You are on page 1of 47

4

SIFAT MATERIAL

Banyak material yang terdapat di sekitar kita, dan telah menjadi bagian dari pola berpikir manusia bahkan telah menyatu dengan keberadaan kita. Apakah hakikat bahan atau material itu? Bahan dengan sendirinya merupakan bagian dari alam semesta, secara terperinci bahan adalah benda yang dengan sifat-sifatnya yang khas dimanfaatkan dalam bangunan, mesin, peralatan atau produk. Seperti : logam, keramik, semikonduktor, polimer, gelas, dielektrik serat, kayu, pasir, batu berbagai komposit dan lain-lain. Pada dasarnya bahan atau material mempunyai beberapa sifat yang diklasifikasikan menjadi sifat mekanik, sifat fisik dan sifat kimia. 4.1 SIFAT MEKANIK 4.1.1. Hardness (Kekerasan) Makna nilai kekerasan suatu material berbeda untuk kelompok bidang ilmu yang berbeda, bagi insinyur metalurgi kekerasan adalah ketahanan material terhadap penetrasi sementara untuk para insinyur disain nilai tersebut adalah ukuran dari tegangan alir, untuk insinyur lubrikasi kekerasan berarti ketahanan terhadap mekanisme keausan, untuk para insinyur mineralogi nilai itu adalah ketahanan terhadap goresan, dan untuk para mekanik work-shop lebih bermakna kepada ketahanan material terhadap pemotongan dari alat potong. Begitu banyak konsep kekerasan material yang dipahami oleh kelompok ilmu, walaupun demikian konsep-konsep tersebut dapat dihubungkan pada satu mekanisme yaitu tegangan alir plastis dari material yang diuji.

Bab 4 Sifat Material

50

Meterial Teknik

Metode pengujian kekerasan: a. Metode Gores : Metode ini tidak banyak digunakan dalam dunia metalurgi, tetapi masih dalam dunia mineralogi. Metode ini dikenalkan oleh Friedrich Mohs yaitu dengan membagi kekerasan material di dunia ini berdasarkan skala (yang kemudian dikenal sebagai skala Mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang paling rendah, sebagaimana dimiliki oleh material talk, hingga skala 10 sebagai nilai kekerasan tertinggi, sebagaimana dimiliki oleh intan. Dalam skala Mohs urutan nilai kekerasan material di dunia ini diwakili oleh: 1. Talc 4. Gipsum 4. Calcite 4. Fluorite Prinsip pengujian: bila suatu mineral mampu digores oleh Orthoclase (no. 6) tetapi tidak mampu digores oleh Apatite (no. 5), maka kekerasan mineral tersebut berada antara 5 dan 6. Berdasarkan hal ini, jelas terlihat bahwa metode ini memiliki kekurangan utama berupa ketidak akuratan nilai kekerasan suatu material. Bila kekerasan mineralmineral diuji dengan metode lain, ditemukan bahwa nilai-nilainya berkisar antara 1-9 saja, sedangkan nilai 9-10 memiliki rentang yang besar. b. Metode Elastik/Pantul (Rebound) Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat Scleroscope yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Tinggi pantulan (rebound) yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan benda uji dinilai semakin tinggi. c. Metode Indentasi Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji dengan indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan. Kekerasan suatu 5. Apatite 6. Orthoclase 7. Quartz 8. Topaz 9. Corundum 10. Diamond (intan)

Bab 4 Sifat Material

51

Meterial Teknik

material ditentukan oleh dalam ataupun luas area indentasi yang dihasilkan (tergantung jenis indentor dan jenis pengujian). Berdasarkan prinsip bekerjanya metode uji kekerasan dengan cara indentasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: c.1 Metode Brinell Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh J.A. Brinell pada tahun 1900. Pengujian kekerasan dilakukan dengan memakai bola baja yang diperkeras (hardened steel ball) dengan beban dan waktu indentasi tertentu, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar.1. Pengukuran nilai kekerasan suatu material diberikan oleh rumus: 4..1 D2 d 2 dimana P adalah beban (kg), D diameter indentor (mm) dan d diameter jejak (mm). Hasil penekanan adalah jejak berbentuk lingkaran bulat, yang harus dihitung diameternya di bawah mikroskop khusus pengukur jejak. BHN =

( D )(D

2P

Gambar 4.1 Skematis prinsip indentasi dengan metode Brinell

Prosedur standar pengujian mensyaratkan bola baja dengan diameter 10 mm dan beban 3000 kg untuk pengujian logam-logam ferrous, atau 500 kg untuk logam-logam non-ferrous. Untuk logam-logam ferrous, waktu indentasi biasanya sekitar 10 detik sementara untuk logam-logam non-ferrous sekitar 30 detik. Walaupun demikian pengaturan beban dan waktu indentasi untuk setiap material dapat pula ditentukan oleh

Bab 4 Sifat Material

52

Meterial Teknik

karakteristik alat penguji. Nilai kekerasan suatu material yang dinotasikan dengan HB tanpa tambahan angka di belakangnya menyatakan kondisi pengujian standar dengan indentor bola baja 10 mm, beban 3000 kg selama waktu 115 detik. Untuk kondisi yang lain, nilai kekerasan HB diikuti angka-angka yang menyatakan kondisi pengujian. Contoh: 75 HB 10/500/30 menyatakan nilai kekerasan Brinell sebesar 75 dihasilkan oleh suatu pengujian dengan indentor 10 mm, pembebanan 500 kg selama 30 detik.

Gambar 4.2 Hasil indentasi Brinell berupa jejak berbentuk lingkaran

c.2 Metode Vickers Pada metode ini digunakan indentor intan berbentuk piramida dengan sudut 136o, seperti diperlihatkan oleh Gambar 4. Prinsip pengujian adalah sama dengan metode Brinell, walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal. Panjang diagonal diukur dengan skala pada mikroskop pengujur jejak. Nilai kekerasan suatu material diberikan oleh:

VHN =

1.854 P d2

4.2

dimana d adalah panjang diagonal rata-rata dari jejak berbentuk bujur sangkar.

Gambar 4.3 Skematis prinsip indentasi dengan metode Vickers

Bab 4 Sifat Material

53

Meterial Teknik

Gambar 4.4 Alat uji Vickers

c.3 Metode Rockwell :

Metode Rockwell merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (directreading). Metode ini banyak dipakai dalam industri karena pertimbangan praktis. Variasi dalam beban dan indetor yang digunakan membuat metode ini memiliki banyak macamnya. Metode yang paling umum dipakai adalah Rockwell B (dengan indentor bola baja berdiameter 1/6 inci dan beban 100 kg) dan Rockwell C (dengan indentor intan dengan beban 150 kg). Walaupun demikian metode Rockwell lainnya juga biasa dipakai. Oleh karenanya skala kekerasan Rockwell suatu material harus dispesifikasikan dengan jelas. Contohnya 82 HRB, yang menyatakan material diukur dengan skala B: indentor 1/6 inci dan beban 100 kg. Berikut ini diberikan tabel yang memperlihatkan perbedaan skala dan range uji dalam skala Rockwell:

Bab 4 Sifat Material

54

Meterial Teknik

Tabel 4.1 Skala pada Metode Uji Kekerasan Rockwell

Bab 4 Sifat Material

55

Meterial Teknik

Gambar 4.5 Alat uji Rockwell

4.1.2 Ketangguhan

Ketangguhan (impak) merupakan ketahanan bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada saat terjadinya tumbukan kecelakaan.

