Professional Documents
Culture Documents
MUHAMMAD AKBAR
PROGRAM STUDI
PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2009
DESAIN PENGELOLAAN SAMPAH
DI KECAMATAN TANAH GROGOT KABUPATEN PASER
MUHAMMAD AKBAR
MAGISTER SAINS
(Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan)
Februari 2009
PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas segala
rahmat dan hidayah-Nya jualah Penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul
”Desain Pengelolaan Sampah Di Kota Tanah Grogot Kabupaten Paser” tepat pada
1. Bapak Prof. Dr. Ir. M. Arief Soendjoto, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing
2. Bapak Ir. Ahmad Jauhari, M.P. selaku Anggota Komisi Pembimbing Pertama
3. Bapak Ir. H. Mijani Rahman, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing kedua.
dan Lingkungan Unlam dan semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan
dan kesalahan, untuk itu Penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak
Akhirnya Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan berguna
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA.............................................................................................. i
DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
DAFTAR TABEL................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... v
I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ................................................... 3
C. Tujuan Penelitian................................................................................ 5
D. Maksud dan Kegunaan Penelitian ..................................................... 5
E. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 6
Halaman
Halaman
11. Salah satu sarana kebersihan (TPS) dalam kondisi rusak Struktur................ 47
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
A. Latar Belakang
lingkungan saja, tetapi sudah menjadi masalah sosial yang mampu menimbulkan
konflik. Lebih parahnya lagi, hampir semua kota di Indonesia, baik kota besar atau
kota kecil, tidak memiliki penanganan sampah yang baik, hanya menggunakan
yang akhirnya menjadi praktik pembuangan secara terbuka di lokasi yang sudah
ditentukan (open dumping). Praktik itu memiliki kelemahan dan berakibat fatal
terhadap lingkungan atau manusia di sekitar lokasi pembuangan, seperti yang terjadi
di Leuwigajah, Jawa Barat. Belum lagi praktik itu membutuhkan lahan yang luas,
padahal penyediaan lahan menjadi kendala utama dalam penanganan sampah, seperti
Sebenarnya jika ditinjau lebih jauh lagi maka terlihat bahwa konflik
yang berhubungan dengan pengelolaan sampah yang terdapat di Pulau Jawa seperti
yang terjadi beberapa waktu yang lalu, sebenarnya juga akan terjadi di luar Pulau
Jawa apabila kita tidak mencermati lebih jauh lagi. Pada mulanya orang hanya
sampah yang ada hanya diberi perlakuan dengan membuang (menumpuk) saja.
Akan tetapi orang tidak beranggapan bahwa lahan yang ada semakin hari akan
semakin sempit sehingga permasalahan yang nantinya akan timbul adalah akan
dibuang (tumpuk) dimana lagi sampah tersebut. Pada dasarnya ini permasalahan
yang ada bukan terletak pada luas atau tidaknya lahan yang tersedia, tetapi pada
tersebut. Apabila menggunakan manajemen pengelolaan yang baik tentu saja semua
itu tidak tergantung pada lahan yang tersedia, karena ada beberapa alternatif
pengelolaan sampah tanpa harus membuang dan menumpuk sampah tersebut. Selain
itu kita juga bisa menggunakan prinsip 4 R dalam mengantisipasi hal tersebut yang
Replace.
Tanah Grogot merupakan ibukota dari Kabupaten Paser dan merupakan salah
satu dari beberapa kecamatan yang terletak di Kabupaten Paser. Kaitannya dengan
pengelolaan sampah, kabupaten Paser saat ini dapat dikatakan masih kurang dan
belum optimal. Hal ini dapat kita lihat bahwa jumlah penduduk kabupaten yang
semakin tahun semakin meningkat sehingga dapat dipastikan bahwa sampah yang
sampah maka seharusnya sarana dan prasarana yang ada untuk melakukan
sampah yang sesuai dengan kondisi kota atau daerah dan adanya design tempat
terlihat pada keadaan di kabupaten Paser saat ini, untuk semua sarana dan prasarana
yang mendukungnya masih kurang. Contoh nyata yang terlihat bahwa secara visual
masih banyak sampah yang berserakan di sekitar TPS, selain itu juga masih
banyaknya masyarakat yang membuang sampah diluar jam yang telah ditentukan
oleh pemerintah daerah yakni jam 24.00 WITA serta kurangnya jumlah sarana dan
prasarana seperti TPS di tempat-tempat yang diperkirakan menghasilkan sampah
sangat perlu tindakan nyata di lapangan. Penanganan permasalahan sampah pun tidak
dapat hanya dilakukan oleh sekelompok orang saja. Kerjasama yang baik antara
pemerintah, pelaku bisnis dan masyarakat luas menjadi persyaratannya. Hal ini
bukan saja harus di kabupaten Paser saja melainkan hampir diseluruh kota harus
menerapkannya.
kabupaten Paser baik itu dari manajemen penggelolaan pengambilan sampah maupun
design dan keadaan dari tempat pembuangan akhirnya (TPA) yang ada.
Pada dasarnya hampir semua kota besar yang berada di Indonesia mengalami
permasalahan sampah yang cukup pelik. Sebagai contoh kita dapat melihat Kota
Banjarmasin dan Kota Bandung. Kedua kota tersebut merupakan salah satu dari kota
besar yang berada di Indonesia, akan tetapi kondisi pengelolaan persampahannya pun
belum dapat dikatakan baik. Hal ini dapat terlihat dari masih berserakannya sampah
bahwa selain sebagai ibukota, Tanah Grogot juga dijadikan sebagai sentral
atau sampah yang dihasilkan juga lebih banyak jika dibandingkan dengan daerah-
hari semakin kompleks baik ditinjau dari segi ekonomi, sosial, estetika maupun
lapangan, masih terlihat sampah yang berserakan atau masih tercium bau busuk yang
sampah yang telah dijalankan masih belum sempurna atau sistem pengelolaannya
tinjau dari sarana dan prasarana yang ada dalam pengelolaan sampah, seperti bak
sampah (TPS) yang terbuat dari apa dan berapa besar volumenya (apa sudah sesuai
2. Apakah volume sampah yang dihasilkan sudah sesuai dengan sarana dan
C. Tujuan Penelitian
Pada dasarnya semua bentuk penelitian yang ada pastilah memiliki suatu
tujuan yang ingin dicapai, sedangkan tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :
Paser serta mengetahui kekurangan dan permasalahan yang ada di dalam sistem
pengelolaan tersebut.
Untuk kegunaan dari penelitian ini sangat diharapkan dapat memberikan
E. Kerangka Pemikiran
Kondisi persampahan yang ada di Tanah Grogot untuk saat ini masih jauh
banyak faktor, baik itu dari faktor sistem pengelolaan yang digunakan maupun faktor
tersebut terlihat dari kondisi sampah baik di TPS maupun di TPA yang tidak dikelola
dengan baik.
hanya saja bagaimana cara kita (masyarakat) memanfaatkan lebih baik lagi sampah
tersebut, baik dari segi pengelolaan maupun segi pengolahannya. Selain itu kita
perlu mengubaha pola pikir atau paradigma masyarakat yang masih memaknai
bahwa sampah uitu adalah merupakan sebuh sampah yang harus diposisikan sebagai
sampah. Pola pikir yang demikianlah yang sebenarnya menghilangkan suatu peluang
yang ada pada sampah. Seandainya kita selalu berasumsi atau menganggap bahwa
sampah adalah sebuah peluang usaha yang dapat meningkatkan perekonomian, tentu
saja sampah tersebut tidak begitu saja dibuang, melainkan diolah dan dimanfatakan
keindahan terhadap suatu areal. Oleh sebab itulah perlunya suatu sistem pengelolaan
sampah yang lebih baik dan menguntungkan, untuk disemua daerah khususnya
A. Sampah
Sampah yang dalam bahasa Inggrisnya waste, pada dasarnya mencakup banyak
pengertian. Sampah adalah zat-zat atau benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi,
baik berupa bahan buangan yang berasal dari rumah tangga maupun dari pabrik sisa
proses industri yang semuanya merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia
(Apriadji, 1989).
