You are on page 1of 32

NASKAH AKADEMIK

KAJIAN KEBIJAKAN KURIKULUM MATA PELAJARAN IPA

PUSAT KURIKULUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2007

KATA PENGANTAR
Pemberlakuan UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menengah menuntut cara pandang yang berbeda tentang pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. Dulu, pengembangan kurikulum dilakukan oleh pusat dalam hal ini Pusat Kurikulum sedangkan pelaksanaannya dilakukan oleh satuan pendidikan. Pengembangan kurikulum yang dilakukan langsung oleh satuan pendidikan memberikan harapan tidak ada lagi permasalahan berkenaan dengan pelaksanaannya. Hal ini karena penyusunan kurikulum satuan pendidikan seharusnya telah mempertimbangkan segala potensi dan keterbatasan yang ada. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengacu pada standar nasional pendidikan: standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Salah satu dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yakni standar isi (SI) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum disamping standar kompetensi lulusan (SKL). Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Pengembangan kurikulum telah dilakukan oleh sebagian satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dengan mengacu pada standar isi. Sebagai acuan, standar isi ini masih perlu ditelaah. Penelaahan dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang ada-tidaknya rumusan pada standar isi yang menimbulkan permasalahan bila digunakan untuk mengembangkan kurikulum. Sebagai naskah, kurikulum yang telah dikembangkan oleh satuan pendidikan juga perlu ditelaah. Penelaahan terhadap naskah kurikulum dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang kemungkinan keterlaksanaannya. Penelaahan standar isi dan kurikulum dilakukan melalui berbagai tahapan kegiatan pengkajian keduanya. Hasil pengkajian antara lain berupa naskah akademik : 1. Kajian Kebijakan Kurikulum SD 2. Kajian Kebijakan Kurikulum SMP 3. Kajian Kebijakan Kurikulum Kesetaraan Dikdas 4. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Pendidikan Agama 5. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Kewarganegaraan 6. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa 7. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika 8. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPA 9. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPS 10. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Keterampilan 11. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Kesenian 12. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran TIK 13. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani Salah satu hasil kajian tersebut di atas adalah Naskah Akademik Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPA. Hasil kajian ini memberikan gambaran tentang permasalahan dan prospek pengembangan kurikulum mata pelajaran IPA sebagai masukan bagi perumus kebijakan pendidikan lebih lanjut. Pusat Kurikulum menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada banyak pakar yang berasal dari berbagai Perguruan Tinggi, Direktorat di lingkungan Depdiknas, kepala sekolah, pengawas, guru, dan praktisi pendidikan, serta Depag. Berkat bantuan dan kerja sama yang baik dari mereka, naskah akademik ini dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat.

Kepala Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas,

Diah Harianti

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

Abstrak
Salah satu dimensi yang tidak bisa dipisahkan dari pembangunan dunia pendidikan nasional masa depan adalah kebijakan mengenai kurikulum. Kurikulum merupakan jantungnya dunia pendidikan. Untuk itu, kurikulum di masa depan perlu dirancang dan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional dan meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia. Kenyataannya, berdasarkan hasil laporan beberapa lembaga internasional, perkembangan pendidikan di Indonesia masih belum memuaskan. Hal ini tercermin dari hasil TIMSS (Trends Internasional in Mathematics and Science Study) yang menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam bidang IPA berada pada urutan ke-38 (dari 40 negara). Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan di Indonesia memang harus terus dilakukan. Perlu diupayakan penataan pendidikan yang bermutu dan terus menerus yang adaptif terhadap perubahan zaman. Rendahnya mutu sumber daya manusia Indonesia itu memang tidak terlepas dari hasil yang dicapai oleh pendidikan kita selama ini. Standar nasional pendidikan harus disempurnakan dan ditingkatkan secara berencana, terarah dan berkala sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, - terdiri dari 8 standar yang salah satunya adalah Standar Isi, - merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan kegiatan kajian kebijakan kurikulum mata pelajaran IPA adalah untuk mengidentifikasi permasalahan dalam memahami dokumen Standar Isi (SK dan KD mata pelajaran IPA); pengembangannya sebagai silabus dan RPP; hingga pada pelaksanaannya dalam kegiatan belajar mengajar. Selanjutnya, memberikan masukan mengenai kurikulum IPA yang lebih aplikatif sebagai pembelajaran IPA yang sesuai dengan hakikat IPA, sehingga mutu pendidikan IPA bisa disejajarkan dengan mutu pendidikan IPA dalam skala internasional. Dalam melakukan kajian melibatkan unsur-unsur Perguruan Tinggi, dan Sekolah, disamping juga dari Puskur Balitbang Diknas. Metode yang digunakan bervariasi dari studi dokumentasi, diskusi fokus, kerja mandiri/ kelompok, hingga presentasi. Hasil yang diperoleh berupa temuan berupa kelemahan atau kekurangan pada Standar Isi, meliputi sistematika, kedalaman/keluasan kompetensi, proporsi dan distribusi kompetensi, keterkaitan antara SK dan KD, hingga penggunaan bahasa. Di samping itu, juga rancangan kurikulum IPA masa depan hasil perbandingan dengan negara lain. Berdasarkan kelemahan dan kekurangan tersebut perlu dilakukan revisi jangka pendek berupa perbaikan bahasa yang lebih komunikatif; perbaikan sistematika; menyeimbangkan proporsi dan komposisi kerja ilmiah; menentukan rentang batas kedalaman dan keluasan kompetensi; memeriksa keterkaitan antara SK dan KD; dan meningkatkan pemahaman Kepala Sekolah dan Guru tentang Standar Isi. Selanjutnya dalam revisi jangka panjang menyiapkan standar dan kurikulum baru yang lebih aplikatif.

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

ii

Daftar Isi
Kata Pengantar Abstrak Daftar Isi Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang B. Landasan Yuridis C. Tujuan Bab II. Tinjauan Teoritis Bab III.Temuan Kajian dan Pembahasan A. Kajian Dokumen 1. Ruang Lingkup Bahan Ajar 2. Proses Pembelajaran 3. Penilaian atau Asesmen B. Kajian Lapangan Kurikulum Pendidikan Sains di Negara Maju C. Pembahasan Kajian Dokumen dan Lapangan 1. Pembahasan Kajian Dokumen 2. Pembahasan Kajian Lapangan Bab IV.Kesimpulan dan Rekomendasi A. Kurikulum IPA Masa Depan 1. Kesesuaian dengan Materi Ajar 2. Perbandingan Pengajaran IPA di Negara Maju (USA) B. Kesimpulan 1. Konten 2. Pembelajaran 3. Penilaian C. Rekomendasi Daftar Pustaka 1 3 4 5 5 6 10 11 20 20 20 20 22 22 29 24 25 27 28 28 28 29 30 30 30 31 31 33

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Untuk membangun pendidikan masa depan perlu dirancang sistem pendidikan yang dapat menjawab harapan dan tantangan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Sistem pendidikan yang dibangun tersebut perlu berkesinambungan dari pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Salah satu dimensi yang tidak bisa dipisahkan dari pembangunan dunia pendidikan nasional masa depan adalah kebijakan mengenai kurikulum. Kurikulum merupakan jantungnya dunia pendidikan. Untuk itu, kurikulum di masa depan perlu dirancang dan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional dan meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia. Mutu pendidikan yang tinggi diperlukan untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka, demokratis, dan mampu bersaing sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan semua warga negara Indonesia yang produktif dan lulusannya mampu berkompetisi secara internasional. Agar lulusan pendidikan nasional memiliki keunggulan kompetitif dan komperatif sesuai standar mutu nasional dan internasional, kurikulum di masa depan perlu dirancang sedini mungkin. Hal ini harus dilakukan agar sistem pendidikan nasional dapat merespon secara proaktif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS). Dengan cara seperti ini lembaga pendidikan tidak akan kehilangan relevansi program pembelajarannya terhadap kepentingan peserta didik. Untuk menjawab tantangan di atas, Pusat Kurikulum menyelenggarakan kegiatan Kajian Kurikulum Mata Pelajaran IPA. Kajian kurikulum IPA ini juga dilatarbelakangi dari hasil pendidikan kita yang belum memuaskan. Hal itu tercermin pada laporan beberapa lembaga internasional berkenaan dengan tingkat daya saing sumber daya manusia kita dengan negara-negara lain. Seperti yang terungkap dalam catatan Human Development Report tahun 2000 versi UNDP. Peringkat Human Development Index (HDI) atau kualitas sumber daya manusia Indonesia berada pada urutan 105 dari 108 negara. Indonesia berada jauh di bawah Philipina (77), Thailand (76), Malaysia (61), Brunei Darussalam (32), Korea Selatan (30), dan Singapura (24). Organisasi internasional yang lain juga menguatkan hal itu. International Educational Achievement (IEA) melaporkan bahwa kemampuan dalam bidang Science dan Mathe-matics siswa SMP Indonesia berada di urutan 38 dari 39 negara yang disurvei. Sementara itu lembaga yang mengukur hasil pendidikan Science dan Mathematics di dunia, melaporkan hasil Third (kini Trends) International in Matemathics and Science Study (TIMSS), bahwa kemampuan Matematika siswa SMP kita berada di urutan 34 dari 38 negara, sedangkan kemampuan IPA berada di urutan ke-32 dari 38 negara (Martin, et al. 1999)., sedangkan pada tahun 2003, Indonesia berada pada urutan ke-36 dari 45 negara peserta baik pada bidang matematika maupun bidang sains (Martin, et al. 2003). Masih lemahnya kemampuan siswa dalam bidang sains khususnya literasi sains terbukti dari hasil penelitian tentang asesmen hasil belajar sains pada level internasional diselengarakan oeh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) melalui program PISAnya. Penelitian yang dilakukan oleh OECD yaitu tentang PISA (Programme for International Student Assessment) untuk

