You are on page 1of 29

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................................................i
Daftar Isi..............................................................................................................................1
BAB I...................................................................................................................................2
PENDAHULUAN...............................................................................................................2
A. Latar Belakang Penulisan.............................................................................................2
B. Masalah Penulisan........................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................................4
D. Manfaat Penulisan........................................................................................................4
BAB II ...............................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................5
A. Riwayat Hidup Singkat Sigmund Freud......................................................................6
B. Teori Kepribadian Psikoanalisis ; Sigmund Freud.....................................................7
C. Dinamika Kepribadian...............................................................................................11
D. Mekanisme Pertahanan Diri.......................................................................................13
E. Perkembangan Kepribadian dan Karakter Kepribadian.............................................19
F. Psikopat......................................................................................................................22
G. Etiologi Psikopat........................................................................................................23
H. Gejala dan Bentuk Psikopat.......................................................................................24
I. Terapi dan Pencegahan...............................................................................................27
BAB III.............................................................................................................................28
KESIMPULAN................................................................................................................28

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penulisan


Psikoanalisa merupakan salah satu aliran dalam Psikologi yang berpandangan
bahwa manusia lahir telah membawa warisan (kecerdasan, libido sexual/dorongan-
dorongan perilaku yang berorientasi pada kesenangan) dari orang tua yang melahirkan,
dari gagasannya ini psikoanalisa dapat digolongkan dalam aliran nativisme lawan dari
empirisme yang beranggapan manusia lahir bagaikan kertas putih tanpa membawa
warisan dari orang tua.
Aliran psikoanalisa yang dipelopori oleh Sigmund Freud ini berpendapat bahwa
struktur kepribadian terdiri dari id (dorongan, nafsu, libido sexual), Ego (Diri), dan
Superego (Nilai-nilai) . Id adalah struktur paling mendasar dari kepribadian, seluruhnya
tidak disadari dan bekerja menurut prinsip kesenangan, tujuannya pemenuhan kepuasan
yang segera. Ego berkembang dari id, struktur kepribadian yang mengontrol kesadaran
dan mengambil keputusan atas perilaku manusia. Superego, berkembang dari ego saat
manusia mengerti nilai baik buruk dan moral. Superego merefleksikan nilai-nilai sosial
dan menyadarkan individu atas tuntuta moral. Apabila terjadi pelanggaran nilai, superego
menghukum ego dengan menimbulkan rasa salah.
Kasus terhangat saat seorang dari Jombang mencincang korbannya dan
membuangnya di sebuah tempat. Ia membunuh teman-temannya di halaman belakang
rumahnya dan menguburnya diam-diam. Ia tenang saja, tak menutupi wajahnya ketika
kamera televisi membidiknya. Ia mengaku tak tahu kenapa dia membunuh.
Psikopat adalah suatu gejala kelainan kepribadian yang sejak dahulu dianggap
berbahaya dan mengganggu masayarakat. Menurut penelitian sekitar 1% dari total
populasi dunia menghadapi psikopati. Pengidap ini sulit dideteksi karena sebanyak 80%
lebih banyak yang berkeliaran dari pada yang mendekam dipenjara atau di rumah sakit
jiwa, pengidaonya juga sukar disembuhkan. Dalam kasus kriminal, psikopat dikenali
sebagai pembunuh, pemerkosa, dan koruptor. Namun, ini hanyalah 15-20% dari total
psikopat. Selebihnya adalah pribadi yang berpenampilan sempurna, pandai bertutur kata,

2
mempesona, mempunyai daya tarik luar biasa dan menyenangkan namun sebenarnya
adalah orang yang membahayakan bagi masyarakat karena seorang psikopat dapat
melakukan apa saja yang diinginkan dan yakin bahwa yang dilakukannya itu benar.
Kasus diatas jika dikaitkan dengan teori psikoanalisa, menjadi sebuah kritik
tersendiri terhadap teori tersebut. Saat melakukan pembunuhan, pemerkosaan, atau
korupsi seorang psikopat tidak memikirkan tindakan tersebut apakah salah atau benar.
Dimana tugas tersebut seharusnya menjadi tugas ego, yang mempertimbangkan sebuah
tindakan itu benar atau tidak. Saat selesai melakukan pembunuhan atau kesalahan,
seorang psikopat tidak memiliki rasa bersalah atau tertekan dan cenderung menganggap
remeh sebuah kesalahan. Dalam hal ini peran superego tidak berjalan semestinya, tidak
ada hukuman terhada ego yang menjadi pelaksana, superego serasa tak mempunyai daya
melawan kekuatan id untuk mempengaruhi ego.

1.2 Masalah Penulisan

 Apa yang dimaksud dengan teori psikoanalisis Sigmund Freud?


 Apa yang dimaksud dengan psikopat?
 Bagaimana kaitannya antara struktur kepribadian yang dikemukakan oleh
sigmund frued dalam teori psikoanalisanya dengan realita kepribadian yang
dialami oleh seorang psikopat?

1.3 Tujuan Penulisan


 Mendeskripsikan teori psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud.
 Mendeskripsikan tentang dinamika kepribadian
 Mendeskripsikan mekanisme mempertahankan diri
 Mendeskripsikan fase-fase psikoseksual
 Mendeskripsikan definisi psikopat
 Mendeskripsikan etiologi psikopat
 Mendeskripsikan gejala psikopat
 Mendeskripsikan mengenai terapi dan pencegahan psikopat

3
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat Teoritis
Mencapai pemahaman mendalam tentang teori psikoanalisis sebagai salah satu
aliran ilmu psikologi. Selain itu penulisan ini dapat menjadi dasar untuk memahami
kehidupan mental indvidu dan pengaruh yang kuat terhadap kepribadian seseorang.

Manfaat Aplikatif
Sebagai metode untuk menganalisis masalah kejiwaan yang dihadapi seseorang.
Selain itu, secara aplikatif teori psikoanalisis sigmun freud memberikan pemahaman
tentang struktur kepribadian individu, sehingga para orang tua atau pun pendidik selaku
pembentuk faktor kepribadian tersebut dapat memberikan pengajaran dan pola asuh yang
sesuai untuk anak.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Riwayat Hidup Singkat Sigmund Freud


Sigmund Freud dilahirkan 6 mei 1856 dari sebuah keluarga Yahudi di Freiberg,
Moravia sebuah kota kecil di Austria (kini menjadi bagian dari Cekoslowakia). Setelah
menamatkan sekolah menengah di kota Wina, Freud masuk fakultas kedokteran
Universitas Wina dan lulus sebagai dokter pada tahun 1881. Adapun minat ilmiah Freud
adalah pada neurologi,sebuah minat yang menyebabkan Freud menekuni penanganan
ganguan-ganguan neurotic, khusunya hysteria.
Semasa muda ia merupakan anak favorit ibunya. Dia adalah satu-satunya anak
(dari tujuh bersaudara) yang memiliki lampu baca (sementara yang lain hanya
menggunakan lilin sebagai penerang) untuk membaca pada malam hari dan satu-satunya
anak yang diberi sebuah kamar dan perabotan cukup memadai untuk menunjang
keberhasilan sekolahnya. Freud dikenal sebagai seorang pelajar yang jenius, menguasai 8
(delapan) bahasa dan menyelesaikan sekolah kedokteran pada usia 30 tahun. Setelah lulus
ia memutuskan untuk membuka praktek di bidang neurologi.
Ketika Freud masih menjadi mahasiswa, seorang ahli saraf ternama dari Wina,
Dr. Joseph Breur, telah mengunakan metode khusus untuk menangani hysteria, yakni
metode hipnotis. Freud sempat mengadakan kerjasama dengan Breur, yang menghasilkan
penanganan atas sejumlah kasus histeris yang dibukukan dengan judul Studien uber
Hysterie (1895). Setelah meninggalkan metode hipnotis. Freud mencoba metode lain,
yakni metode ssugesti yang dipelajarinya dari Bernheim pada tahun 1889. Dan metode
yang terakhir ini pula pun ternyata tidak memuaskan Freud, sehingga ia akhirnya
mengembangkan dan menggunakan metode sendiri yang disebut metode asosiasi bebas
(free association method). Hal yang paling penting dari pengembangan asosiasi bebas ini
adalah, metode asosiasi bebas dengan prinsip atau anggapan yang mendasarinya telah
membawa Freud kepada suatu kesimpulan bahwa ketaksadaran memiliki sifat dinamis,
dan memegang peranan dalam terjadinya ganguan neurotic seperti hysteria.

