You are on page 1of 8

Menggagas Pemahaman

Terminologis Kata Arab dalam al-


Qura> n

Kitab suci adalah pedoman hidup. Konsekuensinya, kitab suci harus disampaikan
melalui bahasa, sebagai medium komunikasi, yang dapat dipahami. Konsekeunsi lain dari
pandangan ini ialah bahwa membaca kitab suci seharusnya dimaksudkan terutama untuk
menemukan petunjuk. Umat Islam tidak berkeberatan terhadap teori mengenai kitab suci
ini, namun demikian penerimaan ini tidak tercerminkan di dalam sikap hidup sehari-hari.
Kitab suci masih dihadapi sebagai kitab yang sulit dipahami secara pemahaman praktis,
dan membacanya bukan untuk maksud menemukan petunjuk. Di lingkungan jamaah
kaum muslimin, tidak ditemukan kitab al-Qura>n dengan terjemahan praktis dan bahasa
operasional sehari-hari. Bagi penulis ini merupakan tugas besar yang seharusnya menjadi
tagihan para ulama dan pakar Islam, yaitu menyediakan apa yang sesungguhnya
dibutuhkan oleh umat awam. Fakta yang ada justru sebaliknya, orang awam menjadi
kategori bagi mereka yang tidak memiliki akses langsung terhadap kitab suci mereka
sendiri. Dengan ungkapan lain, para ulama memiliki hegemoni yang terlalu kuat terhadap
apa yang disebut pemahaman yang benar mengenai agama.
Kebutuhan terhadap tafsir qura>n dengan pemahaman operasional tampaknya
akan menjadi trend model tafsir di masa yang akan datang. Makalah ini mendiskusikan
gagasan penulis mengenai salah satu dari sekian banyak konsep dalam al-Qura>ny yang
dapat dimasukkan ke dalam kategori perlu dipikirkan kembali pemahaman
operasionalnya, yaitu terma arab dan beberapa turunannya dalam al-Qura>n.
Signifikasi dan pemahaman sebagai problem tafsir kitab suci
Dalam bukunya, Biblical Hermeneutics or The Art of Scripture Interpretation,
George Frederic Seiler, D.D., menyebutkan beberapa prinsip penafsiran kitab suci, yang
antara lain, pertama ialah bahwa tujuan kaum moralis ialah menyampaikan kebenaran.
Kebenaran hanya bias digali dengan Akal, dan harus diungkapkan atau dijelaskan dengan
Kata-kata. Sebagai konsekuensinya, semua tulisan, termasuk kitab suci harus dijelaskan
sejalan dengan akal.
1
Prinsip ini menegaskan bahwa informasi atau pesan yang
dikandung oleh ayat harus terutama dapat dipahami dan diterima akal. Konsekuensi logis

1
Seiler, George Frederic , Biblical Hermeneutics or The Art of Scripture Interpretation, terjemahan The Rev. William Wright, LL.
D., (London: Frederick Westley and A. H. Davis, 1835), hal. 31.

dari prinsip kitab suci seperti ialah bahwa tidak boleh ada ayat yang tak-terpahami dan
tak dapa ditangkap kebenarannya dengan akal.
Kedua, penggunaan kata-kata itu bisa universal atau particular. Dalam bahasa
percakapan atau pun bahasa tulisan formal, juga ditemukan penggunaan yang berbeda
terhadap satu kata tertentu. Kata menu, misalnya, manakala digunakan sebagai kata-
kata atau istilah biasa berarti macam atau daftar atau rangkaian jenis makanan dan
minuman yg tersedia dan dapat dihidangkan
2
namun pada penggunaannya sebagai
istilah teknis, menu merujuk pada deretan pilihan kategori utilitas yang digunakan pada
layar suatu program computer tertentu. Dalam kasus seperti ini, kata menu dengan
penggunaan kedua yang particular, tidak dapat dipahami dengan pemahaman
sebagaimana pada penggunaan biasa.
Dua prinsip tafsir kitab suci ini akan penulis gunakan sebagai landasan teori untuk
menggali permahaman terhadap terma `Arab dalam al-Qura>n.
Arab dalam al-Qura>n
Pengertian suatu kata dalam kalimat ditentukan bukan hanya oleh susunan kata
(word organization), maliankan juga dan terutama oleh bagaimana kata dan kalimat itu
digunakan. Ini adalah teori chomskian yang sudah sangat terkenal. Jika suatu kata secara
leksikon dipahami mengandung pengertian tertentu dan kemudian dalam suatu situasi
tertentu, kata itu digunakan dengan cara dan motif tertentu, maka pengertian dari kata
termaksud tidak lagi seperti yang dipahami secara leksikal, melainkan telah dibatasi
pemaknaannya oleh penggunaannya itu. Untuk dapat menggali pemahaman dari suatu
kata, dalam hal ini ialah Arab penulis harus memulainya dengan menelusuri semjua
pengguanaan kata ini dalam al-Qura>n. penelusuran ini memungkinkan disimpulkannya
aneka penggunaan kata Arab, dan dengan hasil simpulan ini kemudian menimbang apa
yang digunakan oleh kitab tafsir al-Quranul Karim dan terjemahannya terbitan
Departemen Agama pada ayat xliii:3 al-Zukhruf:

,
Kata "arab" dalam alqur'an disebut sebanyak 11 kali. 3 kali dalam bentuk rafa'
() dan 8 kali dalam bentuk nasab (). Sedangkan pada bentukan yang lain, "a'ra>b"
ditemukan pada 10 ayat. Penelusuran beberapa penerjemahan terhadap kata ini dalam
kitab al-Qur'a>n dan Terjemahannya terbitan Departemen Agama meliputi beberap makna:
pertama, bahasa Arab, seperti pada ayat xiv:103 al-nahl,
4
xxvi:195 al-syu`ara> '.
5
Di surat

2
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
3
Sesungguhnya Kami menjadikan Al Quran dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya). Terjemahan Depag.
4

103. Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa


mereka berkata: "Sesungguhnya Al Quran itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)." Padahal bahasa orang
yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa 'Ajam
[840]
, sedang Al Quran adalah dalam bahasa Arab

xxxvii:13 al-ra`d ditemukan, bahwa bahkan kata `arabiy yang digunakan sebagai kata
sifat dari kata hokum (hukma) sekali pun, terjemahannya merujuk pada pengertian bahasa
Arab. Bahkan di ayat lain ditemukan kata "arabiy" digunakan sebagai kata sifat bagi
sebuah peraturan (hukum), yaitu pada ayat xxxvii:13 al-ra`d.
6
Dan demikianlah
pengertian kata arab sebagaimana ditemukan pada penerjemahan kitab terbitan
depantemen agama ini, yaitu pada xxii:2 yusuf, xx:113 taha, xxxix:28 al-zumar, xli:3
fussilat, xlii:7 al-syura, xliii:3 al-zukhruf, dan xlvi:12 al-ahqaf. Kedua, orang Arab,
seperti pada xli:44 fus}s}ila>t,
7

Sebagai pembanding, penulis menelusuri pengertian kata ajam sebagaimana
disebutkan dalam al-Qura>n, yang ditemukan pada 4 ayat: pada ayat xvi:103 al-nahl
dan xli:44 fus}s}ila>t; pada xli:44 fus}s}ila>t, dan

pada ayat xxvi:198 al-syu`ara>.


s
103. Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: "Sesungguhnya Al Quran itu diajarkan
oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)." Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa)
Muhammad belajar kepadanya bahasa 'Ajam
[840]
, sedang Al Quran adalah dalam bahasa Arab yang terang.
Pada ayat ini, tafsir Depag menerjemahkan kata dengan ajam dan
memberikan penjelasan catatan-kaki:
[840]. Bahasa 'Ajam ialah bahasa selain bahasa Arab dan dapat juga berarti bahasa Arab yang tidak baik,
karena orang yang dituduh mengajar Muhammad itu bukan orang Arab dan hanya tahu sedikit-sedikit
bahasa Arab.

yang terang. [840]. Bahasa 'Ajam ialah bahasa selain bahasa Arab dan dapat juga berarti bahasa Arab yang tidak baik, karena
orang yang dituduh mengajar Muhammad itu bukan orang Arab dan hanya tahu sedikit-sedikit bahasa Arab.] Departemen Agama
RI, Tafsir Al-Qura>n al-Karim dan Terjemahannya.
5

. . .