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

anak usia 15 tahun, yang telah dua periode diselenggarakan, Indonesia ikut berpartisipasi dalam kedua penelitian tersebut. Pertama, tahun 2000 diikuti oleh 41 negara, Indonesia berada pada urutan ke-38 pada kemampuan sains (OECD, 2003: 110), urutan ke-39 pada bidang matematika (OECD, 2003: 102) maupun kemampuan membaca (reading) (OECD, 2003: 80). Kedua, tahun 2003 diikuti oleh 40 negara, Indonesia berada pada urutan ke-38 pada kemampuan sains (OECD, 2004: 294) dan matematika (OECD, 2004: 59), urutan ke-39 pada bidang kemampuan membaca (OECD, 2004: 281). Pembaharuan pendidikan di Indonesia memang harus terus dilakukan. Perlu diupayakan penataan pendidikan yang bermutu dan terus menerus yang adaptif terhadap perubahan zaman. Rendahnya mutu sumber daya manusia Indonesia itu memang tidak terlepas dari hasil yang dicapai oleh pendidikan kita selama ini. Harus diakui, masih banyak persoalan yang dihadapi dunia pendidikan kita. Selama ini hasil pendidikan hanya tampak dari kemampuan menghafal fakta, konsep, teori atau hukum. Walaupun banyak anak mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka seringkali tidak memahami secara mendalam substansi materinya. Pertanyaannya, bagaimana penguasaan konsep anak terhadap dasar kualitatif keterkaitan antarkonsep dan kemampuan mereka untuk menggunakannya pada situasi baru? Hal itu disadari benar oleh pengembang kurikulum dan pendidikan di Indonesia. Dari uraian di atas jelaslah bahwa kurikulum IPA yang berlaku di sekolah-sekolah harus terus dikaji, dikembangkan sehingga menghasilkan kurikulum yang betul-betul tepat dengan tuntutan dan perkembangan zaman serta dapat dipahami oleh para pelaku pendidikan untuk diterapkan pada situasi sesungguhnya. B. Landasan Yuridis Dalam Undang-Undang (UU) No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa kurikulum dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Hal ini dimaksudkan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan pada satuan pendidikan dengan kondisi dan kekhasan potensi yang ada di tiap daerah. Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, kurikulum dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah atau madrasah. Hal itu dilakukan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kota/ kabupaten untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Standar nasional pendidikan harus disempurnakan dan ditingkatkan secara berencana, terarah dan berkala sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Kata standar memiliki makna tingkat atau level kualitas atau keunggulan yang harus dicapai dengan kriteria, benchmark, persyaratan atau spesifikasi tertentu. Hal ini sesuai dengan pengertian dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa standar nasional pendidikan merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar nasional pendidikan tersebut dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), selanjutnya dipantau pelaksanaannya dan dilaporkan hasil

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

pencapaiannya oleh BSNP. Dalam melaksanakan tugasnya BSNP menunjuk tim ahli yang bersifat ad-hoc sesuai kebutuhan. Standar nasional pendidikan terdiri atas sejumlah standar yang masing masing memiliki kekhasan. Kekhasan tiap standar akan dibahas berikut ini, sedangkan rinciannya akan dibahas di dalam bab II. Standar Isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi (lulusan) tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dicapai oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik. Kerangka dasar kurikulum memuat rambu-rambu yang dijadikan pedoman dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan. Kerangka dasar dan struktur kurikulum mengatur tentang kelompok mata pelajaran serta kedalaman muatan kurikulum yang dituangkan dalam kompetensi, yaitu standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD). Beban belajar mengatur tentang jam pembelajaran dengan sistem tatap muka, penugasan terstruktur, kegiatan mandiri tidak terstruktur, pelaksanaan pembelajaran sistem paket dan satuan kredit semester (SKS), serta pemberian pendidikan kecakapan hidup dan pendidikan berbasis keunggulan lokal. Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP. KTSP untuk sekolah dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), sekolah menengah atas (SMA) atau Madrasah Aliyah (MA) atau sekolah menengah atas luar biasa (SMALB), sekolah menengah kejuruan (SMK) atau Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat, dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, atau karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik. Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompe-tensi lulusan (SKL), di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab dalam bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK. Kalender pendidikan atau kalender akademik mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif, dan hari libur. Standar Proses berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Standar proses mengatur tentang perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. SKL digunakan sebagai pedoman

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Standar ini meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan (preservice) dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan (inservice). Standar ini mengatur tentang kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik agen pembelajaran, yang sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, rasio pendidik terhadap peserta didik, kelengkapan dan kualifikasi tenaga kependidikan satuan pendidikan, pengawas satuan pendidikan. Standar Sarana dan Prasarana berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Standar ini mengatur tentang kelengkapan, jenis dan kualitas sarana dan prasarana satuan pendidikan. Standar Pengelolaan berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Standar ini terdiri atas standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh pemerintah daerah, dan standar pengelolaan oleh pemerintah. Standar pengelolaan oleh satuan pendidikan mengatur tentang penerapan prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS), proses pengambilan keputusan, pedoman, rencana kerja tahunan, pelaksanaan pengelolaan dan pengawasan satuan pendidikan. Standar pengelolaan oleh pemerintah daerah dan pemerintah mengatur tentang rencana kerja tahunan, penyelenggaraan satuan pendidikan bertaraf internasional. Standar Pembiayaan mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Standar ini mengatur tentang biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal satuan pendidikan. Standar Penilaian Pendidikan berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Standar ini mengatur tentang penilaian hasil belajar oleh pendidik, oleh satuan pendidikan dan oleh pemerintah, serta tentang kelulusan peserta didik. Adapun evaluasi pendidikan meliputi: (a) evaluasi kinerja pendidikan oleh satuan pendidikan pada tiap akhir semester; (b) evaluasi kinerja pendidikan oleh pemerintah (menteri); (c) evaluasi kinerja pendidikan oleh pemerintah propinsi; (d) evaluasi kinerja pendidikan oleh pemerintah kabupaten/kota; (e) evaluasi kinerja pendidikan oleh lembaga mandiri. Pemerintah melakukan akreditasi pada setiap jenjang dan satuan pendidikan untuk menentukan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan. Pencapaian kompetensi akhir peserta didik dinyatakan dalam dokumen ijazah dan/atau sertifikat kompetensi. Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan, secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas. Pemerintah

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

pusat, pemerintah propinsi, pemerintah kota/ kabupaten, LPMP mensupervisi dan membantu satuan pendidikan dalam penjaminan mutu. Penyelenggaraan satuan pendidikan yang tidak mengacu pada Standar Nasional Pendidikan dapat memperoleh pengakuan dari Pemerintah atas dasar rekomendasi dari BSNP berdasarkan penilaian khusus. Mengapa perlu benchmarking dan membandingkannya dengan hasil-hasil studi internasional? Seluruh stakeholders (orangtua, siswa, para pengajar dan pengelola sistem pendidikan) seperti juga masyarakat umum, perlu mendapat informasi yang cukup tentang seberapa baik sistem pendidikan di negaranya dalam mempersiapkan para siswa untuk dapat bertahan hidup. Banyak negara memantau pembelajaran siswanya agar memper-siapkan diri untuk menjawab tantangan tersebut. Asesmen dan evaluasi dibarengi dengan insentif yang tepat dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih baik (a), memotivasi guru-guru untuk mengajar secara lebih efektif (b), dan memotivasi sekolah-sekolah menjadi lingkungan yang lebih mendukung dan lebih produktif (c). Studi komparasi internasional dapat memperluas dan memperkaya gambaran nasional dengan menyiapkan konteks yang lebih luas untuk menafsirkan hasil sebuah negara. Studi-studi tersebut dapat memfasilitasi informasi bagi negara-negara untuk menimbang kekuatan dan kelemahan relatif negaranya, dan untuk memantau kemajuan negaranya. Hasil studi tersebut juga dapat menstimulasi negara-negara peserta untuk mening-katkan aspirasinya serta memyediakan bukti-bukti pendukung untuk mengarahkan kebijakan nasional, untuk pengembangan kurikulum sekolah dan upayaupaya pembelajaran, dan untuk membelajarkan para siswanya. Hasil studi internasional tentang perolehan atau pencapaian IPA dan Matematika yang dilaporkan melalui studi PISA (the Programme for International Student Assessment) dan TIMSS (Trends in Internasional Mathematics and Science Study) berlangsung bersamaan pada tahun 2003. PISA yang bersiklus tiga tahun sekali dengan penekanan pada literasi tertentu berlangsung bersamaan dengan TIMSS yang berlangsung empat tahun sekali. Cakupan konten dalam PISA tidak terkait langsung dengan konten kurikulum, tetapi dilaporkan ada kecenderungan kedekatan hasil literasi membaca dengan hasil literasi sains. TIMSS yang mengukur perolehan atau pencapaian hasil belajar IPA dan matematika terkait kurikulum, dan sekaligus mendeteksi efektivitas sistem pendidikan yang terkait dengan pembelajaran sains dan matematika dalam rentang empat tahun berjalan. Hasilnya memprihatinkan karena kedua hasil studi tersebut kurang positif menggambarkan pencapaian hasil belajar yang terkait kurikulum maupun yang menunjukkan literasi warganegara usia wajib belajar. Dalam hubungan dengan kebutuhan untuk bukti-bukti yang dapat dibandingkan secara lintas negara terhadap kinerja siswa, the Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) meluncurkan suatu program yang dikenal dengan nama PISA singkatan dari the Programme for International Student Assessment pada tahun 1997. PISA mewakili suatu komitmen pemerintah untuk memantau hasil-hasil jangka panjang sistem pendidikan (outcomes of educational system) dalam kaitan dengan pencapaian siswa kerangka yang regular dan dalam suatu kerangka umum yang dapat diterima secara internasional. Literasi sains dalam PISA (Rustaman, 2006b) dipertimbangkan menjadi suatu hasil kunci dari pendidikan anak usia 15 tahun bagi semua siswa, baik bagi yang

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

melanjutkan belajar sains maupun yang tidak. Berpikir ilmiah atau saintifik dituntut dari warga dunia, warga negara atau warga masyarakat, bukan hanya saintis atau pakar sains. Cakupan literasi sains sebagai kompetensi umum untuk bertahan hidup merefleksikan kecenderungan pertanyaan-pertanyaan ilmiah dan teknologi. Dalam PISA dikembangkan tiga dimensi literasi sains, yaitu konsep ilmiah (scientific concepts), proses ilmiah (scientific processes), serta situasi ilmiah dan area aplikasi (scientific context and areas of application). C. Tujuan Kajian ini bertujuan untuk melaksanakan hal-hal sebagai berikut. Pertama, mengidentifikasi permasalahan dalam memahami dokumen standar isi (SK dan KD mata pelajaran IPA); permasalahan dalam penyusunan program (silabus dan RPP) mata pelajaran IPA; permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar mata pelajaran (kelompok mata pelajaran) IPA. Kedua, mengembangkan isi dokumen dan pelaksanaan kurikulum IPA di sekolah, serta mengembangkan kurikulum (kelompok) mata pelajaran IPA yang harus dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan seiring dengan perkembangan zaman. Ketiga, menghasilkan kurikulum IPA yang mudah diaplikasikan dalam proses pembelajaran; kurikulum IPA yang memungkinkan strategi pembela-jaran IPA yang sesuai dengan hakikat pembelajaran IPA, sehingga mampu mensejajarkan mutu pendidikan IPA dengan mutu pendidikan IPA negara-negara lain (regional dan internasional); kurikulum IPA yang dapat mengikuti tuntutan globalisasi dan tantangan zaman yang menunjukkan perubahan yang berisi ketidak-pastian. Keempat, memberikan masukan kepada BSNP dalam memutuskan suatu kebijakan tentang kurikulum khususnya kurikulum IPA.