5
Sejak Freud menempuh jalannya sendiri, mengembangkan gagasan dan metode
terapinya sendiri, Freud sesungguhnya tengah berada dalam usaha membangun landasan
bagi pengajaran psikoanalisanya yang unik. Dapat dikatakan bahwa metode asosiasi
bebas merupakan tonggak yang menandai dimulainya psikoanalisa.
Pada periode awal dari psikoanalisa Freud mengembangkan analisis mimpi (drem
analysis) atau penafsiran mimpi. Freud berdasarkan anggapannya bahwa isi mimpi adalah
symbol dari keinginan-keinginan tertentu yang direpres di alam tak sadar. Mimpi itu
sebdiri via regia (jalan utama) menuju alam tak sadar.
Dalam buku pertamanya yang diberi judul The Interpretiation of Dream (Die
Traumdeutung,1900), Freud menunjukanbagaimana mimpi-mimpinya sendiri ia telaah
dan ia tafsirkan. Melalui buku ini dan tiga buah buku lainnya yang menyusul,
Psychothology of Everyday Life (1901), Three Essay on Sexuality (1905) dan Case of
Dora (1905), freud telah menetapkan dasar-dasar yang kokoh bagi psikoanalisa, sekaligus
telah memperlihatkan dirinya sebagai seorang innovator yang jenius dan gagasan yang
brilian.
Ia meninggal dunia pada tanggal 23 september 1939 di London. Freud telah
berhasil menjadikan psikoanalisa satuy aliran yang kuat, berpengaruh, dan tetap tegar
menghadapi serangan dari manapun.

2.2 TEORI KEPRIBADIAN PSIKOANALISIS ; SIGMUND FREUD


Ada dua asumsi yang mendasari teori psikoanalisis Freud, yaitu asumsi
determinisme psikis dan asumsi motivasi tak sadar. Asumsi determinisme psikis (psychic
deteminism) meyakini bahwa segala sesuatu yang dilakukan, dipikirkan, atau dirasakan
individu mempunyai arti dan maksud, dan itu semuanya secara alami sudah ditentukan.
Adapun asumsi motivasi tak sadar (unconscious motivation) meyakini bahwa sebagian
besar tingkah laku individu (seperti perbuatan, berpikir, dan merasa) ditentukan oleh
motiv tak sadar.
Menurut Freud, psikoanalisis ialah sebuah metode perawatan medis bagi orang-
orang yang menderita gangguan syaraf. Psikoanalisis merupakan suatu jenis terapi yang
bertujuan untuk mengobati seseorang yang mengalami penyimpangan mental dan syaraf.

6
Psikoanalisis dikembangkan oleh Sigmund Freud ketika ia menangani neurosis dan
masalah mental lainnya. Sumbangan-sumbangan utama yang bersejarah dari teori dan
raktek psikoanalitik mencakup:
Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan pemahaman terhadap sifat
manusia bisa diterapkan pada peredaan penderitaan manusia.
Tingkah laku diketahui sering ditentukan oleh faktor-faktor tak sadar.
Perkembangan pada masa dini kanak-kanak memiliki pengaruh yang kuat terhadap
kepribadian di masa dewasa.
Teori psikoanalitik menyediakan kerangka kerja yang berharga untuk memahami
cara-cara yang digunakan oleh individu dalam mengatasi kecemasan dengan
mengandaikan adanya mekanisme-mekanisme yang bekerja untuk menghindari
luapan kecemasan.
Pendekatan psikoanalitik telah memberikan cara-cara mencari keterangan dari
ketaksadaran melalui analisis atas mimpi-mimpi, resistensi-resistensi, dan
transferensi-transferensi
Dalam teori psikoanalisis yang dipakainya, kepribadian dipandang sebagai suatu
struktur yang terdiri dari tiga unsur dan sistem, yakni Id (Das Es), Ego (Das Ich), dan
Superego (Das Uber Ich). Ketiga sistem kepribadian ini satu sama lain saling berkaitan
serta membentuk totalitas dan tingkah laku manusia yang tak lain merupakan produk
interaksi ketiganya.
1. Id
Id adalah segi kepribadian tertua, system kepribadian pertama, ada sejak lahir
(bahkan mungkin sebelum lahir), diturunkan secara genetic, langsung berkaitan dengan
dorongan-dorongan biologis manusia dan merupakan sumber / cadangan energi manusia,
sehingga dikatakan juga oleh Freud sebagai jembatan antara segi biologis dan psikis
manusia. Id bekerja berdasarkan prinsip-prinsip yang amat primitive sehingga bersifat
kaotik (kacau,tanpa aturan), tidak mengenal moral,tidak memiliki rasa benar-salah.
Salah-satunya yang diketahui Id adalah perasaan senang-tidak senang, sehinga dikatakan
bahwa Id bekerja berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle). Ia selalu mengejar
kesenangan dan menghindar dari ketegangan . teori Freud sebagai keselurahan juga
dikenal sebagai teori penurunan ketegangan (drive reduction theory). Untuk menjalankan

7
fungsinya Id memiliki dua mekanisme dasar, yaitu: gerakan-gerakan refleks dan proses
primer. Dalam keadaan lapar mulut bayi akan langsung mengatup pada puiting ibunya
dan menghisap susu, bila terkena debu mata akan langsung berkedip dan seterusnya.
Walaupun demikian refleks tidak selalu efesian dalam meredakan ketegangan, sehingga
diperlukan proses dimana manusia membentuk citra dari obyek yang berguna bagi
pemuasan suatu kebutuhan mendasar. Proses pembayangan ini disebut proses primer
yaitu penerjemahan dari kebutuhan menjadi keinginan dan ini memiliki cirri: tidak logis,
tidak rasional, tidak dapat membedakan antara khayalan dan realitas, tidak dapat
membedakan antara saya dan bukan saya. Untuk dapat bertahan hidup seorang bayi
mutlak harus dapat membedakan mana yang khayal mana yang kenyataan, maka
berkembanglah system kepribadian kedua, yaitu Ego.

2. Ego
Ego adalah sitem kepribadian yan bertindak sebagai pengarah individu kepada
dunia objek dari kenyataan, dan menjalankan funsinya berdasarkan prinsip kenyataan
(the reality principle). Menurut Freud, ego terbentuk pada struktur kepribadian hasil
kontak dunia luar. Ego adalah segi kepribadian yang harus tunduk pada Id dan harus
mencari dalam realitas apa yang dibutuhkan Id sebagai pemuas kebutuhan dan pereda
ketegangan. Dengan demikian Ego adalah segi kepribadian yang dapat membedakan
antara khayalan dan kenyataan serta mau menanggung ketegangan dalam batas tertentu.
Berlawanan dengan Id yang bekerja berdasarkan prinsip kesenangan, Ego bekerja
berdasarkan prinsip realitas (reality principle), artinya ia dapat menunda pemuasan diri
atau mencari bentuk pemuasan lain yang lebih sesuai dengan batasan lingkungan (fisik
maupun sosial ) dan hati nurani. Ego menjalankan proses sekunder (secondary process),
artinya ia menggunakan kemampuan berpikir secara rasional dalm mencari pemecahan
masalah terbaik. Proses sekunder adalah berpikir realistik yang bersifat rasionnal,
realistik, dan berorientasi kepada pemecahan masalah. Kedalam proses sekunder ini
termasuk pula fungsi – fungsi persepsi, belajar, memori, dan yang sepertinya. Melalui
proses sekunder ini pula, ego merumuskan suatu rencana untuk memuaskan kebutuhan
atau dorongan dan kemudian menguji rencana itu. Orang yang lapar merencanakan untuk
mencari makan dan mengujinya ditempat mana makanan itu berada. Kegiatan ini

