You are on page 1of 18

VIII

ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

Tujuan pembelajaran: Memahami proses-proses perencanaan zonasi kawasan dan mengenal aturan dalam zona yang berbeda zona inti, penelitian, penyangga, pendidikan, rimba, pemanfaatan non-ekstraktif, pemanfaatan terbatas, pemanfaatan tradisional, pemukiman tradisional, bahari, wisata terbatas, dan wisata intensif.

8.1 Tahapan Dalam Pengelolaan Kaw asan Konservasi Proses-proses, dari awal pembentukan sampai pengelolaan dari suatu kawasan konservasi, pada dasarnya mengikuti 10 langkah sebagai berikut: 1) Survei lapang (REA, Resource and Ecological Assessment); 2) Analisis ancaman/peluang; 3) Seleksi dan rekomendasi; 4) Konsultasi masyarakat; 5) Penetapan & penataan batas; 6) Zonasi; 7) Rencana pengelolaan; 8) Badan pengelola; 9) Monitoring sukses/kegagalan; 10) Pengelolaan adaptif. Proses terbentuknya kawasan selalu dimulai dari survei lapang, sebagai klarifikasi atau identifikasi kelayakan suatu wilayah dicalonkan sebagai kawasan konservasi (perairan). Survei lapang ini akan melibatkan ahli biologi, ekologi dan sosial, untuk melakukan penilaian sumberdaya dan ekologi (resource & ecological assessment). Survei intensif untuk mempersiapkan Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia, pertama kali dilakukan antara tahun 1980 1982, oleh IUCN/WWF Program bersama Departemen Kehutanan. Hasil survei dilaporkan dalam bentuk Marine Data Atlas dan rekomendasi calon Kawasan Konservasi Perairan, seperti yang disajikan pada Tabel 7.3. 307 Zonasi kawasan konservasi perairan

Beberapa survei lain juga sering dilakukan pada wilayah yang terbatas namun lebih detail. Hasil survei tersedia dalam berbagai bentuk laporan REA, seperti: REA Raja Ampat, Banda, Komodo, Derawan, Nusa Penida, Wakatobi dan beberapa wilayah lainnya. Analisis ancaman/peluang dilakukan untuk menentukan model kawasan konservasi. Taman Nasional Kepulauan Seribu dikembangkan sebagai model kawasan yang mendapat tekanan tinggi dari pemukiman, perkotaan dan pariwisata. Taman Nasional Bali Barat merupakan model untuk tipe yang dipengaruhi oleh pariwisata. Sedangkan Taman Nasional Komodo termasuk kawasan yang dianggap masih belum banyak dipengaruhi oleh aktifitas manusia. Setiap ancaman dan peluang dipetakan secara bersama untuk memformulasi strategi pengelolaan nantinya. Seleksi calon kawasan konservasi umumnya menggunakan kriteria tertentu, misalnya seperti yang diajukan oleh Kementerian Kehutanan (mengadopsi model kawasan konservasi di darat), sebagai berikut:

Diversity keanekaragaman hayati, dalam bentuk variasi kekayaan ekosistem, habitat dan spesies; Naturalness keaslian, gangguan atau tingkat degradasi relatif rendah, atau sebaliknya, integritas lingkungan alamiah masih relatif tinggi; Representativeness, keterwakilan, tingkatan suatu lokasi bisa mewakili tipe habitat, proses ekologi dan komunitas biologi; Uniqueness keunikan, wilayah yang secara biologis atau fisik mempunyai ciri dengan keunikan tertentu; Rareness kelangkaan, habitat yang spesifik atau spesies langka; Size ukuran, harus cukup besar sedemikian rupa sehingga berfungsi sebagai unit ekologi Accessibility terjangkau, kawasan yang ditujukan untuk mengakomodasi kepentingan pengunjung wisata, pelajar (mahasiswa), peneliti, nelayan harus terjangkau; Effectiveness keefektifan, feasibilitas untuk implementasi aktifitas pengelolaan cukup tinggi.

Konsultasi masyarakat ialah aktifitas yang terkait dengan penetapan (deklarasi) dan penentuan tata batas suatu Kawasan Konservasi Perairan. Waktu yang dibutuhkan untuk konsultasi dan pelibatan masyarakat berbeda setiap kawasan. Kawasan Konservasi Laut (KKL) Derawan membutuhkan waktu sekitar 2 (dua) tahun konsultasi publik sebelum Bupati menetapkan KKL Berau melalui PerBup No. 31, tertanggal 27 Desember 2005. Beberapa wilayah di Kepulauan Raja Ampat membutuhkan waktu sekitar 4 (empat) tahun ketika KKLD Raja Ampat ditetapkan melalui PerBup No. 66 tertanggal 14 Juni 2007. Beberapa kawasan konservasi bahkan tidak membutuhkan pelibatan masyarakat yang terlalu intensif, karena kawasan merupakan wilayah milik negara hal ini sering terjadi dalam proses perubahan status kawasan konservasi. Pengelolaan kawasan di Indonesia dilakukan dengan sistem zonasi. Zonasi pada prinsipnya membagi wilayah di dalam kawasan konservasi menjadi wilayah-wilayah, bagi kepentingan tingkat pemanfaatan yang berbeda. Ada sebagian wilayah yang dikelola dengan aturan sangat ketat. Sementara sebagian wilayah lainnya bisa dimanfaatkan untuk pemanfaatan non-ekstraktif, seperti: pariwisata, pendidikan atau wilayah tradisional yang dikelola oleh masyarakat lokal. Langkahlangkah dalam usaha pengelolaan tersebut dituliskan dalam bentuk Management Plan atau Rencana Pengelolaan Kawasan. Pada rencana pengelolaan, di dalamnya tercakup juga rencana untuk memantau dampak pengelolaan pada pencapaian tujuan. Jika model pengelolaan tidak berorientasi pada tujuan, rencana pengelolaan bisa dirubah ke arah tujuan. Sistem pendekatan ini disebut pola pengelolaan adaptif, adative management.

308

Zonasi kawasan konservasi perairan

Tujuan pengelolaan kawasan tercermin atau ter-refleksi di dalam perencanaan zonasi. Suatu kawasan yang bertujuan untuk melindungi perikanan, zonasi akan diprioritaskan untuk melindungi wilayah tempat pemijahan (perkawinan) ikan dan habitat penting yang mendukung keberlanjutan sumber daya ikan. Oleh karena itu, zonasi ialah tahapan yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi.