Bab 4 Sifat Material

56

Meterial Teknik

Gambar 4.6 Ilustrasi skematis pengujian impak dengan benda uji Charpy

Gambar 4.7 Alat uji Impak

Bab 4 Sifat Material

57

Meterial Teknik

Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut. Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya dinyatakan dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak (HI) suatu bahan yang diuji dengan metode Charpy diberikan oleh :
HI = E A

4.3

dimana E adalah energi yang diserap dalam satuan Joule dan A luas penampang di bawah takik dalam satuan mm4. Secara umum benda uji impak dikelompokkan ke dalam dua golongan sampel standar yaitu : batang uji Charpy banyak digunakan di Amerika Serikat dan batang uji Izod yang lazim digunakan di Inggris dan Eropa. Benda uji Charpy memiliki luas penampang lintang bujur sangkar (10 x 10 mm) dan memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut 45o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm.. Perbedaan cara pembebanan antara metode Charpy dan Izod ditunjukkan di bawah ini:

Gambar 4.8 Ilustrasi skematik pembebanan impak pada benda uji Charpy dan Izod

Serangkaian uji Charpy pada satu material umumnya dilakukan pada berbagai temperatur sebagai upaya untuk mengetahui temperatur transisi. Sementara uji impak dengan metode Izod umumnya dilakukan hanya pada temperatur ruang dan ditujukan untuk material-material yang didisain untuk berfungsi sebagai cantilever. Takik (notch) dalam benda uji standar ditujukan sebagai suatu konsentrasi tegangan sehingga perpatahan diharapkan akan terjadi di bagian tersebut. Selain

Bab 4 Sifat Material

58

Meterial Teknik

berbentuk V dengan sudut 45o, takik dapat pula dibuat dengan bentuk lubang kunci (key hole) Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan (fracografi) yang terjadi. Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu: 1. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram. 4. Perpatahan granular / kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat). 4. Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua jenis perpatahan di atas. Informasi lain yang dapat dihasilkan dari pengujian impak adalah temperatur transisi bahan. Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Pada pengujian dengan temperatur yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa pada temperatur tinggi material akan bersifat ulet (ductile) sedangkan pada temperatur rendah material akan bersifat rapuh atau getas (brittle). Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperatur yang berbeda dimana pada temperatur kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperatur dinaikkan (ingatlah bahwa energi panas merupakan suatu driving force terhadap pergerakan partikel atom bahan). Vibrasi atom inilah yang berperan sebagai suatu penghalang (obstacle) terhadap pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi mejadi relatif sulit sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperatur di bawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan

Bab 4 Sifat Material

59

Meterial Teknik

dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang relatif lebih rendah. Informasi mengenai temperatur transisi menjadi demikian penting bila suatu material akan didisain untuk aplikasi yang melibatkan rentang temperatur yang besar, misalnya dari temperatur di bawah nol derajat Celcius hingga temperatur tinggi di atas 100 derajat Celcius, contoh sistem penukar panas (heat exchanger). Hampir semua logam berkekuatan rendah dengan struktur kristal FCC seperti tembaga dan aluminium bersifat ulet pada semua temperatur sementara bahan dengan kekuatan luluh yang tinggi bersifat rapuh. Bahan keramik, polimer dan logam-logam BCC dengan kekuatan luluh rendah dan sedang memiliki transisi rapuh-ulet bila temperatur dinaikkan. Hampir semua baja karbon yang dipakai pada jembatan, kapal, jaringan pipa dan sebagainya bersifat rapuh pada temperatur rendah.

Gambar 4.9 Efek temperatur terhadap ketangguhan impak beberapa bahan

4.1.3 Keausan

Keausan umumnya didefinisikan sebagai kehilangan material secara progresif atau pemindahan sejumlah material dari suatu permukaan sebagai suatu hasil pergerakan relatif antara permukaan tersebut dan permukaan lainnya. Keausan telah menjadi perhatian praktis sejak lama, tetapi hingga beberapa saat lamanya masih belum mendapatkan penjelasan ilmiah yang besar sebagaimana halnya pada mekanisme kerusakan akibat pembebanan tarik, impak, puntir atau fatigue. Hal ini disebabkan masih lebih mudah untuk mengganti komponen/part suatu sistem dibandingkan melakukan disain komponen dengan ketahanan/umur pakai (life) yang lama.

Bab 4 Sifat Material

60

Meterial Teknik

Pembahasan mekanisme keausan pada material berhubungan erat dengan gesekan (friction) dan pelumasan (lubrication). Telaah mengenai ketiga subyek ini yang dikenal dengan nama ilmu Tribologi. Keausan bukan merupakan sifat dasar material, melainkan response material terhadap sistem luar (kontak permukaan). Material apapun dapat mengalami keausan disebabkan mekanisme yang beragam. Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan teknik, yang semuanya bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual. Salah satunya adalah dengan metode Ogoshi dimana benda uji memperoleh beban gesek dari cincin yang berputar (revolving disc). Pembebanan gesek ini akan menghasilkan kontak antar permukaan yang berulang-ulang yang pada akhirnya akan mengambil sebagian material pada permukaan benda uji. Besarnya jejak permukaan dari material tergesek itulah yang dijadikan dasar penentuan tingkat keausan pada material. Semakin besar dan dalam jejak keausan maka semakin tinggi volume material yang terlepas dari benda uji. Ilustrasi skematis dari kontak permukaan antara crevolving disc dan benda uji diberikan pada gambar dibawah. P B

h b

Gambar 4.10 Pengujian keausan dengan metode Ogoshi

Dengan B adalah tebal revolving disc (mm), r jari-jari disc (mm), b lebar celah material yang terabrasi (mm) maka dapat diturunkan besarnya volume material yang terabrasi (W): W = B.b 3 12 r 4.4

Laju keausan (V) dapat ditentukan sebagai perbandingan volume terabrasi (W) dengan jarak luncur x (setting pada mesin uji):
Bab 4 Sifat Material 61

Meterial Teknik

V =

W B.b 3 = x 12r.x

4.5

A. Keausan adhesive: terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau lebih

mengakibatkan adanya perlekatan satu sama lain dan pada akhirnya terjadi pelepasan/pengoyakan salah satu material, seperti diperlihatkan oleh Gambar ini.

Gambar 4.1 Ilustrasi skematis keausan adhesive

B. Keausan abrasif: terjadi bila suatu partikel keras (asperity) dari material tertentu

meluncur pada permukaan material lain yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi atau pemotongan material yang lebih lunak. Tingkat keausan pada mekanisme ini ditentukan oleh derajat kebebasan (degree of freedom) partikel keras atau sperity tersebut. Sebagai contoh partikel pasir silica akan menghasilkan keausan yang lebih tinggi ketika diikat pada suatu permukaan seperti pada kertas amplas, dibandingkan bila partikel tersebut berada di dalam sistem slury. Pada kasus pertama partikel tersebut kemungkinan akan tertarik sepanjang permukaan dan mengakibatkan pengoyakan sementara pada kasus terakhir partikel tersebut mungkin hanya berputar (rolling) tanpa efek abrasi.

Gambar 4.12 Ilustrasi skematis keausan abrasif

Bab 4 Sifat Material

62

Meterial Teknik

C. Keausan lelah: merupakan mekanisme yang relatif berbeda dibandingkan dua

mekanisme sebelumnya, yaitu dalam hal interaksi permukaan. Baik keausan adhesive maupun abrasif melibatkan hanya satu interaksi sementara pada keausan lelah dibutuhkan interaksi multi. Permukaan yang mengalami beban berulang akan mengarah pada pembentukan retak-retak mikro. Retak-retak tersebut pada akhirnya menyatu dan menghasilkan pengelupasan material. Tingkat keausan sangat tergantung pada tingkat pembebanan.