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

BAB II TINJAUAN TEORITIS


Terjadinya perubahan yang cepat di era globalisasi seyogianya diikuti perubahan dalam dunia pendidikan, yaitu dengan adanya penggantian kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2006 yang lebih dikenal dengan Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Adapun bentuk operasional Standar Isi adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau yang dikenal dengan KTSP. Standar isi merupakan salah satu lingkup dari delapan lingkup Standar Nasional Pendidikan, yang saat ini telah selesai disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan telah diberlakukan di satuan pendidikan dasar dan menengah. Kedelapan Standar Nasional Pendidikan tersebut adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. standar isi; standar proses; standar kompetensi lulusan; standar pendidik dan tenaga kependidikan; standar sarana dan prasarana; standar pengelolaan; standar pembiayaan; standar penilaian pendidikan.

Agar terjadinya proses KBM yang berhasil pada kurikulum 2006 atau KTSP maka Standar Isi utama yang terpenting adalah Standar Isi mata pelajaran. Adapun Standar Isi mata pelajaran telah tertuang dalam Permendiknas No. 22, 23, dan 24 yang mengatur tentang Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, dan Pelaksanaan tentang Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar Isi terdiri atas: 1. Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum; a. Lampiran 1: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Tingkat SD/MI dan SDLB; b. Lampiran 2: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Tingkat SMP/MTs dan SMPLB; c. Lampiran 3: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Tingkat SMA/MA/SMALB dan SMK/SMAK. 2. Beban Belajar; 3. Kalender Pendidikan. Adapun salah satu aspek standar isi adalah Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran, yang terdiri atas: a. standar kompetensi dan kompetensi dasar mapel SD/MI/SDLB (61 mapel); b. standar kompetensi dan kompetensi dasar mapel SMP/MTs/SMPLB (67 mapel); c. standar kompetensi dan kompetensi dasar mapel SMA/MA/SMALB dan SMK/SMAK (102 mapel).

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

Kurikulum yang mulai berlaku pada tahun 2006 (Standar Isi) memberikan suasana baru dalam dunia pendidikan terutama untuk mata pelajaran IPA, yang memungkinkan baik guru maupun siswa dapat memberdayakan potensi dan kemampuan yang ada. Apakah IPA atau sains itu? IPA atau sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejalagejala alam. Perkembangan IPA selanjutnya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta saja, tetapi juga ditandai oleh munculnya metode ilmiah (scientific methods) yang terwujud melalui suatu rangkaian kerja ilmiah (working scientifically), nilai dan sikap ilmiah (scientific attitudes). Sejalan dengan pengertian IPA tersebut, James B. Conant yang dikutip oleh Amien (dalam Jatmiko, 2004) mendefinisikan IPA sebagai suatu rangkaian konsep yang saling berkaitan dengan bagan-bagan konsep yang telah berkembang sebagai suatu hasil eksperimen dan observasi, yang bermanfaat untuk eksperimentasi dan observasi lebih lanjut. Merujuk pada pengertian IPA di atas, maka hakikat IPA meliputi empat unsur, yaitu: (1) produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; (2) proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi pengamatan, penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, percobaan atau penyelidikan, pengujian hipotesis melalui eksperimentasi; evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan; (3) aplikasi: penerapan metode atau kerja ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari; (4) sikap: rasa ingin tahu tentang obyek, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; sains bersifat open ended. (http://www.puskur.net/mdl/050_ModelIPA Trpd.pdf). Ditinjau dari kurikulum 2006, mata pelajaran IPA memiliki beberapa komponen (http://www.Puskur.net/inc/si/sd/PengetahuanAlam.pdf.), (http://www.puskur.net/inc/si/SMP/PengetahuanAlam.pdf.), (http://www.puskur.net/inc/si/SMA/PengetahuanAlam.pdf.), yaitu: 1. Ruang Lingkup Bahan Ajar; 2. Proses Pembelajaran; 3. Penilaian atau Asesmen. Keterlaksanaan standar isi mata pelajaran adalah keterlaksanaan pembela-jaran mata pelajaran di sekolah. Keterlaksanaan pembelajaran mata pelajaran adalah ketercapaian standar isi dibandingkan dengan keadaan ideal, dalam hal: a. Desain atau rancangan pembelajaran, baik berupa penyusunan silabus maupun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP); b. Pelaksanaan pembelajaran atau Kegiatan Belajar-mengajar (KBM); c. Penilaian hasil pembelajaran. Terdapat empat kelompok masalah yang nampaknya sulit dilakukan oleh para guru dalam melaksanakan hal-hal di atas. Masalah-masalah tersebut dijabarkan sebagai berikut. a. Penjabaran kompetensi dasar menjadi indikator Kompetensi dasar berisi dua hal, yaitu kata kerja dan materi pokok. Suatu kata kerja menunjukkan perubahan perilaku yang diharapkan dikuasai peserta didik setelah mempelajari materi pokok tertentu, sedangkan materi pokok mencakup yang dipelajari peserta didik.

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

Guru mata pelajaran wajib menjabarkan KD menjadi indikator, setiap KD dapat dijabarkan menjadi tiga (3) atau lebih indikator. Indikator juga selalu berisi dua hal, yaitu: pertama, suatu kata kerja yang menunjukkan perubahan perilaku yang diharapkan terjadi setelah peserta didik mempelajari uraian materi pokok tertentu; dan kedua, uraian materi pokok yang lingkupnya terbatas. Kata kerja dalam KD mungkin sudah operasional, mungkin juga belum operasional, tetapi kata kerja dalam indikator harus operasional, artinya dapat diobservasi, dikerjakan dan diukur atau disusun instrumen penilaiannya. Contoh: Kata kerja memahami dalam KD dapat diuraikan menjadi beberapa indikator seperti: mengidentifikasi, membedakan, membandingkan. b. Penjabaran materi pokok dalam KD menjadi uraian materi pokok dalam indikator Materi pokok dalam KD adalah materi minimal dari segi cakupan materi yaitu keluasan dan kedalaman materi. Materi minimal artinya batas bawah, tetapi batas atas tidak ditetapkan. Tidak adanya batas atas menyebabkan guru IPA mengalami kesulitan dalam menyusun silabus dan RPP. Namun hal ini justru memberikan keleluasaan bagi guru untuk berkreasi, sepanjang semua komponen pembelajaran mendukung. Materi pokok harus diuraikan menjadi uraian materi pokok dengan dasar keluasan dan kedalaman materi. Contoh: Materi pokok konsep reaksi oksidasi-reduksi dapat diuraikan menjadi uraian materi pokok konsep reaksi oksidasi-reduksi (lama), reaksi oksidasi-reduksi dengan ionelektron, dan reaksi oksidasi-reduksi dengan bilangan oksidasi. c. Pendekatan, metode, dan media pembelajaran Dalam latar belakang tentang standar isi mata pelajaran disebutkan tujuan pelajaran dicapai oleh peserta didik melalui berbagai pendekatan antara lain pendekatan induktif dalam bentuk proses inkuiri ilmiah pada tataran inkuiri terbuka. Proses inkuiri ilmiah bertujuan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting keterampilan proses sains dan kecakapan hidup. Media dalam pembelajaran sekarang sudah melibatkan media yang bervariasi atau multimedia. Tayangan dapat digunakan secara interaktif. Penggunaan multimedia membantu mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan proses. Obyekyek yang terlalu besar atau terlalu kecil dimungkinkan disajikan kepada siswa dalam bentuk multimedia. Peristiwa yang memerlukan waktu relatif lama dapat diatasi dengan penggunaan multimedia. Proses yang terlalu singkat atau terlalu abstrak, atau terlalu panjang, berbahaya dan sukar dilakukan dalam waktu belajar di kelas juga dapat diatasi dengan penggunaan multimedia. d. Buku teks pelajaran dan buku non-teks mata pelajaran Guru mata pelajaran (mapel) akan sangat terbantu dengan adanya buku teks pelajaran yang telah dinilai dari aspek berikut.

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

1) Komponen kelayakan isi, yang meliputi: a) cakupan materi, b) akurasi materi, c) kemutakhiran, d) mengandung wawasan produktivitas, e) merangsang keingintahuan, f) mengembangkan kecakapan hidup, g) mengembangkan wawasan ke-Indonesiaan dan kontekstual. 2) Komponen kebahasaan, yang meliputi: a) sesuai dengan perkembangan peserta didik, b) komunikatif, c) dialogis dan interaktif, d) koherensi dan keruntutan alur pikir, e) kesesuaian dengan kaidah bahasa Indonesia yang benar, f) penggunaan istilah, simbol atau lambang. 3) Komponen penyajian, yang meliputi: a) teknik penyajian, b) pendukung penyajian materi, c) penyajian pembelajaran. Buku non teks sebenarnya sangat diperlukan oleh siswa untuk menambah wawasan. Buku non teks dapat disiapkan khusus untuk melengkapai buku teks pelajaran dan tidak terikat lingkup kurikulum yang berlaku. Jadi buku non teks lebih bersifat pengayaan. e. Sistem penilaian hasil belajar Penilaian proses dan hasil belajar IPA menuntut teknik dan cara-cara penilaian yang lebih komprehensif (Stiggins, 1994). Di samping aspek hasil belajar yang dinilai harus menyeluruh yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, teknik penilaian dan instrumen penilaian seyogianya lebih bervariasi. Hasil belajar dapat dibedakan menjadi pengetahuan (know-ledge), penalaran (reasoning), keterampilan (skills), hasil karya (product), dan afektif (affective). Adapun hasil belajar tersebut dapat diungkap atau dideteksi melalui beberapa cara atau teknik seperti: pilihan atau respons terbatas (selected response), asesmen esai (essay assessment), asesmen kinerja (performance assessment), dan komunikasi personal (personal communication). Guru perlu memperoleh bekal wawasan melalui berbagai pelatihan dan pemodelan, atau memperoleh pedoman yang memadai (semacam petunjuk teknis atau petunjuk pelaksanaan). Selain itu guru perlu mendapat contoh-contoh soal sains (IPA) yang diluncurkan dalam studi-studi internasional seperti PISA dan TIMSS.