8.2 Pengertian Zonasi Pada Kaw asan Konservasi Terkait dengan zonasi, suatu kawasan konservasi bisa dibedakan dalam dua tipe, ialah: kawasan tanpa pemanfaatan dan kawasan dimana sebagian wilayah di dalamnya bisa dimanfaatkan secara terbatas. Pada kasus yang pertama, kawasan konservasi dikatakan hanya mempunyai satu zona, sedangkan kawasan kedua paling tidak ada dua wilayah yang berbeda, zona dimana segala bentuk pemanfaatan dilarang dan sebagian lagi dimana pemanfaatan terbatas masih memmungkinkan untuk dilakukan. Zona bisa didefinisikan sebagai suatu wilayah fungsional tertentu dengan batas wilayah yang jelas dan mempunyai tujuan tertentu yang diimplementasikan melalui aturan atau ketentuan tertentu. Sebagai contoh, wilayah larang-ambil yang sudah kita diskusikan pada bab sebelumnya, ialah suatu wilayah yang mempunyai tujuan fungsional untuk merpebaiki habitat dan stok ikan, dengan aturan pelarangan untuk melakukan kegiatan pengambilan (ekstraktif). Zonasi bisa didefinisikan sebagai usaha (termasuk teknik rekayasa) untuk membagi suatu wilayah pada kawasan konservasi menjadi beberapa zona fungsional yang berbeda. Istilah zonasi banyak digunakan dalam sistem penataan ruang, seperti ketentuan pada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang. Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 juga membahas zonasi khususnya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Perairan laut kita dibagi paling tidak menjadi 3 (tiga) wilayah administrasi yang berbeda, ialah: wilayah Administrasi Kabupaten/Kotamadya sampai batas 4 mil pertama dari pantai, wilayah kewenangan propinsi antara 4 12 mil dari pantai, dan wilayah kewenangan nasional yang berada diluar wilayah 12 mil dari pantai. Contoh lain dari zonasi ialah Keputusan Menteri Pertanian Nomor 392/Kpts/IK.120/4/99 tentang jalur-jalur penangkapan ikan istilah jalur pada keputusan ini mempunyai pengertian yang hampir sama dengan zona. Melalui ketentuan tersebut, wilayah penangkapan ikan di laut dibagi menjadi 4 (empat) jalur, ialah:

Jalur Ia, ialah perairan pantai yang diukur dari permukaan air laut pada saat surut yang terendah sampai dengan 3 (tiga) mil laut; Jalur Ib, ialah perairan pantai di luar 3 (tiga) mil laut sampai dengan 6 (enam) mil laut; Jalur II, ialah meliputi perairan di luar Jalur Ia dan Ib, sampai dengan 12 (dua belas) mil laut ke arah laut dan Jalur III, ialah meliputi perairan di luar Jalur Penangkapan Ikan II sampai dengan batas terluar Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI);

Penentuan zonasi atau jalur-jalur penangkapan ikan ini bertujuan untuk mengatur kegiatan penangkapan ikan oleh berbagai jenis alat tangkap yang berbeda, agar tidak terjadi tumpang tindih, dan untuk menjaga kelestarian stok sumber daya ikan. Dengan demikian, dalam zonasi, paling tidak ada tiga hal dasar, ialah: wilayah dengan batas yang jelas, tujuan dibentuknya zonasi, dan aturan dalam satu zona.

309

Zonasi kawasan konservasi perairan

8.3 Zonasi Pada Kaw asan Konservasi Pembentukan kawasan konservasi (perairan) pada dasarnya bertujuan (utama) untuk melindungi spesies/habitat keanekaragaman hayati dan mempertahankan pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan. Beberapa tujuan ikutan lainnya yang muncul setelah tujuan utama ialah: penelitian ilmiah, pendidikan, pariwisata dan rekreasi (lihat juga berbagai tujuan pembentukan kawasan konservasi pada Tabel 6.3). Karena perbedaan dalam tujuannya, kawasan konservasi bisa dibedakan paling tidak dalam 6 (enam) kategori, seperti yang disajikan pada IUCN. Perbedaan tersebut bisa dilihat secara lebih detail melalui zonasi. Jadi zonasi bisa juga digunakan sebagai salah satu alat untuk mengenali kategori kawasan konservasi.

8.4 Konsep Zonasi Pada Kaw asan Konservasi Kawasan konservasi dibedakan dari kawasan lain di luarnya karena adanya aturan pemanfaatan yang lebih ketat di dalam kawasan. Jenis aktifitas yang diatur bisa dibedakan menjadi 4 (empat) kategori, ialah: (1) penelitian non-ekstraktif, (2) penelitian ekstraktif, (3) kunjungan nonekstraktif, dan (4) kunjungan ekstraktif. Penelitian non-ekstraktif bisa dikatakan sebagai semua aktifitas penelitian observatif dan pengukuran lainnya yang tidak menyebabkan kerusakan spesies atau habitat pada kawasan. Penelitian ekstraktif, sebaliknya, bisa mengambil atau membawa keluar objek penelitian dalam jumlah atau kisaran yang tidak menyebabkan perubahan nyata pada kawasan. Kunjungan non-ekstraktif biasa dilakukan melalui kegiatan eko-wisata atau pendidikan. Pada kegiatan ini, jumlah kunjungan ke dalam kawasan relatif lebih besar dibandingkan dengan pada penelitian non-ekstraktif maupun ekstraktif. Kunjungan ekstraktif ialah aktifitas dengan tujuan untuk mengambil (terutama sumber daya) dari dalam kawasan menangkap ikan di dalam kawasan ialah termasuk salah satu kegiatan ekstraktif yang paling umum pada Kawasan Konservasi Perairan. Suatu kawasan konservasi tertentu hanya memungkinkan untuk melakukan aktifitas 1 dan 2 secara terbatas. Beberapa jenis kawasan mengijinkan kegiatan 1 secara bebas, tapi kegiatan 3 memerlukan ijin khusus. Sedangkan kawasan lainnya lebih difokuskan untuk menerima kegiatan 3 yang lebih banyak dibandingkan dengan kegiatan 4. Bisa juga, semua aktifitas dari 1 4 bisa dilakukan (dengan ijin), namun masing-masing sudah ditentukan pada zona tertentu di dalam kawasan. Untuk tujuan ini, zonasi dalam kawasan konservasi menjadi sangat penting dan vital dalam menerima kompromi antara kepentingan perlindungan keanekaragaman hayati dan kebutuhan masyarakat untuk memanfaatkan kawasan konservasi. Tabel 8.1 menyajikan 3 (tiga) zona yang berbeda dari suatu kawasan konservasi. Setiap aktifitas pada masing-masing zona bisa diidentifikasi ke dalam salah satu ketentuan berikut: tidak diijinkan, perlu ijin, atau tidak diperbolehkan. Ada aktifitas tertentu yang tidak diijinkan untuk dilakukan pada salah satu zona, sementara kegiatan tersebut diperbolehkan untuk dilakukan pada zona yang lain. Pada zona tertentu, suatu kegiatan memerlukan ijin dari pengelola. Ijin diberikan sampai batas frekuensi kegiatan tidak memberikan dampak perubahan pada kawasan. Ketika frekeunsi atau intensitas suatu kegiatan sudah berdampak pada perubahan kawasan, pengajuan ijin baru akan dihentikan dan status kegiatan menjadi tidak diijinkan. Sebagai contoh, menyelam di Pulau Sipadan memerlukan ijin khusus dari pengelola kawasan. Ijin pada awalnya diberikan setelah menyelam memenuhi beberapa aturan dasar tertentu penyelam ialah certified diver sampai tingkat advance-open water dan mempunyai pengalaman menyelam lebih dari 20 jam. Ketika jumlah penyelam mencapai jumlah 200 orang per hari, ijin dihentikan dan kegiatan tambahan penyelaman tidak mendapat ijin. Pada Tabel 8.1, Zona A ialah wilayah dengan tingkat perlindungan tertinggi dibandingkan dua zona lainnya. Pada zona ini, kegiatan penelitian non-ekstraktif, penelitian ekstraktif dan kunjungan non-ekstraktif (seperti wisata) memerlukan ijin. Artinya, ketiga kegiatan tersebut bisa diijinkan atau tidak diijinkan. Sedangkan aktifitas ekstraktif tidak diijinkan untuk dilakukan. Pada 310 Zonasi kawasan konservasi perairan