pada ayat ini tafsir bahasa Indonesia masih


tetap menerjemahkannya dengan bahasa Arab yang jelas.
6

37. Dan demikianlah, Kami telah menurunkan


Al Quran itu sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab
[776]
. Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah
datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah. Tafsir ini
tampaknya kemudian merasa perlu memberikan catatan penjelasan mengenai keistimewaan bahasa Arab: [776]. [Keistimewaan
bahasa Arab itu antara lain ialah: 1. sejak zaman dahulu kala hingga sekarang bahasa Arab itu merupakan bahasa yang hidup, 2.
bahasa Arab adalah bahasa yang lengkap dan luas untuk menjelaskan tentang ketuhanan dan keakhiratan. 3. bentuk-bentuk kata
dalam bahasa Arab mempunyai tasrif (konjugasi) yang amat luas sehingga dapat mencapai 3000 bentuk peubahan, yang demikian
tak terdapat dalam bahasa lain]. Penjelasan yang menurut hemat penulis tidak memberikan informasi penting yang berkaitan
dengan persoalan mengapa suatu peratuan (hokum) diturunkan dalam bahasa Arab, karena catatan yang dimaksud hanyalah
menyebutkan keistimewaan bahasa Arab dalam kaitannya sebagai fakta sejarah perkembangan bahasanya.
7

,

.

44. Dan jikalau Kami jadikan Al Quran itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan:
"Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?" Apakah (patut Al Quran) dalam bahasa asing sedang (rasul adalah orang) Arab?
Katakanlah: "Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. Dan orang-orang yang tidak beriman pada
telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Quran itu suatu kegelapan bagi mereka
[1334]
. Mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil
dari tempat yang jauh." [1334]. Yang dimaksud suatu kegelapan bagi mereka ialah tidak memberi petunjuk bagi mereka.
8
xvi:103 al-nahl.

Ibn Ish}a>q dalam Si>rahnya
9
menyebutkan Nabi sering menemui seseorang nasrani
bernama Jabr, di Marwah. Jabr adalah seseorang dari keturunan hadrami> dan Ibn Kas\i>r
menyebutnya dari keluarga besar Quraysy
10
. Yang mana pun lebih dekat, bagi penulis,
Hadrami dan keluarga-besar Quraysy menunjukkan orang ini barbahasa Arab. Ibn Kas\i>r
menyebutkan:
...

. .

...
Sementara al-Zamakhsyari menafsirinya sebagai bahasa yang tak jelas
[dipahami, pen.].
11
Jika diperhatikan tafsir terakhir, dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud tidak jelas bukan bahasanya tidak jelas. Ibn Kas\i> dan Ibn Ish}a>q telah
menyebutkan setidaknya dua informasi mengenai kebangsaan orang ini, yang dapat
digariskan bahwa dia orang Arab, dan tentu saja berbahasa Arab. Di sinilah analisis al-
Zamakhsyari mendapatkan pintu masuknya, yakni yang tidak jelas bukan bahasa apa
yang digunakannya, karena sudah jelas itu bahasa Arab, namun bahasanya tidak jelas.
Penulis menganggap sampai disini sudah cukup jelas apa yang ingin disampaikan. Alih-
alih, penulis kembali meneruskan bahsan mengenai kata `ajam pada ayat lain, Fus}s}ila>t:
44:

.
44. Dan jikalau Kami jadikan Al Quran itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka
mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?" Apakah (patut Al Quran) dalam bahasa asing
sedang (rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: "Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang
mukmin. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Quran itu
suatu kegelapan bagi mereka[1334]. Mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh."
Sekali lagi, terjemahan Indonesia memaksakan pengertian selain Arab sebagai
arti kata . artinya bukan bahasa Arab, bahasa asing. Pertanyaannya, jika ayat itu
bukan berbahasa Arab, dan mereka meminta "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?",
maka penjelasan (tafs}i>l) yang dimaksud tentu saja sebahasa dengan ayatnya, dan itu
bukan bahasa Arab, dan jika pun ada ayat yang rinci, tentu saja tetap tidak dapat
dipahami, karena bukan bahasa mereka, Arab. Jika teori al-Zamakhsyari digunakan untuk
memahami ayat ini, maka terjemahannya akan seperti ini:

9
Lihat Tafsir Ibn Kas\ i>r atas ayat ini.
10
Sementara menurut Ibn Kas\i>r disebut .
11
,

, , ,

, .




