Professional Documents
Culture Documents
"
"
"
"
"
"
"
"
"
"
[Yang demikian itu] yakni menyiksa orang-orang kafir [dikarenakan] sesungguhnya [Allah
selamanya tak pernah mengubah nikmat yang telah dianugrahkan-Nya kepada suatu kaum]
dengan menggantikannya dengan kutukan [kecuali mereka mengubah apa yang ada pada diri
mereka], yakni mereka mengganti nikmat itu dengan kekufuran seperti perbuatan para kafir
Mekkah yang menukar anugerah makanan, kemanan dan kebangkitan Nabi dengan bersikap
ingkar, menghalang-halangi agama Allah, dan memerangi umat Islam. Kedua penafsiran yang
diberikan itu tampaak tidak sinkron. Di dalam ayat pertama ia [al-Suyuthi]- menafsirkan
[_WjgO^)4`-+O)O4NC/4EO] itu dengan: mengubah sifat-
sifat yang baik dengan perbuatan maksiat. Sementara pada ayat kedua untuk ungkapan yang
sama dia memberikan penafsiran yang berbeda seperti dikatakannya: menggaanti nikmat itu
dengan kekufuran. Jadi penafsiran yang pertama bersifat abstrak dan yang kedua bersifat
konkret.
12
C. PENUTUP
Kesimpulan
Terlepas dari beberapa permasalahan yang terdapat dalam metode ijmali,
dalam sejarah penafsiran metode ini tetap menjadi salah satu konsep penafsiran
yang layak diapreasiasi, karena berbagai kekurangan yang dimiliki oleh setiap
metode tentu pasti ada. Berbagai kitab tafsir yang ditulis dengan menggunakan
metode ijmali yang muncul dalam dinamika penafsiran umat Islam terhadap al-
Quran tetap menjadi khazanah yang sangat berarti.
Metode apapun yang dilahirkan dalam menafsirkan al-Quran tetap bukan
harga mati yang harus menjadi satu-satunya pilihan atau sesuatu yang terbenarkan
secara mutlak. Setiap metode tetap memiliki kekurangan dan kelebihan yang tidak
bisa dinafikan. Dan, setiap individu yang punya kapasitas berhak melahirkan
metode-metode baru yang sesuai dengan kemampuan dirinya, karena al-Quran
bukan hanya menjadi hak otoritas satu dan beberapa orang, tetapi menjadi hak dan
miliki semua orang.
Aal-Quran akan selalu menjadi sesuatu yang menarik, karena ayat-
ayatnya yang universal dan global, memungkinkan setiap mufasir baru untuk
menyusun langkah-langkah metodis yang kreatif guna menemukan inti dan
gagasan yang ingin disampaikan oleh al-Quran. Oleh karena itu, sikap kritis
terhadap setiap penafsiran merupakan sebuah keniscayaan yang bisa dilakukan,
karena mufasir bukanlah manusia sempurna yang luput dari kesalahan, tetapi
mereka juga manusia biasa yang tidak bebas dari kelemahan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Baidan, Nashruddin. Metodologi Penafsiran al-Quran . cet. Ke- 1. Yogjakarta :
Pustaka Pelajar, 1998.
Rahman, Fazlur . Tema Pokok Al-Quran. Bandung : Pustaka, 1996
Al Qurthuby, Imam, Al Jamiu-l-Ahkami-l-Quran, Asalibu-t-Tafsir.
http://faculty.ksu.edu.s
Muhammad, Jalaludin Bin Ahmad al Mahalli dan Jalaluddin Abdurrahman Bin
Abu Bakar As Suyuthi, Tafsir Al-Jalalain, h. 9 - 11
Subhi Salih, Mabahis fi Ulumil Quran, terjemah tim Pustaka Firdaus, cet.
kedelapan, Jakarta: Pustaka Firdaus, h. 299
Mustafa, Syaikh Ahmad Al Maraghi,Tafsir Al Maraghi, Mesir: Daar An Nashr, h.
39 44
http://my-jazeerah.blogspot.com/2011/05/hadist-tentang-kewajiban-mengajarkan-
alquran.html diakses Februari 2013
http://ejournal.sunan-ampel.ac.id/index.php/Al-Afkar/article/view/92/86. diakses
Februari 2013
http://www.deenresearchcenter.com/DRC/NasrAbuZaydslegacy diakses Februari
2013
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal diakses Februari 2013