Programme for International Student Assessment (PISA) Program PISA menyediakan suatu landasan baru untuk dialog masalah kebijakan dan untuk berkolaborasi dalam mendefinisikan dan mengimple-mentasikan tujuan-tujuan besar pendidikan. Implementasi tujuan-tujuan tersebut dilakukan dalam cara-cara yang inovatif dan reflektif yang mempertimbangkan keterampilan-keterampilan yang relevan dengan kehidupan orang dewasa. PISA membedakan literasi membaca (reading literacy), literasi matematika (mathematical literacy), dan literasi sains (scientific literacy) setiap tiga tahun sekali. Asesmen PISA pertama kali diselenggarakan pada tahun 2000. Dengan fokus terhadap literasi membaca (reading literacy), PISA 2000 menunjukkan perbedaan yang luas di negara-negara yang sukses dalam memfasilitasi para siswanya untuk mengakses, mengelola, mengintegra-sikan, mengevaluasi dan merefleksikan informasi tertulis agar dapat mengembangkan potensi mereka dan memperluas wawasan mereka selanjutnya.

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

10

PISA 2000 juga menggaris bawahi variasi yang signifikan kinerja sekolah-sekolah dan mengusulkan kepedulian tentang kesamaan (equity) dalam distribusi kesempatan. Hasil-hasil pertama asesmen PISA 2003 yang fokusnya pada matematika menunjukkan bahwa rata-rata kinerja kelompok 25 negara OECD mengalami peningkatan perolehan pada satu atau dua area konten matematika setelah diadakan asesmen tahun 2000 dan 2003. Literasi membaca dan literasi sains pun tampaknya mengalami perolehan yang relatif lebih lebar pada learning outcomes negara-negara yang para siswanya termotivasi untuk belajar, percaya diri pada kemampuan mereka sendiri dan strategi belajar mereka. Lebih jauh dilaporkan variasi hasil menurut gender dan latar belakang status sosial ekonomi (SES) kelompok negara-negara. Terlebihlebih penting adalah studi tersebut melaporkan hal yang menggembirakan dari negaranegara yang berhasil mencapai standar kinerja yang tinggi sementara pada saat yang bersamaan menyediakan suatu distribusi kesempatan belajar yang sama. Hasil capaian negara-negara tersebut menjadi tantangan bagi negara-negara lainnya untuk memperlihatkan apa yang mungkin untuk dicapai. Hasil PISA 2000 digunakan sebagai baseline dan setiap tiga tahun negara-negara akan dapat melihat kemajuan yang telah dicapainya. Untuk menilai apakah IPA diimplementasikan di Indonesia, kita dapat melihat hasil literasi IPA anak-anak Indonesia. Hal ini mengingat arti literasi sains/IPA (scientific literacy) itu sendiri yang ditandai dengan kerja ilmiah, dan tiga dimensi besar literasi sains yang ditetapkan oleh PISA, yaitu konten IPA, proses IPA, dan konteks IPA. Hasil penelitian PISA tahun 2000 dan tahun 2003 menunjukkan bahwa literasi sains anak-anak Indonesia usia 15 tahun masing-masing berada pada peringkat ke 38 (dari 41 negara) dan peringkat ke 38 dari (40 negara) (Bastari Purwadi, 2006). Skor rata-rata pencapaian siswa ditetapkan sekitar nilai 500 dengan simpangan baku 100 point. Hal ini disebabkan kira-kira dua per tiga siswa di negara-negara peserta memperoleh skor antara 400 dan 600 pada PISA 2003. Ini artinya skor yang dicapai oleh siswa-siswa Indonesia kurang lebih terletak di sekitar angka 400. Ini artinya bahwa siswa-siswa Indonesia tersebut diduga baru mampu mengingat pengetahuan ilmiah berdasarkan fakta sederhana (Rustaman, 2006b). Cakupan PISA menurut Fokus Fokus dalam PISA (the Programme for International Student Assessment) ditentukan per tiga tahunan. Fokus tahun 2000 adalah literasi membaca (reading literacy), sedangkan fokus tahun 2003 adalah literasi matematika dan pemecahan masalah atau problem solving. Fokus untuk tiga tahun mendatang dan tiga tahun berikutnya tentunya dapat diperkirakan. PISA tahun 2006 mempunyai fokus pada literasi sains dan teknologi komputer (ICT), sedangkan fokus dalam PISA 2009 adalah literasi membaca dan teknologi komputer (ICT). Seperti PISA 2000, instrumen asesmen dalam PISA 2003 dikembangkan berdasarkan unit-unit asesmen, yaitu satu seri teks diikuti dengan sejumlah pertanyaan, pada berbagai aspek masing-masing teks, bertujuan untuk membuat tugas sedekat mungkin dengan dunia nyata. Siswa harus membaca teks dan menjawab pertanyaan tentang isi yang terdapat di dalamnya. Dalam banyak kasus, respons dinyatakan dengan kata-kata sendiri yang memerlukan ketelitian dan sering kali pemberian angka yang majemuk.

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

11

Literasi Sains dalam PISA Pengertian Literasi Sains Literasi sains atau scientific literacy didefinisikan PISA sebagai kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan dan untuk menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti agar dapat memahami dan membantu membuat keputusan tentang dunia alami dan interaksi manusia dengan alam. Literasi sains dianggap suatu hasil belajar kunci dalam pendidikan pada usia 15 tahun bagi semua siswa, apakah meneruskan mempelajari sains atau tidak setelah itu. Berpikir ilmiah merupakan tuntutan warganegara, bukan hanya ilmuwan. Keinklusifan literasi sains sebagai suatu kompetensi umum bagi kehidupan merefleksikan kecenderungan yang berkembang pada pertanyaan-pertanyaan ilmiah dan teknologis. Definisi yang digunakan dalam PISA tidak termasuk bahwa orang-orang dewasa masa yang akan datang akan memerlukan cadangan pengetahuan ilmiah yang banyak. Yang penting adalah siswa dapat berpikir secara ilmiah tentang bukti yang akan mereka hadapi. Dimensi Literasi Sains (i) Content Literasi Sains Dalam dimensi konsep ilmiah (scientific concepts) siswa perlu menangkap sejumlah konsep kunci/esensial untuk dapat memahami fenomena alam tertentu dan perubahanperubahan yang terjadi akibat kegiatan manusia. Hal ini merupakan gagasan besar pemersatu yang membantu menjelaskan aspek-aspek lingkungan fisik. PISA mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mempersatukan konsep-konsep fisika, kimia, biologi, serta ilmu pengetahuan bumi dan antariksa (IPBA). (ii) Process Literasi Sains PISA (Programme for International Student Assessment) mengases kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan pemahaman ilmiah, seperti kemampuan siswa untuk mencari, menafsirkan dan memperlakukan bukti-bukti. PISA menguji lima proses semacam itu, yakni: mengenali pertanyaan ilmiah (i), mengidentifikasi bukti (ii), menarik kesimpulan (iii), mengkomu-nikasikan kesimpulan (iv), dan menunjukkan pemahaman konsep ilmiah (v). (iii) Context Literasi sains Konteks literasi sains dalam PISA (Programme for International Student Assessment) lebih pada kehidupan sehari-hari daripada kelas atau laboratorium. Sebagaimana dengan bentuk-bentuk literasi lainnya, konteks melibatkan isu-isu yang penting dalam kehidupan secara umum seperti juga terhadap kepedulian pribadi. Pertanyaanpertanyaan dalam PISA 2000 dikelompokkan menjadi tiga area tempat sains diterapkan, yaitu: kehidupan dan kesehatan (i), bumi dan lingkungan (ii), serta teknologi (iii). PISA menetapkan tiga dimensi besar literasi sains dalam pengukurannya, yakni proses sains, konten sains, dan konteks aplikasi sains. Proses sains merujuk pada proses mental yang terlibat ketika menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti mengi-denifikasi dan menginterpretasi bukti serta menerangkan kesimpulan. Termasuk di dalamnya mengenal jenis pertanyaan yang dapat dan tidak dapat dijawab oleh sains, mengenal bukti apa yang diperlukan dalam suatu penyelidikan sains, serta mengenal kesimpulan yang sesuai dengan bukti yang ada.

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

12

Konten sains merujuk pada konsep-konsep kunci yang diperlukan untuk memahami fenomena alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui akitivitas manusia. Dalam kaitan ini PISA tidak secara khusus membatasi cakupan konten sains hanya pada pengetahuan yang menjadi materi kurikulum sains sekolah, namun termasuk pula pengetahuan yang dapat diperoleh melalui sumber-sumber lain. Konsep-konsep tersebut diambil dari bidang-bidang studi biologi, fisika, kimia, serta ilmu pengetahuan bumi dan antariksa, yang terkait pada tema-tema utama berikut: struktur dan sifat materi, perubahan atmosfer, perubahan fisis dan perubahan kimia, transformasi energi, gerak dan gaya, bentuk dan fungsi, biologi manusia, perubahan fisiologis, keragaman mahluk hidup, pengendalian genetik, ekosistem, bumi dan kedudukannya di alam semesta serta perubahan geologis. Tabel 2.1 Perbandingan Assessment Area Literasi Sains 2000 dan 2003
Assessment Area Definisi dan pembedanya Literasi Sains 2000 Litearsi Sains 2003
memerlukan pemahaman konsep ilmiah, suatu kemampuan untuk mengaplikasikan perspektif ilmiah dan berpikir secara ilmiah menangani buktibukti. Area pengetahuan ilmiah & konsep seperti: biodiversitas; gaya dan perpindahan; perubahan fisiologis.

Dimensi Konten

Konsep-konsep biologi, fisika, kimia, & IPBA, yg terkait pada tema utama bentuk & fungsi, biologi manusia, perubahan fisiologis, keragaman mahluk hidup, pengendalian genetic, ekosistem; struktur & sifat materi, perubahan atmosfer, perubahan fisis & kimia, transformasi energi, gerak dan gaya bumi & kedudukannya di alam semesta, perubahan geologis;

Dimensi Proses

Dimensi Situasi

Kemampuan atau proses mental yang terlibat ketika menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti: mengenal pertanyaan yg dapat dijawab dalam sains; identifikasi bukti; interpretasi bukti; menerangkan kesimpulan sesuai bukti yg ada. Konteks sains, terfokus pada penggunaan yang terkait dengan: kehidupan dan kesehatan; Bumi dan lingkungan; teknologi. Relevansi: pribadi, komuntas, global.

