You are on page 1of 14

HUKUM TIDAK TERTULIS DI INDONESIA

Nama NPM Kelas

: Mutatohhirin : 1241173300027 : Sore B/ Semester I (Satu)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG

HUKUM TIDAK TERTULIS

A. Pendahuluan Sebuah lingkungan masyarakat di manapun keberadaannya pasti memiliki aturan yang menggariskan perilaku anggota masyarakat tersebut. Berbicara mengenai aturan maka kita akan berbicara mengenai sanksi. Aturan tanpa adanya sanksi adalah sia-sia. Karena fungsi sanksi adalah untuk memaksakan ketaatan masyarakat terhadap aturan tersebut. Tanpa ada sanksi peraturan tidak akan dipatuhi oleh masyarakat. Ketaatan masyarakat terhadap aturan (hukum) mencerminkan kesadaran hukum yang dimiliki oleh masyarakat. Semakin tinggi kesadaran masyarakat maka semakin rendah tingkat pelanggaran hukumnya. Bahkan jika kesadaran yang dimilik sangat tinggi masyarakat tidak membutuhkan aparat penegak hukum seperti di Swiss. Sebuah aturan hukum akan ditaati dan dipatuhi oleh masyarakat apabila aturan tersebut memberikan jaminan bagi mereka akan hak dan kewajiban secara proporsional. Ketika seseorang merasakan suatu aturan yang melingkupinya memberikan kenyamanan maka individu tersebut akan tunduk dan patuh pada aturan hukum tersebut. Dalam kenyataannya dalam masyarakat hidup aturan yang tidak tertulis, yang lebih dikenal dengan hukum adat. Walaupun aturan-aturan tersebut tidak tertulis tetapi masyarakat (adat) mematuhi aturan tersebut.

B.

Pengertian Hukum Sebelum berbicara lebih lanjut mengenai ketaatan masyarakat terhadap hukum adat

sebagai hukum yang tidak tertulis, kita harus mengetahui definisi dasar mengenai hal yang akan kita bicarakan. Bicara mengenai hukum adat sudah pasti harus mengetahui definisinya. Hukum, berasal dari bahasa arab al-ahkam yang berarti aturan, menegakkan, atau adil. Sebenarnya hukum tidak memiliki definisi yang gambling dan pasti. Setiap ahli hukum mempunyai persepsi dan definisi tersendiri mengenai hukum itu. Van Apeldorn menyatakan bahwa tidak mungkin memberikan definisi hukum karena sulit untuk mendefinisikan hukum. Kami mengutip definisi hukum yang diberikan oleh Leon Duguit hukum adalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunannnya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhada orang yang melakukan pelanggaran tersebut. Dari definisi yang dipaparkan oleh Duguit terlihat bahwa hukum adalah bentuk jaminan kepentingan bersama suatu masyarakat. Melalui hukum setiap kepentingan yang ada akan dilindungi. Karena itulah kepatuhan hukum akan terbentuk. Apabila masyarakat tidak menghendaki adanya perlindungan terhadap hak-haknya maka hukum tidak akan ditaati. C. Hukum tidak tertulis Hukum sebagai sebuah aturan memiliki berbagai sumber. Menurut Kansil sumber hukum ada 4 yaitu: 1. 2. Undang-undang Kebiasaan

3. 4.

Yurisprudensi Ilmu pengetahuan Menurut Kansil hukum tak tertulis merupakan hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti perundangundangan. Melihat definisi tersebut hukum data diketegorikan sebagai hukum tak tertulis. Karena hukum adat tidak mengenal kodifikasi terhadap aturan hukum. Hukum yang tak tertulis dapat terbentuk dari pola-pola tingkah laku (kebiasaan) masyarakat. Di dalam melakukan inventarisasi hukum , yang perlu kita pahami adalah terdapat tiga konsep pokok mengenai hukum, yaitu :

a.

Hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau oleh pejabat negara yang berwenang.

b.

Hukum dikonstruksikan sebagai pencerminan dari kehidupan masyarakat itu sendiri (norma tidak tertulis).

c.