Azwar (1990) mengatakan bahwa sampah adalah sebagian dari sesuatu yang
tidak terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang, umumnya berasal dari
kegiatan manusia dan bersifat padat. Definisi lain dikemukakan oleh Hadiwijoto (1983),
sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan baik telah diambil
bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak bermanfaat, dari segi
ekonomi sudah tidak ada harganya serta dari segi lingkungan dapat menyebabkan
Murtadho dan Gumbira (1988) membedakan sampah atas sampah organik dan
sampah anorganik. Sampah organik meliputi limbah padat semi basah berupa bahan-
bahan organik yang umumnya berasal dari limbah hasil pertanian. Sampah ini
memiliki sifat mudah terurai oleh mikroorganisme dan mudah membusuk karena
memiliki rantai karbon relatif pendek. Sedangkan sampah anorganik berupa sampah
padat yang cukup kering dan sulit terurai oleh mikroorganisme karena memiliki rantai
karbon yang panjang dan kompleks seperti kaca, besi, plastik, dan lain-lain. Kategori
sumber penghasil sampah yang sering digunakan adalah : 1) sampah domestik, yaitu
sampah yang berasal dari pemukiman; 2) sampah komersial, yaitu sampah yang berasal
dari lingkungan perdagangan atau jasa komersial berupa toko, pasar, rumah makan, dan
kantor; 3) sampah industri, yaitu sampah yang berasal dari suatu proses produksi; dan 4)
sampah yang berasal selain dari yang telah disebutkan diatas misalnya sampah dari
1. Human excreta, merupakan bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia,
2. Sewage, merupakan air limbah yang dibuang oleh pabrik maupun rumah tangga,
3. Refuse, merupakan bahan pada sisa proses industri atau hasil sampingan kegiatan
runah tangga. Refuse inilah yang dalam pengertian sehari-harinya kerapkali kita
sebut sampah.
(Apriadji, 1989).
kelompok :
1. Sampah lapuk (gerbage) atau sampah organik, sampah ini merupakan sisa-sisa
makanan dari rumah tangga atau merupakan sampah yang berasal dari makhluk
hidup .
2. Sampah tak lapuk (rabbish) atau sampah anorganik, sampah ini tidak dapat
Komposisi jenis zat kandungan pada sampah perkotan pada umumnya terus
yang dihasilkan di beberapa negara dapat dilihat pada tabel berikut ini.
negara maka kandungan sampah semakin sedikit bahan organiknya, seperti negara
London, Singapura dan USA yang merupakan negara sejahtera semakin sedikit bahan
oraniknya yang terkandung dalam sampah dibandingkan dengan Jakarta dan Bandung.
Juga sampah kertas ke tiga negara tersebut di atas lebih banyak daripada Jakarta dan
Bandung.
Apabila kita meninjau lebih jauh lagi bahwa sebenarnya Indonesia sudah siap
untuk mengelola sampah secara maksimal. Akan tetapi hambatan terbesar yang ada di
pentingnya pengelolaan sampah yang baik dan benara sesuai dengan standar kesehatan.
Tabel 2. Komposisi Umum Sampah Kota
buntuk dibuat secara umum dan menyeluruh. Kekhasan sampah dari berbagai
Serat kasar merupakan komposisi terbesar sampah saat ini sehingga tanpa kita
terbentuk dari komponen organik sehingga nantinya dapat lebih memudahkan dalam
melakukan pengelolaannya.
proporsi cakupan persampahan atau sebesar 35.130.186 jiwa manusia saja. Sehingga
1. Nilai estetika
Sampah yang menumpuk dan dibiarkan pada tempat terbuka (open dump),
menyebabkan rendahnya nilai estetika disekitar tempat tersebut. Hal ini disebabkan
menghasilkan residu dan penghancuran sampah juga menimbulkan emisi pada atmosfir
dengan peningkatan komponen-komponen polutan di udara, seperti CO2, CO, NO, gas-
gas sulfur, amoniak dan partikel-partikel kecil di udara. Air yang ada pada sampah
umumnya mengandung bahan kimia, bakteri dan kotoran lainnya yang dapat merembes
baik bagi perkembangan tikus, nyamuk, lalat, insekta dan mikroba yang dapat
Kebiasan buruk bagi sebagian orang adalah membuang sampah ke sungai, got
atau saluran air. Selain menimbulkan polusi air juga menyebabkan pendangkalan dan
penyumbatan saluran air sehingga bila hujan datang saluran air itu akan mampat dan
menimbulkan banjir.
D. Pengelolaan Sampah
Dalam ilmu kesehatan lingkungan, suatu pengolahan sampah dianggap baik jika sampah
yang diolah tidak menjadi tempat berkembang biaknya bibit penyakit serta tidak
menjadi perantara penyebarluasan suatu penyakit. Syarat lain yang harus dipenuhi
adalah tidak mencemari udara, air, atau tanah, tidak menimbulkan bau, dan tidak
menimbulkan kebakaran.
ini digunakan sarana bantuan berupa tong sampah, bak sampah, peti kemas sampah,
dilakukan dengan menggunakan sarana bantuan berupa alat transportasi tertentu menuju
sampah akan mengalami pemrosesan baik secara fisik, kimia maupun biologis
Sidik et. al. (1985), mengemukakan bahwa ada dua proses pembuangan akhir,
yakni : open dumping (penimbunan secara terbuka) dan sanitary landfill (pembuangan
secara sehat). Pada sistem open dumping, sampah ditimbun di areal tertentu tanpa
membutuhkan tanah penutup, sedangkan pada cara sanitary landfill, sampah ditimbun
secara berselang-seling antara lapisan sampah dan lapisan tanah sebagai penutup.