Gambar 4.13

Memberikan skematis mekanisme keausan lelah

D. Keausan Oksidasi ( keausan korosif)

Pada prinsipnya mekanisme ini dimulai dengan adanya perubahan kimiawi material di bagian permukaan oleh faktor lingkungan. Kontak dengan lingkungan ini akan menghasilkan pembentukan lapisan pada permukaan dengan sifat yang berbeda dengan material induk. Sebagai konsekuensinya, material pada lapisan permukaan akan mengalami keausan yang berbeda Hal ini selanjutnya mengarah kepada perpatahan interface antara lapisan permukaan dan material induk dan akhirnya seluruh lapisan permukaan itu akan tercabut. Gambar 4.15 memperlihatkan skematis mekanisme keausan oksidasi/korosi ini.

Gambar 4.14 Ilustrasi skematis keausan oksidasi

Bab 4 Sifat Material

63

Meterial Teknik

4.1.4. Fatik

Fatik merupakan ketahanan suhatu material menerima pembebanan dinamik. Benda yang tidak tahan terhadap fatik akan mengalami kegagalan pembebanan dinamik tegangan jauh di bawah tegangan yang diperlukan untuk pada kondisi (beban berfluktuasi ). Mengalami kegagalan ( patah ) pada membuatnya patah pada

pembebanan tunggal ( statis ). Kegagalan fatik biasanya terjadi pada tempat yang konsentrasi tegangannya besar, seperti pada ujung yang tajam atau notch. Tidak ada indikasi awal terjadinya patah fatik dan retakan fatik yang terjadi bersifat halus, maka patah fatik sulit untuk dideteksi dari awal.

Gambar 4.15 Menunjukkan permukaan patahan poros akibat fatik yang bermula dari ujung yang tajam dari tempat pasak

Faktor-faktor Penyebab Patah Fatik

Bersadarkan Penyebab utamanya, yaitu beban (tegangan) yang bekerja, patah Fatik tergantung pada : Besarnya tegangan maksimum yang bekerja Fluktuasi tegangan yang bekerja, yaitu besarnya amplitudo dari tegangan tegangan yang bekerja Siklus tegangan yang bekerja. Adalah banyaknya periode pembebanan yang terjadi Selain tegangan, faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya patah fatik, antara lain : 1. Konsentrasi tegangan pada suatu bagian benda. 2. Terdapatnya porositas Korosi akibat lingkungan dan penyelesaian permukaan benda

Bab 4 Sifat Material

64

Meterial Teknik

Kondisi lingkungan dapat menimbulkan terjadinya retakan-retakan pada permukaan benda. Sedangkan proses penyelesaian permukaan seperti coating yang dapat melindungi permukaan juga dapat mempengaruhi terjadinya retakan-retakan. Kedua hal tersebut dapat mempengaruhi nilai kekuatan fatik dari material.

Gambar 4.16 Efek dari semburan air kepada kekuatan fatik dari besi perlit ulet/pearlitiductile iron.

A. Temperatur

1. Temperatur yang konstan nilainya, tidak berubah-ubah ( amplitudo=0 ) Pada temperatur yang berbeda, karakteristik material akan berbeda pula. Kekuatan tarik dari material sebenarnya juga merupakan fungsi dari temperatur pula. Karena kekuatan fatik mempunyai hubungan dengan kekuatan tarik, sedangkan kekuatan tarik dipengaruhi temperatur, maka secara tidak langsung, kekuatan fatik dipengaruhi pula oleh temperatur. 2. Temperatur yang berubah-ubah Amplitudo temperatur ini akan menghasilkan thermal fatigue atau kelelahan termal. Thermal fatigue akan menyebabkan terjadinya siklus tegangan dan regangan yang tidak merata pada benda akibat gradien temperatur pada benda. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan thermal fatigue adalah temperatur yang lebih tinggi, amplitudo yang lebih besar dan banyaknya siklus pendinginan dan pemanasan.

Bab 4 Sifat Material

65

Meterial Teknik

Untuk menanggulangi efek dari thermal fatigue, sebaiknya gunakan material yang mempunyai sifat konduktivitas thermal yang tinggi, modulus elastisitas yang rendah dan punya kekuatan dan keuletan yang tinggi.

Struktur metalurgi

Cacat permukaan pada permukaan benda kerja akan bertindak sebagai tempat awal terjadinya retakan Efek dari inklusi akan semakin hebat jika kekerasan dari matriks meningkat. Maka secara otomatis, akan mengurangi kekuatan fatik dari material

Gambar 4.17 Efek dari kekerasan mikro matriks dan fraksi volume dari inklusi pada fatigue limit besi ulet/ductile iron

Bab 4 Sifat Material

66

Meterial Teknik

Salah satu cara untuk menanggulangi efek dari inklusi dan cacat permukaan bisa dengan cara menggunakan as-cast surface. Hal ini banyak dilakukan pada
ductile iron.

Pengurangan dross dapat meningkatkan kekuatan fatik dari material sebesar 25%. Untuk mengurangi dross, bisa dengan menggunakan filter atau saringan pada
mold filling system. Cara lain yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kekuatan

fatik dari material adalah dengan menggunakan proses pengolahan material yang baik, contohnya dengan minimalisasi kadar residu Mg. Cara ini dapat meningkatkan kekuatan material sampai dengan 5 % dibandingkan dengan dilakukan proses permesinan.

Gambar 4.18 Ductile iron dengan as-cast surface

Tegangan sisa

Pengerjaan mekanik baik panas maupun dingin seperti misalnya peening dan surface rolling dapat meninggalkan tegangan sisa pada material.

Bab 4 Sifat Material

67

Meterial Teknik

Gambar 4.19 Hubungan antara tegangan sisa akibat peening dengan endurance limit untuk peended ADI gears

Terdapatnya notch pada permukaan benda kerja. Notch permukaan benda kerja dapat memberikan pengaruh yang cukup besar pada kekuatan fatik dari benda tersebut. Sebenarnya bukan hanya notch saja yang memberikan pengaruh. Jika kita generalisasi, bentuk dari permukaan benda kerja juga memberikan pengaruh kepada nilai fatik dari benda

Bab 4 Sifat Material

68

Meterial Teknik

Gambar 4.20 Kurva S-N untuk notched dan unnotched besi ferrit ulet/ferritic ductile iron

Tujuan dan Kegunaan Uji Fatik

Tujuan dari uji fatik adalah

untuk mengetahui karakteristik material yang

berhubungan dengan beban dinamis yaitu kekuatan fatik atau fatik limit. Kegunaan dari uji fatik adalah hasil dari pengujian nantinya akan digunakan dalam perancangan produk, yaitu sebagai faktor pertimbangan dalam memilih material yang tepat untuk suatu rancangan.
MACAM DAN METODE PENGUJIAN Single end rotating cantilever testing machine

Gambar 4.2 Single end rotating cantilever testing machine

Bab 4 Sifat Material

69

Meterial Teknik

Four point loading R.R Moore testing machine

Gambar 4.22 Four point loading R.R Moore testing machine

1. Standard Method

Specimen yang tersedia untuk pengujian sedikit Hasil perkiraan kurva S-N
Pelaksanaan :

1. Menguji 1 atau 2 specimen pada beberapa bear tegangan yang berbeda 2. Mencatat besar teg. Dan jumlah putaran pada saat terjadi kegagalan 3. Jika specimen gagal pada tegangan tertentu, mereka kadang-kadang berhasil pad 4. Tegangan yang lebih tinggi, perhatikan bahwa kerusakan meningkat 5. Mempengaruhi nilai fatik limitnya. 6. Memplot data pada kurva S-N seperti pada gambar

Gambar 4.23 Kurva S terhadap N hasil pengujian metode standart

Bab 4 Sifat Material

70

Meterial Teknik

2. Pembuatan diagram

Ada dua tehnik membuat kurva S-N : 1. Membuat Mean curve dari data yang ada . Kurva ini biasanya merupakan perkiran yang beralasan dengan probabilitas kebenaran 50%. Bardasarkan kurva ini dan dan beberapaperkiraan standart deviasi, perkiraan-perkiraan yg beralasan dpt dibuat utk kurva lainnya 2. Membuat Conservative Curve yg berada tepat dibawah data-data (data yg didpt dari hasil pengujian) kurva ini tdk menentu dan tidak dapat dihubungakan dgn probabilitas ketahanan specimen thd fatik Kelemahan Metode ini : Keraguan akan hasil yg diperoleh karena ukuran sampel yg terlalu kecil
3. Constant Stress Level Method

Pelaksanaan: Melibatkan 15 atau lebih specimen pada 4 atau lebih teg.konstan yang berbeda ; dgn batas teg. diantara fatik limit dan Yield Strengh dari meterial untuk pengujian Pembuatan diagram: Semua data yg diperoleh pada setiap teg.konstan diplot pada kertas Log-Normal Probability utk membuktikan distribusi, rata-rata dan variasi dari Log-life pada tingkat teg. tersebut.

