You are on page 1of 36

PROSES DAN GAYA GEOMORFOLOGI

1.Pengertian Proses Geomorfologi Proses-proses geomorfologi adalah semua perubahan fisik dan kimia yang terjadi akibat proses-proses perubahan muka bumi.Dengan mengacu teori tektonik global,hakekatnya peristiwa perubahan ini berlangsung terus menerus selama morfologi itu tersingkap.Namun dalam pengertian secara terbatas,proses geomorfologi berlangsung dalam waktu dan cakupan luasan yang tertentu. Perubahan fisik atau kimia dari morfologi ditentukan letak geografinya yang erat dengan iklimnya,dan pemicu dari proses geomorfologi itu

sendiri.Perubahan fisik akan dominan terjadi pada tempat yang bukan zona tropik,dengan curah hujan yang tidak tinggi.Perubahan yang terjadi atas morfologi merupakan reaksi terhadap aksi dari sumber-sumber tenaga tertentu. 2. Sumber Penyebab Terjadinya Proses Geomorfologi 2.1 Sumber Dari Dalam (Tenaga Endogen) Tenaga endogen merupakan tenaga dari dalam bumi yang membentuk konfigurasi permukaan bumi.Tenaga ini dapat berupa tektonisme

(diastropisme), volkanisme atau gempa. A. Diastropisme Diastropisme adalah proses pembentukan relief muka bumi oleh tenaga endogen tanpa disertai terbentuknya magma. Diastropisme terdiri atas epirogenesa dan orogenesa.Tenaga epirogenesa merupakan proses

pengangkatan (negatif) atau penurunan (positif) letak bumi dalam wilayah luas dengan kecepatan relatif lambat.Contoh konfigurasi permukaan bumi sebagai akibat epirogenesa positif adalah turunnya pulau-pulau di Indonesia Timur,dan akibat epirogenesa negatif adalah pengangkatan benua Asia. Tenaga Orogenesa merupakan pengangkatan pada daerah relatif sempit dalam waktu relatif singkat.Contoh:terbentuknya pegunungan lipatan di zone utara Jawa Timur (Pegunungan Kendeng).Tenaga ini sering disebut tenaga pembentukan pegunungan. Bentuk-bentuk yang dihasilkan dari tenaga diastropisme berupa pegunungan lipatan dan pegunungan patahan.

Pegunungan Lipatan Terbentuk oleh gerakan mendatar kerak bumi pada lapisan endapan yang lentur atau elastis, maka terlipatlah lapisan tersebut ke atas. Jenis-jenis struktur pegunungan lipatan: a) Jalur pegunungan lipatan, yaitu rangkaian pegunungan lipatan yang sangat panjang, melintasi beberapa benua, dan terletak berdampingan dengan pulau di dasar laut. Jalur pegunungan lipatan dan palung terbentuk karena tumbukan antara dua lempengan kerak bumi. Di satu pihak adalah lempeng samudra, karena lebih berat maka subduksi (menyusup) di bawah lempeng benua. Di pihak lain adalah lempeng benua, yang terangkat ke atas karena lebih ringan dan didesak oleh lempeng samudra. b) Dome dan Basin. Dome adalah pegunungan lipatan yang membulat, terbentuk oleh karena tekanan mendatar yang sama kuat datang pada waktu dan arah yang sama. Contohnya Dome Sangiran di Jawa Tengah yang terkenal sebagai tempat penemuan fosil manusia purba. Basin adalah cekungan yang membulat, karena disekitarnya terangkat naik. c) Lipatan tunjam, yaitu struktur pegunungan lipatan yang garis porosnya menunjam, membentuk sudut terhadap bidang datar. d) Lipatan kompleks, yaitu berbagai jenis lipatan terdapat pada sebuah jalur pegunungan besar. Jalur pegunungan sebagai geoantiklin (antiklinal besar), di atasnya terdapat antiklinal dan sinklinal kecil-kecil dari berbagai tipe. Patahan Patahan Yaitu Pegunungan dengan struktur geologi patahan (sessar). Struktur patahan terjadi karena gerakan mendatar lempeng kerak bumi mengenai perlapisan batuan yang tidak lentur , sehingga mengalami patahpatah. Terdapat beberapa jenis struktur patahan yaitu: a) Patahan Normal, yaitu kedua bagian yang terpatah , bagian diatas itu turun.

b) Patahan Rebah, yaitu patahan yang terjadi sebagai akibat lanjut dari lipatan. Jika tekanan dari salah 1 sisi lebih kuat dan terus menerus , sebuah struktur lipatan akan rebah , dan pada porosnya terjadi patahan. Lapisan yang ditengah susunannya terbalik. a) Patahan mendatar, yaitu struktur patahan yang bergeser horizontal searang dengan garis poros . Contoh daerah yang menjadi pusat gempa di Kalifornia , Amerika Serikat. b) Horst dan Graben. Horst adalah bagian atau segmen dari struktur patahan yang menonjol ke atas , sedangkan Graben adalah segmen yang turun ke bawah

B. Vulkanisme Vulkanisme adalah proses keluarnya magma dari dalam bumi menuju ke permukaan bumi. Keluarnya magma ke permukaan bumi umumnya melalui retakan batuan, patahan, dan pipa kepundan pada gunung api. Magma adalah campuran batuan dalam keadaan cair, liat, dan sangat panas yang terdapat dalam perut Bumi. Aktivitas magma disebabkan oleh tingginya suhu magma dan banyaknya gas yang terkandung di dalamnya. Adanya aktivitas ini dapat menyebabkan retakan-retakan dan pergeseran kulit bumi. Proses terjadinya vulkanisme dipengaruhi oleh aktivitas magma yang menyusup ke dalam litosfer (kulit Bumi). Penyusupan magma ke dalam litosfer dapat dibedakan menjadi dua sebagai berikut: Intrusi Magma Intrusi magma adalah peristiwa menyusupnya magma di antara lapisan batuan, tetapi tidak mencapai permukaan Bumi. Intrusi magma dapat dibedakan atas sebagai berikut. a) Intrusi datar (sill atau lempeng intrusi), yaitu magma menyusup di antara dua lapisan batuan, mendatar, dan paralel dengan lapisan batuan tersebut. b) Lakolit, yaitu magma yang menerobos di antara lapisan Bumi paling atas. Bentuknya seperti lensa cembung atau kue serabi.

c) Gang (korok), yaitu batuan hasil intrusi magma yang menyusup dan membeku di sela-sela lipatan (korok). d) Diatermis, yaitu lubang (pipa) di antara dapur magma dan kepundan gunung berapi. Bentuknya seperti silinder memanjang. Intrusi magma tidak mencapai ke permukaan bumi. Mungkin hanya sebagian kecil intrusi magma yang bisa mencapai ke permukaan bumi. Namun yang perlu diingat bahwa intrusi magma bisa mengangkat lapisan kulit bumi menjadi cembung hingga membentuk tonjolan berupa pegunungan. Secara rinci, adanya intrusi magma (atau disebut plutonisme) menghasilkan bermacam-macam bentuk (perhatikan gambar penampang gunung api), yaitu:

a) Batolit adalah batuan beku yang terbentuk di dalam dapur magma, sebagai akibat penurunan suhu yang sangat lambat. b) Lakolit adalah magma yang menyusup di antara lapisan batuan yang menyebabkan lapisan batuan di atasnya terangkat sehingga menyerupai lensa cembung, sementara permukaan atasnya tetap rata. c) Keping intrusi atau sill adalah lapisan magma yang tipis menyusup di antara lapisan batuan. d) Intrusi korok atau gang adalah batuan hasil intrusi magma memotong lapisan-lapisan litosfer dengan bentuk pipih atau lempeng. e) Apolisa adalah semacam cabang dari intrusi gang namun lebih kecil. f) Diatrema adalah batuan yang mengisi pipa letusan, berbentuk silinder, mulai dari dapur magma sampai ke permukaan bumi.