Hukum identik dengan keputusan hakim (termsuk juga) keputusan-keputusan kepala adat. Mencoba menggarisbawahi terhadap poin kedua di atas bahwa hukum sebagai cerminan kehidupan masyarakat. Memang benar hal yang demikian. Alngkah baiknya kita tidak menggunakan sudut pandang legisme-positivisme yang hanya menganggap aturan hukum berasal dai undang-undang belaka.

Senada dengan hal tersebut di atas, Soetandyo mengkonsepsikan tiga konsepsi utama tentang hukum yaitu : 1) Konsepsi kaum legis-positivis, yang menyatakan bahwa hukum identik dengan normanorma tertulis yang dibuat serta diundangkan oleh lembaga atau pejabat negara yang berwenang. 2) Konsepsi yang justru menekankan arti pentingnya norma-norma hukum tak tertulis untuk disebut sebagai (norma) hukum. Meskipun tidak tertuliskan tetapi apabila norma-norma ini secara de facto diikuti dan dipatuhi oleh masyarakat (rakyat) setempat, maka norma-norma itu harus dipandang sebagai hukum. 3) Konsepsi yang menyatakan bahwa hukum itu identik sepenuhnya dengan keputusankeputusan hakim. 4) Pada dasarnya hukum merupakan sebuah norma dan terbentuk akibat adnya aktivitas dan kegiatan manusia. Hukum adat lahir dari segala kebiasaan baik. Berbeda dengan tradisi yang juga berasal dari suatu yang kurang baik. Karena adat lahir dari kebiasaan yang baik maka hukum adat ditaati oleh masyarakat. Bagaimanapun kesadaran masyarakat akan pemenuhan keadilan akan terpenuhi. Jika dibandingkan dengan Undang-undang yang sangat kaku dan cenderung manjadi belenggu bagi masyarakat. D. Hukum dalam Masyarakat Adat Berbicara mengenai hukum tak tertulis erat dengan keberadaan suatu masyarakat. Karena hukum tak tertulis lahir dan terbentuk dalam masyarakat. Masyarakat adalah sekumpulan orang yang terdiri dari berbagai macam individu yang menempati suatu wilayah tertentu dimana di dalamnya terdapat berbagai macam fungsi-fungsi dan tugas-tugas tertentu.

Masyarakat dapat terbentuk akibat kesamaan genalogis, kultur, budaya, agama,atau karena ada di suatu teritori yang sama. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengartikan masyarakat adat sebagai kelompok masyarakat yang memiliki asal-usul leluhur secara turun temurun di wilayah geografis tertentu serta memiliki nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya, sosial dan wilayah sendiri. Secara lebih sederhana kita bisa katakan bahwa masyarakat adat terikat oleh hukum adat, keturunan dan tempat tinggal. Keterikatan akan hukum adat berarti bahwa hukum adat masih hidup dan dipatuhi dan ada lembaga adat yang masih berfungsi antara lain untuk mengawasi bahwa hukum adat memang dipatuhi. Walaupun di banyak tempat aturan yang berlaku tidak tertulis, namun diingat oleh sebagian besar masyarakatnya. Hukum Adat. Secara historis empiris dapat ditelusuri bahwa hukum adat selalu dipatuhi oleh warga masyarakat karena adanya sistem kepercayaan yang amat berakar dalam hati warganya, sehingga mampu mengendalikan perilaku dan perbuatan para pemeluknya dari sifat-sifat negatif. Disamping itu juga karena secara material dan formal, hukum adat berasal dari masyarakat itu sendiri, atau merupakan kehendak kelompok. Oleh karena itu, kepatuhan hukum itu akan tetap ada selama kehendak kelompok diakui dan di junjung tinggi bersama, karena kehendak kelompok inilah yang menyebabkan timbul dan terpeliharanya kewajiban moral warga masyarakat. Hukum adat sebagai hukum tak tertulis juga memiliki kekurangan dan kelebihan sebagaimana manusia itu senditri. Karena bagaimanapun juga karena hukum tak tertulis merupakan bentukan manusia.