Gambar 4.24 Kurva S terhadap N hasil pengujian metode standart hasil plot pada S konstan

Bab 4 Sifat Material

71

Meterial Teknik

Gambar di atas menunjukkan hasil dari metode diatas yg di plot pada kurva S-N biasa. Hasil dari metode diatas yg di plot pada kertas Log-Normal Probability.

Gambar 4.25 Kurva S terhadap N hasil pengujian metode standart hasil plot padakertas logritme untuk S konstan

Kelemahan: Metode ini tidak valid utk teg. didekat nilai fatik limit. Kegagalan yg terjadi menyebabkan data tdk homogen didekat nilai fatik limit.
4. Response or Survival Method (Probit Method)

Melibatkan pengujian beberapa group specimen pada tingkat teg. yang berdekatan, batas teg. : 2 standar deviasi dibawah fatik limit sampai sampai 2 sandar deviasi diatasnya Contoh : fatik limit 72000 psi. berdasarkan ini 5 tingkat teg. dipilih dgn batas dari 68000 psi 76000 psi dgn intervalnya 2000 psi.

Bab 4 Sifat Material

72

Meterial Teknik

Gambar 4.26 Kurva S terhadap N untuk menentukan fatik limit

Jika 20m specimen diuji pada setiap tingkat tegangan, akan diperoleh kurva S-N seperti pada gambar. Gambar berikut jika data diatas diplot pada kertas Log-Normal Probability

Gambar 4.27 Survival test data ploted onnormal probability paper.

5. Step Test Method

Metode pengujian yang memaksa tiap specimen untuk gagal. Pelaksanaan :

Bab 4 Sifat Material

73

Meterial Teknik

1. Sebuah tingkat tegangan dipilih sekitar 70% dari fatik limit yang diperkirakan. 2. Fatik limit kemudian diuji pada tingkat teg. tersebut sampai kegagalan terjadi. Misalnya 10 jml putaran. 3. Jika run out terjadi, tegangan ditingkatkan kira-kira 0,7 dari standar deviasi teg. yg diperkirakan dan specimen yg sama diuji dgn nilai teg. yg baru. 4. Sekali lagi, jika specimen gagal, data dicatat ; jika run 0ut terjadi, teg. dinaikan lagi utk pengujian yg baru, menggunakan specimen yg sama. 5. Prosedur ini berlanjut sampai specimen mengalami kegagalan. Run out lebih kurang diartikan sebagai habis masa pakai Data Step-Test method diperlihatkan pada koordinat S-N dibawah

Gambar 4.28 Hasil plot di kertas Log-Normal Probability

6. Prot Method

Melibatkan aplikasi yang naik dgn jml putaran sampai specimen gagal. Tegangan dimana kegagalan terjadi, dihubungkan ke fatik limit melalui tingkat yg naik dan 2 konstanta material. Pelaksanaan

Bab 4 Sifat Material

74

Meterial Teknik

1. Specimen diletakkan pada mesin penguji dgn teg. awal dibawah fatik limit yg diperkirakan, biasanya pada batas 0%-70% fatik limit. 2. Ketika tes dimulai, teg. dinaikan dgn menaikan jml putaran shg peningkatan teg. akan linier dengan jumlah putaran. Grup I terdiri dari 15 atau 20 specimen diuji pada tingkat kenaikan teg. yang sama (Prot rate ) . Grup II diuji dgn Prot rate yg berbeda. Begitu pula grup III.

Hasil dapat dilihat pada gambar di bawah.

Gambar 4.29 Hasil prot test tegangan terhadap putaran

Fatik Limit dpt dihitung dari rumus : S = E + K Dimana : S = prot failure strees, K dan c = Konstanta material, nilai n 0,45 0,5 non fros : 0,15 Vs spt pada gambar. untuk feros :

Metode Prot ini adalah utk memplot S

Bab 4 Sifat Material

75

Meterial Teknik

Gambar 4.30 Hasil prot test untuk menentukan fatik limit

7. Stair Case or Up-And-Down Method

Sebuah grup sedikitnya 15 specimen dipilih utk mengevaluasi kekuatan fatik. Specimen I diuji pada teg. sedikit diatas kekuatan fatik yg diperkirakan sampai mengalami kegagalan atau Run-out pada kondisi yg diinginkan. Jika specimen gagal sebelum mencapai kondisi yg diinginkan, teg. diturunkan dan specimen ke-2 diuji pada teg. yg lebih rendah tsb. Jika specimen I mengalami Runout, teg. dinaikan dan specimen II diuji pada teg. yg lebih tinggi ini. Pengujian diteruskan untuk semua specimen dengan cara yang sama, dgn keberhasilan specimen adalah yg tegangannya naik atau turun 1 tingkat dibandingan specimen sebelumnya Data yang diperoleh diplot, dan akan tampak seperti pada gambar.

Bab 4 Sifat Material

76

Meterial Teknik

Gambar 4.31 Up and dodn pengujian fatik digunakan untuk menentukan rata-rata tengangan fatik pada 5 x 10 6 putara pada baja paduan 4340

8. Extreme Value Method / Least-of-n method

Tehniknya adalah memilih 1 grup yang terdiri dari n specimen untuk diuji pada saat yang bersamaan pada n buah mesin penguji. Fatik yang identik, semuanya pada tingkat tegangan yang sama. Ketika specimen Z gagal; tegangan dan jumlah putaran dicatat; kemudian semua mesin yang lainnya dihentikan dan specimen dikeluarkan. Kemudian, grup ke-2 dari n specimen diuji pada tingkat teg. yang baru, sekali lagi catatlah data untuk kegagalan Z dan keluarkan specimen yang lain. Prosedur ini diulang utk beberapa tingkat tegangan yang berbeda pada ataupun diatas fatik limit. Akhirnya data I dari data kegagalan ke- n diplot pada koordinat S-N dan sebuah kurva digambarkan melalui data tsb spt pada gambar

Bab 4 Sifat Material

77

Meterial Teknik

Gambar 4.31 Harga probabilitas ekstrem S-N sebagai dasar pengujian lebih lanjut

Prosedur Pembuatan Kurva S-N

Melakukan percobaan pada spesimen pada tegangan diharapkan terjadi pada kekuatan tarik statik dari material.

tinggi dimana kegagalan

jumlah putaran yang relatif kecil misalnya sekitar 2/3

Tegangan akan terus diturunkan sampai satu atau dua spesimen tidak mengalami kegagalan pada jumlah putaran tertentu. Biasanya berada pada min 107 putaran. Tegangan tertinggi dimana suatu logam dapat bertahan (tidak mengalami kegagalan) ditentukan sebagai fatik limit dari logam. Untuk material yang tidak punya fatik limit misalnya non feros percobaan dilakukan pada tegangan rendah (berdasarkan pertimbangan praktis) ,dimana fatik limitnya sekitar 108 atau 5 x 108 putaran.
Endurance Limit / fatigue limit

Titik dimana kekuatan fatiknya tidak akan turun beban diperbanyak.

lagi,

walaupun

jumlah

siklus

Hanya terdapat pada besi dan baja yang mengandung atom karbon (C) Sebab Atom C dalam besi dan baja dapat bergerak bebas. Dan akan mengisi retakanretakan yang timbul pada Tahap Inisiasi.