8
dinamakan “reality testing” (pengujian keberadaan objek pemuasan di dunia nyata). Ego
senantiasa berupaya mencegah dampak negatif dari masyarakat (seperti hukuman dari
orang tua atau guru). Dalam upaya memuaskan dorongan, ego sering bersifat pragmatis,
kuurang memperhatikan nilai/norma, atau bersifat hedonis. Namun begitu ego juga
berupaya untuk mencapai tujuan – tujuan jangka panjang dengan cara menunda
kesenangan/kepuasan sesaat.
Hal yang harus diperhatikan dari ego ini adalah bahwa :
ego merupakan bagian dari id yang kehadirannya bertugas untuk memuaskan
kebutuhan id, bukan untuk mengecewakannya,
seluruh energi (daya) ego berasal dari id, sehingga ego tidak terpisah dari id,
peranan utamanya menengahi kebutuhan id dan kebutuhan lingkungan sekitar,
ego bertujuan untuk memepertahankan kehidupan individu dan
pengembangbiakannya.

3. Superego
Superego merupakan perwakilan dari nilai dan norma yang ada dalam
masyarakat dimana individu itu hidup. Anak mengembangkan Superegonya melalui
berbagai perintah dan larangan dari orang-tuanya. Dengan kata lain, superego adalah
buah hasil internalisasi, sejauh larangan-larangan dan perintah-perintah yang tadinya
merupakan sesuatu yang asing bagi anak, akhirnya dianggap sebagai sesuatu yang berasal
dari anak sendiri. Superego adalah wewenang moral dari kepribadian, superego
mencerminkan yang ideal dan bukan yang real, serta memperjuangkan kesempurnaan dan
bukan kenikmatan. Perhatian yang utamanya adalah memutuskan apakah sesuatu itu
benar atau salah dengan demikian superego dapat bertindak sesuai dengan norma-norma
moral yang diakui oleh wakil-wakil masyarkat.
Superego sebagai wasit tingkah laku yang diinternalisasikan bekembang dengan
memberikan respon terhadap hadiah-hadiah dan hukuman-hukuman yang diberikan
orangtua. Untuk memperoleh hadiah-hadiah dan menghindari hukuman-hukuman, anak
belajar mengarahkan tingkah lakunya menurut garis-garis yang diletakkan orang tuanya.
Apapun juga yang mereka katakan salah dan menghukum anak karena melakukannya
akan cenderung menjadi suara hatinya (Conscience), yang merupakan salah satu dari dua

9
subsistem superego. Apapun juga yang meeka setujui dan menghadiahi anak karena
melakukannya, akan cenderung menjadi ego-ideal anak, yang merupakan subsistem lain
dari superego. Mekanisme yang menyebabkan penyatuan tersebut disebut introyeksi.
Anak menerima atau mengintroyeksikan norma-norma moral dari orang tua. Suara hati
menghukum orang dengan membuatnya merasa salah, ego-ideal menghadiahi orang
dengan membuatnya merasa bangga. Dengan terbentuknya superego ini maka kontrol diri
menggantikan kontrol orang tua .
Jadi, aktifitas dari superego menyatakan diri dalam konflik dengan ego yang
dirasakan dengan emosi-emosi seperti rasa bersalah, rasa menyesal, dan lain sebagainya.
Sikap-sikap seperti observasi diri, kritik diri, dan inhibisi berasal dari superego. Bahkan
menurut Freud, kompleks oedipus memainkan peranan bsar dalam pembentukan
superego .
Fungsi-fungsi dari superego adalah :
1) merintangi impuls-impuls id, terutama impuls-impuls seksual dan agresif, karena
inilah impuls-impuls yang pernyataannya sangat dikutuk oleh masyarakat,
2) mendorong ego untuk menggantikan tujuan-tujuan realistis dengan tujuan-tujuan
moralistis,
3) mengajarkan kesempurnaan. Jadi, superego cenderung untuk menentang baik id
maupun ego, dan membuat dunia menurut gambrannya sendiri. Akan tetapi superego
sama seperti id bersifat tidak rasional dan sama seperti ego, superego melaksanakan
kontrol atas insting-insting. Tidak seperti ego, superego tidak hanya menunda
pemuasan insting, akan tetapi superego tetap berusaha untuk merintanginya

2.3 DINAMIKA KEPRIBADIAN


Sebagai ilmuwan abad ke-19, freud juga berpikir dalam kerangka ilmu fisika dan
fisiologi abad tersebut. Ia memandang manusia sebagai sebuah system energi yang
kompleks dan dikuasai oleh hukum konservasi energi yang mengatakan: energi dapat
berubah bentuk tapi jumlahnya akan tetap sama. Bagi Freud hukum ini juga berlaku bagi
kehidupan psikis. Seluruh energi psikis berasal dari ketegangan neurofisiologis. Berbagai
kebutuhan badaniah manusia menimbulkan berbagai ketegangan atau kegairahan dan

10
akan terungkap melalui sejumlah perwakilan mental dalam bentuk dorongan / keinginan
yang dinamakan naluri.
Naluri adalah representasi psikologis bawaan dari eksitas (keadaan yang tegang
dan terangsang) pada tubuh yang diakibatkan oleh munculnya suatu kebutuhan tubuh.
Menurut Freud, naluri akan menghimpun sejumlah energy psikis apabila suatu kebutuhan
muncul, dan pada gilirannya naluri ini akan menekan atau mendorong individu untuk
bertindak ke arah pemuasan kebutuhan yang nantinya bisa mengurangi tegangan yang
ditimbulkan oleh tekannan energy psikis itu. Menurut Freud, sumber dan upaya naluri
adalah tetap. Tetapi dengan adanya kematangan fisik pada individu, akan tumbuh
kebutuhan-kebutuhan atau naluri-naluri baru. Jadi naluri (instinct) adalah perwujudan
ketegangan badaniah yang berusaha mencari pengungkapan dan peredaan ketegangan,
dan merupakan bawaan tiap mahluk hidup.
Sekitar tahun 1990 ia mengemukakan teori naluri pertama, yang mengatakan
bahwa walaupun jumlah naluri banyak, kita dapat mengelompokkannya dalam dua naluri
utama: naluri untuk mempertahankan hidup dan naluri untuk berkembang-biak. Setelah
perang dunia pertama (sekitar tahun 1920) dimana ia melihat banyak agresi manusia,
Feud mengemukakan teori naluri kedua yang mengatakan bahwa terdapat dua naluri
utama manusia yaitu: naluri hidup (Eros) dan naluri mati (Thanatos).
Naluri hidup meliputi kedua naluri utama dalam teori naluri pertamanya. Energi
yang mendasari naluri hidup ini adalah libido. Libido tidak saja merupakan dorongan
seksual tapi merupakan dasar bagi seluruh dorongan untuk hidup. Istilah seks dan seksual
bagi freud tidak melulu diasosialisasikan dengan seagama,tapi tiap kenikmatan badaniah
yg dapat kita rasakan .daerah badaniah yg bila dirangsang menimbulkan kenikmatan
disebut daerah erogrn(erogenous zone). Bila cinta dan seks merupakan perwujudan
naluri hidup,maka benci dan agresivitas merupakan perwujudan naluri mati .
Untuk mencapai pemuasan dan peredaan ketegangan,energi kita kaitnya atau
investasikan dalam objek pemuas tertentu.proses ini disebut kateksis.sebaiknya objek yg
tidak dapat memuaskan dorongan naluri kita atau bila terjadi hambatan dalam upaya
mecapai pemmuasan naluri dinamakan anti-kateksis. sifat energi yg lentur atau cair
memungkinkan kita untuk selalu mencari objek pemuas pengganti. Proses ini disebut
pemindah(displace ment). freud yakin bahwa seluru peradaban manusia sebagaimana

11
terwujud dalam seni, ekonomi,politik,agama dan sebagainya adalah hasil dari proses
pemindahan naluri hidup dan naluri mati. Pada tataran individu,proses kateksis-anti
kateksis serta berbagai keberhasilan dan kegagalan yg disertai pemindahan,merupakan
dinamika kepribadian manusia. Hambatan terhadap libido dan ketegangan yg tak
tersalurkan menimbulkan kecemasan (anxiety) dan ini merupakan dasar berkembangnya
neurosa pada manusia. Pandangan ini ia ubah pada tahun 1926 dengan mengatakan
bahwa kecemasan adalah fungsi ego yg memberi peringatan akan datangnya bahaya dan
yg harus dihadapi dengan cara melawan atau menghindar. Dengan demikian kecemasan
tidak slalu menjadi dasar berkembangnya neurosa, tetapi juga memungkinkan
dikembangkannya perilaku adaptif.