Sampah yang telah ditimbun pada tempat pembuangan akhir (TPA) dapat
mengalami proses lanjutan. Teknologi yang digunakan dalam proses lanjutan yang
(1996). Pengomposan merupakan salah satu contoh proses pengolahan sampah secara
aerobik dan anaerobik yang merupakan proses saling menunjang untuk menghasilkan
kompos. Sampah yang dapat digunakan dengan baik sebagai bahan baku kompos adalah
Senyawa organik yang bersifat heterogen bercampur dengan kumpulan jasad hidup
yang berasal dari udara, tanah, air, dan sumber lainnya, lalu di dalamnya terjadi proses
mikrobiologis. Beberapa hal yang harus diperhatikan agar proses tersebut berjalan
lancar adalah perbandingan nitrogen dan karbon (C/N rasio) di dalam bahan, kadar air
bahan, bentuk dan jenis bahan, temperatur, pH, dan jenis mikroba yang berperan
didalamnya.
baik untuk memperbaiki struktur tanah, karena kandungan unsur hara dan
pengomposan awal daripada sistem statis dan dalam proses metro waste diperlukan
waktu kurang lebih 7 hari, cara pengomposannya yaitu dengan memberikan agitasi
periodik dengan diputar (Haug, 1962). Proses pengomposan secara agitasi dapat
dilakukan secara aerobik dan anaerobik, tetapi pengomposan secara aerobik lebih
banyak dilakukan karena tidak menimbulkan bau, waktu pengomposan cepat,
menghasilkan temperatur tinggi, serta kompos yang dihasilkan lebih higienis (CPIS,
1992).
berikut :
Protein
Asam amino
Lipida
Karbohidrat + O2 + Nutrien + Mikroorganisme Kompos + Sel-sel Baru +
Selulosa
Lignin Sel-sel Mati
Debu
+ CO2 + H2O + NO3 + SO42 + Panas
(Komponen utama dari fraksi
Organik limbah padat perkotaan)
23°-45° C, seperti : jamur, Actinomycetes, cacing tanah, cacing kremi, keong kecil,
semut, kumbang tanah) dan Thermopilic (mikroorganisme yang hidup pada temperatur
pencernaan secara kimiawi, dimana bahan organik dilarutkan dan kemudian diuraikan.
Cara kerjanya yaitu dengan mengeluarkan enzym yang dilarutkan ke dalam selaput air
(water film) yang melapisi bahan organik, enzym tersebut berfungsi menguraikan bahan
organik menjadi unsur-unsur yang mereka serap. Karena terjadi dipermukaan bahan,
maka proses penguraian ini akan mengakibatkan semakin luasnya permukaan bahan.
Selanjutnya permukaan yang semakin luas ini akan mempercepat proses
berjalan lancar adalah adanya perubahan pH dan temperatur. Proses dekomposisi akan
berjalan dalam empat fase, yaitu mesofilik, termofilik, pendinginan, dan masak.
a. Pada proses permulaan, media mempunyai nilai pH dan temperatur sesuai dengan
kondisi lingkungan yang ada, yaitu pH + 6.0 dan temperatur antara 18 - 22°C;
bahan, maka temperatur mulai naik, dan akhirnya akan dihasilkan asam organik;
c. Pada kenaikan temperatur diatas 40°C, aktifitas bakteri mesofilik akan terhenti,
amoniak dan gas nitrogen akan dihasilkan, sehingga nilai pH akan berubah kembali
menjadi basa;
d. Kelompok jamur termofilik, yang terdapat selama proses, akan mati akibat kenaikan
temperatur diatas 60°C. Selanjutnya akan diganti oleh kelompok bakteri dan
mencapai kisaran temperatur asal. Fase ini disebut fase pendinginan dan akhirnya
(extra metabolisme). Extra metabolisme ini memerlukan suatu media untuk terjadinya
proses penguraian bahan, yang dalam hal ini adalah suatu selaput air yang terdapat di
permukaan bahan organik itu sendiri. Semakin kecil partikel, semakin banyak
jumlahnya dan semakin luas pula jumlah permukaan yang dicerna oleh organisme.
Maka ukuran bahan yang layak untuk dikomposkan adalah ± 2 inchi (5 cm), sedangkan
bahan yang (berasal dari kebun bunga atau truk kebun harus dipotong ± 1/2 inchi (kira-
kira 1cm).
bentuk panas. Panas yang ditimbulkan sebagian akan tersimpan di dalam tumpukan dan
sebagian lagi terlepas pada proses penguapan atau aerasi. Panas yang terperangkap di
Dalam proses pengomposan aerobik terdapat dua fase yaitu fase Mesophilic (23-
45)° C dan fase Thermopilic (45-65)° C. Kisaran temperatur ideal tumpukan kompos
adalah yang paling baik sehingga populasinya baik, disamping itu, enzim yang
serangga pada sampah, dan serangga serta bakteri patogen akan mati. Temperatur udara
luar tidak akan mempengaruhi temperatur dalam tumpukan kompos. Jadi yang penting
adalah ketinggian tumpukan. Agar proses berjalan dengan cepat, maka tinggi tumpukan
Kadar oksigen yang ideal adalah 10 %-18 % (kisaran yang dapat diterima adalah
5 %-20%). Jika tumpukan terlalu lembab maka proses pengomposan akan terhambat,
ini dikarenakan kandungan air akan menutupi rongga udara di dalam tumpukan,
Aerasi sangat diperlukan untuk mengurangi kadar air yang tinggi pada bahan
organik yang akan dikomposkan dan untuk menjaga agar pada proses pengomposan
nitrogen. Rasio C/N digunakan untuk mendapatkan degradasi biologis dari bahan-bahan
organik yaitu apakah sampah tersebut baik atau tidak untuk dijadikan kompos, serta
30 bagian karbon untuk setiap bagian nitrogen. rasio C/N setelah menjadi kompos
adalah 10-20. Kadar nitrogen yang tinggi terdapat pada sayuran dengan rasio C/N 24:1,
dan kadar karbon yang tinggi dijumpai pada kertas, jerami, batang tebu, dan sampah
kota.
Kadar air atau kelembaban yang ideal adalah antara 40%-60% dengan kadar
Pada awal proses pengomposan, derajat keasaman akan selalu turun karena
organik. Dalam proses selanjutnya, mikroorganisme jenis lainnya akan memakan asam
organik yang akan menyebabkan pH menjadi naik kembali, mendekati netral. pH yang
ideal dalam proses pengomposan adalah antara 6-8 dengan tingkat masih diterima
pengolahan sampah, baik padat maupun cair. Didalam incenerator, sampah dibakar
secara terkendali dan berubah menjadi gas (asap) dan abu. Dalam proses pembuangan
sampah, cara ini bukan merupakan proses akhir. Abu dan gas yang dihasilkan masih
memerlukan penanganan lebih lanjut untuk dibersihkan dari zat-zat pencemar yang
terbawa, sehingga cara ini masih merupakan intermediate treatment (Sidik et al., 1985).
Salah satu kelebihan incenerator menurut Salvato (1982) adalah dapat mencegah
selama enam atau tujuh hari dalam seminggu dengan kondisi temperatur yang dikontrol
dengan baik dan adanya alat pengendali polusi udara hingga mencapai tingkat efisiensi,
Sidik et al. (1985), yaitu meskipun incenerator masih belum sempurna sebagai sarana
a. Terjadi pengurangan volume sampah yang cukup besar, sekitar 75% hingga 80%
b. Sisa pembakaran yang berupa abu cukup kering dan bebas dari pembusukan
c. Pada instalasi yang cukup besar kapasitasnya (lebih besar dari 300 ton/hari) dapat
Menurut Sidik et al. (1985), sistem incenerator pada dasarnya terdiri atas dua
macam, yaitu :
ruang bakar (tungku) dan pembuangan sisa pembakaran. Sistem ini umumnya
dan gas. Sistem ini dapat digunakan untuk instalasi dengan kapasitas besar (lebih
besar dari 100 ton/hari) dan beroperasi selama 24 jam atau 16 jam per hari.