zona B, penelitian non-ekstraktif bisa dilakukan tanpa perlu mengurus ijin, sedangkan dua kegiatan lainnya masih memerlukan ijin dari pengelola. Kegiatan ekstraktif masih tidak diijinkan untuk dilakukan. Pada zona ini, penelitian non-ekstraktif bisa dilakukan secara lebih bebas. Pada zona C, semua aktifitas penelitian bisa dilakukan tanpa memerlukan ijin khusus. Kegiatan ekstraktif terbatas memerlukan ijin khusus untuk bisa dilakukan di dalam kawasan. Ketika kegiatan ekstraktif sudah merubah fungsi kawasan, makan ijin selanjutnya akan dihentikan. Secara praktis, semakin kekanan dari sel yang dicetak tebal, maka semakin longgar aturan pada zona tersebut. Sebaliknya, aturan zonasi akan semakin ketat.

Tabel 8.1

Tiga jenis zona yang sering terdapat di dalam suatu kawasan konservasi, masing-masing dengan jenis kegiatan yang diperbolehkan, perlu ijin dan/atau dilarang dilakukan. Tidak diijinkan Tidak diijinkan Tidak diijinkan Dipebolehkan Dipebolehkan Dipebolehkan X X X X

Perlu Ijin

Perlu Ijin

Zona A 1 2 3 4 Penelitian nonekstraktif Penelitian ekstraktif Kunjungan non-ekstraktif Kunjungan ekstraktif X X X X X

Zona B X X X

Zona C

Berbagai zona pada Kawasan Konservasi Perairan bisa dipahami melalui model sederhana di atas. Pertama, zonasi mencakup pembagian wilayah dalam suatu kawasan bagi peruntukkan yang berbeda. Artinya, setiap zona mempunyai ciri walayah dengan batas yang jelas, dan peruntukkan fungsional dari wilayah tersebut. Kedua, setiap zona mempunyai aturan pembatasan, limitations. Setiap aktifitas di dalam suatu zona akan termasuk dalam ketentuan boleh, perlu ijin atau dilarang untuk dilakukan. Sesuai dengan aturan pengelolaan, masing-masing zona sering diberi nama tersendiri yang mencirikan status pengelolaan zona tersebut. Sebutan zona inti ditujukan bagi wilayah di dalam kawasan dengan perlindungan tertinggi zona ini sering disebut dengan istilah no-take, no-go. Sedangkan zona pemanfaatan terbatas ialah wilayah dimana tingkat perlindungan relatif rendah, dibandingkan zona inti. Suatu zona diantara keduanya biasa disebut dengan istilah zona penyangga, buffer zone. Zona penyangga bisa disebut sebagai wilayah cadangan untuk melindungi zona inti dari pengaruh aktifitas manusia.

8.5 Zonasi: Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 Seperti kita ketahui, menurut UU No 5 tahun 1990, nomenklatur kawasan konservasi dibedakan dalam dua bentuk, ialah: Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasam Perlindungan Alam (KPA). KSA dibedakan dalam dua kategori, sedangkan KPA dipisahkan dalam tiga kategori, ialah: Cagar Alam (CA), Suaka Margasatwa (SM), Taman Nasional (TN), Taman Wisata (TW) dan Taman Hutan Raya (TAHURA). Pengelolaan Taman Nasional, Taman Wisata dan Taman Hutan Raya

311

Zonasi kawasan konservasi perairan

Perlu Ijin

No

Aktifitas

dilakukan melalui sistem zonasi. Sedangkan KSA dikelola dalam satu rencanan pengelolaan, boleh tidak menggunakan sistem zonasi. Berdasarkan UU No. 5 tahun 1990 dan PP No. 68 tahun 1998, wilayah di dalam kawasan konservasi bisa dibedakan menjadi 4 (empat) zona, ialah:

Zona inti; Zona rimba; Zona pemanfaatan; dan Zona lain sesuai dengan tujuan kawasan.

Selanjutnya dijelaskan bahwa salah satu kriteria penunjukkan suatu kawasan sebagai Taman Nasional bisa dilakukan jika wilayah di dalamnya bisa dibagi menjadi: zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba, dan zona lain sesuai dengan tujuan kawasan. Dengan demikian, paling tidak, kawasan taman nasional harus dikelola dengan prinsip zonasi. Kriteria dari zona inti ialah sebagai berikut: a. Mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; b. Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya; c. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan atau belum diganggu manusia; d. Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami; e. Mempunyai ciri khas potensinya dan dapat merupakan contoh yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi; f. Mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau yang keberadaannya terancam punah.

Zona inti hanya dapat dimanfaatkan untuk keperluan : a. Penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan; b. Ilmu pengetahuan; c. Pendidikan; dan atau d. Kegiatan penunjang budidaya Upaya pengawetan pada zona inti dilaksanakan dalam bentuk kegiatan: (a) Perlindungan dan Pengamanan, (b) Inventarisasi Potensi Kawasan, (c) Penelitian dan Pengembangan dalam Menunjang Pengelolaan Suatu wilayah bisa ditetapkan sebagai zona rimba, jika mempunyai kriteria sebagai berikut: a. Kawasan yang ditetapkan mampu mendukung upaya perkembang biakan dari jenis satwa yang memerlukan upaya konservasi; b. Memiliki keanekaragaman jenis yang mampu menyangga pelestarian zona inti dan zona pemanfaatan; c. Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu. Zona Rimba dapat dimanfaatkan untuk keperluan : a. Penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan; b. Ilmu pengetahuan; 312 Zonasi kawasan konservasi perairan

c. Pendidikan; d. Kegiatan penunjang budidaya; dan e. Wisata alam terbatas. Upaya pengawetan pada zona rimba dilaksanakan dalam bentuk kegiatan: (a) perlindungan dan pengamanan, (b) inventarisasi potensi kawasan, (c) penelitian dan pengembangan dalam menunjang pengelolaan, dan (d) pembinaan habitat dan populasi satwa. Suatu wilayah bisa ditetapkan sebagai zona pemanfaatan bila memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi ekosistem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik; b. Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam; c. Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam. Zona Pemanfaatan dapat dimanfaatkan untuk keperluan: a. Pariwisata alam dan rekreasi; b. Penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan; c. Pendidikan; dan atau d. Kegiatan penunjang budidaya. Upaya pengawetan pada zona pemanfaatan dilaksanakan dalam bentuk kegiatan: (a) perlindungan dan pengamanan, (b) inventarisasi potensi kawasan, dan (c) penelitian dan pengembangan dalam menunjang pariwisata alam. Semua penjelasan di atas agak menyulitkan untuk keperluan implementasi praktis pada tingkat lapang. Beberapa pertanyaan terhadap jenis kegiatan pada zona inti ialah:

Apa jenis kegiatan pengembangan yang bisa dilakukan pada zona inti? Apa saja kegiatan penunjang budidaya yang bisa dilakukan pada zona inti? Apakah kunjungan (untuk tujuan pendidikan) kedalam zona inti memerlukan ijin khusus? Untuk zona inti di laut, apakah nelayan bisa lewat (pass) zona inti, walaupun tidak mengambil suatu apapun? Sebagian besar teks menyatakan bahwa eko-wisata ialah perjalanan bertanggung jawab kedalam kawasan yang dilindungi dengan tujuan untuk mempelajari alam (pendidikan). Apakah pariwisata terbatas ke dalam zona inti diperbolehkan?

