You are on page 1of 11

Penilaian status gizi

Gizi Adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dari pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organorgan serta menghasilkan energi. Keadaan gizi adalah keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. Status gizi (nutrition status) adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu contoh gondok endemik merupakan keadaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh.

Penilaian status gizi dibagi menjadi 2 yaitu : A. Penilaian Langsung Penilaian Tidak Langsung

A. Penilaian Status Gizi Secara Langsung 1. Antrophometri Pengertian : Berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi Penggunaan : Digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan energi dan protein. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Cara : Pada setiap pasien dapat dilakukan pengukuran Anthropometri tinggi badan (TB), panjang badan (PB), berat badan (BB) Pasien kondisi TB pasien tidak dapat diukur dapat dilakukan rentang lengan atau separuh rentang lengan / tinggi lutut, LILA SKIN FOLD THICKNE, lingkar kepala, lingkar dada, RLPP (Rasio Lingkar Pinggang Pinggul)

Klinis Metode ini didasarkan atas perubahan perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Dapat dilihat pada jaringan epitel (Spervicical Ephithelial Tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral Penggunaan : Digunakan untuk survey klinis secara cepat, untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi.

Biokimia Pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain darah, urin, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Penggunaan : Digunakan untuk suatu peringatan bahwa akan terjadi keadaan mal nutrisi yang lebih parah lagi. Pemeriksaan darah (kolesterol total, HDL, LDL, gula darah, ureum, kratinin, dll). Pemeriksaan urin (glukosa, kadar gula, albumin), Feses (tinja).

Biofisik Metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur jarigan Penggunaan : Dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik, cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

B. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung 1. Survei Konsumsi Makanan Metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Penggunaan : Memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu, dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi.

2. Statistik Vital Menganalisa data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu. Penggunaan : Bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat

Faktor Ekologi Diungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dll. Penggunaan : Untuk mengetahui penyebab malnutrisi disuatu lingkungan masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi.

Pengkajian Status Gizi Pengkajian status gizi adalah proses yang digunakan untuk menentukan status gizi pasien, mengidentifikasi gizi (kurang atau lebih) untuk menentukan rencana diet dan menu makanan yang harus diberikan kepada pesien atau klien. Pengkajian status gizi dimaksudkan untuk mengetahui apa yang mampu dilakukan oleh pasien dan kesediaan melakukannya. Pengkajianya yaitu berupa wawancara dengan kuisioner kemudian dicatat pada rekam medis yang dapat digunakan sebagai perencanaan untuk tata laksana pengobatan pasien. Pengkajian status gizi dapat dilakukan dengan cara : 1. a. Anamnesis, Pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboraturium, pengukuran antropometri. Anamnesis

Identitas (nama, umur, agama, etnis, pendidikan, jenis kelamin, alamat, pekerjaan dan penghasilan). Orang terdekat yang dapat dihubungi (keluarga/pengasuh) Keluhan dan riwayat penyakit :

Penyakit degeneratif seperti diabetes, hipertensi, obensitas, osteoporosis, empedu, jantung, hati dan kanker. Penyakit saluran pencernaan seperti gastritis, colitis. Penyakit infeksi/kronis seperti TBC, diare, radang paru. Dimensia/pikun Riwayat asupan makanan misalnya kecenderungan tidak nafsu makan atau makan berlebihan seperti pada pasien diabetes.

Riwayat pengobatan dan penggunaan obat yang berhubungan dengan asupan makanan dan zat gizi. Riwayat operasi yang mengganggu. Riwayat penyakit keluarga. Pekerjaan/aktivitas sehari-hari.

Kebiasaan lain yang mengganggu asupan makanan seperti perokok berat, pecandu alkohol, ketergantungan obat pelangsing, ngemil. b. Pemeriksaan fisik

Dilakukan untuk menentukan hubungan sebab akibat antara status gizi dan kondisi kesehatan serta menentukan terapi obat dan diet, pemeriksaan fisik meliputi : c. Tanda-tanda klinis gizi kurang/buruk atau gizi lebih. Gizi kurang (sangat kurus, pucat dan bengkak) Gizi lebih (gemuk/sangat gemuk) Sistem kardiovaskuler Sistem pernafasan Sistem gastrointestinal Sistem metabolik/endokrin Sistem neurologik/psikiatrik Pengukuran antropometri

Digunakan untuk mendeteksi kekurangan gizi dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18 tahun keatas untuk melihat penyakit tertentu) Penentuan BB ideal dengan menggunakan Rumus Brocca BBi = (TB 100) 10% (TB 100) atau 0,9 x (TB 100). Batas ambang yang diperbolehkan adalah 10%, bila > 10% sudah kegemukan dan bila > 20% terjadi obensitas. Penentuan IMT Diterapkan pada keadaan khusus (penyakit lainnya) seperti oedem, asite, hepatomegali. Rumus IMT = Berat badan (Kg)

(Tinggi badan)2 Menghitung tinggi lutut Digunakan untuk pasien yang tidak dapat berdiri dan pada usila yang bongkok. Rumus TB (laki-laki) TB (wanita) = 59,01 + (2,08 x TL) = 75,0 + (1,91 x TL)

Rasio lingkar pinggang dan pinggul Memberikan gambaran tentang pemeriksaan penyakit yang berhubungan dengan distribusi lemak tubuh yang berhubungan dengan penyakit kardiovaskuler. Rasio lingkar pinggang dan pinggul wanita 0,8 0,9 dan laki-laki 1.

d.

