You are on page 1of 7

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman sulit bagi hampir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk yang akan

membahayakan bagi pasien bisa saja terjadi sehingga diperlukan peran penting perawat dalam setiap tindakan pembedahan dengan melakukan intervensi keperawatan yang tepat untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis (Rondhianto, 2008). Hasil penelitian di Amerika 20% penderita BPH terjadi pada usia 4150 tahun, 50% terjadi pada usia 51-60 tahun dan 90% terjadi pada usia 80 tahun (Johan, 2005). Pasien biasanya datang ke rumah sakit setelah keadaan BPH semakin berat atau dengan kasus yang parah sehingga dalam pengobatannya harus dilakukan rencana operasi. Hal ini kemungkinan disebabkan ketidaktahuan masyarakat terhadap penyakit BPH yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan. Hal ini didukung oleh pernyataan yang menyatakan bahwa bermacam pasien yang datang ke dokter, dalam keadaan darurat atau terlalu parah dan harus dilakukan tindakan pembedahan (Dona, 2005). Pria yang telah berusia lanjut sering mengeluhkan tidak bisa menahan buang air kecil. Keinginan untuk kencing, terutama di malam hari terus

muncul. Gejala tersebut perlu diwasapadai, apalagi kalau frekuensi kencing cukup tinggi dan diiringi gejala lain, seperti air seni sulit keluar dan terasa sakit. Prostat adalah kelenjar seks pria yang terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi saluran kencing (uretra). Ukuran organ ini sebesar biji kemiri dengan diameter 4 cm. Semakin bertambah usia, ukuran prostat akan semakin membesar. Pada pria usia 25-30 tahun prostat mencapai berat maksimal sekitar 25 gram. Menurut beberapa referensi di Indonesia, sekitar 90 % laki-laki yang berusia 40 tahun ke atas mengalami gangguan berupa pembesaran kelenjar prostat. (Bufa, 2006) Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang bisa menimbulkan kecemasan. Kecemasan biasanya berhubungan dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Pasien yang mengalami kecemasan menunjukkan gejela mudah tersinggung, susah tidur, gelisah, lesu, mudah menangis dan tidur tidak nyenyak. Kecemasan pasien pre operatif disebabkan berbagai faktor, salah satunya adalah faktor pengetahuan dan sikap perawat dalam mengaplikasikan pencegahan kecemasan pada pasien pre operatif. Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka bagian tubuh yang akan ditangani. Sebelum dilakukan pembedahan ada beberapa hal yang penting yang harus dipersiapkan yaitu persiapan preoperasi ( persiapan fisik dan mental ) Hal tersebut membantu memperkecil

resiko operasi karena hasil akhir suatu pembedahan sangat tergantung pada keadaan penderita dan persiapan preoperasi (Carpenito, Lynda Juall, 2003). Pada pasien pre operasi dapat mengalami berbagai ketakutan diantaranya takut terhadap nyeri atau kematian, takut tentang ketidaktahuan atau takut tentang derformitas (menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal) atau ancaman lain terhadap citra tubuh dapat menyebabkan ketidaktenangan atau ansietas takut nyeri setelah operasi, takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakan belum pasti), takut atau cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai penyakit yang sama, takut menghadapi ruang operasi, perawatan bedah dan petugas, takut mati saat dianestesi, dan takut operasi akan gagal. (Smeltzer and Bare, 2002). Menurut Carpenito (2007), menyatakan 90% pasien pre operatif berpotensi mengalami kecemasan. Menurut Long (2006), kecemasan (ansietas) adalah respon psikologik terhadap stres yang mengandung

komponen fisiologik dan psikologik. Reaksi fisiologis terhadap kecemasan merupakan reaksi yang pertama timbul pada sistem saraf otonom, meliputi peningkatan frekuensi nadi dan respirasi, pergeseran tekanan darah dan suhu, relaksasi otot polos pada kandung kemih dan usus, kulit dingin dan lembab. Manifestasi yang khas pada pasien pre operatif tergantung pada setiap individu dan dapat meliputi menarik diri, membisu, mengumpat, mengeluh dan menangis. Respon psikologis secara umum berhubungan adanya kecemasan menghadapi anestesi, diagnosa penyakit yang belum pasti, keganasan, nyeri, ketidaktahuan tentang prosedur operasi dan sebagainya.