A. Mekanisme Pertahanan Diri


Ego berusaha sekuat mungkin menjaga kestabilan hubungannya dengan id dan superego.
Namun ketika kecemasan begitu menguasai, ego harus berusaha mempertahankan diri.
Secara tidak sadar, seseorang akan bertahan dengan cara memblokir seluruh dorongan-
dorongan atau dengan menciutkan dorongan-dorongan tersebut menjadi wujud yang lebih
dapat diterima konsepsi dan tidak terlalu mengancam. Cara ini disebut mekanisme
pertahanan diri atau mekanisme pertahanan ego (Ego DefenseMechanism). Mekanisme
pertahanan ego sebagai strategi yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan
terbuka dari dorongan-dorongan id maupun untuk menghadapi tekanan superego atas
ego, dengan tujuan agar kecemasan bisa dikurangi atau diredakan.
Mekanisme-mekanisme pertahanan ego itu tidak selalu patologis, dan bisa memiliki nilai
penyesuaian jika tidak menjadi suatu gaya hidup untuk menghindari kenyataan.
Mekanisme-mekanisme pertahanan ego yang digunakan oleh individu bergantung pada
taraf perkembangan dan derajat kecemasan yang dialaminya

Bentuk-bentuk Mekanisme pertahanan :

1. Represi
Represi merupakan paling dasar diantara mekanisme lainnya. Suatu cara
pertahanan untuk menyingkirkan dari kesadaran pikiran dan perasaan yang mengancam.
Represi terjadi secara tidak disadarai. Ini merupakan sarana pertahanan yang biasa

12
mengusir pikiran serta perasaan yang menyakitkan dan mengancam keluar dari
kesadaran. Mekanisme represi secara tidak sadar menekan pikiran keluar pikiran yang
mengganggu, memalukan dan menyedihkan dirinya, dari alam sadar ke alam tak sadar.
Bila seseorang bersama-sama dengan saudaranya mengalami sesuatu kecelakaan
dan saudaranya kemudian meninggal maka ia merasa “lupa” terhadap kejadian tersebut.
Dengan cara hynosis atau suntikan Phenobarbital, pengalaman yang direpresi itu dapat
dipanggil (di”recall”) dari alam tak sadar kealam sadar.
Contoh : Vivi mengalami kecelakaan bersama keluarganya di daerah dekat sungai
Berantas, dalam peristiwa itu keluarganya meninggal dunia. Vivi merasa sangat trauma
dengan peristiwa itu sehingga ia tidak mau lagi mengingat peristiwa kecelakaan yang
menimpa keluarganya dan ia telah melupakan tempat itu, sehingga ia bisa melupakan
semua peristiwa kecelakaan yang menimpanya dan keluarganya.
Realisasinya Vivi tidak ingan lagi peristiwa kecelakaan itu dan ia tidak mau
mengingat-ngingat lagi kejadian yang membuatnya trauma. Sehingga ia melupakan
semua peristiwa yang menimpanya dan menimpa keluarganya.

2. Supresi
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi sebetulnya
merupakan analog represi yang disadari; pengesampingan yang sengaja tentang suatu
bahan dari kesadaran seseorang; kadang-kadang dapat mengarah pada represi yang
berikutnya. Rasa tidak nyaman dirasakan tetapi ditekan. Perlu dibedakan dengan represi,
karena pada supresi seseorang secara sadar menolak pikirannya keluar alam sadarnya dan
memikirkan yang lain. Dengan demikian supresi tidak begitu berbahaya terhadap
kesehatan jiwa, karena terjadinya dengan sengaja, sehingga ia mengetahui apa yang
dibuatnya.

3. Penyangkalan (denial)
Mekanisme pertahanan ini paling sederhana dan primitive. Penyangkalan
berusaha untuk melindungi diri sendiri terhadap kenyataan yang tidak menyenangkan.
Hal ini dilakukan dengan cara melarikan diri dari kenyataan atau kesibukan dengan hal-
hal lain. Penghindaran penyangkalan aspek yang menyakitkan dari kenyataan dengan

13
menghilangkan data sensoris. Penyangkalan dapat digunakan dalam keadaan normal
maupun patologis.
Contohnya, Ketika Niko bertanya tentang Rika, Adi pura-pura tidak mengenal
Rika dan tidak tahu apa-apa tentang Rika, padahal sebelumnya Rika adalah kekasihnya
Adi. Realisasinya Adi menghindar dan pura-pura tidak mengenal Rika setelah mereka
putus cinta.

4. Proyeksi
Impuls internal yang tidak dapat diterima dan yang dihasilkannya adalah
dirasakan dan ditanggapi seakan-akan berasal dari luar diri. Pada tingkat psikotik, hal ini
mengambil bentuk waham yang jelas tentang kenyataan eksternal, biasanya waham
kejar, dan termasuk persepsi perasaan diri sendiri dalam orang lain dan tindakan
selanjutnya terhadap persepsi (waham paranoid psikotok). Impuls mungkin berasal dari
id atau superego (tuduhan halusinasi) tetapi dapat mengalami tranformasi dalam proses.
Jadi menurut analisis Freud tentang proyeksi paranoid, impuls libido, homoseksual
dirubah menjadi rasa benci dan selanjutnya diproyeksikan kepada sasaran impuls
homoseksual yang tidak dapat diterima. Proyeksi merupakan usaha untuk menyalahkan
orang lain mengenai kegagalannya, kesulitannya atau keinginan yang tidak baik.
Misalnya presentasi olah raga yang kurang baik dengan alasan sedang sakit flu atau tidak
naik kelas karena gurunya sentiment. Mekanisme proyeksi ini digunakan oleh pasien
yang menyebabkan gejala waham atau pasien paranoid.

5. Sublimasi
Sublimasi merupakan dorongan kehendak atau cita-cita yang yang tak dapat
diterima oleh norma-norma di masyarakat lalu disalurkan menjadi bentuk lain yang lebih
dapat diterima bahkan ada yang mengagumi. Orang yang mempunyai dorongan kuat
untuk berkelahi disalurkan dalam olah raga keras misalnya bertinju. Dokter yang agresif
disalurkan menjadi dokter ahli bedah, mengisap permen sebagai sublimasi kenikmatan
menghisap ibu jari.

14
6. Reaksi Formasi
Reaksi formasi atau penyusunan reaksi mencegah keinginan yang berbahaya baik
yang diekspresikan dengan cara melebih-lebihkan sikap dan prilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan untuk dilakukannya. Misalnya seorang anak yang iri
hati terhadap adiknya, ia memperlihatkan sikap yang sebaliknya, yaitu sangat
menyayangi secara berlebihan. Contoh lain seorang yang secara fanatik melarang
perjudian dan kejahatan lain dengan maksud agar dapat menekan kecendrungan dirinya
sendiri ke arah itu.