Pengukuran laboraturium

Pemeriksaan spesimen yang di uji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh seperti darah, urin, tinja, hati dan otot. Penggunaan : Digunakan untuk suatu peringatan bahwa akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Pemeriksaan darah (kolesterol total, HDL, LDL, gula darah, ureum, creatinin). Urine (glukosa, kadar gula, albumin). Feses . e. Pengkajian asupan makanana perhari

Untuk menghitung konsumsi makanan dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Metode kulitatif dilakukan untuk mengetahui pola makan dan metode kuantitatif untuk mengetahui jumlah asupan makanan perhari. Metode yang digunakan : food recall, food record, food weighing. Metode kualitatif dengan menanyakan frekuensi makan dan riwayat pola makan. Dalam pengkajian makanan ada 3 tingkat kegiatan adalah : Penghitungan asupan makanan Penghitungan asupan zat gizi Membandingkan asupan dengan kebutuhan gizi

Untuk mengkaji asupan makanan diperlukan data informasi penunjang antara lain : Status sosial ekonomi Penghasilan yang cukup untuk membeli makanan.

Latar belakang pendidikan, budaya, etnis dan agama yang mempengaruhi pola makan, pantangan (tabu) terhadap makanan tertentu. Cara mempersiapkan makanan Masalah dalam berbelanja atau mempersiapkan makanan. Penggunaan makanan yang sesuai.

Pekerjaan dan aktifitas pasien Pekerjaan : jenis, jumlah jam kerja per minggu dan aktifitas. Olah raga : jenis dan frekuensi. Hambatan dalam melakukan aktifitas.

Kondisi pasien

Apakah ada perubahan nafsu makan dan fungsi pengecapan serta penciuman, sejak kapan.? Alergi atau intoleransi pada makanan tertentu. Kesehatan gigi dan mulut Masalah gatroeintestinal Penyakit yang diderita Pengobatan Riwayat berat badan dan perubahanya

2. Melihat aspek budaya, etnis dan sosial ekonomi untuk mendapatkan tingkat kepatuhan yang tinggi. 3. Mengidentifikasi masalah gizi dan informasi yang salah yang diterima pasien dari berbagai sumber.

Sistem rujukan Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehata yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal (dari unit yang lebih mampu menangani) atau secara horizontal (antar unit-unit yang setingkat kemampuanya). Bentuk pelayanan kesehatan di Indonesia 1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care)

Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat atau untuk promosi kesehatan. Pelayanan jenis ini bersifat pelayanan kesehatan dasar atau pelayanan kesehatan primer atau utama. Bentuk pelayanan di Indonesia adalah puskesmas, puskesmas keliling dan balkesmas. 2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health service)

Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan perawatan inap dan tidak bisa ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Bentuk pelayanan ini misalnya rumah sakit type C dan D yang telah tersedia tenaga-tenaga spesialis. 3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health service)

Pelayanan kesehatan yang diperlukan oleh masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan skunder. Pelayanan sudah kompleks dan memerlukan tenaga-tenaga super spesialis. Bentuk pelayanan ; rumah sakit type A dan B. Sistem pelayanan diatas tidak berdiri sendiri namun berada didalam suatu sistem dan saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan pelayanan maka akan diserahkan ke pelayanan kesehatan diatasnya yang disebut dengan rujukan.

Secara garis besar rujukan dibedakan menjadi 2 yaitu : 1. Rujukan Medik

Rujukan ini berkaitan dengan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan pasien. Disamping itu juga mencangkup rujukan pengetahuan (konsultasi medis) dan bahan-bahan pemeriksaan. 2. Rujukan kesehatan masyarakat

Rujukan ini berkaitan dengan upaya pencegahan penyakit (reventif) dan peningkatan kesehatan (promosi). Rujukan ini mencakup rujukan teknologi, sarana dan operasional.