Ekstrusi Magma Ekstrusi magma adalah peristiwa penyusupan magma hingga keluar ke permukaan Bumi dan membentuk gunung api. Hal ini terjadi apabila tekanan gas cukup kuat dan ada retakan pada kulit Bumi sehingga menghasilkan letusan yang sangat dahsyat. Ekstrusi magma inilah yang

menyebabkanterjadinya gunung api. Ekstrusi magma tidak hanya terjadi di daratan tetapi juga bisaterjadi di lautan. Oleh karena itu gunung berapi bisa terjadi di dasar lautan. Secara umum ekstrusi magma dibagi dalam tiga macam, yaitu: 1. Ekstrusi linier, terjadi jika magma keluar lewat celah-celah retakan atau patahan memanjang sehingga membentuk deretan gunung berapi. Misalnya Gunung Api Laki di Eslandia, dan deretan gunung api di Jawa Tengah dan Jawa Timur. 2. Ekstrusi areal, terjadi apabila letak magma dekat dengan permukaan bumi, sehingga magma keluar meleleh di beberapa tempat pada suatu areal tertentu. Misalnya Yellow Stone National Park di Amerika Serikat yang luasnya mencapai 10.000 km2. 3. Ekstrusi sentral, terjadi magma keluar melalui sebuah lubang (saluran magma) dan membentuk gunung-gunung yang terpisah. Misalnya Gunung Krakatau, Gunung Vesucius, dan lain-lain. Bentuk, ukuran, dan sifat gunung api di permukaan bumi banyak sekali macamnya. Ada gunung yang puncaknya sangat tinggi sehingga selalu diselimuti salju, ada pula gunung yang puncaknya di bawah permukaan laut. Ini menyebabkan gunung api memiliki banyak tipe. Tipe Gunung Api Bentuk gunung api dipengaruhi oleh sifat bahan, aliran lava, dan kekuatan letusannya. Berdasarkan bentuknya, gunung api dapat dikelompokkan menjadi empat tipe. 1. Gunung Api Perisai Berbentuk kerucut dengan lereng landai dan aliran lava panas dari saluran tengah.Daerah persebaran magma luas serta proses pendinginan dan pembekuannya pelan. Frekuensi letusan umumnya sedang dan

pelan dengan jumlah cairan lava cair yang banyak. Contohnya Gunung Maona Loa dan Maona Kea di Hawaii.

2. Gunung Api Kubah Gunung ini berbentuk kerucut cembung (konvek) dengan lereng curam. Aliran lava yang kental dari saluran pusat mengakibatkan aliran lava lambat dan membentuk lapisan yang tebal. Proses pendinginan dan pembekuan lava cepat. Banyak lava yang membeku di saluran, akibatnya saluran menjadi tertutup. Letusan yang sangat keras dapat terjadi akibat tekanan dari dalam Bumi yang tersumbat. Seluruh bagian puncak gunung api pun dapat hancur dan lenyap seketika. Contohnya Gunung Pelee di Martini, Kepulauan Karibia.

3. Gunung Api Strato (Gunung Api Komposit) Gunung ini mempunyai bentuk kerucut berlereng curam dan luas yang terdiri atas banyak lapisan lava yang terbentuk dari aliran lava yang berulang-ulang. Lava dapat mengalir melalui sisi kerucut. Sifat letusan keras. Contohnya Gunung Vesuvius di Italia, Gunung Etna di Sisilia, Gunung Fuji di Jepang, Gunung Santo Helens dan Rainier di Amerika Serikat, serta Gunung Merapi, Merbabu, Kelud, dan Semeru di Indonesi

4. Gunung Api Lava Pijar dan Abu Bentuk kerucut simetris dengan lereng cekung (konkaf) yang landai. Bahan atau emisi berupa asap, debu lembut, dan bau sulfur menyengat. Sifat letusansedang. Contohnya Gunung Paracutin di Meksiko. Keluarnya magma dari perut Bumi menyebabkan berbagai kenampakan yang menakjubkan di permukaan Bumi. Kenampakan ini disebut kenampakan vulkanik. Kenampakan vulkanik dibedakan menjadi dua seperti berikut.

Material hasil erupsi Pada waktu gunung api meletus, material yang dikeluarkan terdiri atas tiga

jenis. Ketiga jenis itu adalah material padat, material cair (lava cair) dan gas. Material padat yang disebut piroklastika, dan dibedakan menjadi: 1. batu-batu besar disebut bom, 2. batu-batu kecil disebut lapili, 3. kerikil dan pasir, 4. debu atau abu vulkanis. Gas-gas yang dikeluarkan oleh gunung api disebut ekshalasi. Gas-gas tersebut dapat berujud asam sulfida (H2S), asam sulfat (H2SO4), carbon dioksida (CO2), klorida (CL), uap air (H2O) dan sulfida (HCL). Letusan gunung api yang sangat dahsyat dapat menghancurkan puncak gunung, sehingga terbentuk kawah yang sangat luas dan berdinding terjal yang disebut kaldera. Contohnya adalah : Kaldera Tengger (lebarnya 8 km), kaldera Ijen (lebarnya 11 km) , Kaldera Iyang (17 km), kaldera Tambora (lebarnya 6

km), dan kaldera Batur (lebarnya 10 km). Gunung api yang akan meletus biasanya mengeluarkan tanda-tanda alami sebagai berikut: 1. suhu di sekitar kawah naik; 2. banyak sumber air di sekitar gunung itu mengering; 3. sering terjadi gempa (vulkanik); 4. sering terdengar suara gemuruh dari dalam gunung; 5. banyak binatang yang menuruni lereng. Beberapa jenis hewan mampu menangkap tanda-tanda alami bahwa gunung yang ditempatinya akan meletus. Jenis hewan itu antara lain monyet, kelelawar dan harimau. Gejala post vulkanik Gunung api yang sudah kurang aktif, memiliki tandatanda yang disebut gejala post vulkanik, atau pasca vulkanik atau setelah aktivitas vulkanik dengan gejala-gejala sebagai berikut. 1. Sumber gas asam arang (CO2 dan CO) yang disebut mofet. Gas ini berbahaya sebab dapat menyebabkan mati lemas bagi orang yang menghirupnya. Contoh: Kawah Timbang dan Nila di Dieng (Jawa Tengah), Tangkuban Perahu dan Papandayan (Jawa Barat). 2. Sumber gas belerang , disebut solfatara. Contoh : Tangkuban Parahu (Jawa Barat), Dieng (Jawa Tengah) dan Rinjani (NTB). 3. Sumber gas uap air, disebut fumarol. Contoh : Dieng (Jawa Tengah) dan Kamojang (Jawa Barat). 4. Sumber air panas. Sumber air panas yang mengandung zat belerang, dapat digunakan untuk menyembuhkan beberapa jenis penyakit kulit. 5. Sumber air mineral. Sumber air mineral ini berasal dari air tanah yang meresap bercampur dengan larutan mineral tertentu seperti: belerang, atau mineral lain. Contoh sumber air mineral terdapat di: Ciater dan Maribaya (Jawa Barat), dan Minahasa (Sulawesi Utara). 6. Geyser. Pancaran air panas yang berlangsung secara periodic disebut geyser. Geyser yang terkenal terdapat di Yellow Stone National Park, California (USA), pancaran airnya bias mencapai ketinggian 40 meter.

Pancaran air semacam ini juga terdapat di Cisolok, Sukabumi, Jawa Barat. Keuntungan adanya gunung api Keuntungan adanya gunung api antara lain: 1. Abu vulkanis yang dikeluarkan gunung api saat terjadi erupsi(letusan) dapat menyuburkan tanah pertanian karena banyak mengandung unsur hara tanaman. 2. Material yang dikeluarkan gunung api saat terjadi letusan yang 3. berupa pasir, kerikil, batu-batu besar, kesemuanya merupakan mineral industri yang dapat digunakan untuk bahan bangunan. 4. Gunung api terbentuk dari keluarnya magma dari dalam bumi. Magma yang menuju permukaan bumi tersebut banyak membawa mineral logam, dan barang tambang lainnya. Oleh karena itu di daerah pegunungan dan gunung api banyak ditemukan bahan tambang. 5. Adanya gunung api yang tinggi menyebabkan terjadinya hujan orografis, sehingga daerah itu menjadi daerah yang banyak hujan. 6. Daerah yang bergunung api biasanya merupakan daerah tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai daerah hutan, perkebunan, dan daerah pariwisata. Kerugian adanya gunung api: 1. Gunung api pada waktu meletus mengeluarkan lava pijar dan sangat berbahaya. 2. Gunung api yang meletus juga mengeluarkan gas yang sangat panas, yang juga bergerak menuruni lereng. Contoh awan panas dari G. Merapi di Jawa Tengah. 3. Pada saat terjadi letusan, lava pijar akan bercampur dengan air yang terdapat di danau kawah, dan membentuk lahar panas, yang sangat berbahaya. Contoh lahar panas dari G. Kelud (Jawa Timur). 4. Lava yang menumpuk di puncak gunung akan hanyut dan turun ke bawah bersama air hujan sebagai lahar dingin. Wujud lahar dingin ini berupa aliran batu, kerikil dan pasir yang jenuh air, meluncur ke bawah menuruni lereng.