Kemampuan menggunakan pengetahuan ilmiah & pemahaman, memperoleh, interpretasi, dan bertindak terhadap bukti: memerikan, menjelaskan, prediksi fenomena alam; memahami investigasi ilmiah; interpretasi bukti ilmiah dan kesimpulan. Konteks sains, terfokus pada penggunaan yang terkait dengan: kehidupan dan kesehatan; Bumi dan lingkungan; teknologi.

Konteks sains merujuk pada situasi dalam kehidupan sehari-hari yang menjadi lahan bagi aplikasi proses dan pemahaman konsep sains. Dalam kaitan ini PISA membagi bidang aplikasi sains ke dalam tiga kelompok, yakni kehidupan dan kesehatan, bumi dan lingkungan, serta teknologi. Masalah dan isu sains dalam bidang bidang tersebut dapat terkait pada anak sebagai individu, bagian dari masyarakat, dan warga dunia. Situasi nyata yang menjadi konteks aplikasi sains dalam PISA tidak secara khusus

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

13

diangkat dari materi yang dipelajari di sekolah, melainkan diangkat dari kehidupan sehari-hari, sebagaimana dilukiskan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Konteks Aplikasi Sains PISA
Relevansi
Pribadi, Komunitas, Global Kehidupan dan Kesehatan Kesehatan, penyakit dan gizi. Pemeliharaan dan keberlanjutan spesies. Kesalingbergantungan antara sistem fisik dan sistem biologis.

Bidang Aplikasi
Bumi dan Lingkungan Pencemaran. Pembentukan dan perusakan tanah. Cuaca dan iklim. Teknologi Bioteknologi. Penggunaan materi dan pembuangan sampah. Penggunaan energi. Transportasi.

Trends in Internasional Mathematics and Science Study (TIMSS) Survei juga telah dilakukan oleh TIMSS terhadap pencapaian sains anak kelas 4 (9 tahun saat di tes) dan kelas 8 (13 tahun saat dites) dengan ruang lingkup domain konten dan domain kognitif, untuk domain konten dibedakan: level kelas 4 mencakup Life science, Physical science, dan Earth science. Untuk level kelas 8 mendapat tambahan Kimia (Chemistry) dan pengetahuan lingkungan Environmental science). Domain koqnitif mencakup pengetahuan tentang fakta (factual knowledge), pemahaman konsep (conceptual understanding), serta penalaran dan analisis (reasoning & analysis). Survai untuk TIMSS menunjukkan bahwa dari 38 negara yang berpartisipasi pada tahun 1999 dan dari 46 negara yang berpartisipasi pada tahun 2003, masing-masing anak Indonesia menempati peringkat 32 dan 37. Skor rata-rata perolehan anak Indonesia untuk IPA mencapai 420,221, skor ini tergolong ke dalam katagori low benchmark artinya siswa baru mengenal beberapa konsep mendasar dalam Fisika dan Biologi (Rustaman, 2006a). Atas dasar uraian di atas, maka diduga kurikulum IPA di Indonesia belum diimplementasikan oleh kebanyakan sekolah. Hal ini dikuatkan oleh Dasar Pemikiran yang ditulis pada Panduan Seminar Sehari Hasil Studi Internasional Prestasi Siswa Indonesia dalam Bidang Matematika, Sains, dan Membaca, yang menyebutkan bahwa salah satu sebab rendahnya mutu lulusan adalah belum efektifnya proses pembelajaran. Proses pembelajaran selama ini masih terlalu berorientasi terhadap penguasaan teori dan hafalan dalam semua bidang studi yang menyebabkan kemampuan belajar peserta didik menjadi terhambat. Metode pembelajaran yang terlalu berorientasi kepada guru (teacher centered) cenderung mengabaikan hak-hak dan kebutuhan, serta pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan, dan mencerdaskan kurang optimal (Panduan Seminar Sehari Hasil Studi Internasional Prestasi Siswa Indonesia dalam Bidang Matematika, Sains, dan Membaca, 2006). Dari kajian teoritis yang telah diberikan apa yang bisa kita berikan untuk Kurikulum IPA di Indonesia dan Implementasinya serta Kurikulum IPA Masa Depan

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

14

BAB III TEMUAN KAJIAN DAN PEMBAHASAN


A. Kajian Dokumen Kurikulum selalu mengalami penyempurnaan. Sebagai penyempurnaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi atau KBK, pada tahun 2006 telah diluncurkan suatu kurikulum baru yang dikenal sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, disingkat KTSP. Meskipun namanya baru, kurikulum tersebut ternyata tidak baru, karena isi dan target kurikulum harus mengacu pada Standar Isi dimana tuntutan kompetensinya tetap sama dengan KBK 2004 (http://dewo.wordpress.com/ 2006/03/05 /kurikulum-baru-2006- tidak baru/). Ditinjau dari kurikulum 2006 mata pelajaran IPA, maka ruang lingkup bahan ajar, proses pembelajaran dan asesmen dapat diklasifikasikan sebagai berikut (http://www.Puskur.net/inc/si/sd/PengetahuanAlam.pdf.), (http://www.puskur.net/inc/si/SMP/PengetahuanAlam.pdf.), (http://www.puskur.net/inc/si/SMA/Pengetahuan lam.pdf) 1. Ruang Lingkup Bahan Ajar Ruang lingkup bahan ajar dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori. Siswa kelas 1 9 yang meliputi : (a) makhluk hidup dan kehidupan, (b) benda dan sifatnya, (c) energi dan perubahannya, (d) bumi dan alam semesta; dan Siswa kelas 10-12 yang masing-masing cabang IPA (Fisika, Kimia dan Biologi) memiliki ruang lingkup bahan ajar sendiri-sendiri Di samping itu, terdapat beberapa kelemahan atau kekurangan dalam penyusunannya yang diduga bisa mengganggu proses implementasinya pada satuan pendidikan, meliputi: Sistematika Urutan penyajian beberapa SK/ KD kurang memenuhi urutan logika dan atau prasyarat. Terdapat pada IPA SMP, Biologi SMA, dan Kimia SMA. Kedalaman/ keluasan kompetensi/ materi Kedalaman dan atau keluasan kompetensi/ materi pada beberapa SK/KD kurang jelas, dan atau SK/KD yang kurang dalam/ luas bobotnya. (IPA SD, IPA SMP, Kimia SMA, Biologi SMA, Fisika SMA). Proporsi/ distribusi kompetensi/ materi Distribusi kompetensi/ materi pada setiap semester kurang merata dan atau kurang sesuai konteks kemampuan/ kebutuhan. (IPA SMP dan Kimia SMA). Keterkaitan antara Standar Kompetensi dengan Kompetensi Dasar Hubungan antara pernyataan Standar Kompetensi dengan Kompetensi Dasar kurang sesuai. (IPA SMP dan Biologi SMA) Penggunaan bahasa Penggunaan bahasa yang kurang jelas dan atau kurang konsisten. (IPA SD dan Kimia SMA) 2. Proses Pembelajaran Proses pembelajaran menekankan pada pemberian pengalaman langsung, kontekstual dan berpusat kepada siswa, sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator. Proses pembelajaran yang terlihat pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

15

kurikulum 2006 pada mata pelajaran IPA SD, SMP dan IPA sebagai contoh Fisika SMA yang berhubungan dengan kerja ilmiah adalah sebagai berikut. Siswa kelas 1 3, belum diperkenalkan pada kerja ilmiah, mereka masih terbatas pada: mengenal, mengidentifikasi, membiasakan, membedakan, menggolongkan, mendeskripsikan. Siswa kelas 4 semester 2, baru mulai diperkenalkan dengan kerja ilmiah, yaitu menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat merubah gerak suatu benda dan dapat mengubah bentuk suatu benda. Siswa kelas 5, nampak adanya kerja ilmiah yaitu menyimpulkan hasil penyelidikan tentang perubahan sifat benda, baik sementara maupun tetap, tetapi sebagian besar hanya mengidentifikasi dan mendeskripsikan. Siswa kelas 6, nampak juga adanya kerja ilmiah, yaitu melakukan percobaan untuk menyelidiki hubungan antara gaya dan gerak. Siswa kelas 7 12, nampak bahwa kerja ilmiah banyak digunakan dalam pembelajaran IPA, di samping itu juga pembelajaran IPA yang bersifat analisis dan pemecahan masalah banyak diperkenalkan. Dari uraian di atas, terlihat bahwa siswa kelas 1 6, masih minim sekali diperkenalkan kerja ilmiah, padahal ini merupakan ciri penting pada mata pembelajaran IPA. Pada latar belakang kurikulum mata pelajaran IPA siswa kelas 1 6 sebenarnya telah disebutkan bahwa : Pembelajaran IPA sebaiknya secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomuni-kasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup (http://www.puskur.net/nc/si/sd/PengetahuanAlam. pdf). Dengan minimnya pembelajaran IPA dengan kerja ilmiah tersebut berarti sikap ilmiah juga menjadi minim. Untuk siswa kelas 7 12, nampak bahwa kerja ilmiah, pemecahan masalah dan menggunakan cara berpikir lebih tinggi (analisis) banyak digunakan dalam pembelajaran IPA. Dari latar belakang kurikulum IPA untuk siswa kelas 7 9 dan IPA Fisika untuk siswa kelas 10 12 masing-masing telah disebutkan bahwa: Proses pembelajarannya hendaknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientic inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup (http://www.puskur.net/inc/si/SMP/PengetahuanAlam. pdf.), dan Pembelajaran Fisika dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup (http://www.puskur.net/inc/si/SMA/Pengeta-huanAlam.pdf.). Di sini nampak bahwa kerja ilmiah IPA pada pembelajaran kurikulum 2006 sangat ditekankan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rustaman (2006a) bahwa dalam kurikulum 2004 (KBK) dan kurikulum 2006 (KTSP) ditekankan kemampuan kerja ilmiah dalam Kurikulum Sains mencakup proses sains. 3. Penilaian atau Asesmen Ditinjau dari kurikulum IPA SD, SMP, dan IPA Fisika SMA, khususnya pada latar belakang, maka asesmen pembelajaran IPA SD, SMP dan SMA ditekankan pada:

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

16

penilaian kinerja atau penilaian otentik (authentic assessment) dan pemecahan masalah (problem solving). Penilaian otentik memerlukan bukti langsung dalam penilaian di lapangan atau pada situasi yang sesungguhnya. Problem solving menuntut pembelajaran yang berbeda dengan yang biasa berlangsung di lapangan. Karena pembelajaran IPA di sekolah dasar belum melibatkan konsep-konsep ilmiah, baru terbatas pada pengungkapan gejala-gejala alam berupa fakta, maka penilaiannya juga perlu lebih berhati-hati. Penilaian konsep pada sekolah dasar tidak tepat karena di luar kemampuan mereka. Berkaitan dengan kerja ilmiah bagi siswa sekolah dasar, keterampilan observasi, mendeskripsikan, dan mengajukan pertanyaan dalam berinkuiri sangat penting untuk dikembangkan.