Zona rimba bisa dikatakan sebagai penyangga, buffer zone, antara zona inti dan zona pemanfaatan. Pertanyaan sejenis juga bisa diajukan untuk aktifitas-aktifitas pada zona rimba, sebagai berikut:

Apakah penelitian yang bersifat ekstraktif bisa dilakukan pada zona rimba? Apa jenis kegiatan penunjang budidaya yang bisa dilakukan pada zona rimba? Apakah kegiatan rehabilitasi habitat atau pemacuan stok, stock enhancement, bisa dilakukan pada zona rimba?

Sedangkan beberapa pertanyaan terkait dengan zona pemanfaatan ialah:

Apa perbedaan antara kegiatan wisata alam terbatas pada zona rimba dengan pariwisata dan rekreasi pada zona pemanfaatan? Zonasi kawasan konservasi perairan

313

Apakah ada jenis kegiatan (pemanfaatan) selain pariwisata yang bisa dilakukan pada zona rimba? Jika boleh, adakah jenis kegiatan ekstraktif yang bisa dilakukan pada zona pemanfaatan? Jika tidak, apa beda antara zona rimba dan zona pemanfaatan?

Semua pertanyaan-pertanyaan tersebut sering diajukan oleh praktisi atau pengguna kawasan di dalam taman nasional. Ketentuan dan aturan zonasi harus dibuat sangat jelas dan pasti pengguna kawasan harus jelas apakah aktifitas yang dilakukan sudah melanggar hukum atau tidak, bukan diantara keduanya. Petugas lapang juga harus mendapat kepastian secara mudah bahwa seorang pengunjung atau pengguna kawasan sudah melanggar ketentuan atau sebaliknya. Jika ya, petugas harus segera memberi peringatan (bagi pelanggaran kode etik) dan memberikan hukuman bagi pelanggaran pidana. Semua ketentuan terkait zona inti, rimba, pemanfaatan dan zona lain yang dijelaskan pada UU. No. 9 tahun 1990 dan PP. No. 68 tahun 1998 bisa diganti dalam bentuk tabel lebih sederhana, dengan menggunakan contoh dasar pada Tabel 8.1. Hasil analisis disajikan pada Tabel 8.2. Masingmasing zona ditempatkan pada kolom, dari kiri dimulai dari zona inti, rimba, pemanfaatan dan zona lain. Status perijinan dibagi dalam 3 (tiga) kategori, ialah: ya, ijin, dan tidak. Status ya, artinya kegiatan (dimaksud) bisa dilakukan tanpa memerlukan ijin dari pengelola. Status ijin arinya kegiatan (dimaksud) memerlukan ijin dari pengelola, sebelum dilakukan. Sedangkan status tidak, artinya kegiatan (dimaksud) dilarang dilakukan pada zona tertentu. Hasil analisis menunjukkan zona yang semakin terbuka ke arah kanan jumlah kegiatan yang bisa dilakukan akan semakin banyak ketika zona bergeser ke arah kanan. Zona inti ialah zona dengan status perlindungan tertinggi. Beberapa kegiatan boleh dilakukan, namun harus memerlukan ijin khusus oleh pengelola kawasan. Sedangkan zona di bagian kanan, beberapa kegiatan bisa dilakukan tanpa mendapatkan ijin dari pengelola kawasan. Sebagian besar analisis dilakukan berdasarkan interpretasi terhadap ketentuan yang terdapat pada UU No. 5 tahun 1990, yang dikaitkan dengan PP No. 68 tahun 1998. Pada beberapa kasus Taman Nasional di Indonesia, hasil interpretasi ini belum tentu sama. Hal ini disebabkan karena belum adanya kejelasan akan ketentuan kebutuhan perijinan bagi kegiatan-kegiatan yang boleh dilakukan pada suatu zona. Tabel 8.2 sebenarnya masih belum aplikatif di tingkat lapang. Hal ini disebabkan karena definisi per kegiatan seperti yang disajikan pada ketentuan di atas masih belum terdefinisikan perbedaan antara jenis kegiatan penunjang pengelolaan dan penunjang pengembangan masih belum terdefinisikan. Hal yang sama juga terjadi antara kegiatan wisata terbatas dengan kegiatan wisata dan rekreasi. Daftar kegiatan yang termasuk dalam kategori pembinaan habitat atau populasi satwa belum ditentukan. Pada tingkat lapang, hal ini bisa menimbulkan interpretasi yang berbeda. Daftar kegiatan yang menunjang budidaya juga masih belum didefinisikan secara jelas. Interpretasi antara pengguna kawasan dengan pengelola di tingkat bisa berbeda, dan bisa menimbulkan konflik. Untuk menghindari perbedaan pemahaman. Tabel 8.2 harus dilengkapi dengan daftar kegiatan per item atau memberikan definisi yang jelas per aktifitas.

314

Zonasi kawasan konservasi perairan

Tabel 8.2

Jenis aktifitas dan status perijinannya pada masing-masing zona di dalam kawasan Taman Nasional di Indonesia (dianalisis dari ketentuan pada UU No. 5 tahun 1990 dan PP. No. 68tahun 1998) Zona pemanfaatan

Zona rimba

No

Aktifitas/Zona zona inti

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Penelitian penunjang pengelolaan Penelitian penunjang pengembangan Penelitian penunjang pemanfaatan Pengembangan penunjang pemanfaatan Kegiatan penunjang budidaya Kegiatan pendidikan Kegiatan Ilmu pengetahuan Pembinaan habitat Pembinaan populasi satwa Wisata alam terbatas Wisata alam & rekreasi Pemukiman nelayan Ekstraksi (menangkap ikan) Aktifitas perahu lewat (pass) Aktifitas budidaya terbatas

ijin ijin ijin ijin ijin ijin ijin tidak tidak tidak tidak tidak tidak ijin(?) tidak

ya ijin ijin ijin ijin ya ya ijin ijin ijin tidak tidak tidak ya tidak

ya ya ya ya ya ya ya ya ya ya ya tidak tidak ya tidak

ijin(?) ijin(?) ya ijin(?)

