You are on page 1of 50

KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wataala, karena berkat rahmat-Nya penulis bisa

menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan Kebidanan Pada Ny. E G1 P0 A0 dengan Preeklampsia Berat di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bandung . Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Praktik Klinik Kebidanan II. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Bandung, November 2012

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i DAFTAR ISI................................................................................................................................ ii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1 1.1 1.2 1.2.1 1.2.2 Latar Belakang .......................................................................................................... 1 Tujuan ....................................................................................................................... 2 Tujuan umum .................................................................................................... 2 Tujuan Khusus .................................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................... 3 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.1.7 2.7.2 2.8 2.8.1 2.8.2 Pengertian ................................................................................................................. 3 Klasifikasi .................................................................................................................. 4 Etiologi ....................................................................................................................... 5 Patofisiologi ............................................................................................................... 9 Gambaran Klinik ...................................................................................................... 11 Diagnosis ................................................................................................................. 12 Komplikasi ............................................................................................................... 14 Pada Ibu .......................................................................................................... 14 Pada Janin ...................................................................................................... 15 Penanganan ............................................................................................................ 15 Peran Bidan dalam Pengkajian dan Diagnosis ............................................... 15 Manajemen PEB ............................................................................................. 16

BAB III TINJAUAN KASUS ..................................................................................................... 22 BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................................................... 42 4.1 4.2 4.3 Pengkajian............................................................................................................... 42 Penegakan Diagnosa .............................................................................................. 42 Pengelolaan Persalinan .......................................................................................... 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................................... 47 5.1 5.2 Kesimpulan.............................................................................................................. 47 Saran ....................................................................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. iii

ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 15 % penyulit kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Menurut SDKI terdapat sebanyak 228 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu di Indonesia diantaranya disebabkan oleh Pendarahan 60%, toksemia gravidarum 20%, dan infeksi 20%. (SDKI,2010). Hipertensi disebabkan selain karena etiologi yang tidak jelas juga oleh perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medic dan system rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar dipahami oleh semua tenaga medik baik di pusat maupun di daerah (Sarwono, 2008) Preeklampsia terjadi pada 5-7% dari seluruh kehamilan. Trias diagnostiknya mencakuup hipertensi, proteinuri, dan edema. National High Blood Pressure Education Working Group baru saja merekomendasikan untuk meniadakan edema sebagai kriteria diagnostik karena kejadiannya seringkali ditemukan pada kehamilan normal. Frekuensi kejadian preeklampsia meningkat pada wanita muda dan nullipara. Akan tetapi distribusi frekuensinya berdasar usia bersifat bimodal, dengan peningkatan berikutnya pada wanita multipara dengan usia diatas 35 tahun. Pada wanita yang memiliki ibu dengan riwayat preeklampsia, resiko preeklampsia lebih besar dibandingkan dengan populasi wanita pada umumnya (Husnul Mubarak, 2009). Dari total 3.429 persalinan di RSUD kota Bandung pada tahun 2011, 230 kasus diantaranya adalah ibu bersalin dengan PEB, dan 3 kasus sampai menyebabkan kematian pada ibu. Peningkatan kejadian kematian akibat preeklampsia dan komplikasinya sampai saat ini penyebabnya belum diketahui secara pasti, sehingga belum ada kesepakatan dalam strategi pencegahan preeklampsia. Untuk itu, penulis tertarik untuk mendapatkan gambaran mengenai kasus tersebut di atas dengan melakukan asuhan pada ibu bersalin dengan preeklampsia berat.

1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan umum Melalukan Asuhan Kebidanan pada klien dengan Preeklampsia berat dengan pendekatan manajemen kebidanan dan mendokumentasikannya dalam bentuk SOAP. 1.2.2 Tujuan Khusus 1. Memahami konsep asuhan kebidanan pada preeclampsia berat. 2. Melakukan pengkajian data subjektif dan objektif fokus klien preeclampsia. 3. Interpretasi Data Dasar yang telah dikaji. 4. Menganalisa data untuk menentukan diagnosaaktual dan diagnosa potensial serta masalah potensial yang timbul pada ibu bersalin dengan preeclampsia berat. 5. Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan segera 6. Membuat rencana penatalaksanaan / asuhan yang menyeluruh 7. Melakukan asuhan kebidanan sesuai penatalaksanaan yang telah disusun 8. Melakukan evaluasi terhadap asuhan yang telah dilakukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Preeklampsia berat (PEB) adalah preeclampsia dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 5 g/24 jam. (Sarwono, 2008) Tanda dan gejala preeklampsia berat adalah tekanan diastol > 110 mmHg, terjadi pada kehamilan > 20 minggu, proteinurin >+3, hiperrefleksia, nyeri kepala, penglihatan kabur, oliguri, ngeri abdomen atas, dan edema paru (Saifuddin, 2010) Preeklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal. (Bobak , 2004). Pre eklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinnuria dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas. (Sujiyatini, 2009). Preeklampsia Berat ditandai dengan tekanan darah sistol/diastol lebih dari sama dengan 160/110 mmHg, protein urin lebih dari sama dengan +3, sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri epigastrium. Oliguri, trombositopenia, dan edema paru (Cunningham, 2010) Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang secara spesifik hanya muncul selama kehamilan dengan usia lebih dari 20 minggu (kecuali pada penyakit trofoblast) tidak dapat didiagnosis dengan criteria berikut : 1. Ada peningkatan tekanan darah selama kehamilan (sistol 140mmHg atau diastol 90mmHg), yang sebelumnya normal disertai proteinuria (> 0,3gr protein selama 24 jam atau 30mg/dl dengan hasil reagen urine +1). 2. Apabila hipertensi selama kehamilan muncul tanpa proteinuria, perlu dicurigai adanya preeclampsia seiring kemajuan kehamilan, jika muncul gejala nyeri kepala, gangguan penglihatan, nyeri pada abdomen, nilai trombosit rendah dan kadar enzim ginjal abnormal. Tanda-tanda dan gejala tersebut yang disertai tekanan darah sistolik >160mmHg atau diastolik >110mmHg dan proteinuria +2 atau +3 dengan dipstick menunjukkan bentuk penyakit yang lebih berat. (Myles Textbook).

2.2 Klasifikasi Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasaran Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressuse in Pregnancy tahun 2001, ialah: 1. Hipertensi Kronik Hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali di diagnosa setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca salin. 2. Preeklampsia Hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai proteinuria. 3. Eklampsia Preeclampsia yang disertai dengan kejang kejang dan atau koma. 4. Hipertensi kronik dengan Superimposed preeclampsia Hipertensi kronik disertai tanda tanda preeclampsia atau hipertensi kronik dengan proteinuria. 5. Hipertensi gestasional Disebut juga transient hypertension merupakan hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca salin atau kehamilan dengan tanda tanda preeklamsia tetapi tanpa proteinuria.

Preeklampsi sendiri di Klasifikasikan lagi menjadi: 1. Preeklampsia ringan Definisi: Suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel. Diagnosis Diagmosis preeklampsia ringan ditegakkab berdasar atas imbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu. Hipertensi sistolik/diastolik 140/90 mmHg. Kenaikan sistolik 30 mmHg dan kenaikan diastolik 15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria preeklampsia. Priteinuria: 300 mg/24 jam atau 1 + dipstik. Edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata. 5 2. Preeklampsia Berat

Definisi Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam.

Adapun klasifikasi Preeclampsia berat adalah : 1. preeclampsia berat tanpa impending eclampsia. 2. preeclampsia berat dengan impending eclampsia. Preeclampsia berat dengan disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah - muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah. (sarwono, 2008). 2.3 Etiologi Penyebab Hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah : 1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada sel-sel trofoblas yang ada di lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relative mengalami vasokontriksi, dan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta 2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel a. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas. Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis, dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas). Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima electron atau atom/molekul yang mempunyai electron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap

membran sel endotel pembuluh darah. Produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan

tubuh. Karena adanya radikal hidroksil dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut toxaemia. Radikal hidroksil akan merusak membrane sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membrane sel, juga akan merusak nucleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi anti oksidan. b. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan. Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, missal vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak. Peroksidan lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar diseuruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya yang langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak. c. Disfungsi sel endotel Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Disfungsi endotel misalnya: a. Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel, adalah memproduksi prostaglandin, sehingga terjadipenurunan produksi prostasiklin (PGE2) sebagai suatu vasodilator kuat. b. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel kerusakan. Agregasi sel-sel trombosit ini berfungsi untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit yang mengalami

memproduksi tromboksan (TXA2) sebagai suatu vasokonstroktor kuat. Dalam keadaan normal lebih perbandingan kadar kadar prostasiklin (vasodilator). dan Pada

tromboksan,akan

tinggi

prostasiklin

preeklamsi kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, dengan terjadi kenaikan tekanan darah. c. Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerular

endotheliosis).

d. Peningkatan permeabilitas kapiler. e. Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin dan penurunan Kadar NO(vasodilatator). f. Peningkatan faktor koagulasi.