B. Kajian Lapangan Bagaimana kerja ilmiah dan pemecahan masalah diimplementasikan pada pembelajaran IPA bisa dilihat dari fakta hasil literasi sains anak-anak Indonesia yang dilakukan oleh the Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dalam PISA (the Programme for International Student Assessment) dan pencapaian sains anak-anak Indonesia oleh the Internasional Association for the Evaluation of Education Achievement (IEA) dalam TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study). Bangsa yang ingin maju adalah bangsa yang mau belajar dari kemajuan negara lain, begitu pula untuk kurikulum terutama kurikulum IPA. Kurikulum IPA perlu mengacu pada hakikat IPA itu sendiri, sebagaimana tampak implementasinya pada konten/materi literasi sains oleh PISA dan materi pencapaian sains oleh TIMSS (Rustaman, 2006) di atas. Selain itu, Kurikulum IPA perlu juga mengkaji dan membandingkan dengan kurikulum IPA di negara-negara maju. Kurikulum Pendidikan Sains di Negara-negara Maju Sebagai representasi dari kurikulum pendidikan sains di negara-negara maju, mengambil contoh salah satu kurikulum pendidikan Sains, yaitu kurikulum Pendidikan sains yang dikembangkan oleh the National Research Council USA dan diterbitkan oleh National Academy Press, Washington DC., sebagai berikut. Standar Isi (Content) Garis besar standar isi sains yaitu tentang apa yang akan diketahui, dipahami, dan dapat dilakukan dalam IPA dari taman Kanak-kanak (TK) sampai kelas 12. Ruang lingkup sains Ini dibagi menjadi delapan kategori, yaitu: 1. Pemersatu Konsep dan Proses sains, 2. Sains sebagai Inkuiri, 3. Ilmu-ilmu Kealaman, 4. Ilmu-ilmu Hayati 5. Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa (IPBA), 6. IPA dan Teknologi, 7. IPA dalam Persepektif Personal dan Sosial, 8. Sejarah dan Hakikat IPA. Katagori pertama dipresentasikan untuk seluruh tingkatan kelas, karena pengertian dan kemampuan yang berhubungan dengan kebutuhan konsep-konsep menjadi berkembang melalui pengalaman-pengalaman pendidikan seorang siswa. Adapun ke-tujuh kategori

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

17

yang lain digolongkan ke dalam tingkatan Taman Kanak-kanak (Kindergarten) - kelas 4; kelas 5 8; dan kelas 9 12. Standar-standar yang meliputi: Penyelidikan Sains, Ilmu-ilmu Kealaman, Ilmu-ilmu Hayati, Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa, IPA dalam Perspektif Personal dan Sosial, serta Sejarah dan Hakikat IPA dapat dilihat pada Tabel 3.1. TABEL 3.1 Distribusi Komponen Isi (Content) menurut Kategori Standar Konten
Penyelidikan IPA (Science as Inquiry) Ilmu-ilmu Kealaman (Physical Science)

TK-Kelas 4
Mampu melakukan inkuiri ilmiah Pemahaman tentang inkuiri ilmiah Sifat obyek dan material Posisi & gerakan obyek Cahaya, panas, listrik dan magnet -

Kelas 5-8
Mampu melakukan inkuiri ilmiah Mampu melakukan inkuiri ilmiah Sifat dan perubahan dari sifat zat Gerak dan gaya Transfer energi Struktur & fungsi dlm sistem kehidupan Reproduksi dan Hereditas Regulasi dan perilaku Populasi dan ekosistem Perbedaan dan adaptasi organisme Sistem struktur bumi Sejarah bumi Bumi dalam tata surya -

Kelas 9-12
Mampu melakukan inkuiri ilmiah Paham & mampu berinkuiri ilmiah Struktur atom Struktur & sifat materi Reaksi kimia Gerak dan gaya Kekekalan energi dan perubahan; ketidakteraturan Interaksi energi dan materi SEL Basis molekuler dari Hereditas Evolusi biologis Saling kebergantungan organisme Materi, energi, dan organisasi dalam sistem kehidupan Perilaku organisme Energi dalam sistem bumi Siklus kimia bumi Asal usul & perkembangan sistem bumi Asal usul dan evolusi alam semesta

Ilmu-Ilmu Hayati (Life Science)

Karakteristik organisme Siklus hidup organisme Organisme & Lingkungan -

Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa (Earth & Space Science)

Sifat material bumi Benda-benda langit Perubahan di bumi dan langit -

IPA dan Teknologi (Science & Technology)

Kemampuan untuk membedakan antara obyek alam dan obyek buatan manusia Kemampuan merancang teknologi Pemahaman tentang sains dan teknologi Kesehatan pribadi Karakteristik dan perubahan populasi

---

---

Kemampuan merancang teknologi Pemahaman tentang sains dan teknologi Kesehatan pribadi Populasi, sumber daya alam, dan

IPA Dalam Persepektif Personal Dan

Kemampuan merancang teknologi Pemahaman tentang sains dan teknologi Kesehatan pribadi dan lingkungan Pertumbuhan populasi

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

18

Standar Konten
Sosial (Science in Personal and Social Perspectives)

TK-Kelas 4
Tipe-tipe SDA Perubahan lingkungan IPA dan teknologi dalam tantangan lokal -

Kelas 5-8
lingkungan Resiko alam Resiko dan keuntungan IPA dan teknologi dalam masyarakat IPA sebagai suatu usaha keras manusia Karakteristik IPA Sejarah IPA

Kelas 9-12
Sumber daya alami Kualitas lingkungan Resiko yang disebabkan oleh alam dan manusia IPA dan teknologi dlm tantangan lokal, nasional dan global IPA sebagai usaha keras manusia Sifat pengetahuan ilmiah Persepektif yang berhubungan dengan sejarah

Sejarah dan Hakikat IPA (History and Nature of Science)

IPA sebagai suatu usaha keras manusia -

Standar Pengajaran Sains Standar pengajaran sains mendeskripsikan guru-guru sains pada seluruh tingkatan kelas akan mengetahui dan harus bekerja. Standar pengajaran sains ini dibagi ke dalam enam bidang, yaitu: 1. Perencanaan program IPA berdasarkan penyelidikan; 2. Tindakan membimbing dan memfasilitasi pembelajaran siswa; 3. Membuat asesmen pengajaran dan pembelajaran siswa; 4. Pengembangan lingkungan yang memungkinkan siswa untuk belajar IPA; 5. Menciptakan komunitas pebelajar IPA; 6. Merencanakan dan mengembangkan program IPA sekolah. Standar Penilaian (Asesmen) Standar penilaian menyediakan kriteria untuk menentukan kualitas praktik-pratik penilaian. Standar penilaian meliputi lima bidang, yaitu: 1. Konsistensi penilaian dengan suatu keputusan merupakan desain untuk informasi; 2. Penilaian prestasi dan kesempatan keduanya untuk belajar IPA; 3. Mencocokkan antara kualitas teknis dari kumpulan data dan konsekuensi tindakan yang diambil dari basis data tersebut; 4. Kejujuran dari praktik penilaian; 5. Suatu ketepatan penarikan kesimpulan dibuat dari penilaian tentang prestasi siswa dan kesempatan untuk belajar. C. Pembahasan Kajian Dokumen dan Lapangan Beberapa kajian yang telah diberikan baik kajian dokumen dan kajian lapangan maka ada beberapa sesuatu yang menarik yang bisa dijadikan bahasan, disini disajikan sebagai berikut. 1. Pembahasan Kajian Dokumen yang meliputi : a. Ruang Lingkup Bahan Ajar b. Proses Pembelajaran c. Penilaian atau Asesmen

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

19

Untuk Ruang Lingkup Bahan Ajar Dari penjelasan yang telah diberikan maka ruang lingkup bahan ajar untuk siswa kelas 1-9 walaupun terpadu dan kelihatan sama, tetapi ada perbedaan. Adapun perbedaan itu adalah dari segi dimensi pengetahuan (knowledge) dan dimensi proses. Untuk bahan ajar IPA kelas 10 -12 diberikan tidak secara terpadu namun terpisah sesuai dengan cabang IPA. Mengenai beberapa kelemahan atau kekurangan yang menjadi temuan, umumnya terjadi dalam skala kecil yang masih dapat diterima oleh implementor satuan pendidikan, dan tidak terlalu mengganggu proses pelaksanaannya di kelas. Khusus IPA kelas 7 9, walau tampak tidak lagi jelas batas-batas antara aspek-aspek keilmuan IPA, namun susunan keterpaduannya kelihatan tumpang-tindih sehingga mengganggu urutan sistematika, komposisi dan proporsi kompetensi-kompetensi pada setiap semester/ kelas. Untuk Proses Pembelajaran Dari penjelasan yang telah diberikan, terlihat bahwa siswa kelas 1 6 masih minim sekali diperkenalkan kerja ilmiah, padahal hal ini merupakan ciri penting. Dengan minimnya pembelajaran IPA dengan kerja ilmiah tersebut berarti sikap ilmiah juga menjadi minim. Untuk siswa kelas 7 12, nampak bahwa kerja ilmiah, pemecahan masalah dan menggunakan cara berpikir lebih tinggi (analisis) banyak digunakan dalam pembelajaran IPA. Dari latar belakang kurikulum IPA untuk siswa kelas 7 9 dan IPA Fisika untuk siswa kelas 1012 masing-masing telah disebutkan bahwa: Proses pembelajaran IPA hendaknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup (http://www. puskur.net/inc/si/SMP/PengetahuanAlam.pdf.), dan Pembelajaran Fisika dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup (http://www.Puskur.net/inc/si/SMA/ PengetahuanAlam.pdf.). Di sini nampak bahwa kerja ilmiah IPA pada pembelajaran kurikulum 2006 lebih ditekankan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rustaman (2006a) bahwa dalam kurikulum 2004 (KBK) dan kurikulum 2006 (KTSP) ditekankan kemampuan kerja ilmiah dalam Kurikulum Sains, sebagai bagian dari proses sains. Untuk Penilaian atau Asesmen Bagaimana melihat apakah kerja ilmiah dan pemecahan masalah diimplementasikan pada pembelajaran IPA, marilah kita melihat hasil-hasil studi internasional dan pencapaian anak-anak Indonesia. Hasil studi yang terkait dengan perolehan dalam bidang sains atau IPA adalah hasil studi OECD dalam PISAnya dan hasil studi IEA dalam TIMSSnya. Untuk menilai apakah IPA diimplementasikan di Indonesia, kita dapat melihat hasil literasi IPA anak-anak Indonesia. Hal ini mengingat arti literasi sains/IPA (scientific literacy) itu sendiri yang ditandai dengan kerja ilmiah, dan tiga dimensi besar literasi sains yang ditetapkan oleh PISA, yaitu konten IPA, proses IPA, dan konteks IPA. Hasil literasi sains anak-anak Indonesia yang dilakukan oleh the Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam PISA (the Programme for

