You are on page 1of 7

BENUA MARITIM INDONESIA (BMI)

Oleh :
FEBY JEKSEN T.L. SURYO ADHI NUGROHO ANJAR SETIAWAN : D21111274 : D21111276 : : D21111289 D21111298

JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN

2012/2013
A. KARAKTERISTIK BENUA MARITIM INDONESIA BMI terbentang dari 92 BT sampai 141 BT dan 720 LU sampai dengan 14 LS yang merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari: a. 5.707 pulau yang telah bernama dan 11.801 pulau yang belum bernama. b. Luas perairan 3,1 juta km2, dan luas perairan ZEE 2,7 juta km2. c. Panjang seluruh garis pantai 80.791 km, panjang garis dasar 14.698 km. 2. Batas batas yuridis wilayah laut a. Perairan pedalaman merupakan bagian dari wilayah perairan nusantara, pada wilayah ini Indonesia memiliki kedaulatan mutlak dan kapal kapal asing tidak mempunyai hak lintas. b. Perairan Nusantara, merupakan laut yang terletak di antara pulau, dibatasi atau dikelilingi oleh garis pangkal tanpa memperhatikan kedalaman dan lebar laut tersebut. c. Laut Territorial, adalah wilayah perairan di luar perairan nusantara yang lebarnya tidak melebihi 12 mil laut di ukur dari garis pangkal. d. Zona tambahan, adalah wilayah laut yang diukur dari 12 mil dari laut territorial atau 24 mil dari pangkal pantai. Pada batas ini, Indonesia hanya bisa melaksanakan hak hak tertentu saja. e. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), adalah suatu daerah diluar dan berdampingan dengan laut territorial, lebar zona ini 200 mil dari garis pangkal. Di perairan ini, Indonesia memiliki hak daulat atas eksploitasi. f. Landas Kontinen, adalah batas laut yang lebih dari 200 mil dari pangkal dengan ketentuan: 1). Lebar tidak lebih 350 mil dari pangkal, tidak melebihi 100 mil di ukur dari garis kedalaman 2.500 m. g. Laut lepas. 3. Batas wilayah udara a. Teori udara bebas ( Air Freedom Theory) Teori ini terbagi atas dua: pun

memelihara keamanan. 2) negara bawah hanya mempunyai hak terhadap wilayah udara zona territorial tertentu. b. Teori Negara berdaulat di udara ( The Air Souvereignty Theory)

Benua Maritim Indonesia adalah hasil perjuangan bangsa Indonesia melawan segala pihak yang tidak mau melihat bangsa Indonesia yang merdeka dan bersatu di Kepulauan Nusantara yang merupakan satu keutuhan geografis. Ketika rakyat Indonesia, terutama para pemudanya, melancarkan gerakan kemerdekaan bangsa Indonesia yang dimulai dengan menyatakan Sumpah Pemuda pada tahun 1928, banyak pihak yang mengatakan bahwa kebangsaan Indonesia adalah satu illusi belaka. Di antara mereka tidak hanya terdapat kaum politik kolonialis yang tidak sudi melihat Indonesia merdeka, tetapi juga pakar ilmu sosial yang melihat persoalannya dari segi ilmiah. Malahan ada pula orang Indonesia yang terpengaruh oleh sikap dan pandangan kolonial itu dan turut berpikir serta berbicara seperti pihak penjajah. Memang Indonesia adalah satu kenyataan dan diteguhkan oleh ridho Illahi dalam wujud kehidupan bangsa merdeka yang pada tahun 1945 telah berlangsung 50 tahun. Kenyataan itu semua menolak segala kesangsian, baik yang bersifat ilmiah maupun politik, bahwa Indonesia hanya mungkin ada karena dan kalau dijajah. Dalam 50 tahun bangsa Indonesia berhasil mengatasi segala usaha pihak lain yang hendak merontohkan Indonesia, dari luar maupun dari dalam. Bangsa Indonesia pun berhasil memperoleh pengakuan eksistensinya dari semua bangsa di dunia, termasuk dari bekas penjajahnya. Selain itu bangsa Indonesia berhasil memperoleh pengakuan bahwa wilayah Republik Indonesia yang meliputi Kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan geografi. Dunia internasional mengakui eksistensi satu Benua Maritim Indonesia. Namun demikian bangsa Indonesia sepenuhnya pula sadar bahwa bangsa Indonesia terdiri dari sekian banyak suku dan golongan, masing-masing dengan kebudayaannya sendiri. Demikian pula adanya kemungkinan bahwa rakyatnya melihat perairan yang ada antara pulaupulau bukan sebagai penghubung melainkan sebagai pemisah pulau satu dengan yang lain. Sebab itu bangsa Indonesia mengambil sebagai semboyan nasionalnya Bhinneka Tunggal Eka atau Kesatuan dalam Perbedaan. Timbul pula kesadaran bahwa dapat timbul kerawanan nasional kalau tidak ada pendekatan secara tepat. Pihak lain yang tidak mau melihat bangsa Indonesia maju pasti akan memanfaatkan kerawanan demikian. Maka untuk menjamin agar kesatuan Indonesia selalu terpelihara, bangsa Indonesia melahirkan Wawasan Nusantara. Pandangan itu adalah satu konsepsi geopolitik dan geostrategi yang menyatakan bahwa Kepulauan Nusantara yang meliputi seluruh wilayah daratan, lautan dan ruang angkasa di atasnya beserta seluruh penduduknya adalah satu kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan-keamanan. Agar bangsa Indonesia mencapai tujuan perjuangannya, yaitu terwujudnya masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila, Wawasan Nusantara harus diaktualisasikan dan tidak tinggal sebagai semboyan atau potensi belaka. Untuk memperoleh aktualisasi Wawasan Nusantara ada tiga kendala utama, yaitu : Satu, Indonesia belum menjalankan manajemen nasional yang memungkinkan perkembangan seluruh bagian dari Benua Maritim itu. Meskipun pada tahun 1945 para Pendiri Negara telah mewanti-wanti agar Republik Indonesia sebagai negara kesatuan memberikan otonomi luas kepada daerah agar dapat berkembang sesuai dengan sifatnya, namun dalam