44. Dan jikalau Kami jadikan Al Quran itu suatu bacaan yang tak dapat dipahami, tentulah mereka
mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?" mungkinkah (kitabnya) berbahasa yang tak dapat
dipahami sedangkan Rasulnya orang yang berbahasa jelas?
Penerjemahan seperti ini menurut penulis akan lebih memberikan pemahaman
yang langsung, atau dalam istilah lain, lebih operasional.
Kata `ajam juga disebutkan dalam ayat xxvi:198 al-Syu`ara>:

. .

.
,

.
Perhatikan terjemahan pada ayat 198:
Dan kalau Al Quran itu Kami turunkan kepada salah seorang dari golongan bukan Arab
Golongan bukan Arab berarti bukan orang Arab, dan itu berarti bukan bahasa
Arab. Al-Zamakhsyari dalam hal ini memberikan penafsiran menarik:
. .

, . , , . ,.

. . . .

. . .

Al-Zamakhsyari tampak menekankan pemaknaan aspek ketidak-fasihan, ketidak-
jelasan, atau tidak-dapat-dipahaminya bahasa seseorang, yang dalam konsep linhuistik
disebut speech, bukannya bahasa sebagai language. Menerjemahkan bahwa penerima
alkitab adalah orang dari bangsa non-Arab yang oleh karena itu berbahasa non-Arab
adalah membingungkan. Sebagai kata akhir mengenai `ajam, penulis menarik simpulan,
bahwa beberapa kitab tafsir, terutama al-Zamakhsyari memilihkan penafsiran yang lebih
teknis dan operasional mengenai terma Arab dalam ayat-ayat terkait. Al-Qura>n dengan
demikian diturunkan kepada seorang Rasul yang berbangsa jelas, dapat-terpahami, dan
kitab itu sendiri berbahasa yang dapat-terpahami.
Persoalan di balik penafsiran bahasa Arab.
Penulis menemukan persoalan penting dari menafsiran seperti ini, yang pada
akhirnya berakibat berbedanya kensekuensi pemaknaan. Bahasa Arab yang jelas
sebagaimana dipilih oleh terjemahan Indonesia, merupakan frasa yang tidak mampu
memberikan pemahaman yang operasional bagi umat. Pemahaman operasional
merupakan persoalan penting bagi suatu tuntunan, aturan atau petunjuk karena berakibat
langsung dengan performansi ketaatannya. Tanpa pemahaman operasional, suatu ajaran

tidak akan bermakna dan tidak akan mampu membawa perubahan terhadap masyarakat
secara praktis.
12
Beberapa persoalan yang dimaksud ialah antara lain:
Pertama, jika proposisi . diterjemahkan dengan bahasa Arab yang
jelas maka akan ada pertanyaan, apakah seluruh alkitab ini merupakan bahasa Arab?
Tentu saja tidak, karena di dalamnya ditemukan terma-terma seperti istabraq, salsabil
dan lain-lain yang bukanlah bahasa Arab. Jika benar demikian, sedangkan alkitab
menyebutkan bahwa kitab ini berbahasa Arab, maka pasti ada salah satu yang tidak
benar, karena kontradiktif. Menunjuk kebatilan pada ayat tentu saja bukan pilihan yang
tepat karena menabrak kemustahilan watak kesucian alkitab
13
. Maka pilihannya tinggal
satu, penafsiran atau pemahamannya yang tidak tepat.
Penulis menduga, sumber masalahnya ialah mengartikan terma (lisa>n)
dengan bahasa sebagai language dan bukan speech. Dengan teori penggunaan kata atau
bahasa Seiler, penulis memilih menerjemahkan terma ini bukan sebagai bahasa (identitas
kebangsaan), melainkan speech.
14
Berikut ini penulis kutipkanpenjelasan al-Isfahani
mengenai terma Arab:
. .

. ,

} .

{ , .. ,
}

{ , ) , }

.,

{ , )) ,
. . ,..., . . . .
. . . . , , . . .
, . . . , . , . . ,
. , . .)z . .

. . ,
. . . . . ,
} .

{ , z .. , } . { , .), , } .

{ , , ,
} { ., , . . . ., ,
. . . } , , { , , .. , . , . .
.. . . ., . .,. , , } { ., , . ,
, . . . . ..
} {

, z) .

. . . . , . . ., .

, .

