki ketinggian mencapai 2 meter. Batang bersegi empat agak beralur berbulu pendek atau gundul. Helai daun berbentuk bundar atau lojong,

lanset, bundar telur atau belah ketupat yang dimulai dari pangkalnya, ukuran daun panjang 1 10cm dan lebarnya 7.5mm 1.5cm. Urat daun sepanjang pinggir berbulu tipis atau gundul, dimana kedua permukaan berbintik-bintik karena adanya kelenjar yang jumlahnya sangat banyak, panjang tangkai daun 7 29cm. Ciri khas tanaman ada pada bagian kelopak bunga berkelenjar, urat dan pangkal berbulu pendek dan jarang sedangkan di bagian yang paling atas gundul. Bunga bibir, mahkota yang bersifat terminal yakni berupa tandan yang keluar dari ujung cabang dengan panjang 7-29 cm, dengan ukuran panjang 13 27mm, di bagian atas ditutupi oleh bulu pendek berwarna ungu dan kemudian menjadi putih, panjang tabung 10 18mm, panjang bibir 4.5 10mm, helai bunga tumpul, bundar. Benang sari ukurannya lebih panjang dari tabung bunga dan melebihi bibir bunga bagian atas. Buah geluk berwarna coklat gelap, panjang 1.75 2mm. 2.3. gagang berbulu pendek dan jarang, panjang 1 mm sampai 6 mm. (Sudarsono,1996). Kandungan Kimia Tumbuhan kumis kucing Tumbuhan kumis kucing menghasilkan senyawa-senyawa terpenoid dan senyawa fenol seperti diterpenoid jenis isopimaran, flavonoid, benzokromen, dan turunan asam organik. Ciri khas senyawa diterpenoid yang diisolasi dari kumis kucing adalah mempunyai kerangka karbon jenis isopimaran yang terdiri dari tiga cincin dan mengandung banyak gugus fungsi oksigen (utamanya pada C-1, 2, 3, dan 7). Cincin C mengandung gugus hidroksi tersier pada C-8 dan gugus karbonil pada C-14 dan dapat pula mengandung gugus fungsi oksigen pada C-11, 12, dan 20. Gugus-gugus fungsi hidroksi ini seringkali teresterifikasi dengan asam asetat dan benzoat (Narayana,2001).

Gambar 2. Kerangka karbon isopimaran (Farmasi, 2011) Senyawa diterpen jenis isopiraman yang banyak mengandung gugus fungsi oksigen (highly oxygenated diterpenes) telah ditemukan dari kumis kucing di antaranya yaitu ortosifol A dan ortosifol B (Farmasi,2011).

Gambar 3. Kerangka karbon ortosifol (Farmasi, 2011) Dari ekstrak metanol tumbuhan yang berasal dari Indonesia telah ditemukan pula senyawa isopiraman turunan ortosifol berikutnya yakni senyawa 7-O-deasetilortisifol B dan 6-hidroksiortosifol B (Awale et al., 2003).

Gambar 4. Kerangka karbon 6-dan 7- Hidroksiortosifol (Farmasi, 2011) Tambahan lagi dari ekstrak metanol tumbuhan O. stamineus yang berasal dari Indonesia ditemukan pula bebrapa senyawa turunan isopimaran yang teroksigenasi pada atom C-20 yang diberi nama sifonol A, sifonol B, sifonol C, dan sifonol D (Harborne,1987).

Gambar 5. Kerangka karbon sitofonol A, B, C, dan D(Farmasi, 2011) Herba O. stamineus juga mengandung beberapa senyawa isopimaran sejenis yang mengandung gugus fungsi karbonil pada C-3 yang berkonjugasi dengan ikatan trangkap pada posisi C-1,2 seperti dicontohkan oleh senyawa ortosifol D dan ortosifol E (Takeda, 1993), ortosifol Y (Awale 2003a) dan 14-deokso-14-Oasetilortosifol Y (Voight, 1995).