kenyataan selama 50 tahun merdeka Indonesia menjalankan pemerintahan sentralisme yang ketat. Akibatnya adalah bahwa pulau Jawa dan lebih-lebih lagi Jakarta sebagai pusat pemerintahan Indonesia, mengalami kemajuan jauh lebih banyak dan pesat ketimbang bagian lain Indonesia, khususnya Kawasan Timur Indonesia. Kalau sikap demikian tidak segera berubah maka tidak mustahil kerawanan nasional seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, dapat menjadi kenyataan yang menyedihkan. Rakyat yang tinggal di luar Jawa kurang berkembang maju dan merasa tidak puas dengan statusnya. Apalagi melihat kondisi dunia yang sedang bergulat dalam persaingan ekonomi dan menggunakan segala cara untuk unggul dan memenangkan persaingan itu. Dua, meskipun segala perairan yang ada di Benua Maritim Indonesia merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia, namun dalam kenyataan mayoritas bangsa Indonesia lebih berorientasi kepada daratan saja dan kurang dekat kepada lautan. Itu dapat dilihat pada rakyat di pulau Jawa yang merupakan lebih dari 70 persen penduduk Indonesia. Tidak ada titik di pulau Jawa yang melebihi 100 kilometer dari lautan. Dalam zaman dulu sampai masa kerajaan Majapahit dan Demak mayoritas rakyat Jawa adalah pelaut. Akan tetapi sejak sirnanya kerajaan Majapahit dan Demak rakyat Jawa telah menjadi manusia daratan belaka yang mengabaikan lautan yang ada di sekitar pulaunya. Titik berat kehidupan adalah sebagai petani tanpa ada perimbangan sebagai pelaut. Juga dalam konsumsi makanannya ikan dan hasil laut lainnya tidak mempunyai peran penting. Gambaran rakyat Jawa itu juga terlihat pada keseluruhan rakyat Indonesia, yaitu orientasi ke daratan jauh lebih besar ketimbang ke lautan. Untung sekali masih ada perkecualian, yaitu rakyat Bugis, Buton dan Madura dan beberapa yang lain, yang dapat memberikan perhatian sama besar kepada daratan dan lautan. Menghasilkan tidak saja petani tetapi juga pelaut yang tangguh. Gambaran keadaan umum rakyat Indonesia amat bertentangan dengan kenyataan bahwa luas daratan nasional adalah sekitar 1,9 juta kilometer persegi, sedangkan wilayah perairan adalah sekitar 3 juta kilometer persegi. Apalagi kalau ditambah dengan zone ekonomi eksklusif yang masuk wewenang Indonesia. Selama pandangan mayoritas rakyat Indonesia terhadap lautan belum berubah, bagian amat besar dari potensi nasional tidak terjamah dan karena itu kurang sekali berperan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa. Malahan yang lebih banyak memanfaatkan adalah bangsa lain yang memasuki wilayah lautan Indonesia untuk mengambil kekayaannya. B. Dimensi Benua Maritim Indonesia a) Dimensi Kewilayahan Karakteristik BMI, ditinjau dari segi konfigurasi geografisnya merupakan wilayah perairan yang ditaburi pulau besar dan kecil. Topografi daratan wilayah Indonesia merupakan pegunungan dengan gunung gunung berapi, memiliki garis pantai terpanjang, panjang pantai 81.000 km (kedua terpanjang di dunia setelah Canada ) merupakan wilayah pesisir dengan ekosistem yang secara biologis sangat kaya dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Secara metereologis, perairan nusantara menyimpan berbagai data metrologi maritim yang amat vital dalam menentukan tingkat akurasi perkiraan iklim global. Di perairan kita terdapat gejala alam yang dinamakan Arus Laut Indonesia (Arlindo) atau the Indonesian throughflow yaitu arus laut besar yang permanen masuk ke perairan Nusantara dari samudra Pasifik yang mempunyai pengaruh besar pada pola migrasi ikan pelagis dan pembiakannya dan juga pengaruh besar pada iklim benua Australia.