dioperasikan. Digunakan untuk kapasitas kecil (kurang dari 100 ton/hari). Biasanya
beroperasi kurang dari 8 jam per hari. Cara kerjanya terputus-putus dalam arti bila
sampah yang sudah dibakar menjadi abu, maka untuk pembakaran berikutnya abu
tersebut harus dikeluarkan lebih dahulu. Setelah bersih, baru dapat dilakukan
pengolahan gas; 5) proses pengolahan air kotor; dan 6) proses pemanfaatanpanas (Sidik,
Tempat pembuangan akhir sampah adalah tempat dimana sampah dikelola untuk
dimusnahkan baik dengan cara penimbunan dengan tanah secara berkala (sanitary
landfill), pembakaran tertutup (insenerasi), pemadatan dan lain-lain (Ditjend PPM dan
dilakukan dengan teknik penimbunan sampah. Tujuan utama penimbunan akhir adalah
menyimpan sampah padat dengan cara-cara yang tepat dan menjamin keamanan
kedalam siklus metabolisme alam. Ditinjau dari segi teknis, proses ini merupakan
Ada beberapa metode landfilling yang diterapkan di lahan urug antara lain open
dumping, controlled landfill dan sanitary landfill. Metode open dumping harus
lebih besar maka seharusnya metode sanitary landfill yang digunakan di tempat
(TPA) harus dilakukan sepanjang waktu. Hal ini mengingat bahwa pengolahan sampah
telah dipadatkan dan meyakinkan bahwa pembuangan sampah dilakukan secara baik.
Pengaturan penempatan sampah di tempat pembuangan akhir harus teratur dan pada
tempat tertentu. Hal ini mengingat bahwa penempatan sampah yang tidak teratur dan
tidak tepat akan mengakibatkan lebih banyak sampah bertebaran, pandangan jelek,
membutuhkan waktu, tenaga dan tanah penutup yang lebih banyak (Ditjend PPM dan
Teknik sanitary landfill adalah cara penimbunan sampah padat pada suatu
ketebalan tertentu lalu dipadatkan untuk kemudian dilapisi dengan tanah dan dipadatkan
kembali. Pada bagian atas timbunan tanah tersebut dapat dihamparkan lagi sampah yang
kemudian ditimbun lagi dengan tanah. Demikian seterusnya hingga terbentuk lapisan-
lapisan sampah dan tanah. Pada bagian dasar dari konstruksi sanitary landfill dibangun
suatu lapisan kedap air yang dilengkapi dengan pipa-pipa pengumpul dan penyalur air
lindi (leachate) serta pipa penyalur gas yang terbentuk dari hasil penguraian sampah-
Menurut Sidik et al. (1985) penimbunan sampah yang sesuai dengan persyaratan
teknis akan membuat stabilisasi lapisan tanah lebih cepat dicapai. Dasar dari
menggunakan compactor, dan menutupnya setiap hari dengan tanah yang juga
dipadatkan. Ketebalan lapisan sampah umumnya sekitar 2 meter, namun boleh juga
lebih atau kurang dari 2 meter bergantung pada sifat sampah, metoda penimbunan,
d. Mencegah kebakaran
di areal TPA tersebut. Sidik et al. (1985) mengatakan bahwa ada beberapa jenis
a. Air lindi, yang keluar dari dalam tumpukan sampah karena masuknya rembesan air
b. Pembentukan gas. Penguraian bahan organik secara aerobik akan meghasilkan gas
menghasilkan gas CH4, H2S, dan NH3. Gas CH4 perlu ditangani karena merupakan
salah satu gas rumah kaca serta sifatnya mudah terbakar. Sedangkan gas H2S, dan
Kota yang
Tertib, Bersih
dan Indah
paling selatan, tepatnya pada posisi 00 45'18,37" - 20 27'20,82" LS dan 1150 36'14,5" -
1660 57'35,03" BT. Kabupaten Paser terletak pada ketinggian yang berkisar antara 0 -
500 m di atas permukaan laut. Di sebelah utara, Kabupaten Paser berbatasan dengan
Kabupaten Kutai Barat, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Penajam Paser
Utara dan Selat Makasar, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Kota Baru,
Luas Wilayah Kabupaten Paser saat ini adalah 11.603,94 km2, terdiri dari 10
Kecamatan dengan 106 buah Desa/Kelurahan dan empat buah UPT (Unit Pemukiman
Transmigrasi), serta dengan jumlah penduduk pada tahun 2003 mencapai 172.608 jiwa,
Kabupaten Paser adalah Kecamatan Long Kali, dengan luas wilayah 2.385,39 km2,
termasuk di dalamnya luas daerah lautan yang mencapai 20,50 persen dari luas wilayah
terkecil adalah Kecamatan Tanah Grogot, yang mencapai 33,58 Km2 atau 2,89 persen.
Propinsi Kalimantan Timur. Posisinya dilintasi oleh jalan arteri primer (jalan
Selatan. Pada bagian timur Kabupaten Paser melintang selat Makassar, yang dimasa
yang akan datang memiliki prospek dan fungsi penting sebagai jalur alternatif pelayaran
internasional. Pelabuhan laut utama di Kabupaten Paser, yaitu Pelabuhan Teluk Adang
terletak 12 Km ke arah utara ibukota Kabupaten (Kota Tanah Grogot), sedangkan Kota
Tanah Grogot berjarak lebih kurang 145 Km dari Kota Balikpapan, atau 260 Km dari
terdiri dari 90.889 jiwa penduduk laki-laki dan 81.719 jiwa penduduk
perempuan.Kepadatan penduduk Kabupaten Paser pada tahun 2003 adalah 15 jiwa per
Km2. Penyebaran penduduk tersebut masih belum merata, karena penyebarannya masih
terkonsentrasi pada kecamatan yang keadaan ekonominya lebih maju. Kecamatan yang
dengan kepadatan penduduk rata-rata 130 jiwa per Km2, sedangkan kepadatan
penduduk terendah terdapat di kecamatan Muara Komam dan Tanjung Aru, dengan
terhadap pembentukan ekonomi wilayah Provinsi Kalimantan Timur tahun 2005. Laju
Kabupaten Kutai, Kota Balikpapan, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Samarinda.
batubara, laju sebesar 7,70%, apabila tanpa pertambangan batubara laju 5,43%. Secara
sektoral, laju pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor bangunan: 16,55% per tahun,
paling rendah adalah sektor industri pengolahan: 2,96% per tahun. Sektor pertanian
Lama waktu penelitian pengelolaan sampah ini kurang lebih 3 bulan, mulai dari
Paser.
B. Alat Penelitian
berikut :
3. Software GIS
4. Komputer
6. Alat tulis.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Metode ini
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai sistem pengelolaan sampah di Tanah
Grogot.
Akan tetapi sebelum melakukan metode survey tersebut, terlebih dahulu
Setelah itu melakukan digitalisasi peta jalan (RBI) Kota Tanah Grogot, pemetaan rumah
dan jalan serta pendataan kondisi fisik rumah. Proses ini bertujuan untuk mendapatkan
peta jaringan jalan, peta sebaran pemukiman dan kondisi fisik rumah.