3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut: a. Primigravida mempunyai risiko lebih besar mengalami hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida. b. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang sebelumnya. c. Seks oral mempunyai risiko lebih rentan terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Jika dihubungkan lamanya periode hubungan seks sampai saat terjadinya kehamilan dapat disimpulkan, makin lama periode ini maka makin kecil kejadian hipertensi dalam kehamilan. Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanyahasil konsepsi yang bersifat asing. Hasil ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respons imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu. Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, di samping untuk menghadapi sel Natural Killer. Pada plasenta pasien dengan hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya, HLA-G di desidua daerah plasenta menyebabkan

terhambatnya invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trivoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitikon, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan terjadi Immune-

Maladaption pada preeklamsi, ternyata mempunyai proposi Helper Sel yang lebih rendah disbanding pada normotensif. 4. Teori adaptasi kardiovaskular Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kehilangan daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasokonstriktor, dan terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-

bahan vasopresor. Artinya daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahanbahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi pada trimester I (pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.Pada kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa adanya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor (bahan yang menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin ini di kemudian hari ternyata adalah prostasiklin. 5. Teori defisiensi gizi Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian penting yang pernah dilakukan di inggris ialah penelitian tentang pengaruh diet pada preeklampsia beberapa waktu sebelum pecahnya Perang Dunia ke II. Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang menimbulkan kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati halibut dapat mengurangi risiko preeclampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokontriksi pembuluh darah. Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah preeklamsi. Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan mungkin dapat dipakai sebagai alternative pemberian aspirin. Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya preeklamsi/eklamsia. Penelitian di Negara Equador Andes dengan metode uji klinik ganda tersamar dengan mebandingkan pemberian kalsium dan placebo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus yang mengalami preeklamsi adalah 14% sedang diberi glukosa 17%. 6. Teori inflamasi Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal,

jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga msih dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, dimana pada preeklampsia terjadi peningkatan stresoksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stress oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi inflamsi pada kehamilan normal. Respons inflamasi ini akan mengaktifasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejalagejala pada preeklampsia pada ibu. Redman, menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklamsi akibat produksi debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut di atas, mengakibatkan aktivasi leukosit yang sangat tinggi pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh Redman disebut sebagai kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravascular pada kehamilan yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh. 7. Teori Genetik Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklamsi, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklamsi, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia.

2.4 Patofisiologi Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan

iskemia (Cunningham, 2003). Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intravaskular,

meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan

hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim (Michael, 2005).

Perubahan pada organ-organ: A. Perubahan kardiovaskuler Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru (Cunningham, 2003) B. Metabolisme air dan elektrolit Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklampsia dan eklampsia daripada pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal (Trijatmo, 2005 ). C. Mata Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan tanda preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina (Rustam, 1998). D. Otak Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan (Trijatmo, 2005). E. Uterus

10

Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus prematur. F. Paru-paru Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru (Rustam, 1998). 2.5 Gambaran Klinik Gambaran klinik preeklampsia bervariasi luas dan sangat bervariasi luas dan sangat individual. Kadang-kadang sukar untuk menentukan gejala preeklampsia mana yang timbul lebih dulu. Secara teoritik urutan gejala-gejala yang timbul pada preeklampsia ialah edema, hipertensi, dan terakhir proteinuria; sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam urtan diatas dapat dianggap bukan preeklampsia. Dari semua gejala tersebut, timbulnya hipertensi dan proteinuria merupakan gejala yang sangat penting. Namun, sanyangnya penserita sering kali tidak merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepal, gangguan penglihatan, atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut.

11

2.6 Diagnosis Gejala dan tanda yang selalu ada Tekanan diastolik 90 mmHg pada kehamilan 20 minggu Tekanan diastolik mmHg Proteinuria <+ 2 90-110 Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada Diagnosis kemungkinan Hipertensi kronik Hipertensi kronik dengan superimpossed preeklamsia ringan

Tekanan diastolik 90-110 mmHg (2 kali pengukuran dengan berjarak 4 jam) pada kehamilan 20 minggu atau 48 jam setelah kehamilan Proteinuria (negatif) Tekanan diastolik 90-110 mmHg (2 kali pengukuran dengan berjarak 4 jam) pada kehamilan 20 minggu Proteinuria sampai +2

Hiperrtensi kehamilan

dalam

Preeklamsia ringan

Tekanan diastolik 90-110 mmHg pada kehamilan 20 minggu Proteinuria +3 Kejang Tekanan diastolik 90 mmHg pada kehamilan 20 minggu Proteinuria + 2

Hiperrefleksia Nyeri kepala (tidak hilang dengan analgetik biasa) Penglihatan kabur Oliguria (400 ml / 24 jam) Nyeri abdomen atas (epigastrium) Edeama paru Koma Sama seperti preeklamsia berat

Preeklamsia berat

Eklamsi

Buku Panduan Praktis Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, saifudin, 2002

12

Preeklampsia digolongkan PEB bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut. 1. Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg. Tekanan darah tidak akan menurun meskipun ibu sudah dirawat di RS dan sudah menjalani tirah baring. 2. Proteinuria > 5 g / 24 jam atau +4 dalam pemeriksaan kualitatif. 3. Oliguria, yaitu produksi urin < 500 cc / 24 jam. 4. Kenaikan kadar kreatini plasma. 5. Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan pandangan kabur. 6. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya kapsula Glisson). 7. Edema paru-paru dan sianosis. 8. Hemolisis mikroangiopatik. 9. Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat. 10. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin dan aspirate aminotransferase. 11. Pertumbuhan janin intra uterin terhambat. 12. Sindrom HELLP.

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan tambahan ynag diperlukan untuk penegakan diagnosa adalah: Darah rutin Eritrosit Leukosit Trombosis Hb LED

Fungsi hati SGOT/SGPT Bilirubin Protein serum Aspartat aminotransferase

Fungsi Ginjal Ureum kreatinin

Rontgen atau CT_scan otak : untuk mengetahui sudah terdapat edema atau tidak.

13

2.7 Komplikasi Komplikasi terberat dari pre-eklamsi adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi di bawah ini biasanya terjadi pada pre-eklamsi berat : 1. Solusio plasenta Biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklamsi. 2. Hipofibrinogenemia 3. Hemolisis Penderita dengan pre-eklamsi berat kadang akan menunjukkan gejala klinis hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui pasti apakah hal ini merupakan kerusakan sel-sel hepar atau destruksi sel-sel darah. 4. Kelainan mata Kehilangan penglihatan untuk sementara dapat berlangsung selama seminggu. Kadang-kadang dapat terjadi perdarahan pada retina, hal ini merupakan tanda gawat akan terjadi apopleksi serebri 5. Edema paru-paru. 6. Dapat terjadi karena adanya payah jantung 7. Nekrosis hepar Nekrosis periportal hepar pada pre-eklamsi dan eklamsi merupakan akibat dari vasospasme arteriola sistemik 8. Sindrom HELLP (Haemolysis, Elevated Liver enzymes, and Low Platelet) 9. Kelainan ginjal Berupa endoteliosis glomerulus, yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotel tubulus ginjal tanpa adanya kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul adalah anuria sampai dengan gagal ginjal 10. Prematuritas (karena berkurangnya aliran darah ke plasenta), dismaturitas, dan kematian janin intra uterin. Menurut sarwono prawirohardjo, penyulit yang mungkin terjadi pada pasien maupun janin dengan ibu preeclampsia berat adalah: 2.7.1 Pada Ibu a. Sistem saraf pusat Perdarahan intracranial, thrombosis vena sentral, hipertensi ensefalopati, edema serebri, edema retina, macular atau retina detachment dan kebutaan korteks b. Gastrointestinal hepatic : rupture kapsul hepar

14

c.

Ginjal

: gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut : DIC, trombositopenia

d. Hematologi

e. Kardiopulmonal : edema paru kardiogenik, depresi atau arrest pernafasan, kardiak arrest, iskemia miokardium f. Asites

g. Oedema laring h. Hipertensi yang tidak terkendali 2.7.2 Pada Janin a. Perdarahan intracranial, thrombosis vena sentral, hipertensi ensefalopati b. Intrauterine fetal growth restriction (IUGR) c. Prematuritas

d. Sindroma distress nafas e. Kematian janin intrauterine (IUFD) f. Sepsis

g. Cerebral palsy

2.8 Penanganan 2.8.1 Peran Bidan dalam Pengkajian dan Diagnosis Gangguan hipertensif cenderung tidak dapat dicegah sehingga deteksi dini dan penatalaksanaan yang tepat dapat meminimalkan keparahan penyakit tersebut (Decker and sibai, 2001). Standar asuhan antenatal yang tinggi berperan dalam

mempertahankan kesehatan yang optimal. Bidan berada dalam posisi unik untuk mengidentifikasi mereka yang rentan terhadap pre-eklampsia. Pengkajian riwayat kesehatan yang komprehensif saat pemeriksaan pertama akan mengidentifikasi : 1. Keadaan sosial yang buruk atau kemiskinan yang dapat menghambat ibu dalam

melakukan pemeriksaan rutin antenatal 2. 3. 4. 5. 6. Usia dan paritas ibu Primipaternitas dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pasangan Adanya riwayat gangguan hipertensif dalam keluarga Riwayat preeklamsi terdahulu Adanya gangguan medis lain misalnya penyakit ginjal, diabetes dan gangguan

tromboembolisme. Pada pemeriksaan berikutnya bidan harus mencatat semua faktor risiko yang terkait dengan kehamilan seperti kehamilan kembar. Dua gambaran utama preeklamsia yaitu

15

hipertensi dan proteinuria dikaji secara rutin selama kehamilan, diagnosis biasanya ditetapkan berdasarkan peningkatan tekanan darah dan adanya proteinuri setelah usia gestasi 20 minggu.