Bab 4 Sifat Material

78

Meterial Teknik

Pada umumnya : Jika jumlah siklus pembebanan diperbanyak pergeseran (slip) makin banyak pula
Keamanan dari mesin Stretham

Jumlah dislokasi atau

Kekuatan Fatik makin turun.

Mesin pompa uap stretham (pada gmb) dibuat th. 1831, dgn power (kekuatan) maks 105 HP pada 15 rpm (dpt memindahkan 30 ton air per revolusi atau 450 ton per menit. Mesin ini masih dpt dijalankan utk kegiatan pameran. Misalkan, diketemukan keretakan sedalam 2 cm pada conenecting rod (dari besi cor), panjang 21 kaki penampang 0,04 m. Akankah retakan bertambah akibat pembebanan siklik pada connecting rod ? Dan berapakah kira-kira umur pakai dari struktur tsb ?
Aplikasi Hasil Pengujian

Gambar 4.32 Aplikasi Hasil Pengujian

Jawab : Mekanika : Tegangan pada crankshaft dihitung dari kekuatan dan kecepatan spt berikut

Bab 4 Sifat Material

79

Meterial Teknik

Gambar 4.33 Gambar skematik mesin

Dari gambar di atas :

Daya = 105 HP = 7,8 . 10 J/s kecepatan = 15 rpm = gaya x 2 x stroke x kecepatan gaya

0,25 rev/s ; stroke = 8 feet = 2,44 m Power Power / (2 x Stroke x speed) connecting rod = F/A
Kegagalan karena Fast fracture

7,8 . 10 /

(2 x 2,44 x 0,25) Nominal stress pada = 6,4 . 10 / 0,04 = 1,6 MN/m.

Utk besi cor, Kc = 18 MN/ m Pertama, apakah rod tersebut akan gagal karena fast fracture ? Intensitas tegangannya adalah : K= .a = 1,6 .0,02 MN/ m = 0,4
MN/ m Nilai ini sangat kecil dibandingkan Kc, karena itu tdk ada resiko fast fracture,

bahkan pada beban maksimal.


Kegagalan karena Fatik

Pertumbuhan retak Fatik dirumuskan: da / dN = A( K) cor: A = 4,3 10 (MN/ m) =4

. (1) K=

Utk besi
.a

Dari rumus sebelumnya :

dimana = range dari teg. (pada gambar). Walaupun konstan (pada power dan kec. konstan) K meningkat selagi kec. Bertambah Substitusi kepersamaan (1):
da / dN = A a

dN = {1 / (A

)} . da / a

Integrasi memberikan jml putaran agar keretakan bertambah dari a1

ke a, maka : N = [1 / {(4.3/10 ) . (3,2) . } ] . [ (1/0,02) (1/0,03) ] = 3,7 . 10 . 10 putaran.

Bab 4 Sifat Material

80

Meterial Teknik

Ini berarti: cukup bagi mesin utkbekerja selama 8 jam utk pameran tiap akhir pekan dalm setahun. Keretakan sedalam 3cm masih terlalu jauh dari keadaan kritis, dgn demikian mesin tetap akan aman setelah 3,7 . 10 . 10 putaran.
Pengujian Feros dan Non Feros

Jumlah putaran (yang dapat ditahan logam sebelum patah) yang meningkat seiring dengan tegangan yang menurun.

Gambar 4.34 Kurva S N ( A. Logam besi B. Logan bukan besi )

Perbedaan utama berdasarkan gambar tersebut adalah :

Pada Feros seperti baja dan besi , kurva S N

menjadi horizontal pada batas

tegangan tertentu . Di bawah batas tegangan ini, yang biasa disebut fatigue limit atau endurance limit, material logam ini dapat bertahan (tidak akan mengalami gagal fatik) untuk jumlah putaran yang tak terbatas. Sedangkan untuk logam non feros , seperti aluminium , magnesium dan tembaga , mempunyai kurva S N yang menurun seiring dengan bertambahnya jumlah putaran. Material ini tidak memiliki nilai fatik limit yang pasti karena memang kurva S N nya yang tidak pernah horizontal.
Nilai Fatik Limit :

Peningkatan dan metodenya


Shot peening

Mengubah struktur austenit menjadi martensit


Bab 4 Sifat Material 81

Meterial Teknik

Menghasilkan pengerasan dan tegangan tekan Hingga dapat meningkatkan ketahanan aus dan kekuatan fatik.
Surface rolling

Gambar 4.35 Pengaruh surface rolling terhadap kekuatan fatik dari v-notched ductiliron.

ferriticand pearlitic

Klasifikasi Mesin Uji Fatik 1. Axial (Direct-Stress)

Mesin uji fatik ini memberikan tegangan ataupun regangan yang uniform kepenampangnya. Untuk penampang yang sama mesin penguji ini harus dapat memberikan beban yang lebih besar dibandingkan mesin lentur statik dengan maksud untuk mendapatkan tegangan yang sama.
2. Bending Fatique Machines Cantilever Beam Machines

Dimana specimen memiliki bagian yang mengecil baik pada lebar, tebal maupun diameternya, yang mengakibatkan bagian daerah yang diuji memiliki tegangan seragam hanya dengan pembebanan yang rendah dibandingkan lenturan fatik yang seragam dengan ukuran bagian yang sama.
Rotating Beam Machines

Bab 4 Sifat Material

82

Meterial Teknik

Gambar 4.36 RR. Moore-Type Machines dapat beroperasi sampai 10.000 rpm

Gambar 4.38 diatas RR. Moore-Type Machines dapat beroperasi sampai 10.000 rpm. Dalam seluruh pengujian tipe-lenturan, hanay material yang didekat permukaan yang mendapat teganagn maks ; karena itu, pada specimen yang berdiameter kecil volume material yang diuji.
3. Torsional Fatik Testing Machines

Sama dengan mesin tipe Axial hanya saja menggunakan penjepit yang sesuai jika puntiran maks. yang dibutuhkan itu kecil. Gambar dibawah ini adalah Mesin Uji Fatik akibat Torsi yang dirancang khusus.

Gambar 4.37 Torsional Fatik Testing Machines

Bab 4 Sifat Material

83

Meterial Teknik

4. Special-Purpose Fatique Testing Machines

Dirancang khusus untuk tujuan tertentu. Kadang-kadang merupakan modifikasi dari mesin penguji fatik yang suda ada. Penguji kawat adalah modifikasi dari Rotating Beam Machines.
5. Multiaxial Fatique Testing Machines

Dirancang untuk pembebanan atau lebih dengan maksud untuk menentukan sipat logam dibawah tegangan biaxial/triaxial.
Specimen Untuk Uji Fatik Memiliki 3 daerah :

Bagian yang diuji (ditengah) dan 2 bagian pegangan (dike2 ujungnya). Ujung pegangan dirancang memindahkan mesin beban penguji untuk dari kebagian

tengahnya. Bagian transisi dari pegangan ke bagian tengah maksud Jenis-jenis dirancang dengan radius yang besar dengan menghilangkan specimen yang konsentrasi tegangan. digunakan tergantung pada mesin penguji fatik yang digunakan untuk tujuan dari uji coba fatik tersebut:

4.1.5

Kekuatan Tarik

Pada percobaan ini menghasilkan angka-angka bahan terpenting kekuatan, kesudian regang dan kekenyalan.