Setelah mendapatkan peta jaringan jalan dan peta sebaran pemukiman serta
kondisi fisik rumah, maka kegiatan survey akan dilakukan. Hal ini dilakukan untuk
mendapatkan stratifikasi rumah yang berdasarkan atas beberapa klas (lihat berdasarkan
kuesioner). Untuk membedakan klas-klas rumah yang sama maka dapat dilakukan
dengan menggantinya dengan kode wilayah. Pada setiap klas rumah tersebut diambil
dalam klas tersebut. Setelah itu kemudian melakukan wawancara (kuesioner) pada
12.1991-03 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah Pemukiman, maka untuk timbunan
sampah skala kota kecil adalah sekitar 2,5 – 2,75 liter/orang/hari atau sekitar 0,0025 –
0,00275 m3/orang/hari.
Data hasil kuesioner yang diperoleh digunakan untuk mengetahui berapa besar
volume sampah yang dihasilkan per anggota keluarga. Selain itu data hasil kuesioner
juga dapat menunjukkan sarana prasarana dan tenaga petugas yang dibutuhkan untuk
Kemudian setelah mendapatkan peta jaringan jalan dan klas rumah, maka
dilanjutkan dengan melakukan overlay terhadap peta jaringan jalan dan klas tersebut
untuk mendapatkan peta klas kepadatan sampah. Dengan peta klas kepadatan sampah
inilah nantinya digunakan untuk menentukan peta sebaran TPS dan peta zona
Dengan menggunakan dasar peta klas kepadatan sampah, peta sebaran TPS dan
peta zona pengelolaan (peta arah truk pengangkut) dapat menentukan kebutuhan tenaga
1. Persiapan kemudian digitalisasi jaringan jalan pada peta RBI (Rupa Bumi
2. Melakukan survey pemetaan jaringan jalan, posisi rumah dan fisik rumah
(kuesioner)
4. Sedangkan jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder
a. Data primer adalah data yang didapat langsung berupa data jaringan jalan,
kondisi fisik rumah dan data dari masyarakat yang diambil secara acak, yaitu
meliputi data tentang jumlah kepala keluarga dalam 1 rumah, berapa jumlah
anggota keluarga dalam 1 kepala keluarga dan jumlah sampah yang dihasilkan
b.
E. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan data dengan tahapan sebagai berikut ; editing, coding data, tabulasi data,
2. Analisis data yang digunakan adalah analisis overlay, query dan tabular.
Desk Study
Survey Sampah Penduduk
Survey
Klasifikasi Rumah
Kebutuhan ? Petugas,
Sarana & prasarana serta Peta Klas Kepadatan Sampah
Biaya
TPS
Sarana & Prasarana
FIeld Study
Pengangkutan
Sistem Pengelolaan
TPA : Design, Volume Kebutuhan Petugas, Organisasi
& Pengelolaan Pengelola dan TPA
Sistem Pengolahan
Berdasarkan hasil survey di lokasi mengenai jaringan jalan dan posisi rumah
maka diperoleh peta jaringan jalan dan kelas rumah, seperti yang terlihat pada gambar
6. Peta tersebut menggambarkan jalan yang dapat dilalui mobil truk angkutan sampah.
Dimana saat ini pada jalan tersebut terdapat beberapa TPS serta kondisi jalan yang
Untuk sebaran dan volume kepadatan sampah, ini dilihat dari jumlah dari
kepadatan penduduk, seperti pada daerah jalan Padat Karya tentunya memiliki volume
sampah yang lebih banyak dibandingkan daerah lain mengingat daerah ini lebih padat
yakni 5% dari jumlah penduduk per kelas rumah. Sehingga dengan jumlah penduduk
yang berada pada pusat kota Tanah Grogot maka diperoleh jumlah responden sebanyak
Jumlah
Jumlah Penduduk Kelas Rumah
Responden
No Nama Jalan
Jalur Jalur
Jmlh A B C A B C
Kanan Kiri
1 Jenderal Sudirman 33 41 74 45 23 6 2 1 1
2 RA. Kartini 40 56 96 69 20 7 3 1 1
3 Gajah Mada 37 18 55 31 20 4 2 1 0
4 Noto Sunardi 24 32 56 27 25 4 1 1 0
5 Singa Maulana 21 11 32 18 13 1 1 1 0
6 SI. Khaliluddin 30 26 56 26 27 3 1 1 0
7 Ahmad Yani 29 28 57 38 13 6 2 1 1
8 Modang 30 27 57 38 18 1 2 1 0
9 Pangeran Menteri 38 29 67 34 30 3 2 2 0
10 HOS Cokroaminoto 30 29 59 28 31 0 1 2 0
11 Agus Salim 12 15 29 16 12 1 1 1 0
12 KS. Tubun 9 12 21 10 11 0 1 1 0
13 Piere Tendean 14 14 28 15 12 1 1 1 0
14 Ahmad Dahlan 18 24 42 24 16 2 1 1 0
15 Padat Karya 20 21 41 23 17 1 1 1 0
16 Hasanuddin 22 28 50 27 19 4 1 1 0
17 Bhayangkara 13 10 23 11 11 1 1 1 0
18 Abdurahman 16 16 36 17 19 0 1 1 0
19 Anden Oko 23 24 47 25 21 1 1 1 0
20 Lambung Mangkurat 15 9 24 13 10 1 1 1 0
Jumlah Total 950 535 368 47 27 22 3
Tabel 6. Hasil Survey Rumah dan Sampel Sampah
Berdasarkan dari data pada tabel-tabel tersebut maka diperoleh data mengenai
volume sampah yang dihasilkan serta diperoleh kepadatan sampah di beberapa wilayah.
Pada tabel tersebut disebutkan bahwa kondisi perumahan di Tanah Grogot banyak
terdapat pada kelas A, sedangkan untuk perumahan dengan kelas B dan kelas rumah C,
masing-masing menempati urutan kedua dan ketiga dari klasifikasi rumah di Tanah
Grogot.
Jumlah respon yang diambil sebanyak 5% untuk setiap kelas rumah pada jalan-
jalan yang berada di lokasi studi. Pada tabel tersebut, volume sampah yang diperoleh
didasarkan atas jumlah anggota keluarga, dimaka menggunakan acuan pada Standar
Sampah Pemukiman, maka untuk timbunan sampah skala kota kecil adalah sekitar 2,5 –
volume sampah yang dihasilkan setiap rumah. Sebagai contoh terlihat pada tabel 6 hasil
survey rumah dan sampel sampah, pada sejumlah responden, misal Bapak Syaukani
memiliki kelas rumah B dengan jumlah anggota keluarga yang cukup banyak yakni 11
orang, dengan kondisi yang demikian maka sampah yang dihasilkan juga cukup banyak.