2.8.2 Manajemen PEB Manajemen PEB sama halnya dengan manajemen PER, dibagi menjadi dua unsure: A. Sikap terhadap penyakitnya yaitu: pemberian obat obatan atau terapi medisinalis. Pengelolaan mencakup pencegahan kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan supportif terhadap penyulit organ yang terlibat dan saat yang tepat untuk persalinan. Obat anti kejang yang diberikan adalah MgSO4. Contoh obat-obat lain yang dapat digunakan untuk anti kejang adalah diazepam, fenitoin. MgSO4 bekerja menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin (penghantar rangsangan saraf) dengan menghambat transmisi neuromuscular. Transmisi Neuromuskular tersebut membutuhkan kalsium pada sinaps. MgSO4 menggeser kalsium , sehingga tidak ada aliran rangsangan. Kalsium dan magnesium tersebut bersifat kompetitif dan harus seimbang dalam tubuh. Kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat MgSO4. MgSO4 tersebut tidak menimbulkan depresi susunan syaraf pusat ibu dan janin dengan mempertahankan aliran darah ke uterus dan aliran darah ke fetus. MgSO4 juga memiliki efek antihipertensi.

Cara pemberian MgSO4 : A. Loading dose 2 gram MgSO4 intravena (40% dalam 10 cc) kecepatan 1 g/menit (kemasan 40% dalam 25 cc larutan MgSO4), 4 g di bokong kiri dan 4 g di bokong kanan B. Maintenance dose Diberikan 4 g im setelah 6 jam pemberian loading dose. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 g Im tiap 6 jam. (Sarwono, 2008:547)

Syarat pemberian MgSO4 1. Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu Kalsium Glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc) diberikan iv selama 3 menit 2. Refleks patella (+) kuat 3. Frekuensi pernapasan > 16 kali per menit

16

4. Produksi urin >100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kg BB/jam)

MgSO4 dihentikan bila Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks

fisiologismenurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnyadapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot

pernapasankarena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter.Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEqterjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian jantung. Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat: a. b. Hentikan pemberian magnesium sulfat Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV dalamwaktu 3 menit. c. d. e. Berikan oksigen Lakukan pernapasan buatan. Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 24 jam pasca persalinan sudahterjadi perbaikan (normotensif).

Diuretikum diberikan bila ada 1. Edema paru 2. Payah jantung kongestif 3. Edema anasarka

Antihipertensi diberikan bila a. Tekanan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik > 110 mmHg b. Obat antihipertensi yang diberikan nifedipin 3 x 10 mg. c. Kardiotonik diberikan bila ada tanda menjurus payah jantung. Jenis kardiotonika yang diberikan ialah Cedilanid d. Perawatan dilakukan bersama dengan bagian penyakit jantung.

B. Sikap terhadap kehamilannya yaitu: Berdasarkan William Obstetrics, Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala gejala preeclampsia berat selama perawatan, maka sikap terhadap kehamilannya dibagi menjadi: 1. Aktif (Aggressive management) yang berarti kehamilan segera diakhiri atau diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.

17

Indikasi perawatan aktif ialah: a. Ibu c. Umur kehamilan 37 minggu. Lockwood dan Paidas mengambil batasan > 37 minggu untuk PER dan 37 minggu untuk PEB. Adanya tanda dan gejala Impending Eclampsia Kegagalan terapi pada perawatan konservatif yaitu keadaan klinik dan laboratorik memburuk Diduga terjadi solusio plasenta Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan.s Adanya tanda tanda fetal distress Adanya tanda tanda Intra Uterine Growth retriction (IUGR) NST non reaktif dengan profil biofisik abnormal Terjadinya oligohidramnion Adanya tanda tanda HELLPs Syndrome khususnya penurunan trombosit yang cepat Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan berdasarkan keadaan obstetrik pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum. 2. Konservatife (expectative management) yang berarti kehamilan tetap

b. Janin

Laboratorik

dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa. Indikasi perawatan konservatif adalah bila kehamilan preterm 37 minggu tanpa disertai Impending eclampsia dengan keadaan janin baik. Pengobatan yang diberikan sama dengan medikamentosa pada pengelolaan aktif. Selama perawatan konservatif, sikap terhadap kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi, sama seperti pengelolaan aktif namun kehamilan tidak diterminasi.Magnesium Sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda tanda preeclampsia ringan (PER), selambat lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan kehamilan harus di terminasi. Klien dapat dipulangkan bila penderita kembali ke gejala gejala PER. a. Penyulit Ibu System saraf pusat Perdarahan intracranial, thrombosis vena, hipertensi ensefalopati, edema selebri, edema retina, macular atau retina detachment dan kebutaan korteks.

18

Gastrointestinal hepatik : subskapular hematoma hepar, rupture kapsula hepar. Ginjal: gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut. Hematologic: DIC, trombositopenia dan hematoma luka operasi. Kardiopulmonar: edema paru kardiogenik atau nonkardiogenik, depresi atau arrest pernafasan, kardiak arrest, iskemia miokardium. Lain lain: asites, edema laring, hipertensi yang tidak terkendali.

b. Penyulit Janin Intrauterine fetal growth retriction (IUGR), solusio plasenta, prematuritas, sindroma distress napas, intra uterine fetal death (IUFD), kematian neonatal akibat perdarahan intraventrikular, necrotizing enterocolitis, sepsis, cerebral palsy, dll. Di ruang bersalin RSUD kota Bandung sendiri, Setiap pasien PEB harus menjalani rawat inap di rumah sakit dan mendapat terapi antikonvulsan profilaksis, dengan pemantauan ketat terhadap keadaan ibu dan janinnya dan dilakukan terminasi kehamilan.

19

Penanganan PEB berdasarkan prosedur tetap PEB RSUD kota Bandung No Dokumen No. Revisi Halaman Tanggal terbit : 02.01.01.341 : 00 :13 : 01 11 2010 PEB adalah keadaan meningkatnya tekanan darah 160/110 mmHg pada seorang wanita hamil > 22 minggu disertai adanya proteinuria Untuk memberikan terapi pada pasien PEB sehingga mencegah terjadinya kejang Setiap pasien PEB harus menjalani rawat inap di rumah sakit dan mendapat terapi antikonvulsan profilaksis, dengan pemantauan ketat terhadap keadaan ibu dan janinnya dan dilakukan terminasi kehamilan 1. Pasien datang untuk memeriksakan kehamilannya di poliklinik antenatal. 2. Lakukan anamnesis lengkap meliputi paripatas, riwayat haid, riwayat obstetric yang lalu, riwayat hipertensi sesudah dan sebelum kehamilan, nyeri ulu hati dan nyeri kepala. 3. Lakukan pemeriksaan fisik lengkap untuk mengetahui keadaan umum ibu, tinggi fundus uteri, keadaan dan letak janin serta adanya kontraksi rahim. 4. Lakukan pemeriksaaan penunjang USG untuk memastikan umur kehamilan, keadaan janin dan plasenta. 5. Lakukan pemeriksaan laboratorium darah (Hb, L, PN, trombosit) fungsi ginjal (ureum, kreatinin) 6. Setelah diagnosis PEB ditegakan, jelaskan pada pasien dan keluarganya tentang keadaan kehamilannya serta penyulit yang mungkin timbul. Pastikan pasien dan keluarganya mengerti tentang hal yang dijelaskan serta beritahu bahwa pasien harus dirawat inap di rumah sakit. 7. Pasang infuse jaga dan kateter 8. Berikan terapi antikonvulsan MgSO4 20% 4 gram IV perlahan dilanjutkan maintenance therapy MgSO4 40% 10 gram dalam larutan 500 ml 16 17 gtt/menit 9. Bila tekanan darah 180/110 mmHg, berikan terapi antihipertensi sublingual / peroral, nifedivin obat terpilih 3 x 10 mg 10. Lakukan pemantauan ketat terhadap ibu dan janin 11. Bila kehamilan preterm atau aterm lakukan induksi persalinan dengan memerhatikan keadaan ibu dan janin serta keadaan serviks 12. Apabila induksi tidak berhasil, dilakukan secsio caesarea Dokter spesialis obstetric dan ginekologi Dokter spesialis anak Bidan poli antenatal Bidan ruang bersalin Perawat ruang nifas Perawat perinatologi

PENGERTIAN TUJUAN KEBIJAKAN

PROSEDUR

UNIT TERKAIT

Sumber: Standar Prosedur Operasional RSUD Kota Bandung, 2010

20

ALUR PEMBERIAN MgSO4 PADA PASIEN PEB DAN EKLAMPSIA DI RSUD KOTA BANDUNG

REGIMEN IV MgSO4 PADA PEB DAN EKLAMPSIA

LOADING DOSE:

MgSO4 20% (4 gram) / 20 cc IV

IV perlahan tidak kurang dari 5 menit. Sebaiknya 10 15 menit

MAINTENANCE THERAPI

MgSO4 40% (10 gr) / 25 cc dalam 500 cc normal salin, IV infuse. Kecepatan tetesan 1 gram/jam (16 17 gtt / menit

Dilanjutkan sampai 24 jam setelah kejang terakhir atau persalinan. Dosis ulangan kejang berulang 2 gr MgSO4 IV perlahan selama 5 menit.