8.5.1 Zonasi: Tam an Nasional Komodo Semua ketentuan zonasi pada UU No. 5 tahun 1990 dan PP No. 68 tahun 1998 diterapkan paling tidak pada masing-masing kawasan taman nasional di Indonesia. Sampai saat ini, jumlah taman nasional di Indonesia mencapai 40 unit. Dari jumlah tersebut 9 unit diantaranya mempunyai wilayah laut, ialah: 315 Taman Nasional Ujung Kulon Jawa Barat; Taman Nasional Kepulauan Seribu DKI Jakarta; Taman Nasional Karimun Jawa Jawa Tengah; Taman Nasional Bali Barat Bali; Taman Nasional Komodo Nusa Tenggara Timur; Taman Nasional Bunaken Sulawesi Utara; Taman Nasional Taka Bonerate Sulawesi Selatan; Taman Nasional Wakatobi Sulawesi Tenggara; Taman Nasional Teluk Cendrawasih Papua Zonasi kawasan konservasi perairan

zona lain ya Ya ya ya ya ya ya ya ya ya ya

Ketentuan zonasi menurut UU No. 5 tahun 1990 dan PP No. 68 tahun 1998 kita lihat secara detail, bentuk implementasinya pada salah satu zonasi di wilayah taman nasional, ialah Taman Nasional Komodo. Taman Nasional Komodo ditetapkan pada tahun 1980 melalui pernyataan Menteri Pertanian bertepatan dengan pertemuan Worl Conservation Strategy di Bali. Pada tahun 1992, wilayah Taman Nasional diperluas ke arah laut seluas 132.500 ha. Pada saat yang bersamaan Taman Nasional menyelesaikan sistem zonasi tunggal yang mencakup wilayah darat dan laut. Seluruh wiayah Taman Nasional dibagi ke dalam 7 (tujuh) zona sebagai berikut:

Zona Inti; Zona Rimba dengan Wisata Terbatas; Zona Pemanfaatan Wisata; Zona Pemanfaatan Tradisional; Zona Pemanfaatan Pelagis; Zona Khusus Penelitian dan Pelatihan; Zona Pemukiman Tradisional.

Melalui keputusan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), No. 65/Kpts/DJ-V/2001, sistem zonasi direvisi menjadi 10 zona berbeda, ialah:

Zona Inti,zona ini memiliki luas 31.257 ha dan merupakan zona yang mutlak dilindungi, di dalamnya tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia, kecuali yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian; Zona Rimba Daratan, zona ini memiliki luas 23.529 ha merupakan zona yang di dalamnya tidak diperbolehkan adanya aktivitas manusia sebagaimana pada zona inti kecuali kegiatan wisata alam terbatas; Zona Rimba Perairan/ Bahari, zona ini memiliki luas 34.612 ha adalah daerah dari garis pantai sampai 500 m ke arah luar dari garis isodepth 20 m sekeliling bats karang dan pulau, kecuali pada zona pemanfaatan tradisional bahari. Pada zona ini tidak boleh dilakukan kegiatan pengambilan hasil laut, seperti halnya pada zona inti kecuali kegiatan wisata alam terbatas; Zona Pemanfaatan Wisata Daratan, zona ini memiliki luas 1.1161 hadan diperuntukkan secara intensif hanya bagi wisata alam daratan; Zona Pemanfatan Wisata Bahari, zona ini memiliki luas 1.658 ha dan diperuntukkan secara intensif bagi wisata alam perairan; Zona Pemanfaatan Tradisional Daratan, zona ini memiliki luas 1.112 ha, zona yang dapat dilakukan kegiatan untuk mengakomodasi kebutuhan dasar penduduk asli dalam kawasan dengan ijin hak khusus pemanfaatan oleh Kepala Balai TN. Komodo; Zona Pemanfaatan Tradisional Bahari, zona ini memiliki luas 15.878 ha, zona yang dapat dilakukan kegiatan untuk mengakomodasi kebutuhan dasar penduduk asli dalam kawasan dengan ijin hak khusus pemanfaatan oleh Kepala Balai TN. Komodo. Pada zona ini dapat dilakukan pengambilan hasil laut dengan alat yang ramah lingkungan (pancing, bagan, huhate, dan payang); Zona Pemukiman Masyarakat Tradisional, zona ini memiliki luas 373 ha, zona untuk bermukim hanya bagi penduduk asli dengan peraturan tertentu dari kepala Balai TN. Komodo bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat;

316

Zonasi kawasan konservasi perairan

Zona Pemanfaatan Khusus Penelitian dan Pendidikan, zona ini memiliki luas 1.146 ha merupakan zona yang hanya diperuntukkan bagi kegiatan dan pengembangan penelitian, pendidikan, pelatiha, dan rehabiltasi; Zona Pemanfaatan Khusus Pelagis, merupakan zona yang terluas dengan total luas 62.568 ha. Pada zona ini dapat dilakukan kegiatan penangkapan ikan dan pengambilan hasil laut lainnya yang tidak dilindungi dengan alat yang amah lingkungan (pancing, bagan, huhate, dan payang) serta kegiatan wisata/ rekreasi.

Gambar 8.1 Wilayah darat dan perairan aut Taman Nasional Komodo yang terbagi dalam 10 zona berbeda zona: inti, rimba daratan, rimba perairan, pemanfaatan wisata daratan, pemanfaatan wisata bahari, pemanfaatan tradisional daratan, pemanfaatan tradisional bahari, pemukiman masyarakat tradisional, pemanfaatan khusus penelitian dan pendidikan, dan zona pemanfaatan khusus bahari (Sumber: SK DitJen PHKA No. 65/Kpts/DJ-V/2001).

Status suatu kegiatan di seluruh zona Taman Nasional hanya terdiri dari dua kategori, ialah: boleh dilakukan tapi harus dengan ijin dan persyaratan tertentu, dan kegiatan yang dilarang dilakukan pada zona tertentu. Kategori dan status kegiatan disajikan pada Tabel 8.3. Pada dasarnya, semua kegiatan di dalam kawasan harus mendapat ijin dari pengelola kawasan. Pengelola, melalui petugas yang ditunjuk, akan menentukan apakah jenis kegiatan tersebut boleh dilakukan atau dilarang. Seorang nelayan, baik yang bermukim di dalam kawasan atau nelayan dari sekitar kawasan, harus melapor ke dalam salah satu pos yang terdapat di dalam kawasan. Petugas akan mencatat asal nelayan, jenis dan lokasi kegiatan yang akan dilakukan. Pada saat yang sama petugas akan menjelaskan aturan yang berlaku pada zona yang akan menjadi kegiatan nelayan.

317

Zonasi kawasan konservasi perairan

Pembangunan fasilitas wisata, seperti akomodasi terbatas bisa dilakukan terutama pada zona wisata daratan dan wisata bahari. Namun setiap pembangunan fasilitas tersebut memerlukan ijin melalui pemenuhan persyaratan tertentu. Pembangunan fasilitas wisata diharuskan untuk mengikuti ketentuan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Pembangunan seperti jetty atau bahkan tempat tambatan perahu (mooring buoy) juga harus dilakukan dan sepengetahuan atau atas ijin dari pengelola kawasan. Untuk kegiatan penangkapan ikan, petugas akan melakukan pemeriksaan pada alat tangkap yang digunakan. Alat tangkap dasar yang akan diberikan ijin untuk dioperasikan ialah: pancing, bagan, huhate dan payang). Dengan demikian, hampir tidak ada kegiatan di dalam kawasan yang bisa dilakukan tanpa mendapat ijin dari pengelola terlebih dahulu.