Status gizi awal masuk pasien dewasa sebagai prediktor lama rawat inap di Rumah Sakit Daerah Anuntaloko Parigi :: Kajian metode subjective global assessment (SGA) dan nutrition services screening assessment (NSSA)
Penulis

Harimawan, Agustinus I Wayan


Pembimbing: Prof. dr. Hamam Hadi, MS, Sc.D

ABSTRACT : Background: Assessment of nutrition status of newly hospitalized patients is an initial stage of nutrition intervention which will bring effects to the duration of stay and the history of patients' diseases during hospitalization. Appropriate nutrition intervention as part of patients' care can be used as an indicator of the quality of hospital service. Objective: The study aimed to identify preliminary nutrition status of newly hospitalized adult patients using subjective global assessment (SGA) method, its effects to length of stay and status of discharge and compare the capacity of SGA and Nutrition Services Screening Assessment (NSSA) indicators in predicting length of stay and status of discharge of adult patients. Method: This observational study used prospective cohort study design. It was carried out at Anuntaloko Hospital of Parigi, District of Parigi Moutong, Sulawesi Tengah from July to September 2008. Subject consisted of 162 people comprising 82 undernourished people and 80 people with good nutrition status based on assessment using SGA method. Data analysis used bivariable and multivariable, receiver operating characteristics (ROC) curve and diagnostic methods using computer program. Result: The majority of newly hospitalized patients were undernourished (50.6%); preliminary status of patients assessed using SGA method could affect length of stay, relative risk (RR)=3.67 but not status of discharge (RR=0.97). The capacity of SGA indicator, area under the curve (AUC)=0.81 and maximum sum of sensitivity and specificity (MSS)=1.57 was better than NSSA indicator (AUC=0.76 and MSS= 1.43) in predicting length of stay. Nevertheless, the capacity of SGA and NSSA indicators cannot predict the discharge status of the patients. Conclusion: SGA and NSSA indicators could be implemented in assessing preliminary nutrition status of newly hospitalized adult patients; SGA indicator had better capacity than NSSA indicator particularly in predicting the length of stay. Keywords: nutrition status, length of stay, discharge status, subjective global assessment (SGA), Nutrition Services Screening Assessment (NSSA) INTISARI : Latar Belakang: Penilaian status gizi pasien saat masuk rumah sakit merupakan langkah awal dalam memberikan intervensi gizi yang akan berdampak pada lama rawat inap serta perjalanan penyakit pasien selama dirawat. Intervensi gizi yang tepat sebagai bagian dari perawatan pasien dapat dijadikan sebagai indikator gambaran mutu pelayanan suatu rumah sakit. Tujuan: penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status gizi awal masuk pasien dewasa menggunakan metode Subjective Global Assessment (SGA), pengaruhnya terhadap lama rawat inap dan status pulang pasien, serta membandingkan kemampuan indikator SGA dengan Indikator Nutrition Services Screening Assessment (NSSA) dalam memperkirakan lama rawat inap dan status pulang pasien dewasa. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional menggunakan rancangan studi kohort prospektif pada RSD Anuntaloko Parigi Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah dari bulan Juli sampai September 2008. Subjek penelitian berjumlah 162 orang terdiri dari 82 orang gizi kurang dan 80 orang gizi baik berdasarkan penilaian menggunakan metode SGA. Analisis data menggunakan analisis bivariat dan multivariat, analisis receiver operating characteristics (ROC) curve, dan analisis diagnostik dengan program komputer. Hasil: Pasien yang baru masuk rumah sakit lebih banyak menderita gizi kurang (50,6%), status gizi awal pasien yang dinilai dengan metode SGA dapat mempengaruhi lama rawat inap pasien (relative risk atau RR= 3,67) namun tidak untuk status pulang pasien (RR= 0,97). Kemampuan indikator SGA, area under the curve (AUC)= 0,81 dan maximum sum of sensitivity and specificity (MSS)= 1,57 lebih baik dibandingkan dengan indikator NSSA (AUC=0,76 dan MSS=1,43) dalam memperkirakan lama rawat inap. Kemampuan indikator SGA dan NSSA tidak dapat ditentukan dalam memperkirakan status pulang pasien. Kesimpulan: Indikator SGA dan NSSA dapat digunakan dalam menilai status gizi awal masuk pasien dewasa namun kemampuan indikator SGA lebih baik dibandingkan dengan indikator NSSA dalam memperkirakan lama rawat inap. Kata kunci: status gizi, lama rawat inap, status pulang pasien, Subjective Global Assessment (SGA), Nutrition Services Screening Assessment (NSSA).

Kata kunci Program Studi No Inventaris Deskripsi Bahasa Jenis Penerbit

Status gizi,Lama rawat inap,Status pulang pasien,Subjective global assessment (SGA),Nutrition Services Screening Assessment (NSSA) S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat UGM

c.1 (2808-H-2008)
xii, 58 p., bibl., ills., 29 cm Indonesia Tesis [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 2008

Lokasi

Perpustakaan Pusat UGM

File

PDF File ] Tulisan Lengkap dapat Dibaca di Ruang Tesis/Disertasi

You might also like