7. Introyeksi
Introyeksi akan terjadi bila seseorang menerima dan memasukkan ke dalam
penderiannya berbagai aspek keadaan yang akan mengancamnya. Hal ini dimulai sejak
kecil, pada waktu seseorang anak belajar mematuhi dan menerima serta kan menjadi
milikinya beberapa nilai serta peraturan masyarakat. Lalu ia dapat mengendalikan
prilakunya dan dapat mencegah pelanggaran serta hukuman sebagai akibatnya. Dalam
pemerintahan dan kekuasaan yang otoriter maka banyak orang mengintroyeksikan nilai-
nilai kepercayaan baru sebagai perlindungan terhadap perilaku yang dapat menyusahkan
mereka.

8. Pengelakan atau salah pindah (Displacement)


Terjadi apabila kebencian terhadap seseorang dicurahkan atau “dielakkan” kepada
orang atau obyek lain yang kurang membahayakan. Seseorang yang dimarahi oleh
atasannya dielakkan atau dicurahkan kepada istri, anaknya atau pembantunya. Kritik
yang distruktif dan desus-desus (gossip) sebagai pembalas dendam merupakan cara yang
terselubung dalam menyatakan perasaan permusuhan.

9. Rasionalisasi
Rasionalisasi merupakan upaya untuk membuktikan bahwa prilakunya itu masuk
akal (rasional) dan dapat disetujui oleh dirinya sendiri dan masyarakat. Contohnya
membatalkan pertandingan olah raga dengan alasan sakit dan akan ada ujian, padahal iya
takut kalah. Melakukan korupsi dengan alasan gaji tidak cukup.

15
10. Simbolisasi
Simbolisasi merupakan suatu mekanisme apabila suatu ide atau obyek digunakan
untuk mewakili ide atau obyek lain, sehingga sering dinyatakan bahwa simbolisme
merupakan bahasa dari alam tak sadar. Menulis dengan tinta merah merupakan symbol
dari kemarahan. Demikian pula warna pakaian, cara bicara, cara berjalan, tulisan dan
sebagainya merupakan simbol-simbol yang tak disadarai oleh orang yang bersangkutan.

11. Konversi
Konversi merupakan proses psikologi dengan menggunakan mekanisme represi,
identifikasi, penyangkalan, pengelakan dan simbolis. Suatu konflik yang berakibat
penderitaan afek akan dikonversikan menjadi terhambatannya fungsi motorik atau
sensorik dalam upayanya menetralisasikan pelepasan afek. Dengan paralisis atau dengan
gangguan sensorik, maka konflik dielakkan dan afek ditekan. Hambatan fungsi
merupakan symbol dari keinginan yang ditekan. Seringkali konversi memiliki gejala atas
dasar identifikasi.

12. Identifikasi
Identifikasi merupakan upaya untuk menambah rasa percaya diri dengan
menyamakan diri dengan orang lain atau institusi yang mempunyai nama. Misalnya
seseorang yang meniru gaya orang yang terkenal atau mengidentifikasikan dirinya
dengan jawatannya atau daerahnya yang maju.

13. Regresi
Regresi merupakan upaya untuk mundur ke tingkat perkembangan yang lebih
rendah dengan respons yang kurang matang dan biasanya dengan aspirasi yang kurang.
Contohnya ; anak yang sudah besar mengompol atau mengisap jarinya atau marah-marah
seperti anak kecil agar keinginannya dipenuhi.

16
14. Kompensasi
Kompensasi merupakan upaya untuk menutupi kelemahan dengan menonjolkan
sifat yang diinginkan atau pemuasan secara frustasi dalam bidang lain. Kompensasi ini
dirangsang oleh suatu masyarakat yang bersaing. Karena itu yang bersangkutan sering
membandingkan dirinya dengan orang lain. Misalnya karena kurang mampu dalam
pelajaran di sekolah dikompensasiakan dalam juara olah raga atau sering berkelahi agar
ditakuti.

15. Pelepasan (Undoing)


Pelepasan merupakan upaya untuk menembus sehingga dengan demikian
meniadakan keinginan atau tindakan yang tidak bermoral. Contohnya, misalnya seorang
pedagang yang kurang sesuai dengan etika dalam berdagang akan memberikan
sumbangan sumbangan besar untuk usaha social.

16. Penyekatan Emosional (Emotional Insulation)


Penyekatan emosional akan terjadi apabila seseorang mempunyai tingkat
keterlibatan emosionalnya dalam keadaan yang dapat menimbulkan kekecewaan atau
yang menyakitkan. Sebagai contoh, melindungi diri terhadap kekecewaan dan
penderitaan dengan cara menyerah dan menjadi orang yang menerima secara pasif apa
saja yang terjadi dalam kehidupan.

17. Isolasi (Intelektualisasi dan disosiasi)


Isolisasi merupakan bentuk penyekatan emosional. Misalnya bila orang yang
kematian keluarganya maka kesedihan akan dikurangi dengan mengatakan “sudah
nasibnya” atau “sekarang sudah tidak menderita lagi” dan sambil tersenyum.

18. Pemeranan (Acting out)


Pemeran mempunyai sifat yaitu dapat mengurangi kecemasan yang dibangkitkan
oleh berbagai keinginan yang terlarang dengan membiarkan ekspresinya dan
melakukannya. Dalam keadaan biasa, hal ini tidak dilakukan. Kecuali bila orang tersebut

17
lemah dalam pengendalian kesusilaannya. Dengan melakukan perbuatan tersebut, maka
akan dirasakan sebagai meringankan agar hal tersebut cepat selesai.
Contohnya , Jhon dan Mery sedikit ribut dan bertengkar ketika ia sedang
menghadapai masalah, akan tetapi setelah mereka bertengkar masalahnya terselesaikan.
Realisasinya Jhon dan Mery Menyelesaikan Masalahnya dengan sedikit bertengkar.

2.4 Perkembangan Kepribadian dan Karakter Kepribadian


Freud menyusun teori perkembangan kepribadiannya dengan dua asumsi
mendasar yaitu sejalan dengan dasar pandangannya yang biologistis maka ia pun
berpendapat bahwa pada saat lahir sebagai bayi manusia telah memiliki sejumlah energi
seksual (libido) tertentu yang kemudian akan terus dikembangkan melalui sejumlah tahap
psikoseksual secara naluriah karna telah ‘terprogram’ secara genetis. Pada tiap tahap
perkembangan libido harus tersalurkan lewat daerah erogen tertentu. Pengalaman
masing-masing manusia pada tiap tahap perkembangan dapat berupa frustasi (kurang
mendapatkan kesempatan penyaluran lobidosecara wajar) Atau pemuasan berlebih yang
diberikan oleh orang tua sehingga anak tidak terdorong untuk menguasai dirinya sendiri
hal mana nantinya akan dapat menimbulkan kebutuhan ketergantungan dan perasaan tak
berdaya (inkompetensi). Baik frustasi maupun pemuasan berlebih selalu akan
menimbulkan kateksis berlebih (atau investasi libido berlebih) pada daerah erogen
bersangkutan dan akan muncul dalam berbagai bentuk perilaku (sifat, nilai, sikap dan
sebagainya) pada masa dewasa. Asumsi mendasar kedua adalah bahwa semua
pengalaman masa bayi dan anak-anak (sampai sekitar 5tahun) memiliki peranan yang
amat menentukan dalam pembentukan kepribadian manusia. Dalam salah satu tulisannya
Freud bahkan mengatakan bahwa seluruh hidup manusia sekadar pengulangan dari
pengalaman 5 tahun pertama kehidupannya. Dengan menggunakan istilah psikopatologi
dikatakan Freud: manusia mengalami obsesi kompulasi dengan 5 tahun pertama
kehidupannya. Ke lima tahap perkembangannya kepribadian dalam teori perkembangan
psikoseksual Freud adalah sebagai berikut:
Tahap oral adalah tahap atau fase perkembangan paling awal yaitu sejak bayi
lahir sampai kurang lebih 1,5 tahun. Bayi harus tergantung pada ibunya untuk
kelangsungan hidupnya. Dua aktivitas utamanya adalah: menetak dan tidur dalam