21

BAB III TINJAUAN KASUS

DOKUMENTASI ASUHAN KEBIDANAN

No. Registrasi Tanggal Jam Tempat Pengkajian Nama Pengkaji

: 614064 : 08 11 - 2012 : 10.00 WIB : Ruang VK RSUD Kota Bandung : Rina Desi Ratnasari

A. Data Subjektif A. Identitas Istri Nama Umur Agama Suku Pendidikan Pekerjaan Alamat No. Kontak Ny. E. G. 26 tahun Islam Sunda SMA Tidak Bekerja Ranca Sawo 089656xxxxxx Suami Tn. N 26 tahun Islam Sunda SMA Karyawan Swasta

B. Keluhan: ibu merasa hamil 9 bulan, mengeluh mulas mulas sejak 6 jam yang lalu. Ibu mengaku sudah keluar lendir campur darah dari jalan lahir dan belum keluar air air. Ibu mengatakan sakit kepala dan bidan sudah memberikan obat penurun tekanan darah. C. Riwayat kehamilan sekarang a. Status b. HPHT c. TP : G1 P0 A0 : 03 02 2012 : 10 11 2012 : 39 40 minggu : Terasa seperti biasanya : di bidan sebanyak 10 kali. Hasil pemeriksaan menunjukkan terjadi sejak usia kehamilan 36 37 minggu dan

d. Usia kehamilan e. Gerakan janin f. Riwayat ANC

kenaikan tekanan darah

22

terdapat protein urin +3 dan mengalami penurunan menjadi +1 saat diukur 1 minggu kemudian. Ibu sering sakit kepala dan bengkak di kaki.

D. Riwayat Kesehatan Ibu mengalami tekanan darah tinggi sejak kehamilan 8 bulan. Selain itu ibu tidak pernah mengalami penyakit lain seperti Jantung, Diabetes, Ginjal, TBC, Asma, alergi, infeksi kelamin, dll. Ibu juga mengaku memiliki penyakit keturunan Hiepertensi dari ibu kandung, dan tidak ada riwayat keturunan penyakit lain seperti Jantung, Diabetes, Asma, dll. Ibu juga mengatakan memiliki riwayat gemeli dari pihak ibu sendiri. E. Pemenuhan kebutuhan dasar a. Makan terakhir b. Minum terakhir c. Eliminasi : jam 06.30 WIB. Ibu hanya makan bubur. : 5 menit yang lalu. : ibu BAB terakhir 5 hari yang lalu dan untuk BAK ibu di : ibu mengaku kurang tidur karena merasa mulas mulas

pasang selang kencing (Dower Cateter). Jumlah urin dalam urine bag: 100 cc. d. Istirahat sejak semalam.

B. Data Objektif Ibu datang ke UGD RSUD Kota Bandung jam 09. 20 WIB dirujuk dari bidan D dengan alasan Preeklampsi berat (hipertensi disertai protein urin +2). Hasil pemeriksaan di UGD TD 120/90 mmHg, TFU 32 cm dan BJA 142 x / menit. Hasil pemeriksaan dalam v/v tidak ada kelainan, portio tipis lunak, pembukaan 2 3 cm, ketuban (+) presentasi kepala, penurunan kepala di statsion 0. Pemeriksaan lab protein urin +2. Ibu di diagnose G1 P0 A0 parturient aterm kala 1 fase laten dengan PEB. Tindakkan yang sudah diberikan di UGD adalah therapy loading dose MgSO4 20%, maintenance dose RL + MgSO4 40% dan pemasangan kateter.

Pengkajian jam 10.00 WIB A. Keadaan Umum B. Tanda Vital : baik, kesadaran Compos Mentis. : Tekanan darah Nadi Respirasi Suhu C. Mata D. Abdomen : 130 / 110 mmHg : 87 x / menit : 22 x / menit : 36,6 C
o

: Sklera putih dan konjungtiva merah muda. :

23

Inspeksi : tidak terdapat luka bekas operasi. Palpasi TFU Leopold I Leopold II : 35 cm : teraba lunak, agak bundar dan tidak melenting. (Bokong). : teraba tahanan besar di sebelah kiri ibu dan teraba bagian kecil di

sebelah kanan ibu (Puki). Leopold III : teraba keras, bundar dan tidak melenting. (kepala) sudah masuk PAP. Leopold IV : sejajar Perlimaan : 2/5 DJJ His TBJ : 149 x / menit. Regular. : 3 x dalam 10 menit selama 20 - 40 detik. : (35 12) x 155 = 3565 gram.

E. Ekstremitas a. Atas : tidak terdapat oedema. Terpasang infus RL + MgSO4 20% pada tangan kiri dengan kecepatan 16 gtt / menit. b. Bawah : terdapat Oedema + / +, tidak ada varises F. Genetalia Tidak dilakukan pemeriksaan dalam karena sebelumnya sudah diperiksa di UGD dan masih fase laten. G. Pemeriksaan penunjang Protein urin +2

III. ANALISA G1 PO A0 inpartu kala 1 fase laten dengan PEB, janin hidup Antisipasi Diagnosa potensial: antisipasi terjadinya Eklampsia dan gawat janin. Kebutuhan : kolaborasi dengan dokter

IV. PENATALAKSANAAN 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan Ev: ibu mengerti penjelasan tersebut. 2. Kolaborasi dengan dokter untuk rencana pengelolaan pasien Ev: infuse dan kateter, metildopa 3 x 250 mg, MgSO4, R/ partus pervaginam dan observasi KU, BJA dan TTV 3. Memantau tetesan infuse Maintenance dose MgSO4 40 %, kecepatan tetesan 16 gtt/menit

24

4. Pemeriksaan DJJ Ev: DJJ terpantau normal dan reguler. 5. Menganjurkan ibu agar miring kiri Ev: ibu dapat melakukannya. 6. Memberikan pain relief lalu mengajarkannya pada keluarga untuk melakukannya. Ev: ibu merasa lebih nyaman. 7. Observasi DJJ, His dan nadi ibu setiap 1 jam Ev: terpantau dalam batas normal Waktu 10.00 DJJ 149x/menit; regular 10.30 150 x/menit; regular 11.00 144 x/menit; regular 11.30 138 x/menit; regular His 3 x/10 menit, 20 40 detik 3 x/10 menit, 20 40 detik 3 x/10 menit, > 40 detik 3 x/10 menit, > 40 detik 87 x/menit 23x/menit 88 x/menit 22x/menit 84 x/menit 22x/menit Nadi 87x/menit Respirasi 20x/menit Urine -

25

KALA I FASE AKTIFJAM 11.40 WIB I. DATA SUBJEKTIF Ibu merasa mulas yang semakin sering, kuat dan teratur. Ibu merasa ingin mengedan. II. DATA OBJEKTIF a. Keadaan umum: baik, kesadaran Vompos Mentis b. TTV c. : TD: 130/100 mmHg N: 87 x / menit R: 20 x / menit S: 36,6 C
0

Pemeriksaan dalam jam 11.40 WIB Terpasang DC, Vulva / vagina tidak ada kelainan, terdapat pengeluaran lender campur darah dari jalan lahir. Portio tipis lunak, pembukaan 6 7 cm, ketuban +, presentasi kepala, penurunan kepala station 0, ubun ubun kecil di kiri depan. Tidak teraba molase.

d. DJJ e. His

: 149 x / menit ; Reguler : 3 x 10 menit ; > 40 detik

III. ANALISA G1 P0 A0 Inpartu aterm kala I fase aktif dengan PEB, janin hidup. Antisipasi Diagnosa potensial: antisipasi terjadinya Eklampsia dan gawat janin. Kebutuhan : kolaborasi dengan dokter

IV. PENATALAKSANAAN 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga bahwa ibu belum boleh mengedan. Ev: ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan. 2. Pemantauan input cairan dan output cairan. Ev: urin berwarna kekuningan. Jumlah 100 cc. 3. Memantau tetesan infuse Maintenan dose MgSO4 40 % Ev: kecepatan tetesan 16 gtt / menit 4. Menganjurkan ibu agar miring kiri Ev: ibu dapat melakukannya. 5. Menganjurkan keluarga untuk melakukan pain relief. Ev: ibu merasa lebih nyaman. 6. Observasi DJJ, His dan nadi , respirasi, urin dan reflex patella setiap 30 menit Ev: hasil dalam batas normal. Terlampir pada partograf

26

KALA II JAM 14.10 WIB I. DATA SUBJEKTIF ibu mengeluh merasa sangat mulas seperti akan BAB dan tidak kuat ingin mengedan. II. DATA OBJEKTIF Inspeksi: terdapat Dorongan meneran, tekanan pada anus, perineum menonjol, vulva dan anus membuka. Pemeriksaan Dalam: Vulva / vagina tidak ada kelainan, portio tidak teraba, pembukaan 10 cm, ketuban +, presentasi kepala, penurunan di hodge IV, station +1, ubun ubun kecil di anterior, tidak teraba molase. a. DJJ b. His III. ANALISA G1 P0 A0 Inpartu aterm kala II dengan PEB, janin hidup. Antisipasi Diagnosa potensial: antisipasi terjadinya Eklampsia dan gawat janin. Kebutuhan : kolaborasi dengan dokter : 138 x / menit ; reguler : 4 x / 10 menit selama > 40 detik.