5. Gunung api yang tinggi dan berderet dapat membentuk daerah bayangan hujan. Daerah bayangan hujan ini curah hujannya sedikit dan bersifat lebih kering. Contoh Lembah Palu, Sulawesi Tengah. 6. Letusan gunung api bawah laut dapat menyebabkan terjadinya gelombang Tsunami, seperti tsunami di di Banten dan Lampung akibat letusan Gunung Krakatau (1883). 7. Abu vulkanis di udara dari letusan gunung api dapat mengganggu penerbangan dan dapat merusak tanaman.

Deretan Pegunungan dan Gunung api Secara garis besar, terdapat dua deretan gunung api di dunia, yaitu deretan

atau jalur pegunungan mediteran dan deretan pegunungan (sirkum) Pasifik. Indonesia merupakan tempat pertemuan antara deretan pegunungan medeteran dan sirkum Pasifik. Oleh karena itu Indonesia banyak terdapat gunung api dan sekaligus merupakan daerah gempa bumi.

Gunung api di Indonesia Jumlah gunung api aktif di Indonesia 129 buah dan sejak awal abad ke

XVII, 70 buah diantaranya sering meletus. Deretan pegunungan di Indonesia dapat diperhatikan pada Gambar di bawah ini.

C. Tektonisme perubahan letak atau kedudukan lapisan kulit bumi secara horizontal maupun vertical. Berdasarkan kecepatan gerak dan luas daerah, tektonisme dibedakan atas epirogenesa dan orogenesa. 1. Epirogenese gerakan pada lapisan kulit bumi secara horizontal maupun vertical akibat pengangkatan dan penurunan permukaan bumi yang terjadi sangat lambat serta meliputi wilayah yang sangat luas. Gerakan epirogenese dibagi menjadi dua sebagai berikut : 1. Epirogenese positif, yaitu gerak turunnya permukaan bumi sehingga laut seolaholah mengalami kenaikan. 2. Epirogenese negative, yaitu gerak naiknya permukaan bumi sehingga laut seolah-olah mengalami penurunan. 2. Orogenese gerakan pada lapisan kulit bumi secara horizontal maupun vertical akibat pengangkatan dan penurunan permukaan bumi yang terjadi secara cepat seperti meliputi wilayah yang sempit. Misalnya, pembentukan deretan sirkum pasifik. Berdasarkan bentuknya prosesnya tektonisme dibedakan atas patahan dan lipatan.

1. Lipatan, terjadi akibat tenaga endogen yang mendatar dan bersifat liat (plastis) sehingga permukaan bumi mengalami pengerutan. Bagian yang terlipat ke atas dinamakan punggung lipatan (anticlinal), sedangkan yang melipat ke bawah dinamakan lembah lipatan (sinklinal). Jenis-jenis lipatan sebagai berikut : 1. Lipatan tegak (symmetrical folds) terjadi karena pengaruh tenaga horizontal sama atau tenaga radial sama dengan tenaga tangensial. 2. Liputan miring (asymmetrical folds), terjadi karena arah tenaga horizontal tidak sama. 3. Lipatan menutup (recumbent folds), terjadi karena tenaga tangensial saja yang bekerja. 4. Lipatan rebah (overturned folds), terjadi karena arah tenaga horizontal dari satu arah. 5. Sesar sungkup (overthrust), terjadi karena ada pergerakan pada panjang kerak bumi. 2. Patahan, terjadi akibat tenaga endogen yang relative cepat , baik secara vertical maupun secara horizontal. Jenis-jenis patahan sebagai berikut : 1. Tanah naik(horst), yaitu dataran yang terletak lebih tinggi dari daerah sekelilingnya, akibat dataran di sekelilingnya patah. Horst terjadi akibat gerakan tektogenesa horizontal memusat, yaitu tekanan dari dua arah atau lebih yang menimbulkan kerak bumi terdorong naik. 2. Tanah turun (graben/slenk), yaitu kenampakkan dataran yang letaknya lebih rendah dari daerah di sekelilingnya, akibat dataran di sekelilingnya patah. Graben terjadi karena tarikan dari dua arah yang mengakibatkan kerak bumi turun. 3. Sesar, yaitu patahan yang diakibatkan oleh gerak horizontal yang tidak frontal dan hanya sebagian saja yang bergeser. Sesar ini dibagi menjadi dua, yaitu dekstral dan sinistral.

Dekstral, yaitu jika kita berdiri di depan potongan sesar di depan kita bergeser kekanan. Sinistral, yaitu jika kita berdiri di depan potongan sesar di depan kita bergeser ke kiri.

4. Blok mountain, yaitu kumpulan pegunungan yang terdiri atas beberapa patahan, blok mountain terjadi akibat tenaga endogen yang berbentuk retakan-retakan di suatu daerah, ada yang naik ada yang turun da nada pula yang berbentuk miring sehingga terbentuk komplek pegunungan patahan yang terdiri atas balok-balok lithosfera. D. Seisme Gempa bumi adalah proses pergeseran permukaan bumi,baik disebabkan oleh tektonisme,volkanisme maupun terban (tanah runtuh).Gempa bumi ini kurang berperan dalam membentuk konfigurasi permukaan bumi dibandingkan tenaga endogen lain.

2.2 Sumber Dari Luar Bumi Tenaga yang berasal dari luar bumi yang membentuk relief permukaan bumi berbeda dengan tenaga endogen yang bersifat merusak kulit bumi dengan proses penghancuran yang dapat menyebabkan perubahan bentuk muka bumi. Tenaga yang bekerja meliputi semua medium alami yang mampu mengikis dan mengangkut metarial di permukaan bumi 2.2.1 Degadrasi Degradasi adalah penurunan mutu atau kemerosotan kedudukan (Daryanto, 1997). Sedangkan degradasi lahan adalah penurunan atau kemerosotan mutu lahan sebagai akibat perilaku manusia atau aktivitas alam, sehingga kondisi tahan menjadi lebih buruk dibanding dengan kondisi sebelumnya. Dengan demikian degradasi lahan harus dicegah agar tanah tidak mengalami kerusakan dan manusia mengalami kerugian karena tidak dapat memanfaatkan lahan untuk menunjang kehidupannya. Lahan adalah bagian dari bentang alam yang ada di permukaan bumi yang mencakup keseluruhan dari fisik permukan bumi meliputi: udara, relief, tanah, hidrosfer/air, tumbuhan serta aktivitas manusiapadanya. (Zuidam, 1979). Dengan demikian maka tanah, sungai, danau atau waduk, tumbuhan dan jenis penggunaan tanah termasuk

sebagai komponen-komponen lahan. Komponen lahan ini dapat mengalami kerusakan atau degradasi. Degradasi lahan dapat terjadi pada aspek fisik, kimia, dan biologi. 1. Degradasi Fisik Degradasi fisik berarti secara fisik tanah mengalami kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi seperti sediakala. Beberapa contoh kerusakan fisik yang terjadi pada tanah adalah: a) Kepadatan Tanah b) Tekstur Tanah c) Struktur Tanah d) Porositas Tanah e) Konsistensi/Kelekatan 2. Degradasi Kimiawi Degradasi kimiawi berarti secara kimiawi tanah mengalami perubahan ke arah lebih buruk, sehingga tanah menjadi rusak dan tidak dapat berfungsi seperti sediakala. Beberapa contoh kerusakan kimiawi yang terjadi pada tanah dapat berupa: a) Penurunan Unsur Hara Makro b) Penurunan Unsur Hara Mikro c) Kehilangan Ion-ion d) Terbentuknya Senyawa Racu 3. Degradasi Biologi Secara biologi di dalam tanah terdiri dari binatang dan tumbuhan. Tumbuhan meliputi tumbuhan makro, meso, dan mikro. Contoh masing-masing kelompok tumbuhan adalah:

a) Tumbuhan Makro Tumbuhan di tanah yang tergolong tumbuhan makro adalahpohon mangga, durian, dll. b) Tumbuhan Meso: semak, perdu, rumput c) Tumbuhan Mikro; bakteri, jamur. Demikian juga binatang meliputi binatang makro, meso, dan mikro. Contoh masing-masing kelompok binatang tersebut adalah: a) Binatang Makro: gajah, harimau, sapi, dll b) Binatang Meso: tikus, kelinci, dll c) Binatang Mikro: jazad-jazad renik dalam tanahDegradasi biologi berarti secara biologi tanah telah mengalamikerusakan. Dalam hal ini unsur-unsur biologi seperti tumbuhan dan binatang yang terdapat dalam tanah telah rusak dan hilang. Oleh karena kondisi biologi dapat menciptakan sifat tanah yang ideal/subur, maka pada tanah yang kehilangan unsur biologinya menjadi rusak dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan degradasi adalah berkurang dan hilangnya nutrisi, dan erosi tanah (IBSRAM, 1994, dalam Chen, 1998). Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya degradasi lahan/tanah meliputi faktor yang bersifat merusak secara fisik dan faktor yang merusak secara kimiawi dan biologi. Sebagai salah satu faktor penyebab degradasi,erosi tanah oleh air dan angin merupakan bentuk terpenting dari degradasi (Chen, 1998). Menurut Suripin (2001), erosi tanah merupakan suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Limpasan permukaan sebagai faktor pemicu utama erosi, pada akhirnya berakibat pada terjadinya degradasi lahan. A. Pelapukan Istilah lain untuk pelapukan adalah weathering, verwering. Secara umum pelapukan adalah Pelapukan adalah proses alterasi dan fragsinasi batuan dan material tanah pada dan/atau dekat permukaan bumi yang disebabkan karena proses fisik, kimia dan/atau biologi. Hasil dari pelapukan ini merupakan asal (source) dari batuan sedimen dan tanah (soil). Kiranya penting untuk diketahui bahwa proses pelapukan akan menghacurkan batuan atau bahkan melarutkan

sebagian dari mineral untuk kemudian menjadi tanah atau diangkut dan diendapkan sebagai batuan sedimen klastik. Sebagian dari mineral mungkin larut secara menyeluruh dan membentuk mineral baru. Inilah sebabnya dalam studi tanah atau batuan klastika mempunyai komposisi yang dapat sangat berbeda dengan batuan asalnya. Komposisi tanah tidak hanya tergantung pada batuan induk (asal) nya, tetapi juga dipengaruhi oleh alam, intensitas, dan lama (duration) pelapukan dan proses jenis pembentukan tanah itu sendiri. Atau dapat juga diartikan, pelapukan merupakan proses-proses alami yang menghancurkan batuan. Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Pelapukan, Diantaranya: Jenis batuan terdiri atas kandungan meineral, retakan yang dimilikinya, bidang pelapisan, rekahan dan patahan menyebabkan adanya variasi tingkat resistensi terhadap pengaruh eksternal. Batuan yang resisten lebih lambat terken proses eksternal sehingga tidak mudah lapuk. Sebaliknya betuan tidak resisten lebih cepat terkena proses resisten sehingga mudah lapuk. Contoh: - Limestone, resisten pada iklim kering, tetapi tidak resisten pada iklim basah. - Granat, resisten pada iklim basah, tetapi tidak resisten pada iklim kering. Iklim, terutama temperatur dan curah hujan akan mempengaruhi tingkat pelapukan pada jenis pelapukan di suatau tempat. Contoh: - Iklim kering, jenis pelapukannya mekanik\fisis - Iklim basah, jenis pelapukannya kimia - Iklim dingin, jenis pelapukannya mekanik

Vegetasi, sebagai penutup sinar matahari, sehingga akan memperlambat pelapukan mekanis. Vegetasi sebagai pemasok asam organik dan CO2 ke dalam tanah, sehingga akan mempercepat pelapukan kimia.

Topografi yang kemiringannya besar dan menghadap arah datangnya sinar matahari\arah hujan, maka akan memepercepat proses pelapukan.

Jenis-Jenis Pelapukan : 1. Pelapukan Fisik\Mekanik Pelapukan Fisik\Mekanik adalah pelapukan yang disebabkan oleh perubahan volume batuan, dapat ditimbulkan oleh perubahan kondisi

lingkungan atau karena interupsi kedalam rongga\patahan batuan. Pada pelapukan fisik\mekanisk terjadi disintegrasi batuan. Proses pelapukan fisika merupakan proses perubahan batuan menjadi fragmen batuan yang berukuran lebih kecil, tanpa merubah komposisi kimia atau mineralnya. Proses pelapukan fisika biasanya terjadi bersama-sama dengan pelapukan kimia, kecuali pada daerah beriklim dingin dan sangat kering.Yang termasuk proses pelapukan fisika antara lain frost wedging, pengembangan dan penyusutan, dan pelepasan beban pada batuan. Faktor yang menyebabkan pelapukan fisik\mekanik adalah: a. Perubahan kondisi lingkungan Berkurangnya tekanan Batuan beku yang penutupnya hilang menyebabkan volume berkurang sehingga lingkungannya berubah, akibat selanjutnya tekanan pada batuan itu berubah. Oleh karena tekanan berubah maka, kemampuan memeuai\menyusut berbeda-beda pula tekanan permukaan batuan, sehingga terjadilah retakan-retakan sejajar yang menyebabkan pengelupasan batuan (ekfoliation). Insolasi Batuan yang terkena panas matahari akan memuai, tetapi tingkat pemuaian bagian luar dan bagian dalam batuan tidak sama. Ketidaksamaan pemuaian tersebut menyebabkan batuan mengalami pecah. Hidrasi Oleh karena proses hidarsi menyebabkan air masuk ke dalam pori-pori\bidang belah mineral. Peristiwa ini didahului oleh pembentukan mineral baru. Masuknya air ke dalam pori\pori bidang mineral menyebabbkan batuan menjadi lapuk. Akar Tanaman

Akar tanaman yang masuk dke dalam batuan mneyebabkan batuan mengalami pelapukan fisik (pecah). Asam organik yang dikeluarkan akan menyebabkan pelapukan kimiawai. Binatang Binatang yang menggali batuan lunak menyebabkan batuan mengalami pelapukan fisik pad abatuan tersebut. Hujan dan petir Percikan air hujan dan petir menyebabkan batuan mengalami pelapukan. b. Interupsi ke dalam pori-pori\celah batuan. Frost Weathering Di daerah iklim dingin, air membeku menyebabkan volume bertambah + 10 % dan tekanan bertambah + 1 ton\inchi. Proses ini menyebabkan batuan pecah karena mengalami beku celah (kryoturbasi). Salt Weathering Di daerah iklim kering, air menguap menyebabkan garamgaraman, misal NaCl, MgSO4, KCL mengendap di pori-pori batuan tersebut menekan batuan hingga pecah. 2. Pelapukan Kimiawi Pelapukan kimiawi adalah pelapukan yang ditimbulakan oleh reaksi kimia terhdapa massa batuan. Air, oksigen, dan gas asam arang mudah bereaksi dengan mineral, sehingga membentuk mineral baru yang menyebabkan batuan cepat pecah. Adapun faktor-faktor yang mempegaruhi intensitas pelapukan kimiawi, diantaranya: a. Komposisi Batuan Ada mineral yang mudah bereaksi dengan air, oksigen dan gas asam arang, ada juga yang sulit. Bagi mineral yang mudah bereaksi dengan air, oksigen, dan gas asam arang akan lebih cepat lapuk dari pada mineral yang sulit bereaksi dengan air, oksigen, dan gas asam arang. b. Iklim