18
kepuasan. Dengan demikian seluruh mulutnya (bibir, lidah, rongga mulut) menjadi pusat
pemuasan dirinya. Tugas perkembangan yang diembannya pada saat ini adalah:
ketergantungan, mencari kepercayaan, keterandalan manusia lain di sekelilingnya. Bayi
belum bapat membedakan antara diri (belum ada konsep diri!) dan ibu. Ia juga belum
dapat membedakan antara ibu dan tetek ibu. Kekaburan ini menyebabkan bahwa bayi
juga dapat ‘menetek’ pada jempol tangan atau bahkan kakinya sendiri, atauoun bebda-
benda lain sekelilingnya. Tahap ini berakhir pada saat bayi disapih. Psikoanalisis
mengasumsikan bahwa semua bayi mengalami kesulitan penyapihan ini karena harus
berpisah dari kenikmatan besar yang diberikan oleh tetek ibu (atau botol susu). Tapi
kehidupan manusia yang paling sempurna ada dalam kandungan ibu diman tanpa
terganggu oleh stimulus apapun (kecuali mungkin detak jantung ibu yang ritmis teratur)
janin hidup dalam kekurangan apapun. Istilah foetal position muncul dari kalangan
Freudian, demikian pula konsep brith trauma.
Bayi yang mengalami frustrasi atau pun pemenuhan berlebih akan
mengembangkan karakter atau tipe kepribadian oral reseptif atau oral-pasif yang ditandai
ciri-ciri: mengharapkan orang-orang sekelilingya berperan sebagai ‘ibu’ baginya, selalu
optimis bahwa orang lain akan menolongnya, karena itu juga bersikap pasif,
ketergantungan tinggi, mudah percaya orang lain. Pada saat bayi mengalami
pertumbuhan gigi kepuasannya terletak pada penggunaan gigi-gigi ini. Frustrasi atau
pemenuhan berlebih pada sube fase ini akan menumbuhkan tipe kepribadian oral-agresif
atau oral-sadistik yang ditandai ciri-ciri: argumentatif, sarkastik, pesimistik, sinis. Mereka
juga cenderung mendominasi dan mengeksploitasi orang-orang sekelilingnya.
Tahap anal berlangsung dari usia 11/2 tahun sampai usia 3 tahun. Pada masa ini
merasakan kepuasan khusus berkaitan dengan pembuangan dan penahanan kotorannya.
Pada saat yang sama anak juga dilatih membuang kotorannya pada saat dan tempat yang
tepat (toilet training). Dengan demikian anak harus mulai dapat membedakan dan
menjaga keseimbangan antara tuntunan dari Id (kelegaan sebagai hasil pembuangan
kotoran secara segera) dan batasan-batasan sosial sebagaiman diterapkan orangtua
(pengendalian diri berkaitan dengan pembuangan kotoran). Orangtua yang keras dan
kaku dalam pelatihan ini (‘harus bisa berak/kencing saat ini juga’) dapat menghasilkan
anak yang justru berusaha menahan kotorannya dengan akibat sembelit. Bila

19
kecenderungan ‘menahan’ ini menjadi berlebihan dan tergeneralisir ke perilaku lain,
maka ia akan mengembangkan tipe kepribadian anal-retentive. Tipe kepribadian ini
ditandai dengan tiga ciri utama (disebut juga anal triad) yaitu:
bersih/teratur,hemat/kikir,/dan keras kepala. Ia juga cenderung tidak dapat melihat
perbedaan-perbedaan halus dan tidak dapat mentolerir
kebingungan/kekacauan/ketidakjelasan/. Tipe kepribadian yang berlawanan dari atas
adalah tipe kepribadian anal-expulsive yang ditandai ciri-ciri: destruktif, tidak
teratur,kotor,impulsif, dan bahkan sadistik. Bila orangtua lebih banyak memberikan
pujian pada anak pada saat pelatihan pembuangan kotoran, anak akan mengembangkan
harga diri yang positif dan bahkan mengembangkan bakat-bakat kreatifnya.
Tahap falik berlangsung dari usia 3 tahun sampai 6 tahun. Pada masa perhatian
ank terpusat pada alat kelaminnya. Freud berpendapat bahwa walaupun anak tidak
memiliki pemahaman seksualitas yang jelas, tapi kehidupan dan dorongan seksual telah
mulai tumbuh. Keinginan tahu anak, perlakuan dati ibu saat memandikan anak, perkataan
para pembantu dan orang dewasa lain, sikap dan postur tubuh ayah yang jauh lebih besar
dari anak, secara tersamar membangkitkan gairah seksual anak. Konflik yang amat
dirasakan anak pada fase ini adalah konflik oidipal (pada anak laki) dan konflik elektra
(pada anak perempuan). Karena pengasuhan yang dilakukan ibu dan ketergantungan
padanya maka objek cinta anak laki yang pertama adalah ibunya sendiri (atau pengganti
ibu). Anak laki yang memiliki ibu seperti ayah mencinyai dan memiliki ibu. Dengan
demikian ayah dirasakan sebagai saingannya. Secara langsung atau tidak anak langsung
anak lagi juga merasakan bahaya yang mungkin timbul dari pesaingnya, terutama dalam
bentuk ancaman kastrasi. Ancaman ini menimbulkan kecemasan (castration anxiety) dan
untuk meredakan kecemasan ini ia terpaksa melepaskan ibu sebagai objek cinta.
Sekaranganak laki hanya secara tidak langsung dapat mencintai ibunya. Identifikasi
dengan sang ayah dan norma-norma masyarakat sebagaimana dihayati orangtuanya
merupakan dasar terpenting pengembangan Superego seorang anak.
Dinamika pada anak perempuan: sama seperti anak laki, juga ibu adalah objek
cinta pertama anak perempuan. Karena pada masa falik perhatian anak adalah pada alat
kelamin dan dia tak menemukan yang ada pada saudara laki dan ayahnya, maka anak
perempuan mengalami kekecewaan besar. Pengalaman negatif ini serta dorongan untuk

20
memiliki yang tak dimilikinya disebut penis envy. Ibulah yang dipersalahkan sebagai
penyebab kekurangan ini. Dengan demikian cinta pada ibu hilang dan ayah menjadi
obyek cinta anak perempuan.
Tahap laten adalah masa yang cukup panjang antara usia 6 atau 7 tahun hingga
awal masa remaja (sekitar usia 12 tahun). Dinamakan demikian karena dorongan seksual
tidak hilang tapi seakan-akan tertidur atau direpres. Ini adalah masa perkembangan Ego
dan Superego. Anak harus belajar menyesuaikan diri pada lingkungan sosial yang lebih
luas, belajar membaca dan menulis dan sebagainya. Freud tidak mencurahkan banyak
perhatian pada tahap ini, antara lain karena secar teoris lain akan mengungkapkan
pentingya tahap laten ini.
Tahap genital merupakan puncak perkembangan kepribadian manusia dan
berlangsung sejak masa remaja hingga akhir hayat seseorang. Akibat proses pematangan
berbagai organ dan fungsi badaniah, remaja mengalami kegairahan hidup dan
peningkatan dorongan seksual. Menurut Freud semua remaja melalui suatu tahap
‘homoseksual’ dalam bentuk perhatian dan minat pada teman, guru, tetangga dari jenis
kelamin sama. Sub-fase ini tidak berarti bahwa semua remaja melakukan kegiatan
homoseksual secara aktif. Secara lambat laun perhatian remaja akan teralihkan keteman
dari jenis kelamin berlawanan dan dimulailah masa pacaran yang akan diikuti
perkawinan dan pembentukan keluarga.
Manusia berkarakter genital adalah sosok manusia paling sempurna dalam teori
Freudian. Mereka dengan karakter ini telah berhasil mengembangkan hubungan sosial-
seksual yang matang dalam cinta heteroseksual. Libido tersalurkan dengan cara tepat
kepasangan yang amt dicintai dalam hubungan yang mendapatkan persetujuan
masyarakat, sehingga manusia ini terbebas dari konflik dan rasa bersalah. Mereka telah
lepas dari sikap pasif-reseptif masa anak-anak. Dalam kehangatan dan tanggung-jawab
berkeluarga, mereka hidup saling mencintai dan saling merawat, bekerja, bermain, dapat
menunda pemuasan kabutuhan, dan bersikap aktif-proaktif dalam menghadapi berbagai
masalah hidup.