IV.

PENATALAKSANAAN 1. Mepersiapkan alat dan mempersiapkan diri 2. jam 14.10 WIB, Melakukan amniotomi. Ev: cairan ketuban hijau 3. Memantau tetesan infuse Maintenan dose MgSO4 40 % Ev: kecepatan tetesan 16 gtt / menit 4. Melakukan pemeriksaan DJJ Ev: DJJ 130 x / menit; Reguler 5. Memberitahu ibu bahwa ibu sudah boleh mengedan. Ev: ibu mengerti dan mengedan saat ada mulas. 6. Mengajarkan cara mengedan yang efektif Ev: ibu sulit mengikuti 7. Jam 11.40 WIB Melakukan pimpinan persalinan. Ev: bayi tidak lahir setelah ibu dipimpin selama 60 menit 8. Menganjurkan ibu untuk miring kiri dan istirahat Ev: ibu dapat melakukannya 9. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi ibu Ev: ibu hanya mau minum teh manis 10. Pemantauan ketat DJJ Ev: DJJ normal dan Reguler

27

11. Melakukan pimpinan persalinan kembali setelah ibu istirahat selama 20 menit Ev: bayi belum lahir setelah ibu dipimpin mengedan selama 10 menit. 12. Kolaborasi tindakan persalinan dengan obgyn. Ev: lakukan tindakan Vacum extraksi atas indikasi waktu 13. Informed consent untuk tindakkan Vacum extraksi pada ibu dan keluarga Ev: ibu dan keluarga setuju dilakukan tindakkan vacuum extraksi 14. Menyiapkan alat VE dan persiapan episiotomi Ev: dilakukan 15. Membantu dokter melakukan VE. Ev: bayi lahir jam 16.05 WIB dngan lilitan tali pusat dan tidak langsung menangis. 16. Melakukan pemotong tali pusat dan penanganan awal BBL. Ev: bayi menangis spontan.

KALA III 16.05 WIB I. DATA SUBJEKTIF Ibu masih merasa sedikit mulas II. DATA OBJEKTIF TFU Sepusat dan teraba keras. Tidak ada janin kedua serta kandung kemih kosong. III. ANALISA P1 A0 kala III dengan PEB Antisipasi Diagnosa potensial: antisipasi terjadinya Eklampsia Kebutuhan : kolaborasi dengan dokter

IV.

PENATALAKSANAAN 1. Memantau tetesan infuse Maintenan dose MgSO4 40 % Ev: kecepatan tetesan 16 gtt / menit 2. Menjelaskan hasil pemeriksaan dan Memberitahukan ibu akan disuntiks Ev: menyuntikan oksitosin 10 IU secara IM di anterolateral paha kanan ibu. 3. Melakukan penegangan tali pusat terkendali. Ev: tampak tali pusat memanjang 4. Membantu melahirkan plasenta Ev: Jam 16.20 WIB plasenta lahir spontan 5. Melakukan masase fundus uteri Ev: kontraksi uterus baik 6. Mengecek kelengkapan plasenta Ev: selaput dan kotiledon lengkap

28

KALA IV I. DATA SUBJEKTIF Ibu merasa lelah namun senang setelah berhasil melahirkan. II. DATA OBJEKTIF A. Keadaan umum : baik, kesadaran compos mentis B. Kontraksi uterus C. TFU D. Kandung kemih E. Genetalia robekan portio. F. Ekstremitas atas : terpasang infuse RL + MgSO4 ditangan kiri : baik : sepusat : kosong, urin yang tertampung dalam urin bag 200 cc : tampak luka episiotomy, perdarahan aktif dan tampak

III.

ANALISA P1 A0 kala IV dengan PEB dan laserasi perineum derajat 2 Antisipasi Diagnose potensial: antisipasi eklampsia dan perdarahan. Kebutuhan : Kolaborasi dokter

IV.

PENATALAKSANAAN 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan Ev: ibu mengerti dengan penjelasan tersebut 2. Pemasangan infuse RL di tangan kanan ibu. Ev: infuse terpasang dengan tetesan cepat 3. Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk penjahitan portio Ev: perdarahan dari portio berhenti. 4. Memberikan anestesi lidokain 1% pada perineum Ev: ibu tidak merasakan sakit saat di cek dengan ujung jarum 5. Menjahit luka perineum Ev: perdarahan berhenti 6. Memeriksakontraksi uterus Ev: kontraksi uterus baik 7. Mengajarkan ibu cara masase fundus uteri Ev: ibu mengerti dan dapat melakukannya 8. Membersihkan ibu dan membantu ibu mengganti pakaian Ev: ibu merasa lebih nyaman. 9. Menganjurkan keluarga untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan hidrasi ibu Ev: keluarga mengerti 10. Memeriksa tetesan MgSO4

29

Ev: MgSO4 40 % dengan kecepatan 16 gtt / menit 11. Monitoring intake dan output cairan Ev: ibu minum 250 ml dan urin yang tertampung 200 cc 12. Observasi kala IV Ev: hasil terlampir pada partograf

30

ASUHAN POST PARTUM 1 HARI No Register Hari/tanggal Waktu Pemberian Asuhan Tempat Pengkajian Nama Pengkaji : 614064 : Jumat, 09 November 2012 : 10.30 WIB : R. Nifas RSUD Kota Bandung : Rina Desi Ratnasari

I.

DATA SUBJEKTIF A. Keluhan : ibu tidak merasakan keluhan apapun B. Riwayat Persalinan a. Tempat b. Tanggal / Jam c. Jenis : R. bersalin RSUD kota Bandung : 08 11 2012 / 16.05 WIB : persalinan dengan alat bantu Vakum atas indikasi waktu. : Dokter : PEB

d. Penolong e. Penyulit f.

Keadaan bayi saat lahir: bayi perempuan lahir tidk langsung menangis, BB 3420 gram dan PB: 52 cm.

C. Aktivitas sehari - hari a. Nutrisi : ibu terakhir makan jam 07.00 WIB, ibu menghabiskan porsi

makannya dan mengaku nafsu makannya sudah kembali. b. Hidrasi c. Istirahat : ibu minum 1 Liter. : kurang karena semalam ibu demam. : BAK : ibu dipasang kateter, urin yang tertampung berwarna

d. Eliminasi

kekuningan, urin sedikit karena ibu baru membuangnya. Ibu belum BAB sejak 6 hari yang lalu. e. Aktivitas D. Riwayat Laktasi ibu baru dirawat gabung dengan bayinya dan baru 1 kali menyusui. II. DATA OBJEKTIF A. Keadaan umum : Baik, Kesadaran Compos mentis : ibu masih belum berani banyak bergerak.

B. Pemeriksaan tanda-tanda vital TD : 120/70 mmHg N R S : 78 x/menit : 21 x/menit : 36,9 C


0

C. Wajah : tidak pucat dan tidak ada oedema

31

D. Mata E. Payudara

: sklera berwarna putih dan konjungtiva merah muda : Simetris, tidak terdapat retraksi atau dimpling, puting menonjol,

putting kanan sedikit lecet, terdapat pengeluaran kolostrum, tidakteraba masa atau benjolan pada kedua payudara. F. Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi baik dan diastasis recti 2 jari

sempit. Kandung kemih kosong. G. Genitalia a. vulva b. Lokhea c. : : tidak ada varices dan tanda-tandaIMS : Rubra

Perdarahan : 50 cc. : baik, tidak terdapat oedema. : tidak ada oedema, lengan kiri terpasang infus RL+ MgSO4

d. keadaan luka H. Ekstremitas atas

(maintenance dose), lengan kanan terpasang infus RL 500 cc + oksitosin 20 IU. I. III. Ekstremitas bawah: terdapat oedema dan varices

ANALISA P1 A0 postpartum 1 hari dengan PEB Antisipasi Diagnose potensial: antisipasi terjadinya Eklampsia dan infeksi puerpuralis Masalah : ibu malas untuk mobilisasi

Antisipasi segera: motivasi ibu untuk mobilisasi dini. IV. PENATALAKSANAAN 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan Ev: ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan. 2. Memotivasi ibu untuk ambulasi dini Ev: ibu mengerti namun takut jika jahitan lepas jika bergerak. 3. Menjelaskan bahwa jahitan tidak akan lepas karena ibu bergerak. Ev: ibu mengerti 4. Memeriksa tetesan MgSO4 Ev: MgSO4 40 % dengan kecepatan 16 gtt / menit 5. Mengajarkan posisi menyusui yang baik dan konseling ASI eksklusif Ev: dapat megaplikasikannya 6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotic Ev: ibu diberikan metronidazole dengan tetesan cepat 7. Menganjurkan agar ibu ikut tidur saat bayi tidur Ev: ibu mengerti kebutuhannya 8. Kontrak waktu untuk home visit Ev: ibu bersedia dikunjungi, kapan pun.