B. Organisasi Pengelola Sampah
Salah satu pendukung utama dalam pengelolaaan sampah adalah sarana dan
sampah berserakan, menimbulkan bau yang tidak sedap, menjadi sumber penyakit dan
menyumbat saluran air. Tasrial (1998), menyatakan pengelolaan sampah yang tidak
negatif pada keadaan sosial ekonomi. Berdasarkan data sarana dan prasarana didapat
Jika kita memperhatikan tabel di atas, yang berisikan mengenai sarana dan
Paser, maka tentunya sarana dan prasarana tersebut sangat kurang memadai untuk
digunakan dalam pengelolaan persampahan. Sebagai contoh jumlah bak sampah (TPS)
baik yang ulin maupun yang beton. Jumlah bak sampah (TPS) yang ada pada Dinas
Kebersihan dan Pertamanan pada tahun 2007 terhitung berjumlah 20 unit dengan
kondisi yang cukup baik. Hal ini dapat dikatakan cukup banyak jika tersebar pada pusat
kota Kabupaten Paser saja yakni Tanah Grogot, akan tetapi jumlah yang demikian
tersebar pada seluruh wilayah di Kabupaten Paser, sehingga jumlah bak sampah (TPS)
jumlah penduduk Kabupaten Paser pada tahun 2006 mencapai 43.616 jiwa dengan
luasan daerah sekitar 335,58 hektar, sedangkan jumlah masyarakat yang terlayani hanya
mencapai 27.040 jiwa dengan luas daerah yang terlayani sekitar 123 hektar. Selain itu,
data Dinas Kebersihan dan Pertamanan mengenai total timbunan sampah yanag ada
setiap hari mencapai 77,7 m3/hari dengan kemampuan pengangkutan sampah dari TPS
yang tersedia menuju TPA hanya sekitar 69,7 m3/hari dengan jumlah sampah yang
tersisa atau tidak terangkut ke TPA mencapai 8 m3/hari, sehingga jika ditotalkan dalam
satu bulan (30 hari) maka jumlah sampah yang berserakan dan tidak terangkut ke TPA
mencapai 240 m3. hal ini mengartikan bahwa sarana dan prasarana serta petugas yang
ada dalam pengelolaan persampah tersebut belum mencukupi untuk kebutuhan daerah.
Jika kita mengacu kepada SNI 03-3242-1994 tentang Tata Cara Pengelolaan
jiwa. Dengan jumlah penduduk Kabupaten Paser sebanyak 43.616 juwa, maka
tidak dapat menampung sampah yang dihasilkan masyarakat Tanah Grogot, sehingga
Untuk itu, perlu penambahan sarana dan prasarana yang menunjang pengelolaan
sampah tersebut. Berdasarkan data tersebut di atas dan memperhatikan volume sampah
yang dihasilkan, maka penambahan sarana dan prasarana diusulkan sebagai berikut.
Sarana dan prasarana dari tabel di atas dimaksudkan dapat menampung sampah
dan mengangkut sampah yang dihasilkan masyarakat Tanah Grogot setiap harinya.
Dalam hal penempatannya, baik itu bak sampah beton maupun ulin harus
disesuaikan dengan kondisi pemukiman. Artinya bak sampah (TPS) harus berdasarkan
kepadatan pemukiman yang ada. Selain itu juga melihat banyak atau tidaknya volume
yang dihasilkan pada suatu daerah serta memperhatikan jarak yang tidak terlalu jauh
(mudah dijangkau) dari pemukiman dan jarak yang memudahkan untuk proses
Subdin Pendataan & Subdin. Operasional Subdin Sarana & Perawatan Subdin Pertamanan & Pemakaman
Pembinaan
Kasi Pemantauan & Kasi Penampungan, Kasi Gudang Kasi Pemakaman / TPU
Penyuluhan Pemanfaatan & Pemusnahaan
Sampah
UPTD
diperoleh bahwa zonasi pengelolaan sampah di Tanah Grogot dapat dibedakan menjadi
3 (tiga) wilayah yakni zona I, zona II dan zona III. Pembagian zonasi ini dipengaruhi
oleh kondisi pemukiman dan posisi sebaran TPS, dimana zonasi ini nantinya dapat
dipergunakan untuk mengatur arah truk pengambil dan mengangkut sampah dari TPS
menuju TPS.
ulin dan pembagian zona pengelolaan mengangkut sampah tiap truk dibagi menjadi 3
Dalam hal ini jika suatu lokasi mempunyai kepadatan sampah dan rumah yang padat
Berdasarkan sarana dan prasarana yang diusulkan maka kebutuhan akan jumlah
pekerja akan semakin bertambah. Perkiraan penambahan jumlah pekerja antara lain
sebanyak 18 orang yang terdiri dari 6 orang petugas gerobak sampah, 3 orang sopir
dikategorikan baik sebagai kota kecil yang minim penduduk. Berdasarkan data dari
Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kabupaten Paser tahun 2003 menyatakan
bahwa terdapat beberapa kendala baik berupa teknis maupun non teknis yang harus
segera diperbaiki jika tidak menginginkan terjadinya permasalahan sampah yang lebih
mengenai sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana yang dimaksud disini berupa
Tempat Pembuangan Sementara (TPS), dimana data terdapat pada Dinas Kebersihan
dan Pertamanan sebagai instansi yang berwenang dalam pengelolaan sampah yakni
hanya sebanyak 20 buah baik yang terbuat dari beton maupun dari kayu (ulin), masih
belum mencukupi untuk melayani jumlah sampah yang dihasilkan masyarakat. Selain
dari jumlah TPS, besar volume TPS perlu juga diperhatikan agar sampah-sampah
buangan masyarakat tidak tercecer hingga luar TPS. Untuk penempatan TPS harus
berpemukiman padat sudah seharusnya mendapat jumlah TPS yang lebih banyak. Hal
ini terlihat dari beberapa sarana dan prasarana yang belum memadai seperti pada
gambar 9 berikut.
Gambar 10. Salah satu sarana kebersihan (TPS) dalam kondisi rusak
Pada dasarnya selain TPS, sarana dan prasarana lainnya sebenarnya sudah
tersebut belum optimal sehingga banyak sarana yang tidak dipergunakan, sebagai
contoh bobcat, alat ini dipergunakan untuk menyapu jalan dari jenis debu dan pasir,
akan tetapi penggunaan alat ini masih sangat jarang bahkan hampir-hampir tidak
digunakan. Hal ini menyebabkan alat tersebut menjadi rusak akibat termakan usia atau
paradigma lama, bahwa sampah yang berada di TPS diangkut dan diletakkan di TPA.
Sistem pengelolaan sampah yang seperti ini hanya mengacu kepada luasnya lahan TPA
sebagai pemberhentian akhir dari sebuah sampah. Sudah semestinya paradigma ini
sampah yang baru yang dapat menghasilkan sesuatu dari sebuah sampah. Sebagi
contoh, menggunakan pola komposting, selain lebih teratur dalam membuang dan
meletakkan sampah (karena TPS terbagi dua bagian yakni sampah organik dan sampah
non organik), pihak pengelola sampah juga dapat memperoleh hasil dari pola
komposting tersebut, baik berupa pupuk kompos langsung maupun berupa uang dari
penjualan pupuk kompos tersebut. Serta pola yang seperti ini lebih optimalkan
Proses merubah sampah menjadi komposting pada dasarnya tidak terlalu sulit.
Agar sampah bisa dijadikan sebagai bahan baku kompos, langkah pertama yang harus
dilakukan adalah melakukan pemilahan sampah sesuai jenis. Saat ini memang masih
terasa sulit memilah-milah sampah. Namun, bila sejak awal sudah dibiasakan,
pemilahan akan lebih mudah dilakukan. Pemilahan sebaiknya sudah dilaksanakan sejak
tingkat rumah tangga, pasar, atau komunitas lain. Sampah organik dipisah dari sampah
plastik yang berbeda warna. Misalnya kantong plastik bening untuk sampah organik,
kantong plastik putih untuk sampah kertas / karton, dan kantong warna hitam untuk
sampah lainnya.