21
2.5 PSIKOPAT
Psikopat adalah gejala kelainan kepribadian yang sejak dulu dianggap berbahaya
dan mengganggu masyarakat. Namun demikian orang-orang psikopat bila dilihat sepintas
memiliki sifat baik hati dan disukai tetapi sebetulnya dibalik itu semua mereka sangat
merugikan masyarakat. Orang-orang seperti inilah yang oleh para banyak ahli disebut
sebagai psikopat (jiwa [psyche] yang menderita kelainan [patologik]).
Banyak istilah atau pengertian yang disampaikan banyak ahli tentang psikopat,
namun menurut terminologi ilmu kedokteran jiwa psikopat disebut sebagai gangguan
kepribadian antisosial yang secara umum memiliki karakterisik perilaku antara lain egois,
menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, tidak mempedulikan dampak
perilakunya terhadap orang lain, menikmati dan tidak memiliki rasa penyesalan (guilty
feeling) dari penderitaan orang lain akibat perbuatannya.
Psikopat berasal dari kata psyche yang berarti jiwa dan pathos yang berarti
penyakit. Psikopat tak sama dengan skizofrenia karena seorang psikopat sadar
sepenuhnya atas perbuatannya. Gejalanya sendiri sering disebut dengan psikopati,
pengidapnya seringkali disebut “orang gila tanpa gangguan mental”.

G. Etiologi Psikopat
Orang-orang yang memiliki kepribadian psikopat dapat disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu :
a. Gen atau diturunkan oleh orang tua. Seorang ayah yang psikopat cenderung
memberikan anak yang psikopat juga.
b. Lingkungan dan Pola asuh dalam keluarga, kehidupan sosial anak dan mass media
juga turut menyumbang bagaimana seseorang bisa menjadi psikopat. Dalam
kehidupan keluarga, orang tua harus lebih memperhatikan kehidupan anak, bukan
kebutuhan materiil tetapi lebih pada kebutuhan akan rasa kasih sayangnya.
Waspadai bila anak memiliki persepsi diperlakukan tidak adil, karena ada banyak
kasus anak kembar yang memiliki tingkah laku berbeda. Hal ini yang menyebabkan
adalah persepsi terhadap dunia kedua anak tersebut berbeda. Selanjutnya waspadai
pula perkembangan seks pada usia dini dan bila anak suka membunuh atau
menyiksa binanang kecil.

22
c. Kelainan di otak. Hubungan antara gejala Psikopat dengan kelainan sistem
serotonin, kelainan struktural otak.
Selain beberapa penelitian diatas masih banyak lagi penelitian tentang etiologi
psikopat. Sebagian besar psikolog dan psikiater masih berpegang pada faktor lingkungan
dalam timbulnya kepribadian psikopat ini.
Orang-orang psikopat biasanya memiliki latarbelakang sebagai berikut :
 Ibu yang mengalami pelecehan sewaktu kecil
 Ibu yang cenderung terasing
 Ibu yang tidak dapat mempertahankan kestabilan emosi dalam hubungannya dengan
anak
 Pemondokan sementara atau keluarga yang sering berpindah-pindah tempat
 Usaha pengguguran bayi dalam kandungan
 Perasaan ibu ketika melahirkan
 Komplikasi persalinan atau berat lahir rendah
 Hiperaktif
 Ketidaktakutan akan orang tak dikenal
 Toleransi frustasi rendah
 Sulit membina persahabatan
 Bertindak kejam pada binatang dan orang lain

2.6 Gejala dan Bentuk Psikopat


Prof. Hare dalam buku “Without Conscience” memberikan parameter psikopat
(psychopathy Checklist) yang dapat digunakan untuk mengenali gejala-gejala penting
psikopati :
 Fasih dan dangkal
Psikopat pandai melucu dan berbicara. Ia bisa menghibur dan menyenangkan,
cekatan menjawab dan mengarang cerita yang menempatkan dirinya sebagai
pusat cerita. Ia sangat berhasil memberikan kesan positif tentang dirinya sendiri,
dan mereka seringkali menyenangkan dan menarik. Psikopat juga bisa berbicara
asal dan bercerita sesuatu yang tidak mungkin terjadi pada mereka. Tetapi

23
petunjuk bagi sifat ini adalah seringkalinya mereka tidak peduli jika
kebohongannya terbongkar.
 Egosentris dan menganggap diri hebat
Psikopat adalah sosok narsis yang merasa dirinya sangat berguna / penting dan
egosentrik. Psikopat terlihat sebagai seorang yang sombong, pembual tanpa malu.
Sangat percaya diri, berpendirian keras, sangat dingin, bersifat menguasai dan
angkuh. Mereka senang menguasai dan mengatur orang lain. Mereka tampil
penuh kharisma.
 Kurangnya rasa penyesalan atau bersalah
Psikopat memperlihatkan bahwa ia sama sekali tidak peduli akan akibat
perbuatannya terhadap orang lain. Tidak menyesal tarhadap penderitaan dan
kehancuran yang disebabkan olehnya. Kurangnya rasa penyesalan dan rasa
bersalah ini dikarenakan kemampuan luar biasa psikopat untuk
merasionalisasikan tingkah lakunya.
 Kurangnya rasa empati
Psikopat tidak bisa berempati (kemampuan untuk merasakan jiwa dan emosi
orang lain). Dalam beberapa hal mereka seperti robot tanpa emosi. Orang
psikopat melihat orang lain tidak lebih sebagai objek yang digunakan untuk
kepuasan dirInya.
 Penuh tipu muslihat dan manipulatif
Bakat alami seorang psikopat adalah bohong, menipu, mempermainkan, dan
memanfaatkan orang lain. Dengan kekuatan imajinasi dan pemusatan dirinya,
psikopat tampil tak terganggu dengan kemungkinan untuk diketahui
perbuatannya. Dan bila ketahuan berbohong mereka hanya mengubah cerita atau
mengolah lagi fakta-fakta agar cocok dengan kebohongannya.
 Emosi yang dangkal
Psikopat nampaknya menderita kemiskinan emosi yang membatasi keluasaan dan
kedalaman emosinya. Kadang-kadang mereka mengaku mengalami emosi yang
kuat, tapi tidak mampu menggambarkan kehalusan perasaan yang dialaminya.
Sebagai contoh, mereka menyamakan antara cinta dengan birahi, kesedihan
dengan frustasi dan kemarahan dengan kejengkelan.