12
Mengenai pemahaman operasional, penulis akan membahasnya pada kesempatan lain, karena berkaitan sangat erat dengan
kegagalan edukasional yang ditemui di masyarakat. Insya Allah.
13
Watak kesucian ini dibicarakan pada tulisan penulis mengenai Situasi sebagai Sumber Makna dalam Tafsir al-Qura>n.
14
Dapat dibandingkan dengan penerjemahan bahasa Inggris atas ayat yang sama.

, , . , . .
.,

Manakala terma lisa>n diterjemahkan dengan bahasa, maka diterjemahkan
bahasa Arab, dan itu menghadpi persoalan tersebut di atas. Al-Isfahani dengan tegas
menyatakan bahwa benar terma Arab merujuk pada suatu bangsa, keturunan Ismail,
seperti Bani Israel keturuna Yaqu>b. namun penggunaannya pada konteks bahasa selalu
merujuk bukan pada pengertian kebangsaan Arab, melainkan sifat bahasa yang
digunakan seseorang atau sekelompok masyarakat untuk menyampaikan pesan. Lebih
jauh al-Isfahani menrangkan, bahwa meskipun (`Arab) itu merujuk ke kebangsaan
Arab, namun ketika kata itu mendapatkan bentuk nisbah, menjadi , pengertian yang
biasa digunakan di kalangan bahasa Arab ialah seorang yang berbicara dengan bahasa
yang fasih (jelas, dipahami). Sampai di sini, penulis menganggap cukup untuk
menyimpulkan bahwa penerjemahan terma Arab terutama untuk konteks yang berkaitan
dengan bahasa ( ) lenbih tepat jika digunakan terma [bahasa yang] jelas terpahami
dan bukan [bahasa] Arab.
Pertanyaan berikutnya ialah, apa konsekuensi pemaknaan yang siginifikan dari
terjemahan kata Arab menjadi bahasa yang jelas terpahami?
Simpulan: Memperlakukan al-Qura>n sebagai pedoman
runtutan pemaknaan yang bersifat konsekuensial dari teori ini ialah bahwa al-
Qura>nadalah kitab suci yang berbahasa fasih, dapat terpahami, dan bnukannya kitab
yangberbahasa yang rumit dan tidak jelas atau tidak terpahami. Sikap ini sejalan dengan
penegasan al-Qura>n sendiri bahwa kitab ini, tak ada keraguan di dalamnya, adalah
petunjuk bagi kaum muttaqi>n. Penulis membayangkan situasi dimana semua orang
meyakini bahwa taka da yang tak dapat dipahami dari ayat-ayat al-Qura> n; semua ayat
dapat dipahami maksudnya. umat, dengan demikian, membaca kitab suci sebagai
pedoman, petunjuk, dan bukan hanya sebagai bacaan sacral yang hanya sampai batas
liturgy yang dilombakan kemerduannya. Al-Qura>n sebagai kitab suci akan ditengok
selalu sebagai upaya mencari petunjuk untuk menyelesaikan setiap persoalan yang
dihadapi di dlaam kehidupan nyata.
Wa ba`du, penulis menyadari bahwa mensosialisasikan pemahaman yang tidak
biasa seperti ini bukanlah pekerjaan yang menyenangkan, itu dari aspek eksternal, adapun
pada wilayah internal, penulis juga menyadari bahwa pikiran mengenai teori ini
merupakan pemikiran awal yang masih perlu dikaji dan diuji sampai ditemukan bahwa
inilah yang benar. Allah Mahatahu.

Daftar pustaka:
Tafsir Al-Qura>n al-Karim dan Terjemahnya, Deprtemen Agama RI.
Seiler, George Frederic , Biblical Hermeneutics or The Art of Scripture Interpretation,
terjemahan The Rev. William Wright, LL. D., (London: Frederick Westley
and A. H. Davis, 1835), hal. 31.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Al-Zamakhsyari, al-Kasysya> f H{ aqa>iq Ghawa> mid} al-Tanzi>l wa `Uyu>n al-Aqa>wi>l
fi> Wuju>h al-Tawi>l, Maktabah Ubaykan, tt.
Kas\i>r, Ibn, Tafsi> r al-Qura>n al-`Az}i> m Da>r al-T{ayyibah li al-Nasyr wa al-Tawzi>`,
tt.

You might also like