Selanjutnya, petugas yang dibiayai oleh masyarakat, sampah itu dibawa ke titik
pengumpulan RW (titik kedua). Dari situ dibawa ke tingkat kelurahan (titik ketiga),
untuk kemudian diangkut ke pedagang besi tua, sampah plastik ke pabrik plastik daur
ulang, sampah kertas/karton ke pabrik kertas/karton daur ulang. Demikian pula dengan
Di pabrik kompos, sampah organik langsung dicacah menjadi halus. Setelah itu,
dibawa ke lokasi pembuatan kompos yang letaknya di tempat yang sama. Para
pemulung yang jumlahnya begitu banyak dapat dilibatkan dalam pembuatan kompos
ini. Proses pembuatan kompos ini sangat sederhana sehingga mereka jika dilatih akan
menguasainya dengan cepat. Jika proses ini dapat diselesaikan dalam waktu sehari
selesai (one day finish), bau busuk akan hilang dengan sendirinya.
Sampah organik dapat dibuat menjadi kompos hanya dalam waktu dua minggu,
sisanya memerlukan waktu lebih lama. Sisanya sebanyak 15-20 persen sampah organik
yang tak terurai akan dibakar dan arangnya bisa dimanfaatkan untuk menaikkan pH
tanah dan mengikat unsur logam berat yang beracun (Rochaeni, et al. 2003).
sampah yang ada dan waktu yang diperlukan untuk mengolah sampah. Misalnya,
produksi sampah mencari 150.000 ton/bulan, lahan yang dibutuhkan mencapai 15 ha.
Lahan tersebut bisa dibagi menjadi 3-4 lokasi agar jarak tempuh kendaraan pengangkut
tidak terlalu jauh. Setiap pekerja dapat membuat kompos sekitar 1 ton/hari. Jika tiap kg
kompos berharga sebesar Rp. 25 / kg, maka akan mendapatkan penghasilan Rp. 25.000.
Biaya pembuatan kompos sekitar Rp. 75 – Rp. 100 / kg termasuk biaya pembelian
mikroba pelapuk bahan organik sebesar Rp. 6.000 – Rp. 33.000 / ton sampah. Jika harga
jualnya sekira Rp. 200 /kg maka kompos ini akan laris terjual. Saat ini harga kompos di
tambahan. Jika dalam sehari ada 5.000 ton sampah, dalam sehari tersedia 3.500 ton
sampah organik yang siap dikonversi menjadi kompos. Dengan asumsi 1 kg sampah
organik bisa menghasilkan 0,6 kg kompos, dalam sehari bisa dihasilkan 2.100 ton
kompos. Dalam sebulan tersedia 63.000 ton kompos. Jika tiap kg kompos dijual dengan
harga Rp 200.00, gross income per bulannya mencapai 12,6 miliar dan net income Rp.
6,3 miliar.
hanya masalah teknis, tetapi juga masalah sosial, ekonomi dan budaya. Masalah
persampahan tidak hanya tanggung jawab instansi saja, tetapi juga melibatkan
lama yaitu sampah dikumpulkan, diangkut dan dibuang tanpa dikelola dengan baik.
Bahkan sampah yang dibuang tanpa dikemas atau dibungkus terlebih dahulu.
Masyarakat kita belum sadar, bahwa masalah sampah dikemudian hari akan
menjadi masalah serius yang dihadapi pemerintah daerah jika tidak segera dikelola
dengan baik mulai sekarang. Kita bisa melihat bagaimana repotnya pemerintah daerah
seperti terjadi di Kota Bandung dan Kota Bekasi. Ternyata masalah sampah juga
Grogot turut andil menjadi kendala penyelenggaraan persampahan yang dihadapi DKP
Paser. Masyarakat belum disiplin dalam membuang sampah. Mereka malas membuang
Selain malas membuang sampah pada tempatnya, warga juga tidak disiplin
dalam membuang sampah sesuai dengan jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh Dinas
sampah yang ditetapkan DKP yakni antara pukul 18.00 wita sampai 22.00 wita.
keluhan masyarakat yang merasa terganggu dengan kendaraan angkutan sampah milik
DKP yang mulai beroperasi bersamaan dengan jam atau waktu masyarakat berangkat ke
tempat kerjanya. Pertimbangan lain adalah untuk mengurangi kepadatan lalu lintas
para ketua RT/RW, himbauan keliling, himbauan melalui media massa dan himbauan
Hasil pemantauan di lokasi didapatkan bahwa jenis sampah yang dihasil dan
dibuang masyarakat Tanah Grogot adalah sampah organik dan sampah anorganik.
Sampah organik ini daihasilkan dari aktivitas rumah tangga dan pasar pagatan. Apriadji
(1989), menyatakan sampah organik merupakan sisa-sisa makanan dari rumah tangga
Sedangkan sampah anorganik juag dihasilkan dari kegiatan rumah tangga dan
pasar pagatan. Tasrial (1998), menyatakan sampah anorganik ini dihasilkan pada
tingkat rumah, misal berupa botol, botol plastik, tas plastik dan kertas.
Pagatan adalah sampah organik. Hal ini mungkin terjadi karena tingkat kesejahteraan
sampah organik, yaitu mencakup 60-70 % dari total volume sampah (www.goole.com,
2004).
tentang pengelolaan sampah yang baik, seperti waktu pembuangan sampah. Perlu
adanya sosialisasi dari pemerintah setempat dan peran serta masyarakat untuk
mengelola sampah sehingga sampah tidak mengotori dan menimbulkan dampak degatif
bagi lingkungan sekitar, dan penambahan sarana dan prasarana yang menunjang.
dinas tersebut memiliki jumlah sumberdaya manusia (SDM) sebanyak 105 orang yang
terdiri dari 58 sebagai tenaga kantoran sedangkan 57 orang sebagai sopir, buruh dan
petugas kebersihan (penyapu jalan dan sebagainya). Dari data yang ada disebutkan
bahwa dari 57 orang yang ada sebagai petugas kebersihan, telah ada sekitar 7 orang atau
sedangkan sisanya sebanyak 50 orang atau sebesar 87,72 % belum pernah mengikuti
pelatihan pengelolaan sampah. Hal ini sangat berkaitan sekali dengan kondisi petugas
kebersihan yang ditemui di lapangan bahwa melalui kuesioner yang diisi oleh beberapa
petugas kebersihan di lapangan diketahui bahwa masih banyak terdapat petugas yang
belum memahami secara benar mengenai pengelolaan sampah yang tepat serta
akhir (TPA).
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa jadwal waktu pembuangan telah
ditetapkan yakni antara pukul 18.00 wita sampai 22.00 wita, maka proses pengambilan
dan pengangkutan sampah dari TPS dilakukan pada pukul 24.00 wita sampai dengan
05.30 wita. Hal ini tentunya dengan pertimbangan untuk menghindari terganggunya
masyarakat dari bau sampah tersebut serta untuk mengurangi kepadatan lalu lintas pada
jam kerja.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dari segi pengetahuan
secara benar pengelolaan persampahan yang baik seperti apa, sehingga banyak
ditemukan dilokasi bahwa petugas yang ada hanya bekerja berdasarkan pengetahuan
seadanya. Hal inilah yang menyebabkan para petugas kebersihan terkadang tidak
A. Kesimpulan
1. Didapatkan volume sampah yang dibuang oleh masyarakat setiap harinya adalah
berkisar sekitar 77,7 m3/hari dengan volume sampah yang terlayani hanya sekitar
69,7 m3/hari. Dengan demikian terdapat 8 m3/hari atau 10,3 % sampah yang
seperti : bak sampah (TPS) sebanyak 32 buah, gerobak sampah 7 buah dan truk
dan prasarana tersebut adalah sebanyak 18 orang yang terdiri dari 6 orang petugas
gerobak sampah, 3 sopir dump truck dan 9 orang petugas pemuat sampah.