Daerah yang mempunyai iklim basah dan panas misalnya iklim hujan tropis akan mempercepat proses reaksi kimia, sehingga batuan menjadi cepat lapuk. c. Ukuran Batuan Makin kecil ukuran batuan, makin intensiv reaksi kimia pada batuan tersebut, berarti makin cepat pelapukannya. d. Vegetasi dan Binatang Dalam hidupnya, vegetasi dan binatang menghasilkan asam tertentu, oksigen dan gas asam arang sehingga mudah bereaksi dengan batuan. Jenis-jenis pelapukan kimiawi antaar lain: a. Pelapukan\Pemghancuran (Solution\Dissolution) Pelapukan kimia yang disebabkan oleh mineral yang mengalami dekomposisi karena pelarutan oleh air. Contoh: Kuarsa mengalami pelarutan SiO4 + 2H2O = Si(OH)4 b. Hidrolisa Pelapukan kimia yang disebabkan oleh air bereaksi langsung dengan mineral penyusun batuan, terjadi penggantian kation metal seperti K+, Na+, Ca+, Mg+, oleh ion H+. Contoh: 4NaAlSi03O8+6H2O=Al4Si4O10(OH+8Si)2+4Na (albit) c. Karbonisasi Pelapukan yang disebabkan oleh CO2 dan air membentuk senyaa ion bikarbonat (HCO3) yang aktif bereaksi denagn mineral-mineral yang mengandung kation-kation Fe, Ca, Mg, Na, dan K pada proses ini terjadi dekomposisi batuan\perubahan fisik. Contoh: - Dekomposisi batuan gamping - Dekomposisi batuan granit - Dekomposisi Batuan Grabo d. Oksidasi Pelapukan yang disebabkan oleh reaksi oksigen terhadap mineral besi pada batuan,terutama jika batuan dalam keadaan basah. (air) + 40H = kaolinit

Contoh: 4Fe+3O2= 2 Fe2O3 (hematit) e. Hidrasi Pelapukan kimia yang disebabkan oleh penyerapanair oleh mineral ke dalam struktur Kristal batuan. Contoh: 2Fe2O3+3H2O = 2Fe2O33H2O (hematite) (air) (imonit)

Dengan demikian= volume > hematite, kristalin menjadi nonkristalin. f. Desilikasi Pelapukan yang disebabkan oleh hilangnya silikat pada batuan, terutama basaltis.

3. Pelapukan Biologi Pelapukan biologi atau organik merupakan pelapukan yang disebabkan oleh makhluk hidup. Penyebabnya adalah proses organisme yaitu binatang, tumbuhan, dan manusia. a. Binatang yang dapat melakukan pelapukan antara lain cacing tanah dan serangga b. Pengaruh yang disebabkan oleh tumbuhan ini dapat bersifat mekanik atau kimiawi. Pengaruh sifat mekanik yaitu berkembangnyaakartumbuhtumbuhan di dalam tanah yang dapat merusak

tanahdisekitarnya. Pengaruh zat kimiawi yaitu berupa zat asam yang

dikeluarkanolehakar- akar serat makanan menghisap garam makanan dapat merusakbatuan. c. Manusia juga berperan dalam pelapukan melalui aktifitas penebangan pohon pembangunan maupun penambangan.

Bentuk topografi hasil pelapukan pada umumnya berskala kecil, di bedakan menjadi: 1. Hasil dari Differensial Weathering:terjadi karena tingkat resistensi batuan tidak sama, batuan resistensi lebih sulit lapuk,sedangkan yang

tidakresistensi berupa torehan-torehan. Contoh: Pinnacle (pilar-pilar batuan keras). 2. Exfoiation dome: yaitu bukit/kubah yang permukaannya terkelupas. 3. Tor adalah batu-batu bundar hasil pengelupasan yang masih terlihat pada batuan dasar. 4. Core Stone: seperti tor, tidak melihat pada dasar karena pelapukan terjadi di bawah permukaan. 5. Spheirodally Wethered Bouder yaitu batu-batu agak membulat kareana pelapukan kimia dan fisik, intensif pada susut-sudut batuan. 6. Pil Hole adalah lubang-lubang kecil pada batuan, bekas mineral yang lapuk. Misalnya, desilikasi.

B. Erosi Pengertian Erosi Erosi adalah suatu proses geomorfologi , yaitu proses pelepasan dan terangkutnya material bumi oleh tenaga geomorfologis. Proses geomorfologi tersebut tercakup dalam studi goemorfologi ,yang mempelajari bentuk lahan (landfoem) secara genetik dan proses yang mempengaruhi bentuk lahan dan proses-proses itu dalam susunan keruangan (Zuidam and Zuidam

Cancelado,1979). Arsyad (1989), erosi adalah pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Erosi dapat juga disebut pengikisan atau pelongsoran, sesungguhnya merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air atau angin, baik yang berlangsung secarah ilmiah ataupun sebagai akibat/tindakan perbuatan manusia(Kartasapoetra, 1991).

Penyebab Erosi Menurut Baver(1972), bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi tanah adalah : sifat hujan, kemiringan lereng dari jaringan aliran air, tanaman penutup tanah, dan kemampuan tanah untuk menahan dispersi dan untuk

menghisap kemudian merembeskan air ke lapisan yang lebih dalam (Kartasapoetra,1991). Morgan (1979), menyatakan bahwa kemampuan mengerosi, agen erosi, kepekaan erosi dari tanah, kemiringan lereng, dan keadaan alami dari tanaman penutup tanah merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap erosi tanah. Baver (1972) dan Morgan (1980) dalam Sahuleka (1993), menyatakan bahwa erosi merupakan interaksi antara faktor iklim, topografi, tanah, dan aktivitas manusia yang dinyatakan dengan formula sebagai berikut : E = f (c. t. v. s. h ) dalam hal ini : E = erosi f = fungsi c = iklim s = tanah t = topografi h = manusia v = vegetasi

a) Iklim Iklim merupakan faktor terpenting dalam masalah erosi terutama fungsinya sebagai agen pemecahan dan transport. Faktor iklim yang berpengaruh adalah curah hujan, angin, temperatur, kelembapan, dan penyinaran matahari (Schwab et al., 1981; dalam Arsyad, 1989 ).Banyaknya curah hujan,intensitas dan distribusi hujan menentukan dispersi hujan terhadap tanah,jumlah dan kecepatan aliran permukaan,serta besarnya kerusakan erosi. Angin selain sebagai agen transport dalam erosi di beberapa kawasan, juga bersama-sama dengan temperatur,kelembapan dan penyinaran matahari berpengaruh terhadap evapotranspirasi, sehingga mengurangi kandungan air dalam tanah yang berarti memperbesar kembali kapasitas infiltrasi tanah. Selain itu, juga mempengaruhi kecepatan pelapukan baik bahan organik maupun anorganik yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kepekaan erosi tanah (Arsyad, 1989).

b) Topografi Kemiringan lereng, panjang lereng, konfigurasi, dan arah lereng adalah unsur topografi yang berpengaruh trhadap erosi (Arsyad, 1989). Kemiringan lereng diyatakan dalam derajat atau persen. Kecuraman lereng memperbesar

jumlah aliran permukaan, dan memperbesar kecepatan aliran permukaan, sehingga dengan demikian memperbesar daya angkut air. Semakin besar erosi terjadi dengan makin curamnya lereng. Panjang lereng dihitung mulai dari titik pangkal aliran permukaan sampai suatu titik dimana air masuk ke dalam saluran atau sungai, atau dimana kemiringan lereng berkurang sedemikian rupa sehingga kecepatan aliran berubah. Air yang mengalir dari permukaan tanah akan terkumpul diujung lereng bawah, dengan demikian berarti lebih banyak air yang mangalir dan makin besar kecepatannya di bagian bawah lereng dari pada di bagian atas. Hal tersebut menimbulkan tanah di bagian bawah lereng mengalami erosi lebih besar dari pada bagian atas. Konfigurasi lereng permukaan berbentuk cembung, planar dan cekung mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap erosi. Berdasarkan konfigurasi lereng, erosi lembar cenderung pada permukaan cembung dan planar, sedangkan erosi alur dan parit cenderung terjadi pada permukaan yang cekung. Hal ini disebabkan karena pada lereng cekung aliran permukaan cenderung terkosentrasi. Demikian juga arah lereng yang menghadap sinar matahari cenderung mengalami erosi lebih besar dibandingkan arah lereng yang kurang dapat sinar matahari. Hal itu disebabkan karena sinar matahari secara langsung dapat mengakibatkan proses penguraian bahan organik tanah berjalan lebih intensif sehingga kandungan bahan organik lebih rendah dan tanah lebih mudah terdispersi. c) Vegetasi Peranan vegetasi terhadap erosi terutama pada kemampuannya mengurangi kecepatan jatuh dari butir hujan dan mempengaruhi aliran permukaan (Wischmeier dan Smith, 1978; dalam Arsyad, 1989).