Wilayah daratan dan perairan Indonesia mengandung kekayaan yang beraneka ragam, baik yang berada di dalam maupun dipermukaan bumi. Wilayah Indonesia dihuni oleh penduduk yang jumlahnya akan mencapai 250 juta jiwa pad a tahun 2020 serta terdiri dari berbagai suku yang memiliki budaya tradisi dan pola kehidupan yang beraneka ragam. b) Dimensi Kehidupan Nasional BMI sebagai aktualisasi Wawasan Nusantara dalam dimensi kehidupan nasional mencakup kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Aktualisasinya dalam kehidupan bermasyarakat adalah kehidupan bersama yang saling berinteraksi antara orang orang dalam suatu kelompok, dimana setiap orang atau pihak yang berkepentingan terhadap pihak lainnya saling mempunyai kewajiban. Pendayagunaan BMI merupakan wahana untuk menampung, menyalurkan, memproses, dan mengaktualisasikan tuntutan aspirasi seluruh bangsa Indonesia. Kebijaksanaan yang merupakan cerminan aspirasi bangsa, selain diarahkan pada pencapaian tujuan dan perwujudan cita cita bersama, juga diarahkan untuk memperkuat pendayagnaan BMI dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan serta meningkatkan ketahanan nasional bangsa Indonesia. C. BATAS YURIDIKSI WILAYAH LAUT DAN UDARA INDONESIA 1. PERAIRAN PEDALAMAN Laut pedalaman adalah sejenis laut yang merupakan bagian dari sebuah negara dan bukan merupakan laut teritorial. Laut ini adalah kumpulan dari semua sungai, danau, terusan dan kumpulan air lainnya di wilayah suatu negara. 2. PERAIRAN NUSANTARA Indonesia adalah negara kepulauan terbesar dunia. Secara fisik, dia punya panjang garis pantai mencapai 81.000 kilometer dengan jumlah pulau mencapai lebih dari 17.500 pulau. Luas daratan 1,9 juta kilometer persegi, sementara luas perairan 3,1 juta kilometer persegi. Bukan perkara mudah menjaga wilayah seluas itu. Apalagi sebagai negara kepulauan yang letaknya berada di antara dua samudra dan dua benua, Indonesia berbatasan setidaknya dengan 10 negara, mulai dari Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Australia, Papua Niugini, Timor Leste, Palau, hingga India. Sepanjang sejarah, wilayah perairan Indonesia berubah-ubah luasnya, sesuai dengan rezim aturan yang berlaku pada masanya. Menurut pakar hukum kelautan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Agus Brotosusilo, pada masa kolonialisasi Belanda, berlaku ketentuan Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie (TZMKO) 1939, yang dijiwai prinsip Mare Liberum (Freedom of The Sea) seorang genius hukum dan juga bapak hukum internasional asal Belanda, Hugo Grotius (1604). 3. LAUT TERRITORIAL Laut teritorial atau perairan teritorial (bahasa Inggris: Territorial sea) adalah wilayah kedaulatan suatu negara pantai selain wilayah daratan dan perairan pedalamannya; sedangkan bagi suatu negara kepulauan seperti Indonesia, Jepang, dan Filipina, laut teritorial meliputi pula suatu jalur laut yang berbatasan dengannya perairan kepulauannya dinamakan perairan internal termasuk dalam laut teritorial pengertian kedaulatan ini meliputi ruang udara di atas laut teritorial serta dasar laut dan tanah di bawahnya dan, kedaulatan atas laut teritorial dilaksanakan dengan menurut ketentuan