Kelebihannya : Responsive Tidak kaku Sesuai dengan rasa keadilan Kelemahannya : Kurangnya kepastian hukum Terus berubah-ubah Memang selama ini aturan tidak tertulis sering dianggap tidak menjamim kepastian hukum karena dalam menyelesaikan suatu masalah aturan yang dipakai dapat diterapkan berbeda. Lain dengan undang-undang yang memperlakukan semua orang sama dihadapan hukum. Padahal hal tersebut belum tentu baik, tidak selamanya seseorang melakukan perbuatan dengan motif dan alas an yang sama. Hal inilah yang tidak dimiliki oleh hukum tertulis. Hukum tak tertulis sering dianggap tidak konsisten karena dapat berubah sewaktuwaktu sesuai kepentingan yang menghendakinya. Bagi kami hal ini sangat bagus karena akan menjamin rasa keadilan bagi masyarakat. Hukum tertulis selama ini selalu tertinggal dari fenomena yang muncul dalam masyarakat. Untuk itulah hukum tak tertulis melakukan back up terhapad undang-undang. Dalam kaitannya dengan kesadaran dan kepatuhan hukum, terdapat perbedaan yang cukup mendasar antara hukum adat dengan hukum positif. Kesadaran masyarakat adat terhadap norma-norma baik dan buruk adalah secara sukarela sebagai akibat adanya

kewajiban moral tadi, sedangkan kesadaran hukum manusia modern adalah karena adanya sifat memaksa dari hukum tersebut. Dengan demikian, kepatuhan hukum masyarakat modern-pun bukan karena di junjung tingginya aturan-aturan hukum, tetapi lebih disebabkan oleh ketakutan terhadap sanksi atau ancaman yang diberikan oleh hukum. Pada dasarnya hukum adat dipatuhi karena: Hukum adat berasal dari masyarakat itu sendiri. Konsekwensinya adalah masyarakat harus mematuhi aturan tersebut. Sesuai dengan jiwa dan rasa keadilan yang dimiliki oleh masyarakat. Memiliki akibat hukum yang apabila tidak ditaati akan menimbulkan sanksi bagi para pelakunya. Walaupun tidak tertulis namun hukum adat mempunyai akibat hukum terhadap siapa saja yang melanggarnya. Norma-norma dan nilai-nilai yang ada di dalam hukum adat sangat dipatuhi dan dipegang teguh oleh masyarakat adat. Hukum adat sebagai peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturanperaturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. E. Peranan Hukum Tidak Tertulis dalam Pembinaan Hukum Nasional serta Pengaruh Era Globalisasi Apabila dipertanyakan tentang peranan Hukum Adat dalam pembinaan Hukum Nasional, maka Hukum Adat yang mana yang dapat dipergunakan sebagai bahan dalam pembinaan Hukum Nasional. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka kita harus bersandarkan pada faham mana yang dianut.

Apabila Hukum Nasional diartikan dalam arti menurut faham pertama, yakni hukum yang ditetapkan atau diputuskan oleh pembentuk undang-undang nasional yang berlaku bagi seluruh bangsa Indonesia, maka Hukum Adat dalam pengertian apapun tidak akan mempunyai peranan dalam pembinaan Hukum Nasional. Hal tersebut disebabkan karena menurut faham ini, kemauan pembentuk undang-undanglah yang menjadi kunci yang menentukan Hukum Nasional itu, bukan kenyataan yang hidup sebagai kesadaran dan kebutuhan hukum dari rakyat. Namun apabila yang dijadikan patokan adalah faham yang kedua tentang Hukum Nasional, yakni hukum yang merupakan pernyataan langsung dari kesadaran dan perasaan hukum bangsa Indonesia atas dasar tata budaya nasional, maka Hukum Adat menjadi sangat penting peranannya, karena Hukum Adat itulah Hukum Nasionalnya. Mengenai hal ini, perlu dibedakan dari faham Hukum Nasional yang berpendirian bahwa bahan-bahan hukum itu diambil dari bahan-bahan baik dari dalam maupun dari luar yang telah diolah dan diberi tempat dalam tata budaya bangsa. Berdasarkan hal tersebut, maka Hukum Adat yang dimaksudkan adalah Hukum Adat yang merupakan pernyataan hukum yang langsung dari budaya bangsa Indonesia sepanjang perkembangannya di dalam kehidupan sejarah. Jadi tidak hanya yang asli atau murni Indonesia, tetapi juga telah dicampur karena kontak dan pengaruh dari luar atau karena pengaruh dari dalam diri budaya bangsa. Dengan demikian, maka Hukum Adat tidak perlu dikhawatirkan akan menghambat atau menentang perkembangan masyarakat kita ke arah kehidupan yang sesuai dengan tuntutan zaman. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan sifat-sifat Hukum Adat yang dinamis, keluwesan ketentuan-ketentuannya, serta asas-asanya yang universal.