Bab 4 Sifat Material

84

Meterial Teknik

Dari bahan yang diuji dibuat sebuah batang coba dengan ukuran yang distandarisasikan, dieretkan pada sebuah mesin renggut dan dibebani gaya tarik yang dinaikkan secara perlahan-lahan sampai ia putus. Selama percobaan diukur terus menerus beban dan regangan batang coba dan kedua besaran ini ditampilkan dalam sebuah gambar unjuk (diagram). Skala tegangan menunjukkan tegangan dalam daN/mm2 dengan berpatokan pada penampang batang semula, sedangkan skala mendatar menyatakan regangan (perpanjangan)yang bersangkutan dalam prosentasi panjang awalnya.
daN/mm2 40

Batas pecah
Z

Tekanan dalam daN/mm2

30

20 E

Batas rentang

10

p 0

Regangan Pecah

= 20%

10

15

20

Regangan dalam % Gambar 4.38 Grafik tegangan-regangan pada pengujian tarik

Bab 4 Sifat Material

85

Meterial Teknik

Gambar 4.45 Alat Uji Tarik

Pertama-tama lengkumgan memperlihatkan garis lurus miring, ini berarti bahwa tegangan dan regangan naik sebanding (proposional). Pada batas proporsionalitas (batas kesebandingan),yaitu pada ujung atas garis lurus, maka berdaulat tegangan
p.

jika beban terus ditingkatkan, maka akan dicapai batas


E.

elastisitas (batas kekenyalan)dengan teganagan

Jika pada saat ini batang diulepaskan dari tegangan maka akan memegas kembali secara kenyal ke kedudukan awalnya(kedudukan semula Lo) tanpa meninggalkan bentuk yang berarti. Regangan yang menetap disini hanya boleh sampai setinggi-tingginya 0,01%. Jika beban dinaikkan melampaui batas kekenyalan, maka regangan membesar relatiflebihpesat dan lengkungan segera menunjukkan sebuah tekukan yang akan tampil semakin jelas,semakin ulet bahan itu. Tegangan
s

dalam tahap percobaan ini

dinamakan batas rentang atau batas leleh. Ia merupakan angka ciri bahan yang penting, karena disisni bahan untuk pertama kalinya mengalami pelonggaran menetap pada stukturnya yang dapat dikenal melalui munculnya wujud-wujud leleh pada permukaan batang. Di dalam kasus yang tidak jelas, maka batas rentang ditetapkan sebagai tegangan yang menimbulkan regangan sebesar 0,2%. Pada pembebanan yang ditingkatkan lebih lanjut, maka tegangan akan mencatat titik puncaknya seraya melajunya regangan batang. Bahan telah mencapai pembebanan tertinggi yang mungkin, dan batang kini menyusut pada kedudukannya yang nantinya merupakan tempat perpecahan. Ia dapat lagi menahan beban tertinggi
s

Bab 4 Sifat Material

86

Meterial Teknik

dan terus meregang walaupun beban menukik, sampai ia putus pada batas perenggutan (titik z). Tegangan tertinggi
B

dalam daN/mm2 atau daN/cm2 yang berpatokan pada

penampang batang semula, menghasilkan kekuatan tarik bahan. Regangan memanjang batang sampai saat perenggutan (titik z) disebut regangan pecah dan diungkapkan dalam persentase (%) dari panjang semula Lo. Suatu bahan ulet menghasilkan regangan perpecahan yang besar. Kekuatan tarik maksimum (ultimite tensile strength) adalah beban maksimum dibagi luas penampang lintang benda uji. Su =

Pmaks Lo

Pada pengujian tarik, pengukuran dilaksanakan berdasarkan tegangan yang diperlukan untuk menarik benda uji dengan penambahan tegangan konstan. Bila suatu logam dibebani dengan beban tarik, maka akan mengalami deformasi. Deformasi adalah perubahan ukuran atau bentuk karena pengaruh beban yang dikenakan kepadanya. Deformasi ini dapat terjadi secara elastis atau plastis. A. Regangan Regangan adalah perpanjangan dibagi dengan panjang benda semula.
L L L0 = L0 L0

Dimana : = Regangan L = Perpanjangan Dari hukum Hooke diperoleh :


L = P . L0 . A0

L = Panjang akhir L0 = Panjang awal

Dimana: L = Perpanjangan
P = Gaya

L0 = Panjang awal = Modulus Elastisitas Dan jika dikaitkan dengan tegangan menjadi :

Bab 4 Sifat Material

87

Meterial Teknik

L = L0 E
ini berarti : = B. Batas Elastisitas Batas ini sulit ditentukan dalam percobaan. Batas keseimbangan keadaan juga digunakan untuk batas elastisitas karena jaraknya sangat dekat sekali (untuk bahan tertentu). Biasanya dalam tegangan-regangan di bawah elastisitas terdapat batas proposional. Ada juga yang mengasumsikan batas proposional sama dengan batas elastisitas. Batas elastisitas adalah batas dimana batas tegangan , bahan tidak kembali lagi ke bentuk semula setelah tegangan dihilangkan, akan tetapi benda akan mengalami deformasi tetap yang disebut permanent. C. Modulus Young Dalam menentukan hubungan tegangan dan regangan, penampang batas harus diketahui. Dengan demikian tegangan yang bekerja dapat ditentukan. D. Yield Point (Batas Linier) Jika benda yang bekerja pada batang uji diteruskan sampai di luar batas elastisitas akan terjadi secara tiba-tiba, perpanjangan permanen dari suatu bahan uji ini disebut Yield Point. Di mana tegangan meningkat sekalipun tidak ada peningkatan tegangan, tentu saja beban sebenarnya ketika terjadi mulur. Tetapi gejala mulur memang terjadi pada baja. E. Yield Strength Untuk beberapa logam non-ferro dan baja, yield point sukar diteliti. Oleh karena itu, kekuatan mulurnya biasanya ditetapkan dengan metode pergeseran. Metode ini berupa penarikan garis sejajar ke garis singgung awal kurva teganganregangan. Garis ini dimulai dari pergeseran sembarang besarnya 0,2 %. F. Pengecilan Penampang Pengecilan penampang terjadi di antara kekuatan maksimal dan kekuatan patah. Untuk baja, struktur kekuatan patah lebih besar dari kekuatan maksimal. Karena patah bahan meregang dengansangat cepat dan secara simultan bertambah kecil sehingga beban patah sebenarnya terdistribusikan sepanjang luas terkecil.