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea)[1] lebar sabuk perairan pesisir ini dapat diperpanjang paling banyak dua belas mil laut (22,224 km) dari garis dasar (baseline-sea)Istilah laut teritorial dan perairan teritorial kadang-kala digunakan pula secara informal untuk menggambarkan dimana negara memiliki yurisdiksi, termasuk perairan internal, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen berpotensi. 4. WILAYAH UDARA Untuk membuat ketentuan-ketentuan hokum udara, maka para ahli hukum menggali hukum-hukum lama yang pernah berlaku yang berhubungan dengan ruang udara dan akhirnya diketemukannya suatu maxim (ketentuan lama) yang berlaku pada jaman Romawi yang menyebutkan Cujus Est Solum Ejus Usque Ad Coelum Et Ad Infinitum yang dapat diartikan barang siapa memiliki sebidang tanah, maka juga memiliki pula apa yang ada diatasnya dan juga yang ada dibawahnya serta tidak terbatas.Maxim tersebut menimbulkan suatu perbedaan pendapat yang hangat di antara para ahlihukumseperti:1. Paul Fauchille (1858-1926) dengan teorinya Air Freedom Theory menyebutkan bahwa ruang udara itu bebas dan oleh karena itu tidak dapatdimiliki oleh negara bawah. Teori Paul Fauchille tersebut didasari oleh karena : a. Sifat udara adalah bebas. b. Udara adalah warisan seluruh umat manusia. 2. West Lake dengan teorinya Air Sovereignty Theory menyebutkan bahwa ruang udara itu tertutup yang berarti dapat dimiliki oleh setiap negara bawah. Untuk menyelesaikan masalah kedaulatan wilayah udara tersebut, maka pada tahun 1910 diadakan konperensi internasional (The International Conference on Air Navigation) di kota Paris (Perancis) yang hanya dihadiri oleh 3 negara yaitu negara Inggris, Jerman dan Perancis. Delegasi negara Inggris mengusulkan bahwa negara memiliki kedaulatan penuh terhadap ruang udara yang ada diatasnya, delegasi negara Jerman mengusulkan bahwa negara memiliki kedaulatan penuh terhadap ruang udara yang dapat dikuasainya, sedangkan delegasi negara Perancis mengusulkan bahwa ruang udara adalah bebas dengan memperhatikan akan kepentingan keamanan negara, penduduk dan harta benda, maka apabila dilihat usulan-usulan seperti tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa telah terjadi tidak adanya keseragaman pendapat di antara ke tiga negara yang akhirnya dapat disimpulkan bahwa konperensi tersebut mengalami kegagalan. Berakhirnya Perang Dunia I, menimbulkan banyaknya negara-negara merasakan bahwa ruang udara yang ada di atas negaranya harus bersifat tertutup, karena dengan adanya pengalaman bahwa ruang udara dapat digunakan sebagai pintu masuk pesawat militer dengan mudah untuk menyerang.Pada tahun 1919 kembali diadakan konperensi internasional di kota Paris (Perancis) yang dihadiri oleh 31 negara yang hadir dan menghasilkan suatu konvensi yaitu Convention Relating to the Regulation of Aerial Navigation 1919 atau yang lebih dikenal dengan Konvensi Paris1919. Pada Pasal 1 Konvensi Paris 1919 disebutkan bahwa setiap negara anggota mengakui hak kedaulatan lengkap dan eksklusip di ruang udara di atas wilayahnya baik di darat, laut wilayah maupun di negara kolonial (jajahan) nya. Konvensi ini mengalami

kegagalan juga, karena belum mencapai jumlah ratifikasi seperti yang ditentukan, dan ini juga dikarenakan hanya negara-negara anggota Konvensi Paris 1919 saja yang diakui wilayah di ruang udara, sedangkan bagi negara-negara yang bukan anggota konvensi ini tidak diakui memiliki wilayah di ruang udara.

You might also like