Hukum Adat menjadi semakin penting peranannya dalam pembinan Hukum Nasional, karena Hukum Adat menurut ketetapan MPRS tahun 1960 merupakan landasan dari tata hukum nasional, dengan catatan bahwa yang sesuai dengan perkembangan kesadaran rakyat Indonesia dan tidak menghambat terciptanya masyarakat yang adil dan makmur. Sedangkan dalam Pasal 5 Undang-undang Pokok Agraria, dinyatakaan bahwa Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah Hukum Adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarakan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama. Menurut Boedi Harsono (1994:157), bahwa yang dimaksudkan oleh UUPA dengan Hukum Adat itu adalah hukum aslinya golongan rakyat pribumi, yang merupakan hukum yang hidup dalam bentuk tidak tertulis dan mengandung unsur-unsur nasional yang asli, yaitu sifat kemasyarakatan dan kekeluargaan, yang berasaskan keseimbangan serta diliputi oleh suasana keagamaan. Apabila kita berbicara tentang globalisasi, maka sesungguhnya yang terjadi adalah ketika manusia telah menguasai dan mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang telekomunikasi, transportasi dan turisme. Globalisasi ini juga akan terjadi di bidang ekonomi. Dalam hal ini, apakah pengaruhnya terhadap pembinaan Hukum Nasional kita, dan hal-hal apa saja yang harus kita perhatikan untuk menghadapi arus globalisasi itu agar bangsa kita tetap memelihara identitas bangsa dimata dunia. Menurut Sunaryati Hartono ( 1991:64 ), kerangka formal bagi pembangunan Sistem Hukum Nasional harus didasarkan pada Pancasila dan UUD 1845, sehingga setiap bidang

hukum yang akan merupakan bagian dari Sistem Hukum Nasional, yang terdiri dari sejumlah peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, maupun hukum kebiasaan, wajib bersumber pada Pancasila dan UUD 1945. Karena pluralisme hukum tidak lagi ingin dipertahankan, maka unsur-unsur Hukum Adat dan Hukum Agama ditransformasikan atau menjadi bagian dari bidang-bidang hukum dalam Sistem Hukum Nasional, yang akan berkembang dalam bidang masing-masing. Bagaimana globalisasi mempengaruhi pola perilaku dan kebiasaan-kebiasaan dari bangsa Indonesia, dapat dijelaskan dengan satu contoh yang diberikan oleh Sunaryati Hartono (1991 : 71-73). Apabila kini di Indonesia sudah timbul semacam sopan santun untuk bertanya terlebih dahulu apakah kita boleh merokok, maka hal itu dilandasi suatu kesadaran bahwa asap rokok itu mencemari lingkungan dan karena itu membahayakan seluruh lingkungan sekitarnya. Di Singapura sudah menjadi hukum kebiasaan orang akan secara demonstratif menutup mulutnya dengan sapu tangan, atau bahkan menyatakan keberatannya kepada orang yang merokok di dekatnya. Di tempat-tempat umum merokok sudah dilarang oleh hukum tertulis. Kesadaran bahwa asap rokok itu membahayakan kesehatan dan mencemari atmsofir, tumbuh karena adanya kampanye di semua negara yang bahkan disponsori oleh PBB sehingga bersifat global. Di sinilah kita melihat pengaruh globalisasi suatu hasil penelitian yang diinformasikan secara luas, yang tumbuh menjadi kesadaran untuk berkembang menjadi nilai, yang kemudian diimplementasikan ke dalam perilaku, dan melalui sopan santun, dan kebiasaan, akhirnya akan menjadi norma hukum. Di masa yang akan datang dapat diperkirakan, masih banyak norma hukum yang didasarkan pada penelitian ilmiah yang kemudian diakui secara internasional, sebagai suatu kaidah Hukum Internasional atau memiliki nilai universal, akan juga diterima dan diresepsi ke dalam Hukum Nasional kita.