Tabel 8.3 Kategori dan status kagiatan (boleh dengan ijin atau dilarang dilakukan) pada masingmasing zona di dalam kawasan Taman Nasional Komodo Zona pemanfaatan penelitian, pendidikan Zona pemanfaatan khusus bahari
Ijin Ijin Ijin ijin Tidak Tidak Tidak Tidak Ijin Tidak Tidak Tidak Tidak Ijin Ijin Ijin ijin Ijin Ijin Ijin -

No

Aktifitas/Zona zona inti

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 13 14

Pendidikan Penelitian ilmiah Wisata alam terba tas Wisata alam inte nsif Penduduk lokal - ambil kayu Nelayan lokal - ambil ikan Membangun rumah - p. asli memperbaiki rumah - p. asli Pendidikan, latihan, rehabilitasi Menangkap ikan - alat ramah l. Pengembangan fasilitas wisata Membangun Jetty Membangun rumah pendatang

Ijin Ijin Tidak

Ijin Ijin Ijin

Ijin Ijin Ijin Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak -

Ijin Ijin Ijin ijin Tidak Tidak Tidak Tidak Ijin Tidak

Ijin Ijin Ijin ijin Tidak Tidak Tidak Ijin Ijin -

Ijin Ijin Ijin ijin Ijin Tidak Tidak Tidak Ijin Tidak

Ijin Ijin Ijin ijin Ijin Tidak Tidak Ijin Ijin -

Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak -

Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak -

Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

8.5.2 Kategori Kaw asan Tam an Nasional Kom odo Seperti kita ketahui, berdasarkan ketentuan dalam IUCN, kawasan konservasi dibedakan dalam 6 (enam) kategori. Hasil evaluasi yang dilakukan pada tahun 1994, Taman Nasional di Indonesia termasuk dalam kategori II (National Park). Sebagai komitmen dari CBD (UU No. 5 tahun 1994), Pemerintah Indonesia secara berkala akan melaporkan perkembangan kawasan konservasi di Indonesia. Laporan tersebut dibuat dan disampaikan oleh beberapa kementerian secara koordinatif

318

Zonasi kawasan konservasi perairan

Zona pemukiman masyarakat tradisional


Ijin Ijin Ijin ijin Ijin Ijin Ijin Tidak Ijin Tidak

Zona Rimba Daratan

Zona pemanfaatan Pariwisata darat

Zona pemanfaatan pariwisata bahari

Zona pemanfaatan tradisional darat

Zona pemanfaatan tradisional bahari

Zona rimba bahari

Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Ketiganya bertindak sebagai National Focal Point. Tabel 8.4 menyajikan tipe pemanfaatan dan perijinan yang umum berlaku di dalam suatu kawasan konservasi. No-go ialah paling dekat diterjemahkan sebagai zona inti, walaupun masih bisa dikunjungi untuk kegiatan terbatas. No-take atau disebut wilayah larang-ambil, paling dekat dengan zona bahari. Sedangkan wilayah lainnya disebut dengan zona pemanfaatan terbatas termasuk dalam kategori ini pada kasus Taman nasional Komodo ialah: zona pemukiman tradisional, sona pemanfaatan wisata, zona pemanfaatan khusus penelitian dan zona pemanfaatan khusus bahari. Tipe perijinan bisa dibedakan dalam 4 (empat) kategori, ialah: (1) diperboleh tanpa memerlukan ijin khusus, (2) diperbolehkan namun memerlukan ijin khusus dan dengan jumlah ijin hampir tidak terbatas, (3) diperbolehkan namun memerlukan ijin dengan jumlah ijin yang terbatas, dan (4) tidak diijinkan atau dilarang untuk dilakukan. Pada kasus Taman Nasional Komodo, semua kegiatan harus mendapat ijin dari pengelola kawasan Perijinan kategori 1, tidak berlaku di dalam kawasan Taman Nasional Komodo (lihat kembali Tabel 8.3). Setiap kegiatan yang diperbolehkan memerlukan syarat dan pengecekan oleh petugas kawasan. Sebagai contoh, menangkap ikan oleh nelayan lokal diperbolehkan pada zona pemanfaatan tradisional bahari. Namun, sebelum melakukan ini, nelayan harus melapor dan menunjukkan bahwa jenis alat yang digunakan tidak melanggar ketentuan zonasi (pancing, huhate, bagan, dan payang). Hal yang sama juga berlaku untuk zona pemanfaatan wisata pembangunan fasilitas wisata pada dasarnya diperbolehkan. Namun setiap pembangunan, pengelola menentukan persyaratan yang ketat, seperti ketentuan AMDAL. Dengan demikian, tipe pemanfaatan dan kategori perijinan di dalam Taman Nasional Komodo merupakan ketentuan yang bersifat universal, sesuai dengan prinsip-prinsip pada IUCN.

Tabel 8.4 Tipe pemanfaatan dan jenis perijinan terkait dengan konservasi dan pemenfaatan kawasan dalam zona yang berbeda (Sumber: dianalisis dari G. Kelleher, 1999) Tipe Pemanfaatan Kawasan No-go, tidak boleh ada kunjungan ke dalam kawasan No-take, wilayah larang-ambil tipe kunjungan ke dalam kawasan tanpa kegiatan pengambilan (ekstraktif) Tipe Perijinan Dalam Kawasan Allowed, bisa dilakukan tanpa membutuhkan ijin khusus oleh pengelola kawasan; Allowed, subject to permit with unlimited availability bisa dilakukan dengan ijin dan hampir semua permohonan ijin akan dipenuhi;

Restricted take, pemanfaatan terbatas kegiatan Allowed, subject to permit with limited pengambilan (ekstraktif) yang terbatas, seperti availability bisa dilakukan dengan ijin yang menangkap ikan untuk kebutuhan keluarga terbatas (bukan perikanan komersial) Prohibited tidak diijinkan/dilarang Restricted construction, pembangunan terbatas, seperti jetty atau fasilitas wisata (akomodasi, restaurant)

Berdasarkan ketentuan IUCN, kawasan konservasi kategori II ditujukan untuk melindungi proses-proses ekologi, sebagai pelengkap dari karakteristik spesies dan ekosistem wilayah tersebut, sebagai lingkungan yang sesuai untuk kegiatan pendidikan, rekreasi ilmiah dan spiritual, serta pengelolaan pariwisata yang tidak menyebabkan degradasi lingkungan di dalam kawasan. Tujuan ini diterjemahkan didalam aturan pengelolaan sebagai wilayah larang ambil. Artinya, seluruh wilayah Taman Nasional merupakan area dengan aturan zonasi setingkat wilayah larang-ambil (No-take) atau yang lebih tinggi (No-go). Jika aturan ini diterapkan maka tidak ada taman nasional di Indonesia yang termasuk dalam kategori II menurut IUCN. 319 Zonasi kawasan konservasi perairan