d) Tanah Baver et al. (1972), menerangkan bahwa kepekaan tanah terhadap erosi tergantung pada sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas, kapasitas menahan air, dan sifat-sifat tanah yang berhubungan

dengan ketahanan sruktur tanah terhadap dispersi dan pengikisan oleh media alami. Adapun sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah: 1) tekstur, 2) sruktur, 3) bahan organik, 4) kedalaman, 5) sifat lapisan tanah, dan 6) tingkat kesuburan tanah (Arsyad, 1989). e) Manusia Manusia dapat mencegah dan mempercepat terjadinya erosi, tergantung bagaimana manusia mengelolanya. Manusialah yang menentukan apakah tanah yang diusahakanya akan rusak dan tidak produktif secara lestari. Banyak faktor yang akan menentukan apakah manusia akan memperlakukan dan merawat serta mengusahakan tanahnya secara bijaksana, sehingga menjadi lebih baik dan apat memberikan pendapatan yang cukup untuk jangka waktu yang tidak terbatas (Arsyad, 1989).Berdasarkan hal tersebut mendorong morgan (1979), untuk membuat klasifikasi bentuk erosi menjadi: 1) erosi percik (splash erosion), 2) erosi aliran permukaan (overland flow erosion), 3) erosi aliran bawah tanah (subsurface flow erosion), 4) erosi alur (rill erosion ), 5) erosi parit (gully erosion), 6) gerakan massa tanah (mass movement erosion) (Ananto, 1991). Macam- Macam Erosi a. Erosi Percik Erosi percik ialah percikan partikel-partikel tanah yang halus yang disebabkan oleh pukulan tetes air hujan terhadap tanah dalam keadaan basah (Yunianto, 1994). Mc Intrye (1958; dalam Ananto, 1991 ) menyatakan bahwa ada empat fase dalam erosi percik, yakni: terjadinya pembasahan yang cepat pada permukaan tanah sehingga gaya kohesi antar partikel tanah menurun, akibatnya laju erosi percik akan meningkat, terjadinya pemadapatan dan pembentukan lapisan kerak tipis (crust) tipis yang akan menurunkan besarnya

percikan dan meningkatnya akumulasi air, terbentuk aliran turbulensi yang mampu menghilangkan sebagian lapisan kerak pada permukaan tanah. Erosi percikan maksimum terjadi setelah 2-3 menit setelah hujan turun. Pada daerah miring erosi percik ini akan terjadi hebat dibanding dengan daerah yang datar. Pada daerah datar butir-butir hujan dengan diameter 5,9 mm mampu

memercikan partikel hingga ketinggian 0,38 m, dan terlempar 1,5 m. Pada lahan diolah, butir hujan dengan diameter 6 mm mampu memercikkan hingga 0,3 m, dan terlempar sejauh 0,95 m (Mihara, 1952: dalam Ananto, 1991). b. Erosi Lembar Erosi lembar adalah erosi yang terjadi karena pengangkutan /pemindahan lapisan tanah yang hampir merata di tanah permukaan oleh tenaga aliran perluapan. Kekuatan jatuh tetes hujan dan aliran perluapan merupakan penyebab utama erosi lembar (Arsyad, 1989). Oleh karena hilangnya lapisan tanah atas adalah merata, maka bentuk erosi lembar seringkali tidak segera tampak,dan apabila proses erosi berlangsung lebih lanjut maka baru dapat diketahui setelah tanaman tumbuh pada lapisan tanah bawah. Erosi lembar disebut juga sebagai erosi antar erosi alur (onterrill erosion). c. Erosi Alur Erosi akur terjadi karena adanya proses erosi dengan sejumlah saluran kecil (alur), yang kedalamannya < 30 cm, dan terbentuk terutama di lahan pertanian yang baru saja diolah. Erosi ini sebenarnya sebagai perkembangan lebih lanjut dari erosi lembar, hanya tenaga aliran perluapan sudah mulai terkosentrasi pada alur. Alur-alur tersebut terbentuk karena daya tahan tanah terhadap pengaruh tenaga erosi oleh aliran perluapan tidak merata, sehingga pada bagian yang relatif lembek akan mengalami pengikisan awal (Yunianto, 1994). Alur-alur yang terjadimasih dangkal dan dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah. Erosi alur biasanya terjadi pada tanah-tanah yang ditanami dengan tanaman yang ditanam berbaris menurut lereng atau akibat pengolahan tanah menurut lereng atau bekas tempat menarik balok-balok kayu. Erosi lembar dan erosi alur merupakan kedua bentuk erosi yang lebih banyak dan luas terjadinya jika dibandingkan dengan bentuk erosi lainnya. d. Erosi Parit

Proses terbentuknya erosi ini sama dengan erosi alur, akan tetapi tenaga erosinya berupa aliran limpasan, dan alur-alur yang terbentuk sudah sedemikian dalam sehingga sudah tidak dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah secara biasa. Di samping itu, ukuran lebar air sudah lebih dari 50 cm, dan kedalaman alur lebih dari 30 cm (Bergsma, 1980; dalam Yunianto, 1994). Erosi parit dapat berbentuk V atau U, tergantung dari kepekaan erosi substratanya. Bentuk V adalah bentuk yang umum terdapat, tetapi daerahdaerah yang substratanya mudah lepas yang umumnya berasal dari batuan sedimen maka akan terjadi bentuk U. Tanah-tanah yang sudah mangalami erosi parit sangat sulit untuk dijadikan lahan pertanian: Diantara kedua bentuk tersebut, bentuk U lebih sulit diperbaiki dari pada bentuk V (Arsyad, 1989).

Dampak Erosi Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian

atas, yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya akibat tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga akan memengaruhi kelancaran jalur pelayaran.

C. Gerakan Massa Batuan Secara garis besar Gerak Masa Batuan (Mass Movement) dapat diartikan sebagai perpindahan material batuan di permukaan bumi akibat gaya grafitasi yang dimiliki bumi. Perpindahan ini dapat terjadi dalam waktu yang singkat maupun waktu yang lama. Tipe Mass Movement a. Tipe Creep (Rayapan) Rayapan merupakan gerak masa batuan yang sangat lambat, sehingga proses rayapannya hampir tak dapat diamati. Perpindahan Masa Batuan

bertipe Creep ini hanya bisa diketahui dengan gejala-gejala seperti menjadi miringnya tiang listrik atau dengan melihat ketidakteraturan permukaan tanah. Jika dilihat dari kecepatannya maka tipe Creep ini memiliki kecepatan antara 1 mm hingga 10 m pertahun. b. Tipe Luncuran (Slides) Tipe Luncuran ini lebih sering dikenal orang awam dengan bencana tanah lonsor. Gerakan masa batuan seperi inilah yang sering menimbulkan korban jiwa. Secara umum luncuran batuan dapat diartikan sebagai pepindahan material permukaan bumi menuruni lereng dengan cepat. Berdasar bidang luncurannya maka tipe pepindahan masa batuan ini dapat dibedakan menjadi transisional dan rotasional. Untuk luncuran yang memiliki bidang luncur lurus disebut dengan transitional slide, sedangkan luncuran yang memiliki bidang luncur melengkung disebut sebagai rotational slide. d. Tipe Aliran Gerak Masa Batuan tipe aliran ini dicirikan dengan adanya bidang geser (shear plan). Tipe aliran ini dapat dibedakan dengan rayapan dari batas yang tegar dan material yang terpindahkan. Menurut Vames (1978) aliran masa batuan dapat dibedakan menjadi aliran kering, suliflaction, aliran tanah, aliran debris, dan debris avelanche. Dari kesemua tipe tersebut tipe suliflaction adalah gerak masa batuan tipe aliran yang paling lambat bergerak. Hal ini terjadi karena lapisan tanah memiliki kejenuhan yang tinggi terhadap air. Tipe suliflaction dapat berlangsung pada medan dengan kemiringan hanya 1 dan dapat pula terjadi pada lingkungan periglas d. Tipe Heave Gerak masa batuan bertipe Heave ini terjadi karena adanya proses kembang kerut tanah. Tanah yang banyak mengandung lempung smectile biasa mengalami kembang kerut. Ketika tanah ini mengembang maka volume akan bertambah kearah tegak lurus bidang lereng. Oleh sebab itu akan terjadi desakan kearah lereng bawah. Tipe heave sendiri masih dapt dibagi menjadi rayapan tanah dan rayapan talus. Tipe heave ini dikendalikan oleh kuanitas kandungan tanah terhadp lempung jenis smectile atau illit dan relief mikro akibat adanya proses kembang kempis.