32

ASUHAN BBL 1 HARI No Register Hari/tanggal Waktu Pemberian Asuhan Tempat Pengkajian Nama Pengkaji I. DATA SUBJEKTIF A. Identitas Bayi Nama Usia Tanggal / jam lahir Jenis kelamin Anak ke By. Ny. Eka 1 hari 08 11 2012 / 16.05 WIB Perempuan 1 : 614064 : jumat, 09 November 2012 : 11.00 WIB : R. Nifas RSUD Kota Bandung : Rina Desi Ratnasari

B. Riwayat antenatal a. Masa gestasi b. Riwayat ANC c. Penyulit : 39 40 minggu : di bidan. Ibu rutin periksa. : ibu mengalami sakit kepala hebat dan bengkak dikaki.

Selain itu tekanan darah ibu naik. d. Konsumsi obat C. Riwayat intranatal a. Tempat b. Jenis c. Penolong : R. bersalin RSUD kota Bandung : persalinan dengan alat bantu Vakum atas indikasi waktu. : Dokter : persalinan lama, ibu sulit mengedan : tablet besi dan kalk dari bidan.

d. Penyulit

e. Keadaan bayi saat lahir: bayi perempuan lahir tidak langsung menangis, BB 3420 gram dan PB: 52 cm. f. IMD tidak dilakukan

D. Factor neonatal Bayi lahir dengan bantuan VE, tidak langsung menangis, menangis setelah dikeringkan. Bayi tidak mengalami kelainan apapun. E. Factor lingkungan Ibu mengaku tinggal bersama kakaknya, 7 orang dalam 1 rumah. Terdapat ventilasi udara dan cahaya mata hari dapat masuk. Ibu mengatakan jauh dari sumber bising dan polusi, sumber air ada dan bersih. F. Factor genetic

33

Ibu mengaku tidak ada riwayat penyakit keturunan, selain iti tidak ada riwayat cacat fisik dan mental. G. Riwayat gizi Bayi diberi susu formula pada hari pertama di ruang anak. Ibu berencana memberikan asi eksklusif. H. Eliminasi Ibu mengatakkan bayi sudah BAB dan BAK. II. DATA OBJEKTIF A. Keadaan umum a. Ukuran keseluruhan : proporsional, ukuran kepala lebih besar dari bagian tubuh lainnya. b. Warna kulit/Warna bibir c. : kemerahan

Tonus otot / tingkat aktivitas: aktif

d. Badan, ekstremitas : tidak ada kelainan, gerakan aktif e. Tangis bayi B. Tanda tanda vital a. BJA b. Respirasi c. Suhu : 138 x / menit; reguler : 80 x / menit : 38,8 C
0

: normal, tidak merintih

C. Antropometri a. BB b. PB c. LK : 3420 gram : 52 cm : 33 cm : ubun ubun teraba datar lunak. Sutura teraba, tidak terdapat

D. Kepala

molase, caput dan chepal hematom. E. Mata : sclera putih, konjungtiva merah muda. Tidak terdapat

pembengkakkan dan pengeluaran pus. F. Telinga secret. G. Hidung : simetris, tidak terdapat pernapasan cuing dan tidak ada : simetris, ujung telinga sejajar mata. Tidak terdapat pengeluaran

pengeluaran secret. H. Mulut : bibir kemerahan, tidak terdapat labio schizis dan labio pallato

schizis. Rooting, sucking dan swallowing reflex +. I. Leher + J. Bahu, lengan dan tangan: tidak ada kelainan. Gerakan aktif graspsing reflex + : tidak ada pembesaran kelenjar, tidak teraba masa, tonicneck reflex

34

K. Dada L. Abdomen

: tidak terdapat retraksi. : tidak terdapat distensi, teraba lunak saat bayi tidak menangis,

tidak ada perdarahan tali pusat. M. Punggung N. Kaki O. Genetalia uretra. P. Anus : terdapat lubang anus. ; teraba datar. : tidak ada kelainan, gerakan aktif. Babisky reflex + : labia mayor menutupi labia minor. Terdapat lubang vagina dan

Q. System syaraf : morro reflex +

III.

ANALISA Neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan usia 1 hari dengan demam. Antisipasi Diagnose potensial: antisipasi demam dan kejang Kebutuhan : kolaborsi dengan bagian perinatologi.

IV.

PENATALAKSANAAN 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga. Ev: ibu mengerti dan khawatir 2. Kolaborasi dengan dokter Ev: rawat bayi di ruangan perinatologi 3. Informed consent kepada ibu dan keluarga agar bayi dirawat di ruang anak agar bisa diobservasi secara ketat Ev: ibu dan keluarga setuju 4. Memberikan dukungan kepada ibu dan keluarga Ev: ibu yakin bayinya akan segera pulih 5. memfasilitasi skin to skin kontak antara ibu dan bayi. Ev: bayi tenang dan mau menyusu. 6. Konseling tanda bahaya pada BBL seperti letargis, bayi tidak mau menyusu, suhu terlalu panas atau terlalu dingin, kulit kekuningan atau kebiruan, gangguan gastrointestinal, dll. Ev: ibu mengerti dengan penjelasan tersebut.

35

LAPORAN POST PARTUM 16 HARI No Register Hari/tanggal Waktu Pemberian Asuhan Tempat Pengkajian Nama Pengkaji : 614064 : Sabtu, 24 November 2012 : 17.30 WIB : Rumah Klien : Rina Desi Ratnasari

I.

DATA SUBJEKTIF A. Keluhan utama Ibu mengatakan tidak ada keluhan apapun, masih terdapat sedikit pengeluaran darah dari jalan lahir, berwarna putih agak merah muda. B. Riwayat Psikososial a. Respon suami dan keluarga : baik, senang dengan keberadaanbayi b. Bayi dirawat oleh ibu sendiri dan dibantu oleh keluarga (ibu klien) C. Rencana Kontrasepsi a. Jenis Kontrasepsi yang akan dipakai:IUD b. Alasan ikut ber-KB :ingin mengatur jarak kehamilan dan

membatasi jumlah anak, Waktu pemakaian : setelah 40 hari masa nifas, karena saat melahirkan ibu tidak jadi langsung dipasang IUD karena ibu mengalami perdarahan karena robekan portio. D. Rencana hamil lagi c. Ibu mengaku masih trauma dengan persalinan kemarin, namun ibu mengaku berencana memiliki dua anak. E. Aktifitas sehari-hari a. Pola nutrisi dan hidrasi i. Makan : ibu makan 3 x/hari, porsi makan sedang, jenismakanan ikan, nasi, sayur, telur, ibu tidak dipantang makan makanan apapun. ii. Minum : ibu mengatakan sering sekali minum karena mudah merasa haus terutama bila sudah menyusui, minum > 8 gelas/hari b. Pola istirahat dan tidur i. Tidur siang : ibu mengatakan jarang tidur siang karena jarang

mengantuk. Tidak ada pantangan untuk tidur siang. ii. Tidur malam : ibu mengatakan tidur malam kurangkarena bayinya sering

terbangun dimalam hari c. Pola eliminasi

36

i.

BAK keluhan

: ibu mengatakan BAK 5 6 x/hari, volume urinebanyak, tidak ada

ii.

BAB

: ibu mengatakan BAB 1x/hari, tidak adakeluhan menyusui : dalam sehari ibu sering

d. Frekuensi

sekalimenyusuibayinya,>8x/hari, ASI keluar banyak, tidak ada keluhan saat menyusui e. Beban kerja : ringan f. Olahraga :ibu mengatakan tidak berolahraga semenjak setelah melahirkan

II.

Data Objektif A. Keadaan umum: baik, Kesadaran Compos mentis B. Pemeriksaan tanda-tanda vital a. TD : 120/80 mmHg b. N c. R : 79x/menit : 20x/menit : 36,7 C : tidak oedem, tidak pucat : Sklera putih, Konjungtiva merah muda : Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening : bentuk simetris, puting tidak teraba massa/benjolan dikedua
0

d. S C. Muka D. Mata E. Leher

F. Payudara

payudara, puting menonjol, ASI (+) G. Abdomen : tidak terdapat luka bekas operasi, TFU : fundus uteri sudah tidak

teraba, diastasis recti 1 jari sempit. H. Genitalia a. Vulva/vagina b. Lochea c. I. Perineum :tidak ada kelainan :berwarna putih pink, jumlahlochea yang keluar sedikit : luka jahitan kering, tidak terdapat puspada luka jahitan

Ekstremitas a. Atas b. Bawah : tidak oedem : tidak oedem dan varises. Homans sign negatif

III.

ANALISA P1 A0 post partum 16 hari

IV.