Pada penjelasan selanjutnya, IUCN menyatakan bahwa paling tidak, 75% dari wilayah dalam suatu kawasan harus sesuai dengan tujuan utama pembentukan. Sisanya, paling maksimal 25%, diperbolehkan untuk berfungsi atau mempunyai aturan lain asal sejalan dengan tujuan utama. Dari ketentuan ini, kawasan konservasi kategori II paling tidak, harus mempunyai 75% wilayah yang dikelola sebagai wilayah non-ekstraktif (No-go dan/atau No-take). Sisanya 25% lagi, boleh diterapkan aturan lain, namun harus sejalan dengan ketentuan atau prinsip tersebut di atas. Tabel 8.5 menyajikan hasil analisis zonasi di dalam kawasan Taman Nasional Komodo dengan mengikuti ketentuan dari IUCN. Luas zona inti mencapai 17,1% dari total Kawasan. Sedangkan luas total wilayah pemanfaatan non-ekstraktif (rimba, pemanfaatan wisata dan penelitian) mencapai 39,3%. Luas total antara zona inti dengan zona pemanfaatan non-ekstraktif hanya mencapai 56,4%. Jika mengikuti ketentuan IUCN secara ketat, Taman Nasional Komodo belum bisa disebut sebagai kawasan dengan kategori II. Namun, sistem pelaporan kawasan konservasi tidak harus mengikuti semua ketentuan dalam IUCN. Strategi yang pertama, Taman Nasional Komodo bisa dilaporkan secara terpisah luas kawasan dalam kategori II mencapai 56,4% dan luas kawasan sebagai kategori VI mencapai 43,6%. Cara yang kedua, Komodo bisa dilaporkan sebagai berikut: kategori Ia mencapai 17,1%, kategori II mencapai 39,3% dan kategori VI mencapai 43,6%. Sedangkan cara yang paling mudah ialah melaporkan Taman Nasional Komodo secara keseluruhan sebagai kategori II, untuk mempermudah sistem pelaporan. Hal ini sesuai dengan penilaian ahli, expert judgement, yang telah dilakukan pada tahun 1994.

Tabel 8.5 Luas wilayah di dalam kawasan Taman Nasional Komodo yang termasuk dalam kategori II menurut IUCN (Sumber: dianalisis dari SK DitJen PHKA No. 65/Kpts/DJ-V/2001 tanggal 30 Mei 2001) Zona dalam Taman Nasional Kategori Luas Komodo IUCN (ha) Inti Rimba daratan Rimba bahari Pemanfaatan wisata daratan Pemanfaatan wisata bahari Pemanfaatan Khusus Penelitian dan Pendidikan Pemanfaatan Tradisional Daratan Pemanfaatan tradisional bahari Pemukiman Masyarakat Tradisional Pemanfaatan Khusus Pelagis TOTAL II II II II II II VI VI VI VI 31.257 23.529 34.612 11.161 1.658 1.146 1.112 15.878 374 62.568 183.295 %Luas 17,1 12,8 18,9 6,1 0,9 0,6 0,6 8,7 0,2 34,1 100,0 %kumulati No-go f 17,1 29,9 48,8 54,9 55,8 56,4 57,0 65,7 65.9 100.0 X Notake X X X X X X X X X X ZonaEkstraktif

320

Zonasi kawasan konservasi perairan

8.6 Zonasi: Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 Seperti kita ketahui, untuk kepentingan pengelolaan perikanan berkelanjutan, pemerintah menggeser pendekatan ke arah ekosistem melalui Kawasan Konservasi Perairan. Terkait dengan hal ini, pemerintah menetapkan Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang perikanan, sebagai pengganti dari Undang-Undang No. 9 tahun 1985. Sedangkan aturan detail tentang konservasi ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2007. Pada sistem ini, pemerintah menggunakan istilah Kawasan Konservasi Perairan, sebagai kawasan yang khusus terdapat di laut atau Perairan Tawar lainnya. Kawasan Konservasi Perairan dibedakan dalam 4 (empat) kategori, ialah: Taman Nasional Perairan; Suaka Alam Perairan; Taman Wisata Perairan; dan Suaka Perikanan.

Taman Nasional Perairan didefinisikan sebagai Kawasan Konservasi Perairan yang mempunyai ekosistem asli, yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan yang menunjang perikanan yang berkelanjutan, wisata perairan, dan rekreasi. Suaka Alam Perairan ialah Kawasan Konservasi Perairan dengan ciri khas tertentu untuk tujuan perlindungan keanekaragaman jenis ikan dan ekosistemnya. Taman Wisata Perairan ialah Kawasan Konservasi Perairan dengan tujuan untuk dimanfaatkan bagi kepentingan wisata perairan dan rekreasi. Sedangkan Suaka Perikanan didefinisikan sebagai kawasan perairan tertentu, baik air tawar, payau, maupun laut dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai tempat berlindung atau berkembang biak jenis sumberdaya ikan tertentu, yang berfungsi sebagai daerah perlindungan. Sistem zonasi khusus pada Kawasan Konservasi Perairan dibedakan menjadi 4 (empat) zona yang berbeda, ialah: Zona inti; Zona perikanan berkelanjutan; Zona pemanfaatan; dan Zona lainnya.

Zona inti diperuntukkan bagi: (a) perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan; (b) penelitian; dan (c) pendidikan. Zona perikanan berkelanjutan diperuntukkan bagi: (a) perlindungan habitat dan populasi ikan; (b) penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan; (c) budi daya ramah lingkungan; (d) pariwisata dan rekreasi; (e) penelitian dan pengembangan; dan (f) pendidikan. Zona Pemanfaatan diperuntukkan bagi: (a) perlindungan habitat dan populasi ikan; (b) pariwisata dan rekreasi; (c) penelitian dan pengembangan; dan (d) pendidikan. Zona lainnya merupakan zona di luar zona inti, zona perikanan berkelanjutan, dan zona pemanfaatan yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu antara lain: zona perlindungan, zona rehabilitasi dan sebagainya. Interpretasi terhadap ketentuan atau aturan pada masing-masing zonasi didalam Kawasan Konservasi Perairan disajikan pada Tabel 8.6. Zona inti mempunyai fungsi yang persis sama dengan aturan pada kawasan konservasi menurut ketentuan UU No. 5 tahun 1990. Zona perikanan berkelanjutan tampkanya mempunyai fungsi yang hampir sama dengan wilayah laut lainnya di luar kawasan konservasi. Jika hal ini benar (kecuali diatur lagi dalam peraturan atau ketentuan pada tingkat Kementerian), zona perikanan berkelanjutan sebenarnya bisa dianggap sebagai wilayah nonkonservasi. Pengelola Kawasan Konservasi Perairan, dalam pelaksanaannya, harus bisa membedakan zona perikanan berkelanjutan dengan sistem perijinan penangkapan ikan atau ijin budidaya ikan. 321 Zonasi kawasan konservasi perairan