e. Tipe Jatuhan Gerak masa batuan bertipe jatuhan ini dicirikan oleh pegerakan melalui udara. Pada umumnya fragmen batuanlah yang seolah terbang. Didalam kenyataannya sangat sulit menemui tip pergerakn masa batuan seperti ini. Suatu pengecualian pada tebing sungai yang runtuh dan sering diistilahkan dengan bank calving. f. Tipe Runtuhan (Subsidence) Satu ciri utama dari pergerakan masa batuan ini adalah tak kuatnya lagi penopang batuan yang ada. Ketika penopang sudah tak kuat atau bahkan sudah hilang maka masa batuan diatasnya akan jatuh secara cepat yang disebut dengan runtuh. Dari kesemua jenis gerak massa dapat diketahui tingkat resiko terhadap jenis material yang dipengaruhi pada gambar dibawah.

Menurut AK. Lobeck terdapat tiga klasifikasi gerakan massa batuan yaitu : 1. Very Rapid Mass Movement

Gerakan massa batuan yang sangat cepat, dalam hal ini air tidak memegang peranan penting. Gerakan ini terutama disebabkan oleh grafitasi yang dihasilkan rock fall, rock slide, debris fall, dan debris slide. a. Rock fall Pelapukan merupakan unsur yang mempersiapkan adanya gerakan atau perubahan batuan. Jika terjadi hujan akan mengalami pelapukan pada retakan retakan itu. Tanah bagian bawah akan hilang dan massa batuan yang resisten yang terdapat di bagian atasnya tidak tahan terhadap gaya tarik bumi. Akibatnya massa batuan itu akan runtuh secara bebas tanpa adanya penyangga yang disebut rock fall. Rock fall ini terjadi di daerah daerah yang lerengnya curam, cliff atau daerah lain yang memungkinkan.

b. Rock slide Rock slide terjadi disebabkan oleh hal lain yang dibantu air. Lapisan sandstone yang ada di atas lapisan shale. Setelah jenuh akan melepaskan butir butir batuan itu dan akhirnya lapisan sand stone meluncur ke bawah karena terletak di atas lapisan shale yang licin. Lapisan sand stone akan meluncur walaupun kemiringannya hanya 20

c. Debris fall Pada prinsipnya sama dengan proses terjadinya rock fall tetapi materi yang mengalami runtuhan adalah materi yang lebih kecil ukurannya. Gerakan ini biasanya didahului oleh pelapukan mekanis yang menyebabkan gumpalan batuan pecah pecah menjadi lebih kecil. Ini pun sering terjdi di daerah yang curam baik di tebing sungai maupun pada pantai cliff / jurang. d. Debris slide Yaitu Suatu gerakan meluncur dari pecahan batuan, proses terjadinya seperti rock slide.

2. Rapid Mass Movement

Gerakan Massa batuan ini sangat didominasi kejenuhan air dalam batuan, sehingga alirannya cepat. Bentuk gerakan yang dihasilkan adalah earth flow, mud flow, dan debris avalanche. a. Earth Flow Gerakan massa tanah ini sejenis land slides, yang terjadi jika gerakan itu disebabkan kejenuhan yang tidak terlalu besar. Yang berarti juga lebih lambat dari mud flow. Beberapa pegunungan yang tinggi dengan materi lunak dapat terjadi eart flows. Contoh : Earth flow banjir lahan dingin dari erupsi gunung merapi. b. Mud Flow Mud Flows (Aliran Lumpur) terjadi di daerah pegunungan pada jurang jurang, sungai dan anak sungai. Daerah tersebut biasanya tanahnya lunak, lumpur itu kadang kadang merupakan bendung bendung berjalan karena dorongan air, Jika pada aliran itu terbuka maka akan terjadi banjir lumpur dan air yang menggenangi kiri dan kanan sungai. Hal ini sangat berbahaya pada daerah vulkanis, banjir lumpur, banjir lumpur dapat menjebol c. Debris Avalance Merupakan gerakan massa batuan yang setengah longsor sebagai akibat batuan plastis yang berada di atas batuan kedap air. Pada saat batuan yang plastis tersebut jenuh air maka terjadilah longsoran yang cukup besar. Contoh yang terjadi di daerah pegunungan Progo Barat (Naggulan) oleh karena daerah tersebut tersusun dari batuan Limestone yang plastis yang berada di atas batuan breksi andesit, maka pada saat musim penghujan terjadi debris avalanche. 3. Slow Mass Movement Pada umumnya gerakannya lambat, seingga tidak dapat diamati tetapi hanya dapat dilihat gejala gejalanya. Gerakan yang dihasilkan adalah soil creep (tanah yang merayap), talus creep ( batuan endapan yang berkumpul disatu tempat kemudian merayap), rock creep (gumpalan batuan yang merayap), solifluction (batuan yang berada di daerah salju setengah mengalir). a. Soil Creep

Tanah yang merayap (soil creep) merupakan gejala umum yang terdapat di permukaan bumi. Selain air, gravitasi merupakan unsure penunjang terjadinya soil creep. Soil creep ini gerakannya lebih lambat daripada mud flow. Unsur unsure yang membantu yang lain adalah pemanasan dan pembekuan, pembahasan dan pengeringan, dan pembekuan dan pencairan. Soil creep tidak segera terlihat prosesnya karena gerakannya sangat lambat. Yang dapat dilihat hanya tanda tandanya, bahwa suatu daerah mengalami soil creep yaitu adanya tumbuhan yang condong, pagar, tiang tiang yang condong mengikuti gerakan soil creep. b. Talus Creep Talus creep adalah rayapan puing-puing hasil pelapukan yang tertimbun di suatu lereng. Terjadi karena pengaruh gravitasi, yang tertimbun di suatu lereng. Terjadi karena pengaruh gravitasi, yang dibantu oleh air sebagai pendorong. Rayapan puing hasil rombakan batuan (talus creep),pada prinsipnya sama dengan soil creep, hanya bahannya saja yang berbeda. Gejala ini banyak terjadi pada daerah-daerah yang mengalami pergantian antara pembekuan dan pencairan kembali. c. Rock Creep Apabila bahan-bahan yang bergerak berupa bongkah-bongkah besar dengan gerakannya yang perlahan-lahan. d. Solifluction Solifluction merupakan gerakan massa tanah dan batuan yang mengalir secara lambat, biasanya terjadi di daerah yang beriklim dingin, yang mengalami pembekuan dan pencairan walaupun terjadi pada lereng yang relative tidak curam. Untuk terjadi solifluction memerlukan syarat syarat sebagai berikut : 1. Suplai air yang baik yang berasal dari pencairan salju dan es daratan. 2. Lereng yang sedang sampai curam yang secara relative bebas dari vegetasi. 3. Terdapat lapisan dasar yang selallu beku di permukaan daratan.