Gambar 6. Kerangka karbon Ortosifol D, Y, dan serta 14 deokso-14 Oasetilortosifol Y (Farmasi, 2011) Kahsiat Kumis Kucing sebagai Antioksidan dan Anti inflamasi Ektrak etanol dari OA (EEOA) dan zat aktifnya yaitu asam ursolat, menekan LPS terinduksi NO dan produksi PGE(2) dengan penghambatan ROS generation, sepanjang dengan penurunan ekspresi iNOS dan COX-2 pada sel RAW 264.7 Penggunaan kumis kucing sebagai bahan makanan. Kumis kucing di gunakan untuk pengobatan radang ginjal, batu ginjal dan dysuria. ekstrak heksan dari kumis kucing dapat digunakan ntuk pengobatan dysuria dengan sifat penghambatan pada crude enzyme Na+,K+-ATPase dari otak tikus(Narayana,2001). Khasiat Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus) Daun Kumis kucing basah maupun kering digunakan sebagai menanggulangi berbagai penyakit, Di Indonesia daun yang kering dipakai (simplisia) sebagai obat yang memperlancar pengeluaran air kemih (diuretik) sedangkan di India untuk mengobati rematik. Masyarakat menggunakan kumis kucing sebagai obat tradisional sebagai upaya penyembuhan batuk encok, masuk angin dan sembelit. Disamping itu daun tanaman ini juga bermanfaat untu pengobatan radang ginjal, batu ginjal, kencing manis, albuminuria, dan penyakit syphilis., reumatik dan menurunkan kadar glukosa darah. Selain bersifat diuretik, kumis kucing juga digunakan sebagai antibakteri(Sudarsono,1996). Kandungan kumis kucing sebagi efek diuretikum Khasiat kumis kucing sudah dikenal sejak lama untuk mengatasi gangguan saluran kencing dan batu ginjal . Ginjal dan organ saluran kencing lainnya merupakan salah satu alat ekskresi, yaitu pembuangan sisa sisa metabolisme tubuh. Bila organ-organ tersebut terganggu maka proses pembuangan racun-racun dalam tubuh akan terganggu pula. Salah satu cara mengatasi yang salah satunya bersifat sebagai peluruh kencing (diuretikum ). Efek diuretikum tanaman obat juga penting untuk mengatasi keluhan penyakit batu salura kencing. Volume urine yang banyak cukup memebantu pembuanagn timbunan batu disaluran kencing (Barnes,1966). Daftar Pustaka Anindhita, M. A., 2007, Efek Antiinflamasi Infusa Herba Kumis Kucing (Orthosiphon spicatus B.B.S) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Barnes, J., Anderson L. A., and Philipson J. D., 1996, Herbal Medicine, 2nd edition, 126, 313, Pharmacetical Press,London. Farmasi, 2001 . Khasiat kumis kucing.http://farmasibahanalam.wordpress.com/databased-tanaman-obat/kumiskucing/. Tanggal akses 26 Desember 2011. Harbone, J. B., 1987, Metode Fitokimia; Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, diterjemahkan oleh Padmawinata, K., Penerbit ITB, Bandung. Narayana, K. R., Reddy, M. R, and Chaluvadi, M. R., 2001, Bioflavonoids Classification, Pharmacological, Biochemical Effects and Therapeutic Potential, Indian Journal Pharmacology, (online), 2-16, (http://medind.nic.in/ibi/t01/i1/ibit01i1p2.pdf, diakses tanggal 15 desember 20011). Soemardi, E., 2004, Isolasi Identifikasi dan Standarisasi Sinensetin Sebagai Parameter Pada Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth.), Tesis, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sudarsono, Pudjoarinto,A., Gunawan, D., Wahyuono, S., Donatus, A.L., Purnomo, Dradjad, M.,Wibowo, S., Ngatijan, 1996, Tumbuhan Obat, PPTO UGM, Yogyakarta. Voigt, 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh Soendari, N. S., UGM Press, Yogyakarta. By : Ismi Kurnia Budiarti (0910913023)

You might also like