PENATALAKSANAAN 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan Ev: ibu mengerti penjelasan tersebut 2. Menganjurkan agar ibu ikut tidur saat bayi tidur

37

Ev: ibu mengerti 3. Menjelaskan tentang kontrasepsi IUD Ev: ibu mantap memilih kontrasepsi IUD 4. Konseling tentang ASI eksklusif dan memotivasi ibu agar tetap memberikan ASI secara on demand Ev: ibu ingin memberikan ASI eksklusif walauun bayi sudah sempat diberi susu formula saat di rawat. 5. Melakukan perawatan payudara Ev: ibu merasa nyaman dan mengerti cara melakukan perawatan payudara 6. Mengajarkan cara perawatan perineum dan cara cebok yang benar yaitu dari arah depan ke belakang Ev: ibu mengerti dan mau mempraktikannya 7. Mengingatkan ibu untuk ber-KB pada hari ke 40. Ev: ibu mengerti dan bersedia

38

LAPORAN ASUHAN BBL 16 HARI No Register Hari/tanggal Waktu Pemberian Asuhan Tempat Pengkajian Nama Pengkaji I. DATA SUBJEKTIF A. Identitas bayi a. Nama b. Umur c. Tanggal / waktu : By. V : 16 hari : 08 11 2012 / 16.05 WIB : Perempuan :1 : 614064 : Sabtu, 24 November 2012 : 17.30 WIB : Rumah Klien : Rina Desi Ratnasari

d. Jenis kelamin e. Anak ke B. Keluhan

Ibu mengatakan tidak ada keluhan apapun pada bayinya C. Faktor Lingkungan Ibu tinggal bersama suami,kakak dan ibu kandungnya.. Rumah jauh dari pabrik dan tempat pembuangan sampah. Sumber air diperoleh dari sumur Rumah berada dikawasan cukup padat. Ventilasi udara dan pencahayaan cukup. D. Kebutuhan Sehari-hari a. Pemberian makan: Bayi hanya diberi ASI. Ibu menyusui tiap 3 jam 1 kali atau setiap bayi menangis. b. Eliminasi : bayi rutin BAB, namun hari ini belum BAB. Bayi sering BAK. II. DATA OBJEKTIF A. Keadaan umum a. Ukuran keseluruhan :proporsional, ukuran kepala lebih besar dari bagian tubuh lainnya. b. Warna kulit/Warna bibir: kemerahan c. Tonus otot / tingkat aktivitas: aktif

d. Badan, ekstremitas : tidak ada kelainan, gerakan aktif e. Tangis bayi B. Tanda tanda vital a. BJA b. Respirasi c. Suhu : 135 x / menit; reguler : 55 x / menit : 36, 4 C
0

: normal, tidak merintih

C. Antropometri

39

a. BB b. PB c. LK

: 3700 gram : 52,5 cm : 35 cm ; ubun ubun teraba datar lunak. Sutura teraba, tidak terdapat

D. Kepala

molase, caput dan chepal hematom. E. Mata : sclera putih, konjungtiva merah muda. Tidak terdapat

pembengkakkan dan pengeluaran pus. F. Telinga : simetris, ujung telinga sejajar mata. Tidak terdapat pengeluaran secret. G. Hidung : simetris, tidak terdapat pernapasan cuing dan tidak ada

pengeluaran secret. H. Mulut : bibir kemerahan, tidak terdapat labio schizis dan labio pallato

schizis. Rooting, sucking dan swallowing reflex +. I. Leher + J. Bahu, lengan dan tangan: tidak ada kelainan. Gerakan aktif graspsing reflex + : tidak terdapat retraksi. : tidak terdapat distensi, teraba lunak saat bayi tidak menangis, tali : tidak ada pembesaran kelenjar, tidak teraba masa, tonic neck reflex

K. Dada L. Abdomen

pusat sudah puput. Ibu menaruh kassa berisi uang logam di tali pusat bayi. M. Punggung N. Kaki O. Genetalia uretra. P. Anus : terdapat lubang anus. Bayi belum BAB hari ini. ; teraba datar. : tidak ada kelainan, gerakan aktif. Babisky + : labia mayor menutupi labia minor. Terdapat lubang vagina dan

Q. System syaraf : morro reflex + III. ANALISA Bayi cukup bulan sesuai masa kehamilan usia 16 hari. IV. PENATALAKSANAAN 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga Ev: ibu mengerti 2. Konseling pentingnya ASI eksklusif dan pemberian yang on demand Ev: ibu mengerti 3. Konseling agar ibu tidak memakaikan gurita terlalu kencang Ev: ibu baru tahu hal tersebut dapat menghabat pernafasan bayi. 4. Konseling agar ibu tidak menyimpan koin di pusar bayi Ev: ibu mengerti

40

5. Konseling tanda bahaya pada bayi baru lahir yaitu: letargi, suhu terlalu panas / dingin, kulit kekuningan atau kebiruan, bayi sulit atau tidak mau menyusu, gangguan gastrointestinal, kejang, dll Ev: ibu mengerti dengan penjelasan tersebut 6. Konseling tentang imunisasi Ev: ibu berencana membawa bayi imunisasi di bidan.

41

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengkajian Pengkajian data subjektif dan objektif merupakan hal yang harus dilakukan agar kita dapat melakukan penegakkan diagnose dan tepatnya pengelolaan pasien. Pada kasus PEB data focus yang harus dikumpulkan oleh bidan meliputi factor predisposisi seperti umur maternal, keluhan seperti nyeri kepala, pandangan kabur atau berkunang kunang, dan nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, riwayat obstetric untuk mengetahui kehamilan yang keberapa dan adanya riwayat preeclampsia pada kehamilan sebelumnya, riwayat kesehatan sekarang, khususnya hipertensi sebelumnya yang diderita pasien dan kapan pertama kalinya ibu mengalamai hipertensi, riwayat kesehatan keluarga seperti hipertensi dan riwayat preeclampsia pada ibu kandung ataupun ibu mertua. Sama halnya dengan data subjektif, data objektif dan pemeri8ksaan diagnostic juga penting dikaji terutama data focus seperti keadaan umum pasien, tanda tanda vital, terutama tekanan darah, nyeri tekan pada kuadran kanan atas, reflex patella dan pemeriksaan diagnostic protein urine. Pada kasus ini pengkaji melakukan pengkajian data subjektif dan objektif terfocus. Dari identitas ibu terlihat bahwa ibu dalam rentang reproduksi sehat, dilihat dari keluhan ibu saat datang, data focusnya adalah ibu mengatakan nyeri kepala. Dilihat dari riwayat obstetriknya, ini merupakan kehamilan pertama ibu dan ibu mengalami kenaikan tekanan darah saat usia kehamilan 36 37 minggu disertai protein urin +3 dan seminggu kemudian menjadi +1. Dari riwayat kesehatan ibu tidak mengalami hipertensi sebelumnya, ibu memiliki riwayat hipertensi dari ibu kandung dan tidak memiliki riwayat keturunan preeclampsia dari ibu kandung maupun ibu suami. Dalam pengkajian data objektif ditemukan kenaikan tekanan darah sejak dikelola dari bidan disertai proteinuria +2. Dalam praktiknya pengkaji melakukan kelalaian karena tidak melakukan

pemeriksaan reflex patella yang sebenarnya sangat menunjang penegakkan diagnose. apakah ibu mengalami hiperrefleks atau tidak. 4.2 Interpretasi Data Pada langkah ini dilakukan interpretasi data yang benar terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan di interpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik. Masalah sering berkaitan dengan pengalaman wanita yang di identifikasikan oleh bidan. Masalah ini sering menyertai diagnosa.

42

Pada kasus ini, berdasarkan data yang sudah terkumpul saat persalinan masalah tidak muncul, namun ketika pasien 1 hari post partum muncul masalah yaitu ibu masih merasa belum berani banyak bergerak karena kekhawatirannya terhadap luka jahitannya. Perasaan takut tidak termasuk dalam kategori nomenklatur standar diagnosa tetapi tentu akan menciptakan suatu masalah yang membutuhkan pengkajian lebih lanjut dan memerlukan suatu perencanaan untuk mengurangi rasa takut tersebut. Pengkaji sendiri memberikan motivasi kepada ibu untuk melakukan mobilisasi dini agar ibu cepat pulih dan merasa lebih sehat. 4.3 Mengidentifikasi Diagnosa atau masalah potensial Pada langkah ini bidan dapat mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien, bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa atu masalah potensial benarbenar terjadi Diagnosa sendiri ditegakkan untuk membantu dalam penentuan diagnosa potensial yang mungkin terjadi serta untuk melakukan antisipasi masalah serta rencana asuhan pada pasien. Berdasarkan data subjektif dan objektif yang terkaji dalam kasus tersebut diatas diagnosa yang dapat ditegakkan adalah pasien dalam keadaan Inpartu aterm dengan PEB. Penegakkan diagnose sesuai dengan teori yang sebelumnya sudah dibahas. Adapun Diagnosa potensial yang dapat terjadi pada kasus tersebut adalah eklampsia dan hipoksia intrauterine yang selanjutnya dapat menyebabkan fetal distress namun dengan manajemen yang sesuai dengan protap hal tersebut tidak terjadi pasien.