Bab 4 Sifat Material

88

Meterial Teknik

Kontraksi = G. Keuletan

Penampang awal penampang patah x 100% Penampang awal

Adalah besarnya tegangan plastis sampai perpatahan dan dapat dinyatakan dalam prosentase perpanjangan dan tidak berdimensi.
L1 L0 L = L0 L0

Apabila bahan uji dibebani, maka akan mengalami deformasi. Selama deformasi, beban akan menyerap energi akibat gaya yang bekerja sepanjang jarak deformasi. H. Regangan Patah Adalah sifat bahan yang akan diukur pada batang yang ditarik hingga patah, dinyatakan dengan :
A= L1 L0 x100% L0

Dimana: L0 = Panjang benda mula-mula L1 = Panjang benda setelah putus Uji tarik dimaksudkan untuk mengetahui : kekuatan maksimum logam : mak ( kg/mm yang bekerja pada logam tersebut. Regangan (%) yang dicapai dari logam sewaktu mendapat beban dari luar. Ketangguhan logam, dinilai dari dan Suatu pengujian logam/material yang ditarik sampai putus dengan maksud untuk mengetahui kekuatan logam/bahan terhadap beban tarik Batang uji tarik yang biasa dipakai merupakan sebuah batang yang bundar, dengan ujung-ujung tebal untuk pemasangan pada mesin tarik. Ditengah tegah batangnya (bagian yang lebih kecil) terdapat bagian pengukuran yang sebenarnya, dimana panjang pengukurannya dinyatakan dengan dua tanda pengenal. Panjang lo dari daerah ukur ini memepunyai perbandingan tertentu dengan diameter do dari batang itu. Yang banyak dipakai ialah perbandingan
lo = 10 atau 5; maka kita do
2

atau N/mm ) terhadap beban

berbicara tentang batang uji tarik dp10 dan dp5 (jadi ini selalu batang-batang uji tarik

Bab 4 Sifat Material

89

Meterial Teknik

bundar), lihat gambar 4.4. ini adalah perbandingan tetap yang paling banyak dipakai, tetapi ada juga yang lain-lainnya. Batang yang memenuhi syarat perbandingan tetap, kita sebut batang-batang uji tarik proporsional.

Gambar 4.40

Bentuk Batang Uji Tarik

Keterangan: Bila batang uji tarik itu tidak bundar, harus juga dibuat suatu angka regangan yang dapat dibandingkan. Diemikian bila pebandingan panjang dengan penampang dibuat konstan (tetap). Untuk batang bujur sangkar dan/ atau persegi panjang maka untuk batang dp10:lo = 11,3 Dan untuk batang dp 5:lo = 5,65 Ao Ao

Dimana Ao merupakan penampang asal.


4.1.6 Creep

Material teknik adalah semua jenis material yang perlu diproses utuk mengubah bentuk dan potensinya menjadi suatu produk yang dapat digunakan dalam teknik keperluan kehidupan orang dan masyarakat
(1)

. Salah satu jenis produk

material teknik digunakan sebagai pipa ketel uap merupakan suatu alat yang dapat menghasilkan tenaga listrik dengan mengubaha energi panas dalam bentuk gas atau uap menjadi energi listrik. Komponen utama yang digunakan merupakan satu kesatuan yang terdiri dari unit ketel uap, turbin dan generator listrik (rotor dan
Bab 4 Sifat Material 90

Meterial Teknik

stator). Ketel uap digunakan untk menghasilkan uap yang akan dipakai untuk memutar turbin, dan putaran ini diteruskan ke generator melalui rotor, sehingga menghasilkan tenaga listrik
(2)

. Jadi nampak bahwa ketel uap merupakan salah satu rata-rata beroperasi di atas 10 tahun

alat yang sangat vital untuk menghasilkan tenaga listrik. Hingga saat ini pembangkit listrik tenaga uap yang ada di Indonesia lamanya, sehingga membutuhkan evaluasi sisa umur. Pada unit ketel uap terdapat beberapa komponen yang tersusun menjadi satu kesatuan dalam bentuk pipa, mulai steam drum, ruang bakar (furnace/burner), superheater dan economezer. Pipa yang ada pada ketel uap merupakan komponen yang sangat vital, karena piapa tersebut digunakan sebagai wadah untuk mengalirkan uap atau cairan keseluruh sistem yang ada dengan suhu operasi berkisaar antara 250 o C hingga , hal ini sangat tergantung pada jenis material teknik yang digunakan. Pipa ketel uap yang digunakan pada pembangkit listrik tenaga uap umumnya dirancang sedemikian rupa sehingga umurnya diharapkan mencapai 300.000 jam operasi atau sekitar 34 tahun
(3,4,7)

.Semua pipa ketel uap dioperasikan pada suhu tinggi dan tentunya harus dalam

kondisi yang aman. Untuk menciptakan suatu keamanan dalam pengoperasian pembangkit listrik, harus dilakukan inspeksi seoptimal mungkin dan berdasarkan pedoman atau batasan-batasan pengoperasian yang telah dibuat atau didisain oleh produsen pembangkit tenaga listrik tersebut. Pipa ketel uap ini bila terinspeksi dengan baik, maka kerusakan yang terjadi dapat diketahui sedini mungkin, dan dengan mudah pipa tersebut dapat diganti sesuai ukuran dan spesifikasi teknisnya. Pipa ketel uap yang beroperasi pada suhu tinggi dalam jangka waktu yang lama dan akibat adanya faktor lingkungan korosif serta tekanan atau teganagn statis maupun dinamis, dapat menyebabkan kerusakan. Jenis-jenis kerusakan tersebut adalah kerusakan akibat creep, thermal fatigue, penipisan ketebalan akibat korosi, korosi retak tegang, korosi erosi, korosi kapitasi, oksidasi , decarburisasi, karburisasi, spherodisasi, dan lain-lain(5).

Pengkajian Sisa Umur dengan Uji Merusak

Pipa pada ketel uap beroperasi pada suhu tinggi dalam kurun waktu yang cukup lama dan sering meledak dan rusak tanpa diketahui dahulu penyebabnya. Ila telah terjasi ledakan atau kerusakan pada salah satu pipa, maka teknik pengkajian sisa umur dengan

Bab 4 Sifat Material

91

Meterial Teknik

cara merusak dapat dilakuan. Kerusakan akibat suhutinggi dalam kurunwaktu yang cukup lama, tanpa adanya kesalahan pengoperasian, biasanya terjadi akibat pengaruh creep atau mulur(5). Pipa terdeformassi secara kontinu dan perlahan-lahan dalam kurun waktu yang lama, apanila dibebani secara tetap. Laju regangan creep tergantung pada waktu dan suhu serta pembebanan yang konstan. Prosesn kerusakan akibat creepjuga dapat terjadi pada suhu rendah, akan tetapi yang sangat menyolok terjadi pada suhu tinggi atau mendekati suhu cair suatu material. Proses kerusakan creep pada material biasanya terjadi pada suhu tinggi yang berada pada 0.4 sampai 0.5 kali titik cair dalam derajat kerlvin atau biasanya dinyatakan 0.4 0.5 TM dan terjadi akibat adanya peregangan butiran atau struktur pada suhu tinggi dalam waktu yang lama pada kondisi pembebanan konstan. Ketika menyeleksi material untuk penggunaan pada temperatur tinggi, banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Diantaranya adalah biaya, seperti komponen manufaktur, density dari material ketika pengurangan berat diperlukan untuk aplikasi aerospace, ketahanan terhadap lingkungan dibawah kondisi normal dan kemampuan untuk menahan distorsi atau kerusakan selama pemakaian. Kekuatan material pada suhu tinggi akan menurun karena mobilitas atom bertambah dengan cepat apabila suhu naik, maka dapat dipahami bahwa proses yang dikontrol oleh difusi mempunyai pengaruh yang sangat berarti pada sifat mekanik suhu tinggi. Suhu tinggi juga mengakibatkan mobilitas dislokasi yang lebih besar, melalui mekanisme panjat (climb). Konsentrasi kekosongan atom dalam keadaan seimbang juga bertambah besar jika suhu naik, selain itu dengan naiknya suhu akan memungkinkan terjadinya deformasi pada batas butir. Suatu karakteristik penting dari kekuatan material pada suhu tinggi adalah keharusan untuk menyatakan kekuatan tersebut terhadap skala waktu tertentu. Untuk keperluan praktis, dianggap bahwa sifat-sifat tarik sebagian besar logam teknik pada suhu kamar tidak tergantung pada waktu. Akan tetapi pada suhu tinggi, kekuatan bahan sangat tergantung pada laju perubahan regangan dan waktu keberadaan pada suhu tinggi tersebut. Sejumlah logam pada keadaan demikian mempunyai perilaku seperti bahan-bahan viskoelastis. Logam yang diberi beban tarik tetap pada suhu tinggi akan mulur (creep) dan mengalami pertambahan yang tergantung pada waktu. Untuk membuktikan kurva mulur rekayasa suatu logam, maka benda tarik dikenakan beban tetap sedangkan suhu benda uji , regangan (perpanjangan) yang