Masalah kedua, zona perikanan berkelanjutan mempunyai fungsi yang hampir sama dengan zona pemanfaatan. Semua kegiatan yang bisa dilakukan pada zona perikanan berkelanjutan, juga bisa dilakukan pada zona pemanfaatan (Tabel 8.6). Jika interpretasi ini benar, maka tidak akan ada gunanya untuk memisahkan antara zona perikanan berkelanjutan dengan zona pemanfaatan. Masalah ketiga, zona lain ditujukan untuk rehabilitasi habitat penting bagi ikan. Kegiatan seperti penanaman bakau, terumbu karang buatan atau kegiatan perbaikan kualitas habitat jenis lainnya bisa dilakukan pada zona ini. Namun penangkapan ikan dan budidaya tidak bisa dilakukan pada wilayah ini. Dengan demikian, zona lain justru mempunyai fungsi yang mendekati dengan zona inti. Perbedaannya ialah pada sifat alami atau keaslian pada zona inti masih terjaga. Sampai saat ini, belum ada Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia yang bisa digunakan sebagai contoh kasus. Hal ini disebabkan karena belum ada satupun dari nomenculture Kawasan Konservasi Perairan yang sudah menyelesaikan zonasi dan rencana pengelolaan. Kategori kawasan konservasi bisa dikenali berdasarkan aturan yang terdapat pada masing-masing zona di dalam kawasan. Oleh karena itu, sistem kawasan konservasi ini belum bisa diidentifikasi menurut ketentuan internasional (IUCN).

Tabel 8.6 Kategori dan status kagiatan (boleh dengan ijin atau dilarang dilakukan) pada masingmasing zona di dalam kawasan Kawasan Konservasi Perairan Zona perikanan berkelanjutan Zona pemanfaatan

No

Aktifitas/Zona zona inti

1 2 3 4 5 6 7

Penelitian Pendidikan Penangkapan ikan ramah lingkungan Budidaya ikan ramah lingkungan Pariwisata & rekreasi Kegiatan penunjang pengembangan Rehabilitasi habitat

Ijin Ijin Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

Ijin Ijin Ijin Ijin Ijin Ijin Tidak

Ijin Ijin Ijin Ijin Ijin Ijin Tidak

Beberapa kesimpulan (pembelajaran) yang bisa didapat dari zonasi ialah:

Perbedaan Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia bisa diketahui melalui zonasi. Pada dasarnya Indonesia menganut 4 (empat) kategori zona yang berbeda, ialah: zona inti, zona penyangga, zona pemanfaatan, dan zona lain yang sesuai dengan tujuan pembentukan kawasan Sistem zonasi dalam kawasan konservasi di Indonesia mengikuti dua sistem yang berbeda dan mengacu pada dua ketentuan hukum yang berbeda, ialah: (1) Undang-Undang No. 5 tahun 1990 melalui aturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 68 tahun 1998, dan (2) Undang-Undang No. 31 tahun 2004 dengan aturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2007. Beberapa kawasan konservasi sudah menyelesaikan tahap zonasi, terutama yang berasal dari ketentuan UU No. 5 tahun 1990. Karena masih relatif baru, Kawasan Konservasi Perairan belum menyelesaikan tahap zonasi; Zonasi kawasan konservasi perairan

322

zona lain Ijin Ijin Ijin Ijin Ijin Ijin Ijin

Taman Nasional Komodo termasuk dalam kategori II dalam klasifikasi internasional (IUCN). Namun luas zona dengan ketentuan kegiatan non-ekstraktif hanya mencapai sekitar 56%, belum mencapai ketentuan minimal yang dipersyaratkan (75). Sistem pelaporan Taman Nasional Komodo bisa dibuat dengan cara yang berbeda, ialah: kategori Ia mencapai 17,1%, kategori II mencapai 39,3% dan kategori VI mencapai 43,6%; Sistem zonasi melalui ketentuan UU No. 31 tahun 2004 memerlukan penjelasan lebih lanjut melalui peraturan yang setara dengan Keputusan atau Peraturan Kementerian. Kalau tidak, beberapa jenis zona akan saling tumpang tindih atau mempunyai fungsi yang sama. Zona perikanan berkelanjutan kemungkinan mempunyai fungsi yang sama dengan zona pemanfaatan, dilihat dari jenis kegiatan yang diperbolehkan pada kedua zona tersebut; Sistem zonasi bisa dibuat lebih sederhana dalam bentuk tabel pada lajur baris dituliskan berbagai kegiatan yang akan dilakukan oleh pengguna atau pengunjung kawasan, sedangkan pada bagian kolom dituliskan masing-masing zona yang ada di dalam kawasan. Nilai masing-masing sel di dalam tabel (pertemuan antara kolom dan baris) dituliskan ketentuan perijinan, salah satu dari kombinasi berikut: dilarang, diperbolehkan dengan persyaratan, diperbolehkan dengan jumlah ijin terbatas, diperbolehkan dengan ijin hampir tidak terbatas, atau diperbolehkan tanpa memerlukan ijin.

Bahan Bacaan Utam a: Alder J., N. A., Sloan, & H. Uktolseya (1994). "Advances in Marine Protected Area Management in Indonesia: 1988 - 1993." Ocean & Coastal Management 25: 63-75. Kelleher, G., & A. Phillips (1999). Guidelines for Marine Protected Areas. Gland, Switzerland and Cambridge, UK., IUCN: XX IV+107pp. Peraturan Menteri kehutanan No. P.56/Menhut-II/2006, tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. PHKA (2001). Buku 1 Rencana Pengelolaan. Rencana Pengelolaan 25 Tahun Taman Nasional Komodo. W. S. Ramono, N.B. Wawandono, & J. Subijanto. Jakarta, PHKA. V.1: 92.

Ringkasan: 1. Sebutkan seluruh tahapan dalam proses pengelolaan suatu kawasan konservasi; 2. Sebutkan, paling tidak 5 (lima) kriteria dalam seleksi calon kawasan konservasi; 3. Buat deskripsi singkat yang dimaksud dengan zonasi 4. Apa yang membedakan antara zona bahari dengan zona pemanfaatan Wisata Bahari di dalam kawasan Taman Nasional Komodo? 5. Terkait dengan zonasi, berbagai kegiatan di dalam kawasan konservasi pada dasarnya bisa dibedakan dalam 4 (empat) kategori, ialah: (a) penelitian non-ekstraktif, (b) penelitian ekstraktif, (c) kunjungan non-ekstraktif, dan (d) kunjungan ekstraktif. Jelaskan (secara singkat) batasan dari masing-masing aktifitas tersebut; 6. Apa kriteria dalam zonasi yang menunjukkan suatu kawasan termasuk dalam kategori II menurut klasifikasi internasional dari IUCN (National Park)? 7. Apa perbedaan antara zonasi menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1990 dengan pada UndangUndang No. 31 tahun 2004?

323

Zonasi kawasan konservasi perairan

8. Jelaskan ketentuan atau jenis aturan yang membuat suatu zona berbeda secara fungsional dengan zona lainnya di dalam suatu kawasan konservasi? 9. Apa yang dimaksud dengan zona pada kawasan konservasi? 10. Bagaimana membuat sistem pelaporan kepada IUCN, sedemikian rupa, sehingga Taman Nasional Komodo termasuk sebagai kawasan konservasi kategori II?

324

Zonasi kawasan konservasi perairan

You might also like