Prevalensi sindrom cemas diperkirakan dalam masyarakat sekitar 2% sampai 4%, dari populasi yang datang ke institusi pelayanan umum, baik yang rawat jalan maupun yang rawat inap, terdapat sekitar 17% sampai 27% menunjukkan adanya sindrom cemas. Keadaan ini mempengaruhi lamanya penyembuhan penyakit, jumlah pemeriksaan diagnostik yang dibutuhkan dan jenis pengobatan yang diberikan.(Muslim Rusdi, 2002). Keadaan pasien yang cemas akan mempengaruhi kebutuhan tidur dan istirahat (Ruth F. Craven, Costance J Himle, 2003). Tidur merupakan

kebutuhan yang sangat penting pada pasien preoperasi yang mengalami kecemasan. Proses biokimia dan biofisika tubuh manusia mempunyai irama dengan puncak fungsi atau aktifitas yang terjadi dengan pola yang konsisten dalam siklus sehari hari. Bila irama ini terganggu seperti gangguan pola tidur pada pasien pre operasi dapat mempengaruhi proses biokimia dan proses biofisika yang dapat menyebabkan penyimpangan dari norma kehidupan. (Hudak dan Gallo, 2005 ). Berdasarkan penelitian makmuri (2007 dalam puryanto, 2009) tentang meningkatnya kecemasan pada pasien pre operasi BPH di Rumah Sakit Prof. Dr Margono Soekarjo Purwokerto menunjukan bahwa dari 40 orang reponden terdapat 16 orang atau 40% yang memiliki tingkat kecemasan dalam kategori sedang, 15 orang atau 37,5% responden dengan kategori ringan, responden dengan tingkat kecemasan berat 7 orang atau 17,5% dan responden yang tidak mengalami kecemasan 2 orang atau 5%. Hal ini

menunjukan bahwa sebagian besar pasien pre operasi BPH mengalami kecemasan. Berdasarkan laporan dari Rumah Sakit Umum Daerah Cianjur periode September 2011 sampai dengan September 2012 adalah 1456 pasien dan ratarata perbulan 122 pasien diruang bedah (anggur). Sedangkan pasien pre operasi BPH yang berada di ruang bedah (anggur) rata rata perbulan 30 orang. (Catatan Rekam medik Rumah sakit Cianjur, 2012). Dari studi pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara pada 5 orang pasien pre operasi BPH, semua pasien menyatakan cemas ,menghadapi operasi yang akan dijalani sehingga merasa gelisah dan kadang susah untuk terlelap karena memikirkan keselamatan dirnya saat operasi. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik dan merasa sangatlah perlu dilakukan penelitian yang berjudul Hubungan antara tingkat kecemasan dengan gangguan pola tidur pada pasien pre oprasi BPH di ruang anggur RSUD Cianjur.

2. Perumusan Masalah Berdasarkan dari uraian pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah Bagaimana hubungan antara tingkat kecemasan dengan gangguan pola tidur pada pasien preoperasi BPH?

3. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui hubungan antara tingkat kecemasan dengan gangguan pola tidur pada pasien preoperasi BPH di RSUD Cianjur. 2. Tujuan khusus
a.

Mendiskripsikan tingkat kecemasan yang terjadi pada pasien preoperasi BPH di RSUD Cianjur.

b.

Mendiskripsikan gangguan pola tidur yang dialami oleh pasien preoperasi BPH di RSUD Cianjur.

c.

Menganalisis hubungan antara tingkat kecemasan dan gangguan pola tidur pada pasien pre operasi BPH di RSUD Cianjur.

4. Manfaat Penelitian Dengan dilakukan penelitian hubungan antara tingkat kecemasan dengan gangguan pola tidur pada pasien preoperasi BPH, maka manfaat penelitian ini diharapkan dapat : 1. Bagi Petugas Kesehatan Penelitian ini memberi masukan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien preoperasi sehingga mampu mengatasi masalah gangguan pola tidur dan mampu mengurangi tingkat kecemasan pasien preoperasi.

2.

Bagi Institusi Rumah Sakit

Memberi masukan pada rumah sakit untuk memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien preoperasi agar pasien mampu beristirahat pada saat malam sebelum operasi 3. Bagi Institusi Pendidikan Memberi masukan dan sebagai dasar untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan pengaruh tingkat kecemasan dengan gangguan pola tidur pada pasien preoperasi. 4. Bagi Masyarakat Dengan mengetahui tentang preoperasi diharapkan pasien agar tidak terlalu cemas apabila akan melaksanakan operasi

You might also like