Perubahan nilai dan kesadaran sebagi akibat globalisasi di bidang teknologi dan informasi, secara langsung maupun tidak langsung juga akan mempengaruhi isi dan corak dari Sistem Hukum Nasional kita. Dengan demikian, maka Hukum Adat yang bersumber dari kesadaran dan budaya bangsa, yakni hukum yang nerupakan pernyataan langsung dari kesadaran dan perasaan hukum bangsa Indonesia atas dasar tata budaya nasional, akan memegang peranan yang penting dalam pembinaan Hukum Nasional.. Dengan globalisasi, Hukum Adat yang demikian itu tidak akan bergeser sebagai salah satu sumber yang penting dalam pembinaan Hukum Nasional. Hanya saja Hukum Adat itu perlu disesuaikan dengan keadaan yang jauh berbeda denagn sebelumnya, namun asas-asasnya tetap akan mewarnai setiap pembentukan Hukum Nasional itu. Sebagai akibat globalisasi dan peningkatan pergaulan dan perdagangan internasional, cukup banyak peraturan-peraturan hukum asing atau yang bersifat internasional akan dituangkan ke dalam perundang-undangan nasional, misalnya dalam hal surat-surat berharga, pasar modal, kejahatan komputer, bagi hasil dan sebagainya. Terutama kaifah-kaidah hukum yang bersifat transnasional lebih cepat akan diterima sebagai Hukum Nasional, karena kaidah-kaidah hukum transnasional itu merupakan aturan permainan dalam komunikasi dan perekonomian internasional dan global. Akibatnya semakin kta memasuki abad ke 21, Hukum Nasional kita kan semakin memperlihatkan sifat yaang lebih transnasional, sehingga perbedaan-perbedaan dengan sistem hukum yang lain akan semakin berkurang (Sunaryati Hartono, 1991 : 74).

G.Penutup Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa dalam rangka pembinaan Hukum Nasional, Hukum Adat memegang peranan yang sangat penting sebagiosumber utama, yaitu untuk memperoleh bahan-bahannya berupa asas-asas yang kemudian dapat dirumuskan menjadi norma-norma hukum yang tertulis. Hukum adat yang dapat dijadikan bahan umntuk pembianan Hukum Nasional, ialah Hukum Adat yang bersumber dari kesadaran dan budaya bangsa, yakni hukum yang merupakan pernyataan langsung dari kesadaran dan perasaan hukum bangsa Indonesia atas dasar tata budaya nasional. Oleh karena itu, dalam era globalisasi Hukum Adat akan memegang peranan yang penting dalam mewarnai pembentukan Hukum Nasional. Hubungan antara hukum Adat dan Hukum Nasional dalam rangka pembinaan Hukum nasional adalah hubungan yang bersifat fungsional, dalam arti bahwa Hukum Adat berfungsi sebagai sumber utama dalam mengambil bahan-bahan yang diperlukan dalam rangka pembinaan Hukum Nasional. Unsur-unsur yang dapat diambil dari Hukum Adat sebagai bahan dalam rangka pembinaan Hukum Nasional, yaitu berupa konsepsi, asas-asas, lembaga-lembaga hukum dan sistem dari Hukum Adat itu sendiri. Hukum Adat yang diperlukan dalam era globalisasi, yaitu Hukum Adat yang disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan zaman, sehingga tidak menutup kemungkinan kemurnian penerapan kaidah-kaidah Hukum Adat menjadi Hukum Nasional, akan mengalami pergeseran.

Daftar Pustaka Boedi Harsono, 1994, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta. Moh. Koesno, 1979, Catatan-catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini, Airlangga University Press, Surabaya. Sunaryati Hartono, 1991, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung. Soepomo, 1966, Bab-bab tentang Hukum Adat, Penerbitan Universitas, Jakarta.

You might also like