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

20

International Student Assessment) pada tahun 2000/2001 menunjukkan perubahan yang berarti.

dan 2003 tidak

Hasil penelitian PISA (the Programme for International Student Assessment) tahun 2000 dan tahun 2003 menunjukkan bahwa literasi sains anak-anak Indonesia usia 15 tahun masing-masing berada pada peringkat ke 38 dari 41 negara dan peringkat ke 38 dari 40 negara (Purwadi, 2006). Adapun skor rata-rata pencapaian siswa ditetapkan sekitar nilai 500 dengan simpangan baku 100 point. Hal ini disebabkan kira-kira dua per tiga siswa di negara-negara peserta memperoleh skor antara 400 dan 600 pada PISA 2003. Ini artinya skor yang dicapai oleh siswa-siswa Indonesia kurang lebih terletak di sekitar angka 400. Ini artinya bahwa siswa-siswa Indonesia tersebut diduga baru mampu mengingat pengetahuan ilmiah berdasarkan fakta sederhana (Rustaman, 2006b). Kenyataannya siswa masih lemah dalam sains, padahal dengan perkembangan zaman landasan sains sangat diperlukan untuk berkomunikasi dan pengembangan teknologi. Walaupun hasil survei tahun 2006 belum dipublikasikan, hasilnya sudah dapat diduga atau diperkirakan. Eratnya keterkaitan anatara literasi membaca dan literasi sains pada PISA 2003, serta tidak terbiasanya anak Indonesia membaca yang bermakna sksn turut mempengaruhi kemampuannya dalam ber-IPA (sciencing). Alasan pembiayaan pendidikan yang tidak tinggi tidak dapat dijadikan alasan untuk mengelak (berkelit) dari kenyataan bahwa IPA belum diajarkan sebagaimana seharusnya (sesuai hakikat IPA/Sains). Bukti lain dapat dilihat dari hasil mengikuti TIMSS tahun 1999 dan tahun 2003. Apabila pembelajaran sains (dan Matematika) efektif, tentunya hasil TIMSS 2003 sudah menunjukkan peningkatan yang berarti. Survei juga telah dilakukan oleh TIMSS terhadap pencapaian sains anak kelas 4 (9 tahun saat di tes) dan kelas 8 (13 tahun saat di tes) dengan ruang lingkup domain konten dan domain kognitif, untuk domain konten dibedakan: level kelas 4 mencakup Life science, Physical science, dan Earth science. Untuk level kelas 8 mendapat tambahan Kimia (Chemistry) dan pengetahuan lingkungan Environmental science). Domain koqnitif mencakup pengetahuan tentang fakta (factual knowledge), pemahaman konsep (conceptual understanding), serta penalaran dan analisis (reasoning & analysis). Survai untuk TIMSS menunjukkan bahwa dari 38 negara yang berpartisipasi pada tahun 1999 dan dari 46 negara yang berpartisipasi pada tahun 2003, masing-masing anak Indonesia menempati peringkat 32 dan 37. Skor rata-rata perolehan anak Indonesia untuk IPA mencapai 420,221, skor ini tergolong ke dalam katagori low bencmark artinya siswa baru mengenal beberapa konsep mendasar dalam Fisika dan Biologi (Rustaman, 2006a). Atas dasar uraian di atas, maka diduga kurikulum IPA di Indonesia belum diimplementasikan oleh kebanyakan sekolah. Hal ini dikuatkan oleh Dasar Pemikiran yang ditulis pada Panduan Seminar Sehari Hasil Studi Internasional Prestasi Siswa Indonesia dalam Bidang Matematika, Sains, dan Membaca, yang menyebutkan bahwa salah satu sebab rendahnya mutu lulusan adalah belum efektifnya proses pembelajaran. Proses pembelajaran selama ini masih terlalu berorientasi terhadap penguasaan teori dan hafalan dalam semua bidang studi yang menyebabkan kemampuan belajar peserta didik menjadi terhambat. Metode pembelajaran yang terlalu berorientasi kepada guru (teacher centered) cenderung mengabaikan hak-hak dan kebutuhan, serta pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan, dan mencerdaskan kurang optimal (Panduan Seminar Sehari Hasil

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

21

Studi Internasional Prestasi Siswa Indonesia dalam Bidang Matematika, Sains, dan Membaca, 2006).

2. Pembahasan Kajian Lapangan Berdasarkan uraian yang diberikan bagaimana kurikulum pendidikan IPA di negaranegara maju, maka mengenai standar isi diperoleh hasil sebagai berikut. Memperhatikan kurikulum yang dikembangkan oleh the National Research Council USA tersebut dapat diperoleh pokok-pokok pikiran untuk pengembangan Kurikulum Sains ke depan adalah sebagai berikut. a. Penggolongan standar isi untuk seluruh tingkatan kelas sama, perbedaan terletak pada kesesuaian antara dimensi pengetahuan (knowledge) dan dimensi proses kognitif. Dimensi pengetahuan berisi empat katagori, yaitu: pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif. Keempat katagori diasumsikan terletak antara konkret (faktual) sampai abstrak (metakognitif). Adapun dimensi proses kognitif meliputi: mengingat, mengerti, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta (Anderson & Krathwohl, 2001: 5). b. Pada pengajaran sains, guru hendaknya: (a) mengajar sains berbasis inkuiri; (b) mengarahkan, membimbing dan memfasilitasi; (c) menciptakan pembelajaran yang berpusat pada siswa; (d) merancang lingkungan belajar sedemikian rupa untuk sumber pembelajaran kontekstual; (e) menciptakan kelompok belajar sains. c. Penilaian pembelajaran hendaknya menekankan pada aspek yang penting untuk dinilai dalam jangka panjang, yang nantinya dapat digunakan untuk belajar lebih lanjut, termasuk penilaian kinerja atau penilaian otentik, berdasarkan data, dan jujur.

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

22

BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


A. KURIKULUM IPA MASA DEPAN Pengembangan kurikulum IPA masa depan perlu mengacu pada hakikat IPA itu sendiri, yang implementasinya berlandaskan pada perkembangan IPTEKS dan dampaknya secara global terhadap lingkungan. Selain itu, perlu juga mengkaji dan membandingkan dengan kurikulum di negara-negara maju. 1. Kesesuaian dengan materi ajar Berkenaan dengan materi literasi IPA, berdasarkan makalah Rustaman (2006) dalam dua judul makalahnya, yaitu: (1) Literasi Sains Anak Indonesia 2000 dan 2003 dan (2) Pencapaian Sains Siswa Indonesia pada TIMSS, direkomendasikan beberapa hal ke depan berkenaan dengan: a. Kurikulum IPA Kurikulum IPA hendaknya: 1) menekankan pada pembelajaran sains yang seimbang antara konsep, proses dan aplikasinya; 2) mengembangkan kemampuan kerja ilmiah yang mencakup proses sains dan sikap ilmiah; 3) memungkinkan siswa mengkonstruksi dan mengembangkan konsep IPA (dan saling keterkaitannya) serta nilai, sikap dan kerja ilmiah siswa; 4) memberikan siswa kesempatan untuk mendemostrasikan kemampuan dalam mencari, memilih, memilah, dan mengolah informasi serta memaknainya selama proses pembelajaran, sehingga dapat dinilai potensi dan hasil belajarnya secara adil. b. Pembelajaran IPA Pembelajaran IPA hendaknya: 1. dapat menumbuhkan kepercayaan diri siswa bahwa mereka mampu dalam IPA dan bahwa IPA bukanlah pelajaran yang harus ditakuti; 2. Membelajarkan IPA tidak hanya membelajarkan konsep-konsepnya saja, namun juga disertai dengan pengembangan sikap dan keterampilan ilmiah (domain pengetahuan dan proses kognitif); 3. Pembelajaran IPA memberikan pengalaman belajar yang mengem-bangkan kemampuan bernalar, merencanakan dan melakukan penyeli-dikan ilmiah, menggunakan pengetahuan yang sudah dipelajari untuk memahami gejala alam yang terjadi di sekitarnya. 4. merevitalisasi keterampilan proses sains bagi siswa, guru, dan calon guru sebagai misi utama PBM IPA di sekolah untuk mengembangkan kemampuan observasi, merencanakan penyelidikan, menafsirkan (interpretasi) data dan informasi (narasi, gambar, bagan, tabel) serta menarik kesimpulan. c. Sistem Penilaian (Asesmen) Penilaian hendaknya:

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

23

1. direncanakan untuk mengukur pengetahuan dan konsep, keterampilan proses sains (KPS), dan penalaran tingkat tinggi (berpikir kritis, logis, kreatif); 2. menggunakan penilaian portofolio dan asesmen kinerja untuk KPS dan kemampuan kerja ilmiah selama pembelajaran IPA dalam rentang waktu tertentu; 3. mengadopsi bentuk tipe soal serupa dengan PISA dan TIMSS untuk mendorong PBM berkontribusi pada peningkatan literasi sains siswa dan sekaligus menggali kemampuan berpikir ilmiah, kritis, kreatif, dan inovatif; 4. menekankan penguasaan konsep tingkat rendah dan tinggi dengan variasi bentuk penilaian (pilihan ganda, pilihan ganda beralasan, uraian terbatas); 5. memberikan pengalaman dinilai berdasarkan hasil observasi dan hasil kegiatan kepada siswa, sekaligus dimintai alasan mengapa kira-kira hasilnya serupa itu; 6. memperkenalkan tipe soal yang diujikan secara nasional maupun internasional kepada siswa dan guru IPA.