43

4.4 Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera. Langkah keempat mencerminkan kesinambunagan dari proses manajemen

kebidanan. Data baru perlu dikumpulkan dan dievaluasi setiap ada kontak antara pasien dengan petugas. Beberapa data mungkin mengindikasikan situasi yang gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu atau anak. Dalam kasus ini bidan di BPS sudah dapat melakukan tindakan terbaik dalam mengelola pasien npartu yang mengalami Preeklampsia berat dengan berbagai komplikasi yang mungkin terjadi yaitu dengan melakukan rujukan tepat waktu ke RSUD kota Bandung sebagai fasilitas kesehatan yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan kasus tersebut. Data yang dikumpulkan dapat menunjukan satu situasi yang memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus menunggu intervensi dari seorang dokter, misalnya pada kasus ini adalah pengelolaan hipertensi, pengelolaan persalinan, penjahitan portio, pemberian antibiotic, dan penanganan demam pada neonatus. Situasi lainya bisa saja tidak merupakan kegawatan tetapi memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter. 4.5 Merencanakan Asuhan yang menyeluruh Pada langkah ini direncanakan asuahan yang menyeluruh ditentukan oleh langkahlangkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini informasi/ data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya apakah diberikan penyuluhan, konseling, dan apakah merujuk klien bila ada masalah-masalah yg berkaitan dengan sosial ekonomi,kultur atau masalah psikologis. Dalam kasus ini rencana asuhan telah dibuat berdasarkan hasil kolaborasi bidan dengan dokter terkait. 4.6 Penatalaksanaan PEB Berdasarkan kebijakan di RSUD kota Bandung semua pengelolaan PEB aktif tanpa memandang usia kehamilan. Secara sistematis penanganan yang telah dilakukan bidan dalam kasus diatas, yaitu: 1. Masa Antenatal

44

Pelayanan antenatal yang bermutu pada hakekatnya merupakan suatu pelayanan medik dasar yang sangat strategis dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan ibu hamil dan janin yang dikandungnya. Untuk mencapai keinginan tersebut perlu selalu diperhatikan akses terhadap pelayanan yang dapat dijangkau oleh ibu dan keluarganya. Disamping itu kualitas pelayanan harus tetap dijaga agar terjadi kesinambungan pemeriksaan antenatal. Berdasarkan kebijakan program pelayanan antenatal sebaiknya paling sedikit dilakukan 4 kali, dengan ketentuan waktu minimal 1 kali pada trimester 1 (K1), satu kali pada trimester 2 (K2) dan 2 kali pada trimester 3 (K3 dan K4). Namun apabila terdapat kelainan atau penyulit kehamilan seperti mual, muntah, keracunan kehamilan, perdarahan, kelainan letak, dll maka frekuensi pemeriksaan disesuaikan dengan kebutuhan. Adapun dalam pelaksanaan operasionalnya dikenal standar minimal pelayanan antenatal yaitu 7T: Timbang BB, ukur Tekanan Darah, ukur tinggi fundus uteri, imunisasi TT lengkap, pemberian tablet Fe minimal 90 tablet, test penyakit menular, dan telewicara atau konseling. Pada kasus, pasien telah mendapatkan pelayanan antenatal sampai K4. Pemeriksaan proteinuria yang dilakukan oleh bidan dilakukan ketika ada indikasi tekanan sistol dan diastole ibu meningkat. Idealnya protein urin diperiksa saat kunjungan awal pasien dan saat usia kehamilan 20 minggu untuk kepentingan deteksi dini preeclampsia. Setelah bidan mendeteksi adanya ketidaknormalan tekanan darah dan ditemukan protein urin, bidan tetap mengelola pasien untuk melakukan antenatal care di BPSnya. Padahal berdasarkan Permenkes No 1464 Tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, dikatakan bahwa bidan pasal 10 ayat 2 B dikatakan bahwa bidan berwenang memberikan pelayanan antenatal pada kehamilan normal.

2. Rujukan Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas masalah kesehatan masyarakat dan kasus-kasus penyakit yang dilakukan secara timbal balik secara vertikal maupun horizontal meliputi sarana, rujukan teknologi, rujukan tenaga ahli, rujukan operasional, rujukan kasus, rujukan ilmu pengetahuan dan rujukan bahan pemeriksaan laboratorium(permenkes 922/2008). Sistem Rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab, timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal atau horizontal, dalam arti dari unit

45

yang berkemampuan kurang ke unit yang lebih mampu (draft peraturan gubernur jawa barat, 2011) Dalam proses rujukan kasus diatas, bidan melakukan rujukan tepat waktu. Yaitu rujukan yang dilakukan setelah adanya gawat darurat obtetri adanya kenaikan tekanan darah disertai protein urin +1, sebenarnya dalam kasus ini, bidan sudah mendeteksi adanya ketidaknormalan tekanan darah dan protein urin sejak usia kehamilan ibu 36 37 minggu, seharusnya bidan melakukan rujukan terencana / rujukan dini berencana (RDB) yaitu rujukan pada ibu dengan resiko tinggi yang direncanakan atau disiapkan jauh sebelum hari persalinan oleh tenaga kesehatan, ibu hamil dan keluarganya ke PKM PONED atau RS PONEK dengan tujuan pengendalian, pencegahan proaktif antisifatif terhadap prediksi penyulit persalinan, persiapan biaya, transportasi serta persalinan yang aman untuk ibu dan bayinya. Pada saat merujuk bidan tidak mendampingi pasien. Antisipasi diagnosa potensial dianggap kurang karena bidan tidak memasang infus jaga. 3. Pengelolaan di RS Secara keseluruhan penatalaksanaan Preeklampsia berat di Rumah sakit dibedakan atas Aggressive management dan konservatif atau expectative

management. Di RSUD kota bandung sendiri penanganan pada setiap pasien PEB adalah harus menjalani rawat inap di rumah sakit dan mendapat terapi antikonvulsan profilaksis, dengan pemantauan ketat terhadap keadaan ibu dan janinnya dan dilakukan terminasi kehamilan (prosedur tetap RSUD kota Bandung, 2010). Dapat disimpulkan bahwa penanganan pasien ini sudah sesuai dengan protap yang berlaku. Namun pengkaji menemukan adanya ketidaksesuaian pemberian antihipertensi dimana pada protap dikatakan bahwa nifedivin adalah obat terpilih namun dokter memberikan obat metildopa. Namun salah satu sumber mengatakan bahwa metildopa adalah antihipertensi golongan 2-agonis sentral yang aman bagi kehamilan. Pasien dengan PEB harus terus di follow up sampai 24 jam post partum karena masih ada kemungkinan terjadinya eklampsia postpartum. Pada kasus sendiri maintenance therapy MgSO4 40% dilanjutkan dengan observasi TTV dan pemeriksaan protein urin. Protein urin pasien pada PP 1 hari adalah trace.pasien dipulangkan dengan kondisi TD terakhir 130/100 mmHg dan protein urin +1. Ketika dilakukan home visit pada PP 16 hari, Tekanan darah pasien 120/80 mmHg, dan pengkaji tidak melakukan pemeriksaan protein urin.

46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pada kasus ini pengkajian data subjektif maupun data objektif sudah cukup menunjang untuk penegakkan diagnose preeklamsia berat. Sehingga dapat dilakukan interpretasi data dan Analisa untuk menentukan diagnose actual dan potensial. Penatalaksanaan disesuaikan dengan protap yang berlaku di RSUD kota Bandung dan berkolaborasi dengan dokter dengan tujuan untuk memberikan terapi pada pasien PEB sehingga mencegah terjadinya kejang. Penatalaksanaan lainnya dilakukan sesuai kebutuhan pasien. Evaluasi dilakukan pada setiap penatalaksanaan yang dilakukan. 5.2 Saran 1. Diharapkan pelayanan di Ruang VK RSUD kota Bandung yang sudah baik dapat tetap selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan terbaru agar dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas. 2. Diharapkan bidan selalu termotivasi untuk terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya, khususnya tentang kasus obsetri dan kegawatdaruratan. 3. Pihak Rumah sakit diharapkan dapat memenuhi fasilitas alat yang dibutuhkan untuk memudahkan tindakan. Seperti infuse pam untuk memudahkan dalam pemberian dosis MgSO4. 4. Dalam Pedoman penanganan PEB RSUD kota Bandung ada baiknya dicantumkan keharusan untuk melakukan observasi tanda tanda keracunan MgSO4 sehingga semua petugas selalu melakukan observasi tersebut. 5. Bagi mahasiswa yang melakukan asuhan kebidanan diharapkan dapat

meningkatkan keterampilan dan pengetahuan agar dapat memberikan asuhan dengan cepat dan tepat. Selain itu mahasiswa diharapkan memiliki inisiatif memberikan asuhan yang sesuai dengan teori ketika rutinitas tersebut tidak dilakukan di ruangan.

47

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermik, jansen. 2004. Buku Ajar keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC Boyle, Maureen. 2007. Buku Saku Bidan Kedaruratan Dalam Persalinan. Jakarta: EGC Cunningham F G., et al. 2010. Williams Obstetrics 23rd Ed. McGraw-Hill, Medical Publishing Division Depkes RI, 2007. Pedoman Pelayanan Antenatal. Jakarta. Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika M. Fraser, Diane dan Margaret A. Cooper. 2009. Myles Buku Ajar Bidan Edisi 14. EGC : Jakarta Prosedur tetap preeclampsia berat di RSUD Kota Bandung, 2010. Saifudin A B., 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Sarwono Prawirohardjo. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Star, L Winifred. 2001. Ambulatory Obstetric Third Edition. UCSF Nursing Press: USA Sujiyatini, dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta: Nuha Medika Suparyanto, Pre-eklampsi kehamilan. http://dr-suparyanto.blogspot.com/2012/06/preeklamsi-kehamilan.html. 13 November 2012. 07.33 Yeyeh, Rukiyah. 2010. Asuhan Kebidanan 4 (Patologi). Jakarta: CV Trans Info Media

iii

You might also like