24
 Impulsif
Psikopat tidak pernah mendasari setiap perilakunya dengan penilaian baik –
buruk. Apabila ditanya alasan dari perbuatannya, biasanya mereka menjawab
“Saya melakukannya, sebab saya suka.”
 Tidak dapat mengendalikan tingkah laku
Kebanyakan orang normal mempunyai kekuatan mengendalikan tingkah lakunya,
meskipun memiliki keinginan untuk menyerang mereka mampu
menyembunyikannya. Pada psikopat, pengendalian dirinya lemah dan gangguan
kecil cukup membutakan mereka. Akibatnya psikopat cepat naik darah dan
cenderung bereaksi terhadap kekecewaan, kegagalan, disiplin, dan kritik dengan
bertingkah kejam, mengancam dan memaki-maki. Mereka cepat tersinggung,
marah, menyerang karena hal sepele, dan sering tampak oleh orang lain sebagai
tidak pada tempatnya.
 Adanya kebutuhan untuk merasakan kesenangan
Psikopat membutuhkan kesenangan yang tidak henti-hentinya dan berlebihan.
Banyak psikopat menggambarkan “melakukan kejahatan” demi kesenangan
semata. Bagian lain dari hasrat untuk rangsangan ini adalah ketidak mampuan
untuk mentolelir rutinitas dan hal monoton. Psikopat mudah menjadi bosan
 Kurangnya rasa tanggung jawab
Tanggung jawab dan janji tidak berarti apa-apa bagi psikopat. Mereka biasa
berkata “Saya tidak akan menipu anda lagi” namun kenyataannya mereka akan
berbohong dan berbohong lagi.
 Masalah perilaku pada masa kanak-kanak
Kebanyakan psikopat mulai memperlihatkan masalah tingkah laku yang serius
pada masa kecil. Tingkah laku itu termasuk menipu, mencuri, membakar,
membolos, membuat kekacauan di kelas, perlakuan kejam, suka merusak, kasar,
suka menggertak, dan kematangan seksual yang cepat. Berlaku kejam terhadap
binatang semasa kecil biasanya adalah masalah emosi dan tingkah laku serius.
Psikopat dewasa biasanya menggambarkan kekerasan masa kanak-kanaknya
terhadap binatang sebagai kejahatan, sederhana dan menyenangkan.
 Perilaku anti sosial pada masa dewasa.

25
Bagi psikopat, aturan dan harapan masyarakat dirasakan sebagai sesuatu yang
membuatnya tidak nyaman karena merupakan rintangan bagi keinginannya.
Banyak tindakan anti sosial psikopat berujung pada kejahatan. Namun tidak
semua psikopat berakhir di penjara, kebanyakan mereka melepaskan diri dari
pemeriksaan dan tuntutan atau “berada pada tempat yang dilindungi hukum”.
Misalnya penjualan gelar palsu, kekerasan pada anak/istri, pandai memikat
pria/wanita, main curang terhadap pasangan, lalai atas keuangan atau perasaan
anggota keluarga lainnya, menggunakan dana kantor untuk urusan peribadi dan
lainnya.
Namun perlu diingat Psychopathy checklist adalah alat klinis yang rumut untuk
penggunaan profesional. Jangan menggunakan gejala-gejala di atas tersebut untuk
mendiagnosa diri anda sendiri atau orang lain karena kemampuan mendiagnosa
membutuhkan pelatihan yang ketat. Bila anda menduga seseorang yang anda kenal
memenuhi gambaran tersebut, maka carilah pertimbangan psikolog atau psikiater.
Berhati-hatilah dengan orang yang bukan psikopat tapi kemungkinan memiliki gejala
yang sama. Banyak orang impulsif, atau dingin, atau tidak berperasaan, atau anti sosial,
tapi ini bukan berarti psikopat. Psikopati adalah sindrom sekumpulan gejala-gejala yang
berkaitan.

2.7 Terapi dan Pencegahan


Psikopat sebagai kelainan kepribadian, belum bisa dipastikan dapat disembuhkan atau
tidak. Pengalaman Prof Hare sendiri membuktikan bahwa perawatan terhadap psikopat
bukan saja tidak menyembuhkan, melainkan justru menambah parah gejalanya karena
psikopat yang bersangkutan. Malah bisa semakin canggih memanipulasi perilakunya
yang merugikan orang lain.
Prof Hare juga menjelaskan alasan-alasan mengapa seorang psikopat bukan orang yang
tepat untuk menjalani terapi:
• Psikopat bukan individu yang “rapuh”, apa yang mereka pikir dan lakukan adalah hasil
dari struktur kepribadian yang keras tidak tergoyahkan oleh pengaruh-pengaruh dari
luar. Pada saat mereka menjalani program penyembuhan formal sikap-sikap dan pola

26
prilaku mereka sudah mengakar, sulit untuk diubah bahkan dalam situasi yang sangat
baik sekalipun.
• Banyak psikopat yang terlindungi dari kosekuensi atas tindakan mereka oleh anggota
keluarga dan teman-teman yang menyayangi mereka.
• Tidak seperti individu-individu yang lain, psikopat tidak mencari bantuan untuk
dirinya. Keluarga mereka yang biasanya memaksa mereka untuk mengikuti terapi,
atau mereka menjalani perawatan atas perintah pengadilan sebagai sebuah tahap awal
untuk pembebasannya.
• Kalaupun mereka mengikuti terapi biasanya mereka tidak serius mengikuti terapi.
Psikopat tidak memiliki keinginan untuk berubah, merasa bahwa kata hati adalah
alasannya, tidak mempunyai konsep tentang masa depan, menolak semua pihak yang
berwenang termasuk para ahli terapi.
• Psikopat sering kali mendominasi sesi-sesi terapi kelompok atau individu dengan
interpretasi mereka.
Walaupun demikian, Hare menegaskan walaupun psikopat belum bisa
disembuhkan bukan berarti psikopat tidak perlu dirawat sama sekali. Disisi lain
kepribadian psikopat juga terbentuk karena salah asuh pada masa kecil. Dalam hal ini
psikopat bisa dicegah jika indikasi kelainan kepribadian itu bisa dideteksi sedini mungkin
dan diberi asuhan sedemikian rupa sehingga meminimalkan resiko individu dari
kekurangan kasih sayang (afeksi) pada masa kecilnya yang akan menyebabkan
berkembangnya perilaku yang merugikan dari seorang psikopat.
Jadi yang sangat menentukan adalah pola asuh dalam keluarga, ajari anak sejak
dini untuk belajar perilaku prososial, melatih anak untuk takut dan menghindari hukuman
dan bila anak sudah mengalami pengalaman kekerasan cepat lakukan antisipasi dengan
bantuan para psikolog/psikiater.

27
BAB III
KESIMPULAN

Teori psikoanalisis memiliki asumsi bahwa jiwa manusia memiliki tiga bentuk
yaitu id, ego dan superego. Id menjadi dasar sebuah tindakan atau banyak dikatakan
dalam sumber sebagai libido. Ego sebagai pelaksana antara melaksanakan atau menolak
perintah id. Sementara superego sebagai penegak norma dan nilai.
Ego merupakan inti dari kesatuan manusia, dan bila terjadi ancaman terhadap ego
hal ini merupakan ancaman eksistensi manusia. Mekanisme pertahanan terdiri dari
bermacam-macam cara,dan manusia secara bertahap belajar menghadapi mekanisme
pembelaan egonya seandainya ada ancaman terhadap keutuhan integritas pribadinya.
Psikopat adalah suatu kelainan kepribadian yang merugikan masyarakat, karena
seorang psikopat dapat melakukan apa saja yang diinginkan dan yakin bahwa yang
dilakukannya itu benar. Faktor eksternal dan internal saling mempengaruhi dalam
menjadi penyebab munculnya pribadi psikopat. Kepribadian psikopat terjadi ketika ego
tidak bisa menengahi antara id dan superego sehingga terlena dengan pleasure principle
dan superego tidak sanggup melakukan kontrol terhadap aktivitas dari ego ataupun
ketidakmampuan untuk menginternalisasi superego.
Psikopat dapat disebabkan karena kesalahan pola asuh semasa kecil, karena
kepribadian individu dibentuk oleh berbagai jenis pengalaman masa kanak-kanak
awal,dan Energy seksual (libido) ada sejak lahir, yang kemudian berkembang melalui
serangkaian tahapan psikoseksual yang bersumber pada proses-proses naluriah
organisme. Maka , diperlukan asuhan yang tepat untuk mencegah menjadi psikopat.

28
DAFTAR PUSTAKA
W.Santrock, John. Perkembangan Remaja Edisi Ke-6. 2003. Erlangga:Jakarta.

L.Atkinson, Rita. Pengantar Psikologi. 1983. Erlangga:Jakarta.

Koeswara. Teori-Teori Kepribadian. 1986. PT.ERESCO:Bandung.

Moesono,Anggadewi. Psikoanalisis Dan Sastra. 2003. Pusat Penelitian Kemasyarakatan

Dan Budaya, Lembaga Penelitian Universitas Indonesia:Depok.

29

You might also like