4. Pengelolaan sampah di Tanah Grogot, cenderung hanya dinas yang terkait (Dinas
Kebersihan dan Pertamanan) saja yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan, hal
ini terlihat dari kondisi masyarakat dimana masyarakat masih membuang sampah
hanya di sekitar TPS serta tidak membuang sampah pada waktu yang telah
ditentukan.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh maka diperoleh beberapa saran
1. Sebaiknya dinas atau lembaga yang terkait memperhatikan dan menganalisa lebih
lanjut mengenai bentuk dan ukuran Tempat Pembuangan Sementara (TPS) seperti
membagi TPS menjadi dua bagian yakni bagian sampah organik dan bagian sampah
non organik serta memperhatikan peletakan TPS yang berdasarkan pada kepadatan
penduduk dan tidak terlalu jauh dari pemukiman sehingga memudahkan masyarakat
2. Perlu penambahan sarana dan prasarana kebersihan berupa bak sampah beton dan
ulin (TPS) sebanyak 32 buah, gerobak sampah sebanyak 6 buah dan dump truck
orang yang terdiri dari 6 orang petugas gerobak sampah, 3 orang sopir dump trcuk
dan 6 orang petugas pemuat sampah, yang disesuaikan dengan jumlah sarana dan
sampah dapat ditentukan berdasarkan pada kondisi kepadatan sampah dan titik-titik
peletakan TPS.
hanya menggunakan sistem open dumping, sehingga disarankan kepada dinas atau
sanitary landfill.
pemahaman pengelolaan sampah agar para petugas tersebut memiliki suatu cara
dalam mengelola sampah selain sampah tersebut hanya dibuang seperti mengolah
6. Peran serta pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan sampah di Tanah Grogot,
sehingga masyarakat mengetahui dampak positif dan negatif dari sampah dan sadar
dalam membuang sampah. Selain itu diharapkan masyarakat juga dapat memperoleh
BPS Kabupaten Paser, 2004. Kabupaten Paser dalam Angka. Tanah Grogot.
Center for Policy and Implementation Studies (CPIS). 1992. Buku Panduan Teknik
Pembuatan Kompos dari Sampah, Teori dan Aplikasi. Jakarta.
Damanhuri,E (Ketua Tim). 1999. Pilot Proyek Pengomposan Vermi Sampah Kota.
Kerjasama dengan Direktorat Jendral Cipta Karya - PU dengan Lembaga
Pengabdia.n Pada Masyarakat ITB. Bandung : Tim Lab. Buangan Padat dan Ba.
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Paser, 2003. Gambaran Umum Dinas
Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Paser. Tanah Grogot
Dinas Kebersihan Kota DKI Jakarta, 1985. Permasalahan dan Pengelolaan Sampah
Kota Jakarta. Jakarta.
Ditjend PPM dan PLP Depkes, 1989. Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan dan
Pengendalian Dampak Sampah (Aspek Kesehatan Lingkungan). Direktorat
Jenderal PPM dan PLP Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Ditjend TPTP. 2001. Informasi Umum Pembangunan Perkotaan dan Pedesaan.
Direktorat Jenderal, Departemen Kimpraswil, Jakarta.
Murtadho, D., dan S. E. Gumbira. 1988. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Padat.
PT. Melton Putra. Jakarta
Rochaeni, Ani dkk, 2003. Pengaruh Agitasi Terhadap Proses Pengomposan Sampah
Organik. Jurusan Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik - Universitas Pasundan.
Bandung
DAFTAR PERTANYAAN
STUDI PENGELOLAAN SAMPAH DI TANAH GROGOT
KABUPATEN PASER
Keterangan Umum
• Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tentang keadaan dan pengelolaan
sampah di Kecamatan Tanah Grogot Kabupaten Paser
• Kuisioner ini terdiri dari beberapa pertanyaan mengenai pengelolaan sampah di
Tanah Grogot
Oleh :
Muhammad Akbar
E2F206022
April 2008
Keterangan Responden (Masyarakat)
1. Nama :
2. Instansi/Pekerjaan :
3. Alamat :
4. Kelurahan :
5. RT/RW :
6. Jarak domisili dari lokasi TPS : 0 – 200 m 501 – 750 m
201 – 500 m 751 – 1000 m
7. Pendapatan / bulan :
DAFTAR PERTANYAAN :
1. Sampai saat ini, apakah anda mengetahui adanya kebijakan penanganan sampah
di Tanah Grogot ?
3. Menurut anda, apakah setiap warga Tanah Grogot harus ikut bertanggung jawab
terhadap penanganan sampah ?
4. Sampai ssat ini, seberapa pentingkah rasa tanggung jawab setiap warga Tanah
Grogot dalam ikut menangani sampah ?
5. Sampai saat ini, apakah anda sudah membuang sampah pada tempatnya ?
9. Sampai saat ini, berapa jumlah kepala keluarga dalam rumah anda ?
1 KK 2 KK ...... KK
10. Sampai saat ini, berapa jumlah anggota keluarga dalam 1 kepala keluarga di
rumah anda?
11. Saat ini, berapa jumlah sampah yang anda hasilkan setiap hari (per kantong
plastik) ?
12. Ukuran plastik yang seperti apa yang anda gunakan untuk membuang sampah ?
13. Sampai saat ini, berapa kali anda membuang sampah dalam sehari (yang
menggunakan kantong plastik) ?
15. Selain membuang sampah, apakah ada perlakuan lain yang berikan terhadap
sampah?
16. Menurut anda, apakah perlu memilah milah sampah yang anda hasilkan untuk
memudahkan pengelolaan sampah ?
1. Nama :
2. Umur :
3. Pekerjaan :
4. Jabatan :
5. Lama kerja : 0 – 5 thn 10,01 – 15 thn
5,01 – 10 thn Lebih dari 15 thn
6. Pendidikan : SD SMU
tertinggi SMP D1/D2
D3 S1
Daftar Pertanyaan :
1. Tahukah anda bahwa ada struktur organisasi yang melaksanakan
penanganan sampah Tanah Grogot ?
4. Jika tidak berjalan dengan baik, bentuk sistem organisasi yang bagaimana
menurut anda yang akan berjalan baik ?
DATA SURVEY KEADAAN FISIK RUMAH MASYARAKAT
TANAH GROGOT KECAMATAN TANAH GROGOT KABUPATEN PASER
2 4 6
1 Tingkat rumah
1 tingkat 2 tingkat > 2 tingkat
2 4 6
2 Pagar
Tanpa pagar kayu Beton/ulin
2 4 6
3 Dinding
Kayu biasa Kayu ulin Beton
2 4 6
4 Atap
Seng/atap daun Genteng/sirap Multi roof
2 4 6
5 Luas Bangunan
< 36 m2 37 m2 - 70 m2 > 70 m2
Total Score Ranking Score Klas Jenis Pelanggan
10 - 16 A
17 – 24 B
25 - 30 C