4. Produksi yang cepat dari reruntuhan batuan (debris) oleh proses pelapukan. Faktor Faktor Pengontrol Mass Wasting 1. Kemiringan Lereng Semakin besar sudut kemiringan lereng, semakin besar pula peluang mass wasting terjadi karena gaya berat semakin besar pula. 2. Relief Lokal Relief local yang mempunyai kemiringan lereng cukup besar memperbesar peluang mass wasting. Misalnya kubah, perbukitan punya peluang yang besar untuk terjadi mass wasting. 3. Ketebalan Hancuran Batuan (debris) diatas batuan dasar Makin tebal hancuran batuan yang berada di atas batuan dasar, makin besar pula peluang untuk terjadinya mass wasting karena permukaan yang labil makin besar pula. 4. Orientasi bidang lemah dalam bidang batuan Pada umumnya mass wating akan mengikuti alur bidang lemah dalam batuan, karena orientasi bidang lemah tersebut akan lapuk lebih dahulu kemudian materi yang lapuk akan bergerak. Bidang lemah itu berupa kekar, retakan atau diabas. 5. Iklim Kondisi iklim di suatu daerah akan menentukan cepat / lambatnya gerakan massa batuan. Bagi daerah yang beriklim basah cenderung mempunyai tingkat kejenuhan air pada massa batuan tinggi, sehingga peluang terjadinya mass wasting juga besar. Untuk daerah beriklim kering, pelapukan fisik cukup intensif sehingga permukaan bentuk lahan menjadi daerah yang labil karena timbunan hancuran batuan menjadi tebal. Akibat berikutnya terjadinya mass wasting. Seperti daerah beriklim kering, daerah beriklim dingin juga intensif mengalami pelapukan fisik sebagai akibat proses beku celah (kroturbasi) sehingga peluang terjadinya mass wasting juga besar.

6. Vegetasi

Daerah yang tertutup oleh vegetasi / tumbuhan tumbuhan peluang untuk terjadi mass wasting kecil, karena vegetasi dapat menahan laju gerakan massa batuan. 7. Gempa Bumi Daerah yang sering mengalami gempa bumi cenderung labil, sehingga peluang terjadinya mass wating cukup besar. 8. Tambahan Material di bagian atas Lereng Di daerah gunung api aktif sering terjadi penambahan material di bagian atas lereng akibat letusan, sehingga akan memperbesar peluang terjadinya mass wasting. Contoh : Kubah lava Merapi makin lama makin besar pada saat erupsi sehingga menyebabkan guguran lava ke lereng di bawahnya Cara Untuk Mencegah Gerakan Massa Batuan 1. Menanami Lereng dengan tumbuhan tumbuhan / di hutan. 2. Membuat teras teras pada lereng. 3. Bangunan di lereng dibuatkan beton penahan. 4. Apabila bagian bawah lereng dipotong / digali untuk keperluan tertentu, perlu dibuatkan saluran pembuangan air di bawah tanah. 5. Apabila membangun jalan di daerah pegunungan perhatikan arah kemiringan batuan. Bagian yang dibangun pada sisi yang stabil. 6. Menahan batuan agar tidak bergeser sepanjang bidang lemah batuan (bidang batas lapisan, bidang retakan). 2.2.2 Agradasi Agradasi adalah bagian dari proses eksogenetik yang mengakibatkan pertambahan elevasi/ketinggian suatu tempat di permukaan bumi, dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Bertambahnya elevasi dikarenakan adanya pengendapan massa batuan hasil proses degradasi dari lokasi di hulu/atas. Contoh morfologi hasil agradasi, antara lain pembentukan talus scree, bentukan gumuk pasir (sand dune) oleh media angin, morena yang terbentuk oleh gletser, dan penimbunan (filling) lembah atau penambakan kawasan pantai oleh manusia untuk penyiapan lahan baru.

2.3 Aktivitas manusia (man made processes) Aktivitas yang dilakukan oleh manusia disebut pula sebagai proses antropogenik (antrophogenic processes). Proses ini dipisahkan dari proses eksogenik, dikarenakan keunikan perilaku manusia dalam memanfaatkan morfologi. Akibatkan perubahan morfologi antara tempat yang satu berbada dengan tempat lainnya, sesuai olah pikir yang diterapkan dalam pemanfaatan morfologi. Aktivitas manusia terhadap morfologi pasti merubahnya, kadang cakupan perubahan itu dirasa cukup luas, namun dalam pandangan geomorfologi masih termasuk kategori sempit. Perubahan morfologi yang cukup luas sebagai hasil dari aktivitas manusia dapat dicontohkan antara lain pembukaan lahan untuk area penambangan (quarry area) bahan galian, untuk kawasan pemukiman (settlement) baru, alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian, dll. Dampak dari perubahan morfologi berpeluang terhadap berubahnya siklus hidrologi di sekitar lokasi, dan pasti terjadi degradasi lingkungan yang pada tingkat lanjut kemungkinan terjadi keseimbangan ekosistem akan terganggu. 2.4 Proses asal luar (extra terrestrial processes) Proses asal luar bumi inimeliputi jatuhan meteor dan hujan kosmik. Proses ini merupakan akibat lebih lanjut dari dinamika interaksi antar penghuni semesta alam, baik bulan, planet, matahari, tata surya, galaksi, atau kumpulan galaksi. Dengan demikian proses asal luar ini hakekatnya terjadi terusmenerus, atau setiap waktu terjadi. Kawah meteor (meteoric crater) di Arizona, Amerika Serikat, merupakan sebuah kawah bentukan akibat jatuhan meteorit (Thombury, 1969) yang cukup hebat, hal ini teramati dari ukuran diameter 4.000 feet, tinggi puncak kawah 13-160 feet di atas topografi dataran gurun di sekitar, dan kedalaman kawah berkisar 570 feet. Kawah tipe ini secara geomorfologi termasuk salah satu morfologi pseudo-volkanik (pseudo-volcanic morphology). Selain itu, di tepian sekeliling kawah dijumpai pembentukan mineral coesite yang merupakan hasilhasil transformasi poligonal dari mineral kuarsa akibat benturan oleh meteor. Batuan yang terkena meteor di sana adalah batu gamping berumur perm, kemudian membentuk struktur mirip kubah dengan kemiringan keluar ke empat arah berkisar 10-80.

3.Potensi Kebumian dari Proses Geomorfik Sesumber (resources) a. Morfogenesa struktural: potensial reservoar air baku, perangkap (trap) hidrokarbon

b. Morfogenesa volkanik: kawasan wisata, potensial: area resapan dan luahan air, geotermal, bahan galian industri, kawasan pemukiman pilihan kedua setelah kawasan pantai, lahan pertanian yang subur dikenal sebagai kawasan green belt c. Pelapukan: pembentukan tanah secara umum dengan kekhususan pembentukan horzon Ni-laterite pada zone saprolith, atau prospek dan mineral lempung jenis tertentu d. Erosi: singkapan-singkapan batuan yang baru berarti pengayaan khasanah geologi e. Gerakan massa: peluang pembentukan lahan baru yang potensial untuk lahan pertanian f. Agradasi: potensial kawasan lahan pertanian yang subur, bagi yang mengalami penenggelaman (seperti delta yang tenggelam) potensial sebagai pengandung bahan galian tertentu Kebencanaan (hazard) a. Morfogenesa struktural: timbulnya gerakan massa (antara lain galudu di Sumatera Barat) akibat seringnya daerah yang intensif pembentukan struktur geologi diindikasikan terbentuk topografi dengan lereng terjal b. Morfogenesa volkanik: lahar hujan (lahar dingin), lahar letusan (lahar panas), gerakan massa c. Pelapukan: gerakan massa d. Erosi, gerakan massa, dan agradasi mengakibatkan penguburan lahan pemukiman dan pertanian terdahulu

Selain manusia, hewan dan tumbuhan pun dapat merubah morfologi. Sebagai contoh sejenis binatang anai-anai di Afrika mampu membuat sarang tanah hingga tingginya mncapai delapan meter. Di kepulauan Indonesia bagian timur terdapat bonggol (sarang burung Maleo) tersusun dari batu kerikil dan tanah yang mencapai ketinggian 2-3 meter dengan diameter 7 meter. Dalam cakupan geometri yang sempit (skala sentimeteran) antara lain ada temuan pembentukan morfologi yang merupakan ekskresi dari binatang cacing, dan sebaran pasir dengan pola tertentu dihasilkan oleh Molusca mengobor di pantai berpasir.

MAKALAH Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Geomorfologi Umum yang dibina oleh Bpk. Sudarno Herlambang

Disusun oleh :

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN GEOGRAFI


September 2012

You might also like