Bab 4 Sifat Material

92

Meterial Teknik

terjadi ditentukan sebagai fungsi waktu. Walaupun prinsip pengukuran ketahanan mulur sangat sederhana, tetapi pada kenyataanya pengukuran tersebut memerlukan peralatan laboratorim yang banyak. Kurva pada gambar 1.2 merupakan bentuk kurva mulur ideal. Kemiringan pada kurva (d/dt) tersebut dinyatakan sebagai laju mulur. Mula-mula benda uji mengalami perpanjangan yang sangat cepat (0), kemudian laju mulur akan turun terhadap waktu hingga mencapai keadaan makin seimbang, dimana laju mulurnya mengalami perubaan yang kecil terhadap waktu. Pada tahap akhir, laju mulur bertambah besar secara cepat hingga terjadi patah. Oleh karena itu, merupakan hal yang wajar bahwa pembahasan kurva mulur ditinjau berdasarkan ketiga tahapan tersebut, yang sangat tergantung pada suhu dan tegangan yang digunakan. Terlihat pada gambar kurva, creep dapat dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama disebut sebagai primary creep, yaitu tahap dimana benda uji mengalami peningkatan regangan plastis dengan menurunnya laju regangan terhadap waktu. Hal ini terjadi karena adanya pembebanan awal. Laju creep akan berkurang pada akhir tahap ini karena terjadi penyusunan ulang cacat kristal dan merupakan awal dari tahap kedua. Tahap kedua creep atau secondary creep pada dasarnya adalah kondisi kesetimbangan antara mekanisme work hardening dan recovery. Benda uji tetap berada dibawah pembebanan dan tetap bertambah panjang, namun tidak secepat tahap pertama. Tahap ini bergantung pada temperatur dan tingkat pembebanan pada benda uji. Semakin besar beban dan semakin tinggi temperatur, pertambahan panjang dari benda uji akan semakin besar. Tahap akhir dari creep atau tertiary creep adalah pertambahan panjang benda uji secara cepat menuju perpatahan. Tahap ini merupakan hasil dari perubahan metalurgis dalam logam seperti pengkasaran partikel endapan, rekristalisasi atau perubahan difusi yang memungkinkan peningkatan deformasi secara cepat. Dalam tertiary creep terjadi pengurangsn luas penampang akibat adanya necking yang mengakibatkan bertambahnya tegangan dalam beban yang konstan, sehingga menambah peningkatan deformasi. Pada kondisi creep, patah akan terjadi bila creep strain telah mengakibatkan regangan mencapai 1 (strain pada saat putus). Karena creep rate akan meningkat dengan naiknya tegangan dan/atau temperatur, maka umur hidup atau masa kerja

Bab 4 Sifat Material

93

Meterial Teknik

sampai patah akan menurun bila tegangan dan/atau temperatur dinaikan, seperti terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.41 Kurva creep, perubahan regangan terhadap waktu

Metode Evaluasi Sisa Umur

Obyek penelitian adalah salah satu pipa secondary superheate yang terdapat pada unit pembangkit listrik tenaga uap yang telah beroperasi lama, berumur kurang leih 15 tahun. Berdasarkan data yang ada pada unit pembangkit listrik tenaga uap tersebut desain operasinya adalah sebagai berikut ; bahan pipa SA 213 T22, suhu disain 595 o C , tekanan 5 kg/cm2, diameter luar pipa 57,15 mm, tebal pipa 8,052 mm, jumlah start/stop ketel uap 22 dan pipa dialiri oleh uap kering. Metode penelitian yang dilakuakan untuk mengevaluasi sisa umur adalah dengan teknik uji merusak, hal ini dengan memotong pipa sepanjang 100 cm sebagai sample uji dan berjarak minimal 100 cmdari lokasi tempar terjadinya kebocoran, kemudian dibuat benda uji yang sesuai dengan standart mesin uji creep (gambar 2) dengan jumlah minimal 10 pcs dan pengambilan data yang dibutuhkan adalah suhu, dan beban pengujian. Sebelum pembebanan dilakukan, benda uji harus dipanaskan hingga mencapai suhu konstan selama 24 jam (sesuai standart ASTM E139-70), kurva yang dihasilkan dari pengujian ini adalah kura regangan ( ) vs waktu pengujian(t).

Bab 4 Sifat Material

94

Meterial Teknik

Gambar 4.42 Alat Uji Creep

Dari hasil pengujian creep, selanjutnya digunakan untuk menghitung sisa umur pipa yang masih terpasang pada pada ketel uap, karena sebenarnya pipa yang diuji pada awalnya bersamaan dipasang dengan pipa yang belum dipotong atau meledak, hanya saja karena faktor pemanasan yang tidak merata atau proses pengoperasian ketel uap yang kurang sempurnadan seringnya terjadi start-stop mengakibatkan salah satu atau beberapa dari pipa meledak/bocor sebelum mencapai umur disain dari pipa tersebut. Untuk memprediksi sisa umur pipa, salah satu cara yang terbaik atau yang sering digunakan adalah dengan menggunakan persamaan Larson-Miller Parametr (LMP). Dari persamaan ini dapat dengan mudah menghitung sisa umur pakai pipa, melalui kurva mster LMP vs log (tegangan). Khusus untuk baja feritik, bentuk
persamaannya adalah:

LMP = (T o C + 273)(20 + log t )10 3 Persamaan Larson-Miller parameter dikembangkan berdasarkan penjabaran lebih lanjut dari persamaan laju tipe Arthenius(4,5), yang menyatkan bahwa creep merupakan proses aktivasi tunggal yang terjadi pada suhu antara 0.4 0.5 TM, yaitu :

S = Ae
Bab 4 Sifat Material

Q RT

95

Meterial Teknik

Soal-soal Latihan

1. Uraikan apa yang dimaksud dengan sifat mekanik, fisik dan kimia material! 2. Mengapa sifat material harus diketahui oleh seorang perancang? 3. Uraikan Pengertian. dan cara/metode pemhujian kekerasan kekerasan! 4. Uraikan Pengertian. dan cara/metode pemhujian ketangguhan (impak)! 5. Uraikan Pengertian. dan cara/metode pemhujian Keausan (wear)! 6. Untuk mengetahui ketahanan material terhadap pembebanan siklus, maka saudara harus mengetahui sifat fatik dari material. Uraikan pengertian sifat fatik dan cara pengujiannya! 7. Uraikan Pengertian dan cara/metode pemhujian Creep! 8. Apa yang dimaksud dengan kekuatan tarik material? 9. Jika saudara mendapatkan material tanpa diketahui sifatnya, bagaimana cara menguji material tersebut?

Daftar Pustaka
1. Mangonon. P.L, 1999 . The Principles of materials Selection for Engineering Design, Printice-Hall International,Inc. Hal- 29 -81. 2. Smallman R.E. dan R.J. Bishop,1999. Metalurgi Fisik Moderen dan Rekayasa Material Erlangga. Jakarta. 3. Smith William F.,1999, Principles of Material Science and Enginering, Mc -Granhill Book Company, New York 4. Surdia Tata.,1989 Pengetahuan Bahan Teknik, PT. Pradian Paramita, Jakarta

Bab 4 Sifat Material

96

You might also like