2. Perbandingan Pengajaran IPA di Negara Maju (USA) a. Standar Pengajaran IPA Standar pengajaran IPA mendeskripsikan guru-guru IPA pada seluruh tingkatan kelas akan mengetahui dan harus bekerja. Standar pengajaran IPA ini dibagi ke dalam enam bidang sebagai berikut. 1) 2) 3) 4) 5) 6) perencanaan program sains berdasarkan penyelidikan; tindakan membimbing siswa dan memfasilitasi pembelajaran IPA; pengembangan asesmen pengajaran dan pembelajaran siswa; pengembangan lingkungan yang memungkinkan siswa belajar IPA; pembentukan komunitas pebelajar IPA; perencanaan dan pengembangan program IPA sekolah.

b. Standar Penilaian (Asesmen) Standar penilaian menyediakan kriteria untuk menentukan kualitas praktik-pratik penilaian. Standar penilaian meliputi lima bidang sebagai berikut. 1) Konsistensi penilaian dengan suatu keputusan merupakan desain untuk informasi; 2) Penilaian prestasi dan kesempatan untuk belajar sains; 3) Mencocokkan antara kualitas teknis dari kumpulan data dan konsekuensi tindakan yang perlu dilakukan berbasis data tersebut; 4) kejujuran dalam praktik penilaian; 5) ketepatan penarikan kesimpulan berdasarkan penilaian tentang prestasi siswa dan kesempatan untuk belajar. Dari kurikulum yang dikembangkan oleh the National Research Council USA tersebut dapat diperoleh pokok-pokok pikiran untuk pengembangan Kurikulum IPA ke depan sebagai berikut. 1) Penggolongan standar isi untuk seluruh tingkatan kelas sama, perbedaan terletak pada kesesuaian antara dimensi pengetahuan (knowledge) dan dimensi proses kognitif. Dimensi pengetahuan kognitif berisi empat katagori, yaitu: pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif. Keempat katagori

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

24

diasumsikan terletak antara konkrit (faktual) sampai abstrak (metacognitif). Sedangkan dimensi proses kognitif meliputi: mengingat (remember), mengerti (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyse), mengevaluasi (evaluate), dan mencipta (create) (Anderson dan Krathwohl, 2001: 5). 2) Pada pengajaran IPA, guru hendaknya: (a) mengajar IPA berbasis Inkuiri; (b) sebagai pembimbing dan fasilitator; (c) menciptakan pembelajaran yang berpusat kepada siswa; (d) merancang lingkungan sedemikian rupa untuk sumber pembelajaran kontekstual; (e) mencip-takan kelompok belajar sains. 3) Penilaian pembelajaran hendaknya menekankan pada aspek-aspek yang penting untuk dinilai, bukan yang mudah dinilai; 4) Penilaian hasil belajar jangka panjang berupa kemampuan (ability) dicapai melalui interaksi antara pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skills), dengan penilaian otentik (authentic assessment), berdasarkan data, dan jujur.

B. KESIMPULAN Atas dasar kajian terhadap Kurikulum IPA di Indonesia dan implementasinya, serta atas dasar kajian IPA masa depan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal di bawah ini ditinjau dari segi: Isi (konten), Pembelajaran, dan Penilaian (Asesmen) adalah sebagai berikut. 1. Konten a. Penggolongan materi dari seluruh jenjang kelas sebaiknya sama, yang membedakan hanyalah dimensi pengetahuan dan dimensi kognitif. b. Terdapat beberapa kekurangan atau kelemahan pada naskah Standar Isi, berkaitan dengan sistematika, kedalaman dan keluasan SK-KD, keterkaitan antara SK dengan KD, proporsi dan distribusi kompetensi atau materi, dan penggunaan bahasa. c. Untuk mengatasi kekurangan atau kelemahan tersebut, perlu diadakan revisi seperlunya. d. Revisi atau perbaikan dilakukan dalam tahap jangka pendek dan jangka panjang, dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap penera-pannya pada satuan pendidikan. 2. Pembelajaran a. Perencanaan pembelajaran diarahkan pada pembelajaran berbasis penyelidikan ilmiah; b. Pembelajaran berpusat kepada siswa, guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator; c. Pengembangan lingkungan belajar sebagai sumber belajar kontekstual; d. Pembelajaran IPA menciptakan komunitas pebelajar IPA; e. Pembelajaran IPA menggunakan berbagai pendekatan, seperti Context-ual Teaching and Learning (CTL) dan pendekatan keterampilan proses, untuk mengembangkan kemampuan observasi, merencanakan penyeli-dikan, menafsirkan data, dan informasi (narasi, gambar, bagan, tabel) serta menarik kesimpulan;

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

25

f. IPA diajarkan sesuai dengan hakikat IPA, yaitu proses, dan aplikasi metode ilmiah dalam kehidupan sehari-hari untuk membangun pengetahuan (produk) dan kemampuan; g. Kerja ilmiah mulai diajarkan kepada siswa kelas 4 dan terus berkelanjutan sampai kelas 12; h. Pembelajaran IPA menekankan pada pembelajaran Inkuiri, kontekstual, dan pemecahan masalah; i. Kerja ilmiah sebaiknya diberikan pada seluruh jenjang untuk seluruh level kelas, yaitu untuk menumbuhkan pengertian dan kemampuan yang berhubungan dengan pemersatu konsep dan proses melalui pengalaman belajar. 3. Penilaian a. Penilaian mengukur hasil belajar jangka panjang (learning outcomes: ability), bukan hanya hasil belajar jangka pendek (achievement); b. Penilaian mengukur konsep dan proses IPA; c. Menggunakan penilaian keterampilan proses dan portofolio; d. Penilaian terhadap pengetahuan dan berpikir tingkat tinggi serta pemecahan masalah perlu digalakkan; e. Perlu digalakkan penilaian terhadap kreativitas siswa melalui tugas-tugas mandiri (proyek dan produk); f. Perlu digalakkan penilaian kinerja; g. Penilaian dilakukan secara otentik, berbasis data dan jujur. h. Perlu konsisten dan merujuk pada SKL

C. REKOMENDASI Mengingat kurikulum IPA di Indonesia telah mengarah dan mendekati kepada kurikulum IPA masa depan, namun adanya beberapa kelemahan/ kekurangan dalam hal dokumen dan implementasinya di sekolah-sekolah, maka agar kurikulum 2006 dapat dioperasionalkan hendaknya perlu disiapkan langkah sebagai berikut. 1. Menyiapkan langkah revisi jangka pendek dan jangka panjang, dengan meminimalisasikan dampak negatif yang mungkin timbul terhadap adanya perubahan. Revisi jangka pendek meliputi: Memperbaiki penggunaan bahasa agar lebih komunikatif Memperbaiki sistematika (urutan logis) kompetensi dan materi Menyeimbangkan proporsi dan komposisi kerja ilmiah pada berbagai jenjang atau tingkat satuan pendidikan; Menentukan rentang (batas) kedalaman dan keluasan materi; Memeriksa keterkaitan antara SK dengan KD, sekaligus merujuk pada standar kompetensi lulusan (SKL); Meningkatkan pemahaman KS-Guru tentang Standar Isi KTSP; Memberikan kebebasan kepada satuan pendidikan untuk mengatur pelaksanaan perbaikan atau penyesuaian. Sementara itu, untuk revisi jangka panjang meliputi: Menentukan kompetensi dan muatan materi pokok dengan memperhatikan sistematika, prasyarat, kemampuan siswa dan lingkungan;

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

26

Mengkaji kesiapan dan kebutuhan satuan pendidikan dalam menerapkan Standar Isi; Menyiapkan standar atau kurikulum baru yang lebih aplikatif. 2. Perlu dipersiapkan adanya perangkat model bahan ajar dan multimedia yang antara lain terdiri dari Buku Siswa, Buku Guru, LKS, contoh RPP, contoh Silabus, model pembelajaran, serta contoh Hand-outs berupa lembar transparansi Pembelajaran, dengan pengembangan dan penyempurnaan yang lebih sesuai; 3. BSNP sebagai lembaga pengembang Standar Nasional Pendidikan hendaknya senantiasa mengembangkan standar-standar Pendidikan IPA, yang didasarkan atas hasil penelitian dan hasil studi banding terhadap pencapaian Pendidikan IPA di negara-negara maju; 4. LPMP sebagai Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (termasuk IPA), hendaknya secara intensif menjalin kerjasama dengan LPTK untuk menciptakan pembelajaran-pembelajaran IPA yang kreatif dan inovatif. 5. Pusat Penilaian Pendidikan bekerja sama dengan Pusat Kurikulum dan LPTK memgembangkan model-model penilaian beserta contoh-contoh soal dan strategi asesmennya.

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

27

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L. W., and Krathwohl, D. R. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom Taxonomy of Educational Objectives. New York: Addison Wesley Longman, Inc. Haladyna, T.M. (1997). Writing Test Items to Evaluate Higher Order Thinking. USA: Allyn Bacon. Jatmiko, B. (2007). Kurikulum IPA Masa Depan. Makalah, disajikan dalam Seminar Kurikulum Masa Depan, diselenggarakan oleh Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. Jatmiko, B. (2004). Hakikat Pembelajaran IPA. Semlok bagi Dosen, Mahasiswa, Guruguru SD, SMP dan SMA se Bali. Singaraja: FMIPA IKIP Negeri. National Research Council. (1996). National Science Education Standards. Washington, DC: National Academy Press. Purwadi, B. (2006). PISA dan TIMSS 2003. Gambaran Umum Metode Penelitian. Jakarta: Puspendik Depdiknas. Puspendik Depdiknas. (2006). Panduan Seminar Sehari Hasil Studi Internasional Prestasi Siswa Indonesia dalam Bidang Matematika, Sains, dan Membaca. Jakarta. Rustaman, N. Y. (2006a). Pencapaian Sains Siswa Indonesia pada TIMSS. Seminar Sehari Hasil Studi Internasional Prestasi Siswa Indonesia dalam Bidang Matematika, Sains, dan Membaca. Jakarta: Puspendik Depdiknas. Rustaman, N.Y. (2006b). Literasi Sains Anak Indonesia 2000 dan 2003. Seminar Sehari Hasil Studi Internasional Prestasi Siswa Indonesia dalam Bidang Matematika, Sains, dan Membaca. Jakarta: Puspendik Depdiknas. Stiggins, R. J. (1994). Student-Centered Classroom Assessment. New York: Merrill, an imprint of Macmillan Colege Publishing Company. Sukardjo, FMIPA UNY. (2007). Keterlaksanaan Standar Isi Mata Pelajaran Kimia SMA/MA.

Kajian Kebijakan Kurikulum mp IPA - 2007

28

You might also like